Professional Documents
Culture Documents
I. IDENTIFIKASI PASIEN
II. ANAMNESIS
batuk
1
III. RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT
2
V. RIWAYAT PENYAKIT DULU
Keadaan Penyebab
Hubungan Diagnosa
Kesehatan Meninggal
Kakek Penyakit jantung - -
Nenek - - -
Ayah - - -
Ibu Hipertensi - -
Saudara - - -
Anak-anak - - -
3
- Nyeri - Kongtiva anemis
- Sekret - Gangguan penglihatan
- Ikterus - Ketajaman penglihatan
Telinga
- Nyeri - Tinitus
- Sekret - Gangguan pendengaran
- Kehilangan pendengaran
Hidung
Mulut
Leher
Data (Jantung/Paru)
Abdomen (Lambung/Usus)
4
- Rasa kembung - Perut membesar
- Mual - Wasir
- Muntah - Mencret
- Muntah darah - Tinja berdarah
- Sukar menelan - Tinja berwarna dempul
- Nyeri perut (epigastrium) - Tinja berwarna hitam
- Benjolan
BERAT BADAN
Tetap ( )
Turun ( √ )
Naik ( )
5
VIII. RIWAYAT MAKANAN
Pemeriksaan Umum
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,3⁰C
Pernapasan : 32 x/menit
6
Keadaan spesifik
Aspek Kejiwaan
X. STATUS GENERALIS
KULIT
7
KEPALA
MATA
TELINGA
MULUT
8
Faring : tidak hiperemis
LEHER
DADA
Bentuk : simetris.
Kiri : sonor
Kiri : vesikuler
JANTUNG
Perkusi
9
Kanan Atas : ics II linea parasternalis dextra
Auskultasi : bunyi jantung I-II murni, s3-s4 negatif, regular, isi cukup,
80 x/menit
ABDOMEN
EKSTREMITAS
10
Nyeri sendi (-), Ptekie (-)
HEMATOLOGI
KIMIA DARAH
11
Wn: 5-35 U/L
Urea 17 10-40 mg/dl
Lk : 0,9-1,5 mgldl
Creatinin 1,0
Wn : 0,7-1,3 mg/dl
Gulaa darah sewaktu 119 <200 mg/dl
Kolesterol Total 185 150-220 mg/dl
Lk : 35-55 mg/dl
Kolesterol HDL 48
Wn : 45-65 mg/dl
Kolesterol LDL 117 <150 mg/Cl
Trigliserida 104 <200 mg/Cl
Lk : 2,5-70 mg/dl
Asam Urat
Wn : 1,5-60 mg/dl
Natrium 135-150 nmol/I
Kalium 3,6-5,5 nmol/l
Klorida 98-110 meg/L
CKMB 30 0-16 u/I
Rontgen
- CTR : CTR>50%
Apeks bergeser ke laterokudal
- Pulmo : corakan bronkovaskular kedua lapangan paru tampak kasar
12
- Sinus kostofrenikus kanan tampak suram, kiri lancip
KESAN :
Kardiomegali
Gambaran bronkopneumonia
EKG
- Sinus tachycardia
- Septal myocardial infarction, possible acute
- Nonspecific T-wave abnormality (II) (aVF)
- Possible left atrial enlargement
- ST depression (II) (aVF) (V6)
XII. DIAGNOSIS
13
XIII. DIAGNOSIS BANDING
XV. PROGNOSIS
XVI. TERAPI
- Diit NB
- IVFD RL XX gtt/m
- Furosemid amp 1-1-0
- Digoxin 1x ½ tab
- Laxadyn syr 2x1C
- Aspilet tab 80 mg 1x1
- ISDN tab 5 mg 2x1
//FOLLOW UP//
Kepala
Konjungtiva palpebra anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor, reflek cahaya +/+
Leher
JVP (5-2) cm H2O, pembesaran kelenjar getah bening (-)
Paru-paru
I: Bentuk dada simetris, retraksi (+/+)
P: Vokal fremitus paru kanan dan kiri (+)
P: kanan dan kiri sonor
A: kanan vesikuler, ronki (+), kiri vesikuler,
14
Jantung
I: Iktus kordis tidak terlihat
P: Iktus kordis tidak teraba
P: Kanan Atas : ics II linea parasternalis dextra
Kanan Bawah : ics IV linea parasternalis dextra
Kiri Atas : ics II linea parasternalis sinistra
Kiri Bawah : ics VI linea midclavicula sinistra lateral
A: BJ I – II intensitas normal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
I : Dinding perut datar, asites (-)
A: Bising usus (+)
P: nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
P: redup, shifting dullness (-)
Ekstremitas
Ekstremitas atas: oedem (-), parese (-), nyeri sendi (-)
Ekstremitas bawah: pitting Oedem (+), parese (-), nyeri sendi (-)
Balance cairan: +282 mL
A CKD
P - IVFD RL mikro asnet
- Furosemide 2 amp extra
- Digoxin 1x ½ tab
- Tromboaspilet tab 8 mg 1x1
