Professional Documents
Culture Documents
KABUPATEN POSO
ABSTRACT
The aims of this research are to find out (1)factors the strategic influence external
(opportunity and threat) and internal (strength and weakness) in agribusiness
development of vegetable commodities in Poso Regency,(2) alternative development
strategy, (3) priority strategyin agribusiness development of vegetable commoditiesin
PosoRegency. This research was a descriptive study. The respondents determined by
using purposive sampling technique consisted of bureaucrats, farmers and traders. The
data wereanalysedby using descriptive analysis and supported by Internal Factor
Evaluation Matrix, External Factor Evaluation Matrix, QuantitativeStrategy
PlanningMatrix. The result reveal that the main opportunity factor is the increase of
consumption per capita (score 0.2615), the main threatfactor is inefficient marketing
system (score 0.0698) and the total heaviness score of External Factor Evaluation
Matrix is 2.5187. The main strengthfactor is farmers’ motivation (score 0.3086), the
main weakness factor is farmers’ knowledge (0.0701) and the total heaviness score of
Internal Factor Evaluation Matrix is 2.3951. Meanwhile, there are tenalternative
strategies in agribusiness development of vegetable commodity in PosoRegency
where the strenghtening of farmers’ organization to build partnership with input
suppliers and traders is the main priority strategy.
ABSTRACT
The aims of this research are to find out (1)factors the strategic influence external
(opportunity and threat) and internal (strength and weakness) in agribusiness
development of vegetable commodities in Poso Regency,(2) alternative development
strategy, (3) priority strategy in agribusiness development of vegetable commoditiesin
Poso Regency. This research was a descriptive study. The respondents determined by
using purposive sampling technique consisted of bureaucrats, farmers and traders. The
data wereanalysed by using descriptive analysis and supported by Internal Factor
Evaluation Matrix, External Factor Evaluation Matrix, QuantitativeStrategy Planning
Matrix. The result reveal that the main opportunity factor is the increase of consumption
per capita (score 0.2615), the main threat factor is inefficient marketing system (score
0.0698) and the total heaviness score of External Factor Evaluation Matrix is 2.5187.
The main strength factor is farmers’ motivation (score 0.3086), the main weakness
factor is farmers’ knowledge (0.0701) and the total heaviness score of Internal Factor
Evaluation Matrix is 2.3951. Meanwhile, there are tenalternative strategies in
agribusiness development of vegetable commodity in Poso Regency where the
2
PENDAHULUAN
METODOLOGI
Input produksi
Sarana produksi merupakan faktor yang sangat mendasar sebab efisiensi
produksi, pencapaian tingkat produktivitas, kualitas produk dipengaruhi oleh
ketersediaan sarana produksi yang dapat dijangkau oleh petani setiap saat dibutuhkan
dan optimalisasi penggunaan. Menurut Said dan Intan (2001), untuk mencapai efisiensi
input sarana produksi, harus ada pengorganisasian dalam penerapan subsistem ini
yaitu penerapan jumlah, waktu, tempat dan tepat biaya serta mutu.
Petani memproduksi sendiri benih sayuran karena sulit memperoleh benih galur
murni dan harganya yang mahal.Petani memperoleh benih umbi bawang merah dan
kentang dari penangkar benih di Lembah Palu dan Sulawesi Utara dengan harga
berkisar Rp.28.000/kg untuk bawang merah dan kentang varietas Granola seharga
Rp.10.000/kg.Kondisi ini menyebabkan minat sebagian petani menurun khususnya
untuk komoditas bawang merah dan kentang sehingga berdampak pada penurunan
luas panen dan volume produksi. Secara khusus untuk sayuran kubis dan tomat,
petani menggunakan benih biji yang banyak tersedia di toko tani di Kecamatan Lore
Utara seperti varietas Lentana, Fortuna, Nikki, dan Kirana untuk tomat dan varietas
Grand 11 untuk kubis.
Petani umumnya menggunakan urea, ZA dan NPK phonska untuk
mengurangi biaya produksi bahka terdapat pula petani yang terpaksa mengurangi
dosis pupuk per satuan luas dengan terjadinya kenaikan harga pupuk rata-rata
sebesar 32,6 % dibanding tahun 2009.
Modal usahatani
Usahatani sayuran merupakan usahatani intensif yang membutuhkan biaya
produksi yang tergolong tinggi dibandingkan dengan komoditas lainnya, oleh karena itu
petani umumnya menanam sayuran disesuaikan dengan ketersediaan biaya.Biaya
produksi komoditas sayuran meliputi biaya pengolahan tanah, benih, pupuk dan
pestisida serta biaya sewa tenaga kerja. Sewa tenaga kerja di lokasi penelitian adalah
laki-laki sebesar Rp.50.000 perhari dan perempuan Rp.35.000 per hari.
