You are on page 1of 11

HUBUNGAN KELEMBAPAN UDARA DAN CURAH HUJAN DENGAN KEJADIAN

DEMAM BERDARAH DENGUE DI PUSKESMAS GUNUNG ANYAR 2010-2016

Ratna Maya Paramita, J. Mukono


Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga Kampus C, Surabaya
Ratna Maya Paramita
Email: ratnamaya.paramita@gmail.com

ABSTRACT
Dengue hemorrhagic fever is caused by dengue virus. The number of cases reported annually
to World Health Organization ranged from 0,4 to1,3 million in the decade 1996–2005. The outbreak
is annually happen on some provinces in Indonesia. The outbreak at 1998 and 2004 were the most
cases in number. Surabaya city was an endemic area. It had suffered 640 people with 13 people were
dead in 2015, which case fatality rate was 2,03%. This study aims to analyze a correlation of humidity
and rainfall with the incidence of dengue hemorrhagic fever at Gunung Anyar Primary Health Care,
2010–2016. The method of this research was time trend ecological study with the unit of analysis
was per month during seven years. The results were showed that humidity correlated with dengue
hemorrhagic fever (p = 0.002 and r = + 0.351). So did the rainfall (p = 0.042 and r = + 0.230). This
research was concluded that humidity and rainfall correlated significantly with the incidence of dengue
hemorrhagic fever. Sign of positive meant when humidity and rainfall increased, the incidence of dengue
hemorrhagic fever increased too. Climate condition at Gunung Anyar district supports to make the
incidence of dengue hemorrhagic fever happen. Because of that, people should improve their attention
when peak seasons are coming, like doing mosquito breeding place elimination, keeping fish of mosquito
larva predators, and using repellent among daily activities.

Keywords: dengue hemorrhagic fever, humidity, rainfall.

ABSTRAK
Virus dengue adalah penyebab penyakit demam berdarah dengue. Jumlah rataan kasus yang
dilaporkan kepada World Health Organization setiap tahunnya adalah 0,4 sampai 1,3 juta pada 1996–
2005. Di Indonesia, setiap tahunnya selalu terjadi Kejadian Luar Biasa di beberapa provinsi, yang
terbesar terjadi tahun 1998 dan 2004. Kota Surabaya sebagai daerah endemis DBD pada tahun 2015
terdapat 640 orang dan meninggal sejumlah 13 orang, yang berarti Case Fatality Rate mencapai 2,03
%. Tujuan penelitian untuk menganalisis hubungan kelembapan dan curah hujan dengan kejadian
demam berdarah dengue di Puskesmas Gunung Anyar, 2010–2016. Metode penelitian ini adalah studi
ekologi menurut waktu dengan unit analisis per bulan selama tujuh tahun. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kelembapan udara memiliki hubungan dengan kejadian demam berdarah dengue (p = 0,002 dan
r = + 0,351). Sehingga didapatkan kesimpulan bahwa kelembapan dan curah hujan memiliki hubungan
dengan DBD secara signifikan. Kemudian curah hujan juga memiliki hubungan dengan kejadian demam
berdarah dengue (p = 0,042 dan r = + 0,230). Kondisi iklim yang mendukung membuat masyarakat
Gunung Anyar seharusnya meningkatkan kewaspadaan ketika musim puncak penularan penyakit dengan
melakukan pengendalian vektor di lingkungan dan rumah, seperti kegiatan pemberantasan sarang
nyamuk (PSN 3M) diiringi dengan memelihara ikan pemakan jentik dan penggunaan repellent saat
beraktivitas.

Kata kunci: curah hujan, demam berdarah dengue, kelembapan.

©2017 FKM_UNAIR All right reserved. license doi: 10.20473/ijph.v12i1.2017.202-212


Received 18 August 2017, received in revised form 18 September 2017, Accepted 19 September 2017, Published online:
31 December 2017
Ratna Maya Paramita dan J. Mukono, Hubungan Kelembapan Udara dan Curah… 203

