You are on page 1of 12

Journal Reading

Management of Diabetes and Hyperglycemia in the

Hospital: A Practical Guide to Subcutaneous Insulin

Use in the Non-Critically Ill, Adult Patient

Disusun Oleh:

Rani Dwi Ningtias

1102014220

Pembimbing:

dr. H. Didiet Pratignyo, SpPD-FINASIM

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

RSUD KOTA CILEGON

PERIODE 2 JULI 2018-8 SEPTEMBER 2018


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat-Nya, penulis
berhasil menyelesaikan journal reading yang berjudul “Management of Diabetes and
Hyperglycemia in the Hospital: A Practical Guide to Subcutaneous Insulin Use in the Non-
Critically Ill, Adult Patient”.

Resume journal reading ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Cilegon.
Resume journal reading ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh
karena itu dalam kesempatan ini penulisan menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. H.
Didiet Pratignyo, SpPD, FINASIM selaku konsulen Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit
Umum Daerah Cilegon, yang selalu membimbing dan memberi saran selama kepaniteraan
klinik di bagian penyakit dalam.

Dalam resume journal reading ini penulis menyadari bahwa masih jauh dari
kesempurnaan dan masih banyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun dari segi isi
materi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun untuk perbaikan pada penulisan dan penyusunan referat ini. Penulis berharap
resume ini dapat membawa manfaat bagi semua pihak. Semoga Allah SWT senantiasa
membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Aamiin ya rabbal’alamin.

Wassalamualaikum wr.wb

Cilegon, Agustus 2018

Penulis
Belakangan terjadi peningkatan minat dalam memperbaiki kualitas dan keamanan
tatalaksana pasien dengan diabetes dan hiperglikemia di rumah sakit. Penelitian belum dapat
menemukan cara terbaik untuk manajemen pasien dengan hiperglikemia diluar ruang
perawatan intensif (ICU) sehingga banyak dokter tidak memiliki pendekatan yang untuk
mengelola hiperglikemia pada pasien noncritically-ill di rumah sakit, dan penggunaan terapi
insulin untuk mencapai glukosa darah yang ditargetkan (BG) memiliki banyak variasi yang
mengarah ke hasil target glukosa darah suboptimal.

Pada tahun 2004, American Diabetes Association mengeluarkan pedoman penggunaan


fisiologis (“dosis basal-prandial-koreksi”) regimen insulin di rumah sakit untuk mencapai hasil
glikemik yang ditargetkan. Sebuah randomized controlled trial menunjukkan bahwa pasien
diabetes tipe 2 dirawat di rumah sakit mengalami kontrol glikemik yang lebih baik ketika
diobati dengan regimen insulin fisiologis daripada ketika diobati dengan sliding skala insulin
saja.

KASUS:

Kasus: Ms. X adalah seorang wanita 56 tahun dengan diabetes mellitus tipe 2 yang datang
untuk pengobatan ulkus diabetes pada kaki. Pasien akan diizinkan untuk makan malam
sebelum tengah malam dan berupuasa setelah tengah malam untuk debridement di pagi hari.
Berat badannya saat ini adalah 100 kg, dan kontrol glikemik baru-baru ini sekitar 200-an (mg
/dL) dan pengukuran glikosilasi hemoglobin (HbA1C) 10,9%. Obati antihiperglikemia di
rumahnya termasuk glipizide 10 mg sehari, metformin 1000 mg dua kali sehari, dan 20 unit
protamine Hagadorn (NPH) insulin reguler malam hari. Glukosa darahnya di IGD adalah 289
mg / dL. Bagaimana seharusnya glukosa darah pasien ini dikelola di rumah sakit?

