You are on page 1of 33

BAGIAN ORTOPEDI & TRAUMATOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN NOVEMBER 2017


UNIVERSITAS HASANUDDIN

NECROTIC LEFT FOOT SUSPECT OF BUERGER’S DISEASE

Oleh:
Agung Danan Jaya
Satriani
Suciati
Siti Arifah
Putri Hardianti Kustanto
Santri Safira
Tasya Aisyah P

Pembimbing:
dr. Moh. Asri Abidin
dr. Thomson Manurung

Supervisor:
dr. Muh. Andry Usman, Ph.D, Sp.OT(K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ORTOPEDI & TRAUMATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017

i
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama :
NIM :
Judul :

Telah menyelesaikan tugas Case Report dalam rangka kepaniteraan klinik pada
Bagian Ortopedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Desember 2017

Pembimbing I Pembimbing II

dr. Moh. Asri Abidin dr. Thomson Manurung

Supervisor

dr. Muh. Andry Usman, Ph.D, Sp.OT(K)

ii
BAB I
LAPORAN KASUS (CASE REPORT)

I. PATIENT IDENTITY
Name : Mr. M
Age : 36 y.o
Gender : Male
Med.Record : 823642
Admission : November19th 2017

II. HISTORY
A. Chief complaint
Pain at the left leg
B. History Taking
Suffered since 6 months before admitted to RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo and
become worse in the last 2 months. Pain is felt at rest, like being stabbed. Initially the
patient felt the pain in the big toe of the left foot, accompanied by a sense of cramp,
cold in palpable and pale than the surrounding skin. Then over time the complaint is
also felt in the fifth finger of the left foot. patients also complained of wound surgery 2
months ago did not heal.
There is no history of trauma
There is no same complaint in his family
Habit : History of smoking at the age of 14 years of approximately 2 packs per day
History of surgery at RS Banggai Utara 2 months ago : amputation on the big toe
and fifth fingers of the left foot
History of past illness: diabetes mellitus is denied, hypertension is absent, history of
suffering coronary heart disease does not exist

III. PHYSICAL EXAMINATION


General Status
• Airway : Patent
• Breathing : RR = 20 x/menit reguler, spontan, thoracoabdominal, symmetric
• Circulation : BP = 120/70 mmHg, HR = 78 x/minutes, regular, adequate

1
• Disability : GCS 15 (E4M6V5), pupil isochor, Ø 2.5 mm/2.5 mm, light reflex
+/+
• Environment : Axillary temp = 36.7oC

Localized status
Left pedis region
 Look :
infected wound (+) at anterior aspect distal region with a size 15 cm x 7 cm x 4 cm,
bone exposed at 1st MTP joint, post disarticulation. post disarticulation 5th toe as
level as MTP joint. Deformity (-) Hematoma (-) Edema (-)
 Feel :
Tenderness (+)
 Range of Movement:
Active and passive motion DIP, PIP, MTP joint 2nd dan 3rd toe in normal limit
Active and passive motion DIP, PIP, MTP 4th toe (-) due to necrotic toe
 Neurovascular Distal:
Sensibility hipoestesi at 2nd dan 3rd toes and anestesi 4th toe. pulse of dorsalis pedis
artery is palpable, pulse of tibialis posterior artery is palpable, capillary refill time
cannot be evaluate at 2nd and 4rd toes, CRT >2 second at 3th toe.

IV. CLINICAL FINDINGS (19-11-2017)

Picture 1. Anterior View

2
Picture 2. Medial View

Picture 3. Lateral View

Picture 4, 5, 6. Close-up view

3
V. PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Picture 7. Left Leg AP/L (19-11-2017)


• Findings : - Soft tissue defect region posterior 1/3 media cruris sinistra
-bone intact

Picture 8. Left Foot AP/Oblique

Kesan : -

Picture 9. USG Doppler Left Lower Extremity (17-11-2017)


Finding: Thromboangitis obliterans arteri tibialis anterior 1/3 mid-distal cruris

4
Picture 10. MSCTA Run Off Lower Extremity (22-11-2017)
Findings: Proximal left peroneus artery occlusion

VI. Laboratory Findings (19-11-2017)


Table 1. Laboratory Findings (19-11-2017)
Examination Result Normal limit

WBC 9.56 4,00-10,0


RBC 3,35 4,00-6,00
HGB 9.2 12,0-16,0
HCT 27.8 37,0-48,0
PLT 495 150-400
CT 7’00” 4-10
BT 2’00” 1-7
Glucose 129 140
Ureum 13 10-50
Kreatinin 1.76 <1.3
SGOT 30 <35
SGPT 25 <41
Albumin 3.0 3.5 – 5.0
Natrium 147 136 – 145
Kalium 4.3 3.5 – 5.1
Chlorida 102 97 - 111
HbsAg Non Reactive Non Reactive

Result : Anemia

5
VII. RESUME
Male 36 y.o came to the RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Hospital with Chief
complaint pain at the left leg suffered since 6 months before admitted to RSUP dr. Wahidin
Sudirohusodo and become worse in the last 2 months. Pain is felt at rest, like being stabbed.
Initially the patient felt the pain in the big toe of the left foot, accompanied by a sense of
cramp, cold in palpable and pale than the surrounding skin. Then over time the complaint is
also felt in the fifth finger of the left foot. patients also complained of wound surgery 2
months ago did not heal.
History of smoking at the age of 14 years of approximately 2 packs per day. History of
surgery at RS Banggai Utara 2 months ago : amputation on the big toe and fifth fingers of the
left foot. History of penyakit diabetes mellitus is denied, hypertension is absent, history of
suffering coronary heart disease does not exist.
In physical examination left pedis region there is an infected wound at anterior aspect
distal region with a size 15 cm x 7 cm x 4 cm, bone exposed at 1st MTP joint, post
disarticulation. post disarticulation 5th toe as level as MTP joint. There is no deformity,
hematoma, edema.Tenderness (+). Range of Motion Active and passive motion DIP, PIP,
MTP joint 2nd dan 3rd toe in normal limit . Active and passive motion DIP, PIP, MTP 4th
toe (-) due to necrotic toe
In neurovascular distal examination Sensibility hipostesi at 2nd dan 3rd toes and
anastesi 4th toe. pulse of dorsalis pedis artery is palpable, pulse of tibialis posterior artery is
palpable, capillary refill time cannot be evaluate at 2nd and 4rd toes, CRT >2 second at 3th
toe
Radiological Findings X-Ray Kruris sinistra AP/Lateral there is soft tissue defect
region posterior 1/3 media cruris sinistra. In MSCTA Run off extremitas inferior there is
proximal left peroneus artery occlussion. In laboratory findings there is anemia.