PENDAHULUAN tersebut telah menyebar di 440 Kabupaten/


Kelembapan udara dan curah hujan Kota. Sejak ditemukan pertama kali kasus
merupakan bagian dari kondisi lingkungan demam berdarah dengue terus mengalami
fisik. Menurut Undang-Undang Nomor peningkatan bahkan sejak tahun 2004
32 tahun 2009 tentang perlindungan dan terjadi peningkatan kasus. Kenaikan tersebut
pengelolaan lingkungan hidup, menyatakan berbanding terbalik dengan angka kematian
bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan atau case fatality rate (CFR) akibat DBD,
ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dimana saat awal penemuannya dilaporkan
dan makhluk hidup termasuk manusia bahwa CFR sekitar 40% selanjutnya terus
dan perilakunya, yang memengaruhi turun di angka 0,87% pada tahun 2010
perikehidupan dan kesejahteraan manusia (Kemenkes RI., 2016).
serta makhluk hidup lain. Kemudian untuk Beberapa faktor yang berisiko
Karakteristik lingkungan fisik adalah semua terjadinya penularan dan semakin
keadaan berbentuk fisik yang terdapat di berkembangnya penyakit DBD adalah
sekitar manusia melakukan aktivitas yang pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak
dapat memberikan pengaruh. Salah satunya memiliki pola, faktor urbanisasi yang tidak
adalah faktor iklim (Gandahusada, dkk., berencana dan terkontrol, semakin majunya
2006). Beberapa unsur yang memengaruhi sistem transportasi sehingga mobilisasi
iklim adalah curah hujan, kelembapan udara, penduduk sangat mudah, sistem pengelolaan
suhu udara, tekanan udara, dan angin. limbah dan penyediaan air bersih yang tidak
Menurut Intergovernmental Panel memadai, berkembangnya penyebaran
on Climate Change, Iklim dunia telah dan kepadatan nyamuk, kurangnya sistem
mengalami perubahan dengan cepat terutama pengendalian nyamuk yang efektif, serta
karena gas rumah kaca antropogenik (IPCC, melemahnya struktur kesehatan masyarakat.
2007). Gas rumah kaca antropogenik adalah Selain faktor lingkungan tersebut status
penguatan efek rumah kaca melalui aktivitas imunologi seseorang, serotipe virus yang
manusia seperti penggunaan kendaraan menginfeksi, usia dan riwayat genetik juga
bermotor yang meningkatkan kadar karbon berpengaruh terhadap penularan penyakit.
dioksida di atmosfer bumi. Perubahan iklim Perubahan iklim dunia sehingga memicu
dunia dapat memberikan pengaruh terhadap kenaikan suhu udara, perubahan pola musim
musim penularan dan area sebaran penyakit hujan dan kemarau juga diperkirakan sebagai
DBD di wilayah regional Asia-Pasifik. Hal penyebab peningkatan risiko penularan
tersebut berdasarkan studi literasi tentang DBD dan peningkatan risiko terkait
hubungan perubahan iklim dengan DBD di kemunculannya (Kemenkes RI., 2015).
beberapa negara, yaitu Thailand, Taiwan, Penelitian di India menunjukkan
India, Indonesia, China, Singapura, dan bahwa perubahan iklim memiliki dampak
Australia (Banu, dkk., 2011). terhadap transmisi dan kemunculan kembali
Virus dengue adalah penyebab penyakit yang menular melalui vektor (vector
penyakit DBD. Jumlah rataan kasus yang borne disease), seperti malaria, DBD, dan
dilaporkan ke World Health Organization chikungunya. Salah satu dampak perubahan
setiap tahunnya adalah 0,4-1,3 juta pada iklim tersebut adalah peningkatan transmisi
1996-2005. Kejadian Luar Biasa terjadi setiap penyakit DBD akibat peningkatan suhu
tahun di beberapa provinsi di Indonesia, udara (20C) di bagian utara India (Ramesh,
yang terbesar terjadi tahun 1998 dan 2004. dkk., 2010). Kemudian salah satu efek
Laporan pertama kali untuk penemuan tidak langsung antara perubahan iklim dan
penyakit Dengue di Indonesia adalah di Kota kesehatan masyarakat di Indonesia adalah
Jakarta dan Kota Surabaya pada tahun 1968. terjadinya peningkatan suhu udara, curah
Kemudian pada tahun 2010 penyakit dengue hujan, kelembapan udara, dan kepadatan
204 The Indonesian Journal of Public Health, Vol. 12 No. 2, Desember 2017: 202–212

