You are on page 1of 62

The Effect Of The Tax Administration System Modernization

On Tax Complince

(Survey Of Taxpayers In KPP Pratama Cimahi City)

Disusunn Oleh :
Adi Dwi Rachmawan
0110U138

ABSTRACT

The study entitled Effect of Tax Administration System Modernization of


the Taxpayer Compliance (Survey on the individual taxpayer on KPP Pratama
Cimahi). Purpose of research to modernize the administrative system, to
determine compliance with the taxpayer on KPP Pratama Cimahi and to know the
modernization of the administrative system in KPP Pratama Cimahi affect the
increase taxpayer compliance. The method used is quantitative method with a
survey form. The technique of collecting data through questionnaires.
The results showed the modernization of the tax administration system can
be said to be good because it has an average value of 3.76 which is in the interval
from 3.40 to 4.19. This shows the modernization of the tax system has been well
implemented on KPP Pratama Cimahi. Taxpayer compliance on KPP Pratama
Cimahi can be said to be high with an average value of 3.81 which is in the
interval 3:40 to 4:19. This shows the taxpayer on KPP Pratama Cimahi always
doing his duty.
Modernization of the tax administration system affects the tax compliance
of 51.5% which has a strong relationship at 0.717. Hypothesis test results show t
value 7.499> 2.005 t table which means that Ho is rejected and Ha accepted. This
means that there is a positive influence between the modernization of the tax
administration system in KPP Pratama Cimahi on tax compliance.

Keywords: modernization of the tax administration system, tax compliance.

i
PENDAHULUAN

Dalam menilai keberhasilan penerimaan pajak, perlu diingat beberapa

sasaran administrasi perpajakan, seperti : (1) meningkatkan kepatuhan para

pembayar pajak, dan (2) melakukan ketentuan perpajakan secara seragam untuk

mendapatkan penerimaan maksimal dengan biaya yang optimal. Menurut Chaizi

Nasucha, pengukuran efektifitas administrasi perpajakan yang lebih akurat adalah

dengan mengukur berapa besarnya jurang kepatuhan (tax gap), yaitu selisih antara

penerimaan yang sesungguhnya dengan pajak potensial dengan tingkat kepatuhan

dari masing-masing sektor perpajakan. Kepatuhan Wajib Pajak (tax compliance)

dapat diidentifikasi dari kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri,

kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT), kepatuhan

dalam pembayaran tunggakan. Pada hakekatnya kepatuhan Wajib Pajak

dipengaruhi oleh kondisi sistem administrasi perpajakan yang meliputi tax service

dan tax enforcement. Perbaikan administrasi perpajakan sendiri diharapkan dapat

mendorong kepatuhan Wajib Pajak. Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan

bahwa tingkat kepatuhan Wajib Pajak dipengaruhi oleh bagaimana administrasi

perpajakan dilakukan.

Kepatuhan Wajib Pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kondisi

sistem administrasi perpajakan, pelayanan pada Wajib Pajak, penegakan hukum

perpajakan, pemeriksaan pajak dan tarif pajak. Patut disyukuri bahwa

perkembangan perpajakan Nasional kita mengarah kepada sistem yang lebih baik

melalui kebijakan modernisasi perpajakan di semua lini birokrasi dan sistem

ii
teknologi informasi. Adanya modernisasi administrasi perpajakan ini juga

diharapkan mampu meningkatkan tingkat kepuasan Wajib Pajak. Tingkat

kepuasan Wajib Pajak ini dapat tercermin dalam ketetapan waktu dalam

menyampaikan SPT, berkurangnya denda atau penalty atas keterlambatan

pembayaran angsuran pajak karena kesulitan pengisian formulir, dan pada

akhirnya kepuasan Wajib Pajak (WP) akan berimplikasi pada meningkatnya

kepatuhan membayar pajak dan penerimaan pajak.

Sistem Modernisasi administrasi perpajakan menurut Direktorat Jendral

Pajak ditandai dengan pengorganisasian Kantor Pajak berdasarkan fungsi bukan

berdasarkan jenis pajak, seperti pada Kantor Pajak Paripurna. Hal ini dilakukan

untuk menghindari penumpukan pekerjaan dan kekuasaan. Selain itu, sistem

administrasi pada kantor modern menggunakan teknologi informasi sehingga

meningkatkan keefisienan. Untuk memudahkan pelaksanaan pekerjaan, disusun

SOP (Standard Operating Procedure) untuk masing-masing pekerjaan.

Modernisasi pajak juga menyediakan e-Registration untuk mendaftarkan diri

sebagai wajib pajak, e-SPT untuk aplikasi laporan, sehingga menjadi paperless

dan e-Filing untuk penyampaian SPT melalui sistem online dan real time.

Menurut Kementrian Keuangan Aplikasi e-SPT atau disebut

dengan Elektronik SPT adalah aplikasi yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Pajak

Kementerian Keuangan untuk digunakan oleh Wajib Pajak untuk kemudahan

dalam menyampaikan SPT.

Kelebihan aplikasi e-SPT adalah sebagai berikut:

iii
 Penyampaian SPT dapat dilakukan secara cepat dan aman, karena

lampiran dalam bentuk media CD/disket

 Data perpajakan terorganisir dengan baik

 Sistem aplikasi e-SPT mengorganisasikan data perpajakan perusahaan

dengan baik dan sistematis

 Penghitungan dilakukan secara cepat dan tepat karena menggunakan

sistem komputer

 Kemudahan dalam membuat Laporan Pajak

 Data yang disampaikan WP selalu lengkap, karena penomoran formulir

dengan menggunakan sistem komputer.

 Menghindari pemborosan penggunaan kertas

Sedangkan E-filing adalah suatu cara penyampaian SPT atau penyampaian

Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan secara elektronik yang dilakukan

secara on-line yang real time melalui website Direktorat Jenderal Pajak

(www.pajak.go.id ) atau Penyedia Jasa Aplikasi atau Application Service Provider

(ASP).

Secara umum, penyampaian SPT atau penyampaian Pemberitahuan

Perpanjangan SPT Tahunan secara elektronik melalui E-filing diatur melalui

Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-26/PJ/2012 tentang TATA CARA

PENERIMAAN DAN PENGOLAHAN SURAT PEMBERITAHUAN

TAHUNAN. Secara khusus, penyampaian SPT atau penyampaian Pemberitahuan

Perpanjangan SPT Tahunan secara elektronik melalui E-filing pada situs

Direktorat Jenderal Pajak diatur melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor

iv
PER-39/PJ/2011 tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan

Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Menggunakan Formulir 1770S atau 1770SS

Secara e-Fling Melalui Website Direktorat Jenderal Pajak

(www.pajak.go.id) tanggal 23 Desember 2011 serta Peraturan Direktur Jenderal

Pajak terbaru, Nomor PER-1/PJ/2014 tentang Tata Cara Penyampaian Surat

Pemberitahuan Tahunan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang menggunakan

Formulir 1770S atau 1770SS secara e-Filing melalui Website Direktorat Jenderal

Pajak (www.pajak.go.id)

Untuk mengimplementasikan konsep perpajakan modern melalui KPP

modern yang berorientasi pada pelayanan dan pengawasan maka, Direktorat

Jendral Pajak mengubah struktur organisasinya, baik di level kantor pusat sebagai

pembuat kebijakan maupun di level kantor operasional sebagai pelaksana

implementasi kebijakan. Setelah adanya reformasi perpajakan Sebagai langkah

pertama, untuk memudahkan Wajib Pajak, ke tiga jenis kantor pajak yang ada,

yaitu Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan

Bangunan (KPPBB), serta Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa),

dilebur menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama. Dengan demikian Wajib Pajak

cukup datang ke satu kantor saja untuk menyelesaikan seluruh masalah

perpajakannya.

Pelayanan perpajakanpun sudah mulai satu atap (one stop service) karena

semua jenis pelayanan perpajakan baik jenis pajak PPh, PPN, PBB, dan BPHTB

dilakukan di KPP Pratama. Dengan model KPP Modern seperti diuraikan di atas

diharapkan DJP dapat memberikan pelayanan prima kepada masyarakat dalam

v
masalah perpajakan. Untuk mensukseskan pelayanan prima tersebut DJP telah

menyiapkan pelayanan yang baik pada setiap KPP Pratama sehingga perbaikan

infrastruktur menjadi prioritas dalam memberikan pelayanan yang baik yang

nantinya diharapkan mampu meningkatkan kesadaran wajib pajak dalam

melaksanakan kewajiban perpajakannya sehingga mampu meningkatkan

penerimaan negara dari sektor pajak.

Adanya modernisasi perpajakan di Kantor Pelayanan Pajak, jelas terlihat

perbedaannya dengan adanya perubahan dari struktur organisasi. Beberapa seksi

seperti seksi PPh Badan, seksi PPh Orang Pribadi, seksi PPh 21, dan seksi PPN &

PTLI, setelah diberlakukannya modernisasi mulai ditiadakan. Selain

ditiadakannya beberapa seksi lama yang telah terbentuk juga dibentuk beberapa

seksi baru yaitu seksi Pemeriksaan, seksi Ekstensifikasi Perpajakan juga, seksi

Pengawasan dan konultasi.

Sebelum terjadinya modernisasi di Kantor Pelayanan Pajak, setiap Wajib

Pajak yang mengalami kesulitan atas suatu pajak tertentu dapat bertanya ke

masing masing seksi yang berhubungan dengan kesulitan pajak yang dialami.

Misalnya, Wajib Pajak A memiliki kesulitan ataupun pertanyaan mengenai PPh

Badan, maka ia dapat bertanya langsung ke seksi PPh Badan di Kantor Pelayanan

Pajak.

Akan tetapi seiring dengan terjadinya modernisasi perpajakan dan

ditiadakannya beberapa seksi-seksi seperti yang telah disebutkan sebelumnya, hal

tersebut tidak dapat dilakukan lagi. Sebagai gantinya, kini Kantor Pelayanan Pajak

memiliki fasilitas baru, yaitu Account Respresentative (AR), yang bertugas untuk

vi
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban Wajib Pajak dan

melayani penyelesaian hak Wajib Pajak. AR juga bertugas untuk memberikan

semua informasi yang diperlukan dan pertanyaan pertanyaan yang diajukan oleh

Wajib Pajak secara efektif dan professional. Dengan kata lain, segala kesulitan

yang dihadapi oleh Wajib Pajak, dapat ditanyakan langsung kepada AR masing-

masing.

