Professional Documents
Culture Documents
EMA HASTARINI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Ema Hastarini
F 261070081
ABSTRACT
Patin (Pangasius sp) which is the common name is catfish, has been well-
known as a highly economic freshwater fish in Indonesia. Its high lipid content
considered as source of unsaturated fatty acids including omega-3 which brings
advantages for human health. This research project aims to obtain physico-
chemical characteristics of the purified oil derived from the waste of Siam
(Pangasius hypothalamus) and Jambal (Pangasius djambal) catfish fillet
production, particularly on its fatty acids and glycerides profile. The project had
been done in stages including raw material (waste from catfish fillet processing)
characterization, oil extraction, oil purification, and purified oil characterization.
Fish oil extraction is conducted by using a modified wet rendering method. During
the catfish fillet processing, besides of getting the flesh-fillet as the main product,
it remains also the other parts of fish (waste) that can be classified into 6
components i.e. head, spin-fin, skin, belly flap, trimmed flesh, and viscera. The
head, belly flap, and viscera are considered to be the potential parts using for raw
material in fish oil production that could yield the crude oil of 9.84%, 28.52%, and
20.34%, respectively derived from Siam, while 9,54%, 25,60% dan 30,05%
derived from Jambal catfish. Fatty acids profile derived from both Siam and
Jambal catfish showed that the palmitic and oleic acids are the major
components. The percentage of long chain unsaturated fatty acid showed a
higher amount of the total lipid, that were 53.24%, 54.38%, 52.74% respectively
derived from head, belly flap, and viscera of Siam, and 62.70%, 62.92%, 61.97%
derived from Jambal catfish. Even though only in small amount, Omega-3 fatty
acids i.e. linoleic, EPA and DHA were detected in this experiment from both
species. The typical result of FTIR spectrum profile were obtained. Nevertheless,
in the range of 3050 – 2800 cm-1 representing the unsaturated fatty acids, FTIR
absorbance on Jambal catfish showed a bigger and more sharply spectrum.
Glycerides profile resulted 19 types of TAG in both spesies. According to the
standard, 11 types of TGA were identified, which are OLO, PLO, PLP, OOO,
POO, POP, PPP, SOO, POS, PPS and LaPP/MMP, respectively based on ECN
and retention time. Hydrolysis using lipase enzyme from mold Thermomyces
lanuginosa could specifically hydrolyze the position of sn-1 and sn-3 of TAG into
DAG and MAG. DSC results demonstrated the 3 zones of melting point of Siam
catfish oil, i.e range of (-30) – (-16) C, range of (-16) – 25 C, and range of 25 –
46 C. While in Jambal catfish oil, it was earlier detected, i.e. at -34 C at the range
up to 40 C.
Ikan Patin memiliki kandungan lemak yang tinggi dan merupakan sumber
asam lemak tidak jenuh termasuk asam lemak omega 3 yang memiliki fungsi
positif bagi kesehatan manusia. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan
ekstraksi, memurnikan dan mengkarakterisasi minyak ikan dari limbah
pengolahan fillet ikan patin Siam (Pangasius hypopthalmus) dan Jambal
(Pangasius djambal) terutama mengenai profil asam lemak dan profil gliserida
pada minyak ikan patin.
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yang meliputi karakterisasi
bahan baku limbah filet ikan patin, ekstraksi minyak ikan, pemurnian minyak ikan
dan karakterisasi minyak ikan murni. Ekstraksi minyak ikan yang digunakan
menggunakan metode wet rendering (Sathivel et al. 2008 yang dimodifikasi).
Tahap pemurnian minyak yang dilakukan adalah proses pemucatan yang
dikombinasikan dengan pemanasan dan pengadukan. Setelah melalui tahap
pemurnian, minyak ikan patin murni yang didapatkan kemudian disimpan
didalam botol gelap dan disimpan pada suhu -18 ºC hingga dianalisa.
Pada proses pengolahan filet ikan patin, selain daging filet sebagai hasil
utama, didapatkan bagian tubuh lainnya sebagai sisa ataupun limbah sebanyak
enam (6) bagian. Keenam bagian limbah tersebut meliputi kepala, tulang-ekor
(bagian tulang badan yang bersambungan dengan ekor), kulit, daging belly flap
(daging pada bagian perut), daging sisa trimming (daging sisa perapian filet) dan
isi perut. Kadar lemak bagian – bagian tubuh ikan patin berkisar antara 2.72%
hingga 35.32%. Bagian yang terendah kadar lemaknya adalah daging fillet
skinless yaitu 2.72% untuk ikan patin Siam dan 2.89% untuk Jambal dan bagian
yang tertinggi yaitu daging belly flap sebesar 36.21% untuk patin Siam dan
36.50% untuk patin Jambal. Bagian limbah yang didapatkan digunakan sebagai
bahan baku kemudian diekstraksi minyaknya menggunakan metode wet
rendering yang dimodifikasi.
Bagian kepala, daging belly flap dan isi perut merupakan bagian yang
potensial digunakan sebagai bahan baku pembuatan minyak ikan dengan
rendemen minyak ikan kasar yang dihasilkan berturut – turut sebesar 9,84%,
28,52% dan 20,34% untuk ikan patin Siam dan 9,54%, 25,60% dan 30,05%
untuk ikan patin Jambal.
Profil asam lemak minyak limbah ikan patin baik jenis Siam maupun
Jambal menunjukkan bahwa asam lemak dominan adalah asam palmitat dan
oleat. Persentase kelompok asam lemak tak jenuh rantai panjang memiliki
jumlah yang lebih tinggi secara total keseluruhan yaitu sebesar 53.24%, 54.38%,
52.74%dan 62.70%, 62.92%, 61.97% berturut – turut untuk ikan patin jenis Siam
dan Jambal bagian kepala, daging belly flap dan isi perut. Asam lemak omega 3
yaitu linolenat, EPA dan DHA terdeteksi pada penelitian ini baik minyak ikan dari
limbah ikan Patin jenis Siam maupun Jambal. Kandungan asam lemak omega 3
minyak ikan dari limbah pengolahan filet ikan patin Siam lebih rendah
dibandingkan dengan dari ikan patin Jambal yaitu 53.24%, 54.38%, 52.74%dan
3.35%, 3.15%, 2.95% berturut – turut untuk ikan patin jenis Siam dan Jambal
bagian kepala, daging belly flap dan isi perut.
Hasil analisa angka asam lemak bebas yang menyatakan kerusakan awal
minyak terdeteksi sangat rendah pada minyak ikan patin baik Siam maupun
Jambal pada semua perlakuan yaitu berkisar antara 0.22 – 0.84%. Hal ini
menunjukkan bahwa minyak ikan patin yang dihasilkan masih memiliki mutu
yang bagus. Berkaitan pula dengan masih rendahnya angka peroksida yang
didapatkan yang menunjukkan nilai maksimal sebesar 3.93 meq/kg untuk minyak
ikan patin Siam pada bagian isi perut dan 7.77 meq/kg untuk minyak ikan patin
Jambal juga pada bagian isi perut. Berdasarkan standar minyak ikan yang
ditetapkan International Association of Fish Meal Manufacturers untuk angka
peroksida sebesar 3-20 meq/kg dan kadar asam lemak bebas dibawah 7%
sehingga minyak ikan patin murni yang dihasilkan masih masuk dalam standar
minyak ikan yang ditetapkan. Angka iod dari minyak ikan patin Jambal lebih
tinggi dibandingkan dengan minyak ikan patin Siam pada semua perlakuan
dikarenakan kandungan asam lemak tidak jenuh dari minyak ikan patin Jambal
lebih tinggi dibandingkan minyak ikan patin Siam.
Profil spektra FTIR minyak ikan patin Siam dan yang berasal dari minyak
ikan patin Jambal, khususnya pada wilayah 3050 – 2800 cm-1 penyerapan FTIR
pada minyak ikan patin Jambal lebih besar dan tajam. Spektra pada wilayah
tersebut menggambarkan adanya kandungan asam lemak tidak jenuh pada
minyak ikan patin Siam maupun Jambal.
Sistem NARP-HPLC dalam penelitian ini menggunakan HPLC fase
terbalik (reversed-phase) dengan kolom C-18, panjang 25 cm dan diameter 4.6
mm, dengan fase bergerak campuran aseton-asetonitril (85:15) dengan
kecepatan elusi 0.8 ml per menit dan detektor RID, beberapa jenis TGA dalam
minyak ikan patin Siam dan Jambal dapat dipisahkan dengan baik. Profil
gliserida menghasilkan 19 jenis TAG baik pada minyak ikan limbah patin Siam
maupun Jambal. Berdasarkan standar, dapat diidentifikasi sebanyak 11 jenis
TGA, berturut-turut menurut ECN dan waktu retensinya adalah OLO, PLO, PLP,
OOO, POO, POP, PPP, SOO, POS, PPS dan LaPP/MMP.
Hidrolisis menggunakan enzim lipase yang diperoleh dari kapang
Thermomyces lanuginosa mampu menghidrolisis secara spesifik posisi sn-1 dan
sn-3 dari TAG menjadi DAG dan MAG. Pola hidrolisis yang terjadi hampir sama
di antara minyak ikan patin Siam dan Jambal, namun setelah hidrolisis 48 jam,
pada minyak ikan patin Jambal masih tersisa sejumlah kecil OLO, PLO, POO
dan POP.
Hasil Analisa DSC menunjukkan bahwa terdapat tiga zona titik pencairan
minyak pada patin Siam yaitu – 30 sampai – 16 oC, kisaran suhu – 16 sampai 25
o
C, dan kisaran suhu 15 sampai 46 oC. Sedangkan pada patin Jambal, titik cair
terdeteksi lebih awal yaitu pada suhu -34 oC dengan kisaran suhu sampai
dengan 40 oC.
EMA HASTARINI
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup :
NRP : F 261070081
Menyetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Hari Eko Irianto, M.Sc Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.Agr.
Anggota Anggota
Mengetahui
Dr. Ratih Dewanti Hariyadi, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
disertasi ini. Disertasi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Doktoral pada Program Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
dan penghargaan yang setinggi – tingginya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, MSc selaku ketua komisi pembimbing yang
telah banyak memberikan bimbingan, saran, arahan, dukungan dan semangat
selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Hari Eko Irianto selaku anggota komisi pembimbing yang
telah membimbing dan memberikan dukungan bagi pelaksanaan penelitian
3. Bapak Dr. Ir. Slamet Budijanto, MAgr selaku anggota komisi pembimbing yang
juga telah membimbing dan mengarahkan bagi pelaksanaan penelitian
4. Ibu Dr. Nancy Dewi Yuliana, MSc dan Dr. Wini Trilaksani, MSc selaku penguji
luar komisi pada sidang tertutup atas masukan dan sarannya
5. Ibu Dr. Rosmawaty Peranginangin, MS dan bapak Prof. Dr. Ir. Purwiyatno
Hariyadi, MSc selaku penguji luar komisi pada sidang terbuka atas saran,
masukkan dan kritikan yang membangun demi sempurnanya karya ilmiah ini
5. Kepala Badan Litbang Kelautan dan Perikanan atas beasiswa yang telah
diberikan
6. Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk dan
Biotek Kelautan dan Perikanan (BBP4BKP) yang telah memberikan ijin untuk
melanjutkan program studi Doktoral
7. Teman – teman dan sahabat – sahabatku.. Yeni, Diah Ayu, Yanti, Devi, Ida,
Didi, Wawan, Bakti atas persahabatan yang luar biasa, kebersamaan dan
dorongan semangat serta bantuannya selama penelitian berlangsung
8. Kakelti dan rekan-rekan di Kelti Pengolahan Produk, Lab pengolahan dan
sensori (pak Sahid, Hasta, Ika dan pak Yayat), Lab. Kimia (Indra dan pak Iim)
dan Lab. Bioteknologi (Maya, Asri, Gintung) BBPP4KP atas bantuan dan
kerjasamanya selama penelitian.
7. Teman - teman IPN IPB: Mba Rini, Pak Mursalin, Arif, Inneke, bu Elvira, mbak
Wulan, pak Rahman atas bantuan, dan kerjasamanya.
8. Ayahanda Suwardi (alm) dan ibunda Wiryatmi, atas kasih sayang, dorongan
moril dan materiil, pengorbanan dan kesabarannya dalam mendukung penulis
menyelesaikan pendidikan serta ibu mertua yang senantiasa mendoakan penulis
demi kelancaran dalam menempuh pendidikan ini.
9. Kakak – kakak tersayang di Jakarta, Semarang dan Yogya serta Makassar
yang senantiasa memberikan support tak henti – hentinya dan doa demi
keberhasilan penulis menyelesaikan karya ilmiah ini
10. Semua pihak yang telah membantu dalam melaksanakan pendidikan dan
penelitian ini semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal.