vektor dapat memiliki keterkaitan dengan berarti CFR sebesar 2,03%. Angka tersebut
peningkatan vector borne disease, seperti berada di atas target CFR di tingkat nasional,
malaria, DBD, dan filariasis (Haryanto, yaitu ≤ 1%.
2009). Kecamatan Gunung Anyar merupakan
Angka kasus baru (incidence rate) wilayah kerja dari Puskesmas Gunung
penyakit DBD per 100.000 penduduk di Anyar. Jenis layanan yang diberikan dibagi
Indonesia untuk tahun 2010 (65,7), tahun menjadi empat. Jenis layanan tersebut adalah
2011 (27,8), tahun 2012 (37,1), tahun 2013 rawat jalan pagi (unit pelayanan umum, unit
(41,3), tahun 2014 (39,8), dan tahun 2015 pelayanan gigi, unit pelayanan kesehatan
(49,5) (Kemenkes RI, 2016). Penurunan tajam ibu dan anak, unit pelayanan lansia, unit
terjadi pada tahun 2010 ke 2011. Kemudian gizi, unit laboratorium, unit sanitasi), rawat
mengalami peningkatan hingga tahun 2013, jalan sore (unit pelayanan umum), rawat
tetapi sedikit menurun pada tahun 2014. inap persalinan, dan pelayanan unggulan
Selanjutnya kembali meningkat pada tahun (Puskesmas santun lansia). Salah satu
2015. capaian prestasi yang membanggakan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan adalah berhasil memperoleh sertifikasi ISO
di Kota Semarang pada periode tahun 2006– 9001:2008 yang terkait dengan bidang sistem
2011 untuk faktor iklim yang memiliki manajemen mutu. Keberhasilan tersebut
hubungan bermakna dengan arah positif menunjukkan bahwa Puskesmas Gunung
terhadap kejadian DBD adalah curah hujan Anyar sebagai instansi pemerintahan
(p = 0,001 dan r = 0,403) dan kelembapan di bidang pelayanan kesehatan mampu
udara (p = 0,001 dan r = 0,533). Sehingga memenuhi standard internasional dalam
peningkatan curah hujan dan kelembapan hal manajemen penjaminan mutu dari jasa
udara diikuti juga dengan peningkatan pelayanan yang diberikan pihak Puskesmas
kejadian DBD (Wirayoga, 2013). Kemudian kepada pengguna jasa.
berdasarkan penelitian di Kota Surabaya Puskesmas Gunung Anyar sebagai
pada periode tahun 2010-2012 menunjukkan lokasi penelitian adalah salah satu dari 62
bahwa kelembapan udara memberikan efek Puskesmas yang menyebar di 31 kecamatan
terhadap angka bebas jentik (ABJ), tetapi yang ada di Kota Surabaya. Wilayah kerja
ABJ tersebut tidak memiliki efek terhadap dari Puskesmas Gunung Anyar adalah
kasus DBD (Yudhastuti dan Notobroto, seluruh daerah dalam Kecamatan Gunung
2015). Anyar dengan luasan 9,71 km2. Kecamatan
Kota Surabaya sebagai daerah endemis Gunung Anyar terletak di bagian timur Kota
demam berdarah dengue dengan jumlah Surabaya yang berbatasan langsung dengan
kasus mencapai ratusan hingga ribuan dalam Kabupaten Sidoarjo di sebelah selatan dan
enam tahun terakhir dengan perinciannya Selat Madura di sebelah timur (Kecamatan
adalah 1008 kasus pada 2011, 1301 kasus pada Gunung Anyar dalam Angka, 2016).
2012, 2195 kasus pada 2013, 820 kasus pada Menurut data Dinas Kesehatan Kota
2014, 640 kasus pada 2015, dan 920 kasus Surabaya menunjukkan bahwa Puskesmas
pada 2016. Jumlah kasus DBD terendah yang Gunung Anyar selalu mendapatkan kasus
terjadi di Kota Surabaya dalam enam tahun demam berdarah dengue minimal 20
terakhir adalah pada tahun 2015. Terdapat penderita setiap tahunnya. Kasus demam
pasien DBD sejumlah 640 orang dengan berdarah dengue di Kecamatan Gunung
perincian penderita laki-laki sebanyak 263 Anyar mengalami peningkatan besar dari 20
orang dan penderita perempuan sebanyak kasus pada tahun 2014 menjadi 59 kasus pada
377 orang pada tahun 2015. Kemudian kasus tahun 2015. Peningkatan terjadi lebih dari
meninggal pada pasien demam berdarah 2 kali lipat (Dinkes Kota Surabaya, 2016).
dengue tersebut sebanyak 13 orang, yang Hal tersebut membuat Kecamatan Gunung
Ratna Maya Paramita dan J. Mukono, Hubungan Kelembapan Udara dan Curah… 205

