You are on page 1of 15

E-Jurnal Agroindustri Indonesia Agustus 2012 Available online at :

http://tin.fateta.ipb.ac.id/journal/e-jaii
ISSN: 2252 - 3324

PENDUGAAN DAMPAK PENINGKATAN EMISI CO2 ANTROPOGENIK


DAN PENURUNAN LUAS LAHAN HIJAU TERHADAP PENINGKATAN
NILAI TEMPERATURE HUMIDITY INDEX KOTA BOGOR DENGAN
PENDEKATAN SISTEM DINAMIK

ESTIMATION OF TEMPERATURE HUMIDITY INDEX VALUE BASED ON -


CO2 ANTROPOGHENIC EMISSION AND EXISTING GREEN OPEN SPACE
DEVELOPMENT ON BOGOR CITY BY DYNAMIC SYSTEM APPROACH
Tajuddin Bantacut, Muhammad Iqbal

Departmen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor,
Kampus IPB Darmaga, Kotak Pos 220, Bogor 16680, Indonesia.
Email: bantacut@indo.net.id

ABSTRACT

Urban development in Bogor City has been responsible for the urban heat island effect and raised the air
temperature, the main cause is the increasing of antropoghenic emission from fossil energy combustion and
municipal solid waste treatment. On the other hand, the increasing of built ups and declining existing green
open space also lead the increasing of the air temperature. Consequently the green space has been declining
that quality of mitigation . The purpose of this study were to estimate the minimum needs of green open space
in accordance with its CO2 sink gas capability, to analize the best policy to support green growth based
development in Bogor City, and to estimate CO2 emission and Temperature Humidity Index value in the future
using dynamic system approach. The result of this research, especially the study of the conditions of urban
heat island effect, indicated that Bogor city would experience the urban heat island effect where the THI value
is higher than 270C in 2031. A Green scenario was developed using simulation is expected to be able to
control urban heat island up to 2048. Moderate scenario has shown that the urban heat island effect will be
experienced in 2039. Pessimistic scenario will make Bogor city experience urban heat island effect on 2028.

Keywords :built up, antropoghenic emission, green open space, dynamic system, urban heat island

ABSTRAK

Pembangunan perkotaan di Kota Bogor telah bertanggung jawab atas terjadinya efek pulau bahang kota
dan meningkatkan suhu udara diakibatkan peningkatan emisi antropogenik dari pembakaran sumber bahan
bakar fosil dan penanganan sampah perkotaan. Peningkatan lahan terbangun dan penurunan lahan terbuka
hijau di lain sisi pun ikut berperan dalam peningkatan suhu udara kembali kepada peranan lahan terbuka
hijau sebagai bentuk mitigasi penurunan kualitas iklim kota. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
memprediksi kebutuhan minimum dari lahan terbuka hijau berdasarkan kemampuan penyerapan CO 2 dari
lahan terbuka hijau, menganalisa kebijakan terbaik untuk mendukung pembangunan Kota Bogor yang
berazaskan “green growth”, dan mengestimasi emisi CO2 dan nilai THI di masa yang akan datang dengan
pendekatan sistem dinamik. Hasil dari penelitian khususnya pada efek yang disebabkan oleh pulau bahang
kota mengindikasikan bahwa Kota Bogor akan merasakan efek dari pulau bahang kota dimana diindikasikan
dengan nilai THI yang lebih besar dari 27 0C pada tahun 2031. Hasil simulasi skenario hijau menunjukkan
bahwa efek pulau bahang kota dapat ditekan hingga tahun 2048. Skenario moderat menunjukkan bahwa efek
pulau bahang kota akan dialami pada tahun 2039. Sedangkan pada skenario pesimis, efek pulau bahang kota
akan terjadi pada tahun 2028.

Kata kunci: lahan terbangun, emisi antropogenik, lahan terbuka hijau, sistem dinamik, pulau bahang kota

PENDAHULUAN
Kota Bogor merupakan salah satu kota di Indonesia mengalami peningkatan selama periode tahun 1995-
yang mengalami pembangunan kota yang cukup pesat. 2006, yaitu dari 647.912 jiwa pada tahun 1995
Jumlah penduduk yang terus bertambah setiap tahunnya meningkat menjadi 879.138 jiwa pada tahun 2006 atau
mengakibatkan aktivitas pembangunan di Kota Bogor mengalami peningkatan sebesar 35.7 %. Salah satu efek
semakin meningkat. Data BPS Kota Bogor (2007) dari degradasi iklim Kota Bogor sebagai konsekuensi
menunjukkan jumlah penduduk di Kota Bogor peningkatan aktivitas dalam Kota Bogor adalah
2 T. BANTACUT ET. AL E-JAII

terjadinya peningkatan suhu Kota Bogor. Data BMKG terendah terdapat di Kecamatan Bogor Timur sebesar
Kota Bogor menunjukkan bahwa terjadi peningkatan 83,907 orang yang menempati wilayah seluas 10.15 ha.
suhu di wilayah Kota Bogor selama periode tahun 2001- Tabel 1 menunjukkan perkembangan jumlah penduduk
2005 dimana pada tahun 2001 suhu yang tercatat Kota Bogor selama selang 2001-2010.
sebesar 26.730C meningkat menjadi 27.040C. Selain itu,
data BMKG mencatat terjadinya kenaikan suhu pada Tabel 1. Jumlah Penduduk Kota Bogor
periode April – Mei 2011 dari 320C menjadi 340C
Tahun 2001 - 2010
dimana seharusnya peningkatan suhu tersebut terjadi
pada bulan Agustus. Peningkatan suhu perkotaan akan
mempengaruhi tingkat kenyamanan penduduk suatu Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa)
perkotaan. Salah satu tool untuk mengkaji tingkat
kenyamanan hidup di perkotaan berdasarkan nilai suhu 2001 760329
dan kelembaban udara adalah dengan menggunakan
2002 789423
Temperature Humidity Index.
2003 820707
PENGEMBANGAN MODEL PERKIRAAN EMISI 2004 831571
CO2 DAN RUANG TERBUKA HIJAU 2005 855085
KOTA BOGOR
2006 879138
Kota Bogor merupakan Kota pendukung Ibukota 2007 905132
Jakarta. Secara geografis letak Kota Bogor terletak 2008 942204
antara 106048’ Bujur Timur dan 6030’ Lintang Selatan.
Rerata suhu harian Kota Bogor adalah sekitar 250C 2009 946204
dengan kelembaban udara sekitar 70%. Luas Kota 2010 977054
Bogor adalah 11,850 ha terbagi dalam 6 wilayah Sumber : Bogor dalam Angka 2001 – 2010
kecamatan, 31 kelurahan, dan 37 desa. Jumlah
Penduduk Kota Bogor pada tahun 2001 adalah
berjumlah 760,329 jiwa dan meningkat menjadi 977,054 Transportasi dan Kebutuhan Bahan Bakar
jiwa pada tahun 2010. Bahan bakar sebagai variabel utama dipengaruhi
oleh beberapa variabel lain, salah satunya adalah jumlah
Kependudukan kendaraan dari sektor transportasi sebagai konsumen
Perkembangan penduduk Kota Bogor cenderung terbesar bahan bakar minyak berupa bensin dan minyak
meningkat dengan rerata pertambahan penduduk Kota diesel, hal ini didasarkan penelitian Dahlan (2007)
Bogor pada 2001 hingga 2010 adalah sebesar 2.8 % per bahwa jumlah kendaraan di Kota Bogor mempunyai
tahun. Penyebaran penduduk Kota Bogor cenderung pengaruh nyata terhadap konsumsi bahan bakar minyak
agak merata ke seluruh wilayah Kota Bogor. Jumlah berupa premium dan minyak diesel. Klasifikasi
penduduk terbesar pada tahun 2004 terletak di kendaraan dibagi berdasarkan tiga klasifikasi, antara
Kecamatan Bogor Barat sebanyak 184,464 jiwa yang lain kendaraan pribadi, mobil penumpang umum
menempati wilayah seluas 32.85 ha, jumlah penduduk (MPU), truk, bus, dan kendaraan bermotor roda dua.

