You are on page 1of 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Enzim merupakan senyawa protein yang berfungsi sebagai katalis suatu reaksi kimia.
Enzim sebagai katalis biologis dapat meningkatkan kecepatan raksi kimia tanpa mengalami
perubahan permanen secara kimia dan tidak mempengaruhi reaksi kesetimbangan. Meskipun
begitu enzim memiliki beberapa propertis yang membedakanya, 3 propertis yang paling
penting adalah kemampuan katalitik tinggi , spesifik, dan kemampuan untuk meregulasi
dengan berbagai macam senyawa (Lehninger,1995).
Pemanfaatan enzim dalam skala industri terletak pada tingginya biaya produksi. Untuk
itu, pemanfaatan substrat jerami padi sebagai media fermentasi yang banyak mengandung
selulosa untuk pertumbuhaan mikroorganisme memiliki prospek yang cerah di masa yang
akan datang, karena memberikan alternatif biaya yang lebih murah jika dibandingkan dengan
pembuatan enzim dengan menggunakan bahan-bahan kimia sintetik sebagai media
pertumbuhan mkroorganisme. Produksi enzim selulase dengan menggunakan substrat jerami
padi mengandung selulosa ini juga akan menghasilkan produk-produk lain yang berguna bagi
manusia seperti glukosa, etanol, protein sel tunggal dan lain-lain (Darwis dan Sukara, 1990).
Enzim selulase sendiri sangat penting perannya dalam hidrolisis selulosa untuk menghasilkan
glukosa, yang laku dipasaran dan dibutuhkan untuk berbagai keperluan baik untuk keperluan
pembuatan zat-zat kimia yang lain yang bernilai ekonomis lebih tinggi seperti etanol, aseton,
dan asam-asam organik, maupun digunakan sebagai sumber karbon pengusahaan mikroba
untuk produksi enzim dan antibiotik (Gunam,1997: Wyk et al., 2003; Gunam et al., 2004).

Sebagai sarjana teknik kimia, maka perlu mengetahui bagaimana proses isolasi enzim,
khususnya pada praktikum ini yaitu enzim selulase, serta mekanisme dari kinetika reaksi
enzimatis. Selain itu, juga perlu diketahui pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi enzim.

1.2. Perumusan Masalah


Enzim merupakan senyawa protein yang akan mengalami denaturasi pada suhu yang
tinggi. Untuk mengetahui aktivitas enzim pada percobaan ini akan dilakukan isolasi enzim
selulosa dari sekam padi, menghitung aktifitas enzim, membandingkan aktivitas enzim
dengan faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim seperti perbedaan konsentrasi NaOH,
perbedaan penambahan starter dan perbedaan rasio sampel air.

1.3.Tujuan Praktikum
1. Mengisolasi enzim sekam padi dengan fermentasi padat.
2. Menghitung aktivitas enzim
3. Membandingkan aktivitas enzim dengan perbedaan konsentrasi NaOH, perbedaan
penambahan starter dan perbedaan rasio sampel air.

1
1.4. Manfaat Praktikum
Manfaat dari parktikum ini adalah dapat memanfaatkan limbah pertanian (jerami padi)
sebagai substrat dalam produksi enzim kasar selulase dari Aspergillus niger. Disamping itu
𝑑𝐶𝐴
dapat mengetahui kecepatan laju reaksi sesuai dengan rumus = 𝑘 𝐶𝑎 𝑉 , sehingga kita
𝑑𝑡

dapat mengetahui volume reaktor yang dibutuhkan. Serta mengetahui kondisi optimal pada
isolasi enzim sehingga dapat menghasilkan produk maksimal.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Umum Enzim


Enzim merupakan senyawa protein yang dapat mengkatalisis seluruh reaksi kimia dalam
sistem biologis. Semua enzim murni yang telah diamati sampai saat ini adalah protein.
Aktivitas katalitiknya bergantung kepada integritas strukturnya sebagai protein. Enzim dapat
mempercepat reaksi biologis, dari reaksi yang sederhana, sampai ke reaksi yang sangat rumit.
Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat yang bereaksi
sehingga mempercepat proses reaksi. Percepatan reaksi terjadi karena enzim menurunkan
energy pengaktifan yang dengan sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi. Enzim
mengikat molekul substrat membentuk kompleks enzim substrat yang bersifat sementara dan
lalu terurai membentuk enzim bebas dan produknya (Lehninger, 1995).

2.2. Sifat-Sifat Enzim


1) Enzim sebagai katalisator
Enzim merupakan katalis yang dapat mengubah laju reaksi tanpa ikut bereaksi. Enzim
bersifat khas (selektif) dan aktivitasnya dapat diatur. Tanpa kehadiran enzim, suatu reaksi
itu sangat sukar terjadi, sementara dengan kehadiran enzim kecepatan reaksinya dapat
meningkat sampai 107 kali. (Fowler M.W, 1988)
2) Enzim adalah suatu protein
Struktur dari suatu enzim tidak lain adalah protein, karena aktivitas katalitiknya
bergantung pada integritas strukturnya sebagai protein. Juga sebagai protein, enzim
memiliki sifat seperti prtein, salah satunya akan terdenaturasi pada suhu tinggi.(Fowler
M.W, 1988)
3) Enzim bersifat spesifik
Fungsi enzim itu tertentu, tiap perubahan zat tertentu diperlukan suatu jenis enzim
tertentu pula. Misalnya enzim katalase hanya digunakan untuk menguraikan H, amylase
hanya untuk mengkatalisis amilum sebagai substratnya. (Fowler M.W, 1988)
4) Enzim bekerja bolak-balik
Beberapa enzim kerjanya dapat bolak balik, misalnya enzim lipase dapat bekerja untuk
mengkatalisis molekul lemak menjadi komponen penyusunnya, yaitu asam lemak dan
gliserol atau sebaliknya menyusun lemak dari komponennya. (Fowler M.W, 1988)