Anyar menjadi satu-satunya kecamatan di normal. Bila salah satu data atau kedua data
Kota Surabaya yang mengalami peningkatan tersebut tidak berdistribusi normal maka
kasus DBD hingga lebih dari 2 kali lipat. digunakan uji alternatif, yaitu uji Korelasi
Kemudian terjadi peningkatan lagi menjadi Spearman. Sebelum melakukan uji korelasi,
77 kasus pada tahun 2016 (Puskesmas harus dilakukan uji One-Sample Kolgomorov
Gunung Anyar, 2017). Sehingga penelitian Smirnov Test untuk mengetahui normalitas
terkait penyakit DBD perlu dilakukan di dari suatu distribusi data. Analisis penelitian
wilayah kerja Puskesmas Gunung Anyar. ini disajikan dalam bentuk tabel, grafik, dan
Tujuan penelitian ini adalah untuk narasi sehingga dapat memperjelas hasil
menganalisis hubungan kelembapan udara penelitian.
lingkungan dan curah hujan dengan kejadian Kekuatan hubungan antara 2 variabel
DBD di Puskesmas Gunung Anyar Kota secara kualitatif dapat dibagi dalam 5
Surabaya dengan periode tahun 2010 sampai tingkatan (Dahlan, 2009), yaitu (r = 0,0–
tahun 2016. 0,199 maka hubungan sangat lemah, r = 0,2–
0,399 maka hubungan lemah, r = 0,4–0,599
METODE PENELITIAN maka hubungan sedang, r = 0,6–0,799 maka
Desain penelitian ini adalah studi hubungan kuat, r = 0,8–1,00 maka hubungan
ekologi. Studi ekologi memakai data sangat kuat).
agregat. Unit analisis penelitian ini adalah
waktu per bulan selama tujuh tahun. HASIL
Penelitian ini menggunakan data sekunder Distribusi Frekuensi Kejadian DBD
dari beberapa instansi terkait. Diantaranya Gambaran kejadian DBD per bulan
adalah Puskesmas Gunung Anyar untuk yang telah terjadi dengan dinamis di wilayah
mendapatkan data kasus DBD bulanan kerja Puskesmas Gunung Anyar selama 7
untuk tahun 2010–2016. Kemudian data tahun, yaitu mulai tahun 2010 sampai 2016.
kondisi iklim harian, berupa persentase Kejadian DBD di Puskesmas Gunung Anyar
kelembapan udara lingkungan dan curah tidak selalu ada di setiap bulan. Pada tahun
hujan pada tahun 2010–2016 dari Badan 2011, terdapat enam bulan tanpa kasus DBD,
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika yaitu bulan Januari, bulan Februari, bulan
(BMKG) Stasiun Meteorologi Klas I Juanda. Juni, bulan Agustus, bulan November, dan
Berdasarkan data iklim harian tersebut, bulan Desember. Sedangkan situasi tanpa
peneliti mengolahnya dahulu untuk dijadikan kasus DBD pada tahun 2015 dan 2016,
data bulanan. Variabel terikat atau dependen masing-masing hanya satu bulan. Kemudian
dari penelitian ini adalah kejadian demam untuk mengetahui distribusi frekuensi dari
berdarah dengue, kemudian untuk variabel kejadian DBD per bulan di Puskesmas
bebas atau independen adalah kelembapan Gunung Anyar untuk tahun 2010-2016 dapat
udara lingkungan dan curah hujan. dilihat pada Tabel 1.
Analisis penelitian diawali secara
univariat dengan penjelasan bahwa setiap Tabel 1. Distribusi frekuensi kejadian DBD
variabel data dianalisis terkait distribusi per bulan di Puskesmas Gunung
frekuensinya. Hasil dari analisis univariat ini Anyar, 2010–2016.
dapat disajikan dalam bentuk narasi, tabel,
Standard
dan grafik. Kemudian untuk analisis bivariat Mean Min Max
Deviation
adalah menguji dua variabel penelitian. Dua
variabel penelitian tersebut adalah variabel DBD 5,0 4,3 1,0 20,0
bebas dan terikat. Analisis bivariat adalah
dilakukan dengan menggunakan uji Korelasi Distribusi frekuensi dari kejadian DBD
Pearson untuk data yang berdistribusi per bulan di Puskesmas Gunung Anyar,
206 The Indonesian Journal of Public Health, Vol. 12 No. 2, Desember 2017: 202–212