Rata-rata biaya produksi dalam usahatani sayuran berkisar Rp.5.000.000 -
Rp.7.000.000 untuk luasan sekitar 0,5 ha yang diperoleh dari hasil pendapatan dari
musim tanam sebelumnya. Tambahan biaya produksi diperoleh dengan cara
meminjam uang dari petani yang memiliki kemampuan finansial yang lebih baikdan
pada beberapa kasus cara ini berkembang menjadi sistem “bos”. Bos adalah seorang
petani yang memiliki lahan yang cukup luas,modal yang besar dan memfasilitasi
4
kebutuhan usahatani dari dua hingga tiga orang petani, dengan sistem bagi hasil
setelah dikurangi biaya produksi.
Selain sistem pembiayaan tersebut di atas, sistem pembiayaan usahatani yang
juga berkembang di kalangan petani adalah dengan membuat “kesepakatan” dengan
pedagang.Kesepakatannya adalah pedagang menyediakan benih, pupuk dan pestisida
dan sarana produksi lainnya dan petani harus menanam jenis sayuran yang telah
ditentukan serta menjual seluruh hasil produksi kepada pedagang yang bersangkutan.
Petani hanya akan menerima bagian keuntungan dari hasil penjualan tanpa
mengetahui bagaimana posisi harga yang seharusnya diterima.
Subsistem produksi
Petani memiliki lahan budidaya sayuran yang bervariasi menurut luas lahan
olahan dan sebagian besar luas lahan kurang lebih 0,25 ha hingga 0,5 ha, hanya
sebagian kecil saja petani yang memiliki lahan olahan seluas 2-5 ha. Petani lebih
membatasi luas lahan garapan dalam skala kecil yaitu rata-rata 0,25 ha dengan alasan
bahwa luas lahan yang kecil akan meminimalkan biaya produksi.
Petani menanam sayuran dengan teknik monokultur untuk semua jenis
sayuran, selain menggunakan teknik tumpang sari yang diterapkan petani
khususnya sayuran bawang daun dengan wortel.Petani mempunyai kebiasaan untuk
menanam dua hingga tiga jenis sayuran secara bersamaan. Jenis sayuran yang paling
dominan ditanam adalah tomat yang dapat dikombinasikan dengan kubis, wortel,
kentang, petsai kubis, bawang merah atau bawang daun, dengan alasan apabila harga
tomat rendah maka diharapkan keuntungan dari penjualan kubis, bawang daun atau
sayuran lainnya dapat menutupi kerugian akibat turunnya harga.
Secara keseluruhan, penerapan teknologi budidaya untuk berbagai jenis
sayuran belum dapat dikuasai dengan baik oleh petani atau hanya mengandalkan
pengetahuan seadanya, mulai dari komponen teknologi pengolahan lahan, pembibitan,
perawatan tanamanhingga panen dan pascapanen.Akibatnya terjadi kerugian potensi
hasil pada tahapan pembibitan dan lebih besar pada pengelolaan
pascapanen.Kelebihannya adalah penggunaan pestisida yang sangat minim di
kalangan petani, dengan alasan yang cukup sederhana bahwa penggunaan pestisida
dapat mengakibatkan kerusakan daun atau batang sayuran. Keterbatasan
pengetahuan petani sayuran dalam penerapan teknologi budidaya berdampak pada
rata-rata produktivitas sayuran yang rendah sekitar 4-6 ton/ha dibandingkan
produktivitas optimal sayuran tinggi yang mencapai 26 ton - 30 ton/ha.
Tabel 1. Produksi beberapa jenis sayuran komersil di Kabupaten Poso,
tahun 2007 - 2009
Jenis Komoditas Produksi (ton)
2007 2008 2009*
Tomat 1612 1647 1032,4
Bawang daun 427,3 355.1 437
Bawang merah 1364,1 1137.1 841
Kentang 557,2 429.5 303
Cabe 963 1058 961
Kubis 1247 1186,1 1052
memperhatikan aspek pengolahan hasil, hasil produksi langsung dijual karena ingin
mendapatkan uang kontan.Pedagang yang melakukan tahapan pascapanen
selanjutnya seperti sortasi, grading, pengemasan dan pengepakan sesuai dengan
permintaan pasar baik pasar antar daerah maupun antar pulau.
Subsistem pemasaran
Proses kontak informasi timbal balik antara petani dan pedagang
pengumpul mengawali tahapan awal pemasaran sayuran. Petani akan
menghubungi pedagang pengumpul sebanyak mungkin secara personal untuk
menegosiasikan harga. Berdasarkan informasi harga dari pedagang pengumpul,
maka petani akan memilih tingkat harga sesuai dengan keuntungan
maksimal.Para pedagang pengumpul umumnya adalah langganan tetap dari para
pedagang besar, bahkan ada yang berperan sebagai market informer dari
pedagang besar dan terikat kesepakatan.Pedagang pengumpul juga melayani
permintaan khusus bawang merah dari industri kecil pengolahan bawang di Kota
Palu, namun selama tiga tahun terakhir jumlah produksi bawang merah yang
semakin menurun menyebabkan pedagang pengumpul tetap berperan sebagai
pemasok utama bagi pedagang besar.