Penggunaan aplikasi E-SPT bertujuan untuk mempermudah wajib pajak

dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, namun ternyata pada faktanya

masih sedikit sekali wajib pajak yang melakukan kewajibannya dengan

menggunakan aplikasi ini.

Menurut Peraturan Direktorat Jendral Pajak Nomor: PER-160/PJ/2006,

PKP yang menerbitkan tidak lebih dari 30 Faktur Pajak Standar dalam 1 masa

pajak, SPT yang digunakan dapat berupa formulir kertas (manual) ataupun dalam

bentuk elektronik. Sementara bagi PKP yang menerbitkan lebih dari 30 Faktur

pajak Standar diwajibkan untuk menggunakan SPT dalam bentuk elektronik.

Adanya pilihan untuk dapat menggunakan SPT manual ataupun SPT

dalam bentuk elektronik ternyata tidak menjadikan wajib pajak yang menerbitkan

Faktur Pajak kurang dari 30 untuk memilih menggunakan E-SPT. Hal ini

disebabkan karena dengan menggunakan E-SPT, resiko terjadinya kesalahan

sistem (misalnya : salah input) menjadi lebih besar. Adanya resiko ini

menyebabkan menggunakan SPT manual terlebih mudah untuk transaksi dibawah

30 Faktur Pajak Standar.

vii
Selain itu, menggunakan SPT manual juga lebih memudahkan wajib pajak

untuk dapat melakukan kecurangan-kecurangan. Misalnya saja, faktur yang tidak

lengkap dicantumkan tidak berurutan (1,2,3,5,6, dst). Apabila menggunakan

sistem, maka kecurangan-kecurangan seperti ini tidak dapat dilakukan.

Direktorat Jendral Pajak juga mengatakan banyaknya praktik korupsi

oknum pegawai pajak menurunkan kepercayaan masyarakat ke tingkat terendah.

Hal ini membuat berbagai upaya untuk mengembalikan public trust menjadi sulit.

Segala retorika dan pembelaan seakan mentah. Diperlukan sebuah pendekatan

berbeda.

Bertitik tolak dari latar belakang penelitian, penulis tertarik untuk

melakukan penelitian pada salah satu Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang

berada di wilayah Kota Cimahi dan menuliskan hasil penelitian ini dalam sebuah

skripsi yang berjudul :

“Pengaruh Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan terhadap

Kepatuhan Wajib Pajak (Survei atas Wajib Pajak Orang Pribadi pada KPP

Pratama Kota Cimahi).

viii
Definisi Pajak

Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH pajak adalah peralihan kekayaan

dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan

surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk

membiayai public investment.

Menurut Soemarso (2007:3) definisi pajak adalah :

“Pajak diartikan sebagai perwujudan atas kewajiban kenegaraan dan


partisipasi anggota masyarakat dalam memenuhi keperluan pembiayaan
negara dan pembangunan nasional guna tercapainya keadilan sosial dan
kemakmuran yang merata, baik material maupun spiritual”.

Menurut Mardiasmo (2011:23) definisi pajak yaitu:

“Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan undang – undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”

Menurut Soemitro (2011:1) definisi pajak:

“Iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang – undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum.”

Menurut Undang-Undang No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum

Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan Undang-Undang No.16

Tahun 2009 (KUP) pasal 1 angka 1 bahwa :

“Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Menurut Muljono (2010:3) Istilah pajak mengandung berbagai pengertian

yang hampir sama seperti berikut ini:

ix
1. Iuran atau kontribusi.
2. Dari rakyat atau dari Wajib Pajak kepada negara.
3. Terutang atau dibayar orang pribadi atau badan.
4. Memaksa atau wajib berdasarkan undang-undang.
5. Tidak mendapat imbalan langsung atau mendapat imbalan tidak
langsung.
6. Untuk keperluan negara atau kemakmuran rakyat.

2.1.2 Jenis-Jenis Pajak, Fungsi Pajak Dan Syarat Pemungutan Pajak

Pajak secara umum dapat diartikan sebagai iuran dari rakyat kepada

pemerintah yang bersifat wajib (dapat dipaksakan) berdasarkan Undang-Undang

dengan tidak mendapat jasa timbal balik atau kontraprestasi yang langsung

ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan dalam

rangka menyelenggarakan pemerintah. Dalam hal balas jasa, pemerintah

mewujudkannya kepada masyarakat dalam bentuk pemeliharaan keamanan dan

ketertiban, pemberian subsidi barang kebutuhan pokok, tempat peribadatan dan

pembangunan lainnya disegala bidang.

2.1.2.1 Jenis-Jenis Pajak

Menurut Mardiasmo (2011:5) jenis-jenis pajak berdasarkan golongan, sifat

dan lembaga pemungutnya, yaitu :

1. Menurut golongannya
a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib
Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang
lain. Contoh : Pajak Penghasilan.
b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak
Pertambahan Nilai.
2. Menurut sifatnya
a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contohnya : Pajak Penghasilan.

x
b. Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contohnya : Pajak
Penjualan atas Barang Mewah
3. Menurut lembaga pemungutannya
a. Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contohnya :
Pajak Pertambahan Nilai.
b. Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pajak Daerah terdiri atas :
a) Pajak Propinsi, contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
b) Pajak Kabupaten/Kota, contoh : Pajak Hotel, Pajak
Restoran, dan Pajak Hiburan.

2.1.2.2 Fungsi Pajak

Menurut Mardiasmo (2011:1-2) ada dua fungsi pajak, yaitu:

1. Fungsi budgetair
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluarannya.
2. Fungsi mengatur (regulerend)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
Contoh :
a) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk
mengurangi konsumsi minuman keras.
b) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang
mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif.
c) Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0% untuk mendorong
ekspor produk Indonesia di pasaran dunia.

2.1.2.3 Syarat Pemungut Pajak

Menurut Mardiasmo (2011:2) agar pemungutan pajak tidak menimbulkan

hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat

sebagai berikut :

a) Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)


Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang
dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan
diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan

xi
dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil dalam pelaksanaannya
yakni dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan
keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada
Majelis Pertimbangan Pajak.
b) Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis)
Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini
memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara
maupun warga negaranya.
c) Tidak menganggu perekonomian (Syarat Ekonomis)
Pemungutan tidak boleh menganggu kelancaran kegiatan produksi
maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan
perekonomian masyarakat.
d) Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansiil)
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan
sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
e) Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong
masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah
dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru.

2.1.4 Asas-asas Dan Sistem Pemungutan Pajak

2.1.4.1 Asas-asas Pemungutan Pajak

Menurut Rahayu (2010:42) ada beberapa asas pemungutan pajak, antara lain:

1) Asas Domisili
Pengenaan pajak tergantung pada tempat tinggal (domisili) Wajib Pajak.
Wajib Pajak tinggal di suatu negara maka negara itulah yang berhak
mengenakan pajak atas segala hal yang berhubungan dengan obyek yang
dimiliki Wajib Pajak yang menurut undang-undang dikenakan pajak.
2) Asas Sumber
Cara pemungutan yang bergantung pada sumber dimana obyek pajak
diperoleh. Tergantung di negara mana obyek pajak tersebut diperoleh. Jika
di suatu negara terdapat suatu sumber penghasilan, negara tersebut berhak
memungut pajak tanpa melihat wajib pajak itu bertempat tinggal.
3) Asas Kebangsaan
Cara yang berdasarkan kebangsaan menghubungkan pengenaan pajak
dengan kebangsaan dari suatu negara. Asas kebangsaan atau asas nasional,
adalah asas yang menganut cara pemungutan pajak yang dihubungkan
dengan kebangsaan dari suatu negara.

2.1.4.2 Sistem Pemungutan Pajak

xii
Menurut Mardiasmo (2009:7) sistem pemungutan pajak dibedakan menjadi

beberapa jenis, yaitu :

1) Official Assessment System, adalah suatu sistem pemungutan yang


memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan
besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
Ciri-cirinya:
a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.
b) Wajib Pajak bersifat pasif.
c) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh
fiskus.
2) Self Assessment System, adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri
besarnya pajak yang terutang.
Ciri-cirinya:
a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib
Pajak sendiri,
b) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan
sendiri pajak yang terutang,
c) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
3) With Holding System, adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib
Pajak) yang bersangkutan untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh Wajib pajak.
Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada
pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.

2.1.5 Sistem Administrasi Perpajakan

Menurut Rahayu (2010:93) administrasi merupakan suatu proses yang

dinamis dan berkelanjutan, yang digerakkan dalam rangka mencapai tujuan

dengan cara memanfaatkan orang dan material melalui koordinasi dan kerjasama.

Rahayu (2010:93) mengatakan bahwa administrasi pajak dalam arti sebagai

prosedur meliputi antara lain tahap-tahap pendaftaran wajib pajak, penetapan

pajak, pembayaran pajak, pelaporan pajak dan penagihan pajak.

Sistem administrasi perpajakan menurut Rosdiana dan Irianto (2012:103) :

“salah satu indikator administrasi perpajakan yang baik adalah tingkat


efisiensi. Efisiensi dapat dilihat dari dua sisi. Dari sisi fiskus pemungutan

xiii
pajak dikatakan efisien jika biaya pemungutan pajak yang dilakukan oleh
Kantor Pajak (antara lain dalam rangka pengawasan kewajiban Wajib Pajak)
lebih kecil daripada jumlah pajak yang berhasil dikumpulkan. Dari sisi Wajib
Pajak, sistem pemungutan pajak dikatakan efisien jika biaya yang harus
dikeluarkan oleh wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya bisa
seminimal mungkin. Dengan kata lain, pemungutan pajak dikatakan efisien
jika compliance cost-nya rendah”.

Sistem administrasi perpajakan menurut Rosdiana dan Irianto (2011:3) yaitu :

“Suatu administrasi perpajakan dikategorikan buruk jika administrasi pajak


tersebut hanya mampu mengumpulkan pajak dalam jumlah yang besar dari
sektor perpajakan yang mudah dipajaki (misalnya dengan sistem withholding)
seperti memajaki penghasilan gaji dari karyawan namun tidak mampu
memungut pajak atas sektor-sektor lain yang potensi pajaknya besar,
misalnya perusahaan bisnis atau para profesional”.