tahun 2010-2016 menunjukkan jumlah Distribusi Frekuensi Curah Hujan


terkecil adalah 1 kasus dan tertinggi adalah Gambaran kelembapan udara
20 kasus. Namun pernah tidak ada kasus lingkungan per bulan yang telah terjadi
DBD selama sebulan sepanjang tahun 2010– dengan dinamis di wilayah kerja Puskesmas
2016, tepatnya sekali tanpa kasus di tahun Gunung Anyar selama 7 tahun, yaitu mulai
2015 dan sekali tanpa kasus di tahun 2016. tahun 2010 sampai 2016. Curah hujan terjadi
Kejadian DBD tertinggi tersebut terjadi pada secara merata mulai dari bulan Januari
bulan Januari, tahun 2010. Rataan kejadian sampai bulan Desember pada tahun 2010
DBD di Puskesmas Gunung Anyar setiap dan tahun 2016. Pada tahun 2013 terjadi
bulannya adalah 5 kasus. kekosongan data selama 6 bulan, mulai dari
Januari hingga Juni akibat peralatan yang
Distribusi Frekuensi Kelembapan rusak sehingga tidak bisa mengirimkan
Udara hasil pengukuran kelembapan udara menuju
Gambaran kelembapan udara server (pusat pengolahan data).
lingkungan per bulan yang telah terjadi
dengan dinamis di wilayah kerja Puskesmas Tabel 3. Distribusi frekuensi curah hujan di
Gunung Anyar selama 7 tahun, yaitu mulai Puskesmas Gunung Anyar, 2010-
tahun 2010 sampai 2016. Kelembapan udara 2016.
lingkungan di Puskesmas Gunung Anyar
Standard
berdasarkan data sekunder dari BMKG Mean Min Max
Deviation
Klas I Juanda menyatakan bahwa mayoritas
Curah hujan 5,8 6,2 0,0 21,7
berada pada angka 60%–80%. Kemudian
untuk mengetahui distribusi frekuensi dari
kelembapan udara lingkungan di Puskesmas Kemudian untuk mengetahui distribusi
Gunung Anyar pada periode tahun mulai frekuensi dari curah hujan di Puskesmas
2010 sampai 2016 dapat dilihat pada Gunung Anyar untuk tahun 2010-2016 dapat
Tabel 2. dilihat pada Tabel 3.
Distribusi frekuensi dari curah hujan
Tabel 2. Distribusi frekuensi kelembapan per bulan di Puskesmas Gunung Anyar,
udara di Puskesmas Gunung tahun 2010 sampai tahun 2016 menunjukkan
Anyar, 2010-2016. angka terkecil adalah 0 mm dan angka
terbesar adalah 21,7 mm. Angka curah hujan
Standard tertinggi tersebut terjadi pada bulan Maret,
Mean Min Max
Deviation tahun 2012. Kemudian untuk angka curah
Kelembapan hujan terendah terjadi beberapa kali di setiap
6,6 75,8 57,1 85,8
udara tahun, kecuali pada tahun 2010, 2013, dan
2016. Karena pada tiga tahun tersebut curah
Distribusi frekuensi dari kelembapan hujan terjadi secara merata pada setiap bulan
udara lingkungan per bulan di Puskesmas dengan kuantitas atau jumlah yang berbeda.
Gunung A nyar, tahun 2010 -2016 Rataan curah hujan di Puskesmas Gunung
menunjukkan persentase terkecil adalah Anyar setiap bulannya adalah 6,2 mm.
57,1% dan persentase terbesar adalah
85,8%. Persentase kelembapan udara Hubungan Kelembapan Udara dengan
lingkungan tertinggi tersebut terjadi pada Kejadian DBD
bulan September, tahun 2012. Kemudian Analisis bivariat menggunakan uji
untuk persentase kelembapan udara terendah korelasi untuk mengetahui terkait ada atau
terjadi pada bulan April, tahun 2010. Rataan tidaknya hubungan di antara 2 variabel
kelembapan udara di Puskesmas Gunung yang diteliti. Uji korelasi juga dapat untuk
Anyar setiap bulannya adalah 75,8%.
Ratna Maya Paramita dan J. Mukono, Hubungan Kelembapan Udara dan Curah… 207

mengetahui kekuatan hubungan antara dua udara menunjukkan hasil bahwa data tersebut
variabel tersebut. berdistribusi normal karena p = 0,152.
Setelah itu, uji hubungan antara kelembapan
udara lingkungan dengan kejadian DBD di
Puskesmas Gunung Anyar dapat dilakukan
dengan menggunakan metode korelasi.

Tabel 4. Ha sil a nalisis hubu nga n


kelembapan udara lingkungan
dengan kejadian DBD di
Puskesmas Gunung Anyar, 2010-
2016.
Kejadian DBD
Variabel Koefisien
Signifikansi
korelasi
Kelembapan
+ 0,351 0,002
Udara

Gambar 1. Grafik Hubungan Kelembapan Hasil uji dengan metode Korelasi


Udara Lingkungan dengan Spearman untuk hubungan antara persentase
Kejadian DBD di Puskesmas kelembapan udara lingkungan per bulan
Gunung Anyar, 2010-2016. dengan kejadian demam berdarah dengue
per bulan selama tahun 2010 sampai tahun
Variabel yang dianalisis dengan 2016 dapat ditunjukkan dalam Tabel 4,
uji korelasi adalah antara DBD dengan seperti berikut.
kelembapan udara lingkungan dan DBD Uji hubungan dilakukan dengan
dengan curah hujan. Hubungan antara menggunakan metode Korelasi Spearman
kelembapan udara dengan DBD dapat karena terdapat data yang berdistribusi
disajikan dalam bentuk grafik, seperti tidak normal. Berdasarkan hasil uji
pada Gambar 1. Variabel DBD ditunjukkan Korelasi Spearman antara kelembapan
dengan grafik garis dan variabel kelembapan udara lingkungan dengan kejadian DBD
udara dengan grafik batang. di Puskesmas Gunung Anyar mulai tahun
Berdasarkan g raf i k tersebut 2010 sampai tahun 2016 adalah memiliki
menunjukkan bahwa f luktuasi antara hubungan (p = 0,002) dengan kekuatan
kelembapan udara lingkungan dan kejadian hubungan yang lemah (r = 0,351) dengan
DBD adalah kurang seirama. Sebelum arah positif.
melakukan uji hubungan antara kelembapan
udara lingkungan dengan kejadian DBD Hubungan Curah Hujan dengan
sepanjang tahun 2010 sampai tahun 2016 Kejadian DBD
adalah melakukan uji normalitas pada Uji korelasi antara curah hujan dengan
data menggunakan metode One-Sample kejadian DBD sepanjang tahun 2010 sampai
Kolmogorov Smirnov Test. tahun 2016. Namun, sebelum melakukan
Berdasarkan hasl uji dengan metode uji hubungan tersebut adalah melakukan
di atas menunjukkan hasil bahwa kejadian uji normalitas pada data sekunder terkait
DBD per bulan berdistribusi tidak normal kejadian DBD per bulan dari Puskesmas
karena p = 0,000 tersebut lebih kecil dari Gunung Anyar dan data sekunder terkait
0,05. Kemudian untuk data kelembapan
208 The Indonesian Journal of Public Health, Vol. 12 No. 2, Desember 2017: 202–212