Ema Hastarini
RIWAYAT HIDUP
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ............................................................................................ 1
Tujuan ......................................................................................................... 3
Manfaat ....................................................................................................... 4
Hipotesis ...................................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Patin (Pangasius sp) ............................................................................ 5
Potensi dan Produksi Ikan Patin (Pangasius sp) ......................................... 7
Teknologi Pengolahan Ikan Patin (Pangasius sp) ...................................... 10
Lemak dan Minyak ..................................................................................... 12
Minyak Ikan .............................................................................................. 13
Pemurnian Minyak Ikan ............................................................................. 14
Karakterisasi Minyak Ikan ......................................................................... 16
Asam Lemak .............................................................................................. 18
Asam Lemak Omega 3 .............................................................................. 20
Komposisi dan Distribusi Asam Lemak pada Trigliserida ........................... 22
Peranan dan Manfaat Nutrisi Lemak berdasarkan
Komposisi Asam Lemak ........................................................................... 24
Manfaat Minyak Ikan dalam Bidang Pangan dan Kesehatan ..................... 25
Aplikasi Minyak Ikan pada Produk Pangan ............................................... 27
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat .................................................................................... 28
Bahan ........................................................................................................ 28
Alat .................................................................................................. 28
METODE ................................................................................................... 28
Tahap I: Karakterisasi Bahan Baku Limbah Fillet Ikan Patin ...................... 29
Tahap II: Ekstraksi Minyak Ikan ................................................................. 30
Tahap III. Pemurnian Minyak Ikan.............................................................. 32
Tahap IV: Karakterisasi Minyak Ikan Patin Murni ....................................... 32
PROSEDUR ANALISIS ............................................................................. 33
Kadar lemak .............................................................................................. 33
Kadar iodine .............................................................................................. 33
Angka Asam ............................................................................................ 34
Bilangan penyabunan ................................................................................ 34
Bilangan Peroksida .................................................................................... 34
Profil asam lemak ..................................................................................... 35
Analisa gugus fungsi……………………………………………………………36
Penentuan Profil Gliserida............................................................................37
Warna............................................................................................................37
Viskositas......................................................................................................38
Titik leleh (Melting Point) dengan alat DSC ................................................ 38
Analisis Data .............................................................................................. 38
Halaman
1. Produksi Perikanan Budidaya Menurut Komoditas Utama ........................... 8
2. Kandungan Lemak, Protein dan Kadar Air bagian-bagian Limbah
catfish ......................................................................................................... 12
3. Profil dan Komposisi Asam Lemak Catfish dari bagian – bagian
limbah yang berbeda .................................................................................. 19
4. Perbandingan Profil Asam Lemak Isi perut Catfish dengan Daging
Fillet Beberapa Jenis Ikan Lainnya ............................................................. 20
5. Jumlah Maksimum Penggunaan Ingredien Pangan Omega pure ............... 26
6. Bagian – bagian Tubuh Ikan Patin .............................................................. 44
7. Kadar Lemak Bagian – bagian Tubuh Ikan Patin Siam dan Jambal ............ 47
8. Profil Asam Lemak dari Bagian – bagian Tubuh Ikan Patin Siam
dan Jambal ................................................................................................. 49
9. Rendemen Minyak Ikan Patin Murni ........................................................... 53
10. Hasil Analisa Kimia Minyak Ikan Patin Murni .............................................. 54
11. Profil Asam Lemak Minyak Ikan Patin Siam dan Jambal Murni ................... 56
12. Korelasi pola FTIR minyak ikan Patin Siam dan Jambal dibandingkan
dengan Minyak Ikan MaxEPA (Jun, 2009) ................................................. 59
13. Jenis TAG yang Teridentifikasi...................................................... ............... 62
14. Pola Hidrolisis TAG Minyak Ikan Patin oleh Lipase (Lipozyme TL IM)
setelah Hidrolisis selama 12, 18, dan 48 jam pada Inkubasi Suhu
55 oC .......................................................................................................... 64
15. Hasil Analisa Warna Minyak Ikan Patin ....................................................... 65
16. Viskositas Minyak Ikan Patin Murni ............................................................. 67
17. Perbandingan Minyak Ikan Patin dari bagian isi perut berdasarkan
nilai viskositas, angka iod dan kandungan asam lemak tidak jenuh ............ 67
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Salah Satu Jenis Ikan Patin (Ikan Patin Siam) .............................................. 5
2. Peta Sebaran Ikan Patin di Indonesia ........................................................... 9
3. Persentase Rendemen Ikan Patin (Pangasius sp) ...................................... 11
4. Trigliserida .................................................................................................. 13
5. Hasil Analisa Melting Point menggunakan alat DSC dari Catfish
Visceral Oil ................................................................................................. 16
6. Tipikal Termogam DSC untuk (a) Asam Palmitat dan (b) DHA ................... 17
7. Struktur EPA dan DHA................................................................................ 20
8. Struktur Trigliserida ..................................................................................... 23
9. Tahapan Umum Penelitian ......................................................................... 29
10. Diagam alir proses ekstraksi minyak ikan patin ........................................... 31
11. Bahan Baku Ikan Patin (a) Siam (b) Jambal ............................................... 39
12. Proses Pemfiletan Ikan Patin ...................................................................... 42
13. Ektraksi minyak Ikan Patin pada Suhu 70 ºC .............................................. 48
14. Rendemen Minyak Ikan Kasar Ikan Patin Siam dan Ikan Patin Jambal ....... 51
15. Pemurnian Minyak Ikan Patin ..................................................................... 52
16. Profil spektra FTIR minyak Ikan Patin Siam ................................................ 58
17. Profil spectra FTIR minyak Ikan Patin Jambal ............................................ 58
18. Profil TAG utama dalam minyak ikan patin Siam dan Jambal ................... 61
19. Contoh Kromatogram Minyak Ikan Patin Siam setelah Hidrolisis
dengan lipase (Lipozyme, TL IM) selama 12 jam pada Suhu 55 oC ............ 63
20. Profil Termogram DSC Minyak Ikan Patin Siam .......................................... 68
21. Profil Termogram DSC Minyak Ikan Patin Jambal ....................................... 70
22. Perbedaan Pola Karakteristik Termal Minyak Bagian Limbah Ikan
Patin, yaitu Bagian (A) kepala (B) bagian belly flap, dan (C) isi
perut....... .................................................................................................... 71
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
PENDAHULUAN
Latar Belakang
menunjukkan bahwa total asam lemak tidak jenuh dari minyak isi perut ikan lele
sekitar 26.13% sedangkan dari daging filetnya sekitar 25.93%. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa bagian tubuh yang berbeda akan memberikan
karakteristik yang berbeda pula ditinjau dari profil dan komposisi asam lemaknya.
Hasil-hasil penelitian di atas menjadi dasar bagi penelitian ini dimana
bagian-bagian limbah yang didapatkan dari proses pengolahan filet ikan patin
dapat dimanfaatkan lebih lanjut untuk menjadi produk yang memiliki nilai tambah.
Limbah ikan patin yang didapatkan dari proses pengolahan filet selama ini
dimanfaatkan hanya untuk bahan baku pakan ikan, yaitu bagian kepala, tulang,
dan kulit. Harga jual limbah patin itu berkisar Rp 1.000 per kg. Harga yang
sangat rendah untuk limbah ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi
pemanfaatan limbah ikan patin menjadi produk yang dapat dimakan dan memiliki
kandungan nutrisi yang tinggi. Dengan menerapkan teknologi pangan yang kita
miliki, peluang tersebut dapat dimanfaatkan, tidak hanya ikan diolah dalam
bentuk filet tetapi juga dalam bentuk produk olahan ikan patin lainnya. Demikian
pula limbah yang selama ini terbuang seperti kepala, kulit, tulang dan isi perut
yang sebenarnya masih banyak mengandung protein dan lemak, diharapkan
bisa menghasilkan produk yang bernilai tambah dari limbah tersebut untuk
meningkatkan pendapatan. Limbah ikan patin akan diekstrak menjadi minyak
ikan patin dan diproses lebih lanjut untuk kemudian dikarakterisasi sebagai dasar
bagi pengembangan produk pangan maupun ingredien pangan.
Penelitian profil dan komposisi asam lemak dari beberapa limbah ikan
telah banyak dilakukan (Sathivel et al. 2002; Hwang et al. 2004), namun untuk
jenis – jenis ikan patin yang ada di Indonesia belum dilakukan, baik untuk ikan
patin jenis Siam maupun jenis Jambal yang merupakan dua jenis ikan patin
terbanyak dikonsumsi di Indonesia. Penelitian mengenai profil gliserida dari
minyak limbah ikan patin juga belum dilakukan hingga saat ini.
Tujuan
Manfaat
Hipotesis
Minyak ikan yang diekstrak dari dua jenis ikan patin (patin Siam dan patin
Jambal) dan bagian limbah yang berbeda akan memberikan karakteristik fisiko-
kimia yang berbeda
5
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan patin merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang cukup dikenal
di Indonesia, serta memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Ikan patin banyak
6
dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan produk olahan baik segar
maupun asap. Produk olahan ikan patin segar pada umumnya adalah pempek,
nugget, bakso, otak – otak dan produk olahan perikanan lainnya. Daging ikan
patin memiliki kandungan kalori dan protein yang cukup tinggi, rasa dagingnya
khas, enak dan gurih. Ikan patin dinilai lebih aman untuk kesehatan karena kadar
kolesterolnya rendah dibandingkan dengan daging ternak. Protein daging ikan
patin cukup tinggi yaitu 16.58%.
Dalam bahasa Inggris catfish populer sebagai ikan lele atau ikan patin
alias ikan kucing lantaran mempunyai "kumis". Jenis-jenis ikan patin menurut
Khairuman dan Sudenda (2002) antara lain:
1. Patin lokal dengan nama ilmiah Pangasius spp. Salah satu jenis populer yang
berpeluang menjadi komoditas ekspor adalah patin jambal (Pangasius
djambal Bleeker) yang hidup di sungai-sungai besar di Indonesia. Jenis lain
adalah patin kunyit yang hidup di sungai-sungai besar di Riau.
2. Pangasius polyuranodo (ikan juaro), Pangasius macronema (ikan rios, riu,
lancang), Pangasius micronemus (wakal, rius caring), Pangasius nasutus
(pedado) dan Pangasius nieuwenbuissii (ikan lawang) yang penyebarannya
hanya di Kalimantan Timur.
3. Pangasius bocourti yang terdapat di perairan umum di Vietnam dan
merupakan komoditas ekspor ke Amerika Serikat, Eropa dan beberapa
negara Asia.
4. Patin siam dengan nama latin Pangasius hypopthalmus adalah patin bangkok
atau lele bangkok karena asalnya dari Bangkok (Thailand)
patin lokal yang telah menjadi komoditas ekspor hasil perikanan adalah ikan
patin jambal (Pangasius djambal) (Djarijah 2001). Patin jambal adalah salah satu
dari kelompok pangasius yang banyak terdapat di sungai, danau dan perairan
umum lainnya di Indonesia dan banyak di jumpai di daerah Jambi, Riau dan
Kalimantan. Dari hasil evaluasi di lapangan menunjukan bahwa ikan ini
mempunyai karakter yang menguntungkan untuk budidaya dan bisa mencapai
ukuran yang lebih besar dari 20 kg bobot badan namun ketersediannya masih
bergantung dari hasil tangkapan di alam. Dengan keberhasilan Balai Budidaya
Air Tawar Jambi dalam produksi massal benihnya sejak 2002, maka terbuka
peluang usaha pembesarannya. Sehingga budidaya patin jambal dapat dijadikan
arternatif komoditi air tawar untuk di masa mendatang.
Ikan patin merupakan salah satu komoditi ikan air tawar yang memiliki
potensi besar untuk dikembangkan serta memiliki harga jual yang tinggi. Hal
inilah yang menyebabkan ikan patin (Pangasius sp) ini mendapat perhatian dan
diminati oleh para pengusaha untuk membudidayakannya. Beberapa keunggulan
ikan patin seperti tempat pemeliharaan tidak memerlukan air yang mengalir dan
hanya dalam waktu pemeliharaan 6 bulan dapat mencapai panjang 35 – 40 cm
(Djarijah 2001).
memproduksi 1 juta ton ikan patin dengan kemampuan memasok pasar dunia
250.000 ton diantaranya ke Amerika Serikat dan Uni Eropa. Permintaan pasar
Eropa terus meningkat. Saat ini sekitar 25 persen pangsa pasar di Eropa
membutuhkan ikan patin (Pusdatin KKP 2011). Semangat mengembangkan
budidaya ikan patin di tanah air terganjal lemahnya daya saing. Hal ini terjadi
akibat harga pakan ikan yang mahal karena sebagian masih impor sehingga
harga filet yang dihasilkan menjadi tinggi.
Dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan ikan dalam negeri dan luar
negeri, Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) selama 5 (lima) tahun terakhir
terus mendorong pengembangan usaha budidaya ikan karena kegiatan
penangkapan ikan harus dikendalikan, karena banyak kawasan laut yang dalam
kondisi lebih tangkap. Dalam rangka mendukung pengembangan budidaya ikan,
KKP telah menerapkan kebijakan Pengembangan Kawasan Komoditas
Unggulan. Upaya ini dilakukan dengan tujuan untuk memacu budidaya ikan 10
(sepuluh) komoditas unggulan termasuk didalamnya ikan patin (Ferinaldy 2009).