250000

200000

150000

100000

50000

0
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Motor (unit) MPU (unit) Mobil Pribadi (unit) Bensin (KL)
Gambar 1. Grafik perkembangan konsumsi bensin dengan pertumbuhan kendaraan bermotor

Adityawati (2008) pada penelitiannya mengenai harga gas LPG akan mempengaruhi permintaan minyak
estimasi permintaan minyak tanah berkaitan dengan tanah secara negatif, berlaku kebalikannya. Sedangkan
kebijakan pemerintah dalam penghematan BBM untuk naiknya harga minyak tanah akan mempengaruhi
mengkonversi minyak tanah dengan gas LPG permintaan atas gas LPG secara negatif pula, berlaku
menunjukkan bahwa minyak tanah dan gas LPG kebalikannya. Variabel lain yang mempengaruhi
merupakan barang substitusi dan bersifat inelastis permintaan minyak tanah dan gas LPG antara lain PDB,
dimana harga tidak akan mempengaruhi jumlah dan jumlah penduduk.
permintaannya. Namun dikarenakan gas LPG dan Berdasarkan Gambar 1 diketahui bahwa
minyak tanah merupakan barang substitusi, naiknya peningkatan kebutuhan akan bensin sejalan dengan
Vol. 1, 2012 POTENSI EMISI GRK 3

peningkatan pertumbuhan mobil pribadi. Peningkatan wilayah Kota Bogor. Pada Mobil Penumpang Umum
akan kebutuhan bensin terjadi pada tahun 2004, sejalan (MPU) tidak terjadi peningkatan yang nyata
dengan pertumbuhan kendaraan bermotor dan mobil dikarenakan ada kebijakan yang dikeluarkan pemerintah
pribadi yang meningkat pada tahun 2005. Peningkatan Kota Bogor dalam membatasi pertumbuhan MPU,
kemudian terjadi kembali pada tahun 2008 dimana namun demikian pertumbuhan MPU tetap merupakan
terjadi peningkatan jumlah mobil pribadi pada tahun salah satu kontributor dalam peningkatan kebutuhan
2007 yang menuntut penambahan distribusi bensin pada akan bensin Kota Bogor.

50000

40000

30000

20000

10000

0
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Konsumsi Solar (KL) Truk (unit) Bus (unit)


Gambar 2. Grafik perkembangan konsumsi solar dengan pertumbuhan kendaraan bermotor

Berdasarkan Gambar 2 diketahui bahwa mensubstitusikan satu sama lain. Pada grafik
peningkatan konsumsi solar sejalan dengan menunjukkan bahwa peningkatan konsumsi minyak
pertumbuhan jumlah truk dan bus di Kota Bogor. tanah dan gas LPG berkorelasi secara positif dengan
Konsumsi solar cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk di Kota Bogor dimana
pertumbuhan jumlah bus dan truk di Kota Bogor. Pada peningkatan jumlah penduduk akan menyebabkan
grafik menunjukkan deklinasi konsumsi solar pada peningkatan pada dua sumber bahan bakar ini. Gambar
selang 2008 hingga 2010. Hal ini dapat disebabkan 3 menunjukkan perkembangan konsumsi minyak tanah
karena konsumsi solar oleh bus antar kota yang dan gas LPG dan kaitannya dengan pertumbuhan
melakukan pengisian bahan bakar di luar SPBU di Kota penduduk Kota Bogor. Berdasarkan Gambar 3 dapat
Bogor sehingga peningkatan jumlah konsumsi solar disimpulkan bahwa pertumbuhan jumlah penduduk
tidak signifikan dengan peningkatan jumlah bus yang sejalan dengan peningkatan jumlah konsumsi minyak
ada di Kota Bogor. tanah dan gas LPG Kota Bogor.
Minyak tanah dan gas LPG merupakan barang
kebutuhan pokok masyarakat dan saling

1200000
1000000
800000
600000
400000
200000
0
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Konsumsi LPG (m3) Konsumsi Minyak Tanah (KL) Jumlah Penduduk (jiwa)

Gambar 3. Grafik perkembangan konsumsi minyak tanah dan gas LPG dengan pertumbuhan penduduk Kota
Bogor

Hal yang menarik terjadi pada tahun 2007 dimana Emisi


konsumsi minyak tanah turun secara bertahap diikuti Perhitungan emisi dilakukan berdasarkan jumlah
peningkatan konsumsi gas LPG pada tahun yang sama. bahan bakar yang dikonsumsi (bensin, minyak diesel,
Hal ini disebabkan oleh program pemerintah dalam minyak tanah, gas LPG) dengan faktor emisinya.
konversi minyak tanah ke LPG. Konversi dilakukan Besarnya emisi ditentukan dengan jumlah bahan bakar
dengan penarikan subsidi pada bahan bakar minyak tersebut dikalikan masing-masing faktor emisinya.
tanah sehingga harga bahan bakar minyak tanah Angka faktor emisi adalah jumlah polutan per
meningkat diikuti kelangkaan pasokan minyak tanah satuan energi, massa, atau volume yang dihasilkan dari
dipasaran sehingga masyarakat beralih dari penggunaan masing-masing sumber energi tersebut.
menggunakan minyak tanah ke bahan bakar LPG. Sehingga dapat disimpulkan besarnya emisi salah
4 T. BANTACUT ET. AL E-JAII

satunya ditentukan oleh angka faktor emisi bahan bakar Sink Gas Co2 Kota Bogor
tersebut. Berdasarkan data angka faktor emisi yang Sink gas CO2 Kota Bogor adalah jumlah CO2 yang
diterbitkan IPCC (2006) minyak diesel memiliki angka diserap oleh beberapa tipe penutupan lahan bervegetasi
faktor emisi tertinggi diikuti minyak tanah, bensin, dan yang ada di Kota Bogor setiap tahunnya. Jumlah CO2
gas LPG. Mengingat penggunaan terbesar bahan bakar yang terserap dapat dihitung melalui luas penutupan
adalah dari konsumsi bensin, bensin dapat dikatakan lahan berdasarkan tipe vegetasi (hutan kota,
sebagai penyumbang emisi CO2 terbesar, di lain sisi, perkebunan, rumput, dan semak) dan daya sink gas CO2
penggunaan gas LPG sebagai pengganti bahan bakar Kota Bogor. Daya sink CO2 adalah jumlah CO2 yang
premium menjadi sangat prospektif mengingat angka diserap (ton) per luas penutupan lahan (ha) per satuan
faktor emisi yang lebih rendah dibanding bensin. waktu (jam/tahun). Jumlah CO2 yang diserap adalah
perkalian antara luas tipe penutupan lahan dikalikan
Bensin Minyak Diesel Minyak Tanah Gas LPG
Emisi landfill dengan daya sink CO2 tipe penutupan lahan tersebut.
MSW
Gambar 5 menunjukkan bahwa masing-masing jenis
landcover yang berperan dalam penyerapan gas CO2
Angka Faktor Emisi
Bensin
Angka Faktor Emisi
Minyak Diesel
Angka Faktor Emisi
Minyak Tanah
Angka Faktor Emisi Gas
LPG
Angka Faktor Emisi
landfill MSW
dengan nilai penyerapannya masing-masing yang
dihitung akan memberikan informasi daya dukung
ruang terbuka hijau Kota Bogor terhadap emisi CO2
Emisi CO2
Kebun
Hutan Kota Semak Rumput Sawah
Campuran