2.1.7 Sistem Modernisasi Perpajakan di Indonesia

Sejak awal dekade 2000, modernisasi telah menjadi salah satu kata kunci yang

melekat dan bahan pembicaraan di lingkungan DJP, Departemen Keuangan. Hal

itu dilakukan yang bertujuan untuk menerapkan good governance dan pelayanan

prima kepada masyarakat, demikian juga dengan tuntunan pelayanan yang lebih

baik dari stakeholders perpajakan. Dengan demikian, diharapkan semua unit kerja

di Kantor Pusat, Kantor Wilayah, dan KPP sebagai unit pelaksana

teknis/operasional perpajakan, berbenah-benah dalam menyambut, memahami,

mengondisikan dan menyesuaikan serta melaksanakan (mengimplementasikan)

modernisasi perpajakan sesuai dengan konsep, prinsip, dan sasaran yang sudah

ditetapkan di unit masing-masing (Pandiangan, 2008:2).

Modernisasi administrasi perpajakan Indonesia pada tahun 2002 tersebut

ditandai dengan keluarnya Keputusan Menteri Keuangan No. 65/KMK.01/2002

yang membentuk 2 KPP Wajib Pajak Besar (Large Taxpayers’ Office) yaitu KPP

xiv
WP Besar I dan KPP WP Besar II yang berkedudukan di Jakarta. KPP-KPP ini

melayani Wajib Pajak-Wajib Pajak terkategori pembayar pajak terbesar diseluruh

Indonesia dan melayani administrasi pajak PPh dan PPN (Widodo dan Djefris,

2008:63).

Setelah itu berturut-turut dikeluarkan keputusan yang melahirkan KPP modern

lainnya. Pada tahun 2003 dengan Kepmenkeu No. 519/KMK.01/2003 jo.

587/KMK.01/2003 dibentuk 10 KPP Khusus yang juga berkedudukan di Jakarta

meliputi KPP BUMN, Perusahaan PMA, WP Badan dan Orang Asing, dan

Perusahaan Masuk Bursa. Pada tahun 2004 berdasarkan Kepmenkeu No

254/KMK.01.2004 dibentuk KPP untuk pembayar pajak menengah (Medium

Taxpayers Office) yang kemudian disebut KPP Madya. Selanjutnya dalam kurun

waktu 2 tahun sejak 2006 hingga 2008, telah dibentuk sebanyak 357 KPP

pembayar pajak kecil (small taxpayers office), yang kemudian disebut KPP

pratama (Widodo dan Djefris, 2008:63).

Sesuatu yang baru kita temui di KPP modern saat ini adalah keberadaan

Account Representative (AR). AR adalah adalah jabatan baru yang diperkenalkan

dalam struktur organisasi modern DJP RI. AR berada pada seksi pengawasan dan

konsultasi (Waskon) (Widodo dan Djefris, 2008:64).

Modernisasi perpajakan yang dilakukan merupakan bagian dari reformasi

perpajakan secara komprehensif sebagai satu kesatuan dilakukan terhadap tiga

bidang pokok yang secara langsung menyentuh pilar perpajakan yaitu bidang

administrasi, bidang peraturan dan bidang pengawasan (Rahayu, 2010:109).

xv
Menurut Pandiangan (2008:6) ada 3 (tiga) hal yang melatarbelakangi

dilakukannya modernisasi perpajakan pada awal dekade 2000-an, yakni

menyangkut:

a) Citra DJP, yang dinilai harus diperbaiki dan ditingkatkan;


b) Tingkat kepercayaan terhadap administrasi perpajakan yang harus
ditingkatkan; dan
c) Integritas dan produktivitas sebagian pegawai yang masih harus
ditingkatkan.

Menurut Rahayu (2009:128), modernisasi administrasi perpajakan yang

dilakukan pada dasarnya meliputi :

1. Perubahan Struktur Organisasi

Implementasi konsep modernisasi perpajakan modern yang berorientasi

pada pelayanan dan pengawasan, adalah struktur organisasi DJP perlu

diubah baik dilevel kantor pusat maupun dilevel kantor oprasional.

a. Job des Kantor Pusat

Struktur orgaisasi kantor pusat DJP (KP DJP) ikut disesuaikan

berdasarkan fungsi agar sesuai dengan unit vertikal dibawahnya.

Untuk itu struktur KP DJP dibagi menjadi direktorat yang

menangani day-to-day operation (1 sekertariat, 9 direktorat),

direktorat yang menangani transformasi /pengembangan (3

direktorat), direktorat baru untuk menangani intelejen dan

penyidikan perpajakan dan hubungan masyarakat, serta beberapa

direktorat baru yang menangani penelitian perpajakan, kepatuhan

internal, dan transfer princing.

xvi
b. Job des Kantor Operasional

Kantor Operasional perlu diubah sebagai pelaksana implementasi

kebijakan yaitu dengan cara memudahkan wajib pajak dengan

cukup datang ke satu kantor pelayanan pajak saja untuk

menyelesaikan seluruh masalah perpajakannya. Struktur berbasis

fungsi diterapkan pada KPP dengan sistem administrasi modern

untuk dapatmerealisasikan debirokratis pelayanan sekaligus

melaksanakan pengawasan terhadap wajib pajak secara sistematis

berdasarkan analisis risiko, unit vertikal DJP dibedakan

berdasarkan segmentasi wajib pajak (LTO, MTO, dan STO),

khusus dikantor operasional terdapat posisi baru yang disebur

account representative, untuk memberikan rasa keadilan bagi wajib

pajak seluruh penanganan keberatan dilakukan oleh kantor wilayah

yang merupakan unit vertikal diatas KPP yang menerbitkan surat

ketetapan pajak sebagai hasil dari pemeriksaan.

2. Penyempurnaan proses bisnis melalui pemanfaatan teknologi komunikasi

dan informasi.

Langkah awal perbaikan proses bisnis adalah penulisan dan dokumentasi

yang melalui :

a. SOP untuk setiap kegiatan diseluruh unit DJP

xvii
b. Perbaikan proses bisnis dilakukan dengan penerapan e-system

dengan dibukanya fasilitas e-filing, e-SPT, e-payment, e-

registration

c. Untuk sistem administrasi internal saat ini terus dilakukan

pengembangan dan penyempurnaan Sistem Informasi DJP

(SIDJP).

3. Penyempurnaan manajemen SDM

Langkah perbaikan dalam bidang SDM yaitu :

a. DJP melakukan pemetaan kompetensi untuk seluruh 30.000

pegawai DJP guna mengetahui sebaran kuantitas dan kualitas

kompetensi pegawai.

b. Seluruh jabatan harus dievaluasi dan dianalisis untuk selanjutnya

ditentukan job grade dari masing-masing jabatan tersebut.

c. Beban kerja dari masing-masing jabatan tersebut dianalisis yang

kemudian dikaitkan juga dengan pengembangan sistem

pengukuran kinerja masing-masing pegawai

d. Sebagai catatan, pembuatan dan dokumentasi SOP untuk seluruh

proses pekerjaan dapat dimanfaatkan juga sebagai standar penilaian

kinerja.

e. Semuanya akan dimanfaatkan untuk membuat sistem jenjang karir

khususnya sistem mutasi dan promosi, serta sistem remunesasi

yang lebih jelas, adil dan akuntabel.

xviii
4. Pelaksanaan Good Govermance

DJP dengan program modernisasi senantiasa berupaya menerapkan

prinsip-prinsip good govermance berupa :

a. Pembuatan dan penegakan kode etik pegawai yang secara tegas

mencantumkan kewajiban dan larangan bagi pegawai DJP dalam

pelaksanaan tugasnya, termasuk sanksi-sanksi bagi setiap

pelanggaran kode etik pegawai.

b. Pemerintah telah menyediakan bebagai saluran pengaduan yang

sifatnya independen untuk menangani pelanggaran atau

penyelewengan dibidang perpajakan.

c. Dalam lingkup internal DJP sendiri, telah dibentuk subdirektorat

yang khusus menangani pengawasan internal dibawah Direktorat

Kepatuhan Internal dan transformasi sumber daya aparatur

d. Pembentukan complience center dimasing-masing kanwil modern

untuk menampung keluhan WP merupakan bukti komitmen DJP

untuk selalu meningkatkan pelayanan kepada WP sekaligus

pengawasan bagi internal DJP.

2.1.9 Kepatuhan

2.1.9.1 Definisi Kepatuhan

Kepatuhan perpajakan menurut Rahayu (2010:139) tindakan wajib pajak

dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam

suatu negara.

xix
Terdapat dua macam kepatuhan menurut Rahayu (2010:138), yakni:

1. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi


kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-
undang perpajakan.
2. Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara
substantive atau hakekatnya memenuhi semua ketentuan material
perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan.
Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal.

Menurut Rahayu (2010:140) kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu kondisi sistem administrasi perpajakan suatu negara,

pelayanan pada Wajib Pajak, penegakan hukum perpajakan, pemeriksaan pajak,

dan tarif pajak.

2.3 Kerangka Pemikiran

Kerangka teoretis adalah model konseptual yang berkaitan dengan bagaimana

seseorang menyusun teori atau menghubungkan secara logis beberapa faktor yang

dianggap penting untuk masalah (Sekaran, 2011:114).

Modernisasi sistem perpajakan dilingkungan DJP menurut Rahayu

(2010:109)bertujuan untuk menerapkan Good Governance dan pelayanan prima

kepada masyarakat. Good governance, merupakan penerapan sistem administrasi

perpajakan yang transparan dan akuntabel, dengan memanfaatkan sistem

informasi teknologi yang handal dan terkini. Strategi yang ditempuh adalah

pemberian pelayanan prima sekaligus pengawasan intensif kepada para wajib

pajak. Selain itu untuk mencapai tingkat kepatuhan pajak yang tinggi,

meningkatkan kepercayaan administrasi perpajakan dan mencapai tingkat

produktivitas pegawai pajak yang tinggi. Pengelolaan pajak mengalami perubahan

xx
besar yang terus dikembangkan ke arah modernisasi. Dengan demikian

optimalisasi penerimaan pajak dapat terlaksana dengan baik, efektif dan efisien.

Menurut Pandiangan (2008:3) terdapat beberapa kondisi menjelang dekade

2000 yang menjadi dasar sekaligus sasaran apa tujuan modernisasi perpajakan

dilakukan, yaitu:

1. Aspek Kepatuhan Wajib Pajak


Rendahnya kepatuhan masyarakat melaksanakan kewajiban pajak seperti
membayar pajak menjadi gambaran umum di Indonesia. Hal ini dapat
dilihat dari beberapa kondisi atau indikator seperti berikut:
a. Jumlah wajib pajak terdaftar masih rendah bila dibandingkan dengan
potensi yang ada (coverage ratio).
b. Kepatuhan wajib pajak masih rendah yang tercermin dari pelaksanaan
kewajiban perpajakannya. Di antara indikatornya adalah penyampaian
SPT baik masa maupun tahunan yang masih rendah.
c. Realisasi penerimaan pajak setiap tahun yang belum menunjukkan
tingkat optimalnya, dengan membandingkan kepada potensi yang ada.
d. Tax ratio sebagai salah satu indikator kinerja perpajakan di suatu
negara yang masih rendah sebagaimana dikemukakan banyak pihak
(terutama para pengamat, akademisi, kalangan DPR, dunia usaha, dan
lainnya).