Data produksi ikan patin tampak pada Tabel 1, dimana pada tahun 2005 sebesar
32.575 ton kemudian meningkat setiap tahunnya hingga mencapai 147.888 ton
pada tahun 2010.
Bagian tubuh ikan seperti kulit, kepala, sirip, tulang dan isi perut disebut
dengan inedible portion atau bagian tubuh ikan yang tidak dapat dimakan,
sementara dagingnya adalah edible portion atau bagian tubuh yang dapat
dimakan (Zaitzev et al. 1969). Bagian tubuh yang tidak dapat dimakan tersebut
umumnya dinamakan limbah hasil pengolahan perikanan dimana
pemanfaatannya masih sebatas sebagai pakan ikan ataupun hewan ternak
lainnya.
Dengan menerapkan teknologi pangan yang kita miliki, peluang tersebut
dapat dimanfaatkan, ikan tidak hanya diolah dalam bentuk filet tetapi juga
dalam bentuk produk olahan ikan patin lainnya. Demikian pula limbah yang
selama ini terbuang seperti kepala, kulit, tulang dan isi perut yang sebenarnya
masih banyak mengandung protein dan lemak, diharapkan bisa menghasilkan
produk yang bernilai tambah dari limbah tersebut untuk meningkatkan nilai
ekonomis.
Pada pengolahan filet ikan patin terdapat limbah yang selama ini
terbuang ataupun hanya dimanfaatkan sebatas sebagai bahan baku pakan ikan
12
dengan nilai jual yang rendah. Limbah tersebut meliputi kepala, tulang, ekor,
belly flap (daging bagian perut), daging sisa trimming (pengeratan/perapian filet)
dan isi perut (viscera) yang mengandung lemak abdomen sangat banyak.
Limbah dari proses pengolahan filet ikan patin ini dapat dikembangkan menjadi
produk yang bernilai tambah terutama dari bagian lemak yang kemungkinan
mengandung asam – asam lemak yang berguna bagi kesehatan. Bagian –
bagian limbah ikan lele juga memiliki kandungan nutrisi yang tinggi seperti
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Kandungan Lemak, Protein dan Air Bagian-bagian Limbah Ikan Lele
Bagian-bagian Kadar Lemak (%) Kadar Protein (%) Kadar air (%)
limbah ikan lele
Isi perut 33.6 14.7 50.1
Saluran 5.8 13.4 79.5
pencernaan
Hati 8.8 11.4 74.9
Gallbladder 0.3 2.6 88.9
Lemak simpanan 90.7 1.3 8
perut
Daging filet 9 14.4 74.4
Daging belly flap 14.7 13.5 71.2
Sumber : Sathivel et al. (2002)
Minyak Ikan
Minyak ikan merupakan komponen lemak dalam jaringan tubuh ikan yang
telah diekstraksi dalam bentuk minyak. Minyak ikan mempunyai jenis asam
lemak yang lebih beragam dibandingkan dengan jenis minyak yang lain, dengan
kandungan asam lemak omega 3 yaitu EPA dan DHA yang umum dijumpai pada
minyak ikan (Estiasih 2009).
Proses untuk mendapatkan minyak ikan dengan kualitas yang baik ada 2
tahap penting yang harus diperhatikan yaitu proses ekstraksi minyak dan proses
pemurnian minyak. Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau
lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Pemurnian
(refining) adalah suatu proses yang bertujuan untuk menghilangkan rasa dan bau
yang tidak enak, warna tidak menarik dan untuk memperpanjang umur simpan
sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan mentah dalam industri
(Ketaren 1986). Menurut Estiasih (2009), untuk menjadikan minyak ikan kasar
yang dihasilkan layak konsumsi maka perlu dilakukan pemurnian. Pemurnian ini
perlu dilakukan karena minyak atau lemak yang dihasilkan dalam proses
14
Penghilangan gum merupakan proses pemisahan getah dan lender yang terdiri
dari fosfatida, protein, residu karbohidrat, air, dan resin tanpa mengurangi jumlah
15
Deodorisasi adalah suatu tahap proses pemurnian minyak yang bertujuan untuk
menghilangkan bau dan rasa yang tidak enak dalam minyak. Prinsip proses
deodorasi, yaitu penyulingan minyak dengan uap panas pada tekanan atmosfer
16
atau pada keadaan hampa. Proses deodorasi dilakukan dengan cara memompa
minyak ke dalam ketelen deodorasi. Kemudian minyak tersebut dipanaskan pada
suhu 200-250 ºC pada tekanan 1 atmosfer dan selanjutnya pada tekanan rendah
(kurang lebih 10 mmHg), sambil dialiri uap panas selama 4-6 jam untuk
mengangkut senyawa yang dapat menguap. Setelah proses deodorisasi selesai,
minyak ikan kemudian didinginkan sehingga suhu menjadi kurang lebih 84 ºC
dan selanjutnya minyak ikan dikeluarkan
Berdasarkan penelitian Sathivel et al. (2008), melting point dari minyak isi
perut ikan lele berkisar antara -46.2 – 21.2 ºC untuk minyak kasarnya. Tren titik
cair dari minyak ikan isi perut lele ini menggambarkan kandungan asam
lemaknya, dimana memiliki total kandungan asam lemak tidak jenuh diatas 68%.
Titik cair yang memiliki nilai negatif berkaitan dengan kandungan asam lemak
tidak jenuhnya. Sedangkan untuk hasil analisa DSC asam lemak Palmitat dan
DHA pada Gambar 6.
Gambar 6 Tipikal Termogam DSC untuk (a) Asam Palmitat dan (b) DHA
(Sathivel et al. 2008)
Termogram pada gambar diatas merupakan puncak titik cair dari asam
lemak palmitat dan DHA, dimana alat DSC dipanaskan dari suhu -75 hingga 120
ºC. Puncak titik cair ini sangat tajam, menggambarkan hanya satu asam lemak
yang dianalisa, dibandingkan dengan termogram pada Gambar 5 yang
menggambarkan Trigliserida dengan kandungan asam lemak yang bervariasi
sehingga puncak titik cairnya berbentuk landai dan tidak tajam (Sathivel et al.
2008),
18
Asam Lemak
Asam lemak dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan asam lemak tak
jenuh. Asam lemak jenuh hanya memiliki ikatan tunggal di antara atom-atom
karbon penyusunnya, sementara asam lemak tak jenuh memiliki paling sedikit
satu ikatan ganda di antara atom-atom karbon penyusunnya. Semakin panjang
rantai C penyusunnya, semakin mudah membeku dan juga semakin sukar larut.
Asam lemak jenuh bersifat lebih stabil daripada asam lemak tak jenuh. Ikatan
ganda pada asam lemak tak jenuh mudah bereaksi dengan oksigen (mudah
teroksidasi).
Asam lemak, bersama-sama dengan gliserol, merupakan penyusun
utama minyak nabati atau lemak dan merupakan bahan baku untuk semua lipida
pada makhluk hidup. Asam lemak ini mudah dijumpai dalam minyak masak
(goreng), margarin, atau lemak hewan dan menentukan nilai gizinya. Secara
alami, asam lemak bisa berbentuk bebas (karena lemak yang terhidrolisis)
maupun terikat sebagai gliserida. Sejumlah studi menunjukkan bahwa profil
asam lemak sangat bergantung pada komposisi lemak pada makanan yang
dikonsumsi ikan (Sargent et al. 1995). Penelitian Waagbo et al. (1993) mengenai
pemberian pakan ikan Salmon dengan 3 tingkat kandungan omega 3 yang
berbeda memberikan hasil bahwa terjadi kenaikan pada kandungan asam lemak
omega 3 dari ikan Salmon tersebut.
Penelitian mengenai profil dan komposisi asam lemak pada daging filet
ikan lele dan bagian – bagian limbah ikan lele yaitu isi perut, saluran pencernaan,
hati, gallbladder, lemak simpanan perut dan daging belly flap telah dilakukan
Sathivel et al. (2002) dengan hasil tampak pada Tabel 3.
Pada hasil penelitian tersebut tampak bahwa minyak yang didapatkan
dari masing – masing bagian limbah ikan lele dan daging filetnya menunjukkan
profil dan komposisi asam lemak yang berbeda. Hal ini menjadi dasar bagi
penelitian lebih lanjut bahwa bagian – bagian limbah yang berbeda sangat
berpengaruh terhadap minyak ikan yang dihasilkan terutama dalam profil asam
lemaknya.
19
Tabel 3 Profil dan Komposisi Asam Lemak Ikan Lele dari Bagian – bagian
Limbah yang Berbeda (mg/g)
Perbedaan jenis ikan juga sangat mempengaruhi profil asam lemak dari
minyak ikan yang dihasilkan seperti tampak pada Tabel 4 yang menunjukkan
hasil penelitian dari Sathivel et al (2002).
Hasil penelitian Sathivel menunjukkan bahwa total PUFA dari isi perut
ikan lele lebih tinggi dibandingkan dari daging filetnya, demikian pula dari ikan
salmon dan tuna sedangkan asam lemak omega 3 (C18:3 dan C22:6) yang
terdeteksi dari isi perut ikan lele adalah sebesar 12.4% dari total PUFA.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, menunjukkan bahwa limbah dari ikan lele
yang berupa isi perut merupakan sumber potensial untuk dibuat menjadi minyak
ikan yang kemudian dapat dimurnikan menjadi edible oil. Minyak ikan yang
didapatkan dari isi perut ikan lele juga bisa dimanfaatkan sebagai flavor untuk
pangan dan dapat dijadikan pangan fungsional (Prinyawiwatkul et al. 2002).
20
Tabel 4 Perbandingan Profil Asam Lemak Isi perut Ikan lele dengan Daging Filet
Beberapa Jenis Ikan Lainnya (g/100g)
Asam lemak Ikan lele Ikan lele Salmon Tuna Isi perut
(g/100g bahan) liar budidaya budidaya Sirip biru Ikan lele
Jenuh
C14:0 0.06 0.09 0.49 0.14 0.42
C16:0 0.44 1.23 1.30 0.81 3.35
C18:0 1.5 0.35 0.28 0.31 1.44
Tak jenuh tunggal
C16:1 0.18 0.28 0.67 0.16 0.48
C18:1 0.59 3.17 1.78 0.92 6.40
C20:1 0.02 0.07 1.19 0.28 0.55
Tak jenuh jamak
C18:2 0.10 0.88 0.59 0.05 3.21
C18:3 0.07 0.10 0.09 0.00 0.33
C20:4 0.15 0.09 1.15 0.04 0.20
C22:6 0.23 0.21 1.29 0.89 0.18
Omega 3 0.30 0.31 1.38 0.89 0.51
Sumber : Sathivel et al. (2002)
Asam lemak omega-3 adalah asam lemak poli tak jenuh yang mempunyai
ikatan rangkap banyak, ikatan rangkap pertama terletak pada atom karbon ketiga
dari gugus metil. Ikatan ketiga dari ikatan rangkap sebelumnya. Gugus metil
adalah gugus terakhir dari rantai asam lemak. Contoh asam lemak omega-3
adalah asam lemak eikosapentaenoat EPA (C 20: 5, ω-3), dan asam lemak
dokosaheksaenoat DHA (C 22: 6, ω-3). Struktur Omega-3 EPA dan DHA adalah
sebagai berikut:
asam lemak pada posisi sn-1 dengan kromatografi gas. Asam lemak pada posisi
sn-3 ditentukan dengan menganalisa 2,3-diasilgliserofosfatida (Christie 1987).
Minyak ikan dengan merk dagang “Omega pure‟ telah dikenal luas di
pasaran Amerika dimana memiliki karakteristik sebagai berikut : kaya asam
lemak EPA dan DHA; tidak memiliki bau dan rasa; memiliki kestabilan oksidatif,
dapat diaplikasikan secara luas pada bidang pangan (Tabel 5).
Saat ini konsentrat asam lemak omega 3 dalam bentuk kapsul banyak
digunakan sebagai suplemen makanan. Sebagian besar sumber asam lemak
omega 3 tersebut berasal dari ikan laut seperti lemuru ataupun tuna, sedangkan
yang berasal dari sumber ikan air tawar masih jarang ditemukan. Berdasarkan
27
hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terhadap minyak ikan yang
bersumber dari ikan air tawar seperti ikan mujahir, ditemukan pula kandungan
asam lemak omega 3 didalamnya, walaupun jumlahnya tidak setinggi seperti
pada ikan air laut (Setha 1997). Hal ini menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya
terhadap minyak ikan yang bersumber dari ikan air tawar, karena selain dapat
dimanfaatkan sebagai suplemen makanan, diharapkan minyak yang dihasilkan
dapat menjadi ingredien pangan yang bisa diaplikasikan secara luas pada
industri pangan, terutama untuk produk – produk pangan emulsi.
METODE PENELITIAN
Bahan
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi peralatan gelas
seperti labu erlenmeyer, corong pemisah, batang pengaduk, beker glass dan lain
– lain. Alat lainnya yaitu, penangas air, waterbath shaker, sentrifuge, GC (Gas
Chromatography) (Shimadzu Co.Japan), Brookfield viscometer, Chromameter
Minolta CR-300, DSC (Differensial Scanning Calorimetry) tipe 821 Mettler
Toledo, FTIR (Fourier Transform Infrarred) model IRPrestige-21 (Shimadzu
Co.Japan), HPLC fase terbalik (Reversed Phase High Performance Liquid
Chomatography) dengan detektor Refractive Index (RID) (Shimadzu Co.Japan).