Gambar 4. Aliran Penghitungan Emisi CO2


Daya Sink Gas Daya Sink Gas Daya Sink Gas Daya Sink Gas Daya Sink Gas
CO2 Hutan Kota CO2 Perkebunan CO2 Semak CO2 Rumput CO2 Sawah
Karbondioksida pun dihasilkan oleh sampah
melalui proses pembusukan atau penguraian sampah
oleh bakteri. Hasil samping dari proses pembusukan Total Daya Sink
tersebut adalah gas metana (CH4) yang merupakan gas CO2 RTH

yang lebih berbahaya dibandingkan dengan gas CO2 Gambar 5. Aliran Penghitungan Daya Sink CO2
sebagai penyebab efek rumah kaca. Suprihatin (2006)
dalam penelitiannya mengenai penanggulangan emisi Eksisting RTH Kota Bogor
metana pada proses landfill sampah perkotaan dengan Suryadi et al (2008) menunjukkan telah terjadi
proses pengomposan menyatakan bahwa dalam 1 ton fenomena alih fungsi lahan di Kota Bogor pada tahun
sampah yang menumpuk di TPS akan menghasilkan 1972, 1983, 1990, 2000, hingga tahun 2005. Data
0.25 m3 metana, dimana massa jenis metana adalah mengenai perubahan jenis landcover disajikan pada
0.5447 g/L dan dengan nilai ekuivalensi gas metana Tabel 2. Pada tabel tersebut ditunjukkan bahwa ada
dengan gas CO2 sebesar 24.5 t CH4/t CO2, maka 1 ton pertumbuhan negatif pada jenis landcover berupa hutan,
sampah dengan proses landfill akan menghasilkan 0.16 kebun campuran, lahan terbuka, serta sawah. Sedangkan
ton CO2. Gambar 4 menunjukkan aliran penghitungan terjadi pertumbuhan postif pada semak dan pemukiman.
emisi CO2 antropogenik Kota Bogor dimana masing- Pertumbuhan pada semak dimungkinkan bersifat
masing variabel yang dianggap berperan nyata dalam sementara sebagai akibat proses alih fungsi lahan dari
pembentukan emisi CO2 Kota Bogor dalam bentuk jenis landcover sebelumnya menuju jenis landcover
sumber energi akan dikonversikan kebentuk emisinya lain, sehingga cenderung angkanya meningkat.
sehingga didapatkan total emisi CO2 Kota Bogor.

Tabel 2. Data Perubahan Landcover Kota Bogor Tahun 2001 - 2005


Tahun HutanKebun Pemukiman Lahan Semak Sawah
Campuran Terbuka
2001 448.72 4302.28 4574.07 457.34 790.75 933.68
2002 356.44 4266.55 4697.14 403.69 811.51 925.17
2003 264.16 4230.83 4820.21 350.03 832.26 916.65
2004 171.88 4195.10 4943.28 296.38 853.01 908.13
2005 187.15 4250.87 5068.25 258.02 866.28 902.05
Sumber : Suryadi et. al. (2008)

Temperature Humidity Index pulau panas” tercipta akibat konsentrasi penduduk pada
Temperature Humidity Index (THI) merupakan wilayah tertentu yang bertambah ditambah dengan
nilai yang merepresentasikan tingkat kenyamanan udara adanya industri dan perdagangan serta transportasi kota
pada suatu kota. THI dihitung berdasarkan data suhu yang padat. Grey dan Deneke (1978) menyatakan
dan kelembaban udara.Faktor yang menyebabkan bahwa sinar matahari yang sampai ke permukaan bumi
peningkatan suhu udara perkotaan adalah fenomena mengalami proses refleksi, transmisi, dan absorbs.
Urban Heat Island. Pada fenomena tersebut “pulau- Pulau panas pada umumnya terdapat pada bagian
Vol. 1, 2012 POTENSI EMISI GRK 5

wilayah kota yang tidak bervegetasi, karena pada


wilayah kota tidak bervegetasi proses tersebut saling Tabel 4. Nilai Serapan Karbon Dioksida oleh Vegetasi
bersinergi dalam meningkatkan suhu udara. Sehingga Serapan
variabel yang berpengaruh pada peningkatan suhu udara Tipe Vegetasi
C (ton/ha) CO2 (ton/ha)
dipengaruhi beberapa variabel antara lain jumlah emisi
CO2, luas lahan terbangun dan luas RTH. Pada Tabel 3 Hutan 15.9 58.2576
disajikan data suhu dan kelembaban udara Kota Bogor Perkebunan 14.3 52.3952
dimana terjadi peningkatan suhu udara Kota Bogor yang Semak 0.9 3.2976
berimplikasi pada peningkatan nilai THI. Rumput 0.9 3.2976
Tabel 3. Data Suhu Udara, Kelembaban Udara, dan Sumber : Iverson, 1993
Temperature Humidity Index
Kota Bogor 2000 - 2005 Sehingga, nilai serapan CO2 oleh RTH berdasarkan
Tahun Suhu Kelembaban THI tipe vegetasi dapat dijelaskan dengan formulasi :
Udara (0C)a Udara (%)a (0C)b
2000 25.6 0.84 20.52 Total Serapan Emisi CO2 =
𝑡𝑜𝑛
2001 25.5 0.85 20.44 ∑ 𝐿𝑢𝑎𝑠𝑎𝑛 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛𝑎 (ℎ𝑎) 𝑋 𝑆𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑛 𝐶𝑂2 ( )
ℎ𝑎
2002 25.7 0.84 20.60
Keterangan :
2003 25.8 0.83 20.68 Total Serapan Emisi CO2 : jumlah emisi CO2 yang
2005 25.8 0.84 20.68 dapat diserap oleh
vegetasi kota
2005 25.8 0.87 20.68
Luasan lahan : luasan lahan dengan
a
Sumber : Stasiun BMG Kota Bogor (2006) vegetasi yang mampu
b
Data hasil olahan berdasarkan menyerap CO2
Nieuwolt(1975) Serapan CO2 : nilai serapan CO2
berdasarkan tipe
METODOLOGI PENELITIAN vegetasi

Bahan dan Alat Pendugaan Nilai Emisi Karbon Dioksida Kota Bogor
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah
data sekunder berupa Peta administrasi Kota Bogor, Metode yang digunakan untuk menghitung emisi
faktor emisi minyak tanah, premium, solar, dan gas CO2 dari penggunaan bahan bakar merujuk pada IPCC
LPG diperoleh dari studi literatur, konsumsi minyak (2006) pada sektor energi :
tanah, bensin, dan solar untuk Kota Bogor diperoleh
dari BPH Migas. Jumlah penduduk, konsumsi gas LPG,
serta jumlah kendaraan di Kota Bogor diperoleh dari EmisiCO2 = Konsumsi Bahan Bakar x Faktor Emisi
Badan Pusat Statistik (BPS). Data mengenai landcover
Kota Bogor didapatkan dari studi literatur. Keterangan :
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Emisi : emisi yang dihasilkan gas
seperangkat computer beserta piranti lunaknya untuk rumah kaca berdasarkan tipe
mengolah data. Piranti lunak yang digunakan untuk bahan bakar (kg)
mengolah data yang didapatkan adalah Powersim Studio Konsumsi bahan bakar : jumlah bahan bakar yang
2005, Minitab 14, serta Microsoft Excel. dikonsumsi (TJ)
Faktor Emisi : standar faktor emisi
Pendugaan Nilai Serapan Karbon Dioksida Kota berdasarkan tipe bahan bakar
Bogor (kg CO2/TJ)
Analisis serapan karbon dioksida berguna untuk
mendapatkan informasi mengenai kemampuan ruang Temperature Humidity Index
terbuka hijau menyerap karbon dioksida untuk masing- Indeks kenyamanan suatu lokasi didapatkan dengan
masing kecamatan di Kota Bogor. Pendekatan yang menghitung Temperature Humidity Index dari lokasi
dilakukan untuk penghitungan serapan karbon dioksida tersebut. Temperature Humidity Index didapatkan dari
dilakukan dengan cara menentukan luas penutupan data suhu udara dan kelembaban nisbi lokasi tersebut.
lahan daerah-daerah yang bervegetasi. Informasi Menurut Nieuwolt (1975), persamaan THI adalah
penutupan lahan diperoleh dari data sekunder. Sebaran sebagai berikut :
dan luas ruang terbuka hijau yang diperoleh dihitung
nilainya berdasarkan kemampuan vegetasi menyerap (RHx Ta)
THI = 0.8 Ta +
karbon dioksida. Nilai serapan karbon dioksida untuk 500
masing-masing tipe vegetasi disajikan pada Tabel 4.
Keterangan :
Ta : suhu udara (0C)
RH : kelembaban nisbi udara (%)
6 T. BANTACUT ET. AL E-JAII