VIII. DIAGNOSIS
Necrotic Left Foot susp Buerger’s disease

IX. PENATALAKSANAAN
 IVFD Ringer Lactate
 Analgetic and antibiotic
 Plan: Amputation below knee

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN
Thromboangiitis obliterans (TAO) merupakan suatu peradangan pembuluh darah yang
disebut juga dengan Buerger disease, ditandai dengan adanya endarteritis yang menyebabkan
terjadinya trombosis dan selanjutnya terjadinya oklusi dari pembuluh darah. Proses inflamasi
yang terjadi dari tunika intima. Buerger disease ditantai dengan adanya ukuran pembuluh
darah arteri maupun vena yang berukuran lebih kecil dari normal bahkan hilang pada
ekstremitas atas dan ekstremitas atas.[1]
Penyakit Buerger atau Thromboangiitis Obliterans (TAO) adalah suatu kondisi
inflamasi oklusif segmental dari arteri dan vena dengan thrombosis dan rekanalisasi pada
pembuluh darah tersebut. Penyakit ini merupakan penyakit inflamasi non-aterosklerosis yang
berpengaruh pada arteri ukuran kecil dan sedang serta vena pada ekstremitas atas maupun
bawah. Penyakit buerger’s(thromboangitis obliterans / TAO) ditandai dengan tidak adanya
atau hanya sedikit ateroma, dengan inflamasi vaskuler segmental, adanya fenomena
vasooklusif, dan keterlibatan dari arteriola dan venula dari ekstremitas atas dan bawah. [2]
Tromboangitis obliterans (penyakit Buerger) merupakan suatu penyakit tersendiri
yang sering menyebabkan insufisiensi vaskuler, ditandai oleh peradangan yag bersifat akut
atau kronik, segmental dan disertai thrombosis pada arteri kecil dan sedang, terutama
mengenai arteri tibialis dan radialis dan lebih lanjut terkadang dapat mengenai vena dan saraf
ekstremitas. [3]
Prevalensi thromboangitis obliterans / TAO di Amerika telah menurun pada beberapa
dekade terakhir, dikarenakan karena prevalensi perokok telah menurun tetapi juga
dikarenakan kriteria diagnosis telah lebih canggih. Pada tahun 1947, prevalensi penyakit ini
di United States sejumlah 104 kasus per 100,000 populasi. Sejak itu, prevalensi penyakit ini
menurun dengan estimasi 12.6-20 kasus per 100,000 populasi.[1]
Hampir 100% kasus Tromboangitis Obliterans (kadang disebut Tromboarteritis
Obliterans) atau penyakit Winiwarter Buerger menyerang perokok pada usia dewasa muda.
Penyakit ini banyak terdapat di Korea, Jepang, Indonesia, India dan Negara lain di Asia
Selatan, Asia tenggara dan Asia Timur.[1]
Pasien dengan TAO lebih sering pada usia 20-45 tahun, penyakit ini tidak terjadi pada
anak-anak atau pasien yang usia lebih tua. TAO lebih banyak terjadi pada laki-laki (rasio

7
laki-laki : wanita ; 3:1 ) namun insiden pada wanita pun diyakini meningkat, kemungkinan
karena peningkatan jumlah wanita yang merokok.[1, 3]
Buerger’s disease berefek pada pembuluh darah di lengan maupun kaki.
Pembengkakan pembuluh darah yang dapat menghalangi aliran darah dan membentuk
bekuan darah. Akan mengarah pada gejala nyeri, jejas pada jaringan, bahkan gangren
(kematian jaringan). Pada beberapa kasus bahkan dilakukan amputasi. [4]
Hampir setiap orang yang diagnosis dengan Buerger's disease adalah perokok atau
menggunakan tembakau dengan cara lain seperti menuyah tembakau. Berhenti menggunakan
segala yang berhubungan dengan tembakau merupakan cara untuk menghentikan Buerger's
disease.[4]
Hubungan dengan merokok merupakan aspek paling konsisten pada penyakit ini,
sebagian besar pasien memperlihatkan hipersensitivitas terhadap ekstrak tembakau yang
disuntikkan melalui intradermis. Beberapa kemungkinan telah diajukan untukmenjelaskan
keterkaitan ini termasuktoksisitas langsung produk tembakau terhadap sel endotel atau
hipersensitivitas terhadap produk tersebut.[3]

II. ANATOMI
Anatomi pembuluh darah[5]
Sistem pembuluh darah terdiri atas jantung, arteri besar, arteriol, kapiler, venula dan
vena. Fngsi utama sistem ini adalah menyelurkan darah yang mengandung oksigen ke
sel dan jaringa dan mengembalikan darah vena ke paru-paru untuk pertukaran gas.[6]
1. Arteri
Terdapat tiga jenis artei, arteri elastik, arteri muskular, dan arteriol. Arteri membawa
darah dari jantung yang mengandung oksigen membentuk percabangan yang progresif
dan disebarkan ke berbagai jaringan tubuh melalui cabang-cabangnya. Arteri tipe
elastik merupakan arteri terbesar mencangkup aorta, trunkus pulmonalis, arteri
brachiecefalikam karotis komunis. Arteri yang terkecil, diameternya kurang dari 0,1
mm, dinamakan arteriol, dindingnya terdiri dari satu sampai lima lapis otot polos.
Persatuan cabang-cabang arteri dinamakan anastomosis. Arteriol menyalurkan darah
terkecil, kapiler. Kapiler menghubungkan arteriol dengan venula.
Pada arteri tidak terdapat katup. End arteri anatomik merupakan pembuluh darah
yang cabang-cabang terminalnya tidak mengadakan anastomosis dengan cabang-
cabang arteri yang memperdarahi daerah yang berdekatan. End arteri fusngsional
adalah pembuluh darah yang cabang-cabang terminalnya mengadakan anastomosis

8
dengan cabang-cabang terminal arteri yang berdekatan, tetapi besarnya anastomosis
tidak cukup untuk mempertahankan jaringan tetap hidup bila salah satu arteri
tersumbat. [6]
2. Vena
Vena adalah pembuluh darah yang mengalirkan darah kembali ke jantung, vena
digolongkan dalam vena kecil, sedang, dan besar. Dibandingkan arteri, vena lebih
banyak, berdinding tipis diameter lebih besar dan memiliki banyak variasi struktural.
Vena yang terkecil dinamakan venula. Vena ukuran kecil, sedang memiliki katup
(valve), adanya katup vena membantu mencegah aliran balik darah. Vena yang lebih
kecil atau cabang-cabangnya, bersatu membentuk vena yang lebih besar, yang
seringkali bersatu satu sama lain membentuk pleksus vena.[6]
3. Kapiler
Kapiler adalah pembuluh mikroskopik/ terkecil dengan diameter rerata 8µm yang
membentuk jalinan yang menghubungkan arteriol dengan venula. Pada beberapa daerah
tubuh, terutama pada ujung-ujung jari dan ibu jari, terdapat hubungan langsung antara
arteri dan vena tanpa diperantai kapiler. Tempat hubungan seperti ini dinamakan
anastomosis arteriovenosa.[6]

Histologi Struktur Pembuluh Darah secara umum[6]


 Tunica intima. merupakan lapisan yang kontak langsung dengan darah. Lapisan ini
dibentuk terutama oleh sel endothel.
 Tunica media. Lapisan yang berada diantara tunika media dan adventitia, disebut
juga lapisan media. Lapisan ini terutama dibentuk oleh sel otot polos dan and
jaringan elastic.
 Tunica adventitia. Merupakan Lapisan yang paling luar yang tersusun oleh jaringan
ikat.

Anatomi Ekstremitas Superior dan Inferior


Vaskularisasi Ektremitas Superior[5]
Vaskularisasi extremitas superior dimulai dari regio scapularis( bahu), regio brachii
(lengan atas), regio antebrachi (lengan bawah), dan regio manus ( tangan).