METODE
Ikan Patin
Analisis :
Bagian – bagian Tubuh Kadar lemak
Ikan Patin Profil asam lemak
Tahap IV
Minyak Ikan Kasar
Analisis :
Fisik (titik leleh, warna,
Tahap III Pemurnian viskositas)
Kimia (angka asam, angka
peroksida, bilangan iod,
bilangan penyabunan, FTIR)
Profil dan komposisi asam
Minyak Ikan Murni lemak
Profil Gliserida
Pada tahap ini dilakukan proses ekstraksi minyak ikan patin (Gambar 10)
dengan metode yang digunakan adalah metode Sathivel et al. (2008) yang
dimodifikasi. Proses ekstraksi minyak ikan menggunakan 2 macam perlakuan
yaitu jenis ikan patin yang digunakan (2 jenis ikan patin) dan bagian – bagian
limbah hasil karakterisasi tahap awal.
Ekstraksi minyak ikan dilakukan dari masing – masing limbah yang telah
dicuci dan ditiriskan. Limbah dilumatkan kemudian ditambah air dengan
perbandingan 1 : 3 (limbah : air) dan direbus pada suhu sekitar 70 ºC selama 30
menit. Setelah dilakukan perebusan, limbah disaring dengan kain hingga
didapatkan yield berupa cairan. Cairan yang didapatkan masih dalam bentuk
emulsi yaitu campuran antara minyak, air dan padatan, sehingga dilakukan
proses pemisahan untuk memisahkan minyak dari bahan – bahan lainnya.
Padatan yang didapat dari hasil penyaringan di press, kemudian cairan yang
didapatkan dicampurkan dalam proses pemisahan. Proses pemisahan dilakukan
menggunakan corong pisah hingga minyak dengan air terpisah sempurna. Hasil
yang didapatkan berupa minyak ikan patin kasar.
Minyak ikan patin kasar yang didapatkan disimpan didalam botol
berwarna gelap dan selanjutnya dilakukan tahap pemurnian untuk mendapatkan
minyak ikan patin murni.
31
Pencucian
Pelumatan
Pemanasan
(suhu 70 ºC; 15 menit)
Penyaringan
Pengepresan padatan
Pemisahan minyak
dengan corong pisah
Minyak ikan patin kasar yang diperoleh kemudian diproses lebih lanjut
untuk mendapatkan minyak ikan patin murni. Tahapan pemurnian pada minyak
yang dilakukan adalah sebagai berikut : minyak ikan kasar ditempatkan didalam
wadah alat pemurnian yang dirangkaikan dengan saringan vakum, dipanaskan
hingga mencapai suhu 60ºC kemudian ditambahkan adsorben sebanyak 1%
dari berat minyak yang dimurnikan. Proses pemurnian dilanjutkan hingga
mencapai suhu 80ºC, selama 30 menit. Selanjutnya minyak disaring
menggunakan penyaring vakum dan berat minyak yang dihasilkan ditimbang
sebagai rendemen minyak minyak ikan patin murni.
Setelah melalui tahap pemurnian, minyak ikan patin murni yang
didapatkan kemudian disimpan didalam botol gelap dan disimpan pada suhu
-18 ºC hingga digunakan untuk tahap selanjutnya.
Pada tahap penelitian ini dilakukan karakterisasi minyak ikan patin murni
untuk mengetahui sifat – sifat minyak yang dihasilkan. Karakterisasi yang
dilakukan meliputi : profil dan komposisi asam lemak, penentuan posisi asam
lemak dalam trigliserida (profil gliserida) serta sifat – sifat minyak secara kimia
dan fisik.
1. Profil dan komposisi asam lemak
Analisa profil dan komposisi asam lemak dilakukan terhadap masing –
masing minyak ikan patin murni yang dihasilkan dengan menggunakan
alat Gas Chromatogaphy (GC). Tahapan analisa yang dilakukan adalah
proses metilasi dan identifikasi asam lemak dari minyak.
2. Profil Gliserida Minyak Ikan
Analisa profil gliserida dilakukan untuk mengetahui posisi asam lemak
dalam trigliserida (sn-1, sn-2 dan sn-3) dengan tahapan analisa yang
diawali dengan reaksi hidrolisis secara enzimatis kemudian dirangkaikan
dengan analisa profil gliseridanya menggunakan HPLC fase terbalik.
3. Sifat – sifat minyak secara fisik dan kimia
Analisa sifat minyak secara kimia dengan melakukan analisa angka
asam, angka peroksida, bilangan iod, bilangan penyabunan
menggunakan metode AOAC (2000); sifat fisik minyak yaitu melakukan
analisa warna dengan Chromameter, titik cair dengan menggunakan alat
33
PROSEDUR ANALISIS
Angka Iod adalah jumlah gam iod yang dapat diikat oleh 100 gam lemak
atau minyak. Untuk mengetahui angka iod menimbang kurang lebih 0,1 g minyak
hasil ekstraksi dalam botol timbang, kemudian dipindahkan pada erlenmeyer 300
ml dengan menambahkan eter sebanyak 3 ml, lalu ditambah 20 ml larutan iodine
monoklorida (reagent wijs), tutup dan kocok selama 1 menit. Setelah itu
ditambah larutan KI 10% sebanyak 10 ml dan ditambah aquades sebanyak 50
ml. Kemudian dititrasi dengan larutan standar thio-sulfat 0,1 N sampai warna
kuning muda, lalu diberi larutan amilum 1% sebanyak 1-2 ml kemudian dititrasi
lagi hingga warna biru hilang. Dilakukan juga terhadap blanko.
dengan Na2S2O3 0,1N sampai warna kuning hampir hilang. Ditambahkan 0,5 ml
larutan pati 1% dan lanjutkan titrasi sampai warna biru tepat menghilang.
Bilangan peroksida dinyatakan dalam nilai equivalen dari peroksida
dalam setiap 100 g contoh.
Analisis profil dan komposisi asam lemak terdiri dari 2 tahap yaitu tahap
metilasi dan identifikasi. Tahap metilasi adalah sebagai berikut : Sebanyak
kurang lebih 20 – 40 mg minyak ikan ditimbang dan ditambahkan 1 ml NaOH 0.5
N dalam Metanol kemudian dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit.
Selanjutnya ditambahkan 2 ml BF3 20% panaskan lagi selama 2 menit.
Ditambahkan 5 ml heptana dan didihkan selama 1 menit. Ditambahkan larutan
NaCl jenuh untuk menguapkan larutan heptana hingga leher tabung. Selanjutnya
1 ml lapisan heptana dipindahkan dengan bantuan pipet tetes kedalam tabung
kemudian ditambahkan ± 0.1 g Na2SO4 anhidrat untuk menghilangkan air,
biarkan 15 menit. Fasa cair selanjutnya diinjeksikan ke kromatografi gas.
Tahap identifikasi asam lemak dilakukan dengan cara menginjeksikan
1 µl methyl ester pada kromatogafi gas (GC) dengan spesifikasi sebagai berikut :
Kolom : Cyanopropil methyl sil (capilary coloumn)
Dimensi kolom : p=60 m, diameter dalam= 0.25 mm, 0.25 µm film
thickness
Suhu Kolom : Suhu terprogam yaitu 125 ºC (suhu awal) selama 5
menit, kemudian dinaikkan dengan kecepatan
10 ºC /menit sampai 185 ºC. Selanjutnya dinaikkan
dengan kecepatan 5 ºC/menit sampai suhu 205 ºC
dipertahankan selama 10 menit dan dinaikkan kembali
dengan kecepatan 3 ºC/menit sampai suhu 225 ºC
dipertahankan selama 7 menit.
Detektor : FID
Suhu detektor : 240 ºC
Suhu injektor : 220 ºC
36
Untuk menghitung jumlah asam lemak jenuh maupun tidak jenuh dilakukan
dengan dua tahap yaitu:
Membandingkan waktu retensi (RT) asam lemak yang terdapat dalam
sampel dengan waktu retensi asam lemak dalam standar eksternal.
Menghitung asam lemak yang teridentifikasi dalam sampel (% b/b)
dengan rumus sebagai berikut :
Ax/As x C standar x V contoh/100 x 100%
Gram contoh
Di mana :
V contoh = volume contoh
Cs = Konsentrasi standar
Ax = Luas puncak komponen x
As = Luas puncak standar
i. Warna
Pengukuran warna minyak dilakukan menggunakan alat Chromameter
Minolta CR 300. Sampel minyak diteteskan pada tempat sampel pada alat
kemudian ditutup dan alat dijalankan. Notasi – notasi yang muncul dari hasil
pengukuran yaitu L*, a* dan b*. Notasi L* menyatakan nilai kecerahan dengan
kisaran angka dari 0 – 100 (paling cerah). Notasi a* menyatakan warna
38
j. Viskositas
Pengukuran viskositas dilakukan dengan alat viscometer Brookfield.
Sampel minyak yang telah disimpan beku dithawing terlebih dahulu dengan cara
botol minyak direndam air di sekelilingnya dan dipanaskan diatas penangas air
pada suhu 30 ºC hingga minyak mencair sempurna. Minyak kemudian diukur
viskositasnya menggunakan spindel 1 dengan kecepatan 30 rpm.
k. Titik leleh (Melting Point) dengan alat DSC (Sathivel et al. 2008)
Minyak ditimbang sebanyak 0.5 – 1 mg dan diletakkan dalam pan sampel
aluminium (crucible) pada alat DSC. Pan aluminium kosong diletakkan sebagai
referensi. Penentuan titik leleh minyak dilakukan dengan cara mengatur suhu
pemanasan -75 ºC hingga 125 ºC dengan kenaikan suhu sebesar 5 ºC/menit.
ANALISIS DATA
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan patin yang
dikenal dengan sebutan catfish. Ikan patin memiliki badan memanjang berwarna
putih seperti perak dengan punggung berwarna kebiru – biruan. Kepala ikan
relatif kecil dengan mulut terletak di ujung kepala agak sebelah bawah. Hal ini
merupakan ciri khas golongan catfish (Djarijah, 2001). Pada sudut mulutnya
terdapat dua pasang sungut pendek yang berfungsi sebagai alat peraba
(Susanto dan Amri, 1998). Kedua jenis ikan patin yang digunakan sebagai bahan
baku pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 11.
(A)
(B)
Perbedaan antara ikan patin Siam dan Jambal terletak pada warna
punggungnya dimana ikan patin jenis Jambal memiliki warna abu – abu
keperakan sedangkan ikan patin Siam cenderung kebiruan. Bagian kepala ikan
patin jambal berbentuk padat, membulat sedangkan ikan patin siam cenderung
pipih memanjang. Ekor ikan patin Siam pendek dan membulat sedangkan ikan
patin jambal lebih runcing dan memanjang.
Ikan patin termasuk golongan omnivora yang masuk dalam keluarga
Genus Pangasius. Ikan Patin Siam merupakan ikan introduksi dari Thailand yang
sudah berhasil di budidayakan sebagai ikan konsumsi di Indonesia. Kolam –
kolam budidaya ikan patin Siam tersebar di sepanjang daerah Parung dan Jawa
Barat juga di daerah Sumatera dan Kalimantan. Daging filet ikan patin Siam
berwarna kuning kemerahan sehingga menimbulkan permasalahan pada saat
masuk industri pengolahan filet skala ekspor karena para importir umumnya
mendapatkan daging filet patin yang berwarna putih dari Vietnam.
Permasalahan ini sebenarnya teratasi dengan mulai dikembangkannya ikan patin
Jambal (Pangasius djambal). Ikan patin Jambal merupakan ikan patin lokal
Indonesia yang telah mulai dikembangkan sejak beberapa tahun terakhir ini,
berkaitan dengan dagingnya yang berwarna lebih putih dan rasa yang lebih gurih
karena kandungan lemaknya yang tinggi. Kelemahan dari ikan patin Jambal ini
adalah sifatnya yang rentan terhadap kondisi budidaya sehingga bersifat tidak
stabil dan mempengaruhi hasil produksi budidaya.
Pada penelitian ini, ikan patin Siam didapatkan dari kolam budidaya di
daerah Parung, Bogor. Ikan patin Siam diberikan pakan buatan jenis pelet
dengan kandungan lemak berkisar 3-5%. Tahap pemanenan dilakukan
menggunakan jala yang diletakkan di sekeliling kolam untuk menjaga ikan patin
tidak melompat keluar kolam. Ikan patin ditangkap dalam keadaan hidup dan
dimasukkan kedalam blong – blong plastik yang berisi air dan telah didesain
terbuka di bagian atas sehingga masih terdapat udara terbuka. Blong ikan
kemudian diangkut menggunakan mobil pick up terbuka dengan bagian atas
ditutup jaring secara keseluruhan sehingga menghindari terjadinya loncatan ikan
patin selama transportasi. Waktu yang dibutuhkan dari kolam hingga sampai
laboratorium sekitar 2 jam perjalanan. Setelah sampai di tempat, ikan patin
dimasukkan kedalam bak – bak penampungan yang telah disiapkan kemudian
dibiarkan semalam dalam keadaan diberok (dipuasakan). Hal ini dilakukan untuk
41
Ikan patin sebagai bahan baku penelitian ini difilet untuk mendapatkan
hasil berupa daging filet dan sisanya yang tidak dapat dimakan berupa limbah.