curah hujan per bulan dari Stasiun 2016 dapat dilihat dalam Tabel 5, seperti
Meteorologi Klas I Juanda. berikut.

Tabel 5. Hasil analisis hubungan curah


hujan dengan kejadian DBD di
Puskesmas Gunung Anyar, 2010-
2016.
Kejadian DBD
Variabel Koefisien
Signifikansi
korelasi
Curah hujan + 0,230 0,042

Berdasarkan hasil uji Korelasi


Spearman antara curah hujan dengan
kejadian DBD di Puskesmas Gunung Anyar
pada tahun 2010–2016 adalah memiliki
Gambar 2. Graf ik Hubungan Curah hubungan (p = 0,042) dengan kekuatan
Hujan dengan Kejadian DBD hubungan yang lemah (r = 0,230) dengan
di Puskesmas Gunung Anyar, arah positif.
2010-2016.
PEMBAHASAN
Hubungan Kelembapan Udara dengan
Uji normalitas menggunakan metode Kejadian DBD
One-Sample Kolmogorov Smirnov Test Terdapat dua macam kelembapan
menunjukkan hasil bahwa kejadian DBD udara yaitu kelembapan udara absolut dan
per bulan berdistribusi tidak normal dengan kelembapan udara relatif. Kelembapan
p = 0,000. udara absolut, adalah banyaknya uap air
Kemudian untuk data curah hujan yang terdapat di udara pada suatu tempat.
menunjukkan hasil uji bahwa data tersebut Kemudian kelembapan udara relatif ialah
berdistribusi normal dengan p = 0,093. perbandingan jumlah uap air dalam udara
Setelah itu uji hubungan antara curah hujan dengan jumlah uap air maksimum yang
dengan kejadian DBD dapat dilakukan. dapat dikandung oleh udara tersebut dalam
Gambaran hubungan tersebut seperti yang suhu yang sama dan dinyatakan dalam
tersaji dalam Gambar 2. persen. Terdapat uap air di udara yang
Grafik diatas menunjukkan bahwa berasal dari penguapan samudra sebagai
fluktuasi antara grafik batang untuk variabel sumber yang utama. Karena semakin tinggi
curah hujan dan grafik garis untuk variabel suhu udara, makin banyak uap air yang
kejadian DBD kurang seirama. Uji hubungan dapat dikandungnya. Hal ini berarti udara
dilakukan dengan menggunakan metode menjadi lebih lembap. Alat untuk mengukur
Korelasi. Metode tersebut adalah Korelasi kelembapan udara dinamakan higrometer
Spearman. Hal tersebut dikarenakan terdapat (Regariana, 2004).
satu variabel yang berdistribusi tidak normal, Kondisi rerata kelembapan udara
yaitu variabel kejadian demam berdarah lingkungan per bulan di Puskesmas Gunung
dengue. Hasil uji dengan metode Korelasi Anyar selama periode tahun 2010–2016 adalah
Spearman untuk hubungan antara curah 75,8 %. Kondisi kelembapan udara tersebut
hujan per bulan dengan kejadian demam berada pada zona nyaman bagi nyamuk
berdarah dengue per bulan selama tujuh untuk berkembang biak. Ternyata tidak hanya
tahun mulai dari tahun 2010 sampai tahun
Ratna Maya Paramita dan J. Mukono, Hubungan Kelembapan Udara dan Curah… 209

mendukung kecepatan berkembang biak, Kabupaten Kutai Timur (Kusumawati, 2012).


