You are on page 1of 8

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)

Volume 4, Nomor 4, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)


http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

ANALISIS PELAKSANAAN MANAJEMEN RISIKO DI RUMAH


SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
Rachmawati Yulianingtyas, Putri Asmita Wigati, Anneke Suparwati
Bagian Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro
Email: Ytyasrachmawati@gmail.com

Abstract : Risk Management is a proactive approach to identify, assess and


prioritize risks in order to eliminate or minimalize their impact. This program is
conducted in hospital patient safety efforts in order to control risks and
anticipating incidents inherent in any patient services. Sultan Agung Islamic
Hospital (RSISA) is a private hospital in Semarang with type B that is belongs to
Waqf Sultan Agung Agency Foundation (YBWSA) which is located in JL. Raya
Kaligawe Km 4. The process of health care to patients in hospital is not
separated to the potential errors that can lead to the incidents. This research
done by looking at the implementation of the risk management from Mandate and
Commitment, Planning, Implementation, Monitoring and Review, Improvement,
and Coordination Process. This type of research is descriptive analytic
withqualitative approaches. There are 5 (five) persons as subject’s research.
Triangulation is done by using triangulation of sources and observations. The
results showed that Mandate given by the KMKP to all units; the Commitment
from KMKP and the units are still lacking; The Planning done by KMKP with the
help from the units, planning goals and objectives is based on situations and
contidions that decvelop in the hospital, the elections of the team who
responsible for implementating risk management in each units was done in the
early implementation, the method of risk management is FMEA, there is no SOP
that can translate the real risk management activities, there are budgetting
activities for funds and infrastucture to facilitate the risk management
implementation; in the implementation, there are many obstacles from human
resources, funds and the process; monitoring activities performed through the
reporting process 3 monthly but there is still much delay and there no effort to risk
assessment; continuously improvement with the principles of PDCA is done only
for the unit which has the risks are prioritaized and not for the orther units.; in
coodination process, risk management meeting has been vacuum since mid-
2015, consultancy and communication process went well. In conclusion, the
implementation of risk management in RSISA are still not well. Our suggestion,
RSISA need to raise the commitment again and equalize the perception of the
concept of risk management itself.

Keywords : risk, risk management, FMEA

121
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 4, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

PENDAHULUAN RSISA dalam menerapkan


Manajemen Risiko melaksanakan
Latar Belakang program sebagai berikut :
1. Pertemuan Failure Mode and
Rumah sakit sebagai sebuah Effect Analysis (FMEA)
industri di bidang kesehatan memiliki 2. Pertemuan Root Cause Analysis
karakteristik tersendiri yang serba (RCA)
padat, yaitu padat karya, padat 3. Kegiatan pelaporan insiden.
modal, padat teknologi dan padat Berdasarkan studi
regulasi. Dengan kondisi tersebut, pendahuluan yang dilakukan oleh
tentunya rumah sakit tidak terlepas peneliti, pada tahun 2015, target
dari risiko terjadinya kesalahan dan program-program tersebut telah
kecelakaan dalam melayani pasien. tercapai. Namun, peneliti
Untuk menjamin keselamatan pasien mendapatkan masih terdapat
untuk mencegah terjadinya Kejadian beberapa permasalahan dalam
Tidak Diharapkan (KTD), rumah pelaksanaannya.
sakit perlu menerapkan upaya Dalam studi pendahuluan
Manajemen Risiko. peneliti melihat laporan evaluasi
Manajemen risiko adalah risiko yang dilaporkan masing-
upaya menganalisis sistem yang ada masing unit kepada Komite Mutu
terhadap potensi kesalahan untuk tiap 3 bulan sekali. Dalam
mencegah terjadinya insiden. manajemen risiko dikenal 5 jenis
Manajemen risiko merupakan suatu warna untuk mengkategorikan
usaha terorganisir untuk peringkat risiko, yaitu merah (sangat
mengidentifikasi, menyusun prioritas tinggi), merah (tinggi), kuning
risiko, menganalisis dan mengurangi (menengah), hijau (rendah), dan
potensi risiko yang mungkin terjadi hijau (sangat rendah). Ketika sebuah
pada pasien, pengunjung, staff dan risiko diidentifikasi, perlu dilakukan
aset organisasi.(5) Manajemen risiko monitoring terhadap perkembangan
terintegrasi dengan proses-proses status sebuah risiko dari satuan
dalam organisasi. Proses waktu tertentu ke satuan waktu
manajemen risiko menyediakan berikutnya.
sebuah framework yang Berdasarkan data evaluasi
memfasilitasi pengambilan risiko triwulan II, terdapat 4 risiko
keputusan yang lebih efektif.(6) yang mengalami peningkatan status
Dengan manajemen risiko, Rumah risiko. Selain itu, terdapat 124 risiko
Sakit dapat menerapkan suatu yang tidak mengalami perubahan
desain kebijakan untuk mencegah grade. Data triwulan selanjutnya,
terjadinya Adverse Event/Kejadian yaitu triwulan III, dari 107 risiko
yang Tidak Diinginkan dalam terdapat 1 risiko yang mengalami
memberikan pelayanan kesehatan. kenaikan grade dibanding periode
RSISA merupakan salah satu sebelumnya. Dan terdapat 76 risiko
Rumah Sakit swasta di Kota yang tidak mengalami perubahan
Semarang yang telah terakreditasi grade.
oleh KARS dengan status paripurna Data evaluasi risiko triwulan II
pada tahun 2014. Dengan status yang peneliti peroleh, terdapat 23
akreditasi tersebut, tentunya RSISA unit yang memberikan laporan,
juga menerapkan manajemen risiko namun pada triwulan III hanya ada
sebagai upaya pencapaian sasaran 13 unit yang memberikan laporan
keselamatan pasien. kepada Komite Mutu. Hal ini
122
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 4, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