9
1. Arteri Axilaris
Arteri axillaris merupakan lanjutan dari A. subklavia dan terbang dari costa prima (I)
sampai batas inferior M. pectoralis major. Arteri ini terletak diantara tiga cabang plexus
brachialis dan dua radix nervi mediani. Pada lengan atas A. axillaris berlanjut menjadi
A. brachialis dan berjaan bersama dengan nervus medianus di dalam sulcus biciptalis
medialis untuk memasuki fossa cubitalis dari arah medial dan di tempat inilah arteri ini
terbagi 2 menjadi A. radialis dan A. ulnaris.
Topografi A.brachialis : lanjutan dari a.axillaris di mulai proximal 1/3 lengan atas
berjalan ke distal bersama nervus medianus menuju fossa cubiti. A.brachialis pada
lengan atas mempercabangkan pembuluh darah yaitu :
1. A.profunda-brachi : berjalan menuju sulcus spiralis bersama nervus radialis,
memberi cabang A.collateralis radialis dan medialis .
2. A.collateralis-ulnae superior : di percabangankan pada pertengahan lengan atas
kemudian berdampingan dengan nervus ulnaris sampai 1/3 distal beranastomosis
dengan A.collateralis ulna inferior .
3. A.collateralis ulnae inferior : di percabangkan dari A.brachialis di atas
epicondylus medialis beranastomosis dengan A.collateralis superior. 4.
4. A.radialis dan A.ulnaris cabang terakhir pada fossa cubiti .
2. Arteri Radialis
Arteri radialis berjalan menurun diantara otot-otot fleksor superficialis dan
profundus lengan bawah sampai pergelangan tangan. A. radialis bergerak mmelewati
fovea radialis lalu berjalan antara 2 caput musculi intraosesus dorsalis I dan memasuki
telapak tangan untuk memberikan suplai utama ke Arcus Palmaris Profundus.
Cabang-cabang arteri radialis : A. recurrens radialis , R. carpalis palmaris, R.
carpalis dorsalis Rete carpale dorsale  Aa. Metacarpals dorsalis  Aa. Digitalis
dorsalis. R. palmaris superficialis -> arcus palmaris superficialis. A. prince policis. A.
radialis indicis. Arcus palmaris profundus  Aa. Metacarcapales palmares
3. Arteri Ulnaris
Arteri Ulnaris memberi abang berupa A. intraoseus communis dan berjalan bersama
dengan N. Ulnaris ke arah sendi pergelangan tangan melalui kanal GUYON ke telapak
tangan. Di tempat ini A. Ulnaris akan terus berjalan membentuk Arcus palmaris
superficialis.
Cabang arteri ulnaris : A. recurens ulnaris, A. intraosea comunnis ( - A. intraosea
anterior, -A. comitans nervi mediani, -A. intraosea posterior mit A. intraosea recurens).

10
R. carpalis dorsalis, R. carpalis palmaris, R. palmaris profundus Arcus palmaris
profundus. A. palmaris superficialis  Aa. Digitale palmares.

Gambar 10. Vaskularisasi ekstremitas superior


Drainase Vena Ekstremitas Superior[7]
Seperti pada ekstrimitas bawah, drainase vena ekstremitas superior terdiri dari
sistem superficialis dan profunda yang saling berhubungan. Sistem superficialis terdiri
dari vena sefalika dan vena basilica.
Vena sefalika berawal dari ujung lateral jaringan vena dorsalis yang terletak di atas
snuffbox anatomis. Vena ini naik pada aspek lateral, kemudian anterolateral lengan
bawah dan lengan atas serta akhirnya berjalan pada sutura deltopectoralis untuk
menembus faia klavipectoralis dan mengalis ke v. aksilaris.

11
Vena basilica dimulai dari ujung medial jaringan vena dorsalis. Vena ini naik
sepanjang aspek medial kemudian anteromedial lengan bawah dan lengan untuk
menembus fasia profunda (pada region pertengahan lengan) untuk bergabung dengan v.
komitans dari a. brachialis membentuk vena aksilaris. Kedua vena superficialis ini
bbiasanya dihubungkan oleh vena mediana cubiti di fossa kubiti.

Gambar 11. Drainase vena ekstremitas superior


Vena profunda terdiri dari vv. Komitans (vena menyertai arteri). Vena
superficialis ekstremitas atas sangat penting untuk flebotomi dan akses perifer.
Tempat yang paling sering digunakan adalah v. mediana kubiti pada fossa antekubiti
dan v. sefalika di lengan bawah.
Vaskularisasi Ekstremitas Inferior[5]
Setelah melewati daerah pelvis, Arteri Iliaka eksterna bercabang dari arteri iliaca
communis ke aanterior articulation sacroiliaca dan terus berlanjut dibawah ligamentum
inguinale di dalam lacuna vasorum berlanjut menjadi A. femoralis. Arteri femoralis
mengalirkan darah ke kulit dan otot paha dalam. Pada bagian bawah paha, setelah
melintasi canalis adductorius arteri femoralis menyilang di posterior dan menjadi A.
popliteal (memvascularisasi articulation genu).
A. popliteal berjalan turun di bawah arcus endineus musculi solei diantara otot-otot

12
fleksor superficialis dan profundus tungkai lalu A. poplitea terbagi menjadi A. tibialis
posterior yang melanjutkan perjalanannya dan A. tibialis anterior yang yang menembus
membrana intraosea cruris untuk mencapai kompartemen ekstensor anterior. Arteri
tibialis bergerak turun di sebelah depan dari kaki bagian bawah menuju bagian dorsal
pedis dan menjadi A. dorsalis pedis. Arteri tibialis posterior memberi percabangan A.
fibularis yang kuat ke malleolus lateraalis dan kemudian berlanjut melalui Canalis
malleolaris di sekitar Malleolus medialis untuk mencapai telapak kaki lalu bercabang
menjadi dua terminal Aa. Plantares medialis et lateralis.

Gambar 12. Vaskularisasi ekstremitas inferior


Drainase Vena Ekstremitas Inferior[5]
Vena profundae berjalan bersama arteria yang bersangkutan. Di tungkai biasanya
dua vena berjalan bersama masing- masing arteri yang bersangkutan, sementara di paha
fossa popliteal hanya ditemukan satu vena pengiring. Sistem vena superficial terdiri
atas dua vena utama yang memperoleh darah dari dorsum dan telapak kaki.
Vena saphena magna berasal dari anterior Malleolus medialis dan berjalan naik di
sisi medial tungkai dan paha ke Hiatus saphenous. Disini vena saphena Magana
menerima aliran darah dari bebrapa vena Regio inguinalis (lihat di bawah) dan

13
memasuki V. femoralis di Trigonum femorale.
Di sisi posterior Vena saphena parva berasal dari tepi lateral kaki posterior dari
Malleolus latueralis dan berjalan naik ke tengah otot betis menuju Fossa popliteal untuk
memasuki V. popliteal. V. saphena magna dan parva saling terhubung melalui berbagai
macam cabang.
Penyuplai V. sphena magna di trigonum femorale: V. epigastrica superficialis, V.
circumflexa ilium superficialis, V. saphena acessoria, Vv. Pudenda externae

Gambar 13. Drainase vena ekstremitas inferior

III. PATOFISIOLOGI
TAO (Thromboangiitis obliterans) atau Buerger’s disease merupakan salah satu
penyakit oklusi vaskuler yang bersifat segmental, yang mana pada umumnya mempengaruhi
arteri dan vena yang berukuran kecil-sedang[8]. Secara patologi dikarakteristikkan sebagai
sebuah proses inflamasi vascular difus non supuratif, proliferative, dan perubahan pada
oklusi thrombus[9] dengan presentasi klinis berupa iskemia tungkai, nyeri, claudification