Proses pengolahan filet ikan patin dilakukan melalui beberapa tahapan yang
meliputi penimbangan, pencucian, pemfiletan, penyiangan, perapian/pengeratan
filet (trimming), pelepasan kulit, pencucian, penimbangan. Proses pemfiletan ikan
patin dapat dilihat pada Gambar 12.
42
(A)
(B)
Gambar 12 Proses Pemfiletan Ikan Patin (A) Penyayatan awal daging ikan
dan (B) Pemotongan filet.
digunakan. Bagian – bagian tubuh ikan patin lainnya yang didapatkan pada saat
proses pengolahan filet selain daging filet, dikategorikan limbah dan
dikelompokkan masing – masing sehingga mudah dalam penanganannya.
Hasil proses pengolahan fillet ikan patin berupa daging fillet ikan patin
dengan yield sebesar 32.69% dan 31.10% berturut – turut untuk patin Siam dan
Jambal. Yield didapatkan dari berat filet yang didapatkan dibagi dengan berat
ikan awal. Besarnya rendemen ini bervariasi tergantung pada jenis ikan dan
bentuk filet yang diinginkan pada saat diproses. Hasil penelitian Sathivel (2002)
mendapatkan yield fillet catfish sebesar 45%. Daging filet sebagai yield yang
didapatkan pada proses pengolahan filet ikan patin pada umumnya diproses
beku sebagai produk fillet skinless yang kemudian diekspor atau dijual lokal,
akan tetapi terkadang juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan produk
olahan ikan patin seperti bakso, nugget, otak – otak dan sosis.
Daging filet skinless merupakan bagian terbesar dari ikan patin. Pada
umumnya daging filet ini digunakan sebagai bahan baku produk – produk olahan
ataupun dikonsumsi dalam keadaan fresh ataupun frozen. Pada industri
pengolahan patin, daging filet skinless ini merupakan produk ekspor yang pada
umumnya dikemas dalam kemasan individual vacuum packed (IVP) kemudian
disimpan beku. Industri pengolahan filet patin semakin meningkat di Indonesia
dengan terbentuknya 75 unit usaha yang terdiri dari 13 usaha skala besar dan
sisanya adalah pengolahan ikan asap, abon, keripik kulit patin dan olahan
lainnya. Beberapa unit pengolahan patin fillet di Indonesia di antaranya adalah di
Jambi, Karawang, Purwakarta, Tulung Agung, Banjar dan Riau (Kap 2012).
Semakin meningkatnya industri pengolahan ikan patin ini harus dibarengi pula
dengan teknologi pemanfaatan limbah yang dihasilkan sehingga akan
mendapatkan produk yang memiliki nilai tambah tinggi.
Pada proses pengolahan filet ikan patin, selain daging filet sebagai hasil
utama, didapatkan bagian tubuh lainnya sebagai sisa ataupun limbah sebanyak
enam (6) bagian. Keenam bagian limbah tersebut meliputi kepala, tulang-ekor
(bagian tulang badan yang bersambungan dengan ekor), kulit, daging belly flap
(daging pada bagian perut), daging sisa trimming (daging sisa pengeratan filet)
dan isi perut. Pada Tabel 6 dapat dilihat bagian - bagian tubuh patin pada saat
44
Yield (%)
No Bagian tubuh Ikan Patin
Patin Siam Patin Jambal
Daging Filet
1. 32.69±0.30 31.10±0.41
skinless
Daging sisa
5. 5.28±0.61 5.83±0.90
trimming
berkisar 6.0% hingga 8.7% serta merupakan sumber alternatif asam lemak tak
jenuh yang berkisar antara 72.6% hingga 75.3%.
Limbah hasil proses pengolahan filet ikan patin kemudian ditimbang dan
dilakukan pencucian hingga bersih dari kotoran yang menempel. Setelah dicuci
kemudian limbah ditiriskan dan dikemas vakum sehingga siap digunakan
sebagai bahan baku dalam ekstraksi minyak ikan patin setelah dilakukan analisa
kadar lemaknya.
Kadar lemak dari bagian – bagian tubuh ikan patin baik jenis Siam
maupun Jambal tampak pada Tabel 7. Analisa kadar lemak ini dilakukan
menggunakan metode soxhlet sebanyak 3 kali ulangan. Masing – masing bagian
tubuh ikan patin baik daging filet maupun limbahnya memiliki kandungan lemak
yang bervariasi, dimana bagian yang berdekatan dengan bagian perut umumnya
memiliki kadar lemak yang lebih besar terkait dengan jaringan penimbunan
lemak di bagian adiposa ikan patin.
Bagian isi perut yang berkisar 10% dari total ikan patin memiliki kadar
lemak yang tinggi bahkan mencapai 35.32% untuk ikan patin Jambal. Hal ini
dikarenakan ikan patin memiliki bagian lemak abdomen yang tersimpan di bagian
isi perut sehingga menyumbang kadar lemak yang cukup tinggi untuk bagian
tersebut. Kadar lemak bagian isi perut ikan patin Siam dan Jambal berbeda
sangat nyata hal ini dikarenakan perbedaan dalam konsumsi pakan yang
diberikan. Pada ikan patin Siam, pakan yang diberikan mengandung lemak
sebesar 3-5% berdasarkan komposisi pakannya, sedangkan pakan ikan patin
Jambal mengandung kadar lemak sebesar 6-8% yang ditunjang dari ingredien
tepung ikan yang menyusunnya. Menurut penelitian Hwang et al. (2004), bagian
isi perut catfish termasuk didalamnya seperti saluran pencernaan, hati, empedu
dan lemak simpanan (lemak abdomen) merupakan sumber lemak yang potensial
dengan kandungan omega 3 yang tinggi.
47
Tabel 7 Kadar lemak bagian – bagian tubuh ikan patin Siam dan Jambal
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang
nyata (P<0.05).
Kadar lemak bagian – bagian tubuh ikan patin berkisar antara 2.72%
hingga 35.32%. Bagian yang terendah kadar lemaknya adalah daging fillet
skinless yaitu 2.72% untuk ikan patin Siam dan 2.89% untuk Jambal. Hal ini
terkait dengan proses pengeratan pada daging fillet saat proses pemfiletan
sehingga bagian berlemak yang menempel pada daging filet sudah dibuang.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ho dan Paul (2009) yang
mendapatkan kadar lemak daging fillet untuk ikan patin „Tra‟ (Pangasius
hypopthalmus) sebesar 2.55%. Hasil penelitian Ozogul et al. (2007) terhadap
beberapa jenis daging ikan air tawar mendapatkan kadar lemak berkisar 0.39%
untuk ikan Zander hingga 3.21% untuk ikan lele Afrika. Bagian daging belly flap
memiliki kandungan lemak yang tertinggi yaitu sebesar 36.21% untuk ikan patin
Siam dan 36.50% untuk Jambal. Bagian daging belly flap ini merupakan bagian
bawah dekat perut sehingga tampak membesar karena timbunan lemaknya
cukup besar. Penelitian Sathivel et al. (2002) mendapatkan hasil analisa kadar
lemak pada bagian isi perut ikan lele sebesar 33.6%, daging filet 9% dan daging
belly flap 14.7%. Perbedaan kandungan lemak ini disebabkan karena beberapa
faktor diantaranya adalah perbedaan spesies, jenis kelamin, habitat, geografi dan
makanannya (Rasoarahona et al. 2005).
Analisa profil asam lemak minyak ikan patin diawali dengan proses
ekstraksi minyak ikan patin jenis Siam dan Jambal. Proses ekstraksi minyak ikan
yang dilakukan menggunakan metode wet rendering mengacu pada metode
Sathivel et al. (2008) yang dimodifikasi. Bahan baku yang berupa daging filet
48
(A) (B)
Gambar 13 Ekstraksi minyak ikan patin pada suhu 70 ºC (A) dan pemisahan
menggunakan corong pemisah (B).
Tabel 8 Profil asam lemak dari bagian – bagian tubuh ikan patin Siam dan
Jambal
Jenis Asam Lemak Isi Kepala belly fillet sisa Tulang- Kulit
patin perut flap trimming ekor
Siam 5.42 4.83 5.04 4.91 4.56 4.80 5.18
Jambal C14:0 (miristat) 1.64 1.56 1.58 2.05 1.51 1.54 1.45
Siam 33.50 34.44 35.15 35.36 34.88 35.52 35.12
Jambal C16:0 (palmitat) 31.01 30.04 29.57 32.34 29.98 29.86 29.84
Siam 10.03 9.60 9.22 9.33 9.21 9.18 9.65
Jambal C18:0 (stearat) 8.98 8.40 8.50 9.22 8.92 8.70 9.16
Siam 0.17 0.20 0.19 0.20 0.19 0.21 0.20
Jambal C20:0 (arakhidat) 0.18 0.18 0.17 0.19 0.18 0.17 0.18
Siam 49.12 49.07 49.60 49.81 48.84 49.72 50.16
Jambal ∑ SFA 41.80 40.19 39.81 43.80 40.59 40.27 40.63
Siam 3.16 3.13 2.88 2.77 2.48 2.65 2.79
Jambal C16:1 (palmitoleat) 1.90 1.92 1.91 1.97 1.86 1.88 1.82
Siam 35.85 34.27 34.09 33.97 34.75 33.95 34.31
Jambal C18:1 (oleat) 33.59 32.96 34.23 33.27 34.24 33.53 34.72
Siam 0.82 0.85 0.86 0.88 0.86 0.86 0.86
Jambal C20:1 (eikosanoat) 0.57 0.60 0.61 0.61 0.59 0.59 0.61
Siam 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03
Jambal C24:1 (nervonat) 0.04 0.04 0.04 0.05 0.04 0.03 0.04
Siam 39.85 38.28 37.86 37.65 38.12 37.49 38.00
Jambal ∑ MUFA 36.11 35.52 36.78 35.90 36.74 36.03 37.19
Siam 7.75 8.39 8.75 8.76 9.30 9.37 8.54
Jambal C18:2 (linoleat) 16.04 17.22 16.93 14.81 16.23 16.56 15.91
Siam 0.65 0.84 0.77 0.76 0.80 0.33 0.28
Jambal C18:3 (linolenat) 1.17 1.26 1.27 1.10 1.20 1.22 1.24
Siam C20:2 0.42 0.51 0.49 0.52 0.48 0.47 0.48
Jambal (eikosadienoat) 0.66 0.71 0.70 0.69 0.68 0.70 0.68
Siam C20:3 (homo-g- 0.50 0.61 0.53 0.54 0.51 0.57 0.53
Jambal linolenat) 0.70 0.79 0.72 0.63 0.73 0.75 0.67
Siam 0.53 0.83 0.56 0.55 0.55 0.58 0.60
Jambal C20:4 (arakidonat) 0.60 0.72 0.59 0.57 0.61 0.72 0.56
Siam C20:5 0.34 0.43 0.43 0.40 0.41 0.43 0.40
Jambal (eikosapentaenoat) 0.67 0.78 0.72 0.63 0.70 0.77 0.68
Siam C22:6 0.83 1.04 1.02 1.02 0.99 1.03 1.01
Jambal (dokosaheksaenoat) 2.24 2.82 2.47 1.86 2.53 2.97 2.43
Siam 11.02 12.65 12.54 12.55 13.04 12.79 11.85
Jambal ∑ PUFA 22.09 24.29 23.41 20.29 22.67 23.70 22.18
Siam 1.82 2.31 2.21 2.18 2.20 1.79 1.69
Jambal Omega 3 4.09 4.86 4.46 3.60 4.43 4.96 3.80
*satuan (% relatif)
50
Profil asam lemak dari minyak ikan patin Siam menunjukkan hasil bahwa
terdapat tren yang sama untuk semua bagian – bagian tubuh, hanya berbeda
secara kuantifikasinya. Asam lemak yang mendominasi untuk semua perlakuan
yaitu asam lemak palmitat dan oleat yang besarnya berkisar antara 33.95%
hingga 35.85%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sathivel et al. (2003) pada minyak isi perut ikan lele dimana asam lemak
dominan yang diperoleh yaitu jenis palmitat dan oleat. Pada minyak ikan patin
Siam kandungan asam lemak palmitat dan oleat lebih tinggi dibandingkan
dengan Jambal.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Wibawa et al. (2006)
yang mendapatkan asam lemak penyusun ekstrak minyak ikan Kembung
didominasi oleh asam stearat (22.19%), oleat (21.99%), palmitat (20.16%),
palmitoleat (19.96%) dan miristat (17.86%).
Penelitian lain yang mendukung adalah penelitian Thammapat et al.
(2010) yang mendapatkan hasil bahwa asam lemak oleat mendominasi pada
semua bagian tubuh Asian catfish yang terbagi menjadi 3 bagian yaitu kepala,
badan dan ekor. Sedangkan kandungan asam lemak omega 3 nya relatif lebih
rendah jika dibandingkan dengan ikan air laut yaitu hanya berkisar antara 1.63%
hingga 1.95% pada semua bagian tubuh ikan.