2. Aspek Administrasi Perpajakan


Tuntutan pelayanan yang cepat, mudah, murah, dan akurat merupakan
harapan masyarakat, demikian juga dengan perpajakan. Untuk mendukung
hal ini, kondisi administrasi perpajakan yang baik merupakan suatu
prasyarat. Ditengah keterbatasan dalam berbagai hal, yakni sarana dan
prasarana, sumber daya manusia, teknologi, dan sistem informasi, maupun
dana yang tersedia, dari penelitian dapat diketahui bahwa pada saat itu
kondisi administrasi perpajakan kita adalah:
a. Pelayanan perpajakan di suatu kantor dilakukan di beberapa seksi
(berdasarkan jenis pajak), sehingga masyarakat terkadang harus
berhubungan dengan beberapa seksi-seksi terkait.
b. Akses atau perolehan informasi perpajakan dan ketentuannya yang
terkadang dirasakan sulit, sehingga kondisi ini membuat tingkat
pemahaman masyarakat mengenai perpajakan menjadi kurang atau
bahkan tidak tahu sama sekali.
c. Proses kerja yang dilakukan secara umum masih secara manual,
sesuai dengan sarana kerja yang digunakan.
d. Untuk mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, masyarakat harus
datang ke KPP.

xxi
e. Pembayaran pajak di bank persepsi yang banyak dikeluhkan
masyarakat, karena terkadang jam kerja untuk melayani pajak
sangat terbatas.
f. Pelaporan pajak dilakukan melalui sarana SPT harus disampaikan
langsung ke KPP atau dikirim melalui pos, sehingga membutuhkan
waktu dan biaya.
g. Terdapat beberapa unit kerja vertikal DJP sebagai unit pelaksana
teknis (UPT) yang melayani masyarakat, yakni KPP, Kantor
Pelayanan PBB (KPPBB), dan Kantor Pemeriksaan dan
Penyidikan Pajak (Karikpa).
h. Organisasi di setiap unit kerja berbasis jenis pajak, sehingga
terkesan adanya dikotomi pelayanan antarjenis pajak.
i. Sistem informasi yang diterapkan cenderung terbatas kepada
kebutuhan pelaporan.
j. Sarana dan prasarana kerja yang masih terbatas sebagaimana
umumnya instansi pemerintah, sehingga memengaruhi optimalisasi
pelayanan.
k. Belum adanya standar perilaku pegawai dan budaya kerja
profesional dalam melaksanakan tugas, sehingga produktivitas
pegawai masih harus ditingkatkan lagi.

Masalah kepatuhan Wajib Pajak menurut Rahayu (2010:140) masalah penting

di seluruh dunia, baik bagi negara maju maupun di negara berkembang. Karena

jika Wajib Pajak tidak patuh maka akan menimbulkan keinginan untuk melakukan

tindakan penghindaran, pengelakan, penyelundupan dan pelalaian pajak. Yang

pada akhirnya tindakan tersebut akan menyebabkan penerimaan pajak negara akan

berkurang.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sofyan (2005) :

Dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Penerapan Sistem

Administrasi Perpajakan Modern terhadap Kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor

Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib

Pajak Besar”. Menyimpulkan bahwa sistem administrasi perpajakan modern

mempunyai pengaruh besar terhadap kepatuhan Wajib Pajak pada KPP di

lingkungan Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Wajib Besar.

xxii
Penelitian yang dilakukan oleh Rahayu dan Lingga (2009) :

Dengan judul “Pengaruh Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan

terhadap Kepatuhan Wajib Pajak” menggunakan jenis penelitian deskriptif

kualitatif dengan metode penelitian survei. Penelitian ini dilaksanakan di KPP

Pratama Bandung. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil pengujian adalah sistem

administrasi perpajakan modern tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap

Kepatuhan Wajib Pajak.

Reformasi Perpajakan

Reformasi Administrasi Perpajakan

Penerapan
Modernisasi Sistem
Perpajakan (X)

Kepatuhan Wajib
Pajak (Y)

Gambar 2.1

Gambar Kerangka Pemikiran

xxiii
2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk

kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2011:64). Hipotesis yang digunakan dalam

penelitian ini adalah hipotesis assosiatif. Hipotesis assosiatif adalah jawaban

sementara terhadap rumusan masalah assosiatif, yaitu menanyakan hubungan

antara dua variabel atau lebih (Sugiyono, 2011:69).

Berdasarkan pemaparan diatas maka hipotesis penelitian ini adalah:

H1 : Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara modernisasi

sistem administrasi perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak.

H2 : Tidak terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara

modernisasi sistem administrasi perpajakan terhadap kepatuhan

Wajib pajak.

OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

Objek penelitian menurut Sugiyono (2014:38), objek penelitian adalah suatu

atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai

variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian

ditarik kesimpulannya.

Penulis melakukan penelitian di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota


Cimahi, yang beralamat di Jl. Amir Machmud No. 574 Cimahi, kotak pos 112

xxiv
Bandung. Objek Penelitian ini menyangkut Modernisasi Sistem Administrasi
Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak di
Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar di
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Cimahi.

3.1.1 Populasi dan Sampel Penelitian

3.1.1.1 Populasi Penelitian

Menurut Sugiyono (2014:80) Populasi adalah wilayah generalisasi yang

terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wajib pajak orang pribadi di

lingkungan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Cimahi.

3.1.1.2 Sampel Penelitian

Menurut Sugiyono (2014:81) Sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampling

incidental. Menurut Sugiyono (2014:85)Sampling insidental adalah teknik

penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara

kebetulan/insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel,

bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data.

Teknik pengambilan sampel wajib pajak yaitu dengan membagikan kuseioner

kepada wajib pajak orang pribadi yang ditemui di Kantor Pelayanan Pajak

xxv
Pratama Kota Cimahi yang bersedia mengisi mengisi kuesioner penelitian pada

periode bulan november sampai desember 2014.

3.2 Metode Penelitian

Pengertian metode penelitian menurut Sugiyono (2014:2) yaitu Metode

penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan

tujuan dan kegunaan tertentu.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan bentuk

penelitian survei. Menurut Sugiyono (2014:8) metode penelitian kuantitatif :

“Metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan


untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data
menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik,
dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.”

Penelitian ini menggunakan penelitian analisis. Menurut Hariwijaya dan

Triton (2011:21) penelitian analisis adalah penelitian yang desain risetnya dimulai

dari teori dan berakhir pada fakta, oleh karenanya dalam riset ini terlibat satu atau

lebih hipotesis.

3.2.1 Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Data Primer, Adalah data yang diolah sendiri oleh suatu organisasi atau

perorangan langsung dari obyeknya (Santoso dan Tjiptono, 2001). Data

yang diperoleh langsung dari obyek penelitian dalam hal ini Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Kota Cimahi yang belum diolah dan perlu

xxvi
dikembangkan sendiri oleh penulis, misalnya data hasil dari wawancara

atau hasil pengisian kuisioner.

2. Data Sekunder, Adalah data yang diperoleh secara tidak langsung atau

melalui pihak lain, atau laporan historis yang telah di susun dalam arsip

yang dipublikasikan atau tidak dalam bentuk yang sudah jadi, sudah

dikumpulkan dan diolah oleh pihak lain (Santoso dan Tjiptono, 2001).

Data primer yang telah diolah lebih lanjut dan telah disajikan oleh peneliti,

misalnya dalam bentuk tabel atau dalam bentuk diagram ataupun data

yang diperoleh dari studi kepustakaan, data sekunder tersebut berupa

jurnal, literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan, dokumen

perusahaan dan informasi dokumentasi lain yang dapat diambil melalui

sistem on-line (internet).

3.2.2 Operasionalisasi Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2014:58) pengertian dari variabel penelitian adalah segala

sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik

kesimpulannya.

Menurut Indriantoro dalam Narimawati (2010:31) operasionalisasi variabel

adalah :

“Proses penguraian variabel penelitian kedalam sub variabel, dimensi,


indicator sub variabel, dan pengukuran.Adapun syarat penguraian
operasionalisasi dilakukan bila dasar konsep dan indikator masing-masing
variabel sudah jelas, apabila belum jelas secara konseptual maka perlu
dilakukan analisis faktor.”

Dalam penelitian ini, sesuai dengan judul penelitian yang diambil oleh

xxvii
penulis, maka pengelompokan variabel-variabel yang mencakup dalam judul

tersebut terbagi atas dua variabel yaitu variabel bebas (variabel independen) dan

variabel terikat (variabel dependen). Sesuai dengan judul penelitian yang penulis

ajukan yaitu “Pengaruh modernisasi sistem administrasi perpajakan terhadap

wajib pajak”, maka terdapat dua variabel dalam penelitian ini yaitu :

1. Variabel Bebas (independent variabel)

Menurut Sugiyono (2014:4) pengetian variabel bebas variabel yang

mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya

variabel dependen (terikat).

Variabel independen atau variabel bebas (X) dari penelitian ini adalah

Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan. Modernisasi Sistem

Administrasi Perpajakan telah menjadi salah satu kata kunci yang melekat

dan bahan pembicaraan di lingkungan DJP, Departemen Keuangan. Hal itu

dilakukan yang bertujuan untuk menerapkan good governance dan pelayanan

prima kepada masyarakat, demikian juga dengan tuntunan pelayanan yang

lebih baik dari stakeholders perpajakan. Dengan demikian, diharapkan semua

unit kerja di Kantor Pusat, Kantor Wilayah, dan KPP sebagai unit pelaksana

teknis/operasional perpajakan, berbenah-benah dalam menyambut,

memahami, mengondisikan dan menyesuaikan serta melaksanakan

(mengimplementasikan) modernisasi perpajakan sesuai dengan konsep,

prinsip, dan sasaran yang sudah ditetapkan di unit masing-masing

(Pandiangan, 2008:2-3).

2. Variabel Terikat (dependent variabel)

xxviii
Menurut Sugiyono (2012:4) pengetian variabel terikat adalah variabel yang

dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.