14
intermitten dan migrasi thromboflebitis, yang dapat menyebabkan ulkus atau nekrosis tungkai
yang berat, dan berakhir pada amputasi[8].
Beberapa faktor risiko dikatakan dapat menyebabkan penyakit buerger, akan tetapi
sampai saat ini mekanisme pasti penyebab penyakit ini masih belum diketahui secara pasti.
Faktor risiko utama yang dicurigai menjadi faktor dasar penyebab penyakit ini ialah
merokok. Pada saat ini terdapat 5 hipotesis yang menjelaskan mengenai pathogenesis dari
penyakit buerger:

1. Variant of atherosclerosis
2. Immunologic arteritis
3. Odontal bacterial thrombosis
4. Hyperhomocycteinemia
5. Polimorfisme gen
Penyakit buerger dialami oleh pria dengan rentang usia muda sampai usia pertengahan
yang mana merupakan seorang perokok berat dan beberapa dari mereka memilihi riwayat
merokok lebih dari 10 tahun[10]. Jin dkk.[11] melakukan suatu penelitiaan yang mencari
hubungan antara merokok dan Penyakit buergerpada eksperimen tikus. Penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa insidens merokok merupakan salah satu faktor risiko terjadinya.
penyakit buerger. Akan tetapi, merokok tidak bisa dijadikan faktor tunggal yang
menyebabkan penyakit buerger pada tikus[8].
A. Variant of atherosclerosis
Nikotin yang terkandung dalam rokok merupakan suatu zat atherosclerotic, hal
inilah yang menjadikan dasar adanya teori mengenai penyakit buerger merupakan
bagian dari proses atherosclerosis. Akan tetapi teori mengenai atherosclerosis tidak bisa
mnejelaskan mengenai peristiwa terjadinya migrasi thrombophlebitis. Selain itu teori
ini dinilai inkonsisten melihat tempat predileksi terjadinya penyakit buerger ini lebih
sering melibatkan otot dan arteri-arteri kecil daripada arteri yang lebih besar[10].
B. Immunologic Arteritis
Sebuah teori lain mengatakan bahwa, penyakit buerger lebih cenderung merupakan
manifestasi dari immune-mediated arteritis. Beberapa penelitian telah dilakukan dengan
menggunakan immunocyto-chemical menunjukkan bahwa terdapat deposito immune-
globulin dan beberapa faktor komplemen di dinding pembuluh darah. Selain itu
ditemukan pula peningkatan imunitas seluler tipe 1 dan tipe 3. Akan tetapi agen utama

15
yang menjadi penyebab belum dapat diketahui secara pasti. Pada beberapa pasien
ditemukan titer anti endothelial antibody yang tinggi yang mana hal ini mendukung
teori adanya reaksi imun pada endothelium[10].
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Kearley et al[12] melaporkan bahwa paparan
rokok dapat menstimulasi paru-paru tikus untuk menghasilkan sebuah respon imun
yang menyebabkan peningkatan produksi IL-33 dan peningkatan ekspresi IL-33
reseptor ST2 di sel T helper 2 (Th2) yang merupakan salah satu kunci respon imun
yang mengarah kepada kejadian penyakit buerger. Sebagai tambahan, produksi IL-33
juga ditemukan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstrfuksi Kronik (PPOK), yang
umumnya ialah seorang perokok, hal ini menyarakan merokok sebagai suatu faktor
risiko terjadinya penyakit Buerger.
Mekanisme molekular terbentuknya Penyakit buerger
a. Kerusakan Human vascular endothelial cells (HVECs) dan Penyakit Buerger
Etiologi dari Penyakit Buerger, menyebabkan inflamasi, thrombosis, hyperplasia,
dan gejala lainnya umumnya diinisiasi oleh adanya kerusakan pada HVEC). Salah
satu manifestasi akut dari Penyakit buergeradalah vasospasme, yang utamanya
disebabkan oleh adanya disfungsi endotel lokal. Akan tetapi mekanisme kerusakan
HVEC pada Penyakit buergerbelum diketahui secara pasti, akan tetapi dicurigai
diakibatkan oleh hal berikut:
- NFkB-iNOS-NO oxidative stress induced injury pathway;
Teori ini bertujuan untuk mengungkapkan hubungan antara stress oksidatif dan
penyakit buerger menunjukkan kadar stress oksidatif pada pasien dengan
penyakit buerger lebih tinggi pada pasien yang merokok dibandingkan dengan
yang tidak merokok
- Hemodynamic effect.
Perubahan hemodinamik juga berpengaruh pada kerusakan endotel. Shyy et al
menunjukkan efek aliran darah pada permukaan sel endotel G protein dapat
mengaktifkan proses phosphorilasi pada sel endotel vascular, mengarahkan sel
endotel vascular dan mengaktifkan NFkB pathway, yang mana menyebabkan
perubahan pada struktur dan fungsi vascular.
b. T-Cell related immune injury dan Penyakit Buerger
Studi baru-baru ini menjelaskan bahwa penyakit buerger ialah suatu penyakit
autoimun, akan tetapi masih sulit untuk dijelaskan proses immunepatogenesis yang
terjadi pada penyakit buerger dikarenakan kurangnya bukti yang kuat. Pada serum

16
pasien dengan penyakit buerger, beragam kompleks imun dapat ditemukan (anti-
endothelial cell antibodies, anti neutrophil antibodies, anti cardiolipin antibodies)
yang mana didapatkan meningkat secara signifikan dibandingkan pada orang
normal. Kobayashi et al menemukan sejumlah besar CD4 dan CD8 limfosit T pada
intima, dan sebagian kecil CD20 limfosit B pada dinding pembuluh darah dan
infiltrasi sel-sel makrofag dapat ditemukan pada thrombosis dan tunika intima.
Dellalibera-Joviliano et al[13]menemukan bahwa, apapun status merokok pasien
saat itu, sel-sel proinflamatori (IL-1 beta, TNF-alpha, dan IL-6), Th 1 (IFN-gamma
dan IL 12), Th 2 (IL 4, IL 5, IL 13) dan Th17 (IL 17 dan IL 23), sitokin pada serum
pasien dengan Penyakit Buergermeningkat secara signifikan jika membandingkan
control grup (tidak merokok, berhenti merokok, dan perokok yang masih aktif),
menyarankan keterlibatan sel Th1 dan Th2 pada pathogenesis penyakit buerger,
diikuti dengan berisikonya pasien perokok oleh karena adanya modifikasi genetic
atau kelainan autoimuin[8].
C. Odontal bacterial thrombosis
Sekolompok peneliti di jepang menemukan adanya kemungkinan hubungan antara
bakteri yang ditemukan di mulut dengan keberadaan DNA mikrobakterium pada
dinding pembuluh darah pada pasien dengan panyakit buerger. Dikatakan bahwa
seorang yang merokok dapat menyebabkan gingivitis kronik dan proliferasi
Porphyromonas Gingivalis yang merupakan suatu floral normal di mulut. Bakteri ini
kemudian dilapisi oleh platelet untuk membentuk infective thrombus. Infektif thrombus
ini kemudian akan masuk ke dalam aliran darah menyebabkan thrombosis pada
pembuluh darah kecil atau secara sekunder mengoklusi vasa vasorum dan vasa
nervosum. Pada sebuah penelitian lain yang menggunakan polymerase chain reaction
(PCR), 3-4 sampel biopsy vena pada penyakit buerger ditemukan DNA bakteri
periodontal[10].
D. Hyperhomocysteinemia
Hyperhomocysteinemia merupakan faktor risiko penting pada onset awal
atherosclerosis dan mungkin berdampak pada penyakit buerger. Pada suatu studi,
pemberian methionine secara loading meningkatkan kadar homocystein pada pasien
dengan penyakit buerger jika dibandingkan dengan pasien yang merokok dan tidak
merokok tanpa penyakit vaskuler[10].
E. Polimorfisme gen