Meskipun agen antihiperglikemia oral sering digunakan dalam rawat jalan, ada banyak
potensi efek samping yang merugikan, yaitu:

1. Golongan sekretagoek (sulfonilurea dan meglitinide)


a. Hipoglikemia jika asupan makanan pasien berkurang
b. Beberapa obat golongan ini bersifat kerja panjang yang akan menyebabkan
hipoglikemia berkepanjangan
2. Metformin
a. Onset of action yang dapat tertunda
b. Retensi cairan (terutama jika penggunaan bersamaan dengan insulin) dan
meningkatkan risiko gagal jantung
c. Dikontraindikasikan pada pasien denga gangguan hepar
3. Inhibitor Alfa-glukosidase
a. Tidak memberikan efek pada pasien yang berpuasa
b. Perut kembung, banyak buang angin
c. Dextrosa murni dibutuhkan untuk memperbaiki hipoglikemia
4. GLP-1 mimetic
a. Masih terbatas penggunaannya
b. Perut kembung, mual yang terjadi karna terlambatnya pengosongan lambung
5. DPP-IV inhibitor
a. Masih terbatas penggunaannya

Insulin bertindak cepat, merespon secara tepat waktu dengan dosis titrasi, dan dapat
digunakan secara efektif pada hampir keseluruhan keadaan pasien. Hal ini membuat insulin
menjadi terapi pilihan untuk hiperglikemia di rumah sakit. Insulin dapat diberikan melalui dosis
subkutan atau sebagai infus intravena untuk kasus-kasus di mana titrasi cepat dibutuhkan.
Meskipun insulin adalah obat pilihan untuk mengelola hiperglikemia di rumah sakit, ada
beberapa situasi kapan saat yang tepat untuk melanjutkan obat antihiperglikemia oral di rumah
sakit. Obat-obat ini dapat dilanjutkan pada pasien rawat inap yang secara klinis stabil, dan yang
memiliki asupan yang normal gizi, tingkat BG normal, dan ginjal dan fungsi jantung stabil.

KASUS:

Ms X harus diterapi dengan regimen insulin fisiologis sekalipun pasien tidak mengalami ulkus
diabetikum karna kontrol glikemik nya saat ini buruk, sebagaimana dibuktikan oleh HbA1C
yang tinggi dan tingginya BG saat berada di IGD, dan tidak mungkin ditingkatkan dengan
penambahan agen farmakologis selain insulin. glipizide harus ditahan karrna pasien akan
berpuasa setelah tengah malam. Kebanyakan ahli akan merekomendasikan menahan
metformin saat ini juga, karena pasien akan menjalani prosedur bedah di pagi hari yang
menempatkan dirinya pada risiko faktor predisposisi asidosis laktat.

American College of Endocrinology, American Association of Clinical


Endocrinologists, dan American Diabetes Association merekomendasikan target glikemik
pada pasien non-critical ill yang dirawat dirumah sakit seperti tabel dibawah ini
Dalam prakteknya, kisaran target glikemik adalah 90-110 mg / dL untuk batas
bawah dan 140-180 mg / dL untuk batas atas. Target glikemik juga bergantung pada kebutuhan
individu masing-masing pasien dan berdasarkan masing-masing keadaan klinis pasien.

KASUS:

Ms X adalah menunjukkan nilai-nilai glikemik jauh di luar dari batas atas yang
direkomendasikan (180 mg/dL), dan pengobatan dengan monoterapi insulin adalah strategi
yang paling tepat dalam kasus ini.

Pasien rawat inap sering mengalami perubahan asupan gizi mereka dan rejimen
pengobatan mereka. Selain itu, pasien dirawat di rumah sakit biasanya mengalami stres
penyakit akut dan diobati dengan obat yang mungkin berdampak kontrol glikemik.