Rushayati (2012) menggunakan persamaan ini Tahapan ini merupakan tahapan untuk memahami
untuk penelitiannya di Kabupaten Bandung, dan mekanisme yang terjadi dalam sistem. Hal ini untuk
menyimpulkan bahwa pada THI 21 – 24 0C, 100 % mengenali hubungan antara ”pernyataan kebutuhan”
populasi manusia menyatakan nyaman. Sedangkan pada dengan ”pernyataan masalah” yang harus diselesaikan
THI sebesar 25 – 270C, 50% populasi manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut (Hartisari,
menyatakan nyaman dan pada THI > 270C, 100 % 2007).
populasi manusia menyatakan tidak nyaman. Oleh Pendekatan yang dilakukan untuk menggambarkan
sebab itu, simulasi pada model akan dihentikan apabila sistem yang terjadi adalah dengan menggambar mind
nilai THI sudah melebihi 270C. map dari sistem tersebut. Penggambaran mind map
tersebut dilakukan dengan menggunakan CLD (Causal
Perancangan Sistem Dinamik Loops Diagram) dan SFD (Stock and FlowDiagrams).
Tahapan pemodelan sistem dinamis dalam Tahapan analisis kebutuhan, formulasi masalah
penelitian ini merujuk pada model tahapan yang serta identifikasi sistem merupakan tahapan
dikembangkan oleh Sterman (2000) dan Menestch dan pembangunan konsep sistem dinamik yang akan di
Park (1977). Alur pemodelan terbagi menjadi dua modelkan. Sehingga tahapan selanjutnya merupakan
bagian, yaitu pengembangan aspek konseptual dan tahapan teknis dalam melakukan pemodelan sistem
aspek teknis. Bagian konseptual merupakan dinamik. Proses pemodelan merupakan proses kreatif,
pembangunan sistem berdasarkan variabel-variabel tidak linear, namun harus mematuhi disiplin ilmiah dan
yang dipilih dan dibangun untuk menjelaskan sistem pemikiran yang logik serta bersifat iteratif (Hartisari,
tersebut. Menestch dan Park (1977) memberikan 2007). Menurut Sterman (2000), tahapan dalam
penjabaran mengenai tahapan pendekatan sistem. menyusun suatu model antara lain : mengartikulasikan
Tahapan pendekatan sistem disajikan pada Gambar 6. permasalahan, memformulasikan hipotesis,
Menurut Hartisari (2007), analisis kebutuhan memformulasikan model, dan menguji sesrta
merupakan tahapan awal dari pengkajian suatu sistem. menganalisis model.
Pada tahap ini dilakukan identifikasi kebutuhan- Tahap paling penting dari pemodelan adalah
kebutuhan dari masing-masing pelaku sistem artikulasi permasalahan. Meskipun model merupakan
(stakeholders). Setiap pelaku sistem memiliki representasi dari sistem sebagaimana yang dijelaskan
kebutuhan yang berbeda-beda yang dapat Forrester (1965), poin penting yang perlu dikaji dari
mempengaruhi kinerja sistem. sistem itu adalah permasalahan di dalam sistem itu
sendiri. Sebagaimana dijelaskan Sterman (2000) bahwa
Mulai model yang berguna adalah model yang meninjau
permasalahan secara spesifik dan harus
Analisis
Kebutuhan menyederhanakan daripada menggambar ulang
keseluruhan sistem secara detil. Sebuah model yang
Formulasi Masalah
baik atau model yang sesuai dengan tujuan
pemodelannya adalah model yang merepresentasikan
masalah dari sistem, bukan memodelkan keseluruhan
Identifikasi Sistem
sistem. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengkajian
variabel-variabel yang penting untuk dilibatkan dan
Pemodelan Sistem
mengeliminir variabel yang tidak tidak sesuai dengan
tujuan pemodelan.
Validasi dan
Verifikasi model adalah pembuktian bahwa model
Verifikasi komputer yang telah disusun pada tahap sebelumnya
mampu melakukan simulasi dari model abstrak yang
Implementasi
dikaji (Eriyatno, 2003) sehingga verifikasi dapat
diartikan sebagai sebuah proses untuk meyakinkan
bahwa program komputer yang dibuat beserta
Selesai penerapannya sudah benar. Cara yang dilakukan adalah
menguji sejauh mana program komputer yang dibuat
Gambar 6. Diagram Alir Tahapan Pendekatan Sistem telah menunjukkan perilaku dan respon ang sesuai
(Menetsch dan Park, 1977) dengan tujuan dari model.
Validasi merupakan langkah untuk meyakinkan
Pada tahap identifikasi kebutuhan kemudian akan bahwa model mempunyai sifat seperti sistem nyatanya.
didapatkan kontradiksi kebutuhan diantara pelaku Suatu pendekatan paling nyata dalam suatu validasi
sistem. Tujuan sistem akan sulit tercapai bahkan tidak adalah membandingkan model dengan output dari
akan tercapai bila pada tahap analisis kebutuhan sistem nyatanya. Menurut Eriyatno (1999), Verifikasi
teridentifikasi kebutuhan yang saling kontradiktif. model merupakan tahap pembuktian bahwa model
Apabila sistem yang diberlakukan hanya mementingkan komputer yang telah disusun pada tahap sebelumnya
salah satu pelaku, maka pihak-pihak lain yang terlibat mampu melakukan simulasi dari model abstrak yang
dalam sistem tidak akan berfungsi seperti yang dikaji.
diharapkan sehingga akan menurunkan kinerja sistem Tujuan umum dari validasi adalah menghasilkan
atau bahkan sistem tidak berfungsi sama sekali. suatu model yang representatif terhadap perilaku
nyatanya sedekat mungkin untuk dapat digunakan
Vol. 1, 2012 POTENSI EMISI GRK 7

sebagai substitusi dari sistem nyata. Selain itu validasi Ft : nilai data simulasi
bertujuan untuk meningkatkan kredibilitas model
sehingga model dapat digunakan untuk pengambilan PERANCANGAN MODEL
keputusan.
Validasi secara matematik dilakukan dengan Causal Loops Diagram
menghitung nilai MAPE (Mean Absolute Percentage CLD disebut juga dengan diagram hubugan sebab
Error) dimana deviasi persentase nilai error yang akibat dimana pada diagram ini digambarkan hubungan
diperkenankan antara 5 – 10% yang didefiniskan antara satu unsur dengan unsur lainnya dalam bentuk
dengan persamaan berikut (Makridakis, 1991). hubungan satu arah maupun dua arah. Pada model
perkiraan emisi terjadi pola hubungan satu arah antara
𝑛
1 𝑋𝑡 − 𝐹𝑡 unsur yang membentuk model CLD. Unsur pembentuk
𝑀𝐴𝑃𝐸 = ∑| | 𝑥 100 % CLD dimulai dari kebutuhan akan sarana transportasi
𝑛 𝑋𝑡
𝑡=1 yang tentunya akan menyebabkan terjadinya kebutuhan
dimana : akan bahan bakar yang berimplikasi pada terciptanya
n : jumlah data observasi emisi.
Xt : nilai data aktual

Gambar 7. Causal Loops Diagram Perkiraan Emisi Kota Bogor

Peningkatan konsumsi bahan bakar berupa bensin Stock and Flow Diagram
dan solar dipengaruhi oleh peningkatan permintaan akan Model SFD merupakan hasil penerjemahan dari
bahan bakar tersebut yang dipengaruhi oleh peningkatan model CLD dengan perangkat lunak Powersim.
jumlah kendaraan yang menggunakan bahan bakar Hubungan antar unsur yang terdapat pada model SFD
tersebut di Kota Bogor. Peningkatan akan konsumsi akan dirubah menjadi operasi matematik sederhana
bensin dan solar tersebut tentu akan memiliki pengaruh yang berbentuk hubungan perkalian maupun
terhadap terciptanya emisi CO2di Kota Bogor. Diagram pertambahan. Gambar 8 menunjukkan model SFD nilai
Causal Loops untuk perkiraan emisi Kota Bogor THI Kota Bogor dimana SFD tersebut merupakan hasil
disajikan pada Gambar 7. penterjemahan model CLD ke model matematisnya
menggunakan bantuan software Powersim.
8 T. BANTACUT ET. AL E-JAII