17
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa selain terjadi peningkatan pada serum anti
endothelial sel antibodi. Ditemukan pula peningkatan human leukosit antigen (HLA)-9,
HLA A54, HLA B-5, yang menunjukkan keterlibatan komponen gen pada penyakit
ini.[1]

IV. DIAGNOSIS
Thromboangiitis obliterans merupakan diagnosis klinis yang membutuhkan riwayat
penyakit yang lengkap, penemuan fisik yang mendukung dan abnormalitas vaskular
diagnostik pada radiologi.[14]
Gejala klinik klasik dari Buerger’s disease adalah pria muda yang merokok dengan
onset gejala sebelum usia 40 sampai dengan 45 tahun. Dua atau lebih dari ekstremitas hamper
selalu terkena Buerger’s disease. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Shionoya dan
Rutherford, pasien yang terkena pada kedua ekstremitas 16% , pasien yang terkena pada
ketiga ektremitas 41 %, dan pasien yang terkena pada keempat ekstremitas ada 43%. Dari
penelitian yang dilakukan oleh Barlas et all, pasien yang menderita TAO 79,2% menderita
nyeri saat beristirahat, 58% mengalami intermittent claudatio, 17,6% mengalami superficial
thrombophlebitis, 10,5% mengalami fenomena Raynaud (suatu kondisi dimana ekstremitas
distal : jari, tumit, tangan, kaki, menjadi putih jika terkena suhu dingin), dan 68,9%
mengalami iskemik ulcer.[15]
Beberapa kriteria telah ditentukan untuk mendiganosis thromboangiitis obliterans.
• Kriteria OLIN
• Kriteria Shionoya
• Papa et al
• Klasifikasi Rutherford
• Klasifikasi Fontaine

Manifestasi klinis:[14, 15]


 Penderita merasakan kedinginan, mati rasa, kesemutan atau rasa terbakar. Penderita
seringkali mengalami fenome Raynaud ( suatu kondisi dimana ekstremitas distal :
jari, tumit, tangan, kaki, menjadi putih jika terkena suhu dingin) dan kram otot,
biasanya di telapak kaki atau tungkai. [14, 15]
 Keterlibatan Ekstremitas. Klaudikasi di arkus dari kaki adalah tanda awal dan
sugestif, bahkan spesifik untuk TAO. Kondisi ini adalah manifestasi dari penyakit

18
sumbatan pembuluh darah infrapopliteal. Seiring memberatnya penyakit ini,
klaudikasi pada betis yang tipikal dan pada akhirnya nyeri saat istirahat dan ulserasi
iskemik pada jari kaki, kaki, atau jari tangan dapat terjadi. Iskemia pada ekstremitas
atas terjadi pada 40-50% pasien, tapi dapat dideteksi pada 63% pasien dengan tes
Allen dan 91% pasien dengan arteriogram kaki dan lengan bawah. Pada tes Allen,
pemeriksa meletakkan jempol untuk menyumbat arteri radialis dan ulnaris pada
salah satu tangan pasien. Pasien membuka tangannya dan pemeriksa melepaskan
tekanan dari arteri radialis namun tetap menahan arteri ulnaris. Jika arteri radialis
paten, terjadi pengembalian warna tangan dengan cepat (tes negatif). Jika arteri
tersumbat, tangan akan tetap pucat (tes positif). Manuver ini diulang dengan
pelepasan tekanan pada arteri ulnaris. [14, 15]
 Tromboflebitis Superfisial. Tromboflebitis superfisial ditemukan pada 40-60%
kasus. Tromboflebitis vena dalam jarang terjadi dan sugestif pada diagnosis lain,
seperti penyakit Behcet. Tromboflebitis superfisial ini bersifat berpindah-pindah dan
rekuren dan mengenai tangan dan kaki. Flebitis migrasi (flebitis saltans) pada pasien
muda sangat sugestif untuk TAO. [14, 15]
 Tanda dan Gejala Sistemik. Tanda dan gejala sistemik sangat langka pada pasien
dengan TAO. Ada beberapa laporan keterlibatan pembuluh darah visceral. Iskemia
digestif dapat bermanifestasi menjadi nyeri abdomen, diare, penurunan berat badan,
atau melena. Perforasi usus dan infark mesenterium dapat terjadi. Ada beberapa
laporan presentasi awal TAO adalah iskemik usus kecil dan obstruksi usus. Pada
beberapa dari kasus ini, kerusakan arteri visceral terjadi karena aterosklelrosis, yang
dihubungkan dengan TAO. Sehingga, ketika TAO terjadi di lokasi yang tidak biasa,
diagnosis haarus ditegakkan hanya setelah identifikasi lesi vaskuler inflamasi yang
tipikal pada pemeriksaan histopatologis. Keterlibatan system saraf pusat juga telah
dilaporkan pada TAO yang dapat ditemukan sebagai serangan iskemik sesaat atau
strok iskemik. Pemeriksaan histologis postmortem menunjukkan inflamasi pada
arteri berukuran kecil dan sedang dari leptomening atau bahkan meninges atau
pembuluh darah. Keterlibatan arteri coroner sangat jarang. Ada beberapa laporan
tentang keterlibatan arteri coroner dengan presentasi infark miokardium. TAO juga
dapat berupa manifestasi sendi. Pada anamnesis yang seksama, sekitar 12.5% pasien
dapat melaporkan masalah sendi sebelum fase preoklusif. Pasien yang datang
dengan arthritis sendi besar yang rekuren, dengan inflamasi sendi tunggal yang

19
episodic disertai tanda-tanda inflamasi local. Pergelangan tangan dan lutut adalah
sendi yang paling sering terkena. Durasi tanda dan gejala berkisar antara 2 hingga 14
hari. Arthritis ini bersifat nonerosif. Masalah sendi mengawali diagnosis TAO
sekitar rata-rata 10 tahun. [14, 15]
 Fase akut menunjukkan kulit kemerahan, sedikit nyeri, dan vena teraba sebagai
saluran yang mengeras sepanjang beberapa milimeter sampai sentimeter di bawah
kulit. Kelainan ini sering muncul di beberapa tempat pada ekstremitas tersebut dan
berlangsung selama beberapa minggu. Setelah itu tampak bekas yang berbenjol-
benjol.Tanda ini tidak terjadi pada penyakit arteri oklusif, maka ini hampir
patognomonik untuk tromboangitis obliterans. [14, 15]

Gambar 14. Manifestasi klinis

Gambar 15.Penegakan diagnosis

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan ulserasi yang terasa nyeri atau gangren pada
jari. Tangan dan kaki pasien ini biasanya dingin dan edematous. Thrombophlebitis superfisial

20
terjadi pada sebagian pasien. Parasthesia kaki dan tangan serta pulsasi distal yang lemah
biasanya ditemukan pada pasien dengan penyakit yang lebih berat.