Kepala
Konjungtiva palpebra anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor, reflek cahaya +/+
Leher
JVP (5-2) cm H2O, pembesaran kelenjar getah bening (-)
Paru-paru
I: Bentuk dada simetris, retraksi (-/-)
P: Vokal fremitus paru kanan dan kiri (+)
P: kanan dan kiri sonor
A: kanan vesikuler, ronki (+), kiri vesikuler,
Jantung
I: Iktus kordis tidak terlihat
P: Iktus kordis tidak teraba
P: Kanan Atas : ics II linea parasternalis dextra
Kanan Bawah : ics IV linea parasternalis dextra
Kiri Atas : ics II linea parasternalis sinistra
Kiri Bawah : ics VI linea midclavicula sinistra lateral
A: BJ I – II intensitas normal, reguler, murmur (-), gallop (-)
15
Abdomen
I : Dinding perut datar, asites (-)
A: Bising usus (+)
P: nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
P: redup, shifting dullness (-)
Ekstremitas
Ekstremitas atas: oedem (-), parese (-), nyeri sendi (-)
Ekstremitas bawah: pitting Oedem (+), parese (-), nyeri sendi (-)
Balance cairan: -146 mL
A CHF
P Diit NB
IVFD RL XX gtt/m
Furosemid amp 1-1-0
Digoxin 1x ½ tab
Laxadyn syr 2x1C
Aspilet tab 80 mg 1x1
ISDN tab 5 mg 2x1
Kepala
Konjungtiva palpebra anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor, reflek cahaya +/+
Leher
JVP (5-2) cm H2O, pembesaran kelenjar getah bening (-)
Paru-paru
I: Bentuk dada simetris, retraksi (-/-)
P: Vokal fremitus paru kanan dan kiri (+)
P: kanan dan kiri sonor
A: kanan vesikuler, ronki (+), kiri vesikuler,
Jantung
I: Iktus kordis tidak terlihat
P: Iktus kordis tidak teraba
P: Kanan Atas : ics II linea parasternalis dextra
Kanan Bawah : ics IV linea parasternalis dextra
Kiri Atas : ics II linea parasternalis sinistra
Kiri Bawah : ics VI linea midclavicula sinistra lateral
A: BJ I – II intensitas normal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
I : Dinding perut datar, asites (-)
A: Bising usus (+)
P: nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
P: redup, shifting dullness (-)
16
Ekstremitas
Ekstremitas atas: oedem (-), parese (-), nyeri sendi (-)
Ekstremitas bawah: pitting Oedem (+), parese (-), nyeri sendi (-)
Balance cairan: +675 mL
A CHF
P Diit NB
vemplon
Furosemid amp 1-1-0
Digoxin 1x ½ tab
Laxadyn syr 2x1C
Aspilet tab 80 mg 1x1
ISDN tab 5 mg 2x1
Kepala
Konjungtiva palpebra anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor, reflek cahaya +/+
Leher
JVP (5-2) cm H2O, pembesaran kelenjar getah bening (-)
Paru-paru
I: Bentuk dada simetris, retraksi (-/-)
P: Vokal fremitus paru kanan dan kiri (+)
P: kanan dan kiri sonor
A: kanan vesikuler, ronki (+), kiri vesikuler,
Jantung
I: Iktus kordis tidak terlihat
P: Iktus kordis tidak teraba
P: Kanan Atas : ics II linea parasternalis dextra
Kanan Bawah : ics IV linea parasternalis dextra
Kiri Atas : ics II linea parasternalis sinistra
Kiri Bawah : ics VI linea midclavicula sinistra lateral
A: BJ I – II intensitas normal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
I : Dinding perut datar, asites (-)
A: Bising usus (+)
P: nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
P: redup, shifting dullness (-)
Ekstremitas
Ekstremitas atas: oedem (-), parese (-), nyeri sendi (-)
Ekstremitas bawah: pitting Oedem (+), parese (-), nyeri sendi (-)
Balance Cairan: -204 mLa.ph-‘
A CHF
17
P BLPL
Furosemide 2x1 tab
ISDN 2x1 tab
Clopidogrel 1x1 tab
Lansoprazole 1x1 tab ewq`
KSR 1x1 tab
ANALISIS KASUS
18
kondisi medis yang lain seperti hipertensi pulmonal, PPOK, sirosis hati, atau
sindroma nefrotik.
