You are on page 1of 9

Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No.

1, April 2009

KERUSAKAN DAN JUMLAH HEMOSIT UDANG WINDU (Penaeus monodon Fab.)


YANG MENGALAMI ZOOTHAMNIOSIS

THE DESTRUCTION AND TOTAL HAEMOCYTE COUNT OF TIGER SHRIMP (Penaeus


monodon Fab.) THAT INFECTED Zoothamnium penaei (ZOOTHAMNIOSIS)

Gunanti Maharani, Sunarti, Juni Triastuti dan Tutik Juniastuti

Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga


Kampus C Mulyorejo – Surabaya, 60115 Telp. 031-5911451

Abstract

Tiger shrimp (Penaeus monodon Fab.) is one of the biggest non-oil and natural gas export
fisheries commodity. In the other hand, the culture of this shrimp is highly affected by infectious
pathogens and disease control is ciliated protozoa, Zoothamnium penaei that play an important role as
ectocommensals on the body surface of tiger shrimp and causes “udang lumutan” disease.
The aim of this research are to know the destruction and mean total haemocyte count of the
Tiger shrimp between healthy and easy, middle and heavy infected degree of Zoothamnium penaei. The
healthy and was identified infected Zoothamnium penaei of Tiger shrimp samples collected from one of
the nursery pond in Lamongan that divided of 50 healthy indivisuals and infected Zoothamnium penaei
(50 individuals for each infestation degree). Haemolymph (haemocytes) was obtained from the ventral
part of the haemocoel of the second abdominal segment using 1 ml syringe filled with EDTA (Ethylene
Diamine Tetra Acetic Acid). The variable observed were destruction of haemocyte and mean total
haemocyte count during 7 days. ANOVA (Analysis Of Varian) was used for mean total haemocyte count
change data analysis followed by Duncan’s Multiple Range Test with 5% significantly.
The research results revealed that Tiger shrimp that easy, middle and heavy infected of
Zoothamnium penaei no destruction occurs, but Tiger shrimp that heavy infected of Zoothamnium penaei
occurs haemocyte sitoplasma destruction. The highest mean total haemocyte count change was 61,64x106
± 3,56x106 cells ml-1 in Tiger shrimp that middle infected of Zoothamnium penaei, while the lowest mean
total haemocyte count change was 41,04x106 ± 3,64x106 cells ml-1 occur in Tiger shrimp that heavy
infected of Zoothamnium penaei.

Key words : Zoothamniosis, Penaeus monodon Fab., haemocyte

Pendahuluan penyakit. Salah satu penyakit yang sering


Udang merupakan salah satu bahan menyerang udang windu baik di tambak
makanan sumber protein hewani bermutu tinggi maupun di panti pembenihan (hatchery) adalah
yang sangat digemari oleh konsumen dalam patogen dari golongan ciliata, terutama dari
negeri maupun luar negeri karena memiliki rasa spesies Zoothamnium sp. dan Vorticella sp.
yang sangat gurih dan karena kadar (Baticados et al., 1989 dan Mahasri, 1996).
kolesterolnnya yang lebih rendah daripada Zoothamnium sp. dan Vorticella sp. merupakan
hewan mamalia (Darmono, 1991). Salah satu ciliata yang hidup normal pada perairan yang
jenis udang yang merupakan primadona berkualitas, akan tetapi protozoa ini akan
komoditas ekspor non-migas dari sektor meningkat populasinya pada perairan dengan
perikanan adalah udang windu (Penaeus kualitas yang rendah. Penyebaran jenis parasit
monodon Fab.). Statistik ekspor hasil perikanan ini meliputi daerah pertambakan di seluruh
tahun 2003 menunjukkan bahwa selama periode Indonesia, Thailand, Malaysia, India, Cina,
1999 – 2003, volume ekspor udang mengalami Jepang dan Amerika (Rukyani, 1996).
peningkatan rata-rata sebesar 6 % per tahun, Zoothamnium sp. menyerang udang
yaitu dari 109.651 ton pada tahun 1999 pada semua stadia mulai dari telur, larva,
meningkat menjadi 137.635 ton pada tahun juvenil dan dewasa pada kondisi perairan
2003 (Departemen Kelautan dan Perikanan, dengan oksigen terlarut rendah (Baticados et al.,
2005). 1989 dan Mahasri, 1996). Protozoa ini
Salah satu kendala yang sering muncul menyerang pada permukaan tubuh, kaki renang,
pada usaha pembenihan maupun pembesaran kaki jalan, rostrum dan insang. Organ yang
udang windu adalah timbulnya serangan terserang akan terlihat seperti diselaputi benda