Gambar 8. Stock Flow Diagram Model Pendugaan Nilai THI Kota Bogor

Rohmatulloh (2007).
PENGUJIAN DAN SIMULASI SKENARIO
Validasi
Verifikasi Hasil Validasi secara teoritis menunjukkan bahwa
Verifikasi bertujuan untuk pengecekan konsistensi model yang dirancang sudah baik dan mewakili sistem
baik hubungan antar variabel (link), varibel itu sendiri, dunia nyata. Secara teoritis, variabel yang dirancang
serta melakukan simulasi untuk mengecek apakah sudah mengikuti hasil kajian dari penelitian sebelumnya
model sudah mengikuti perilaku system pada dunia dan diperkuat dengan hasil analisis konsistensi unit pada
nyata. Hubungan antar variabel akan ditandai dengan software Powersim. Konsistensi hasil keluaran
tanda ‘#’ pada link. Sedangkan konsistensi model pada dilakukan dengan menghitung nilai average percent
variabel akan ditunjukkan dengan tanda ‘?’ pada error (APE).
variabel. Pada model pendugaan emisi CO2 dan THI Hasil validasi THI menunjukkan bahwa nilai
Kota Bogor sudah tidak ditemukan ketidakkonsistenan MAPE yang diperoleh sebesar 0.5 %. Hal ini
pada model. Selanjutnya model diujikan dengan menunjukkan bahwa tingkat galat simulasi berada
dilakukan simulasi dan dilakukan pengecekan apakah dalam selang galat simulasi yang diperkenankan agar
sudah mengikuti perilaku dunia nyata atau belum. data hasil simulasi dapat dipertanggungjawabkan
Model pendugaan emisi CO2 dan THI Kota Bogor dikarenakan dianggap mewakili sistem yang terjadi di
menunjukkan pola perilaku linier dengan perilaku dunia nyata. Muhammadi et.al (2001) menggunakan
produksi emisi yang eksponensial. Hal ini menunjukkan galat di bawah 10% sebagai standar model mewakili
bahwa model tersebut sudah memenuhi prosedur tahap dunia nyata. Hasil di atas menunjukkan bahwa model
verifikasi mengacu pada Schlesinger et. al (1979) dalam sudah diasumsikan mewakili sistem dunia nyata serta
Vol. 1, 2012 POTENSI EMISI GRK 9

konsisten dan valid secara statistik berdasarkan perilaku model. Analisis sensitivitas dilakukan dengan
yang dihadapinya. mengubah nilai laju peningkatan jumlah kendaraan
bermotor, laju pertambahan penduduk, dan laju
pertumbuhan RTH yang mengakibatkan perubahan pada
Tabel 5. Hasil Validasi Temperature Humidity Index nilai THI. Hasil uji sensitivitas pada masing-masing
variabel tersebut menunjukkan perubahan kinerja model
Temperature Humidity apabila diberikan suatu stimulus. Hal ini menunjukkan
Index bahwa model yang dibangun sensitif (Muhammadi et.
Tahun APE (%)
al. 2001).
Simulasi Aktual Hasil uji sensitivitas menunjukkan bahwa
peningkatan jumlah kendaraan bermotor, peningkatan
2001 24.73 24.7 0.12131 luas lahan terbangun, dan penurunan RTH
2002 24.87 24.89 0.080418 menyebabkan peningkatan suhu udara yang
berimplikasi pada peningkatan nilai THI. Hal ini
2003 24.92 25.06 0.561798 memperlihatkan kemiripan perilaku dan struktur model
2004 24.97 25.2 0.921105 secara teoritis dan menunjukkan bahwa model dapat
dikatakan baik.
2005 25.13 25.33 0.795862
2006 25.6 25.45 0.585938 Analisis Perilaku Dasar
Analisis skenario perilaku dasar menjelaskan
2007 25.42 25.53 0.43273 kondisi riil saat ini di Kota Bogor dengan nilai masing-
2008 25.61 25.61 0 masing variabel pada model berdasarkan apa yang
2009 25.82 25.68 0.542215 terjadi saat ini tanpa ada perubahan. Hasil simulasi nilai
THI yang disajikan pada Gambar 8 menunjukkan bahwa
2010 26.05 25.76 1.113244 pada tahun 2031, nilai THI akan melewati nilai yang
MAPE 0.515462 dikategorikan nyaman yaitu > 270C dimana menurut
penelitian Rushayati (2012) 100 % populasi penduduk
di Kota Bogor merasakan tidak nyaman dengan suhu
Uji Sensitivitas Model udara dan kelembaban udara Kota Bogor dengan nilai
Analisis sensitivitas dibutuhkan untuk mengetahui THI > 270C setelah sebelumnya pada tahun 2001 nilai
sejauh mana model dapat digunakan apabila terjadi THI adalah sebesar 24.73 0C dimana termasuk kategori
perubahan pada asumsi. Berdasarkan analisis sedang dengan 50% populasi masih merasa nyaman
sensitivitas didapatkan hasil bahwa terjadinya dengan iklim Kota Bogor.
perubahan variabel-variabel pada model mengakibatkan
terjadinya pula perubahan pada kesimpulan akhir

28

27
THI

26

25

Jan 01, 2001 Jan 01, 2011 Jan 01, 2021 Jan 01, 2031 Jan 01, 2041
Non-commercial use only!
Gambar 9. Model Perilaku Dasar Nilai THI Kota Bogor 2001 – 2050

Pada pertumbuhan lahan terbangun, apabila tidak seluas 3014.30 ha. Hasil simulasi model perilaku dasar
dilakukan penanganan , maka pada tahun 2050 jumlah landcover Kota Bogor disajikan pada Gambar 9.
luas lahan terbangun akan berada pada nilai 7,401.05
ha, sedangkan pada luas hutan kota akan bertahan pada Skenario Model
nilai 183 ha atau tidak mengalami konversi dikarenakan Salah satu cara untuk mewujudkan Kota Bogor
daerah tersebut merupakan kawasan konservasi yang sebagai kota hijau yang dapat menopang kegiatan
dilindungi, yaitu kawasan Kebun Raya Bogor dan Hutan antropogenik penduduknya yang menyebabkan Urban
Penelitian Cimanggu. Luas persawahan akan tersisa Heat Island adalah dengan menekan laju pertambahan
630.86 ha, sedangkan luas semak-semak dan rumput penduduk, laju peningkatan kendaraan bermotor, serta
akan tersisa sebesar 569.75 ha. Kebun campuran laju peningkatan lahan terbangun dengan meningkatan
memiliki laju penurunan paling tinggi dan akan tersisa hutan kota sebagai penopang iklim kota.
10T. BANTACUT ET. AL E-JAII

ha

8,000

7,000

6,000

L_Terbangun
5,000
Luas Hutan
Luas K_Campuran
4,000
Luas Sawah
Luas Semak_Rumput
3,000

2,000

1,000

0
Jan 01, 2001 Jan 01, 2011 Jan 01, 2021 Jan 01, 2031 Jan 01, 2041 Jan 01, 2051 Jan 01, 2061
Non-commercial use only!
Gambar 10. Model Perilaku Dasar Luasan RTH Kota Bogor 2001 – 2050

Skenario hijau terdiri atas penanganan faktor-faktor dilakukan diantara faktor-faktor yang mempengaruhi
yang mempengaruhi peningkatan THI Kota Bogor perubahan iklim Kota Bogor antara lain laju penurunan
akibat fenomena Urban Heat Island. Faktor-faktor yang luas sawah, laju pertumbuhan sepeda motor, laju
mempengaruhi diubah sesuai kemungkinan yang bias pertumbuhan mobil pribadi, laju pertumbuhan
dilakukan secara agresif. Beberapa perubahan yang penduduk, serta laju penurunan luas kebun campuran.