Variable dependen atau variabel terikat (Y) dalam penelitian ini adalah

kepatuhan wajib pajak. Kepatuhan Wajib pajak adalah tindakan wajib pajak

dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang

berlaku dalam suatu negara (Rahayu, 2010:139).

Dibawah ini akan disajikan ringkasan operasionalisasi variabel dalam

penelitian ini dalam sebuag tabel 3.1 sebagai berikut :

Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel, dimensi, indikator, skala dan instrumen
Variabel Dimensi Indikator skala Instrumen

Modernisasi Struktur Organisasi a) Sistem Ordinal Observasi


Sistem pelayanan likert Wawancara
Admninistrasi b) Sebagai pusat kuesioner
Perpajakan (X) analisis dan
kebijakan

Busness Process a) Pemanfaatan Ordinal Observasi


dan Teknologi teknologi dan likert Wawancara
Informasi dan komunikasi kuesioner
Komunikasi b) Program
pemeriksaan
berbasis resiko

xxix
Penyempurnaan Kualitas dan Ordinal Observasi
Manajemen kuantitas pegawai likert Wawancara
Sumber Daya kuesioner
Manusia

Pelaksanaan Good a) Kode etik Ordinal Observasi


Govermance pegawai likert Wawancara
b) Tingkat kuesioner
kepercayaan
wajib pajak
Kepatuhan Indikator a) Pendaftaran Ordinal Observasi
wajib pajak (Y) kepatuhan wajib pajak likert Wawancara
b) Penghitungan kuesioner
pajak
c) Pembayaran
pajak
d) Pelaporan SPT
e) pembukuan

Untuk mengubah data kualitatif menjadi data kuantitatif maka digunakan

skala pengukuran berupa skala likert. Menurut Sugiyono (2014:93) skala likert

digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau

sekelompok orang tentang fenomena sosial.

Dalam skala likert untuk keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban itu

diberi skor, misalnya :

Tabel 3.2 Daftar Skala Likert

No. Uraian Skor

1 Sangat setuju/selalu/sangat positif 5

2 Setuju/sering/positif 4

3 Ragu-ragu/kadang-kadang/netral 3

xxx
4 Tidak setuju/hampir tidak pernah/negatif 2

5 Sangat tidak setuju/tidak pernah 1

Sember : Sugiyono (2011:94)

3.2.3 Metode analisis data

Analisis data menurut Sugiyono (2014:147) merupakan kegiatan setelah

data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. Analisis data

digunakan untuk mengetahui hubungan antar variabel (variabel X dan variabel Y),

sehingga dapat ditarik kesimpulan apakah hipotesis diterima atau ditolak. Analisis

data dalam penelitian ini menggunakan software statistik berupa SPSS 17.0

(Statistical Product and Service Solutions).

3.2.3.1 Pengujian Validitas

Menurut Sugiyono (2014:172) validitas menunjukan sejauh mana

relevansi pernyataan terhadap apa yang dinyatakan atau apa yang ingin diukur

dalam penelitian. Dengan kata lain seberapa besar ketepatan dan kecermatan suatu

alat ukur dalam menjalankan fungsi ukurnya.

Menurut Sugiyono (2014:126) bila harga korelasi di bawah 0,30, maka

dapat disimpulkan bahwa butir instrumen tersebut tidak valid, sehingga harus

diperbaiki atau dibuang. Pengujian validitas instrumen/kuesioner dalam penelitian

ini menggunakan software statistik berupa SPSS 17.0 (Statistical Product and

Service Solutions).

xxxi
3.2.3.2 Pengujian Reliabilitas

Menurut Sugiyono (2014:121) Instrumen yang reliabel adalah instrumen

yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan

menghasilkan data yang sama.

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kestabilan suatu alat

ukur. Pada penelitian ini, uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan

pendekatan internal consistency reliability yang menggunakan cronbach alpha

untuk mengidentifikasi seberapa baik item-item dalam kuisioner berhubungan

antara satu dengan yang lainnya (Wijaya, 2012:189).

3.2.4 Pemilihan uji statistik

3.2.4.1 Analisis Regresi Linear Sederhana

Wijaya (2012:97) menjelaskan bahwa analisis regresi bertujuan

menganalisis besarnya pengaruh variabel bebas (independent) terhadap variabel

terikat (dependent). Selanjutnya Wijaya (2012:98) mengemukakan bahwa regresi

linier sederhana digunakan apabila variabel dependent dipengaruhi hanya oleh

satu variabel independent. Persamaan regresi dalam penelitian ini adalah:

Y = a + bX

Keterangan :

Y = Kepatuhan wajib pajak

xxxii
a = Nilai intercept (konstanta)

b = Koefisien regresi

X = Modernisasi sistem administrasi perpajakan

3.2.4.2 Analisis Korelasi

Analisis korelasi dapat digunakan yang bersifat asosiatif, yaitu untuk

mengetahui kekuatan dan signifikansi hubungan antara dua variabel (Hariwijaya

dan Triton, 2011:86). Kekuatan hubungan antara dua variabel dapat diketahui

berdasarkan nilai r hasil analisis korelasi. Nilai r dapat dicari dengan rumus

korelasi produk moment pearson (Hariwijaya dan Triton, 2011:88).

Analisis korelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah bivariate

correlation yang sering disebut dengan korelasi Product Moment Pearson

berguna untuk menguji korelasi antar dua variabel. Di dalam melakukan uji

korelasi perlu diperhatikan Test of Significance. Nilai korelasi apabila

dikuadratkan akan menghasilkan nilai koefisien determinasi (Wijaya, 2012:90).

Selanjutnya besar nilai r dapat diinterprestasi untuk memperkirakan kekuatan

hubungan korelasi, seperti ditampilkan dalam tabel berikut:

Tabel 3.3 interpretasi kekuatan hubungan korelasi

Interval Nilai (r*) Interprestasi

0.001-0.2.00 Korelasi sangat lemah

0.201-0.400 Korelasi lemah

0.401-0.600 Korelasi cukup kuat

xxxiii
0.601-0.800 Korelasi kuat

0.801-1.000 Korelasi sangat kuat

*) interpretasi berlaku untuk nilai r positif maupun negatif


Sumber , hariwijaya dan triton (2011:89).

3.2.5 Pengujian Hipotesis

3.2.5.1 Pengujian Parsial (Uji Statistik t)

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel

independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. Cara melakukan

uji t adalah dengan membandingkan t hitung dengan t tabel pada derajat

kepercayaan 5%. Pengujian ini menggunakan kriteria Ho: ß=0 artinya tidak

ada pengaruh signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen.

Ho: ß≠0 artinya ada pengaruh signifikan antara variabel independen terhadap

variabel dependen. Jika t hitung lebih kecil dari t tabel maka Ho diterima dan H1

ditolak. Dan sebaliknya, jika t hitung lebih besar t tabel maka Ho ditolak dan H1

diterima (Ghozali, 2005).

1. Merumuskan Hipotesis

Ho : β = 0, artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan antar variabel

independen (X) terhadap variabel dependen secara parsial

Ha : β ≠ 0, artinya terdapat pengaruh yang signifikan antar variabel

independen (X) terhadap variabel dependen secara parsial.

2. Menentukan Tingkat Signifikan

xxxiv
Tingkat signifikan pada penelitian ini adalah 5%, artinya risiko kesalahan

mengambil keputusan adalah 5%.

3. Pengambilan Keputusan

a. Jika probabilitas (sig t) < α (0,05) maka Ho tidak berhasil

ditolak, artinya tidak ada pengaruh yang signifikan secara

parsial dari variabel independen (X) terhadap variabel

dependen (Y).

b. Jika probabilitas (sig t) > α (0,05) maka Ho ditolak, artinya ada

pengaruh yang signifikan secara parsial dari variabel

independen (X).

3.2.5.2 Penetapan Signifikansi

Penetapan signifikansi dilakukan dengan tujuan untuk mencerminkan

besarnya tingkat toleransi kesalahan dalam. Dengan demikian, penetapan ini

memberikan jaminan bahwa penelitian ini cukup dapat diandalkan kebenarannya

atau memiliki pengaruh yang signifikan atas hasil yang diperoleh dari proses

penelitian yang telah dilakukan. Tingkat signifikansi yang digunakan dalam

penelitian ini adalah 5% (limapersen). Tingkat signifikansi tersebut dipilih karena

dinilai cukup ketat untuk mewakili hubungan antara variabel-variabel yang diteliti

dan merupakan tingkat signifikansi yang umum digunakan dalam penelitian ilmu-

xxxv
ilmu sosial. Dengan demikian, penulis bersedia menerima kesimpulan dengan

derajat kepercayaan sebesar 95% (Sembilan puluh lima persen) dengan tingkat

kesalahan sebesar 5% (lima persen).

xxxvi
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian tentang Pengaruh Modernisasi Sistem

Administrasi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Survei atas

Wajib Pajak Orang Pribadi pada KPP Pratama Kota Cimahi) diperoleh data

dan informasi sebagai berikut :

Penulis menyebarkan kuesioner pada 55 orang responden. Kuesioner

terdiri dari variabel bebas yaitu modernisasi sistem administrasi perpajakan

sebanyak 11 pernyataan dan variabel terikat yaitu kepatuhan wajib pajak

sebanyak 9 pernyataan. Kuesioner yang terisi dan terkumpul kembali menjadi

bahan data penelitian untuk dianalisa dan dibahas.

4.1.1 Gambaran Umum Responden

Berikut ini adalah tabel-tabel yang disusun untuk memberikan gambaran

umum mengenai komposisi responden.

Tabel 4.1
Kategori Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin N %
Pria 39 70.91
Wanita 16 29.09

Jumlah 55 100
Sumber : Data primer yang telah diolah

xxxvii
Berdasarkan tabel 4.1 di atas, diketahui responden pria lebih banyak dari

pada responden wanita, yaitu pria sebanyak 39 orang (70.91%) sedangkan wanita

sebanyak 16 orang (29.09%).

Tabel 4.2

Kategori Responden Berdasarkan Usia

Usia N %
22-30 tahun 10 18.18
31-46 tahun 19 34.55
47-64 tahun 14 25.45
65 tahun ke atas 12 21.82
Jumlah 55 100
Sumber : Data primer yang telah diolah

Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat dilihat 55 responden yang terdiri dari

10 orang (18.18%) berusia kurang 22-30 tahun, 19 orang ( 34.55%) berusia antara

31-46 tahun, 14 orang (25.45%) berusia antara 47-64 tahun dan 12 orang

(21.82%) berusia 65 tahun ke atas. Dengan demikian responden yang paling

banyak berusia 31-46 tahun.