2.3. Penggolongan Enzim


Berdasarkan tempat bekerjanya enzim dapat dibedakan dalam dua golongan yaitu
endoenzim (enzim intraseluler) dan eksoenzim (enzim ekstraseluler). Endoenzim
merupakan enzim yang dihasilkan didalam sel yaitu pada bagian membrane sitoplasma dan
melakukan metabolisme didalam sel sedangkan eksoenzim merupakan enzim yang
dihasilkan sel kemudian dikeluarkan melalui dinding sel dan bereaksi memecah bahan
organic tanpa tergantung pada sel yang melepaskannya (Soedigdo, 1988)
3
Berdasarkan jenis reaksi yang dikatalisis, enzim dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
1. Oksidoreduktase : mengkatalisis reaksi oksidasi reduksi dan biasanya menggunakan
koenzim.
2. Transferase : mengkatalisis pemindahan gugus tertentu
3. Hidrolase : meningkatkan pemecahan ikatan antara karbon dengan atomlainya dengan
penambahan air.
4. Liase
5. Isomerase
6. Ligase
(Fowler M.W, 1988).
Tabel 2.1 Nama enzim berdasarkan jenis reaksi yang dikatalis
No ( Reaksi Kimia Nama Enzim
1 HC = O H Isomerase

H C – OH HC – OH
C =O

2 Epimerasi
HC–OH HC– OH
HC–OH OH –CH
3 Dehidrogenase/reduktase
= O + 2e- + 2H+
C HC–OH HC – OH

4 H Dehidrogenase/oksidase
HC–OH HC = O + 2e- + 2H+

5 R – X + R” R + R” – X Transferase
6 ATP + R ADP + R Kinase
7 Dehidrase
HC– OH H2O + C–OH
HC– OH H–C

8 COOH CO2 + H Dekarboksilase


C = OH C=O

9 R HC=O R Aldolase (kondensasi aldol)


HC=O + R” HC –OH
C=O
R”

(Winarno,1979)

4
2.4. Metode Isolasi Enzim
a. Ekstraksi (Leaching/ekstraksi padat-cair)
Ekstraksi adalah salah satu metode pemisahan kimia yang memisahkan padatan-cairan.
Pada praktikum ini digunakan metode ekstraksi padat-cair (leaching), yakni ketika solvent
(fase cair) dicampur dengan sampel, maka solvent akan berdifusi ke dalam sampel (fase
padat) sampai terjadi keseimbangan. Dengan begitu sampel akan terekstrak
kandungannya (Fowler M.W, 1988).
b. Separasi
Separasi adalah pemisahan komponen-komponen dari satu campuran sehingga menjadi
fraksi-fraksi individual. Separasi dibagi menjadi dua yaitu separasi mekanis dan kimia.
Salah satu contoh separasi mekanis adalah dengan sentrifugasi. Sentrifugasi adalah teknik
pemisahan campuran yang dilakukan dengan memanfaatkan gaya sentripetal (Fowler
M.W, 1988).
c. Presipitasi
Presipitasi adaah proses pemisahan partikel nonenzim yang tercampur dengan enzim
dengan cara pengendapan. Presipitasi disebabkan oleh berkurangnya kelarutan yang terjadi
karena perubahan kimia dan terganggunya kesetabilan koloid yang disebabkan oleh
menurunnya muatan elektrostatik sehingga gaya gravitasi akan lebih dominan. Presipitasi
dapat dilakukan dengan menambahkan garam yang tidak jenuh atau pada konsentrasi
rendah sehingga protein menjadi bermuatan dan larut dalam larutan garam. Kelarutan
protein akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan konsentrasi garam, apabila
konsentrasi garam ditingkatkan terus, maka kelarutan larutan akan turun, pada konsentrasi
garam yang lebih tinggi maka akan terbentuk endapan (Fowler M.W, 1988).

2.5 Sifat-Sifat Protein


Protein memiliki struktur yang unk dan berat molekul yang spesifik. Meskipun
demikian protein sukar dimurnikan karena protein terdapat dalam bentuk kompleks bersama
libida dan karbohidrat. Faktor tambahan lain yang membuat protein sukar dimurnikan adalah
karena bentuknya yang mudah sekali rusak oleh panas, asam, basa dan pelarut organik. Bila
suatu protein bentuk alamiahnya sudah rusak dikatakan bahwa protein terdenaturasi.protein
yang terdenaturasi masih mengandung urutan asam amino yang asli, tetapi kehilangan
struktur 3 dimensinya yang unik diman kerap kali terletak aktifitas biologisnya. Beberapa
protein dapat di kembalikan namun tidak semua protein memiliki sifat seperti ini.
(Fessenden,1997).
2.6 Karakteristik Aspergilus niger
Secara luas Aspergillus didefinisikan sebagai suatu kelompok nukosis penyebab dari
fotogenosa yang bermacam-macam. Aspergillus niger termasuk ke dalam kelas Ascomycetes.
Di dalam industri Aspergillus niger banyak dipakai dalam proses produksi asam sitrat.
Sedangkan di dalam laboratorium spesies ini digunakan untuk mempelajari tentang
metabolisme pada jamur dan kegiatan enzimatis. Pada penelitian ini digunakan Aspergillus