Papa et al menyusun sistem skoring untuk menegakkan diagnosis thromboangiitis obliterans:[14]

Kriteria Positif Point Positif


Onset usia <30 tahun (+2)
30-40 tahun (+1)
Klaudikasi intermiten kaki Saat ini (+2)
Hanya riwayat (+1)
Ekstremitas atas Simtomatik (+2)
Asimptomatik (+1)
Thrombophlebitis superfisial migrasi Saat ini (+2)
Hanya riwayat (+1)
Raynaud phenomenon Saat ini (+2)
Hanya riwayat (+1)
Angiography; biopsy Tipikal, keduanya (+2)
Salah satu (+1)

Kriteria Negatif Point Negatif


Onset usia 45-50 tahun (-1)
>50 tahun (-2)
Sex, merokok Wanita (-1)
Bukan perokok (-2)
Lokasi Satu ekstremitas (-1)
Tidak ada esktremitas bawah terlibat (-2)
Pulsasi tidak ada Brachial (-1)
Femoral (-2)
Arteriosklerosis, diabetes, hipertensi, Diketahui 5-10 tahun setelah diagnosis (-1)
hiperlipidemia Diketahui 2-5 tahun setelah diagnosis (-2)

Skor Kemungkinan diagnosis thromboangiitis


obliterans
0-1 Diagnosis disingkirkan
2-3 Diagnosis suspek (kemungkinan rendah)
4-5 Diagnosis probable (kemungkinan sedang)
≥6 Diagnosis definit (kemungkinan tinggi)

21
Tabel 2. Klasifikasi Rutherford[15]
Grade Category Clinical
0 0 Asymptomatic
I 1 Mild claudation
I 2 Moderate claudation
I 3 Severe claudation
II 4 Rest pain
III 5 Ischemic ulcer not
exceeding digit
IV 6 Severe ischemic ulcer or
Gangrene

Tabel 3. Klasifikasi Fontaine[15]

Stages Symptoms Pathophysiology Pathophysiological classification

I Asymptomatic or effort Relative hypoxia Silent arteriopathy

pain

II A Effort pain/pain-free Relative hypoxia Stabilized arteriopathy,

walking distance >200 noninvalidant claudication

m.

II B Pain-free walking Relative hypoxia Instable arteriopathy, invalidant

distance <200 m. claudication

III A Rest pain, ankle arterial Cutaneus hypoxia, tissue Instable arteriopathy, invalidant

pressure >50 mm Hg. acidosis, ischemic neuritis claudication

III B Rest pain, ankle arterial Cutaneus hypoxia, tissue Instable arteriopathy, invalidant

pressure <50 mm Hg. acidosis, ischemic neuritis claudication

IV Trophic lesions, necrosis Cutaneus hypoxia, tissue Evolutive arteriopathy

or gangrene. acidosis, ischemic neuritis

22
Tabel 4. Kriteria Shionoya[14, 15]

SHIONOYA criteria OLIN criteria

Onset before age 50 Onset before age 45

Smoking history Current (or recent past) tobacco use

Infrapopliteal arterial occlusions upper limb Distal extremity ischemia (infrapopliteal and/or

involvement or phlebitis migrans intrabrachial), such as claudation, rest pain,

ischemic ulcer, and gangrene documented with

noninvasive testing

Laboratory tests to exclude autoimmune or

connective tissue disease and diabetes mellitus

Absence of atherosclerotic Exclude a proximal source of emboli with

risk factors other than smooking echocardiography and arteriography

Demonstrate concistent arteriographic finding in

the involved and clinically noninvolves limbs

Pemeriksaan laboratorium pasien dengan suspek thromboangiitis obliterans


digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan laboratorium awal
termasuk pemeriksaan darah lengkap, panel metabolik, uji fungsi hepar, glukosa darah
puasa, marker inflamasi seperti laju endah darah dan C-reactive protein, aglutinin dan
cryoglobulin. Sebagai tambahan, marker serologi penyakit autoimmun seperti
antinuclear antibody (ANA), anticentromere antibody, and anti-SCL-70 antibody harus
diperiksa dan biasanya negatif pada thromboangiitis obliterans. Antikoagulan lupus dan
antibodi anticardiolipin ditemukan pada pasien dengan thromboangiitis obliterans tetapi
dapat mengindikasikan thrombophilia terisolasi. Echocardiography dapat diindikasikan
pada beberapa kasus ketika oklusi arterial akut mengikuti thromboembolism sebagai
suspek deteksi emboli sumber kardiak.
Computed tomographic, magnetic resonance, atau angiography kontras invasif dapat
dilakukan untuk menyingkirkan sumber emboli arterial proksimal serta menjelaskan
anatomi dan luasnya penyakit. Meskipun perkembangan pada computed tomographic
dan magnetic resonance angiography menunjukkan hasil akurat pada pembuluh darah

23
distal, kebanyakan pasien membutuhkan invasive contrast angiography untuk
memberikan resolusi spasial yang dibutuhkan untuk mendeteksi patologi arteri kecil.
Keterlibatan arrteri kecil sampai sedang pada bagian distal, oklusi segmental dan
bentuk “corkscrew” kolateral area oklusi merupakan penemuan tipikal angiographic
pada thromboangiitis obliterans. Arteri proksimal normal tanpa bukti atherosclerosis.
Biopsi jarang diindikasikan tetapi sering menjadi diagnostik pada vena dengan
thrombophlebitis superfisial selama fase akut penyakit. [14, 15]

Pemeriksaan penunjang:
a. Ultrasonography ekstremitas plethysmography[14, 15]
b. Doppler ultrasound ekstremitas[14, 15]
c. Pemeriksaan darah untuk penyebab inflamasi pembuluh darah yang lain (vasculitis)
dan sumbatan pembuluh darah dapat dilakukan, termasuk yang disebabkan diabetes,
scleroderma dan atherosclerosis. Tidak ada pemeriksaan darah untuk mendiagnosis
thromboangiitis obliterans. [14, 15]
d. The Allen's test
Untuk memeriksa aliran darah melalui arteri yang membawa darah ke tangan pasien
mengepal tangan dengan erat sehingga mendorong darah kembali pemeriksan
menekan arteri pada sisi masing masing pergelangan tangan untuk memperlambat
aliran darah ke tangan tangan kehilangan warna normalnya pasien melepas
kepalannya dan pemeriksa melepas tekanannya seberapa cepat warna tersebut
kembali mengindikasikan kesehatan arteri keterlambatan mengindikasikan
gangguan pada arteri seperti Buerger's disease. [14, 15]
e. Angiogram
Juga disebut dengan arteriogram, membantu mengetahui kondisi arteri. Pewarna
diinjeksikan ke arteri menjalani pemeriksaan X-rays pewarna membantu
menggambarkan adanya penyumbatan. Buerger's disease sering mengenai lebih dari
1 ekstremitas sehingga meskipun tanpa tanda dan gejala pada semua ekstremitas,
pemeriksaan ini dapat mendeteksi tanda awal kerusakan pembuluh darah.[14, 15]

V. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding TAO antara lain aterosklerosis, emboli, penyakit autoimun
skleroderma atau CREST sindrom, sistemik lupus eritomatosus (SLE), rheumatoid arthritis,
[15]
penyakit jaringan ikat campuran, antibodi antimosfolipid, dan jenis vaskulitis lainnya .