Kriteria mayor
1. Paroksismal nokturnal dispnea
2. Distensi vena leher
3. Ronki paru
4. Kardiomegali
5. Edema paru akut
6. Gallop S3
7. Peninggian tekanan vena jugularis
8. Refluks hepatojugular
Kriteria minor
1. Edema ekstremitas
2. Batuk malam hari
3. Dispnea d’effort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
7. Takikardi (>120/menit)
2. Pemeriksaan Fisik
A. Tekanan darah dan Nadi
Tekanan darah sistolik dapat normal atau tinggi pada HF ringan,
namun biasanya berkurang pada HF berat, karena adanya disfungsi LV
berat. Tekanan nadi dapat berkurang atau menghilang, menandakan
adanya penurunan stroke volume. Sinus takikardi merupakan tanda
nonspesifik disebabkan oleh peningkatan aktivitas adrenergik.
Vasokonstriksi perifer menyebabkan dinginnya ekstremitas bagian perifer
dan sianosis pada bibir dan kuku juga disebabkan oleh aktivitas
adrenergik berlebih. Pernapasan Cheyne-Stokes disebabkan oleh
berkurangnya sensitivitas pada pusat respirasi terhadap tekanan PCO2.
Terdapat fase apneu, dimana terjadi pada saat penurunan PO2 arterial dan
PCO2 arterial meningkat. Hal ini merubah komposisi gas darah arterial
dan memicu depresi pusat pernapasan, mengakibatkan hiperventilasi dan
hipokapnia, diikuti rekurensi fase apnea. Pernapasan Cheyne-Stokes
dapat dipersepsi oleh keluarga pasien sebagai sesak napas parah (berat)
atau napas berhenti sementara
B. Jugular Vein Pressure
19
Pemeriksaan vena jugularis memberikan informasi mengenai
tekanan atrium kanan. Tekanan vena jugularis paling baik dinilai jika
pasien berbaring dengan kepala membentuk sudut 30˚. Tekanan vena
jugularis dinilai dalam satuan cm H2O (normalnya 5-2 cm) dengan
memperkirakan jarak vena jugularis dari bidang diatas sudut sternal.
Pada HF stadium dini, tekanan vena jugularis dapat normal pada waktu
istirahat namun dapat meningkat secara abnormal seiring dengan
peningkatan tekanan abdomen (abdominojugular reflux positif).
Gelombang v besar mengindikasikan keberadaan regurgitasi trikuspid.
C. Ictus cordis
Pemeriksaan pada jantung, walaupun esensial, seringkali tidak
memberikan informasi yang berguna mengenai tingkat keparahan. Jika
kardiomegali ditemukan, maka apex cordis biasanya berubah lokasi
dibawah ICS V (interkostal V) dan/atau sebelah lateral dari midclavicular
line, dan denyut dapat dipalpasi hingga 2 interkosta dari apex.
D. Suara jantung tambahan
Pada beberapa pasien suara jantung ketiga (S3) dapat terdengar dan
dipalpasi pada apex. Pasien dengan pembesaran atau hypertrophy
ventrikel kanan dapat memiliki denyut Parasternal yang berkepanjangan
meluas hingga systole. S3 (atau prodiastolic gallop) paling sering
ditemukan pada pasien dengan volume overload yang juga mengalami
takikardi dan takipneu, dan seringkali menandakan gangguan
hemodinamika. Suara jantung keempat (S4) bukan indicator spesifik
namun biasa ditemukan pada pasien dengan disfungsi diastolic. Bising
pada regurgitasi mitral dan tricuspid biasa ditemukan pada pasien.