5
niger karena spesies ini termasuk fungi berfilamen penghasil selulase dan crude enzyme
secara komersial serta penanganannya mudah dan murah. Fungi-fungi tersebut sangat efisien
dalam memproduksi selulase. Ciri-ciri umum dari Aspergillus niger antara lain:
a. warna konidia hitam kelam atau hitam kecoklatan dan berbentuk bulat.
b. bersifat termofilik, tidak terganggu pertumbuhannya karena adanya peningkatan suhu.
c. dapat hidup dalam kelembaban nisbi 80 (Indrawati Gandjar, 2006).
d. dapat menguraikan benzoat dengan hidroksilasi menggunakan enzim benzoat-4
hidroksilase menjadi 4-hidroksibenzoat.
e. memiliki enzim 4-hidroksibenzoat hidroksilase yang dapat menghidrolisa 4-
hidroksibenzoat menjadi 3,4-dihudroksi benzoat.
f. natrium & formalin dapat menghambat pertumbuhan Aspergilus niger.
g. dapat hidup dalam spons (spons Hyrtios Proteus) (Osterhage 2001).
h. dapat merusak bahan pangan yang dikeringkan atau bahan makanan yang memiliki kadar
garam tinggi.
i. dapat mengakumulasi asam sitrat.
(Frasier dan Westhoff, 1981)
2.7 Penjelasan Kandungan Bahan
Sekam merupakan salah satu residu dari pengolahan padi yang perlu
ditangani lebih lanjut atau dilakukan pemanfaatan ulang. Volume sekam yang
dihasilkan adalah 17% dari Gabah kering giling (GKG}. Untuk penggilingan
padi yang berkapasitas 5 ton/jam beras putih atau sekitar 7 ton GKG/jam akan
dihasilkan sekam sekitar 0.85 ton/jam atau sekitar 8.5ton/hari. Berat ini setara dengan
sekitar 25 m3/hari atau 7500 m'/tahun. Volume yang besar ini akan menjadi masalah serius
dalam jangka panjang apabila tidak ditangani dengan baik.
Sekam tersusun dari palea dan lemma (bagian yanglebih lebar} yang terikat dengan
struktur pengikat yang menyerupai kait. Sel-selsekam yang telah masak mengandung
lignin dalam konsentrasi yang cukup tinggi. Komposisi sekam sebagaimana terlihat pada
Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Kimiawi Sekam

Kandunza Persent
N-total
n ase0.31
P-total 0.07
C-organik
K-total 45.0
0.28
Mg-total 60.16
SiOJ 33.01
Sumber: Hidayati (1993)
Dari komposisi kimia sekam (Tabel 2) dapat diketahui potensi
penggunaannya terbatas sebagai sumber C-organik tanah dan
media tumbuh (dari kandungan karbon organik yang tinggi). Karbon

6
yang tinggi juga mengindikasikan banyaknya kandungan polisakarida
(selu1osa) sekam.

2.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim


1 Konsentrasi Substrat
Pada saat konsentrasi enzim konstan bertambahnya konsentrasi substrat meningkatkan
kecepatan reaksi enzimatis. Pada konsentrasi tertentu tidak terjadi peningkatan kecepatan
reaksi walaupun konsentrasi substrat ditambah. (Indrawati Gandjar, 2006).
2 Suhu
Pada suhu rendah reaksi kimia berlangsung lambat, pada suhu tinggi secara umum reaksi
kimia berlangsung cepat. Pada suhu optimum kecepatan reaksi enzimatis adalah
maksimum. Pada suhu melewati suhu optimumnya dapat menyebabkan terjadinya
denaturasi enzim yang menurunkan kecepatan reaksi. (Indrawati Gandjar, 2006).
3. Sumber nitrogen
Bahan yang banyak sebagai sumber nitrogen adalah ammonium nitrat, ammonium sulfat,
dan urea. Nitrogen diperlukan dalam proses fermentasi karena dapat mempengaruhi
aktivitas dari Aspergillus niger. Pada proses fermentasi untuk menghasilkan enzim
selulase sumber nitrogen yang optimal adalah urea (Narasimha G dkk, 2006).
3 Derajad Keasaman (pH)
Struktur enzim dipengaruhi oleh pH lingkungannya. Enzim dapat bermuatan positif,
negatif atau bermuatan ganda (zwitter ion). Pengaruh perubahan pH lingkungan
berpengaruh pada aktivitas sisi aktif dari enzim. (Indrawati Gandjar, 2006).
4 Waktu fermentasi
Pada awal fermentasi aktivitas enzim masih sangat rendah. Aktivitas enzim akan
meningkat sejalan dengan bertambahnya waktu fermentasi dan menurun pada hari ke-10.
Hal ini mengikuti pola pertumbuhan mikroorganisme yang mengalami beberapa fase
pertumbuhan yaitu fase adaptasi, fase eksponensial, fase stasioner, dan fase kematian
(Abdul Aziz Darwis dkk, 1995). Organisme pembentuk spora biasanya memproduksi
enzim pada fase pasca eksponensial. Jadi dapat diduga bahwa pada saat akttivitas enzim
yang dihasilkan tinggi, maka kapang telah berada pada fase tersebut (Suhartono, 1989).
Pada temperatur 31oC aktivitas tertinggi diperoleh setelah hari ke-4 fermentasi, akan tetapi
pada hari ke-6 mengalami penurunan aktivitas enzim dan pada hari ke-8 mengalami
kenaikan kembali (Abdul Aziz Darwis dkk, 1995).
5. Moisture Content
Moisture content merupakan faktor penting dalam proses sistem fermentasi padat karena
variabel ini dapat berpengaruh pada pertumbuhan mikroorganisme, biosintesis, dan sekresi
enzim. Moisture content yang rendah menyebabkan 14
berkurangnya kelarutan nutrien di dalam substrat, derajat pertumbuhan rendah, dan
tegangan air tinggi. Sedangkan level moisture content yang lebih tinggi dapat
menyebabkan berkurangnya yield enzim yang dihasilkan karena dapat mereduksi porositas
7
(jarak interpartikel) pada matriks padatan, sehingga menghalangi transfer oksigen (Md.
Zahangir Alam dkk, 2005). Moisture content yang optimal untuk pertumbuhan Aspergillus
niger adalah 85% (Giselle Maria Maciel dkk, 2008).