Asam lemak omega 3 yang meliputi linolenat, EPA dan DHA terdeteksi
untuk semua perlakuan dengan jumlah berkisar antara 1.69% hingga 4.96% dari
total keseluruhan asam lemak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa minyak
ikan patin Jambal memiliki kandungan asam lemak omega 3 yang lebih tinggi
dibandingkan minyak ikan patin Siam pada semua bagian tubuh. Hal ini
berkaitan dengan jenis pakan yang dikonsumsi berbeda secara jenis dan
kualitasnya. Kandungan asam lemak omega 3 pada ikan bervariasi berdasarkan
jenis, musim, habitat, pakan dan beberapa faktor lainnya. Penelitian Ozogul et al.
(2007) memberikan hasil bahwa komposisi asam lemak ikan dipengaruhi oleh
kandungan PUFA (asam lemak tak jenuh rantai panjang) dari pakan yang
diberikan. Asam lemak tak jenuh rantai panjang yang dikenal dengan omega 3
pada minyak ikan terutama EPA dan DHA, memiliki fungsi bagi kesehatan tubuh,
EPA merupakan prekusor prostaglandin, thromboxanes dan leukotrienes sedang
DHA merupakan komponen pada membran phospholipid sel otak dan retina
sehingga sangat essensial bagi tubuh (Zhong et al. 2007). Minyak ikan
mengandung PUFA seperti EPA (C20:5 n-3), DHA (C22:6 n-3) dan asam
51
arakidonat (C20:4 n-6) yang tidak dapat disintesis oleh tubuh ikan tetapi
kebutuhannya sangat essensial bagi tubuh (Alasalvar et al. 2002; Kolanowski &
Laufenberg, 2006).
Minyak ikan kasar yang dihasilkan dari proses ekstraksi minyak ikan
dihitung rendemennya dengan menghitung perbandingan antara minyak ikan
yang didapatkan dengan berat bahan baku yang digunakan pada masing –
masing perlakuan. Rendemen minyak ikan patin kasar yang didapatkan baik
untuk jenis ikan patin Siam maupun Jambal dapat dilihat pada Gambar 14.
Berdasarkan rendemen minyak ikan kasar yang dihasilkan menunjukkan
bahwa terdapat tiga bagian tubuh ikan patin yang potensial sebagai bahan baku
minyak ikan yaitu bagian kepala, daging belly flap dan isi perut, masing – masing
sebesar 9.84%; 28.52% dan 20.34% untuk jenis ikan patin siam dan 9.54%;
25.60% dan 30.05% untuk jenis ikan patin jambal. Bagian tubuh ikan patin
lainnya memiliki rendemen yang kecil dalam menghasilkan minyak ikan kasar
terutama bagian daging filet yaitu sebesar 1.98% untuk Siam dan 1.02% untuk
Jambal.
Minyak ikan patin kasar yang diperoleh memiliki warna kuning keruh dan
berbau sedikit amis terutama yang diekstrak dari bagian isi perut (Gambar 15 A).
Hal ini disebabkan karena minyak ikan patin kasar masih mengandung beberapa
komponen pengotor yang tidak dikehendaki seperti asam lemak bebas, produk
hasik oksidasi, fosfatida, logam dan sebagainya yang dapat mempengaruhi
warna dan aroma minyak. Untuk menjadikan minyak ikan yang dihasilkan layak
konsumsi maka komponen yang tidak dikehendaki tersebut harus dihilangkan
dengan cara dilakukan tahap pemurnian. Proses pemurnian dapat dilakukan
dengan beberapa cara, seperti penghilangan gum (degumming), penghilangan
asam lemak bebas (refining), pemucatan (bleaching), penghilangan aroma
(deodorisasi) ataupun kombinasi diantaranya. Pada penelitian ini, proses
pemurnian yang dilakukan adalah proses pemucatan yang dikombinasikan
dengan pemanasan dan pengadukan (Gambar 15 ).
(A) (B)
(C)
Gambar 15 Pemurnian minyak ikan patin (A) Alat pemurnian (B) Alat penyaring
vakum (C) Minyak ikan patin murni
53
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang
nyata (P<0.05).
minyak secara kimia, profil dan komposisi asam lemak, penentuan posisi asam
lemak dalam trigliserida (profil gliserida) serta sifat – sifat minyak secara fisik.
Minyak ikan patin dari bagian kepala, daging belly flap dan isi perut baik
jenis Siam maupun Jambal kemudian dianalisa secara kimia yang meliputi angka
asam lemak bebas, angka peroksida, bilangan iod dan bilangan penyabunan
(Tabel 10). Analisa ini dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.
Angka asam lemak bebas yang menyatakan kerusakan awal minyak
terdeteksi sangat rendah pada minyak ikan patin baik Siam maupun Jambal
pada semua perlakuan yaitu berkisar antara 0.22 – 0.84%. Hal ini menunjukkan
bahwa minyak ikan patin yang dihasilkan masih memiliki mutu yang bagus.
Berkaitan pula dengan masih rendahnya angka peroksida yang didapatkan yang
menunjukkan nilai maksimal sebesar 3.93 meq/kg untuk minyak ikan patin Siam
pada bagian isi perut dan 7.77 meq/kg untuk minyak ikan patin Jambal juga pada
bagian isi perut.
Menurut Bimbo (1998) standar minyak ikan yang ditetapkan International
Association of Fish Meal Manufacturers untuk angka peroksida sebesar 3-20
meq/kg dan kadar asam lemak bebas dibawah 7%. Berdasarkan hasil penelitian,
minyak ikan patin murni yang dihasilkan masih masuk dalam standar minyak ikan
yang ditetapkan untuk semua perlakuan dari jenis patin Siam maupun Jambal.
Profil asam lemak minyak ikan patin murni dari bagian kepala, daging
belly flap dan isi perut dianalisa menggunakan alat kromatografi gas Shimadzu
dengan detektor FID. Profil asam lemak dari minyak ikan patin murni dari jenis
Siam dan Jambal dengan jumlah masing – masing jumlah asam lemak jenuh
(Saturated fatty acid, SFA), asam lemak tak jenuh tunggal (Monounsaturated
fatty acid, MUFA) dan asam lemak tak jenuh jamak (Polyunsaturated fatty acid,
PUFA) ditunjukkan pada Tabel 11.
Profil asam lemak dari minyak ikan patin Siam menunjukkan hasil bahwa
terdapat tren yang sama untuk semua perlakuan, hanya berbeda secara
kuantifikasinya. Asam lemak yang mendominasi untuk semua perlakuan yaitu
asam lemak palmitat dan oleat yang besarnya berkisar antara 25.78% hingga
39.15%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sathivel et al. (2003) pada catfish viscera oil dimana asam lemak dominan yang
diperoleh yaitu jenis palmitat dan oleat.
Asam lemak linoleat pada minyak ikan patin Jambal lebih tinggi
dibandingkan pada minyak ikan patin Siam pada semua perlakuan baik dari
bagian kepala, daging belly flap maupun isi perut yaitu berturut – turut sebesar
16.24%, 16.11% dan 15.56%. Sedangkan kandungan asam lemak linoleat
(C18:2) yang merupakan omega-6 dari minyak jeroan/kepala ikan lele dumbo
pada hasil penelitian Kaban dan Daniel (2005) adalah sebesar 8.68 %.
56
Tabel 11 Profil Asam Lemak Minyak Ikan Patin Siam dan Jambal Murni
Profil asam lemak dari minyak ikan patin Jambal memiliki trend yang
serupa dengan profil asam lemak dari minyak ikan patin Siam, hanya terdapat
perbedaan secara kuantifikasi. Asam lemak dominan adalah palmitat dan oleat
untuk semua jenis perlakuan. Asam lemak omega 3 yang meliputi linolenat, EPA
dan DHA mendapatkan hasil dengan jumlah berkisar antara 1.45% hingga 3.35%
dari total keseluruhan asam lemak untuk semua perlakuan. Kandungan asam
lemak omega 3 pada minyak ikan patin patin ini mengalami sedikit penurunan
setelah melalui tahap pemurnian, hal ini disebabkan karena terjadi proses
57
Hasil penelitian Elizabeth (1997) mengenai profil asam lemak minyak ikan
Tuna adalah bahwa distribusi asam lemaknya sangat bervariasi karena
kandungan asam lemaknya yang beragam dan kandungan asam lemak tidak
jenuhnya lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak jenuh. Komposisi asam
lemak pada minyak ikan tuna adalah asam lemak miristat (14:0) 1.82%, palmitat
(C16:0) 9.78%, stearat (C18:0) 3.18%, oleat (C18:1) 6.36%, linoleat (C18:2)
0.68%, linolenat (C18:3) 0.37%, EPA (C20:5) 2.40% dan DHA (C22:6) 12.23%.
Spetrum FTIR yang diperoleh dari minyak ikan patin dalam penelitian ini,
memberikan informasi yang unik tentang trigliserida yang dikandungnya,
termasuk tentang ketidakjenuhan dari gugusan asil dan panjang rantainya.
Umumnya perbedaan spektra utama secara nyata terlihat pada wilayah bilangan
gelombang (wavenumber) 3050 – 2800 cm-1 terkait dengan vibrasi stretching dari
ikatan rangkap cis olefin =C-H (sekitar 3010 cm-1) dan vibrasi simetrik dan
asimetrik metilen (2950 – 2845 cm-1) serta pada wilayah 1120 – 1000 cm-1
sebagai akibat dari vibrasi stretching gugusan –C-O ester turunan alkohol primer
dan sekunder (Maurer, 2012).
Spektra FTIR minyak ikan patin Siam maupun Jambal yang diperoleh dari
penelitian ini masing-masing ditunjukkan pada Gambar 16 dan Gambar 17.
Setiap gambar menunjukkan 3 profil spektra FTIR minyak ikan patin yang
berasal dari bagian kepala, belly flap, dan isi perut. Profil spektra FTIR minyak
ikan patin yang diperoleh ketiga bagian tubuh ikan patin tersebut umumnya sama
baik pada minyak ikan patin Siam maupun Jambal. Namun, jika dibandingkan
antara profil FTIR minyak ikan patin Siam dengan yang berasal dari minyak ikan
patin Jambal, ada perbedaan dalam ketajaman penyerapan FTIR. Khususnya
58
pada wilayah 3050 – 2800 cm-1 penyerapan FTIR pada minyak ikan patin Jambal
lebih besar dan tajam.
Untuk melihat kesamaan dan perbedaan profil spektra FTIR dari minyak
ikan patin Siam dan Jambal telah dibuat Tabel 12 yang menunjukkan serapan
59
Tabel 12 Korelasi pola FTIR minyak ikan Patin Siam, dan Jambal
dibandingkan dengan minyak ikan MaxEPA (Jun 2009)
-1
Wavenumber (cm ) Karakteristik serapan infra
Siam Jambal Jun (2009) merah
3468.01 3471.87
3012.27 =C-H (ikatan rangkap jamak
seperti C20:5 dan C22:6)
3005.10 3005.10 =C-H (ikatan rangkap tunggal
seperti C18:1)
2935.66 2924.09 2921.63 -C-H (gugusan CH2)
2858.51 2850.79 2852.20 -C-H (gugusan CH2dan CH3 )
2731.20 2731.20
2677.20 2677.20
2152.56 2152.56
2025.26 2029.11
1751.36 1743.65 1743.33 -C=O (ester)
1654.92 1658.78
1465.90 1465.90 1457.92 -C-H (CH2)
1415.75
1377.17 1377.17 1376.93 -C-H (CH3)
1242.10 1238.30
1176.58 1165.00 1145.51 -C-O
1099.43 1099.43 1097.30 -C-O
1033.85 1033.85
968.27 968.27
921.97 914.26 914.09 =C-H
875.68 894.97
844.82 871.82
721.38 721.38 719.318 - (CH2)n,
582.50 586.36 586.25
459.06 451.34 455.12
60
Pada kedua profil spektra FTIR minyak ikan patin Siam dan Jambal
terlihat dengan jelas penyerapan tajam pada bilangan gelombang sekitar 1750
cm-1 yang menunjukkan adanya penyeraan oleh gugusan –C=O dari ester asam
lemaknya. Data ini diperkuat dengan adanya penyerapan pada wilayah bilangan
gelombang 1120 – 1000 cm-1karena gugusan –C-O. Dengan data spektra FTIR
ini maka minyak ikan patin baik jenis Siam maupun Jambal mempunyai profil
FTIR spesifik yang menjadi karakteristik utamanya.
Gambar 18 Profil TAG utama dalam minyak ikan patin Siam (atas)
dan Jambal (bawah).
Secara umum, kedua minyak ikan patin Siam maupun Jambal memiliki
trend kromatogram yang serupa, dengan 19 puncak kromatogram terdeteksi.