menunjukkan bahwa kepatuhan Keabsahan data dilakukan


pelaporan rendah karena ada unit dengan teknik triangulasi yaitu
yang terlambat atau bahkan tidak triangulasi sumber. Triangulasi
memberikan laporan. sumber dilakukan dengan cara
Manajemen risiko dilakukan mengecek data yang diperoleh
untuk mencegah terjadinya insiden. melalui beberapa sumber.
Namun berdasarkan data jumlah Reliabilitas penelitian dapat dicapai
KTD pada bulan Oktober 2015- dengan melakukan verifikasi hasil
Februari 2016, trend KTD wawancara dengan hasil observasi
menunjukkan kenaikan yang peneliti.
signifikan dengan total 27 inisiden
dalam 5 bulan tersebut, dengan 1
kejadian sentinel yang HASIL DAN PEMBAHASAN
mengakibatkan kematian.
RSISA telah terakreditasi 1. Analisis Mandat dan
paripurna dan telah menerapkan Komitmen
manajemen risiko, namun di tahun Berdasarkan hasil wawancara
ke-3 pelaksanaan, peneliti melihat terhadap para informan dapat
masih ada beberapa permasalahan disimpulkan bahwa pemberian
di lapangan. Oleh karena itu, peneliti perintah pelaksanaan manajemen
tertarik untuk meneliti bagaimana risiko diberikan oleh Komite Mutu
pelaksanaan manajemen risiko di dan Keselamatan Pasien (KMKP)
Rumah Sakit Sultan Agung kepada setiap unit kerja yang ada di
Semarang. RSISA melalui Surat Keputusan
(SK) Direktur tentang Manajemen
METODE PENELITIAN Risiko.
Jenis penelitian yang digunakan Berdasarkan hasil wawancara
dalam penelitian ini adalah penelitian terhadap para informan triangulasi
yang bersifat kualitatif dengan dari unit kerja, yaitu Kepala Ruang
pendekatan deskriptif analitik. Rawat Inap Baitul Ma’ruf, Kepala
Subjek penelitian adalah 5 orang Unit Peristi dan Ketua Komite PPI,
informan yang ditentukan dengan komitmen dari Komite Mutu dinilai
teknik purposive sampling. Informan sudah bagus dari aspek pelaporan
utama adalah Ketua Komite Mutu saja. Komite Mutu rajin
dan Keselamatan Pasien (KMKP), mengingatkan dan menagih unit
Kepala Ruang Rawat Inap Baitul kerja untuk membuat laporan.
Ma’ruf, Kepala Unit Peristi, serta Namun Komite Mutu dinilai kurang
Ketua Komite PPI. 4 orang informan maksimal dalam hal turun ke
utama ini juga berperan sebagai lapangan untuk membimbing dan
informan triangulasi, dengan mendampingi unit kerja dalam teknis
penambahan 1 orang informan manajemen risiko.
triangulasi yaitu Wakil Ketua KMKP. Kurangnya komitmen Komite
Pengumpulan data penelitian Mutu dapat dilihat dari vakumnya
dilakukan dengan wawancara manajemen risiko sejak pertengahan
mendalam serta observasi terhadap tahun 2014 dimana pertemuan
keadaan yang ada di lapangan. manajemen risiko tidak berjalan lagi,
Didukung pula dengan adanya data dan belum ada refresh sosialisasi
sekunder yang peneliti peroleh dari atau pelatihan manajemen risiko
data KMKP. kembali setelah sosialisasi awal