2.9 Proses Delignifikasi


Pada umumnya hidrolisis bahan lignoselulosa dapat digunakan dengan dua cara,
yaitu: hidrolisis asam dan hidrolisis enzimatis. Hambatan proses hidrolisis selulosa baik
secara asam maupun enzimatis adalah adanya struktur kristalin dan lignin yang berfungsi
sebagai pelindung selulosa (Judoamidjojo et al., 1989). Masalah tersebut dapat diatasi dengan
pemberian perlakuan pendahuluan terhadap bahan yang akan dihidrolisis. Salah satu metode
perlakuan pendahuluan secara kimia adalah perlakuan delignifikasi menggunakan NaOH.
Delignfikasi dilakukan dengan larutan NaOH, karena larutan ini dapat menyerang dan
merusak struktur lignin, bagian kristalin dan amorf, memisahkan sebagian lignin dan
hemiselulosa serta menyebabkan penggembungan struktur selulosa (Enari, 1983; Marsden
dan Grey, 1986; Gunam dan Antara 1999). Disamping itu juga perlu dilakukan pengaturan
konsentrasi substrat. Substrat yang terlalu tinggi dapat menyebabkan media fermentasi
menjadi agak pekat, sehingga menimbulkan masalah dalam sirkulasi udara, penurunan tingkat
homogenitas dan penyebaran kapang (Hardjo et al., 1989).

2.10 Hidrolisis Lignoselulosa menjadi selulosa

Proses ini bertujuan memecah ikatan lignin, menghilangkan kandungan lignin dan
hemisellulosa, merusak struktur krital dari sellulosa serta meningkatkan porositas bahan
(Sun and Cheng, 2002). Rusaknya struktur kristal sellulosa akan mempermudah terurainya
sellulosa menjadi glukosa. Selain itu, hemisellulosa turut terurai menjadi senyawa gula
sederhana: glukosa, galaktosa, manosa, heksosa, pentosa, xilosa dan arabinosa. Selanjutnya
senyawa- senyawa gula sederhana tersebut yang akan difermentasi oleh mikroorganisme
menghasilkan etanol (Mosier et al., 2005).

Walaupun terdapat berbagai macam metode hidrolisa untuk bahan-bahan


lignosellulosa, hidrolisa asam dan hidrolisa enzimatik merupakan dua metode utama yang
banyak digunakan khususnya untuk bahan-bahan lignosellulosa dari limbah pertanian dan
potongan-potongan kayu (Mussantto dan Roberto, 2004). Hidrolisa sellulosa secara
enzimatik memberi yield etanol sedikit lebih tinggi dibandingkan metode hidrolisa asam
(Palmqvist dan Hahn-Hägerdal, 2000). Namun proses enzimatik tersebut merupakan
proses yang paling mahal. Proses recycle dan recovery enzim sellulose diperlukan untuk
menekan tingginya biaya produksi (Iranmahboob et al.,2002; Szczodrak dan Fiedurek,
1996). Konsentrasi asam dan suhu reaksi merupakan variabel penting yang
dapat mempengaruhi terbentuknya senyawa-senyawa yang bersifat racun pada proses

fermentasi. Diperlukan suhu moderat (< 160oC) untuk dapat menghidrolisa hemisellulosa
dan menekan dekomposisi gula sederhana. Suhu yang lebih tinggi akan mempermudah

8
dekomposisi gula sederhana dan senyawa lignin (Mussatto dan Roberto, 2004). Pada suhu
dan tekanan tinggi, glukosa dan xylosa akan terdegradasi menjadi furfural dan
hidroksimetilfurfural. . Jika furfural dan hidroksimetilfurfural terdekomposisi lanjut, akan
didapat asam levulinat dan asam formiat (Mussatto dan Roberto, 2004; Palmqvist dan Hahn-
Hägerdal, 2000).

2.11 Enzim Selulase

Selulase adalah enzim terinduksi yang disintesis oleh mikroorganisme selama


ditumbuhkan dalam medium selulosa (Lee and Koo, 2001). Enzim selulase dikenal sebagai
multi-enzim yang terdiri dari tiga komponen, yaitu:

1. Ekso-β-(1,4)-glukanase dikenal sebagai faktor C1. Faktor ini diperlukan untuk


menghidrolisis selulosa dalam bentuk kristal.

2. Endo-β-(1,4)-glukanase dikenal sebagai faktor Cx. Faktor ini diperlukan untuk


menghidrolisis ikatan β-(1,4)-glukosida (selulosa amorf).