E. Pemeriksaan paru
Ronchi pulmoner (rales atau krepitasi) merupakan akibat dari
transudasi cairan dari ruang intravaskuler kedalam alveoli. Pada pasien
dengan edema pulmoner, rales dapat terdengar jelas pada kedua lapangan
paru dan dapat pula diikuti dengan wheezing pada ekspirasi (cardiac
asthma). Jika ditemukan pada pasien yang tidak memiliki penyakit paru
sebelumnya, rales tersebut spesifik untuk CHF. Perlu diketahui bahwa
rales seringkali tidak ditemukan pada pasien dengan CHF kronis, bahkan
20
dengan tekanan pengisian ventrikel kiri yang meningkat, hal ini
disebabkan adanya peningkatan drainase limfatik dari cairan alveolar.
Efusi pleura terjadi karena adanya peningkatan tekanan kapiler pleura
dan mengakibatkan transudasi cairan kedalam rongga pleura. Karena
vena pleura mengalir ke vena sistemik dan pulmoner, efusi pleura paling
sering terjadi dengan kegagalan biventrikuler. Walaupun pada efusi
pleura seringkali bilateral, namun pada efusi pleura unilateral yang sering
terkena adalah rongga pleura kanan.
F. Pemeriksaan hepar dan hepatojugular reflux
Hepatomegali merupakan tanda penting pada pasien CHF. Jika
ditemukan, pembesaran hati biasanya nyeri pada perabaan dan dapat
berdenyut selama systole jika regurgitasi trikuspida terjadi. Ascites
sebagai tanda lajut, terjadi sebagai konsekuensi peningkatan tekanan
pada vena hepatica dan drainase vena pada peritoneum. Jaundice, juga
merupakan tanda lanjut pada CHF, diakibatkan dari gangguan fungsi
hepatic akibat kongesti hepatic dan hypoxia hepatoseluler, dan terkait
dengan peningkatan bilirubin direct dan indirect.
G. Edema tungkai
Edema perifer merupakan manifestasi cardinal pada CHF, namun
namun tidak spesifik dan biasanya tidak ditemukan pada pasien yang
diterapi dengan diuretic. Edema perifer biasanya sistemik dan dependen
pada CHF dan terjadi terutama pada daerah Achilles dan pretibial pada
pasien yang mampu berjalan. Pada pasien yang melakukan tirah baring,
edema dapat ditemukan pada daerah sacral (edema presacral) dan
skrotum. Edema berkepanjangan dapat menyebabkan indurasi dan
pigmentasi ada kulit.
.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui sejauh mana
gagal jantung telah mengganggu fungsi-fungsi organ lain seperti : hati, ginjal
dan lain-lain. Pemeriksaan hitung darah dapat menunjukan anemia, karena
anemia ini merupakan suatu penyebab gagal jantung output tinggi dan sebagai
faktor eksaserbasi untuk bentuk disfungsi jantung lainnya.
21
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi/Rontgen.
Pada pemeriksaan rontgen dada ini biasanya yang didapatkan
bayangan hilus paru yang tebal dan melebar, kepadatan makin ke pinggir
berkurang, lapangan paru bercak-bercak karena edema paru, pembesaran
jantung, cardio-thoragic ratio (CTR) meningkat, distensi vena paru.
b. Pemeriksaan EKG.
Dari hasil rekaman EKG ini dapat ditemukan kelainan primer jantung
(iskemik, hipertrofi ventrikel, gangguan irama) dan tanda-tanda faktor
pencetus akut ( infark miocard, emboli paru ).
c. Ekhokardiografi.
Pemeriksaan ini untuk mendeteksi gangguan fungsional serta anatomis
yang menjadi penyebab gagal jantung
Pada kasus ini, berdasarkan kriteria Framingham maka kasus ini
memenuhi 3 kriteria mayor yaitu paroxysmal nocturnal dispneu, ronkhi paru,
dan kardiomegali. Untuk kriteria minor memenuhi 3 kriteria yaitu edema
ekstremitas, batuk malam hari dan dispneu d’effort. Pada pemeriksaan fisik,
didapatkan akral dingin, sesak napas berat, ronki pulmoner dan edema tungkai.