24
Pada tahap awal, penyebab lain dari fenomena Raynaud harus dipertimbangkan, termasuk
lupus eritematosus sistemik (SLE) dan skleroderma. Mengecualikan penyakit autoimun,
keadaan hiperkoagulasi dan diabetes mellitus. Sumber embolisme dapat dicari dengan
ekokardiografi dan arteriografi[16, 17]
.Untuk mengeksklusi penyakit-penyakit yang
memberikan manifestasi serupa dengan TAO dapat dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
seperti pada tabel 5.
Tabel 5. Diagnosis Banding TAO [16]

VI. TATALAKSANA
Tujuan utama penanganan adalah memperbaiki kualitas hidup. Cara yang dapat
dilakukan adalah menghindari dan menghentikan faktor yang memperburuk penyakit
memperbaiki aliran darah menuju tungkai atau ekstremitas, mengurangi rasa sakit akibat
iskemi, mengobati trombofl ebitis, memperbaiki penyembuhan luka atau ulkus.[17]
Terapi Non Bedah
- Berhenti merokok merupakan salah satu cara yang efektif untuk mengatasi
progresivitas penyakit dan mencegah amputasi. Semua cara yang memungkinkan
dapat menghentikan pasien merokok harus digunakan. Edukasi kepada pasien sangat
penting, namun hanya 43-70% kasus yang berhasil berhenti merokok. Bantuan
psikologis mungkin berguna dalam kasus-kasus tertentu, namun pasien harus
diyakinkan bahwa jika mereka berhasil berhenti merokok sepenuhnya, penyakitnya
akan sembuh dan remutasi dapat dihindari. Antagonis reseptor cannabinoid selektif,
seperti rimonabant, telah menunjukkan hasil yang baik dalam membantu pasien
berhenti merokok. [15, 17]

25
- Analog prostasiklin seperti iloprost; merupakan vasodilator dan mampu
menghambat agregasi platelet. Turunan Prostacyclin telah dievaluasi dalam
beberapa penelitian dan telah terbukti lebih efektif daripada plasebo pada penyakit
Buerger. Diketahui bahwa analog prostaglandin memfasilitasi relaksasi sel-sel halus
vaskular, menghambat agregasi trombosit, dan menghambat kemotaksis dan
proliferasi sel. Dalam sebuah penelitian acak, 152 pasien dengan penyakit Buerger
yang menderita sakit istirahat, dengan atau tanpa perubahan trofik, mendapat
iloprostik intravena atau plasebo. Setelah 21-28 hari perfusi, lesi trofik telah sembuh
atau rasa sakitnya hilang pada 85% pasien pada iloprost dan 17% pasien pada
aspirin. Selama 6 bulan, amputasi dibutuhkan pada 18% pasien pada kelompok
aspirin dan hanya 6% pasien pada kelompok iloprost. Hasil uji coba acak
membandingkan turunan prostasiklin oral dengan plasebo pada penyakit arteri
perifer kurang mengesankan. Studi thromboangiitis obliterans (penyakit Buerger) di
Eropa menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok untuk
penyembuhan total lesi. Penelitian lain melaporkan percobaan double-blinded,
randomized, controlled lainnya dengan menggunakan natrium berkaprost, analog
prostaglandin I2 oral yang aktif untuk pengobatan klaudikasio intermiten. Beraprost
tidak memperbaiki gejala klaudikasio intermiten pada pasien dengan penyakit arteri
perifer. [15, 17]
- Calcium channel blocker untuk mengurangi efek vasokonstriksi penyakit ini. .
Sebuah teori yang telah berkembang dari penelitian ini adalah bahwa calcium
channel blocker memiliki efek sekunder - yaitu mengubah kapasitas ekstraksi /
utilisasi oksigen. Penghambat saluran kalsium dapat meningkatkan efisiensi
penggunaan oksigen di ekstremitas. Dosis verapamil sampai 480mg / hari dapat
diberikan sebagai terapi ajuvan kepada pasien. [15, 17]
- Bosentan. Obat ini merupakan antagonis kompetitif dari endotelin-1 sehingga
memiliki kemampuan vasodilatasi. Bosentan selama 28 hari lebih efektif
dibandingkan aspirin untuk mengatasi nyeri saat istirahat dan penyembuhan ulkus.
Telah ada penelitian tentang peran endothelin 1 dalam patogenesis TAO. Hal ini
menunjukkan bahwa pasien dengan TAO memiliki peningkatan serum endothelin 1.
Dalam sebuah penelitian pada pasien yang menerima boson antagonis endothelin
oral pada dosis 65 mg dua kali sehari selama sebulan diikuti 125 mg dua kali sehari.
Terlihat bahwa meskipun pasien terus merokok, secara keseluruhan 92% pasien
menunjukkan perbaikan klinis dengan hanya 2 pasien yang memerlukan sedikit

26
amputasi. Sepuluh dari dua belas pasien menunjukkan adanya peningkatan aliran
darah distal yang ditunjukkan oleh angiografi digital. Perawatan Bosentan dapat
menyebabkan peningkatan fungsi klinis, angiografi, dan fungsi endotel. Bosentan
harus diselidiki lebih lanjut dalam pengelolaan pasien TAO. [15, 17]
- Siklofosfamid dilaporkan bermanfaat pada beberapa pasien berdasarkan
etiopatologi penyakit ini yang dipengaruhi oleh faktor autoimun. Obat ini dapat
meningkatkan 20 kali lipat jarak klaudikasio dan menghilangkan nyeri pada saat
istirahat.[17]
- Obat analgesik seperti analgetik narkotik atau obat anti inflamasi non steroid
mungkin membantu mengatasi nyeri pada beberapa pasien.[17]
- Terapi gen dengan vascular endothelial growth factor (VEGF). Dilakukan
penyuntikan total 4000 μg VEGF165 plasmid DNA dengan dua kali penyuntikan
intramuscular (2000 μg VEGF165 plasmid DNA pada awal dan 2000 μg VEGF165
plasmid DNA pada akhir minggu keempat) memberikan hasil menjanjikan dalam
penyembuhan ulkus akibat iskemi dan menghilangkan nyeri saat istirahat. [15, 17]
- Terapi stem cell yaitu terapi autolog whole bone marrow stem cell (WBMSC)
menunjukkan perbaikan seperti penyembuhan ulkus, menghilangkan nyeri iskemik,
rekanalisasi arteri dan menurunkan risiko amputasi tungkai.[17]
- Spinal Cord Stimulation hasilnya baik untuk menghilangkan nyeri dan
penyembuhan ulkus. Stimulasi ini dapat menghambat transmisi sinyal penghantar
nyeri pada serabut saraf simpatis. Selain itu juga pada saat bersamaan terjadi
peningkatan perfusi mikrosirkulasi akibat inhibisi serabut saraf simpatis. Stimulator
spinal cord (SCS) digunakan secara ekstensif pada penyakit aterosklerotik perifer
refrakter. SCS dapat memodulasi rangsangan yang menyakitkan melalui beberapa
mekanisme. Penghambatan vasokonstriksi simpatik memperbaiki mikrosirkulasi
perifer. Sistem oksida nitrat oksida dan γ-aminobutyric di sumsum tulang belakang
mungkin merupakan perantara penting dalam penghilang nyeri akibat SCS. Studi
awal terutama ditujukan untuk menghilangkan nyeri pada TAO berat. Sebuah
studipada pasien TAO, terlihat bahwa indeks perfusi regional meningkat secara
signifikan setelah SCS meskipun pasien terus merokok. Hal itu menunjukkan bahwa
tidak hanya membantu menghilangkan rasa sakit tapi juga berperan dalam
meningkatkan mikrosirkulasi perifer, dengan demikian, meningkatkan kelangsungan
hidup anggota badan, penyembuhan tukak trofik, dan penghindaran amputasi.
Sebuah studi oleh Fabregat dkk. menyimpulkan bahwa SCS seharusnya tidak hanya