1. Perubahan kondisi medis mempengaruhi perubahan kebutuhan insulin


a. Keadaan yang membutuhkan peningkatan insulin
i. Faktor stres (tindakan pembedahan, keadaan akut akut, infeksi)
ii. Dehidrasi
b. Keadaan yang membutuhkan penurunan dosis insulin
i. Perbaikan pasca pembedahan, atau keadaan akut
ii. Acute renal failure atau fulminant hepatic failure
2. Perubahan asupan gizi
a. Perubahan kebutuhan kalori
i. Pasien puasa
ii. Ketidakmampuan dalam mentoleransi nutrisi
b. Masa transisi perubahan cara pemberian nutrisi (perubahan dari
pemberian oral, enteral, parenteral)
3. Efek samping pengobatan
a. Hiperglikemia
i. Steroid
ii. Katekolamin
iii. Calcineurins (takrolimus, seflosporin)
b. Hipoglikemia
i. Insulin
ii. Sulfonilurea
iii. Meglitinide
iv. Pentamadine
v. Quinine
vi. Quinolone
vii. Tappering glukokortikoid
4. Kurangnya pengetahuan klinisi dan perawat
5. Kurangnya kesadaran dan tidak memprioritaskan kontrol glikemik dirumah
sakit
Program pengobatan insulin pada rawat inap sebaiknya harus cukup fleksibel. Hal ini
dapat dicapai dengan menggunakan insulin fisiologis yang artinya insulin eksogen untuk
meniru aktivitas insulin fisiologis normal dengan menyediakan jenis dan dosis insulin yang
benar pada waktu yang tepat. Sebuah regimen insulin fisiologis dapat dikonseptualisasikan
sebagai 3 komponen yang terpisah: insulin basal, gizi (atau prandial / makan) insulin, dan dosis
koreksi (atau tambahan) insulin. Dosis total harian pasien (TDD) dari insulin adalah jumlah
dari semua ini, dan merupakan jumlah insulin bahwa pasien membutuhkan selama 1 hari saat
menerima nutrisi yang cukup. Insulin basal adalah insulin biasanya dirilis terus-menerus oleh
pankreas, bahkan ketika berpuasa. Ini berfungsi untuk menekan produksi glukosa dan keton.
Ketika makanan yang tertelan, ada lonjakan tingkat glukosa dalam darah, dan lonjakan ini
disertai dengan sekresi cepat insulin tambahan untuk memungkinkan pemanfaatan yang tepat
dari glukosa. Insulin yang disekresikan dalam menanggapi asupan gizi disebut insulin prandial.
Tambahan '' koreksi dosis '' insulin diberikan untuk memperbaiki hiperglikemia yang terjadi
meskipun dosis yang telah mendapatkan insulin basal dan insulin prandial.
Eksogen insulin basal tersedia dalam long-acting atau intermediate-acting, low-
peaking atau nonpeaking insulin (glargine dan detemir) karena kadarnya konsisten dalam tubuh
sehingga bisa digunakan walau pasien sedang berpuasa. NPH dapat digunakan sebagai insulin
basal dengan penggunaan dua kali sehari namun kemungkinan kadarnya akan melebihi tingkat
insulin yang benar-benar diperlukan untuk kebutuhan basal, yang dapat mengakibatkan
hipoglikemia. Secara teori, NPH kurang fisiologis dari glargine atau detemir. Bila
menggunakan NPH insulin ebagai insulin basal pada pasien yang ditunjuk NPO, dosis harus
dikurangi dengan sepertiga untuk setengahnya untuk menghindari hipoglikemia yang mungkin
terjadi ketika puncak.
Insulin prandial eksogen harus sesuai dengan nutrisi yang sedang diberikan kepada