123
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 4, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

yang diadakan pertama kali sejak benchmarking, hasil pelatihan,


dilaksanakan manajemen risiko. ketentuan penilaian dari KARS serta
disesuaikan dengan situasi, kondisi
Vakumnya pelaksanaan dan informasi perumahsakitan yang
manajemen risiko sejak pertengahan berkembang. Sasaran manajemen
2014 dikarenakan adanya risiko sejak awal pelaksanaan
pergantian struktur organisasi per hingga tahun ke 3 masih sama, yaitu
Juli 2015. Pada pergantian struktur pemantauan skor risiko, belum
tersebut terdapat pergantian Ketua sampai pada tahap pemataan risiko
Komite Mutu. Menurut Ketua Komite rumah sakit.
Mutu, saat ini sedang masa
adaptasi. Maka belum bisa 3. Akuntabilitas (penunjukkan
digalakkan pertemuan manajemen penanggung jawab)
risiko kembali. Di samping itu,
kurangnya komitmen Komite Mutu Di RSISA Quality Link and
antara lain disebabkan karena Safety Champion (QLSC) membantu
adanya rangkap jabatan yang KMKP melaksanakan manajemen
dimiliki oleh Ketua dan Wakil Ketua risiko di tiap unit. Penentuan QSLC
Komite Mutu. dilakukan oleh Komite Mutu. Komite
Mutu menyusun siapa saja yang
Terkait pemaparan unit kerja akan dijadikan QLSC di setiap unit,
bahwa Komite Mutu lebih kemudian daftar usulan tersebut
berkomitmen dalam hal pelaporan, diajukan kepada Direksi untuk
disebabkan karena dalam penilaian mendapat persetujuan dan Surat
akreditasi rumah sakit lebih banyak Keputusan. Unit kerja tidak
pada proses telaah dokumen dilibatkan dalam penentuan nama-
sehingga Komite Mutu sangat rajin nama yang ditunjuk sebagai QLSC.
mengingatkan unit kerja untuk
membuat laporan, sedangkan 4. Penyusunan metode
aplikasi teknis di lapangan kurang
diberikan perhatian. Proses manajemen risiko
proaktif di RSISA menggunakan
B. Analisis Perencanaan tools yang disebut Failure Mode and
1. Proses perencanaan Effect Analysis (FMEA). FMEA
adalah alat curah pendapat
Komite Mutu menyusun kelompok yang mengidentifikasi dan
perencanaan manajemen risiko memprioritaskan potensi risiko
dengan masukan dari unit kerja. dalam suatu proses. FMEA
Masukan tersebut meliputi daftar digunakan untuk menganalisa suatu
risiko, kemungkinan penyebab dan sistem, bukan insiden. FMEA
dampak, skor dari masing-masing menghasilkan suatu daftar prioritas
risiko dan penempatan status untuk risiko yang membantu memfokuskan
masing-masing risiko. perbaikan pada masalah yang paling
mendesak.
2. Penentuan tujuan dan sasaran
Sejauh ini, SOP mengenai
Penyusunan tujuan dan manajemen risiko di RSISA lebih
dilakukan oleh Komite Mutu dengan berupa buku panduan dan cukup
bahan pertimbangan dari hasil sulit diterapkan secara teknis. SOP