Tabel 4.3
Kategori Responden Berdasarkan Pendidikan
Tingkat Pendidikan N %
SMA 12 21.82
Diploma 11 20.00
Sarjana 20 36.36
Magister 7 12.73
Lainnya 5 9.09
Jumlah 55 100
Sumber : Data primer yang telah diolah

xxxviii
Berdasarkan tabel 4.3 di atas dapat diketahui tingkat pendidikan

responden, yaitu sebanyak 12 orang (21.82%) adalah lulusan SMA, 11 orang

(20%) adalah lulusan Diploma, Sarjana sebanyak 20 orang (36.36%), Magister

sebanyak 7 orang (12,73%) dan berpendidikan lainnya 5 orang (9.09%).

Tabel 4.4
Kategori Responden Berdasarkan Pengetahuan Pajak
Tingkat Pendidikan N %
Brevet 9 16.36
Penyuluhan pajak 12 21.82
Tidak ada 34 61.82
Jumlah 55 100
Sumber : Data primer yang telah diolah

Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat diketahui tingkat pengetahuan pajak

responden, yaitu sebanyak 9 orang (16.36%) mendapatkan pengetahuan melalui

brevet, 12 orang (21.82%) mendapatkan pengetahuan melalui penyuluhan pajak,

dan 34 orang lainnya (61.82%) tidak mendapatkan pengetahuan pajak.

4.1.2 Tanggapan Responden Mengenai Modernisasi Sistem Administrasi

Perpajakan

Tanggapan mengenai modernisasi sistem administrasi perpajakan modern

dibagi dalam empat indikator yaitu struktur organisasi, Busniess process dan

teknologi informasi, Penyempurnaan Manajemen Sumber Daya (SDM) dan

Pelaksanaan Good Governance

Tabel 4.5

xxxix
Tanggapan responden mengenai indikator Struktur organisasi
Rata-
No Pernyataan SS S CS TS STS jml
rata
Struktur organisasi
pada KPP Pratama
Kota Cimahi / KPP
modern yang telah
berubah menjadi
1 berdasarkan fungsi, 8 42 5 0 0 223 4.05
memudahkan jalur
penyelesaian
pelayanan dan
pemeriksaan Wajib
Pajak.
Account
Representative
benar-benar
melakukan
fungsinya
sebagaimana 7 42 6 0 0 221 4.02
2
mestinya, yaitu
membimbing wajib
pajak dalam
melaksanakan
kewajiban
perpajakan.
Account
Representative
memberikan
kemudahan,
melayani dan
3 memberikan 6 41 8 0 0 218 3.96
konsultasi kepada
wajib pajak
mengenai
kewajiban
perpajakannya.
Jumlah 21 125 19 0 0 662 12.04
Total 105 500 57 0 0 662 4.01
Persentase 15.86 75.53 8.61 0 0 100

xl
Dari tabel 4.11, dapat diketahui tanggapan responden mengenai indikator

Struktur organisasi sebanyak 15.86% responden menyatakan sangat setuju,

75.53% responden menyatakan setuju 8.61% responden menyatakan cukup setuju.

Tabel 4.6
Tanggapan responden mengenai indikator Business process
dan teknologi informasi
Rata-
Pernyataan SS S CS TS STS jml
rata
System
administrasi
modern
(digitalisasi: e-SPT,
e-filling) sudah
4 7 26 4 11 7 180 3.27
benar-benar
dimanfaatkan demi
kemudahan
pemenuhan
kewajiban
perpajakan.
Pembayaran secara
on-line (teller-bank,
interner banking,
5 8 19 10 13 5 177 3.22
ATM)
memudahkan
Wajib Pajak kerena
prosesnya cepat
System pelaporan
pajak secara
elektronik dapat 6 34 7 7 1 202 3.67
6
memberikan
kemudahan bagi
Wajib Pajak.
Complain Center
memberikan
kemudahan bagi
7 Wajib Pajak bila 5 36 4 7 3 198 3.60
ada keberatan dan
keluhan tentang
pajak

xli
Jumlah 26 115 25 38 16 757 10.49
Total 130 460 75 76 16 757 3.50
Persentase 17.17 60.77 9.91 10.04 2.11 100

Dari tabel 4.12, dapat diketahui tanggapan responden mengenai indikator Business

process dan teknologi informasi sebanyak 17.17% responden menyatakan sangat

setuju, 60.77% responden menyatakan setuju 10.04% responden menyatakan

cukup setuju dan 2.11% menyatakan sangat tidak setuju.

Tabel 4.7
Tanggapan responden mengenai indikator Penyempurnaan Manajemen
Sumber Daya (SDM)
Rata-
Pernyataan SS S CS TS STS jml
rata
Aparat pajak mampu
memberikan informasi
8 yang dibutuhkan oleh 5 39 6 3 2 207 3.76
wajib pajak mengenai
perpajakan.
Dalam merespon
permasalahan dan
memberikan informasi
kepada wajib pajak,
9 petugas memberikan 6 37 12 0 0 214 3.89
informasi/penjelasan
secara lengkap
sehingga wajib pajak
dapat mengerti dengan
baik
Jumlah 11 76 18 3 2 421 8
Total 55 304 54 6 2 421 3.83
Persentase 13.06 72.21 12.83 1.43 0.48 100

xlii
Dari tabel 4.13, dapat diketahui tanggapan responden mengenai indikator

indikator Penyempurnaan Manajemen Sumber Daya (SDM) sebanyak 13.06%

responden menyatakan sangat setuju, 72.21% responden menyatakan setuju

12.83% responden menyatakan cukup setuju, 1,43 responden menyatakan tidak

setuju dan 0.48% menyatakan sangat tidak setuju.

Tabel 4.8
Tanggapan responden mengenai indikator Pelaksanaan Good Governance

No Rata-
Pernyataan SS S CS TS STS jml
rata
Aparat pajak
memberikan pelayanan
yang sama terhadap
10 semua Wajib Pajak 6 38 9 2 0 213 3.87
(tanpa memandang
besar kecilnya pajak
terutang)
Adanya kejujuran
aparat pajak (ketepatan
11 dan ketegasan) dalam 6 42 7 0 0 219 3.98
penerapan undang-
undang/peraturan
Jumlah 12 80 16 2 0 432 8
Total 60 320 48 4 0 432 3.93
Persentase 13.89 76.01 11.40 0.95 0.00 102

Dari tabel 4.14, dapat diketahui tanggapan responden mengenai indikator

Good Governance sebanyak 13.89% responden menyatakan sangat setuju, 76.01%

responden menyatakan setuju 11.40% responden menyatakan cukup setuju, 0,95

responden menyatakan tidak setuju.

xliii
Tabel 4.9
Analisis Tanggapan Responden Modernisasi Sistem Administrasi
Perpajakan

Rata- Keterangan
No SS S CS TS STS jml
rata
1 8 42 5 0 0 223 4.05 Baik
2 7 42 6 0 0 221 4.02 Baik
3 6 41 8 0 0 218 3.96 Baik
4 7 26 4 11 7 180 3.27 Cukup Baik
5 8 19 10 13 5 177 3.22 Cukup Baik
6 6 34 7 7 1 202 3.67 Baik
7 5 36 4 7 3 198 3.60 Baik
8 5 39 6 3 2 207 3.76 Baik
9 6 37 12 0 0 214 3.89 Baik
10 6 38 9 2 0 213 3.87 Baik
11 6 42 7 0 0 219 3.98 Baik
Jumlah 70 396 78 43 18 2272 41
Total 350 1584 234 86 18 2272 3.76 Baik
Persentase 15.40 69.72 10.30 3.79 0.79 100

Berdasarkan tabel 4.15 bahwa tanggapan responden mengenai variabel

modernisasi sistem administrasi perpajakan, responden yang menyatakan sangat

setuju sebanyak 15,40%, yang menyatakan setuju sebanyak 69,72%, yang

menyatakan cukup setuju sebanyak 10,30%, yang menyatakan tidak setuju

sebanyak 3,79% dan yang meyatakan sangat tidak setuju sebanyak 0,79%.

xliv
4.1.3 Tanggapan Responden mengenai Kepatuhan Wajib Pajak
Untuk variabel kepatuhan wajib pajak, indikator yang digunakan satu yaitu

indikator kepatuhan yang terbagi dalam sembilan pernyataan.

Tabel 4.10
Tanggapan responden mengenai indikator kepatuhan
Rata- Ket
Pernyataan SS S CS TS STS jml
rata
Saya mendaftarkan diri
sebagai Wajib Pajak
1 secara sukarela ke KPP 6 36 12 1 0 212 3.85 Tinggi
(Kantor Pelayanan
Pajak).
Saya selalu mengisi
SPT (Surat
Pemberitahuan) sesuai
6 37 10 2 0 212 3.85
2 dengan ketentuan Tinggi
perundang-undangan
dan melaporkannya
dengan tepat waktu.
Saya menyampaikan
SPT ke Kantor Pajak
8 39 5 3 0 217 3.95 Tinggi
3 tepat waktu sebelum
batas akhir
penyampaian SPT.
Saya selalu menghitung
pajak yang terutang
6 37 5 5 2 205 3.73 Tinggi
4 dengan benar dan
membayarnya dengan
tepat waktu.
Saya selalu membayar
kekurangan pajak yang 7 39 8 1 0 217 3.95 Tinggi
5
ada sebelum dilakukan
pemeriksaan.
Dengan adanya
pengawasan yang
dilakukan oleh KPP 0 46 8 1 0 210 3.82 Tinggi
6
akan meningkatkan
kepatuhan Wajib Pajak
dalam membayar pajak.
Saya selalu melakukan
0 43 11 1 0 207 3.76 Tinggi
7 pembukuan atau
pencatatan.

xlv
Aparatur pajak telah
memungut pajak sesuai
0 44 10 1 0 208 3.78 Tinggi
8 dengan peraturan
perundang-undangan
yang berlaku.
Saya telah
menyampaikan SPT
0 37 16 2 0 200 3.64 Tinggi
9 dengan lengkap dan
sesuai dengan
kebutuhan perpajakan.
Jumlah 33 358 85 17 2 1888 34
Total 165 1432 255 34 2 1888 3.81 Tinggi
Persentase 8.74 75.85 13.51 1.80 0.11 100

Dari tabel 4.16, dapat diketahui tanggapan responden mengenai indikator

kepatuhan, sebanyak 8.74% menyatakan sangat setuju, 75.85% menyatakan

setuju, 13.51% menyatakan cukup setuju, 1.80% menyatakan tidak setuju dan

0.11% menyatakan sangat tidak setuju. Nilai rata-rata sebesar 3,81 yang termasuk

kategori tinggi karena berada pada interval 3.40 – 4.19.