Pasar sasaran sayuran terbesar adalah pasar sentral maupun pasar-pasar
tradisional yang terdapat di Kabupaten Poso, Kota Palu, Kabupaten Parigi
Moutong hingga Pulau Kalimantan dengan adanya permintaan sayuran yang
cukup tinggi dari Pulau Kalimantan karena didukung oleh sarana transportasi
kapal ferry yang menghubungkan rute pelayaran Palu – Kalimantan setiap dua
hari dalam seminggu.
Pedagang pengecer adalah pedagang yang berhubungan langsung
dengan konsumen, baik yang menjual sayuran di pasar sentral atau pasar
tradisional maupun pedagang pengecer keliling yang menjual sayuran dari desa
ke desa.Para pedagang pengecer biasanya sudah menjadi langganan tetap dari
pedagang besar.
7
Petani
Pedagang
pengumpul
Pedagang
Poso Besar Palu
Pedagang Pemasaran
Pengecer Antar pulau
Konsumen
Petani mengungkapkan bahwa harga sayuran tidak stabil, dalam arti pasti terjadi
kenaikan dan penurunan harga.Peningkatan harga umumnya terjadi karena
pengaruh musim hujan yaitu pada saat intensitas curah hujan yang tinggi dan
hampir merata selama 6 bulan atau lebih mengakibatkan terjadinya penurunan
hasil produksi sehingga pasokan sayuran ke pusat pemasaran berkurang.Selain
itu, peningkatan volume permintaan dari Kota Palu, Poso, Parigi Moutong
maupun Kalimantan pada saat-saat tertentu seperti menjelang hari raya besar
8
Kelembagaan tani
Kelembagaan tani di daerah sentra produksi berkembang dengan baik
dengan adanya motivasi petani untuk berkelompok. Petani sayuran
menggabungkan diri ke dalam wadah kelompok tani yang berjumlah 12 kelompok
yang terdapat pada desa-desa khususnya di wilayah Kecamatan Lore Utara dan
Lore Timur dengan jumlah keseluruhan petani 383 orang.Kelompok tani yang
aktif melakukan kegiatan-kegiatan kelompok terdiri atas 3 kelompok tani
potensial yaitu kelompok tani Aneka Tani, kelompok tani Mandiri 1 dan 2,
kelompok tani Maholo. Manajemen kelompok tani tersebut tergolong cukup baik
dengan adanya jadwal kegiatan pertemuan rutin setiap hari Rabu dalam
seminggu, mekanisme penyaluran bantuan yang transparan, ketersediaan sarana
produksi seperti handtracktor, sprayer, alat pangkas, gedung pertemuan serta
terlibat secara aktif dalam program-program penyuluhan, sekolah lapang maupun
pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh Dinas Pertanian kabupaten Poso
maupun Dinas Pertanian Propinsi Sulawesi Tengah.
Kelompok-kelompok tani yang tidak aktif disebabkan oleh penilaian
anggota kelompok terhadap sikap para pengurus kelompok yang tidak transparan
khususnya mengenai penyaluran bantuan yang diberikan oleh pemerintah, selain
itu metode pendampingan aparatur teknis yang tidak intensif sehingga petani
merasa tidak mendapatkan manfaat dengan adanya kelompok tani. Terdapat
pula sebagian petani yang menjadi anggota kelompok tani dengan tujuan agar
bias terdaftar petani penerima bantuan.
penumbuhan sentra produksi baru akan mempertimbangkan faktor alam dan faktor
ketersediaan sarana dan prasarana penunjang, dan yang paling utama adalah
kesesuaian iklim berdasarkan karakteristik tanaman sayuran komersil dataran
tinggi.Secara domestik, sentra industri sayuran justru menghadapi ancaman masuknya
produk sayuran impor dengan adanya perjanjian perdagangan internasional dalam
bentuk penghapusan hambatan tariff dan non-tariff.
sayuran dalam jumlah yang besar dan ketersediaan sarana transportasi dari
pusat produksi ke pusat konsumsi serta pengetahuan tentang pengkelasan mutu.
ANALISIS STRATEGI
berada pada posisi hold and maintain. Berdasarkan posisi hold and maintain
maka tipe strategi utama yang dapat diterapkan adalah strategi intensif.
Kuat I II III
3,0
Rata- IV V VI
2,0
Lemah
VII VII IX
1,0
Gambar 2. Posisi Dinas Pertanian pada IE Matrix
DAFTAR PUSTAKA
Nuhung, I.A, 2007. Membangun Pertanian Masa Depan. CV.Aneka Ilmu, Semarang.
Saptana, Masjidin Siregar, Sri Wahyuni, K.D Saktyanu., Ening Ariningsih, Valeriana
Darwis, 2005. Pemantapan Model Pengembangan Kawasan Agribisnis
Sayuran Sumatera (KAHS). Pusat Penelitian Dan Pengembangan Ekonomi
Pertanian, Bogor. Jurnal.Analisis Kebijakan Pertanian, Volume 3 No.1,
Maret 2005.