124
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 4, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

yang ada belum menerjemahkan belum efektif. Untuk mengetahui


aktivitas riil manajemen risiko. efektivitas sosialisasi yang pernah
dilakukan, peneliti mencoba
5. Pengajuan anggaran dana dan memberikan pertanyaan kepada 3
sarana prasarana informan dari unit kerja mengenai
pengetahuan dasar manajemen
Kegiatan penganggaran dana risiko. Dari 3 orang tersebut, hanya 1
dan sarana prasarana bagi Komite orang yang mampu memberikan
Mutu dialokasikan untuk operasional jawaban yang tepat. Hal ini
manajemen risiko, sedangkan pada menunjukkan bahwa sosialisasi
unit kerja dialokasikan untuk yang dilakukan belum efektif karena
keperluan redesign sistem untuk pengetahuan staff mengenai
perlakuan risiko. Pengajuan manajemen risiko masih rendah.
anggaran dana dan sarana
prasarana dapat dilakukan melalui 2 2. Distribusi SOP
cara, yaitu menggunakan RKA
(Rencana Kerja Tahunan) yang Panduan sudah disebarkan
dibuat 1 tahun sekali atau kepada semua unit kerja, namun
menggunakan TOR/proposal yang terdapat keraguan dari Komite Mutu
dibuat untuk permohonan pengajuan apakah panduan yang diberikan ke
yang insidental sesuai kebutuhan. unit-unit masih disimpan atau tidak
oleh unit. Observasi peneliti juga
C. Analisis Variabel Pelaksanaan melihat bahwa 1 dari 3 unit lupa
1. Sosialisasi dan Diklat dimana meletakkan panduan
Manajemen Risiko tersebut. Dan juga, panduan yang
ada jarang dibaca oleh staff. Hal ini
Upaya yang dilakukan oleh disebabkan karena penyimpanan
Komite Mutu untuk memberikan dokumen kurang accessible dan
pengetahuan manajemen risiko kurangnya peran QLSC.
hanya bersifat sosialisasi untuk
share atau membagi informasi yang 3. Realisasi dana dan sarana
Komite Mutu peroleh dari pelatihan. prasarana
Jadi bukan bersifat pelatihan.
Berdasarkan hasil wawancara,
Selain sosialisasi lewat forum dana yang turun tidak berupa
tersebut, Komite Mutu juga nominal, namun langsung berupa
melakukan menggunakan media sarana prasarana yang dibutuhkan.
jaringan internal rumah sakit yaitu Jika pengajuan berupa fisik gedung
IT-Blog, majalah dinding dan leaflet. atau alat, disposisi membutuhkan
Sosialisasi-sosialisasi tersebut waktu yang cukup lama.
dilaksanakan pada saat awal
pelaksanaan manajemen risiko 4. Pelaksanaan proses
tahun 2014. Namun setelah 3 tahun
berjalan, belum dilaksanakan Saat ini, pelaksanaan
sosialisasi kembali untuk me-refresh manajemen risiko belum
materi manajemen risiko. sepenuhnya terintegrasi di semua
proses organisasi. Dulu pada saat
Semua informan sepakat awal pelaksanaan, menurut Ketua
bahwa sosialisasi yang diberikan Komite Mutu sudah cukup bagus