4.1.4 Uji Validitas dan Reliabilitas

Pengujian validitas digunakan untuk mengukur valid atau invalid suatu

pernyataan kuesioner yang disebarkan kepada para responden, maka kuesioner

dikatakan valid jika pernyataan kuesioner mampu mengungkap sesuatu yang akan

diukur oleh kuesioner tersebut. Sedangkan pengujian reliabilitas merupakan

metode untuk mengukur suatu jawaban pernyataan, suatu kuesioner dikatakan

reliabel jika jawaban terhadap pernyataan adalah konsisten. Pengukuran validitas

maupun reliabilitas pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat bantu

software SPSS.

xlvi
Hasil pengujian untuk validitas data variabel x dan variabel y dapat dilihat

pada tabel berikut.

Tabel 4.11
Validitas Data Variabel X
Nomor R hitung R tabel Keterangan
.768 0.3 Valid
VAR00001
.711 0.3 Valid
VAR00002
.768 0.3 Valid
VAR00003
.693 0.3 Valid
VAR00004
.569 0.3 Valid
VAR00005
.670 0.3 Valid
VAR00006
.628 0.3 Valid
VAR00007
.584 0.3 Valid
VAR00008
.639 0.3 Valid
VAR00009
.739 0.3 Valid
VAR000010
.404 0.3 Valid
VAR000011

Tabel 4.12
Validitas Data Variabel Y

Nomor R hitung R tabel Keterangan

VAR00001 .765 0.3 Valid


VAR00002 .629 0.3 Valid
VAR00003 .532 0.3 Valid
VAR00004 .318 0.3 Valid
VAR00005 .608 0.3 Valid
VAR00006 .582 0.3 Valid
VAR00007 .669 0.3 Valid
VAR00008 .544 0.3 Valid
VAR00009 .595 0.3 Valid

Berdasarkan hasil uji validitas menunjukkan bahwa nilai korelasi tiap item

pernyataan dengan total skor yang diperoleh lebih besar dari 0,3 sehingga dapat

dijelaskan bahwa item pernyataan yang digunakan adalah valid dan dapat

xlvii
digunakan dalam analisis data selanjutnya. Hasil uji validitas dapat diartikan

bahwa pernyataan responden dapat dikatakan valid, tidak terjadi kesalahan atau

kekeliruan.

Reliabilitas suatu konstruk variabel dikatakan baik jika memiliki nilai

Cronbach’s Alpha > 0,60. Pengujian reliabilitas diperoleh nilai untuk variabel X

sebesar 0.883 dan variabel Y 0.839 keduanya memiliki nilai lebih besar >0,60,

maka dikatakan reliabel.

Tabel 4.13
Uji Reliabilitas Variabel X
Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha Based on
Cronbach's Standardized
Alpha Items N of Items

.883 .910 11

Tabel 4.14
Uji Reliabilitas Variabel Y
Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha Based on
Cronbach's Standardized
Alpha Items N of Items

.839 .863 9
4.1.5 Pengaruh Modernisasi sistem administrasi perpajakan Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak

1. Regresi Linier

xlviii
Analisis regresi pada dasarnya untuk mengukur kekuatan hubungan antara

dua variable, selain itu juga menunjukan arah hubungan antara variabel dependen

dengan variabel independen. Persamaan model regresi yang digunakan penulis

adalah persamaan model regresi linear sederhana (simple regression analysis).

Berikut ini disajikan tabel model regresi yang terbentuk sebagai berikut:

Tabel 4.15
Regresi Linier Sederhana
a
Coefficients

Model Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

B Std. Error Beta T Sig

1 (Constant) 1.107 .374 2.958 .005

VAR00001 .702 .094 .717 7.499 .000

a. Dependent Variable: Y

Persamaan analisis regresi linear sederhana yaitu :

Y = 1.107 + 0.702X

Dari model regresi tersebut dapat dijelaskan :

a. Jika α = konstanta sebesar 1.107 artinya jika variabel modernisasi sistem

administrasi perpajakan tidak ada perubahan, maka kepatuhan wajib pajak

bernilai sebesar 1.107

b. Nilai koefisien regresi modernisasi sistem administrasi perpajakan

menunjukan sebesar 0,702, artinya jika modernisasi sistem administrasi

perpajakan mengalami perubahan setiap satu satuan, maka kepatuhan

wajib pajak mengalami peningkatan sebesar 0,702.

xlix
2. Analisis Korelasi
Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui seberapa kuat hubungan

Modernisasi sistem administrasi perpajakan dengan kepatuhan wajib pajak . Tabel

berikut menunjukkan hasil perhitungannya:

Tabel 4.16
Uji Korelasi

Correlations

VAR00002 VAR00001

Pearson Correlation VAR00002 1.000 .717

VAR00001 .717 1.000


Sig. (1-tailed) VAR00002 . .000
VAR00001 .000 .
N VAR00002 55 55

VAR00001 55 55

Berdasarkan hasil perhitungan korelasi diatas maka diperoleh nilai korelasi

sebesar 0,717. Setelah diketahui besarnya koefisien korelasi tersebut, maka untuk

mengetahui bagaimana hubungan kedua variabel digunakan pedoman seperti yang

tertera pada tabel 4.17 sebagai berikut :

Tabel 4.17
Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai
Interval Korelasi Tingkat Hubungan

l
0,00 - 0,19 Sangat Rendah
0,20 - 0,39 Rendah
0,40 - 0,59 Sedang
0,60 - 0,79 Kuat
0,80 - 1,00 Sangat Kuat

Dari hasil analisis tersebut, terlihat adanya hubungan yang kuat antara

variabel Modernisasi sistem administrasi perpajakan (variabel X) dengan

Kepatuhan wajib pajak (variabel Y), yaitu sebesar 0,702 yang termasuk kategori

0,60 - 0,79.

3. Koefisien Determinasi
Untuk mengetahui besarnya pengaruh modernisasi sistem administrasi

perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam bentuk persentase, maka

digunakan perhitungan koefisien determinasi dengan rumus sebagai berikut:

Tabel 4.18
Uji Koefisien Determinasi
b
Model Summary

Model Adjusted R Std. Error of the


R R Square Square Estimate
a
dimension0
1 .717 .515 .506 .34953

a. Predictors: (Constant), VAR00001


b. Dependent Variable: VAR00002
Besarnya pengaruh modernisasi sistem administrasi perpajakan terhadap

kepatuhan wajib pajak sebesar 51,5% dan sisanya 48,5% dipengaruhi oleh faktor

lain yang tidak diteliti oleh penulis.

li
4. Pengujian Hipotesis

Apakah hipotesis diterima atau ditolak dapat diketahui, maka dilakukan uji

t dua pihak (two tailed) dengan hipotesis sebagai berikut :

Tabel 4.19
Uji Koefisien Determinasi
a
Coefficients

Model Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

B Std. Error Beta T Sig

1 (Constant) 1.107 .374 2.958 .005

VAR00001 .702 .094 .717 7.499 .000

a. Dependent Variable: Y

Dapat dilihat bahwa t hitung 7,499 > t tabel 2,005 yang berarti Ho ditolak dan Ha

diterima. Hal ini berarti terdapat pengaruh positif antara modernisasi sistem

administrasi perpajakan di KPP Pratama Kota Cimahi terhadap kepatuhan wajib

pajak.

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian tentang Pengaruh Modernisasi Sistem

Administrasi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Survei atas Wajib

lii
Pajak Orang Pribadi pada KPP Pratama Kota Cimahi) dilakukan pembahasan

sebagai berikut :

4.2.1 Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan

Modernisasi sistem administrasi perpajakan sudah dilaksanakan dengan

memadai dimana Struktur organisasi pada KPP Pratama Kota Cimahi / KPP

modern sesuai berdasarkan fungsinya yaitu sebagai sumber dana bagi pemerintah

untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya dan sebagai alat untuk mengatur atau

melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, juga

memudahkan jalur penyelesaian pelayanan dalam pemeriksaan wajib pajak.

Dalam menjalankan tugasnya Account Representative memberikan kemudahan,

melayani dan memberikan konsultasi kepada wajib pajak mengenai kewajiban

perpajakannya. AR juga bertugas untuk memberikan semua informasi yang

diperlukan dan pertanyaan pertanyaan yang diajukan oleh Wajib Pajak secara

efektif dan professional. Dengan kata lain, segala kesulitan yang dihadapi oleh

Wajib Pajak, dapat ditanyakan langsung kepada AR masing-masing. Account

Representative juga benar-benar melakukan tugasnya dan fungsinya dengan baik

sebagaimana mestinya, yaitu membimbing para wajib pajak dalam melaksanakan

kewajibannya ataupun menjelaskan dan memberikan informasi yang diperlukan

kepada para wajib pajak yang mengalami kesulitan dalam melakukan

kewajibannya.

Pada penerarapan teknologi informasi dengan menerapan system

digitalisasi seperti e-filling dan pembayaran on-line belum sepenuhnya

dimanfaatkan lebih baik oleh wajib pajak dalam memenuhi kemudahaannya

liii
dalam membayar pajak. Kurangnya pengetahuan tentang pajak dari para wajib

pajak dan kurangnya keingintahuan dari para wajib pajak itu sendiri yang

mendorong system digitalisasi seperti e-filling dan pembayaran on-line tidak

dimanfaatkan/dipergunakan dengan baik. Sehingga perlunya sosialisasi kepada

wajib pajak dalam mengunakan dan memanfaatkan sistem tersebut, seperti

membuatkan iklan yang lebih gencar tentang tata cara bagaimana cara

penggunaan/menggunakan system digitalisasi seperti e-filling, e-SPT, dan

pembayaran on-line dengan baik dan benar atau, wajib pajak dapat meghubungi

petugas pajak untuk merespon permasalahan dan memberikan informasi kepada

wajib pajak secara profesional, petugas memberikan informasi/penjelasan secara

lengkap sehingga wajib pajak dapat mengerti dengan baik. Dengan begitu system

digitalisasi akan dapat dimanfaatkan dengan betul dan benar oleh setiap wajib

pajak yang akan melakukan pendaftaran sebagai wajib pajak (NPWP), melakukan

pembayaran atau melakukan pelaporan surat SPT nya. Complain Center juga

memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak apabila ada keluhan, kesulitan, dan

keberatan tentang pajak.