Pada pemeriksaan rontgen dada, didapatkan CTR meningkat dan dari
pemeriksaan ekg, didapatkan infark septum myocardium, hipertrofi ventrikel,
dan sinus takikardia. Dari gejala diatas, dapat disimpulkan kasus ini merupakan
kasus CHF.
22
Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga
cardiac output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan
kontraktilitas serta vasokons-triksi perifer (peningkatan katekolamin). Apabila
hal ini timbul berkelanjutan dapat menyeababkan gangguan pada fungsi
jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya
apoptosis miosit, hipertofi dan nekrosis miokard fokal.
Stimulasi sistem RAA menyebabkan penigkatan konsentrasi renin,
angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan
vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang
merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat
tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan
menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan sekresi kalium.
Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta berperan pada disfungsi
endotel pada gagal jantung.
Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama
yeng memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat.
Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap
peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada manusia Brain
Natriuretic Peptide (BNO) juga dihasilkan di jantung, khususnya pada
ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriuretic peptide terbatas pada
endotel pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan
vasodilatasi minimal. Atrial dan brain natriuretic peptide meningkat sebagai
respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan bekerja antagonis
terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi ladosteron dan reabsorbsi
natrium di tubulus renal. Karena peningkatan natriuretic peptide pada gagal
jantung, maka banyak penelitian yang menunjukkan perannya sebagai marker
diagnostik dan prognosis, bahkan telah digunakan sebagai terapi pada penderita
gagal jantung.
Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya
pada gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didapatkan pada
pemberian diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia.
23
Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan
peptide vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada
pembuluh darah ginjal, yang bertanggung jawab atas retensi natrium.
Konsentrasi endotelin-1 plasma akan semakin meningkat sesuai dengan derajat
gagal jantung. Selain itu juga berhubungan dengan tekanan pulmonary artery
capillary wedge pressure, perlu perawatan dan kematian. Telah dikembangkan
endotelin-1 antagonis sebagai obat kardioprotektor yang bekerja menghambat
terjadinya remodelling vaskular dan miokardial akibat endotelin.
Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard,
dengan kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri
menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab
tersering adalah penyakit jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi
ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain seperti
infiltrasi pada penyakit jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial,
dikatakan 30 – 40 % penderita gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel yang
masih normal. Pada penderita gagal jantung sering ditemukan disfungsi sistolik
dan diastolic yang timbul bersamaan meski dapat timbul sendiri.
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi baik pada
jantung dan secara sistemik. Jika stroke volume kedua ventrikel berkurang oleh
karena penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka
volume dan tekanan pada akhir diastolik dalam kedua ruang jantung akan
meningkat. Ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium akhir diastolik,
menimbulkan waktu sistolik menjadi singkat (hukum Starling pada jantung).
Jika kondisi ini berlangsung lama, terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac output
pada saat istirahat masih bisa baik, tetapi peningkatan tekanan diastolik yang
berlangsung lama/ kronik akan dijalarkan ke kedua atrium dan ke sirkulasi
pulmoner dan sirkulasi sistemik.
Akhirnya, tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan
transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik. Penurunan
cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial atau
penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan sistem
humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi
24
miokardium, frekuensi denyut jantung dan tons vena; perubahan terakhir ini
akan menimbulkan peningkatan volume darah central. Yang selanjutnya
menimbulkan peningkatan preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini dirancang
untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu
tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium
dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien-pasien dengan penyakit arteri
koroner sebelumnya, dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti
pulmoner. Aktivasi sistem saraf simpatis juga meningkatkan resistensi perifer;
adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital,
tetapi jika aktivasi ini sangat meningkat malah akan menurunkan aliran darah
ke ginjal dan jaringan. Resistensi vaskuler perifer juga merupakan determinan
utama afterload ventrikel, sehingga aktivitas simpatis yang berlebihan dapat
menekan fungsi jantung itu sendiri.
25