kondisi lingkungan yang lembap dapat juga Penelitian tersebut melakukan uji korelasi
memengaruhi umur nyamuk, jarak terbang, pada setiap tahunnya mulai dari tahun 2007
dan kebiasaan menggigit (Cahyati, 2006). sampai tahun 2011. Kemudian diperoleh hasil
Oleh karena itu, kelembapan lingkungan bahwa kelembapan udara di lingkungan
rendah dapat mengakibatkan penguapan memiliki hubungan dengan DBD pada tahun
mengalami peningkatan yang merupakan 2007 dengan nilai korelasi (r) sebesar 0,939
hal yang menjadi musuh utama nyamuk. dan memiliki arah hubungan yang negatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Hubungan tersebut juga terjadi pada tahun
variabel kelembapan udara per bulan 2009 dengan nilai korelasi (r) sebesar 0,853
memiliki hubungan dengan kejadian DBD dan memiliki arah hubungan yang negatif.
per bulan di Puskesmas Gunung Anyar Arah hubungan yang negatif menunjukkan
selama tahun 2010–2016. Hubungan tersebut hubungan yang bertolak belakang.
diperoleh dari analisis dengan uji Korelasi
Spearman dengan hasil nilai signifikansi (p) Hubungan Curah Hujan dengan
sebesar 0,002. Nilai signifikansi yang lebih Kejadian DBD
kecil dari 0,05 menunjukkan bahwa variabel Hujan adalah peristiwa sampainya
bebas memiliki hubungan dengan variabel air dalam bentuk cair maupun padat yang
terikat. Kemudian dapat diketahui keeratan dicurahkan dari atmosfer ke permukaan
atau kekuatan hubungan tersebut dengan bumi. Curah hujan yaitu jumlah air hujan
melihat nilai pada koefisien korelasi (r). yang turun pada suatu daerah dalam waktu
Kekuatan hubungan antara kelembapan tertentu. Alat untuk mengukur banyaknya
udara lingkungan dengan kejadian DBD curah hujan disebut rain gauge. Curah hujan
adalah lemah dengan nilai 0,351. Arah diukur dalam harian, bulanan, dan tahunan.
hubungannya adalah positif. Penjelasannya Curah hujan yang jatuh di wilayah Indonesia
adalah semakin tinggi persentase kelembapan dipengaruhi oleh faktor seperti, bentuk
udara lingkungan di Kecamatan Gunung medan atau topografi, arah lereng medan,
Anyar, maka kejadian DBD meningkat. arah angin yang sejajar dengan garis pantai,
Semua hasil analisis tersebut hanya berlaku jarak perjalanan angin di atas medan datar
untuk periode 7 tahun pada tahun 2010- (Regariana, 2004).
2016 di wilayah kerja Puskesmas Gunung Kondisi rerata curah hujan per bulan
Anyar. di Puskesmas Gunung Anyar selama periode
Hasil penelitian ini didukung dengan tahun 2010–2016 adalah 6,2 mm. Setiap
hasil penelitian lain yang sejenis, tetapi milimeter (mm) dalam satuan tersebut
dilakukan di tingkat kota/ kabupaten yaitu dimaksudkan dengan perhitungan (1 mm
Kota Semarang pada periode tahun 2006- x 1 m x 1 m), sehingga dihasilkan volume
2011. Penelitian tersebut menunjukkan curah hujan per meter persegi adalah satu
bahwa kelembapan udara lingkungan liter. Kondisi curah hujan jelas memengaruhi
memiliki hubungan dengan kejadian DBD, kehidupan nyamuk, utamanya terkait dengan
yakni p = 0,001. Kemudian derajat kekuatan dapat meningkatkan tempat perindukan.
hubungannya sedang (r = 0,533) dan arah Kemudian menurut Suroso (2000), curah
hubungannya adalah positif (Wirayoga, hujan dapat menambah kepadatan nyamuk.
2013). Seperti setiap milimeternya dapat menambah
Penelitian lain juga menunjukkan kepadatan nyamuk sejumlah 1 ekor. Namun
bahwa kelembapan udara lingkungan jumlah curah hujan mencapai 140 mm dalam
memiliki hubungan dengan kejadian DBD. seminggu maka larva hanyut kemudian
Salah satunya adalah penelitian yang mati.
dilakukan di Kecamatan Sangatta Utara
210 The Indonesian Journal of Public Health, Vol. 12 No. 2, Desember 2017: 202–212