125
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 4, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

integrasi pelaksanaannya, karena status risiko dari periode ke periode


KMKP benar-benar gencar oleh KMKP untuk kepentingan
mendorong pelaksanaannya untuk pembelajaran. Karena adanya
kepantingan akreditasi. Namun saat mindset untuk sekedar menjalankan
ini sudah sedikit melemah. program saja, tidak
mengembangkan budaya dan value
QLSC sering tidak untuk pembelajaran ke depan dan
meneruskan informasi kepada staff- perbaikan sistem. Dari sisi unit kerja
staff di bawahnya. Juga ada mengeluhkan beban kerja yang
kecenderungan dari para staff untuk bertambah.
menutup diri, kurang welcome
terhadap program-program KMKP. E. Analisis Perbaikan
Dan juga masih adanya stigma Berkelanjutan
budaya blamming sehingga ada
ketakutan dari staff untuk terbuka Di RSISA, redesign hanya
dalam menyampaikan informasi dilakukan untuk unit yang risikonya
terkait insiden dan risiko. diprioritaskan untuk masuk FMEA.
Dalam 1 tahun terdapat 1 proses
Dari segi proses, FMEA yang FMEA, artinya setiap tahun hanya
memiliki proses yang panjang, dan ada 1 risiko yang diberikan
berulang memberikan kesulitan dari perlakuan. Hal itu disebabkan
segi waktu dan dana karena karena pelaksanaan manajemen
tentunya membutuhkan dana yang risiko bergantung dan berpusat pada
tidak sedikit. Dari segi SDM, ada KMKP, sedangkan SDM di KMKP
ketergantungan unit kepada KMKP, terbatas, sehingga hanya bisa
sehingga risiko yang diantisipasi memberikan perlakuan terhadap 1
hanya bisa 1 risiko dalam 1 tahun. risiko saja tiap tahunnya. Jika unit
kerja sudah mandiri untuk
D. Analisis Monitoring dan melaksanakan FMEA sendiri-sendiri,
Review. tentunya akan lebih banyak risiko
yang dapat diberikan perlakuan.
Berdasarkan hasil wawancara
mendalam, monitoring dilakukan F. Analisis Variabel Koordinasi
melalui kegiatan pelaporan. Namun
menurut Wakil Ketua Komite Mutu, Pemberian arahan dilakukan
monitoring risiko-risiko seharusnya melalui pertemuan manajemen risiko
dilakukan oleh unit masing-masing, yang dilaksanakan setiap 3 bulan
KMKP hanya memfasilitasi. Namun sekali. Namun sejak pertengahan
di RSISA belum bisa sampai pada 2015 pertemuan tersebut vakum.
tahap itu. Hal ini disebabkan komitmen dari
Komite Mutu yang masih kurang,
Kendala yang ada dalam terkait dengan kesibukan Ketua
proses monitoring adalah kepatuhan Komite Mutu.
pelaporan yang masih rendah dilihat
dari masih banyak unit yang Ada sesi konsultasi untuk
terlambat memberikan laporan, memfasilitasi unit kerja dalam
masih ada copy-paste dari laporan meningkatkan pemahaman. Sesi
sebelumnya. Tidak dilakukan konsultasi bersifat by request. Jika
peninjauan terhadap perubahan

126
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 4, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

unit tidak meminta, maka tidak ada 3. Perencanaan sudah baik,


sesi konsultasi. namun perlu dibuat suatu SOP
yang lebih operasional.
Publikasi informasi seputar 4. Pelaksanaan manajemen risiko
manajemen risiko dilakukan dengan masih memiliki banyak kendala
media grup Whatsapp, majalah baik dari segi SDM, dana, waktu
dinding dan IT-Blog. Namun menurut dan proses..
observasi peneliti, informasi yang 5. Monitoring dan review terhadap
ada di majalah dinding dan IT-Blog pelaksanaan manajemen risiko
terakhir adalah pertengahan 2015. masih banyak keterlambatan
dan copy-paste laporan, serta
Komunikasi dilakukan belum ada peninjauan dan
menggunakan media telefon, grup pengkajian terhadap risiko untuk
Whatsapp, atau dengan bertemu pembelajaran ke depan.
person to person. Tidak ada 6. Perbaikan berkelanjutan sudah
pertemuan terintegrasi antara dilaksanakan dengan baik,
Komite Mutu dengan seluruh QLSC. hanya saja, masih ada
Untuk kepentingan pembelajaran, ketergantungan unit kepada
komunikasi terintegrasi lebih KMKP sehingga hanya bisa
dibutuhkan daripada person to melakukan 1 redesign sistem
person.. Semua dikumpulkan, saling untuk 1 risiko tiap tahun.
memberikan sharing pengalaman. 7. Koordinasi kurang optimal
Dengan komunikasi atau pertemuan karena tidak ada komunikasi
terintegrasi, hampir semua tahu dan terintegrasi dengan seluruh
mendapatkan informasi yang sama. QLSC karena pertemuan
Maka untuk memberikan manajemen risiko vakum, media
pemahaman dan sharing publikasi vakum, komunikasi
pengalaman, sangat bermanfaat person to person kurang ideal
bagi peningkatan kinerja sesuai untuk pembelajaran.
dengan tugas dan fungsinya masing-
masing. B. Saran