21
Kerusakan Dan Jumlah Hemosit......

asing berwarna putih kecoklatan. Bila terjadi Materi dan Metode Penelitian
infeksi berat, penempelan ini menyebar ke Penelitian ini dilaksanakan pada
seluruh permukaan tubuh sehingga disebut tanggal 26 Nopember 2006 sampai dengan 26
penyakit “udang berjaket“. Serangan protozoa Desember 2006 di Laboratorium Pendidikan
tersebut mengakibatkan udang sulit bernafas, Perikanan Pragram Studi Budidaya Perairan dan
malas bergerak dan mencari makan (Sinderman, Laboratorium In Vitro Fakultas Kedokteran
1997). Sementara itu Tonguthai (1997) Hewan Universitas Airlangga Surabaya.
mengatakan bahwa udang yang terserang Peralatan yang digunakan dalam
Zoothamnium sp. sulit ganti kulit (moulting), penelitian ini adalah akuarium dengan ukuran
pertumbuhan terhambat dan menyebabkan 40 x 25 x 30 cm3 sebanyak 4 buah yang
kematian. digunakan untuk pemeliharaan stok udang
Sampai saat ini, pemantauan dan windu normal dan yang terinfestasi
penelitian tentang zoothamniosis baru sampai Zoothamnium penaei, aerator, selang aerator,
pada gejala klinis yang nampak dan batu aerator dan shelter dari tali rafia. Peralatan
pemeriksaan yang sering dilakukan adalah yang digunakan untuk pembuatan preparat ulas
dengan pengerokan (scrapping). Patogenitas darah adalah jaring ikan kecil, scalpel, gunting
Zoothamnium penaei pada udang windu yang bedah, pinset, cawan petri, spuit insulin merk
mengalami zoothamniosis masih belum TERUMO volume 1 ml, object glass, cover
diketahui, akan tetapi Lightner (1998) sudah glass, haemocytometer, handy tally counter dan
melakukan pemeriksaan histopatologi kulit dan mikroskop inverted.
insang udang windu yang mengalami Bahan yang digunakan dalam
zoothamniosis. Hasil yang diperoleh penelitian ini adalah udang windu (Penaeus
menunjukkan bahwa terjadi penebalan kutikula monodon Fabricus) yang berumur 2 – 3 bulan
pada udang. Sementara itu, pemeriksaan tentang dengan berat tubuh berkisar antara 20 – 25 gram
karakteristik hemosit udang windu yang sebanyak 50 ekor udang windu yang sehat dan
mengalami zoothamniosis masih belum banyak 50 ekor udang windu sebelumnya telah
dilakukan. diidentifikasi terinfestasi parasit Zoothamnium
Fungsi dan komposisi hemosit masih penaei pada kolam yang berbeda.yang diambil
belum diketahui dengan baik, sedangkan jumlah secara acak dari salah satu tambak pembesaran
dan tipe hemosit serta aktivitas mikrobial di daerah Lamongan. Pakan yang diberikan
kemungkinan dapat digunakan untuk memantau berupa pellet udang dan diberikan setiap hari
kesehatan udang. Hasil pengamatan selama pemeliharaan sebanyak dua kali pagi
menunjukkan bahwa komposisi darah udang (jam 07.00) dan sore (jam 17.00) dengan dosis
windu dapat diukur dan dapat digunakan 5% dari berat tubuh. Sementara itu, bahan yang
sebagai penilaian kesehatan udang melalui digunakan untuk pembuatan preparat ulas darah
karakteristik dan aktivitas sistem pertahanan adalah EDTA (Ethylene Diaminetetra Acetic
udang terhadap agen infeksius yang diperankan Acid) sebagai antikoagulan, metanol dan larutan
oleh hemosit (Van de Braak et al., 1996). Giemsa 10%.
Berdasarkan kondisi di atas, maka diperlukan Penelitian ini menggunakan metode
studi mengenai kerusakan dan jumlah hemosit deskirptif analitik berupa perubahan kerusakan
pada udang windu yang terserang penyakit yang hemosit udang windu yang normal dan yang
disebabkan oleh parasit dari kelas ciliata, yaitu mengalami zoothamniosis pada derajat infestasi
Zoothamnium penaei. ringan, sedang dan berat. Sedangkan untuk
Berdasarkan rumusan masalah tersebut perubahan jumlah hemosit dianalisis
di atas, pengajuan penelitian ini bertujuan untuk menggunakan ANAVA (Analisis Varian)
mengetahui perbedaan kerusakan dan jumlah dengan menggunakan Rancangan Acak
hemosit udang windu (Penaeus monodon Fab.) Kelompok (RAK), dan apabila terdapat
normal dan yang mengalami zoothamniosis perbedaan antar derajat infestasi dilanjutkan
pada derajat infestasi ringan, sedang dan berat. dengan Uji Berjarak Ganda Duncan dengan
Melalui penelitian ini diharapkan dapat taraf signifikansi 5%.
memberikan informasi dan pengetahuan baru Parameter utama yang diamati dalam
tentang bagaimana kerusakan dan jumlah penelitian ini adalah perubahan karakteristik
hemosit udang windu (Penaeus monodon Fab.) dari hemosit udang windu (Penaeus monodon
yang mengalami zoothamniosis, sehingga dapat Fab.) yang terserang Zoothamnium penaei pada
digunakan sebagai salah satu pedoman dalam derajat infestasi ringan, sedang dan berat yang
mendiagnosis penyakit zoothamniosis pada meliputi perubahan jumlah hemosit dan
udang windu. kerusakan hemosit udang windu. Parameter
penunjang yang diamati adalah kualitas air