3. β-(1,4)-glukosidase menghidrolisis selobiosa menjadi glukosa.

Gambar 6. Mekanisme hidrolisis selulosa oleh enzim selulase (Ikram et al., 2005).

Enzim selulase dapat dimanfaatkan untuk berbagai industri seperti industri sari buah,
industri bir, pengolahan limbah pabrik kertas dan zat pelembut kain (Rahayu, 1991).

2.12 Perbedaan Solid Fermentation dengan Submerged Fermentation


a. Fermentasi Padat (SSF)
Sistem fermentasi padat umumnya diidentikkan dengan pertumbuhan mikroorganisme
dalam partikel pada substrat dalam berbagai variasi kadar air. Substrat padat bertindak
sebagai sumber karbon, nitrogen, mineral, dan faktor-faktor penunjang pertumbuhan, dan
memiliki kemampuan untuk menyerap air, untuk pertumbuhan mikroba (M. Saban
Tanyildizi dkk, 2007). Mikroorganisme yang tumbuh melalui sistem fermentasi padat
berada pada kondisi pertumbuhan di bawah habitat alaminya, mikroorganisme tersebut
9
dapat menghasilkan enzim dan metabolisme yang lebih efisien dibandingkan dengan
sistem fermentasi cair. Sistem fermentasi padat memiliki lebih banyak manfaat
dibandingkan dengan sistem fermentasi cair, diantaranya tingkat produktivitasnya tinggi,
tekniknya sederhana, biaya investasi rendah, kebutuhan energi rendah, jumlah air yang
dibuang sedikit, recovery produknya lebih baik, dan busa yang terbentuk sedikit. Sistem
fermentasi padat ini dilaporkan lebih cocok digunakan di negara-negara berkembang.
Manfaat lain dari sistem fermentasi padat adalah murah dan substratnya mudah didapat,
seperti produk pertanian dan industri makanan (M. Saban Tanyildizi dkk, 2007).
Enzim yang dihasilkan melalui proses sistem fermentasi padat baik yang belum
dimurnikan atau yang dimurnikan secara parsial dapat diaplikasikan di industri (seperti
pectinase digunakan untuk klarifikasi jus buah, alpha amylase untuk sakarifikasi pati).
Murahnya harga residu pertanian dan agro-industri merupakan salah satu sumber yang
kaya akan energi yang dapat digunakan sebagai substrat dalam sistem fermentasi padat.
Fakta menunjukkan bahwa residu ini merupakan salah satu reservoir campuran karbon
terbaik yang ada di alam. Dalam sistem fermentasi padat, substrat padat tidak hanya
menyediakan nutrien bagi kultur tetapi juga sebagai tempat penyimpanan air untuk sel
mikroba (M. Saban Tanyildizi dkk, 2007). Manfaat fermentasi padat:
 Dapat menggunakan limbah padat hasil pertanian secara langsung
 Mikroorganisme yang digunakan biasanya dari jenis kapang, khamir, dan beberapa
golongan bakteri
 Untuk produksi enzim kapang yang digunakan adalah Trichoderma, Aspergillus,
Penicillium, dan beberapa bakteri dari genus Bacillus dan Pseudomonas
 Penanganannya relatif mudah, dan kebutuhan energi lebih rendah
 Kontrol parameter fermentasi agak sulit dilakukan (pH, kons.substrat, biomass)
 Memerlukan inokulum lebih banyak
 Jenis fermentor yang digunakan belum banyak berkembang
 Masa inkubasi lebih lama
b. Submerged Fermentation (SmF)
 Menggunakan media cair dengan tambahan media padat
 Sudah harus menerapkan prinsip steril
 Jenis mikroorganisme biasanya adalah kapang
(Retno Wijayanto & Tri Wuri Hadayani, 2008)

2.13 Aplikasi Isolasi Enzim di Industri


Enzim yang di hasilkan dengan bantuan mikroorganisme Aspergillus niger dalam
praktikum ini adalah enzim sellulosa, aplikasi dari enzim sellulosa adalah untuk pengurang
viskositas, membantu sitem pencernaan dan jika terdapat pada sayuran sebagai penambah
rasa dan pelunakan pada sayuran.
Tabel 2.3 Beberapa enzim yang dihasilkan mikroba dan aplikasinya

10
Enzim Sumber Aplikasi
Amylase Bacillus subtilis Tekstil , pelarut pati,
Aspergillus oryzae produksi gula
Penicillium roqueforti
Aspergillus niger
Penicillinase Bacillus subtilis Degradasi penisilin
Invertase Aspergillus oryzae Industri permen
Saccharomyces cerevisiae
Cellulase Aspergillus niger Pengurang viskositas,
Tricoderma sp. mebantu sistem pencernaan
Pektinase Aspergillus niger Klarifikasi wine dan
jus buah
Protease Clostridium sp. Pelunak, membantu sistem
Pencernaan

(Fowler M.W,1988)
2.14 Fungsi Reagen
a. Sekam padi : sumber enzim selulosa
b. NaOH : untuk proses delegnifikasi
c. Aquadest : melarutkan protein enzim
d. CMC : media isolasi enzim
e. MgSO4 : sebagai kofaktor dalam mengatur jumlah enzim yang terlibat
f. Urea : sumber nitrogen
(Indrawati Gandjar, 2006)