pasien. Pasien yang menerima bolus prandial dapat diberikan insulin rapid-acting (misalnya,
ASPART, glulisine, lispro) bersamaan bolus prandial atau sesaat sestelah selesai diberikan
bolus prandial untuk menutupi puncak glikemik setelah makan. Insulin reguler juga dapat
diberikan namun harus diberikan 30 menit sebelum dilakukan bolus prandial. Pasien yang
sedang berpuasa tidak mendapatkan insulin prandial.
Insulin koreksi adalah jumlah kecil dari insulin yang diberikan kepada pasien, selain
insulin basal dan prandial, untuk memperbaiki hiperglikemia. Insulin koreksi dosis biasanya
diberikan rapid-acting atau insulin reguler (biasanya jenis yang sama seperti insulin prandial),
dan diberikan dalam dosis yang dirancang khusus untuk mengurangi glukosa darah pasien
kembali ke kisaran target. Hal ini biasanya diberikan pada waktu yang sama dengan insulin
prandial pada pasien yang menerima makan atau 4-6 jam pada pasien yang sedang berpuasa.
Beberapa insulin tidak sesuai jika diberikan sebagai insulin basal atau prandial.
Misalnya, insulin campuran (misalnya, 70/30, rapid-analog / NPH campuran). Penggunaan
jenis insulin tidak memungkinkan untuk memanipulasi komponen basal dan prandial secara
terpisah untuk memungkinkan pencapaian target glukosa darah. Oleh karena itu, peran jenis
insulin ini terbatas di rumah sakit. Insulin campuran dapat diberikan, namun, dimulai setelah
pasien secara klinis stabil.
Ketika insulin sliding-scale digunakan sebagai satu-satunya modalitas terapi insulin,
insulin diberikan hanya setelah kontrol metabolik telah hilang, dan biasanya tidak memberikan
dosis insulin yang tepat, mengingat basal, prandial, dan koreksi. Hasil akhirnya adalah kontrol
glikemik yang buruk.
Langkah-langkah untuk memulai pemakaian insulin fisiologis eksogen dirumah sakit
yaitu:
1. Tentuan total dosis harian insulin
a. Menggunakan dosis insulin rawat jalan sebelumnya dengan
menambahan beberapa unit mengingat adanya faktor stres, keadaan
akut, dll.
b. Menghitung dosis berdasarkan berat badan pasien.
i. 0,3 unit /KgBB untuk pasien yang cenderung sensitif terhadap
insulin
ii. 0,4 unit /KgBB untuk sebagian besar pasien
iii. 0,5 unit /kgBB untuk pasien dengan obesitas
iv. 1 unit /KgBB untuk pasien dengan obesitas berat
c. Transisi dari pemakaian drip iinsulin ke insulin subkutan dengan cara
mengkalkulasi pemberian rata-rata insulin drip per jam lalu di kali kan
20 untuk mendapatkan dosis insulin harian, lalu dibagi ke dalam 50%
untuk insulin basal dan 50% untuk insulin prandial.
2. Mempertimbangkan status pemberian nutrisi pasien (berpuasa, makan,
continous tube feeds, dll)
3. Memetapkan pembagian dosis insulin total kedalam komponen basal dan
prandial
a. 50% TDD diberikan untuk basal insulin dengan regimen long-acting
yang tidak memiliki puncak kerja
b. 50% TDD diberikan sebagai insulin prandial
c. Menentukan dosis insulin koreksi
4. Memantau glukosa darah yang terjadwal dan menyesuaikan kembali dosis
insulin yang dibutuhkan