22
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 1, April 2009

(salinitas, suhu dan oksigen terlarut), perubahan menggunakan hand tally counter dan rumus
warna tubuh, jumlah zooid dan lokasi organ penghitungannya adalah sebagai berikut: jika
yang terserang, cara bergerak dan cara mencari dalam 1 ml ditemukan sebanyak N sel, maka
makan. didapat:
Derajat infestasi ditentukan
berdasarkan ketentuan Fegan et al. (1993) N x 25 square x 50 x 103 cells/ml (Brock and
dalam Raya (2006) yaitu derajat serangan Madigan, 1991).
parasit ektokomensal (Zoothamnium sp., Keterangan:
Vorticella sp. dan Epystilis sp.) ditentukan N = jumlah sel
berdasarkan jumlah zooid pada permukaan 25 square = 25 kotak kecil dalam kamar hitung
tubuh dan insang. Klasifikasi untuk derajat haemocytometer
infestasi ringan bila ditemukan 5 – 25 zooid,
derajat infestasi sedang bila ditemukan 26 – 50 Pembuatan preparat ulas darah
zooid dan derajat infestasi berat bila ditemukan Pengamatan hemosit udang windu
lebih besar dari 50 zooid. yang normal dan yang mengalami
zoothamniosis pada derajat infestasi yang
Pengamatan patologi anatomi berbeda dilakukan setiap hari. Prosedur
Pengamatan patologi anatomi udang pembuatan preparat ulas darah bedasarkan
windu yang terserang Zoothamnium penaei Bijanti (2005) adalah dengan mengambil
dilakukan dengan cara mengamati perubahan sampel darah udang windu menggunakan spuit
gejala klinis berupa perubahan warna tubuh dan 1 ml yang sebelumnya sudah diberi EDTA
organ yang terserang Zoothamnium penaei serta sebagai antikoagulan. Sampel darah diulaskan
perubahan tingkah laku yang meliputi cara di atas object glass dan kemudian dikeringkan.
bergerak (berenang) dan mencari makan. Sampel ulas darah yang telah kering kemudian
Pengamatan dan pemantauan dilakukan setiap dimasukkan ke dalam larutan metanol selama 3
hari selama 7 hari pada udang windu yang menit lalu dikeringkan. Sampel ulas darah
normal dan udang yang terserang Zoothamnium dimasukkan ke dalam larutan Giemsa 10%
penaei pada derajat infestasi ringan, sedang dan selama 30 menit kemudian dicuci dengan air
berat. mengalir dan dikeringkan. Setelah sampel ulas
darah kering, dilakukan pengamatan di bawah
Penghitungan jumlah zooid Zoothamnium mikroskop inverted dengan perbesaran 400X.
penaei
Penghitungan jumlah zooid Hasil dan Pembahasan
Zoothamnium penaei yang menginfestasi udang Hasil pengamatan patologi anatomi
windu dilakukan dengan cara scrapping pada udang windu yang mengalami zoothamniosis
satu sisi udang windu yang terinfestasi, yaitu pada derajat infestasi rendah memiliki warna
pada bagian insang, cephalothorax, abdomen, tubuh yang sama seperti warna tubuh udang
kaki jalan, kaki renang dan ekor sesuai dengan windu yang normal, yaitu abu-abu kehitaman.
organ yang terinfestasi pada masing-masing Pada udang windu dengan derajat infestasi
derajat infestasi (ringan, sedang dan berat). sedang dan berat terjadi perubahan warna tubuh
Penghitungan jumlah hemosit pada seluruh permukaan tubuh udang windu
Penghitungan jumlah sel darah (insang, kaki renang, kaki jalan, abdomen dan
dilakukan dengan mengambil darah udang cephalothorax) yaitu warna tubuh menjadi
menggunakan spuit insulin 1 ml yang coklat muda hingga coklat tua, karena adanya
sebelumnya sudah diberi EDTA sebagai kotoran seperti kapas yang menempel dan
antikoagulan. Pengambilan sampel darah semakin menebal. Udang windu yang normal
dilakukan dari bagian ventral dari haemocoel, (sehat) dapat berenang dan mencari makan
yaitu pada ruas abdomen kedua diantara dengan aktif. Sementara itu, udang windu yang
kutikula (Van de Braak, 2002). Sampel darah mengalami zoothamniosis pada derajat infestasi
udang windu yang diambil masing-masing ringan masih bisa berenang secara aktif dan
sebanyak 3 ekor dari udang windu yang normal aktif mencari makan di akuarium, sedangkan
dan udang windu yang mengalami pada derajat infestasi sedang udang windu
zoothamniosis pada derajat infestasi ringan, sudah kurang aktif dalam berenang dan mencari
sedang dan berat setiap hari. Setelah darah makan. Perbedaan morfologi udang windu yang
diambil dari udang yang sehat maupun yang normal (sehat) dan yang mengalami
mengalami zoothamniosis tingkat ringan, zoothamniosis pada derajat infestasi ringan,
sedang dan berat, darah diteteskan di atas sedang dan berat dapat dilihat pada Gambar 1.
haemocytometer dan kemudian dihitung dengan

23
Kerusakan Dan Jumlah Hemosit......

Derajat Gambar Derajat Gambar


Infestasi Infestasi

Normal Sedang

Ringan Berat

Gambar 1. Morfologi udang windu (Penaeus monodon Fab.) yang normal dan yang mengalami
zoothamniosis