27
THI

26

25

Jan 01, 2001 Jan 01, 2011 Jan 01, 2021 Jan 01, 2031 Jan 01, 2041 Jan 01, 2051 Jan 01, 2061
Non-commercial use only!
Gambar 11. Model Skenario Hijau Nilai THI Kota Bogor 2001 – 2060

Pada skenario hijau, laju pertumbuhan sawah merupakan salah satu sumber emisi utama dimana emisi
akan dikurangi dari 0.8 %/tahun menjadi 0.4 %/tahun. yang dihasilkan adalah hasil kegiatan rumah tangga,
Laju pertumbuhan kebun campuran dari 0.7 %/tahun baik penggunaan bahan bakar berupa LPG dan minyak
menjadi 0.4 %/tahun. Selain menahan laju alih fungsi tanah, serta proses penanganan MSW (Municipal Solid
lahan hijau, dilakukan penghikauan sebesar 100 ha/ Waste).
tahun. Laju pertumbuhan sepeda motor dan mobil Hasil simulasi nilai THI yang disajikan pada
pribadi yang menjadi sumber emisi antropogenik Gambar 11 menunjukkan bahwa dengan skenario hijau,
terbesar pada alat transportasi di Kota Bogor akan peningkatan THI dapat ditanggulangi, hal ini
dikurangi masing-masing menjadi 15 %/tahun dari 23.5 ditunjukkan karena skenario hijau baru akan
%/tahun untuk sepeda motor dan 10 %/tahun dari 20.8 menciptakan kondisi THI > 270C pada tahun 2048
%/tahun untuk mobil pribadi. Laju pertumbuhan setelah sebelumnya pada perilaku dasar model THI >
penduduk dikurangi menjadi 2 %/tahun dari awalnya 270C diprediksi terjadi pada tahun 2031.
sebesar 2.8 %/tahun, ini disebabkan penduduk
Vol. 1, 2012 POTENSI EMISI GRK 11

ha

6,000

5,000

L_Terbangun
4,000
Luas Hutan
Luas K_Campuran
3,000 Luas Sawah
Luas Semak_Rumput

2,000

1,000

0
Jan 01, 2001 Jan 01, 2011 Jan 01, 2021 Jan 01, 2031 Jan 01, 2041 Jan 01, 2051 Jan 01, 2061
Non-commercial use only!
Gambar 12. Model Skenario Hijau Landcover Kota Bogor

Pada Gambar 12 ditunjukkan perubahan slope pada tahun yang diaplikasikan pada landcover berupa semak
pertumbuhan landcover di Kota Bogor dimana telah dan rumput, sehingga pada hasil simulasi ditunjukkan
dilakukan perubahan asumsi pada pertambahan luas per kenaikan yang signifikan pada luas hutan dan
tahunnya. Apabila dibandingkan pada simulasi perilaku penurunan semak dan rumput. Pada tahun 2048 dimana
dasar, dinamika paling nyata terjadi pada pertambahan nilai THI > 270C ditunjukkan bahwa luas lahan
luas hutan dan semak dan rumput. Hal ini dikarenakan terbangun adalah sebesar 6,453.11 ha dan total ruang
program penghijauan yang dilakukan sebesar 100 ha per terbuka hijau sebesar 5,346.98 ha.

28

27
THI

26

25

Jan 01, 2001 Jan 01, 2011 Jan 01, 2021 Jan 01, 2031 Jan 01, 2041 Jan 01, 2051 Jan 01, 2061
Non-commercial use only!
Gambar 13. Model Skenario Moderat Nilai THI Kota Bogor 2001 – 2060

Skenario moderat menggambarkan alternatif sebesar 50 ha per tahun pada landcover berupa semak
kebijakan yang agak longgar dalam hal penanganan dan rumput. Pada tahun 2031 akan diakhiri dengan luas
iklim perkotaan akibat Urban Heat Island. Skenario lahan terbangun seluas 6,337.62 ha dan total ruang
moderat digambarkan dengan perubahan laju penurunan terbuka hijau seluas 5,462.47 ha.
luas sawah menjadi sebesar 0.6 %/tahun, laju Skenario pesimis merupakan skenario pilihan
pertumbuhan kebun campuran sebesar 0.6 %/tahun, laju kebihakan dimana tidak ada pengelolaan lingkungan
pertumbuhan sepeda motor menjadi 20 %/tahun, laju Kota Bogor sama sekali sehingga beberapa variabel
pertumbuhan mobil pribadi sebesar 15 %/tahun dan laju penentu kesimpulan model terus meningkat. Laju
penghijauan sebesar 50 ha/tahun. Hasil simulasi nilai penurunan luas sawah diasumsikan menjadi 1 %/tahun,
THI yang disajikan pada Gambar 13 menunjukkan laju peningkatan jumlah sepeda motor meningkat
bahwa suhu dan kelembaban udara Kota Bogor akan menjadi 27 %/tahun, laju mobil pribadi menjadi 26
tidak nyaman lagi (THI > 27) pada tahun 2039, lebih %/tahun, laju peningkatan jumlah penduduk menjadi 3
lambat dari perilaku dasar yang terjadi pada tahun 2031. %/tahun, laju penurunan kebun campuran sebesar 1
Pada Gambar 14 ditunjukkan hasil simulasi %/tahun, dan tidak ada kegiatan penghijauan. Hasil
perubahan landcover pada skenario moderat. Tidak jauh simulasi nilai THI skenario pesimis pada Gambar 15
berbeda dengan skenario hijau, pada skenario ini menunjukkan bahwa skenario pesimis akan
perubahan yang paling nyata terjadi pada pertumbuhan mempercepat peninkatan suhu dan kelembaban udara
kota dan semak dan rumput. Hal ini dikarenakan pada kota bogor sehingga pada tahun 2028 THI Kota Bogor
skenario moderat dilakukan kebijakan penghijauan lebih besar dari 270C.
12T. BANTACUT ET. AL E-JAII

ha
7,000

6,000

5,000

L_Terbangun
4,000 Luas Hutan
Luas K_Campuran
Luas Sawah
3,000
Luas Semak_Rumput

2,000

1,000

0
Jan 01, 2001 Jan 01, 2011 Jan 01, 2021 Jan 01, 2031 Jan 01, 2041 Jan 01, 2051 Jan 01, 2061
Non-commercial use only!
Gambar 14. Model Skenario Moderat Landcover Kota Bogor

30

29

28
THI

27

26

25
Jan 01, 2001 Jan 01, 2011 Jan 01, 2021 Jan 01, 2031 Jan 01, 2041 Jan 01, 2051 Jan 01, 2061
Non-commercial use only!
Gambar 15. Model Skenario Pesimis Nilai THI Kota Bogor 2001 – 2060

Pada skenario pesimis dimana perubahan asumsi naiknya nilai THI di Kota Bogor. Pola perubahan
variabel yang dilakukan bertolak belakang dengan landcover tidak jauh berbeda dengan pola perilaku dasar
asumsi pada skenario hijau dan moderat, yaitu terjadi melainkan terjadi peningkatan yang lebih signifikan
peningkatan nilai yang mendukung naiknya nilai THI pada luas lahan terbangun dan penurunan pada luas
karena diasumsikan tidak ada usaha dalam pencegahan kebun campuran.

ha

7,000

6,000

5,000
L_Terbangun
4,000 Luas Hutan
Luas K_Campuran
Luas Sawah
3,000 Luas Semak_Rumput

2,000

1,000

0
Jan 01, 2001 Jan 01, 2011 Jan 01, 2021 Jan 01, 2031 Jan 01, 2041
Non-commercial use only!
Gambar 16. Model Skenario Pesimis Landcover Kota Bogor
Vol. 1, 2012 POTENSI EMISI GRK 13