Pada penyempurnaan manajemen sumber daya (SDM) menunjukan

aparatur pajak mampu memberikan informasi yang dibutuhkan oleh wajib pajak

mengenai perpajakan dalam menjalankan kewajibannya, dalam hal ini aparatur

pajak harus memberikan pelayanan yang baik dan memberikan kesan yang baik

pula agar para wajib pajak merasa dilayani dan dihargai oleh para aparatur pajak,

sehingga akan menimbulkan public trush atau kepercayaan publik bahwa aparatur

pajak benar benar melakukan tugasnya dengan baik yaitu mengelola uang negara

liv
dengan baik tidak menyelewengkannya. Merespon permasalahan dengan cepat

dan lugas dan memberikan informasi yang akurat kepada wajib pajak, petugas

memberikan informasi/penjelasan secara lengkap sehingga tidak terjadi miss

comunication atau membingunkan wajib pajak dan wajib pajakpun dapat mengerti

dengan baik dan dapat melakukan kewajibannya dengan baik.

Pada pelaksanaan good governance menunjukan aparatur pajak

memberikan pelayanan yang sama terhadap semua wajib pajak tanpa memandang

besar kecilnya terutang sehingga, tidak menimbulkan kecemburuan sosial baik itu

terhadap masing-masing aparatur pajak masing-masing wajib pajak ataupun

paratur pajak dengan wajib pajak itu sendri. Adanya kejujuran aparatur pajak

dalam ketepatan dan ketegasan penerapan undang-undang/peraturan menjadikan

KPP Pratama Kota Cimahi bersih dari isu-isu miring dan terhindar dari berita-

berita yang buruk yang dapat menjatuhkan nama instansi tersebut di cap buruk

oleh masyarakat dan menghilangkan public trush yang dapat berdampak buruk

bagi KPP Pratama Kota Cimahi itu sendiri khususnya bagi pemasukan negara.

4.2.2 Kepatuhan Wajib Pajak

Sebagian besar wajib pajak menyatakan patuh terhadap kewajibannya

dengan mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak secara sukarela ke KPP Pratama

lv
Kota Cimahi tanpa adanya paksaan, mengisi SPT (Surat Pemberitahuan) sesuai

dengan ketentuan perundang-undangan dan melaporkannya dengan tepat waktu

dan menyampaikan SPT ke Kantor Pajak tepat waktu sebelum batas akhir

penyampaian SPT. Selalu menghitung pajak yang terutang dengan benar dan

membayarnya tepat waktu. Wajib pajak juga selalu membayar kekurangan pajak

yang ada sebelum dilakukan pemeriksaan. Selalu melakukan pembukuan atau

pencatatan, dan menyampaikan SPT dengan lengkap sesuai dengan kebutuhan

perpajakan.

Adanya pengawasan yang dilakukan di KPP Pratama Kota Cimahi

berindikasi akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam melakukan

kewajibannya membayar pajak dan mengurangi kecurangan wajib pajak dalam hal

melakukan kewajibannya.

Meskipun masih terdapatnya wajib pajak yang belum sadar terhadap

kewajibannya, petugas pajak perlu melakukan tindakan dengan memungut pajak

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4.2.3 Pengaruh Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan Terhadap

Kepatuhan Wajib Pajak

Modernisasi sistem administrasi perpajakan berpengaruh terhadap

kepatuhan wajib pajak dan memiliki hubungan yang kuat berdasarkan hasil

lvi
perhitungan uji koefisien determinasi dan uji korelasi. Kepatuhan wajib pajak

akan meningkat apabila modernisasi sistem administrasi perpajakan ditingkatkan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Rahayu

(2010:117) yang menyebutkan bahwa sistem administrasi perpajakan modern

memiliki program-program reformasi administrasi perpajakan jangka menengah

DJP, diantaranya yaitu meningkatkan kepatuhan sukarela.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian tentang pengaruh Modernisasi sistem administrasi

perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak, maka dapat disimpulkan berdasarkan

hasil statistik sebagai berikut

1. Modernisasi sistem administrasi perpajakan dapat dikatakan baik karena

memiliki nilai rata-rata 3.76 yang berada pada interval 3,40 – 4,19. Hal ini

menunjukkan sistem modernisasi perpajakan telah diterapkan dengan baik

pada KPP Pratama Kota Cimahi.

2. Kepatuhan wajib pajak pada KPP Pratama Kota Cimahi dapat dikatakan

tinggi dengan nilai rata-rata 3.81 yang berada pada interval 3.40 – 4.19.

lvii
Hal ini menunjukkan wajib pajak pada KPP Pratama Kota Cimahi selalu

melakukan kewajibannya dalam membayar pajak.

3. Modernisasi sistem administrasi perpajakan berpengaruh terhadap

kepatuhan wajib pajak sebesar 51.5% dengan memiliki hubungan yang

kuat sebesar 0.717. Hasil uji hipotesis menunjukkan nilai t hitung 7,499 > t

tabel 2,005 yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti terdapat

pengaruh positif antara modernisasi sistem administrasi perpajakan di KPP

Pratama Kota Cimahi terhadap kepatuhan wajib pajak.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan maka penulis mencoba memberikan saran

yang kiranya dapat bermanfaat, antara lain:

1. Bagi KPP Pratama Kota Cimahi

a. Penerapan modernisasi sistem administrasi perpajakan sebagai

perwujudan program reformasi administrasi perpajakan jangka

menengah berkaitan dengan restrukturisasi organisasi,

penyempurnaan business process dan teknologi informasi,

penyempurnaan sumber daya manusia, dan pelaksanaan good

governance memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap

kepatuhan wajib pajak, maka dari itu pelaksanaan modernisasi

sistem administrasi perpajakan saat ini semoga bisa dipertahankan

atau bila perlu ditingkatkan ke arah yang lebih baik.

lviii
b. Ketidak pahaman masyarakat tentang ketentuan dan tata cara

perpajakan melalui e-filling beranggapan akan menyulitkan atau

membuat mereka bingung, hal ini karena kurangnya sosialisasi

oleh KPP kepada wajib pajak. Faktor lain yang membuat

masyarakat enggan membayar pajak atau berkunjung ke kantor

pajak adalah persepsi wajib pajak terhadap kualitas pelayanan yang

diberikan oleh aparat pajak yang ada di kantor pelayanan pajak.

Dengan demikian untuk meningkatkan pelayanan yang lebih baik

maka KPP hendaknya melakukan sosialisasi kepada wajib pajak

mengenai penerapan e-filling.

c. Menurunnya kinerja penagihan pajak karena petugas pajak tidak

tegas dalam menjalankan peraturan, kurangnya upaya dan

kemampuan dari Jurusita pajak negara dan mekanisme

pengawasan. Untuk itu perlu adanya motivasi sebagai bentuk

kewajiban petugas pajak dalam menjalankan tugasnya.

2. Bagi peneliti selanjutnya

a. Diharapkan agar peneliti selanjutnya meneliti lebih lanjut

mengenai faktor-faktor lain yang memiliki pengaruh terhadap

kepatuhan wajib pajak.

b. Disarankan jika ingin meneliti mengenai kepatuhan wajib pajak

sebaiknya meneliti di seksi pemeriksaan, karena untuk mengetahui

kepatuhan wajib pajak harus dilakukan pemeriksaan.

lix
DAFTAR PUSTAKA

Candra, Ricki, Haris Wibisono dan Mujilan 2013. MODERNISASI SISTEM

ADMINISTRASI PERPAJAKAN DAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK.

Jurnal Riset Manajemen dan Akuntansi. Vol. 1 No. 1, Februari 201.

Direktorat Jendral Pajak “e-spt” diakses dari situs www.pajak.go.id pada 20

februari 2015

Direktorat Jendral Pajak “penyampaian surat pemberitahuan online (e-filling)”

diakses dari situs www.pajak.go.id pada 20 februari 2015

Direktorat Jendral Pajak. 2012. “Administrasi Perpajakan” diakses dari situs

www.reform.depkeu.go.id 13 agustus 2014.

Direktorat Jendral Pajak. 2012. “Mencicipi Modernisasi Perpajakan” diakses dari

situs www.pajak.go.id 23 agustus 2014

Hariwijaya dan Triton. 2011. Pedoman Penulisan Ilmiah Skripsi dan Tesis.

Jakarta : Oryza.

Madewing, Irmayanti. 2013. Pengaruh Sistem Modernisasi Administrasi

Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Skripsi. Makasar :

Universitas Hasanuddin.

Mardiasmo. 2011. Perpajakan Edisi Revisi 2011. Yogyakarta: Andi.

Muljono, Djoko. 2010. Akuntansi pajak lanjutan. Jakarta: salemba empat.

Nasucha, Chaizi 2004, Reformasi Adminstrasi Publik Teori dan Praktik, PT

lx
GramediaWidiasarana Indonesia, Jakarta.

Pandiangan, Liberti. 2008. Modernisasi & Reformasi Pelayanan Perpajakan

Berdasarkan UU Terbaru. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.03/2012 tentang Tata Cara

Penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu Dalam Rangka

Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak.

Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH “Administrasi Perpajakan” diakses dari situs

www.ortax.co.id 13 agustus 2014.

Rahayu, Siti Kurnia. 2010. Perpajakan Indonesia Konsep & Aspek Formal.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Rahayu, Sri, Lingga dan Ita Salsallina 2009. Pengaruh Modernisasi Sistem

Administrasi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal

Akuntansi . Vol.1 No.2 November 2009.

Rosdiana, Haula dan Irianto, Slamet Edi. 2011. Panduan Lengkap Tata Cara

Perpajakan di Indonesia. Jakarta: Visimedia.

Rosdiana, haula dan Irianto, slamet Edi.2012. Pengantar Ilmu Pajak Kebijakan

dan Implementasi di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.

Sekran, Uma. 2007. Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Jakarta : Salemba Empat

Soemarso. 2007. Perpajakan Pendekatan Komprehensif. Jakarta: Salemba Empat.

Sofyan, Marcus Taufan. 2005. Pengaruh Sistem Modernisasi Administrasi

Perpajakan terhadap tingkat Kepatuhan Wajib Pajak. Skripsi. Tangerang :

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.

Sugiyono, 2014. Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung

lxi
: Alfabeta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan

dan Tata Cara Perpajakan.

Wijaya, Tony. 2012. Cepat Menguasai SPSS 20 untuk Olah dan Interprestasi

Data. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.

lxii

You might also like