Berdasarkan hasil penghitungan jumlah Selama penelitian, pada udang windu


zooid udang windu yang sehat tidak ditemukan yang normal (sehat) tidak terjadi kematian.
adanya zooid Zoothamnium penaei. Hasil Mortalitas udang windu yang mengalami
penghitungan jumlah zooid udang windu yang zoothamniosis pada derajat infestasi ringan
mengalami zoothamniosis pada derajat infestasi selama pemeliharaan adalah sebesar 20%.
ringan, peningkatan penyebaran zooid Sementara itu, udang windu yang mengalami
Zoothamnium penaei paling banyak ditemukan zoothamniosis derajat infestasi sedang dan berat
pada bagian abdomen (hari ke-1, 2, 3, 6 dan 7) mengalami mortalitas masing-masing sebesar
yang diikuti oleh kaki renang (hari ke-1, 3, 4, 5 60% dan 80%. Mortalitas udang windu yang
dan 7), kaki jalan (hari ke-2, 4, dan 5) dan mengalami zoothamniosis yang terjadi selama
cephalothorax (hari ke-6). Jumlah rata-rata pemeliharaan disajikan pada Tabel 2.
infestasi zooid Zoothamnium penaei pada Parameter pengamatan kualitas air
berbagai organ udang windu yang mengalami selama penelitian meliputi suhu, salinitas dan
zoothamniosis dapat dilihat pada Tabel 1. oksigen terlarut. Pada udang windu yang normal
(sehat), pertumbuhan berada pada kisaran suhu

Tabel 1. Jumlah rata-rata infestasi zooid Zoothamnium penaei pada berbagai organ udang windu
(Penaeus monodon Fab.) yang mengalami zoothamniosis

No. Organ yang terinfestasi Jumlah rata-rata zooid


DR DS DB
1. Cephalothorax 3 5 8
2. Insang - 7 10
3. Abdomen 9 15 21
4. Kaki Jalan 5 7 11
5. Kaki Renang 6 8 12
6. Ekor - 6 9
Keterangan:
DR: derajat infestasi ringan
DS: derajat infestasi sedang
DB: derajat infestasi berat

Tabel 2. Mortalitas udang windu (Penaeus monodon Fab.) yang mengalami zoothamniosis

No. Derajat Mortalitas udang pada hari ke- Persentase


Infestasi 1 2 3 4 5 6 7 (%)
1. Normal 0 0 0 0 0 0 0 0
2. Ringan 1 1 1 2 1 2 2 20
3. Sedang 3 4 4 5 4 5 5 60
4. Berat 5 5 6 5 6 6 7 80

24
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 1, April 2009

28,2 – 28,7°C, salinitas 8 ppt dan oksigen peningkatan dibandingkan dengan hemosit
terlarut 5,8 – 6,0 ppm. Pada udang windu yang udang windu yang normal. Sementara itu,
mengalami zoothamniosis derajat infestasi jumlah rata-rata hemosit udang windu yang
ringan memiliki kualitas air yang tidak jauh mengalami zoothamniosis derajat infestasi berat
berbeda dengan udang windu yang normal, mengalami penurunan dibandingkan dengan
yaitu pada kisaran suhu 27,4 – 27,6°C, salinitas jumlah rata-rata hemosit udang windu yang
8 – 9 ppt, sedangkan oksigen terlarut mulai normal. Perubahan jumlah rata-rata hemosit
menurun yaitu 44,3 – 4,6 ppm. Pada udang pada udang windu yang mengalami
windu yang mengalami derajat infestasi sedang zoothamniosis berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan kisaran suhu pada 27,4 – 27,6°C, disajikan pada Tabel 3.
salinitas 8 – 9 ppt dan oksigen terlarut 4,2 – 4,5 Hasil pemeriksaan kerusakan hemosit
ppm. Sementara itu, udang windu yang udang windu yang terinfestasi Zoothamnium
mengalami zoothamniosis pada derajat infestasi penaei berdasarkan pembuatan preparat ulas
berat berada pada kisaran suhu 27,2 – 27,6°C, darah menunjukkan bahwa tidak terjadi
salinitas 8 – 9 ppt dan oksigen terlarut 4,0 – 4,3 kerusakan hemosit pada udang windu yang
ppm. mengalami zoothamniosis derajat infestasi
Berdasarkan hasil penelitian, jumlah ringan dan sedang dibandingkan dengan
rata-rata hemosit udang windu yang mengalami hemosit udang windu yang normal. Namun,
zoothamniosis terjadi perubahan yang nyata pada derajat infestasi berat menunjukkan terjadi
pada jumlah hemosit udang windu yang kerusakan sitoplasma pada hemosit udang
mengalami zoothamniosis (p < 0,05) windu, yaitu sitoplasma tampak bergranul
dibandingkan dengan udang windu yang normal (peningkatan agregasi pada sitoplasma).
(sehat). Jumlah rata-rata hemosit pada udang Gambar kerusakan hemosit udang windu yang
windu yang mengalami zoothamniosis derajat mengalami zoothamniosis dapat dilihat pada
infestasi ringan dan sedang mengalami Gambar 2.
Tabel 3. Hasil penghitungan rata-rata jumlah hemosit udang windu (Penaeus monodon Fab.) yang
mengalami zoothamniosis