11
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Rancangan Praktikum


3.1.1 Skema Rancangan Percobaan

Persiapan Bahan Baku Pembuatan Starter

Analisa Hasil Fermentasi

Uji Kadar Glukosa

Gambar 3.1 Skema Rancangan Percobaan Isolasi Enzim


3.1.2 Variabel Operasi
a. Variabel Tetap
Sumber enzim : Sekam padi
pH :7
Rasio sempel cair : 4%W/V (Variabel 1), 8%W/V (Variabel 2,3,4)
Volume starter : 200 mL
Sentrifugasi : 2500rpm
Waktu sentrifugasi : 20 menit
b. Variabel Berubah
Konsentrasi NaOH : 0,4 M(variabel 1,2,3), 1 M (variabel 4)
Urea : 0,6 gr ( variabel 1,2,3,4)
Perbandingan volume enzim: CMC : 1:1 (variabel 1,2,3,4)
Uji kadar glukosa : 10,20,30,40,50 menit
3.2 Bahan dan Alat yang digunakan
3.2.1 Bahan yang Digunakan
1. Sekam padi 40 gram
2. NaOH 0,4 M dan 1 M
3. Aspergillus Niger
4. Glukosa 10gr/L
5. KH2PO4 2 gr/L
6. CaCl2 0,2 gr/L

7. NaCl 1 gr/L
8. Urea 0,6 gr
9. MgSO4 1,7 gr/L
10. CMC
11. Aquadest

3.2.2 Alat yang digunakan


1. Beaker Glass 8. Timbangan
2. Termometer 9. Tabung Reaksi
3. Centrifuge 10. Indikator pH
4. Gelas Ukur 11. Erlenmeyer penghisap
5. Cuvet 12. Kompor Listrik
6. Pengaduk 13. Kertas Saring
7. Stopwatch
3.2.3 Gambar Alat Praktikum

a. Beaker Glass b. Centrifuge c. Kertas saring

d. Magnetic Stirrer e. Tabung reaksi f. Erlenmeyer Penghisap


g. Termometer h. Stopwatch i. Indikator pH

j. Kompor listrik

3.3 Prosedur Praktikum


3.3.1 Persiapan Bahan Baku
a. Haluskan sekam padi dengan mortar, setelah halus timbang 40 gram, masukkan dalam
beaker glass
b. Bahan direndam kedalam larutan NaOH 0,4 M dan 1 M, kemudian dipanaskan pada
suhu 90oC selama 1 jam
c. Setelah itu keringkan menggunakan oven pada suhu 1100C dan didiamkan selama 1
malam.
3.3.2 Pembuatan Starter
a. Media inokulum dibuat dengan cara menyiapkan 200 ml larutan media dalam
erlenmeyer. Media terdiri dari 10 gr/L glukosa, 1 gr/L NaCl, 2 gr/L KH2PO4, 0,2 gr/L
CaCl2, 1,7 gr/L MgSO4 dan Aspergillus Niger ditambahkan kedalam campuran.
b. Starter diinkubasi menggunakan shaker pada temperaturnya ruangan selama 1 malam.

3.3.3 Fermentasi
a. Sampel dicampur menggunakan air dengan rasio sampel-air 4%W/V (Variabel 1),
8%W/V (Variabel 2,3,4), kemudian diaduk.
b. Atur pH larutan yaitu 7
c. Tambahkan kedalam larutan starter sebanyak 16 ml dan urea sebanyak 0,6 gram tiap
variabelnya.
d. Fermentasi dilakukan secara aerob selama 1 malam pada shaker.
3.3.4 Hasil Analisa
a. Hasil dari fermentasi di sentrifugasi pada kecepatan 2500 rpm sealam 20 menit.
b. Kemudian disaring menggunakan pompa vakum dan diperoleh filtratnya (Crude enzim)
c. Filtrat yang diperoleh dicampur dengan CMC dengan perbandingan 1:1
d. Kemudian campuran tersebut diinkubasi selama 1 malam
e. Sebelum dan setelah inkubasi lakukan uji kadar glukosa pada sampel

Uji Kadar Glukosa


a. Membuat larutan glukosa standar dengan melarutkan 1,25 gram glukosa dalam 500 ml
aquadest. Standardisasi glukosan standar dengan mencampur 5 ml glukosa standard
yang sudah di encerkan ke dalam 25 ml lalu ambil 5 ml tambah dengan 5 ml fehling A
dan 5 ml fehling B. Campuran ini kemudian dipanaskan sampai 70oC dan dititrasi
dengan larutan glukosa standar sampai warna biru hampir hilang. Kemudian ditambah 2
tetes MB (methylen blue) dan dilanjutkan titrasinya sampai warna merah bata. Mencatat
kebutuhan titran (F).
b. Kemudian sebanyak 5 ml yang sudah di encerkan ke dalam 25 ml sampel diambil,
ditambahkan 5 ml fehling A, 5 ml fehling B, dan 5 ml glukosa standar. Campuran ini
kemudian dipanaskan sampai 70oC dan dititrasi dengan larutan glukosa standar sampai
warna biru hampir hilang. Kemudian ditambah 2 tetes MB dan dilanjutkan titrasinya
sampai warna merah bata. Mencatat kebutuhan titran (M) dan kadar glukosa dihitung
dengan persamaan berikut :
𝑉𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑉𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
(𝐹 − 𝑀) × 𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ×
𝐶= 𝑉𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙 × 2,5
𝑉𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