Berdasarkan hasil simulasi landcover pada Gambar konversi yang lebih efisien serta mengubah bahan bakar
16 ditunjukkan bahwa pada tahun 2028 luas lahan dengan bahan bakar yang menghasilkan emisi yang
terbangun adalah 6,703.5 ha dan luas ruang terbuka lebih rendah dengan meningkatkan penggunaan energi
hijau adalah 5,096.59 ha. Pada dasarnya perbedaan yang terbarukan. Sisi permintaan dilakukan dengan
nyata pada ketiga jenis skenario adalah luas hutan kota. menggunakan demand side management, dan
Pada skenario pesimis tidak dilakukan penghijauan luas menggunakan peralatan yang lebih efisien (Sugiyono,
hutan kota sehingga walaupun luas lahan hijau tidak 2006).
jauh berbeda, namun luas hutan kota sebagai jenis Sugiyono (2006) dalam penelitiannya mengenai
landcover yang mempunyai kemampuan ameliorasi penanggulangan pemanasan global di sektor
iklim besar sangatlah kecil. penggunaan energi menguraikan bahwa ada beberapa
opsi mitigasi yang dapat dilakukan pada berbagai sektor
Rekomendasi Penyusunan Kebijakan penggunaan energi. Beberapa opsi yang bisa dilakukan
Berdasarkan hasil simulasi beberapa skenario untuk mitigasi degradasi iklim Kota Bogor antara lain
model, didapatkan hasil bahwa skenario hijau pada sektor transportasi dengan memberlakukan
merupakan skenario terbaik untuk menangani masalah konversi bahan bakar dengan bahan bakar nabati seperti
iklim Kota Bogor. Skenario hijau telah memasukkan biodiesel dan bioethanol. Serta memberlakukan
variabel-variabel berbasis green growth yang intermodal shift atau suatu bentuk mengganti sistem
merupakan konsep dari WWF dan PWC (2011). transportasi dengan sistem transportasi massal dengan
Pembangunan green growth dilakukan dengan menggunakan lebih dari satu moda transportasi untuk
mengusahakan keseimbangan antara ekonomi, sosial, mencapai suatu tujuan. Sugiyono (2011) pada
budaya, serta lingkungan hidup. Konsep pembangunan penelitiannya mengenai pengembangan transportasi
green growth mempertimbangkan lima pilar penting rendah karbon mendapatkan kesimpulan bahwa dengan
sebagai berikut : pertumbuhan ekonomi, perbaikan meningkatkan pertumbuhan moda transportasi massal di
kondisi sosial, konservasi keanekaragaman hayati dan Kota Jakarta untuk setiap bus yang menggantikan 4 unit
jasa lingkungan, kemampuan adaptasi terhadap mobil dan pertumbuhan bus ditingkatkan dari 0.4 % per
perubahan iklim global, serta penurunan emisi gas tahun menjadi 5% per tahun dapat mengurangi emisi
rumah kaca. CO2 sampai 33% pada 20 tahun mendatang.
Berdasarkan hasil skenario pun diketahui bahwa Nowak (2000) menyebutkan bahwa peranan dari
berdasarkan RTRW Kota Bogor tahun 2003 bahwa luas RTH kota terhadap kualitas udara kota dikarenakan
pemukiman Kota Bogor adalah 8300 ha tidak dapat beberapa emisi antropogenik yang dihasilkan atau
menopang perubahan iklim Kota Bogor sebagai akibat pembentukan ozon bergantung pada suhu udara.
dari kegiatan antropogenik di perkotaan. Pepohonan pada hutan kota berperan dalam menyerap
Penanggulangan degradasi kualitas udara maupun polutan udara yang masuk ke udara ambien melalui
iklim kota dapat dilakukan dengan beberapa cara, proses transpirasi selain peranannya dalam mengatasi
diantaranya melakukan inventori dan mitigasi. Inventori debu partikulat. Secara tidak langsung RTH dapat
dilakukan untuk mengetahui sumber-sumber emisi gas mengurangi dampak penggunaan energi dari lahan
rumah kaca beserta besar emisi yang dihasilkan. terbangun terkait fungsinya dalam menurunkan suhu
Mitigasi dilakukan untuk memperoleh level emisi dan sebagai penghalang radiasi sinar matahari melalui
tertentu dengan mengganti teknologi yang sudah ada kanopinya sehingga dapat disimpulkan penggunaan
dengan teknologi yang lebih baru. Teknologi mitigasi RTH dapat menjadi cost benefit karena memiliki
gas rumah kaca dikelompokkan menjadi dua kategori peranan untuk mengkonservasi energi dan ameliorasi
yaitu untuk sisi penawaran dan untuk sisi permintaan. emisi yang dihasilkan kegiatan antropogenik.
Sisi penawaran dilakukan dengan menggunakan sistem

Tabel 6. Cost Benefit dalam Rupiah/m2 sebagai Dampak Kehadiran Hutan Kota
Energi Polusi Hidrologi
Berdasarkan Area Studi
Rp/m2/tahun Rp/m2/tahun Rp/m2/tahun
McPherson (1992) Tuscon 5,452.2 1,093.5
McPherson (1994b) Chicago 6,206.4
McPherson(1994a) Chicago 11,861.1 805.5 1,566
McPherson et al. (1998) Sacramento 664.2
Scott et al. (1998) Sacramento 1,358.1
McPherson et al (1999a) Modesto 1,501.2 2,163.6 924.3
McPherson et al. (1999b) San Joaquin 999 2,783.7 464.4
Rata-rata - 5,203.8 1,477.8 984.6
Sumber : Brack (2002)

Brack (2002) menjelaskan bahwa konservasi energi digunakan untuk pendingin udara tentu saja berakibat
yang didapat dari penggunaan RTH diakibatkan dari pada berkurangnya emisi yang dihasilkan dari sumber
berkurangnya energi yang digunakan untuk pendingin energi yang digunakan untuk alat pendingin yang secara
udara ketika musim panas. Berkurangnya energi yang tidak langsung memberikan cost saving benefit. Tabel 6
14T. BANTACUT ET. AL E-JAII

menunjukkan cost benefit yang diberikan RTH akibat konservasi energi, polusi, dan hidrologi per tahun.

Tabel 7. Cost Benefit Terkait Skenario Kebijakan Pengendalian Iklim Kota Bogor
Rata-Rata Luas Energi yang Ameliorasi Ameliorasi
Hutan Kota/ tahun Dihemat Rp/tahun Polusi Rp/tahun Hidrologi Rp/tahun

Skenario Hijau 1039 ha 10,037,961,000 6,901,038,000 4,825,116,000

Skenario Moderat 938.90 ha 9,379,611,000 6,236,173,800 4,360,251,600

Skenario Pesimis 197.9 ha 1,977,021,000 1,314,451,800 919,047,600

Total Cost Benefit /tahun 21,394,593,000 14,451,663,600 10,104,415,200

Pada Tabel 7 ditunjukkan cost benefit yang besar, yaitu sebesar hampir 10 miliar sebagai akibat
didapatkan dari pengaplikasian masing-masing skenario penghematan penggunaan energi, 6.9 miliar pada
dalam rangka mitigasi degradasi iklim Kota Bogor. ameliorasi polusi, dan 4.8 miliar pada ameliorasi
Asumsi yang digunakan pada cost benefit tersebut hidrologi. Sehingga total cost benefit yang didapatkan
adalah penggunaan hutan kota saja. Hal ini disebabkan dari pengaplikasian kebijakan skenario hijau adalah
hutan kota memberikan pengaruh signifikan dalam hal sebesar 21.4 miliar. Pada skenario moderat dengan rata-
menurunkan suhu udara terkait kemampuan menghalau rata luas hutan kota sebesar 938.9 ha yang tidak terlalu
sinar matahari yang masuk, kemampuan hutan kota jauh berbeda dengan skenario hijau memberikan cost
menyimpan air, serta daya serap terhadap polusi yang benefit yang signifikan lebih rendah dibanding dengan
tinggi. Nilai cost benefit hutan kota bogor per tahun skenario hijau. Hal serupa terjadi dengan skenario
didapatkan dengan cara mengalikan luas rata-rata hutan pesimis, sehingga dapat disimpulkan pada masing-
kota dengan nilai minimum cost benefit yang disajikan masing skenario kebijakan penghijauan hutan kota
pada Tabel 14. memberikan dampak yang sangat besar selain dari
Penggunaan rata-rata luas hutan kota selama 50 fungsinya sebagai ameliorasi iklim perkotaan juga
tahun pada masing-masing skenario menunjukkan memberikan cost benefit sebagai keuntungan yang
bahwa skenario hijau dengan rata-rata luas hutan kota diperoleh akibat kompensasi degradasi lingkungan kota.
sebesar 1039 ha memberikan cost benefit yang paling