Derajat Jumlah rata-rata hemosit pada hari ke-


infestasi (dalam 106 sel/ml) Total Rata-rata ± SD
1 2 3 4 5 6 7
Normal 49 50,25 46,75 48,25 47,25 50,75 51,25 343,5 49,07c + 1,75
Ringan 55,75 54,5 55,25 52,25 52,75 51,5 58,75 380,75 54,39b + 2,49
Sedang 64,75 63 62 59,75 66,75 56,5 58,76 431,51 61,64a + 3,56
Berat 46,75 40 39,5 43,5 45,75 36,5 42,25 294,25 41,04d + 3,64
Total 216,25 207,75 203,5 203,75 212,5 192,25 211,01 1450,01
Rata-rata 54,062 51,938 50,875 50,938 53,125 48,813 52,753
Keterangan: superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05)

Gambar 2. Kerusakan hemosit udang windu (Penaeus monodon Fab.) yang mengalami zoothamniosis
(perbesaran 400X)

25
Kerusakan Dan Jumlah Hemosit......

Pada udang windu yang normal, tanpa teleotroch lepas, zooid secara aktif akan
infestasi Zoothamnium penaei, udang windu mencari lokasi penyerangan yang baru.
dapat berenang dan mencari makan secara aktif. Tingginya jumlah zooid pada bagian
Sementara itu, infestasi Zoothamnium penaei abdomen dibandingkan dengan organ yang lain
yang semakin berat pada udang windu kemungkinan disebabkan karena pada bagian
menyebabkan udang sulit bergerak (berenang) abdomen ini tidak terjadi gerakan seperti pada
dan mencari makan karena pergerakan tubuh insang, kaki renang, cephalothorax, kaki jalan
terhalang oleh adanya zooid Zoothamnium dan ekor yang sering terjadi pergerakan,
penaei yang menempel pada tubuh udang sehingga semakin memudahkan Zoothamnium
windu. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan penaei untuk menempel pada tubuh udang.
oleh Tonguthai (1991), bahwa pada kasus Selain itu, tingginya infestasi ini disebabkan
infeksi berat, seluruh permukaan tubuh udang karena pada bagian abdomen merupakan bagian
ditempeli oleh zooid Zoothamnium sp., tubuh paling besar (luas) dibandingkan dengan
sehingga mengakibatkan udang sulit bergerak, bagian tubuh yang lain. Hal ini sesuai dengan
sulit bernafas dan sulit untuk ganti kulit. Hal ini yang dilaporkan oleh (Rukyani, 1996) bahwa
akan menyebabkan udang stres dan akan Zoothamnium sp. menyerang seluruh
mengalami kematian. permukaan tubuh, oleh karena itu serangan
Peningkatan jumlah zooid parasit ini sering disebut penyakit udang
Zoothamnium penaei yang menginfestasi udang berjaket atau penyakit udang bersepatu atau
windu menyebabkan perubahan warna tubuh udang lumutan. Selanjutnya dikatakan oleh
pada udang windu. Semakin banyak zooid Chanratchakool et al. (1995) bahwa penyakit
Zoothamnium penaei yang menginfestasi maka akibat serangan Zoothamnium sp. dikenal
tubuh udang windu menjadi semakin berwarna sebagai ektocommensal fouling disease yaitu
coklat tua. Hal ini sesuai dengan yang penyakit pada permukaan tubuh yang muncul
dilaporkan oleh ASEAN (2000) bahwa udang disebabkan oleh infestasi parasit secara massal.
yang terinfestasi parasit jenis Zoothamnium sp. Penelitian menunjukkan bahwa
mengakibatkan tubuh udang terlihat seperti kematian udang windu yang terjadi pada udang
berlumut dengan warna kecoklatan dan yang mengalami zoothamniosis derajat infestasi
menunjukkan discolorasi (perubahan warna) ringan lebih sedikit, yaitu 20% dibandingkan
pada seluruh tubuh dan munculnya benda dengan udang windu yang mengalami
seperti kapas disebabkan banyaknya jumlah zoothamniosis derajat infestasi sedang sebesar
koloni dari organisme. Infestasi parasit ini bisa 60% dan derajat infestasi berat sebesar 80%.
menyebabkan kematian udang, terutama pada Hal ini disebabkan pada udang windu yang
saat udang moulting, karena udang mudah mengalami zoothamniosis derajat infestasi
terserang patogen. ringan, jumlah zooid Zoothamnium penaei yang
Hasil penelitian pada udang windu menginfestasi masih sedikit (pada bagian
yang diidentifikasi terinfestasi Zoothamnium abdomen, kaki jalan, kaki renang dan
penaei pada derajat infestasi yang berbeda cephalothorax) sehingga udang masih bisa aktif
(ringan, sedang dan berat) menunjukkan bahwa berenang dan mencari makan. Selain itu,
pada derajat infestasi ringan, Zoothamnium kualitas air (suhu dan salinitas) yang masih
penaei dapat ditemukan pada abdomen, kaki layak memungkinkan udang untuk bisa tumbuh
jalan, kaki renang dan cephalothorax. Pada dan hidup. Sementara itu, jumlah zooid
derajat infestasi sedang, Zoothamnium penaei Zoothamnium penaei semakin meningkat dan
dapat ditemukan pada abdomen, cephalothorax, menyebar pada seluruh organ tubuh (abdomen,
insang, kaki jalan, kaki renang dan ekor. kaki jalan, kaki renang, insang, cephalothorax
Sementara itu, pada derajat infestasi berat dan ekor) pada derajat infestasi sedang dan berat
infestasi Zoothamnium penaei sudah menyebar sehingga menyebabkan udang tidak bisa aktif
ke seluruh permukaan tubuh. Adanya perbedaan berenang dan mencari makan. Selain itu,
lokasi organ yang terinfestasi Zoothamnium kualitas air yang sudah mulai menurun dan
penaei pada udang windu yang diamati setiap tidak layak memicu semakin meningkatnya
hari pada masing masing derajat infestasi infestasi zooid Zoothamnium penaei. Hal ini
menunjukkan bahwa infestasi Zoothamnium mengakibatkan kondisi tubuh udang semakin
penaei terjadi secara acak. Hal ini sesuai dengan lemah dan akhirnya mengalami kematian. Hal
yang dilaporkan oleh Brown et al. (1993) bahwa ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Mahasri
transmisi ciliata (Epistylis sp., Vorticella sp. (1996), bahwa jumlah zooid ciliata patogen
maupun Zoothamnium sp.) pada kolam (Zoothamnium sp., Vorticella sp. dan Epystilis
pemeliharaan udang setelah zooid pada fase sp.) berkorelasi positif terhadap kematian udang
windu. Semakin banyak ciliata patogen yang