Perbedaan antara patin Siam dengan Jambal terdapat pada persentase puncak
area terutama pada puncak - puncak nomor 8 dan 9 dimana TAG yang terdeteksi
adalah kombinasi asam lemak palmitat, oleat dan linoleat berdasarkan nilai ECN
dan standar yang dimiliki. Persentase puncak area dari minyak ikan patin Jambal
lebih tinggi dibandingkan dengan patin Siam. Hasil ini diperkuat dengan hasil
analisa asam lemak minyak ikan patin murni dari bagian isi perut (Tabel 11)
dimana jumlah asam lemak palmitat, oleat dan linoleat untuk Siam dan Jambal
berturut – turut adalah 34.19%, 35.97%, 10.18% dan 26.48%, 38.89%, 15.56%.
62
No TGA ECN* %
Puncak
Siam Jambal
4 tt 44 1.81 1.3
6 tt 44 2.17 2.5
10 tt 46 2.88 2.1
12 tt 48 3.73 2.2
Pola hidrolisis oleh enzim lipase terhadap TAG minyak ikan patin telah
dipelajari dalam penelitian ini dengan menggunakan enzim lipase amobil
komersial spesisik 1,3 (Lipozyme TL IM). Enzim lipase yang diperoleh dari
kapang Thermomyces lanuginosa ini mampu menghidrolisis secara spesifk
posisi sn-1 dan sn-3 dari TAG. Dengan menggunakan konsentrasi lipase
sebanyak 10% dan inkubasi optimum pada suhu 55 oC seperti yang disarankan
oleh Huei (2003), telah dapat dihidrolisis TAG menjadi DAG dan MAG yang
kemudian dapat dipisahkan dengan sistem NARP-HPLC. Hidrolisis TAG oleh
lipase ini dilakukan selama 12, 18, dan 48 jam inkubasi pada suhu 55 oC. Contoh
kromatogram pemisahan produk hidrolisis TAG dari minyak ikan patin Siam
ditunjukkan pada Gambar 19.
nRIU
80000
60000
8.436
40000
7.717
13.190
12.842
20000
11.681
9.902
11.386
36.797
7.440
13.579
7.238
10.229
6.898
38.749
9.301
13.818
12.034
15.529
30.302
10.479
15.053
35.149
31.008
32.540
28.946
31.895
15.854
25.642
10 15 20 25 30 35 min
Tabel 14 Pola hidrolisis TAG minyak ikan patin oleh lipase (Lipozyme TL IM)
setelah hidrolisis selama 12, 18, dan 48 jam pada inkubasi suhu 55 oC.
Minyak ikan
Bagian limbah L* a* b*
murni
Perbandingan antara minyak patin Siam dan Jambal dari bagian isi perut
berdasarkan viskositas, angka Iod dan derajad ketidakjenuhan asam lemak
tampak pada Tabel 17. Minyak ikan patin Siam memiliki nilai viskositas yang
lebih tinggi dibandingkan dengan minyak ikan patin Jambal. Hal ini berkaitan
dengan kandungan asam lemak tidak jenuh dari minyak ikan patin Siam yang
lebih rendah dibandingkan dengan Jambal sehingga minyak menjadi lebih kental.
Tabel 17 Perbandingan Minyak Ikan Patin dari Bagian Isi Perut Berdasarkan Nilai
Viskositas, Bilangan Iod dan Kandungan Asam Lemak Tidak Jenuh
Karakteristik termal suatu minyak atau lemak, khususnya titik cair sangat
penting untuk mempelajari pola kristalisasi atau pencairan karena perubahan
suhu. Sebagai contoh, pola kristalisasi lemak kakao sudah sejak lama dilakukan
dengan menggunakan DSC untuk melihat fraksi-fraksi yang cair pada suhu
rendah maupun tinggi. Nassu dan Goncalves (1999) menggunakan berbagai
68
jenis minyak dan lemak nabati dengan berbagai profil asam lemak yang berbeda
untuk mempelajari pola pencairannya termasuk suhu pada saat proses
pencairan dimulainya (onset temperature), suhu puncak, dan titik cair. Metode
yang sama diterapkan dalam penelitian ini dengan mempelajari karakteristik
termal atau pola pencairan minyak ikan patin dari suhu - 75 oC sampai suhu
125 oC. Karakteristik termal minyak patin Siam yang digambarkan sebagai profil
DSC ditunjukkan pada Gambar 20.
Dari termogram DSC terlihat bahwa ada tiga kisaran zona pencairan
minyak yang terdeteksi, adalah pada kisaran suhu – 30 oC sampai – 16 oC,
kisaran suhu – 16 oC sampai 25 oC dan kisaran suhu 25 oC sampai dengan
46 oC. Puncak-puncak titik cair dari ketiga zona itu adalah berturut-turut pada
suhu – 23.61 oC, 8.15 oC, dan 37.72 oC.
Terbentuknya tiga zona titik cair tersebut menggambarkan bahwa
terdapat keragaman pada asam – asam lemak penyusun TAG dalam minyak
ikan patin, dimana asam lemak tidak jenuh akan mencair terlebih dahulu
kemudian disusul oleh asam lemak jenuh hingga mencair pada suhu tinggi.
Menurut Sathivel et al (2008) terdapat hubungan antara struktur kimia asam
69
lemak dengan titik cairnya, dimana titik cair asam lemak jenuh akan semakin
meningkat dengan meningkatnya panjang rantai. Sedangkan untuk asam lemak
tidak jenuh, semakin meningkat ikatan rangkap asam lemak maka akan semakin
rendah titik cairnya. Pada Gambar 6. tampak bahwa hasil penelitian Sathivel et
al. (2008) titik cair untuk DHA adalah pada suhu -47.4 oC, tetapi pada penelitian
ini tidak terdeteksi pada suhu tersebut kemungkinan karena jumlah DHA yang
relatif kecil.
Puncak titik cair pertama pada suhu – 23.61 oC kemungkinan karena
adanya asam-asam lemak tidak jenuh yang terikat pada TAG (triasilgliseril).
Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 11, sekitar 52% asam lemak dari TAG
adalah asam lemak tidak jenuh untuk minyak ikan patin Siam, sedangkan untuk
minyak ikan patin Jambal kandungan asam lemak tidak jenuhnya sekitar 61%.
Menurut Sathivel et al. (2009), titik – titik cair yang berkisar antara – 4 oC sampai
-21 oC berhubungan dengan adanya kandungan asam lemak linoleat (C18:2) dan
linolenat (C18:3).
Perbedaan utama antara karakteristik termogram minyak ikan patin Siam
dan Jambal adalah pada patin Jambal pencairan minyak terdeteksi lebih awal
yaitu pada suhu -34 oC dengan kisaran suhu sampai dengan 42 oC, seperti
terlihat pada termogram Gambar 21 di bawah ini. Hal ini berkaitan dengan
kandungan asam lemak tidak jenuh minyak patin Jambal yang lebih tinggi
dibandingkan dengan patin Siam sehingga menurunkan titik cairnya.
Berdasarkan Tabel 10. tampak bahwa bilangan Iod minyak ikan patin Jambal
lebih tinggi dibandingkan patin Siam dimana menunjukkan besarnya kandungan
asam lemak tidak jenuh yang dimiliki.
70
(A)
(B)
(C)
SIMPULAN
Profil asam lemak minyak limbah ikan patin baik jenis Siam maupun
Jambal menunjukkan bahwa asam lemak dominan adalah asam palmitat dan
oleat. Persentase kelompok asam lemak tak jenuh rantai panjang memiliki
jumlah yang lebih tinggi secara total keseluruhan yaitu sebesar 53.24%, 54.38%,
52.74% dan 62.70%, 62.92%, 61.97% berturut – turut untuk ikan patin jenis Siam
dan Jambal bagian kepala, daging belly flap dan isi perut. Asam lemak omega 3
yaitu linolenat, EPA dan DHA terdeteksi pada penelitian ini baik minyak ikan dari
limbah ikan Patin jenis Siam maupun Jambal. Kandungan asam lemak omega 3
minyak ikan dari limbah pengolahan filet ikan patin Siam lebih rendah
dibandingkan dengan dari ikan patin Jambal yaitu 2.28%, 2.11%, 1.45% dan
3.35%, 3.15%, 2.95% berturut – turut untuk ikan patin jenis Siam dan Jambal
bagian kepala, daging belly flap dan isi perut.
Profil spektra FTIR minyak ikan patin yang diperoleh dari bagian kepala,
belly flap, dan isi perut umumnya sama, namun ada perbedaan dalam ketajaman
penyerapan FTIR khususnya pada wilayah 3050 – 2800 cm-1 dimana pada
minyak ikan patin Jambal lebih besar dan tajam karena terkait dengan
kandungan asam lemak tidak jenuh pada minyak ikan patin Jambal yang relatif
lebih besar dibandingkan dengan minyak ikan patin Siam.
Profil gliserida menghasilkan 19 jenis TAG baik pada minyak ikan limbah
patin Siam maupun Jambal. Berdasarkan standar, dapat diidentifikasi sebanyak
11 jenis TGA, berturut-turut menurut ECN dan waktu retensinya adalah OLO,
PLO, PLP, OOO, POO, POP, PPP, SOO, POS, PPS dan LaPP/MMP.
Hidrolisis menggunakan enzim lipase yang diperoleh dari kapang
Thermomyces lanuginosa mampu menghidrolisis secara spesifik posisi sn-1 dan
sn-3 dari TAG menjadi DAG dan MAG. Pola hidrolisis hampir sama di antara
minyak ikan patin Siam dan Jambal, namun setelah hidrolisis 48 jam, pada
minyak ikan patin Jambal masih tersisa sejumlah kecil OLO, PLO, POO, dan
POP. Hasil Analisa DSC menunjukkan bahwa terdapat tiga zona titik pencairan
minyak pada patin Siam yaitu – 30 sampai – 16 oC, kisaran suhu – 16 sampai
25 oC, dan kisaran suhu 25 sampai 46 oC. Sedangkan pada patin Jambal, titik
cair terdeteksi lebih awal yaitu pada suhu -34 oC dengan kisaran suhu sampai
dengan 42 oC.
73
SARAN
Pada penelitian ini telah didapatkan profil gliserida minyak ikan patin
Siam maupun Jambal hasil hidrolisis menggunakan enzim Lipase, untuk
melengkapinya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengisolasi
fraksi MAG dan DAG dari minyak ikan patin tersebut dan mengidentifikasi
asam lemak pada posisi sn-2
Berdasarkan kajian yang dilakukan dalam penelitian ini maka perlu
dilakukan modifikasi minyak ikan patin Siam maupun Jambal untuk lebih
berdaya guna dari segi gizi, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah
dengan esterifikasi. Sebagai contoh, dapat dilakukan modifikasi TAG agar
mengandung asam kaprat (C10:0) sebagai asam lemak berantai medium
(MCFA) dimana dalam metabolisme tubuh, TAG berantai asam lemak
medium dibakar dengan cepat menjadi energi dan tidak ditimbun dalam
jaringan adipose. Proses modifikasi ini hendaknya dilakukan dengan tetap
mempertahankan kandungan asam lemak omega 3 terutama EPA dan
DHA yang terdapat didalam minyak ikan patin
74
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta
AOCS. 2005. Official methods and recommended practices of the AOCS, 5th
edition 2nd printing. American Oil Chemist‟ Society.
Bimbo AP. 1998. Guidelines for characterizing food-gade fish oil. INFORM.
International News on Fats, Oils and Related Material. Vol 9,number 5.pp
473 – 483.
Caceres E, Garcia ML, Selgas MD. 2008. Effect of pre-emulsified fish oil – as
source of PUFA n-3- on microstructure and sensory properties of
mortadella, a Spanish bologna-type sausage. Journal of Meat Science
(80) 183-193.
Christie WW. 1987. A Stable silver - loaded column for the separation of lipids by
high performance liquid chromatrogaphy, J High Resol. Chromatog.
Chromatog. Commun. 10: 148-150
Christie WW dan Breckenridge GHM. 1989. Separation of cis and trans Isomers
of unsaturated fatty acids by high-performance liquids chromatogaphy in
the silver ion mode, J Chromatog. 4(39:261-269)
Elizabeth, J. 1997. Studi Inkoporasi Enzimatik EPA dan DHA pada Trigliserida
Mnyak Ikan Tuna dan Crude Palm Oil. Disertasi. IPB. Bogor.
Estiasih T. 2009. Minyak ikan. Teknologi dan penerapannya untuk pangan dan
kesehatan. Edisi pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta
Fiori L, Solana M, Tosi P, Manfrini M, Strim C, Guella G. 2012. Lipid profiles of oil
from Trout (Oncorhynchus mykiss) heads, spines and viscera: Trout by-
products as a possible source of omega-3 lipids?. Food Chemistry. Article
in Press.
Gunstone FD dan Norris 1993. Fatty acid and lipid chemistry. The Lipid
Handbook 2nd edition. Chapman & Hall. London.
Hadipranoto N. 2005. Study on the thermal stability of EPA and DHA in mujahir
(Oreochromis mossambicus) fish oil. Indonesian Journal of Chemistry. Vol
5. No 2. Department of Chemistry. Gajah Mada University. Yogyakarta.
Haumann BF. 1997. Nutritional aspects of n-3 fatty acids. INFORM 8. 428-447.