KESIMPULAN DAN SARAN 1. Mengaktifkan kembali


pertemuan manajemen risiko
A. Kesimpulan sebagai wadah diskusi.
2. Pembagian jobdesc yang jelas
1. Pelaksanaan manajemen risiko dalam struktur kerja KMKP agar
di RSISA belum berjalan optimal pelaksanaan kegiatan tidak
karena masih dalam proses tergantung pada kesibukan
meningkatkan pemahaman staff Ketua.
dna upaya reminding pelaporan 3. Panduan perlu dibuat lebih
terus menerus. operasional.
2. Mandat manajemen risiko 4. Dilakukan sosialisasi kembali
diberikan oleh Komite Mutu untuk refresh materi dan
kepada setiap unit kerja; menyamakan persepsi.
Komitmen dari Komite Mutu 5. KMKP perlu mengkaji, meninjau
masih kruang, karena hanya dna me-review setiap
fokus pada pelaporan saja. perubahan status risiko yang
dilaporkan unit agar risiko
benar-benar terpantau.
127
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 4, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

6. Media publikasi perlu ed. Yogyakarta: BPFE-


dikembalikan lagi fungsinya. Yogyakarta; 2008.

10. Carroll R. Risk Management


Handbook for Health Care
DAFTAR PUSTAKA Organizations. Student.
1. Menkes RI. UU RI No 44 Tahun Chemistry & …. Jossey-Bass;
2009 tentang Rumah Sakit. 2009.
Peratur Menteri Kesehat tentang
Rumah Sakit [Internet]. 2009;1– 11. Scrivens E. Quality, Risk and
24. Available from: Control in Health Care. Open
http://dapp.bappenas.go.id University Press; 2005.

2. Joint Commission International. 12. Yahya AA. Mengelola Risiko


Joint Commission International Rumah Sakit. 2013;1–3.
Accreditation Standards for
Hospital. Assessment. 2008. 1- 13. Safaat H N. Manajemen Risiko
125 p. Teknologi Informasi
Menggunakan Framework Iso
3. Donahue KT, Yen J. Joint 31000 ( Studi Kasus : Sistem
Commission International. Vol. Infrastruktur Ti Telkom
23, The Joint Commission Indonesia ). J Sains, Teknol dan
journal on quality improvement. Ind. 2011;9(1):52–66.
1997. 71 p.
14. Safaat H N. Manajemen Risiko
4. Susilo LJ, Kaho VR. Manajemen Teknologi Informasi
Risiko Berbasis ISO 31000 Menggunakan Framework Iso
untuk Industri Nonperbankan. 31000 ( Studi Kasus : Sistem
Jakarta: PPM; 2011. Infrastruktur Ti Telkom
Indonesia ). J Sains, Teknol dan
5. Kavaler F, Spiegel AD. Risk Ind. 2011;9(1):52–66.
Management in Health Care
Institutions : A Strategic
Approach 2nd Ed. Jones and
Bartlett Publishers; 2003.

6. Kevin, W, Knight, Am.


Management of Risk Managing.
2009

7. Hasibuan MSP. Manajemen :


Dasar, Pengertian, dan
Masalah. Revisi, 9t. Rahayu E,
editor. PT Bumi Aksara; 2011.

8. Terry GR. Prinsip-Prinsip


Manajemen. Bumi Aksara;
2012.

9. Handoko TH. Manajemen. 2nd


128

You might also like