26
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 1, April 2009

menginfestasi udang windu, maka kematian Sementara itu, pada saat udang windu
udang windu juga semakin banyak. Selanjutnya mengalami zoothamniosis derajat infestasi
dikatakan pula oleh Brown et al. (1983), bahwa sedang dimana kemungkinan infeksi penyakit
kematian udang berhubungan dengan infestasi lain (virus atau bakteri) mulai menyerang
berat dari zooid ciliata. namun metabolisme udang masih belum
Tingginya mortalitas pada udang terganggu karena udang masih bisa berenang
windu yang mengalami zoothamniosis dipicu dan mencari makan meskipun kurang aktif
oleh menurunnya kualitas air, dimana sehingga tubuh udang mengadakan respon
Zoothamnium penaei akan menyerang udang perlawanan dengan cara meningkatkan hemosit
windu pada saat kualitas air berada pada kondisi sesuai dengan kondisi untuk mempertahankan
yang tidak normal, dimana udang windu dapat kesehatan tubuh, pada tahap ini terjadi puncak
tumbuh optimal pada salinitas 15 – 30 ppt, peningkatan hemosit udang windu. Hal ini
kisaran suhu antara 28 - 32°C dan oksigen sesuai dengan yang dikatakan oleh Fontaine dan
terlarut > 5 ppm (Suyanto dan Mudjiman, Lightner (1974), bahwa meningkatnya
2001). Parameter utama kualitas air yang ketahanan tubuh udang dapat diketahui dari
memicu timbulnya Zoothamnium penaei antara meningkatnya aktivitas sel-sel fagosit dan
lain oksigen terlarut dan bahan organik. Pada hemosit. Van de Braak et al. (2002) melaporkan
lokasi pengambilan sampel udang windu, pula bahwa terjadi peningkatan jumlah hemosit
Zoothamnium penaei muncul di tambak dengan pada jaringan hematopoetik dan limpoid setelah
oksigen terlarut pada kisaran 4,2 – 4,3 ppm dan infeksi virus WSH 8 reaktif pada udang windu.
bahan organik yang tinggi. Sementara itu, Selanjutnya, setelah melalui tahap
oksigen terlarut selama pemeliharaan udang puncak perlawanan yang ditandai dengan
windu berkisar antara 4,0 – 4,3 ppm dan bahan puncak peningkatan jumlah hemosit, jumlah
organik tinggi yang berasal dari sisa pakan dan hemosit mengalami penurunan pada udang
kotoran yang ada di dasar akuarium, sehingga windu yang mengalami zoothamniosis derajat
jumlah zooid Zoothamnium penaei semakin infestasi berat. Hal ini kemungkinan
meningkat. Hal ini sesuai dengan yang dikarenakan pada tahap ini udang windu sudah
dinyatakan oleh Sinderman (1997) bahwa kehabisan tenaga akibat sudah tidak bisa aktif
infestasi Zoothamnium sp. akan meningkat pada berenang dan mencari makan yang disebabkan
kolam dengan kadar oksigen terlarut yang oleh semakin banyaknya zooid Zoothamnium
rendah, yaitu lebih kecil dari 5 ppm serta penaei yang menyelimuti seluruh permukaan
kandungan bahan organik yang tinggi. tubuh dan insang udang windu. Hal ini sesuai
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan pernyataan Herupradoto (2005) bahwa
peningkatan rata-rata jumlah hemosit udang berdasarkan hasil pengamatan pada saat terjadi
windu yang tertinggi (61,64x106 ± 3,56x106 infeksi WSBV (White Spot Baculo Virus) pada
sel/ml) terdapat pada derajat infestasi sedang udang windu, maka hemosit akan segera
dan rata-rata jumlah hemosit yang terendah bergerak menuju jaringan dimana infeksi
(41,04x106 ± 3,64x106 sel/ml) terdapat pada WSBV terjadi, kemudian setelah dilakukan
derajat infestasi berat dibandingkan dengan rata- pengukuran total hemosit dalam sistem
rata jumlah hemosit udang windu yang normal sirkulasi, terlihat adanya penurunan jumlah total
(49,07x106 ± 1,75x106 sel/ml). Hal ini diduga hemosit.
karena pada saat udang windu mengalami Hasil penelitian menunjukkan bahwa
zoothamniosis derajat infestasi ringan, mukus tidak terjadi kerusakan hemosit pada udang
spesifik yang dikeluarkan oleh Zoothamnium windu yang mengalami zoothamniosis pada
penaei (Lightner, 1998) dapat ditolerir oleh derajat infestasi ringan dan sedang. Hal ini
kulit udang sebagai pertahanan eksternal tubuh diduga disebabkan karena Zoothamnium penaei
memungkinkan terjadinya peningkatan hemosit merupakan parasit ektokomensal, sehingga
sebagai sinyal awal adanya gangguan atau mukus spesifik yang dikeluarkan oleh
serangan infestasi parasit. Hal ini sesuai dengan Zoothamnium penaei tidak sampai masuk ke
pernyataan Oliver dan Fisher (1995) dalam Van jaringan yang memproduksi sel-sel darah karena
de Braak et al. (1996), bahwa faktor lingkungan adanya kulit dan mukus sebagai penghalang
seperti suhu, salinitas dan oksigen terlarut dapat fisik pada permukaan tubuh udang. Pada derajat
menyebabkan perubahan jumlah hemosit pada infestasi ringan dan sedang, pertahanan tubuh
Crassostrea virginica di alam. Selanjutnya udang masih memungkinkan untuk melawan
dikatakan pula oleh Van de Braak et al. (1996), serangan tersebut karena adanya respon adaptasi
bahwa peningkatan suhu dapat meningkatkan terhadap suatu infeksi untuk mempertahankan
jumlah sirkulasi hemosit dalam hemolim kondisi sel, yaitu melalui kulit (merupakan
dengan meningkatnya aktivitas pompa jantung. pertahanan eksternal) dan hemosit (merupakan