STATUS GIZI KOMPONEN INSULIN PILIHAN REGIMEN


YANG DIBUTUHKAN INSULIN
NPO insulin basal: 50% dari TDD, insulin basal: glargine
insulin prandial: tidak ada diberikan sekali sehari atau
detemir diberikan dua kali
sehari. Insulin prandial:
Tidak ada. Insulin koreksi:
Insulin reguler tiap 6 jam
atau RAA insulin tiap 4 jam.
Rekomendasi lain:
infus Dextrose (misalnya, D5
mengandung larutan 75-150
cc/jam) dianjurkan bila
makanan ditahan. Infus
insulin IV lebih disukai
untuk pengelolaan puasa
yang lama atau pasien puasa
pada diabetes tipe 1.
Makan oral Basal insulin: 50% dari insulin basal: glargine
TDD. insulin nutrisi: 50% diberikan sekali sehari atau
dari TDD, dibagi rata detemir diberikan dua kali
sebelum makan. sehari. insulin prandial: RAA
insulin dengan makanan.
Insulin koreksi: RAA insulin
setiap sebelum makan.
Bolus tube feeds Basal insulin: 40% dari insulin basal: glargine
TDD. insulin prandial: 60% diberikan sekali sehari atau
dari TDD, dibagi rata detemir diberikan dua kali
sehari. insulin prandial:
sebelum setiap dilakukan insulin RAA dengan masing-
bolus. masing bolus. Insulin
koreksi: insulin RAA dengan
masing-masing bolus.
continous tube feeds Basal insulin: 40% dari Insulin basal: glargine
TDD. Insulin prandial: 60% diberikan sekali sehari atau
dari TDD dalam dosis detemir diberikan dua kali
terbagi. sehari. insulin gizi: RAA
insulin setiap 4 jam atau
biasanya setiap 6 jam. Insulin
koreksi: harus sesuai pilihan
insulin prandial.
Parenteral nutritions Insulin biasanya diberikan Awalnya, infus insulin
secara parenteral, bersama memungkinkan untuk
makanan menentukan dosis insulin.
Kemudian, 80% dari jumlah
insulin drip ditentukan
sebagai TDD insulin
fisiologis. Penggunakn dosis
insulin koreksi subkutan
harus hati-hati.

KASUS
Untuk Ibu X, langkah pertama adalah untuk menentukan perkiraan TDD. Pasien ini memiliki
berat 100 kg, dan obesitas. Oleh karena itu, TDD 0,5 unit / kg adalah 50 unit. Insulin basal
pasien dapat diberikan dengan memberikan setengah dari TDD sebagai insulin basal, seperti
glargine, 25 unit setiap hari. Dalam hal ini, pasien akan makan malam segera, tapi kemudian
akan NPO setelah tengah malam untuk operasi. Insulin prandial yang tepat dapat diberikan
dengan memberikan sepertiga dari total insulin prandial (insulin analog rapid-acting) sebelum
makan (25 unit insulin gizi per hari dibagi 3 kali hasil dalam dosis 8 unit per makan). Setelah
dia makan makan malam, insulin prandial tambahan tidak akan diberikan sampai dia
melanjutkan dietnya pasca operasi. Sementara pasien NPO, insulin basal tetap harus
dilanjutkan, dan glukosa darahnya harus diperiksa setiap 4-6 jam. Dosis koreksi insulin yang
tepat harus tepat dan hanya diberikan, jika dan hanya jika, hiperglikemia hadir.

KASUS LANJUTAN
Pasien diberi 8 unit insulin lispro sebelum makan malam, dan juga diberikan dosis 25 unit
insulin glargine. Pasien NPO setelah tengah malam dan cairan dextrose mengandung
disediakan intravena semalam pada tingkat pemeliharaan. Di pagi hari glukosa darahnya adalah
161 mg / dL sebelum operasi. Bedah berjalan dengan baik, dan pada siang glukosa darahnya
adalah 179 mg / dL, dan dia diberi makan peroral. Namun, pasien mengatakan bahwa dia
merasa agak mual, dan tidak yakin bahwa dia akan bisa makan dia makan siang. Bagaimana
seharusnya dia insulin gizi dikelola dalam situasi ini?

Dalam kasus seperti ini, pendekatan terbaik adalah untuk menahan insulin prandial
pasien dan memungkinkan pasien untuk mencoba untuk makan makanan yang disediakan.
Kemudian, analog insulin kerja-cepat dapat diberikan hanya setelah makan, secara
proporsional dengan jumlah makanan yang dimakan. Jika pasien benar-benar tidak dapat
mentolerir setiap makan, maka tidak ada insulin prandial yang diberikan. Jika pasien tidak
mentolerir sebagian dari makanan (misalnya, 50% dari makanan yang dikonsumsi), maka
jumlah yang sesuai insulin diberikan (misalnya, 50% dari insulin prandial yang dijadwalkan
diberikan).