KESIMPULAN DAN SARAN menjadi 2 % per tahunnya. Skenario hijau sukses


menambah daya dukung lingkungan Kota Bogor dimana
Kesimpulan suhu dan kelembaban udara Kota Bogor akan dikatakan
Simulasi perilaku dasar menunjukkan bahwa tidak nyaman atau THI > 270C pada tahun 2048.
Kota Bogor masih memiliki suhu dan kelembaban udara Selain dengan skenario hijau, perlu dilakukan
yang ideal hingga tahun 2031. Hal ini ditunjukkan juga penanganan pada sumber emisi. Penanganan antara
dengan nilai Temperature Humidity Index < 270C lain dengan melakukan konversi sumber energi.
hingga tahun 2031. Upaya untuk menanggulangi Konversi energi dari minyak tanah ke LPG telah
degradasi mutu lingkungan Kota Bogor dalam hal ini terbukti mengurangi dampak peningkatan emisi dan
fenomena Urban Heat Island adalah dengan secara tidak langsung juga menanggulangi degradasi
menggunakan skenario hijau dalam kebijakan iklim Kota Bogor. Hal ini dibuktikan dengan hasil
pengelolaan lingkungan hidup perkotaan Kota Bogor. simulasi nilai THI dimana terjadi perubahan kecuraman
Skenario hijau adalah skenario terbaik dikarenakan slope perilaku dasar pada tahun 2007 bertepatan dengan
dapat menambah daya dukung lingkungan Kota Bogor konversi minyak tanah ke LPG. Selain itu dibutuhkan
dalam menanggulangi emisi antropogenik dari aktivitas suatu sistem moda transportasi massal yang terintegrasi
penduduk Kota Bogor. (intermodal shift) guna mengurangi penggunaan
Skenario hijau dilakukan dengan menurunkan kendaraan pribadi yang merupakan salah satu sumber
laju alih fungsi lahan sawah dan kebun campuran emisi antropogenik.
menjadi 0.4 %/tahun. Selain itu, dilakukan usaha Penggalakan hutan kota dengan skenario hijau
penghijauan sebesar 100 ha per tahun. Sumber emisi memberikan benefit cost yang tinggi terkait peranan
dikurangi dengan cara menurunkan pertumbuhan hutan kota sebagai ameliorasi suhu, polusi dan
kendaraan bermotor seperti mobil pribadi menjadi 10 hidrologi. Skenario hijau memberikan benefit cost
%/tahun dan motor menjadi 15 % / tahun. Selain sebesar 21 miliar per tahunnya. Ini membuktikan bahwa
kendaraan bermotor, dalam kebijakan ini perlu penghijauan hutan kota di Kota Bogor sebesar 100 ha
dilakukan pengontrolan peningkatan jumlah penduduk per tahun merupakan kebijakan yang efektif dan
Vol. 1, 2012 POTENSI EMISI GRK 15

menguntungkan untuk menanggulangi degradasi terbarukan lain dengan bantuan software MARKAL dan
kualitas iklim Kota Bogor. analisis kebutuhan sebaran RTH di Kota Bogor.
Selanjutnya dalam merancang skenario hijau untuk Kota
Saran Bogor perlu menyertakan pengaruh meteorologis dan
Perlu analisis lebih lanjut dan lebih mendalam topografi Kota Bogor sehingga hasil simulasi akan lebih
mengenai perencanaan tata ruang dan strategi mendekati sistem dunia nyata sehingga kebijakan yang
pengelolaan lingkungan hidup Kota Bogor dengan dirancang untuk mendapatkan kesimpulan sistem
skenario hijau ini. Analisis lebih lanjut meliputi terbaik lebih efisien dan efektif.
konversi sumber energi fosil ke sumber energi

DAFTAR PUSTAKA McPherson E.G., Simpson J.R., Peper P.J., Xiao Q. 1999a. Benefit
Cost Analysis of Modesto’s Municipal Urban Forest. Journal of
Brack C.L. 2002. Pollution Mitigation and Carbon Sequestration by an Arboriculture 25(5) : 234 – 248.
Urban Forest. Environmental Pollution 1(16) : 195 - 200 Muhammadi Erman Aminullah, Budhi Soesilo. 2001. Analisis Sistem
Dahlan Endes N. 2004. Membangun Kota Kebun (Garden City) Dinamis :Lingkungan Hidup, Sosial Ekonomi, Manajemen.
Bernuansa Hutan Kota.Bogor : IPB Press. UMJ Press. Jakarta.
______________. 2007. Analisis Kebutuhan Luasan Hutan Kota Niewolt S. 2005. Tropical Climatology, an Introduction to the Climate
sebagai Sink Gas CO2 Antropogenik dari Bahan Bakar Minyak Low Latitude. New York : J. Willey
dan Gas di Kota Bogor dengan Pendekatan Sistem Dinamik Nowak David J. 2000. Tree Species Selection, Design, and
[tesis]. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Management to Improve Air Quality. 2000 ASLA Annual
Fandeli C. 2004. Perhutanan Kota. Jogjakarta : Fakultas Kehutanan Meeting Proceedings. Washington DC : American Society of
Universitas Gadjah Mada. Landscape and Architects.
Forrester. J. W. 1965. A New Corporate Design.Industrial Rohmatulloh. 2007. Pengembangan Penilaian Kinerja Pabrik Gula
Management Review 7. dengan Pendekatan Sistem Dinamik (Studi Kasus PG Subang
Grey G.W., Frederick Deneke J. 1978. Urban Forestry. New York : Jawa Barat) [Tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut
Wiley. Pertanian Bogor.
Hartisari. 2007. Sistem Dinamik :Konsep Sistem dan Pemodelan Scott K. I., Simpson J.R., McPherson E.G. 1998. Air Pollution Uptake
by Sacramentos’s Urban Forest. Journal of Arboriculture 24(4)
untuk Industri dan Lingkungan. Bogor : SEAMEO BIOTROP.
: 224 – 234.
Intergovernmetnal Panel on Climate Change, 2006.2006 IPCC
Soedomo M. 1999. Pencemaran Udara. Bandung : Penerbit ITB.
Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories. Jepang :
Stermann John D. 2000. Business Dynamics : Systems Thinking and
IGES.
Modelling for Complex World. Mc. Boston : Graw-Hill.
Iverson L.R, S. Brown, A. Grainger, A. Prasad, and D. Liu. 1993.
Sugiyono A. 2006. Penanggulangan Pemanasan Global di Sektro
Carbonsequestration in tropical Asia: an assessment of
Pengguna Energi. Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca
technically suitable forestlands using geographic information
7(2) : 15 – 19.
systems analysis. Climate Research 3 : 23-38.
Suprihatin, Indrasti NS, Romli M. 2003. Potensi Penurunan Emisi Gas
McPherson E.G. 1992. Accounting for Benefits and Cost for Urban
Rumah Kaca Mlelaui Pengomposan Sampah di Wilayah
Greenspace. Landscape and Urban Planning 22 : 41 – 51.
Jabotabek. Environmental Research Center (PPLH-IPB)
_____________. 1994a. Energy Saving Potential of Trees in Chicago.
Working Paper 3.
USDA Forest Service General Technical Report. Pennsylvannia
Suryadi Yadi.dkk. 2008. Kajian Pengendalian Pemanfaatan Ruang
: USDA Forest Service.
Menuju Pembangunan Kota Bogor yang Berkelanjutan. Forum
_____________. 1994b. Using Urban Forests for Energy Efficiency
Pascasarjana 31(4) :227-238.
and Carbon Storage. Journal of Forestry 92(10) : 36 – 41.
Tursilowati, Laras. 2002. Prosiding Nasional Pemanasan Global dan
McPherson E.G., Scott K.I., Simpson J.R. 1998. Estimating the Cost
Perubahan Global :Fakta, Mitigasi, Adaptasi. Bandung : Pusat
Effectiveness of Residential Yard Trees for Improving Air
Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim Lapan.
Quality in Sacramento, California, Using Existing Models.
World Wide Fund for Nature, PricewaterhouseCoopers (PWC). 2001.
Atmospheric Environment 32(1) : 75 – 84.
Roadmap for a Green Economy in the Heart of Borneo :A
Scooping Study. Jakarta : PricewaterhouseCoopers LLP.

You might also like