Ho BT dan Paul BR. 2009. Fatty acid profile of Tra Catfish (Pangasius
hypophthalmus) compared to Atlantic Salmon (Salmo solar) and Asian
Seabass (Lates calcarifer). International Food Research Journal 16: 501-
506 (2009)
Huei KW, Lin SW, Yoo CK. 2003. Structural modification of palm stearin by
enzymatic interesterfikasi-the selection of lipases. Di dalam: Palm Oil: The
Power-House for The Global Oils & Fats Economy. Proceedings of the
PIPOC 2003 International Palm Oil Congress; Malaysia, 24- 28 August
2003. Malaysia: Malaysian Palm Oil Board.
Hwang KT, Kim JE, Kang SG, Jung ST, Park HJ, Welleer CL. 2004. Fatty acid
composition and oxidation of lipids in Korean catfish. J American Oil
Chem. Soc. 81 : 123-127.
Irianto HE. 1995. Pemanfaatan minyak ikan untuk industri farmasi, pangan,
pakan dan non-pangan. Warta Perikanan Laut. Vol 2. No.1. Balai
Penelitian Perikanan Laut. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.
Jennings BH dan Akoh CC. 2001. Lipase catalyzed modification of fish oil to
incorporate capric acid. Food Chemistry 72: 273-278.
www.elsevier.com/locate/foodchem
Juliati BT. 2002. Ester asam lemak. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam. Jurusan Kimia. Universitas Sumatera Utara. USU digital library.
Kaban J dan Daniel. 2005. Sintesis n-6 etil ester asam lemak dari beberapa
minyak ikan air tawar. Jurnal Komunikasi Penelitian. Vol 17 (2)
Kap. 2012. KKP dorong pengembangan filet patin. Politik Indonesia. (disadur
tanggal 17 juni 2012).
76
Nair PGV dan Gopakumar. 1978. Fatty acid compotitions of 15 species of fish
from tropical water. J Food Science. Vol 43, 24: 1162-1164.
Ozogul Y, Ozogul F, Alagoz S. 2007. Fatty acid profiles and fat contents of
commercially important seawater and freshwater fish species of turkey : A
comparative study. Food Chemistry 103 (217-223).
Pak SC. 2005. Stability and quality of fish oil during typical domestic application.
Wonsan University of Fisheries. Kangwon Province. Korea.
Ratna. 1998. Ekstraksi dan Analisis Lemak dalam Daging Ikan. Paradigma, Vol.
II No.1, 35-43.
Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Penerbit Bina Cipta.
Jakarta.
Sargent JR, Bell MV, Henderson RJ, Tocher DR. 1995. Origins and function of n-
3 polyunsaturated fatty acids in marine organism. In Phospholipid:
Characterization, metabolism and novel biological applications (ed. Ceve
G, Paltauf F) 248-258. AOCS Press. Champaign. Illinois.
Sathivel S, Prinyawiwatkul W, Gimm CC, King JM, Lloyd S. 2002. Fatty acid
composition of crude oil recovered from catfish viscera. J American Oil
Chem. Soc. 79 : 989-992.
Sathivel S, Prinyawiwatkul W, Gimm CC, King JM, Lloyd S. 2003. Oil production
from catfish viscera. J American Oil Chem. Soc. 80 : 377-382.
Setha B. 1997. Isolasi Asam Lemak Omega 3 dari Limbah Minyak Hasil
Penepungan Ikan Lemuru (Sardinella lemuru Blkr): Pengaruh Rasio
Urea/Minyak dan Lama Kristalisasi. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi. Vol 2. Hal 10 – 13. Univesitas Pattimura. Ambon.
Susanto dan Amri K. 1998. Budidaya Ikan Patin. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suzuki T. 1981. Fish and Krill Protein Processing Technology. Applied Science.
Japan.
Thuy NT, Loc NT, Linberg JE, Ogle B. 2002. Survey of the production,
processing and nutritive value of catfish by-product meals in the Mekong
Delta of Vietnam. Publish in Louisiana Agiculture.
Wu TH dan Bechtel PJ. 2008. Salmon by-product storage and oil extraction.
Journal of Food Chemistry 111:868-871.
Zuta CP, Simpson BK, Chan HM, Philips L. 2003. Concentrating PUFA from
mackerel processing waste. J American Oil Chem. Soc. 80 : 933-936.
79
LAMPIRAN
80
Lampiran 1. Puncak – puncak Spektrum FTIR Minyak Ikan Patin Siam Bagian
Kepala
81
Lampiran 2. Puncak – puncak Spektrum FTIR Minyak Ikan Patin Siam Bagian
Daging Belly Flap
82
Lampiran 3. Puncak – puncak Spektrum FTIR Minyak Ikan Patin Siam Bagian Isi
Perut
83
Lampiran 4. Puncak – puncak Spektrum FTIR Minyak Ikan Patin Jambal Bagian
Kepala
84
Lampiran 5. Puncak – puncak Spektrum FTIR Minyak Ikan Patin Jambal Bagian
Daging Belly Flap
85
Lampiran 6. Puncak – puncak Spektrum FTIR Minyak Ikan Patin Jambal Bagian
Isi Perut
86
Lampiran 7. Analisa Statistik Kadar Lemak Ikan patin Siam dan Jambal
FS= filet, KP= kepala, TE= tulang-ekor, BE= daging belly flap, TR= daging trimming, KU=
kulit, VS= isi perut
87
Kadar_Lemak Ln_Lemak
N 42 42
Hasilnya untuk data kadar lemak adalah berbeda secara signifikan terhadap
model kurva distribusi data normal (p = 0.003 < dari batas 0.05). Data di
transformasi menggunakan fungsi Ln dan hasil mengujian menunjukkan pola
distribusi data tidak berbeda secara signifikan terhadap kurva normal (p = 0.423
> dari batas 0.05).
Intercept 58356.95
249.780 1 249.780 .000
4
Ikan *
.480 6 .080 18.701 .000
Bagian_Tubuh
Total 278.057 42
Homogeneous Subsets
Duncan
Bagian_Tubu
h N Subset
1 2 3 4 5 6 7 1
FS 6 1.0301
KU 6 1.9723
TR 6 2.1310
KP 6 2.3994
TE 6 2.5237
VS 6 3.4209
BE 6 3.5933
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of
Squares, The error term is Mean Square(Error) = .004. a Uses Harmonic Mean Sample
Size = 6.000. b Alpha = .05.
89
Lampiran 8. Analisa Statistik Rendemen Minyak Murni dan Hasil Analisa Kimia
Minyak Ikan Patin Siam dan Jambal
Ikan Bagian Tubuh Minyak Murni As. Lmk Bbs Peroksida IOD Penyabunan Viscositas
Siam 1 KP1 1 84.86 0.2 1.87 104.94 143.76 72.05
Siam 1 KP2 1 85.26 0.23 2.81 104.58 142.34 72.15
Siam 1 KP3 1 86.14 0.23 1.88 104.94 143.06 71.8
Siam 1 BE1 2 88.21 0.26 2.81 126.9 145.16 69.35
Siam 1 BE2 2 87.99 0.23 2.81 123.31 142.33 69
Siam 1 BE3 2 89.75 0.31 2.99 122.29 143.74 69.25
Siam 1 VS1 3 91.56 0.69 3.75 87.09 145.11 70.65
Siam 1 VS2 3 90.75 0.59 3.92 86.29 144.44 70.35
Siam 1 VS3 3 93.27 0.54 4.13 87.09 144.44 70.5
Jambal 2 KP1 1 84.5 0.56 6.54 136.85 162.58 56.45
Jambal 2 KP2 1 81.35 0.54 7.43 135.78 160.59 56.55
Jambal 2 KP3 1 81.8 0.56 6.5 136.85 162.69 56.5
Jambal 2 BE1 2 85.2 0.31 5.56 152.28 160.38 53.7
Jambal 2 BE2 2 86.25 0.32 6.5 153.55 159.79 53.75
Jambal 2 BE3 2 84.6 0.32 5.61 153.55 160.49 53.95
Jambal 2 VS1 3 89.5 0.89 7.47 104.58 163.86 58.1
Jambal 2 VS2 3 88.75 0.79 8.36 99.21 162.36 58
Jambal 2 VS3 3 89.35 0.82 7.47 105.75 163.16 57.9
90
MInyak_ As_Lem
ak_Beba Peroksid Penyabuna Viscosita
Murni s a IOD n s
N 18 18 18 18 18 18
Std. 22.9
3.26841 .22698 2.14557 9.31676 7.59634
Deviation 7818
Negative -
-.099 -.128 -.159 -.274 -.272
.112
Type III
Sum of Mean
Source Squares df Square F Sig.
Intercept 121384.5
136780.190 1 136780.190 .000
80
Ikan *
.319 2 .160 .142 .869
Bagian_Tubuh
Total 136961.792 18
Duncan
N Subset
Bagian_Tubuh 1 2 3 1
KP 6 83.9850
BE 6 87.0000
VS 6 90.5300
b Alpha = .05.
Hasil uji menunjukkan bahwa rendemen minyak murni berbeda secara signifikan
pada ikan yang berbeda, juga pada bagian tubuh yang berbeda. Variasi ikan dan
bagian tubuh yang berbeda menjadi 89.5% penyebab variasi data yang ada pada
minyak murni. Uji Duncan memperlihatkan bahwa secara keseluruhan, ke tiga
bagian ikan memiliki rendemen minyak murni yang berbeda.
Total 4.786 18
Duncan
N Subset
Bagian_Tubuh 1 2 3 1
BE 6 .2917
KP 6 .3867
VS 6 .7200
b Alpha = .05.
Hasil uji menunjukkan kadar asam lemak bebas berbeda secara signifikan pada
ikan yang berbeda, juga pada bagian tubuh yang berbeda. Variasi ikan dan
bagian tubuh yang berbeda menjadi 96.6% penyebab variasi data yang ada pada
kadar asam lemak bebas. Uji Duncan memperlihatkan bahwa secara
keseluruhan, ke tiga bagian ikan memiliki kadar asam lemak bebas yang
berbeda.
93
Ikan *
1.960 2 .980 5.076 .025
Bagian_Tubuh
Total 512.499 18
Duncan
N Subset
Bagian_Tubuh 1 2 1
BE 6 4.3800
KP 6 4.5050
VS 6 5.8500
b Alpha = .05.
94
Hasil uji menunjukkan bahwa kadar peroksida berbeda secara signifikan pada
ikan yang berbeda, juga pada bagian tubuh yang berbeda. Variasi ikan dan
bagian tubuh yang berbeda menjadi 95.8% penyebab variasi data yang ada pada
kadar asam lemak bebas. Uji Duncan memperlihatkan bahwa secara
keseluruhan, BE dan KP memiliki nilai peroksida yang tidak berbeda nyata,
sementara kadar pada VS berbeda secara nyata terhadap BE dan KP.
Intercept 78448.80
251064.066 1 251064.066 .000
4
Ikan *
200.403 2 100.202 31.310 .000
Bagian_Tubuh
Total 260040.014 18
Duncan
N Subset
Bagian_Tubuh 1 2 3 1
VS 6 95.0017
KP 6 120.6567
BE 6 138.6467
b Alpha = .05.
Hasil uji menunjukkan bahwa kadar Iod berbeda secara signifikan pada ikan
yang berbeda, juga pada bagian tubuh yang berbeda. Variasi ikan dan bagian
tubuh yang berbeda menjadi 99.4% penyebab variasi data yang ada pada kadar
Iod. Uji Duncan memperlihatkan bahwa secara keseluruhan, ke tiga bagian ikan
memiliki kadar Iod yang berbeda.
Intercept 529909.9
420224.449 1 420224.449 .000
13
Ikan *
5.005 2 2.503 3.156 .079
Bagian_Tubuh
Total 421700.082 18
Duncan
N Subset
Bagian_Tubuh 1 2 1
BE 6 151.9817
KP 6 152.5033
VS 6 153.8950
b Alpha = .05.
Hasil uji menunjukkan bahwa kadar penyabunan berbeda secara signifikan pada
ikan yang berbeda, juga pada bagian tubuh yang berbeda. Variasi ikan dan
bagian tubuh yang berbeda menjadi 99.1% penyebab variasi data yang ada pada
kadar penyabunan. Uji Duncan memperlihatkan bahwa secara keseluruhan,
kadar penyabunan BE dan KP tidak berbeda secara nyata, namun VS berbeda
secara nyata terhadap kedua bagian tersebut.
97
Intercept 3686808.5
72200.000 1 72200.000 .000
11
Total 73180.975 18
Duncan
N Subset
Bagian_Tubuh 1 2 1
BE 6 61.5000
KP 6 64.2500
VS 6 64.2500
b Alpha = .05.
98
Hasil uji menunjukkan bahwa kadar viskositas berbeda secara signifikan pada
ikan yang berbeda, juga pada bagian tubuh yang berbeda. Variasi ikan dan
bagian tubuh yang berbeda menjadi 99.99% penyebab variasi data yang ada
pada kadar viscositas. Uji Duncan memperlihatkan bahwa secara keseluruhan,
kadar viskositas KP dan VS tidak berbeda secara nyata, namun BE berbeda
secara nyata terhadap kedua bagian tersebut.