DIABETES MELIITUS TIPE 1


Pasien diabetes tipe 1 benar-benar kekurangan produksi insulin endogen. Oleh karena
itu, pasien ini membutuhkan insulin eksogen yang harus diberikan setiap saat bahkan ketika
berpuasa, untuk menekan glukoneogenesis dan produksi keton. Ketika menerima nutrisi,
pasien dengan diabetes tipe 1 juga harus diberikan insulin prandial untuk mengontrol BG
postprandial. Selain itu, pasien diabetes tipe 1 biasanya menunjukkan resistensi insulin kurang
dari pasien diabetes tipe 2, terutama jika mereka tidak obesitas. Oleh karena itu, pasien diabetes
tipe 1 sering memiliki TDDS insulin yang lebih rendah dibandingkan tipe 2 pasien yaitu 0,3
unit / kg / hari.
CONTINUOUS SUBCUTANEOUS INSULIN INFUSIONS (INSULIN PUMPS) DI RUMAH
SAKIT
CSII disebut sebagai pompa insulin yang digunakan untuk memompa secara terus-
menerus insulin basal melalui jarum yang dosisnya dissuaikan sehingga dapat memenuhi
kebutuhan selama 24 jam. Ketika pasien membutuhkan makan, bolus insulin yang sama
diberikan, melalui pompa, dengan dosis yang sesuai untuk menutupi asupan makanan.
Keuntungan dari terapi CSII adalah kapasitas untuk presisi dan fleksibilitas pengiriman insulin
basal (dibandingkan dengan penggunaan dosis sekali sehari atau dua kali sehari dari long-
acting analog insulin), dan kurangnya kebutuhan untuk menyuntikkan bolus insulin (melalui
pompa). Hambatan untuk penggunaan CSII adalah kurangnya sumber daya manusia yang
memiliki keahlian untuk mengelola terapi ini.

TRANSISI INFUS INSULIN INTRAVENA KE INSULIN SUBKUTAN


TDD dapat diperkirakan berdasarkan dosis insulin sebelum dirawat atau berat badan
pasien. Namun, untuk pasien yang diobati dengan infus insulin IV, kebutuhan insulin saat ini
dapat diperkirakan berdasarkan tingkat IV drip. Terlepas dari dosis SC insulin, adalah penting
bahwa SC insulin diberikan sebelum penghentian insulin IV. Pasien mungkin menjadi cepat
hiperglikemia atau terjadi ketoasidosis (pada diabetes tipe 1) dalam hitungan jam jika infus
insulin IV dihentikan sebelum insulin SC aktif. Infus insulin tidak boleh berhenti setidaknya 1
jam setelah pengiriman SC rapid-acting atau insulin reguler, dan setidaknya 2-3 jam setelah
pengiriman SC intermediate-acting atau insulin long-acting.

TRANSISI DARI RAWAT INAP KE RAWAT JALAN


Pasien yang akan melakukan rawat jalan harus diberikan regimen pengobatan yang
sesuai. Edukasi kepada pasien dan keluarga tentang obat-obat baru sehingga mereka memiliki
pengetahuan yang berhubungan dengan diabetes yaitu definisi dari diabetes itu sendiri, target
glikemik yang diperlukan, pemakaian insulin di rumah, pencegahan terjadinya hipoglikemia,
mengetahui tanda-tanda hipoglikemia, dan pengobatan hipoglikemia, pencegahan terjadinya
hiperglikemia, dan kapan saatnya harus meminta pertolongan dokter.

KESIMPULAN
Memahami prinsip-prinsip dasar dari fisiologis (basal, prandial, dan koreksi dosis)
regimen insulin akan memungkinkan dokter untuk merumuskan rejimen insulin yang aman dan
efektif dalam hampir semua situasi klinis.

You might also like