Glukosa standar = 1,25 gram dalam 500ml

F= harus dalam ml

M= harus dalam ml

V = harus dalam ml

C = mg/ml

𝐶2 − 𝐶1 𝑢𝑛𝑖𝑡 1000
𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑒𝑛𝑧𝑖𝑚 = ×1 𝑥
𝑇 1𝜇𝑚𝑜𝑙 𝐵𝑀

dimana:
C = Konsentrasi glukosa per mL ekstrak enzim
T = Waktu inkubasi (menit)
1 unit enzim = besarnya aktivitas enzim yang dibutuhkan untuk membebaskan 1 µmol
glukosa per menit per mL enzim
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Waktu Inkubasi Terhadap Aktivitas Enzim

Berdasarkan praktikum isolasi enzim yang telah dilakukan diperoleh data perbedaan
waktu inkubasi terhadap aktivitas enzim

Tabel 4.1 Tabel perbedaan waktu inkubasi terhadap aktivitas enzim

t (menit) Variabel 1 Variabel 2 Variabel 3 Variabel 4


10 0,417 1,111 0,694 3,472
20 1,875 2,222 0,903 2,153
30 0,926 1,296 0,555 1,296
40 0,833 0,833 0,521 1,111
50 0,806 0,75 0,417 0,805

4
Variabel 1
3.5 Variabel 2
aktivitas enzim (unit/ml menit)

3 Variabel 3

2.5 Variabel 4

1.5

0.5

0
0 10 20 30 40 50 60
t (menit)

Grafik 4.1 Hubungan waktu inkubasi terhadap aktivitas enzim

Pada tabel dan grafik 4.1 pada variabel 1,2,3 dan 4 semakin lama waktu inkubasi maka
semakin rendah aktivitas enzimnya. Pada variabel 1,2 dan 3 aktivitas enzim mengalami kondisi
optimum pada waktu 10 menit sampai 20 menit, ketika waktu 30 menit sampai 50 menit
aktivitas enzim mengalami penurunan. Pada variabel 4 aktivitas enzim mengalami kondisi
optimum pada waktu 10 menit, kemudian pada waktu 20 menit sampai 50 menit aktivtas enzim
mengalami penurunan. Pada dasarnya aktivitas enzim akan meningkat seiring lamanya waktu
inkubasi dan akan menurun pada waktu tertentu sesuai dengan fase pertumbuhan
mikroorganisme, yaitu :
1. Fase lag : fase penyesuaian sel-sel dengan lingkungan pembentukan enzim-enzim
untuk mengurai substrat
2. Fase akselerasi : fase mulainya sel-sel membelah dan fase lag menjadi fase aktif
3. Fase eksponensial : fase perbanyakan jumlah sel yang sangat banyak, aktivitas sel
sangat meningkat. Pada awal fase-fase ini kita dapat memanen enzim-enzim.
4. Fase deselerasi : waktu sel-sel mulai kurang aktif membelah
5. Fase stationer : fase jumlah sel yang bertambah dan jumlah sel yang mati relatif
seimbang
6. Fase kematian : jumlah sel-sel yang mati lebih banyak daripada sel-sel yang masih
hidup.

Suhartono (1989) menyatakan bahwa nutrien yang ditambahkan ke dalam media


fermentasi akan dihabiskan selama berlangsungnya proses fermentasi sampai dihasilkan
aktivitas enzim yang maksimal, kemudian dengan berkurangnya nutrien akan mengakibatkan
aktivitas produksi enzim dan pertumbuhan mikroorganisme akan menurun.

Pada variabel 4 aktivitas enzim selalu menurun dikarenakan penambahan NaOH yang
cukup banyak dibadingkan dengan variabel 1,2, dan 3 yaitu sebanyak 1 M. Hal ini disebabkan
semakin tinggi konsentarsi larutan NaOH, kemampuan untuk melarutkan lignin dan merusak
struktur selulosa akan semakin bertambah, yang mengakibatkan serat-serat selulosa akan
semakin longgar sehingga semakin mudah dihidrolisis oleh mikroorganisme baik untuk
pertumbuhannya maupun untuk produksi enzim selulase (Gunam, 1997; Gunam et al., 2004;
Lee et al., 2009). Disamping itu, apabila konsentarsi substratnya tepat (konsentrasi tidak terlalu
rendah atau terlalu pekat), maka aktivitas enzim akan tinggi.

4.2 Pengaruh Konsentrasi NaOH terhadap Aktivitas Enzim

Berdasarkan praktkum isolasi enzim yang telah dilakukan diperoleh data perbedaan
konsentrasi NaOH terhadap aktivitas enzim

Tabel 4.2 Perbedaan konsentrasi NaOH terhadap aktivitas enzim

t (menit) Variabel 3 Variabel 4


10 0,694 3,472
20 0,903 2,153
30 0,555 1,296
40 0,521 1,111
50 0,417 0,805
4
aktivitas enzim (unit/ml menit) 3.5
3
2.5
2
Variabel 3
1.5
Variabel 4
1
0.5
0
0 10 20 30 40 50 60
t (menit)

Grafik 4.2 Hubungan konsentrasi NaOH terhadap aktivitas enzim pada

Berdasarkan tabel dan grafik 4.2 aktivitas enzim pada variabel 3 diperoleh dari
penambahan NaOH sebesar 0,4 M dan variabel 4 diperoleh dari penambahan NaOH sebesar 1
M. Dari hasil praktikum didapatkan pada variabel 4 aktivitas enzim lebih lebih tinggi daripada
variabel 3, hal ini dikarenakan penambahan NaOH dapat mempengaruhi aktivitas enzim. NaOH
digunakan untuk proses delignifikasi. Delignifikasi merupakan suatu proses pembebasan lignin
dari suatu senyawa kompleks. Semakin tinggi konsentarsi larutan NaOH, kemampuan untuk
melarutkan lignin dan merusak struktur selulosa akan semakin bertambah, yang mengakibatkan
serat-serat selulosa akan semakin longgar sehingga semakin mudah dihidrolisis oleh
mikroorganisme baik untuk pertumbuhannya maupun untuk produksi enzim selulase (Gunam,
1997; Gunam et al., 2004; Lee et al., 2009).