27
Kerusakan Dan Jumlah Hemosit......

pertahanan internal). Hal ini sesuai dengan Farm Management Practice. Fisheries
pernyataan Campbell et al. (2004), bahwa kulit Publication Series No.1. 35p.
merupakan rintangan (penghalang) yang tidak Baticados, M.C.L. et al. 1989. Disease of
dapat ditembus oleh mikroba dan mukus yang Penaeid Shrimp in The Philippines
disekresikan oleh sel-sel membran mukosa juga Aquaculture. Department Southeast
menjerat mikroba dan partikel lain yang Asian Fisheries Development Center.
mengadakan kontak dengannya (kulit dan p. 18-20.
membran mukosa). Dengan demikian, kulit Bijanti, R. 2005. Hematologi Ikan (Teknik
merupakan penghalang fisik yang mensekresi Pengambilan Darah dan Pemeriksaan
lisosim yang dapat merusak mikroba (Rantam, Hematologi Ikan). Buku Ajar. Bagian
2003). Ilmu Kedokteran Dasar Veteriner,
Sementara itu, pada saat udang windu Fakultas Kedokteran Hewan.
mengalami zoothamniosis derajat infestasi Universitas Airlangga. Surabaya. hal.
berat, terjadi perubahan hemosit berupa 22.
kerusakan sitoplasma, yaitu sitoplasma terlihat Brock, T.D. and Madigan, M.T. 1991. Biology
bergranul (peningkatan agregasi pada of Microorganism. Sixth Edition.
sitoplasma). Hal ini kemungkinan disebabkan Prentice – Hall International.
pada saat udang windu mengalami Brown, P.B., M.R. White, D.L. Swann, and
zoothamniosis derajat infestasi berat, terjadi M.S. Fuller. 1993. A Severe Outbreak
kerusakan (luka) fisik yang dapat memicu of Ectoparsitism Due to Epistylis sp.
masuknya infeksi penyakit yang lain, seperti Journal of the World Aquaculture
bakteri atau virus. Kondisi seperti ini dipicu Society. 24(1). p.116-120.
oleh menurunnya kualitas air dan semakin Campbell, N.A., J.B. Reece and L.G. Mitchell.
menurunnya kesehatan tubuh udang, sehingga 2004. Biologi. Edisi Kelima, Jilid 3.
menyebabkan agen penyakit (virus atau bakteri) Penerbit Erlangga. Jakarta. Hal. 73-88.
mudah menyerang. Hal ini sesuai dengan Chanratchakool, P., J.F. Trunbull, S.F. Smith
pernyataan Van de Braak et al. (2002) yang and C. Limsuwan. 1995. Health
telah membuktikan bahwa terjadi peningkatan Management in Shrimp Ponds. Health
jumlah hemosit tipe granular di daerah infeksi Research Institute. Bangkok. Thailand.
WSBV (White Spot Baculo Virus). p. 50-53.
Darmono. 1991. Budidaya Udang Penaeus.
Kesimpulan Kanisius. Yogyakarta. 103 hal.
Udang windu (Penaeus monodon Fab.) Departemen Kelautan dan Perikanan. 2005.
yang mengalami zoothamniosis pada derajat Revitalisasi Perikanan. Jakarta. 81 hal.
infestasi ringan dan sedang mengalami http//www.dkp.go.id/revitalisasi/pdf.
peningkatan rata-rata jumlah hemosit masing- Desember, 2005.
masing sebesar 54,39x106 ± 2,49x106 sel/ml dan Herupradoto, E.B.A. 2005. Analisis Protein
61,64x106 ± 3,56x106 sel/ml, sedangkan pada Envelope VP28 White Spot
derajat infestasi berat hemosit udang windu Baculovirus Isolat Lokal Dari Udang
mengalami penurunan sebesar 41,04x106 ± Windu (Penaeus monodon) dan Uji
3,64x106 sel/ml. Udang windu (Penaeus Sebagai Kandidat Imunostimulan.
monodon Fab.) yang mengalami zoothamniosis Disertasi. Program Pascasarjana
pada derajat infestasi ringan dan sedang tidak Universitas Airlangga. Surabaya. Hal.
menunjukkan perubahan (kerusakan) pada 101 – 102.
hemosit, namun pada derajat infestasi berat Kusriningrum. 1989. Dasar Perancangan
hemosit udang windu menunjukkan perubahan Percobaan dan Rancangan Acak
(kerusakan) pada sitoplasma. Lengkap. Universitas Airlangga.
Perlu adanya penelitian lebih lanjut Surabaya. 143 hal.
mengenai jumlah masing-masing tipe hemosit Lightner, D.V. 1998. Prevalence and
(granular, semigranular maupun agranular) Geographic Distribution of MBV and
untuk mengetahui aktivitas pertahanan tubuh Other Disease in Cultured Giant Tiger
oleh hemosit (fagositik, enkapsulasi, sitotoksik Prawns (Penaeus monodon) in the
maupun prophenoloxidase) pada udang windu Philippines. The Oceanic Institute.
yang mengalami zoothamniosis. Honolulu. Hawai. p. 24-37.
Mahasri, G. 1996. Pengaruh Manipulasi Tingkat
Daftar Pustaka Aerasi dan Padat Tebar Terhadap
ASEAN Cooperation in Food, Agriculture and Infestasi Parasit Protozoa Kelas Ciliata
Forestry. 2000. ASEAN Good Shrimp Pada Benur Udang Windu. Tesis.