27
dianggap sebagai strategi resor terakhir untuk pengendalian nyeri, tetapi juga
sebagai pilihan terapeutik yang valid untuk memperbaiki perfusi anggota badan pada
tahap awal penyakit ini. [15, 17]

Terapi Bedah
- Simpatektomi bertujuan untuk mengurangi efek vasokonstriksi akibat saraf
simpatis. Simpatektomi menunjukkan adanya efek meredakan nyeri dan membantu
penyembuhan ulkus pada sebagian pasien dalam jangka pendek, namun jangka
panjangnya belum ditemukan efektivitasnya. Sympathectomy dapat dilakukan untuk
mengurangi kejang arteria pada pasien dengan penyakit Buerger. Metode
laparoskopi untuk simpatektomi juga telah digunakan.[15, 17, 18]
- Penyisipan kawat Kirschner intramedulla. Pada beberapa pasien, dapat
merangsang angiogenesis, penyembuhan ulkus tungkai dan meredakan nyeri saat
istirahat.[17]
- Operasi bypass arteri menunjukkan hasil baik. Revaskularisasi bedah jarang terjadi
pada pasien dengan penyakit Buerger karena kerusakan vaskular yang menyebar dan
sifat distal penyakit. Tingkat patensi primer lima tahun sebesar 49% dan tingkat
patensi sekunder 62% pada 61 pasien mengikuti bypass infrainguinal. Tingkat
patensiinya adalah 67% pada mereka yang menghentikan merokok dan 35% pada
mereka yang terus merokok. In situ bypass harus dipertimbangkan pada pasien
dengan iskemia berat yang memiliki pembuluh darah target. [15, 17]
- Amputasi. Indikasi amputasi adalah terdapat gangren, infeksi sekunder basah, rasa
nyeri yang hebat, dan sepsis. Namun, amputasi dapat dipertimbangkan untuk
dilakukan pada pasien setelah lebih dahulu dilakukan simpatektomi. Hal ini
dilakukan karena simpatektomi dapat meningkatkan suplai aliran darah dan
menurunkan level amputasi pada Buerger’s disease.[18]

VII. PROGNOSIS[19]
Resiko jangka panjang amputasi pada pengelolaan Buerger Disease adalah 25% per 5
tahun, 38% per 10 tahun dan 46% per 20 tahun. Studi pada 108 pasien dengan kriteria
Shionoya, usia rata-rata mulai merokok adalah sekitar 21 tahun dan rata-rata rokok yang
dihisap sekitar satu pak (dua puluh batang) rokok per hari. Analisis multivariat menunjukkan
bahwa durasi merokok memiliki hubungan yang signifikan dengan memberikan hasil yang
buruk, yaitu amputasi mayor dan tidak dapat menunjukkan pengaruh jumlah rokok yang

28
dihisap per hari, onset penyakit atau jenis kelamin pada penyisihan ekstremitas dari amputasi.
Penghentian merokok memiliki efek yang sangat protektif sehubungan dengan menghindari
amputasi, sementara penurunan jumlah rokok per hari tidak berpengaruh pada hasil penyakit
tersebut.[19]

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Nassiri, N. Thromboangiitis Obliterans (Buerger Disease). 2017 [cited 2017 25


November]; Available from: emedicine.medscape.com/article/460027-overview.
2. Malecki, R., K. Zdrojowy, and R. Adamiec, Thromboangiitis obliterans in the 21st
century--a new face of disease. Atherosclerosis, 2009. 206(2): p. 328-34.
3. Kummar, A., Fausto, Robbins & Contran: Dasar Patologis Penyakit Edisi 7. 2005,
Jakarta: EGC.
4. Smoking and Buerger's Disease. 2017 January 23 [cited 2017 25 November];
Available from: https://www.cdc.gov/tobacco/campaign/tips/diseases/buergers-
disease.html.
5. Paulsen, F., Waschker, J., Anatomi Umum dan Sistem Musculoskeletal, Sobotta Atlas
Anatomi Manusia. 23 ed. Vol. 1. 2012, Jakarta: EGC.
6. Erochenko, V.P., Atlas Histologi diFiore Edisi 11. 2008, Jakarta Buku Kedokteran
EGC.
7. Netter, F.H., Atlas of Human Anatomy 5th edition. 5th ed. 2010: Elsevier-Saunders.
8. Sun, X.L., et al., Pathogenesis of thromboangiitis obliterans: Gene polymorphism and
immunoregulation of human vascular endothelial cells. Atherosclerosis, 2017. 265: p.
258-265.
9. Igari, K., et al., Endothelial dysfunction in patients with Buerger disease. Vasc Health
Risk Manag, 2017. 13: p. 317-323.
10. Liew, N.C., et al., Pathogenesis and Management of Buerger's Disease. Int J Low
Extrem Wounds, 2015. 14(3): p. 231-5.
11. Jin, X., Wang, M., Wu, X., Zhang, J. , The investigation of the relationship between
smoking and rat thromboangiitis obliterans. Shandong Med J, 2011. 6: p. 29-30.
12. Kearley, J., et al., Cigarette smoke silences innate lymphoid cell function and
facilitates an exacerbated type I interleukin-33-dependent response to infection.
Immunity, 2015. 42(3): p. 566-79.
13. Dellalibera-Joviliano, R., et al., Activation of cytokines corroborate with development
of inflammation and autoimmunity in thromboangiitis obliterans patients. Clin Exp
Immunol, 2012. 170(1): p. 28-35.
14. Olin, J.W., Thromboangiitis obliterans (Buerger's disease). N Engl J Med, 2000.
343(12): p. 864-9.

30
15. Vijayakumar, A., R. Tiwari, and V. Kumar Prabhuswamy, Thromboangiitis
Obliterans (Buerger's Disease)-Current Practices. Int J Inflam, 2013. 2013: p.
156905.
16. Klein-Weigel, P.F. and J.G. Richter, Thromboangiitis obliterans (Buerger's disease).
Vasa, 2014. 43(5): p. 337-46.
17. Nurtamin, T., Penyakit Buerger. CKD-221, 2014. 41(10).
18. Oktaria D., S., R. K., Kriteria Diagnosis dan Tatalaksana pada Buerger’s Disease.
2017, Universitas Lampung: Lampung.
19. Rivera-Chavarria, I.J. and J.D. Brenes-Gutierrez, Thromboangiitis obliterans
(Buerger's disease). Ann Med Surg (Lond), 2016. 7: p. 79-82.

31

You might also like