4.3 Pengaruh Penambahan Starter terhadap Aktivitas Enzim

Berdasarkan praktkum isolasi enzim yang telah dilakukan diperoleh data perbedaan
penambahan starter terhadap aktivitas enzim

Tabel 4.3 Perbedaan penambahan starter terhadap aktivitas enzim

t (menit) Variabel 2 Variabel 3


10 1,111 0,694
20 2,222 0,903
30 1,296 0,555
40 0,833 0,521
50 0,75 0,417
2.5

aktivitas enzim (unit/ml menit)


2

1.5

Variabel 2
1
Variabel 3

0.5

0
0 10 20 30 40 50 60
t (menit)

Grafik 4.3 Hubungan penambahan starter terhadap aktivitas enzim

Berdasarkan tabel dan grafik 4.3 aktivitas enzim pada variabel 2 diperoleh dari
penambahan starter sebanyak 30 ml dan variabel 3 diperoleh dari penambahan starter sebanyak
20 ml. Dari hasil praktikum didapatkan pada variabel 2 aktivitas enzim lebih tinggi daripada
variabel 3. Pada variabel 3 dan variabel 4 pada waktu 20 menit mengalami kondisi optimum
kemudian pada waktu 30 menit mengalami penurunan, hal itu dikarenakan Nutrien yang
ditambahkan ke dalam media fermentasi akan habis selama berlangsungnya proses fermentasi
sampai dihasilkan aktivitas enzim yang maksimal, kemudian dengan berkurangnya nutrien akan
mengakibatkan aktivitas produksi enzim dan pertumbuhan kapang semakin menurun (Sri
Nurhatika dkk., 2013). Nutrien yang terdapat pada starter diantaranya glukosa, NaCl, KH2PO4 ,
CaCl2 dan MgSO4. Menurut Gandjar et al (2006), NaCl dan KH2PO4 merupakan sumber
nitrogen yang diperlukan untuk pertumbuhan kapang dan sekresi enzim. MgSO4 dan CaCl2
diperlukan kapang sebagai pengendapan senyawa-senyawa kimia yang dapat mengganggu
pertumbuhannya serta sebagai kofaktor dalam mengatur jumlah enzim yang terlibat dalam
reaksi.

4.4 Pengaruh Rasio Sampel air terhadap Aktivitas Enzim

Berdasarkan praktkum isolasi enzim yang telah dilakukan diperoleh data perbedaan rasio
sampel air terhadap aktivitas enzim

Tabel 4.4 Perbedaan rasio sampel cair terhadap aktivitas enzim

t (menit) Variabel 1 Variabel 3


10 0,417 0,694
20 1,875 0,903
30 0,926 0,555
40 0,833 0,521
50 0,806 0,417
2
1.8
aktivitas enzim (unit/ml menit)

1.6
1.4
1.2
1
Variabel 1
0.8
variabel 3
0.6
0.4
0.2
0
0 10 20 30 40 50 60
t (menit)

Grafik 4.4 Hubungan rasio sampel cair terhadap aktivitas enzim

Berdasarkan table dan grafik 4.4 aktivitas enzim pada variabel 1 diperoleh dari rasio sampel cair
sebesar 4% w/v dan variabel 3 diperoleh dari rasio sampel cair sebesar 8% w/v. Dari hasil
praktikum didapatkan pada variabel 1 aktivitas enzim lebih tinggi daripada variabel 3. Pada
variabel 1 dan variabel 3 pada waktu 20 menit mengalami kondisi optimum kemudian pada
waktu 30 menit mengalami penurunan, hal itu dikarenakan kadar air mempengaruhi porositas
media. Porositas media dipengaruhi oleh ukuran partikel substrat. Porositas media harus berada
dalam keadaan yang tepat karena ketersediaan substrat terhadap kapang akan berkurang pada
media yang porositasnya terlalu besar. Semakin besar ukuran partikel maka semakin besar pula
porositas media, sedangkan peningkatan kadar air akan menurunkan porositas media (Kumar et
al. 2002). Kadar air pada media fermentasi juga dapat mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme. Hal ini dikarenakan air merupakan media untuk transport nutrien sekaligus
sebagai pereaksi pada proses metabolisme mikroorganisme (Pandey et al. 1994). Kadar air pada
media fermentasi yang terlalu rendah akan memperpanjang fase lag mikroorganisme sehingga
pertumbuhannya menjadi lambat (Pandey et al. 1994). Kadar air yang terlalu rendah juga akan
menghambat proses transport nutrien, proses kimia dan metabolisme mikroorganisme. Hal ini
menyebabkan mikroorganisme sulit tumbuh pada media dengan kondisi kadar air yang rendah
(Vu et al. 2010). Kadar air yang sangat tinggi dalam media fermentasi menyebabkan
berkurangnya porositas media. Hal ini akan mempersulit proses aerasi dan transfer massa pada
proses metabolisme mikroorganisme (Sunaryanto et al. 2010).

You might also like