28
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 1, April 2009

Institut Pertanian Bogor. Bogor. 67 Tonguthai, K. 1991. Disease of the Freshwater


hal. Prawn, Macrobrachium rosenbergii.
_________. 1998. Hubungan Infestasi Ciliata AAHRI Newsletter Article. Vol.4,
Patogen dengan Tingkat Kematian No.2, December. Bangkok. Thailand.
Benih Udang Windu (Penaeus Van de Braak, C.B.T., R. Faber and J.H. Boon.
monodon Fab.). Media Kedokteran 1996. Cellular and Humoral
Hewan. Fakultas Kedokteran Hewan Characteristics of Penaeus monodon
UNAIR. Vol.14, No. 6. Hal. 122 - 129. Fab. Haemolymph. Comparative
Rantam, F.A. 2003. Metode Imunologi. Haematology International.
Airlangga University Press. Surabaya. Netherlands. p.194-203.
Hal. 1-9. http://www.library.wur.ni/wda/disserta
Raya, L. 2006. Gambaran Patologi Insang dan tion/3218.
kulit Udang Windu (Penaeus monodon Van de Braak, C.B.T. 2002. Haemocytic
Fab.) Yang Terserang Ciliata Patogen Defence In Black Tiger Shrimp
Dari Famili Vorticellidae (Penaeus monodon). Thesis.
(Zoothamnium sp.). Skripsi. FKH Wageningen Institute of Animal
UNAIR. Surabaya. 101 hal. Sciences. Netherlands.
Rukyani, A. 1996. Jenis Penyakit Udang dan http://www.library.wur.ni/wda/disserta
Tambak dan Cara Pengendaliannya. tion/3218. Juny, 2002. pp. 168.
Makalah Pertemuan Aplikasi Paket Van de Braak, C.B.T., M.H.A. Botterblom, N.
Teknologi Pertanian tanggal 9-11 Taverne, W.B. Van Muiswinkel,
Januari 1996 di BIP Lampung. 17 hal. J.H.W.M. Rombout and W.P.W. Van
Sinderman, C. J. 1997. Ciliata Injeslahun in der Knaap. 2002. The Roles of
Disease Diagnosist and Control in Haemocytes and The Lymphoid Organ
North America Marine Aquaculture. In The Clearance of Injected Vibrio
Elsevier. New York. pp. 230. Bacteria in Penaeus monodon Shrimp.
Soderhall, K. and L. Cerenius. 1992. 2002. Thesis. Wageningen Institute of
Crustacean Immunity. Annual Review Animal Sciences. Netherlands.
of Fish Diseases, 2. pp. 3-23. http://www.library.wur.ni/wda/disserta
Suyanto, S.R. dan A. Mudjiman. 2001. tion/3218. January, 2002. pp. 93-108.
Budidaya Udang Windu. PT. Penebar
Swadaya. Depok. 207 hal.

29

You might also like