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian DBD adalah curah hujan (p = 0,001
variabel curah hujan per bulan memiliki dan r = 0,403). Sehingga dapat disimpulkan
hubungan dengan kejadian DBD per bulan bahwa peningkatan faktor iklim, berupa
di Puskesmas Gunung Anyar selama tahun curah hujan dan kelembapan udara diikuti
2010-2016. Hubungan tersebut diperoleh juga dengan peningkatan kejadian DBD di
dari analisis dengan uji Korelasi Spearman Kota Semarang (Wirayoga, 2013).
dengan hasil nilai signifikansi (p) sebesar
0,042. Nilai signifikansi yang lebih kecil SIMPULAN
dari 0,05 menunjukkan bahwa variabel bebas Kelembapan udara lingkungan
memiliki hubungan dengan variabel terikat. memiliki hubungan (p = 0,002) terhadap
Kemudian dapat diketahui keeratan atau kejadian DBD dengan kekuatan hubungan
kekuatan hubungan tersebut dengan melihat yang lemah (r = 0,351) yang menunjukkan
nilai pada koefisien korelasi (r). arah positif. Kemudian curah hujan juga
Kekuatan hubungan antara curah hujan memiliki hubungan (p = 0,042) terhadap
dengan kejadian DBD adalah lemah dengan kejadian DBD dengan kekuatan hubungan
nilai 0,230. Arah hubungannya adalah positif. yang lemah (r = 0,230) yang menunjukkan
Penjelasannya adalah semakin tinggi jumlah arah positif. Hubungan dengan arah
curah hujan di Kecamatan Gunung Anyar, positif tersebut memiliki makna bahwa
maka kejadian DBD meningkat. Semua hasil semakin tinggi curah hujan dan persentase
analisis tersebut hanya berlaku untuk periode kelembapan udara lingkungan maka kejadian
7 tahun pada tahun 2010-2016 di wilayah DBD menjadi semakin tinggi.
kerja Puskesmas Gunung Anyar. Sebaiknya puskesmas Gunung Anyar
Hasil penelitian ini didukung dengan juga memberikan informasi terkait dengan
hasil penelitian lain yang sejenis, tetapi kondisi iklim di Kecamatan Gunung Anyar
dilakukan di Puskesmas Putat Jaya, Kota yang mendukung terjadinya penyakit DBD
Surabaya pada periode 2010-2014 (Kurniawati, sehingga dapat meningkatkan kesadaran
2016). Penelitian tersebut menunjukkan dan kemauan masyarakat untuk melakukan
bahwa curah hujan memiliki hubungan penyehatan lingkungan di tempat tinggal
dengan kejadian DBD. Kemudian derajat mereka sendiri sebagai bentuk pengendalian
kekuatan hubungannya lemah (r = 0,141) vektor. Kemudian sebaiknya warga
dan arah hubungannya adalah positif. Kecamatan Gunung Anyar meningkatkan
Penelitian lain juga menunjukkan kewaspadaan saat musim pancaroba dari
bahwa curah hujan memiliki hubungan musim hujan ke musim kemarau karena
dengan kejadian DBD, tanpa mengetahui waktu puncak penularan DBD di Kecamatan
kekuatan hubungannya. Diantaranya adalah Gunung Anyar untuk tahun 2010 sampai
penelitian yang dilakukan di Kabupaten tahun 2016 adalah pada bulan Maret, April,
Pacitan (Wulandari, 2016) dengan nilai dan Mei. Kondisi lingkungan yang tergenang
signifikansi (p) sebesar 0,001. Selanjutnya sisa air hujan dengan suhu udara lingkungan
adalah penelitian dari Kota Makassar yang hangat pada musim pancaroba dapat
(Rahim, dkk., 2016) yang menunjukkan mendukung kehidupan nyamuk Aedes
bahwa faktor lingkungan, khususnya adalah Aegypti sebagai vektor penyakit DBD,
curah hujan memiliki hubungan dengan seperti usia, tempat perindukan, dan
tingkat endemisitas DBD. Hubungan tersebut perkembangbiakan.
menunjukkan nilai signifikansi (p) sebesar Beberapa kegiatan kewaspadaan
0,000. Serta penelitian yang dilakukan di Kota yang dapat dilakukan adalah dengan
Semarang pada periode tahun 2006–2011. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN 3M),
Faktor iklim yang memiliki hubungan diantaranya adalah menguras dan menyikat
bermakna dengan arah positif terhadap tempat penampungan air, menutup rapat
Ratna Maya Paramita dan J. Mukono, Hubungan Kelembapan Udara dan Curah… 211

tempat penampungan air, mendaur ulang di: http://nautilus.org/wp-content/


barang bekas yang dapat menampung air uploads/2012/02/haryanto1.pdf.
hujan. Kemudian PSN 3M dapat diiringi IPCC. 2007. Climate Change 2007: The
dengan kegiatan plus lain, seperti memelihara Physical Science Basis: Contribution of
ikan pemakan jentik, menghindari kebiasaan Working Group I to the Fourth Assessment
menggantung pakaian di kamar, memasang Report of the Intergovernmental Panel
kawat kasa, menaburkan larvasida pada on Climate Change. Cambridge, United
tempat yang sulit dikuras, dan penggunaan Kingdom: Cambridge University Press
repellent selama beraktivitas (Kemenkes RI., dan USA: New York.
2015). Kecamatan Gunung Anyar dalam Angka.
2016. Kecamatan Gunung Anyar Dalam
DAFTAR PUSTAKA Angka 2016. Surabaya: Badan Pusat
Banu, S., Hu, W., Hurst, C., dan Tong, S. 2011. Statistika Kota Surabaya. Tersedia di:
Dengue Transmission in The Asia-Pacific https://surabayakota.bps.go.id/website/
Region: Impact of Climate Change and pdf_publikasi/Kecamatan-Gunung-
Socio-Environmental Factors. Tropical Anyar-Dalam-Angka-2016.pdf.
Medicine and International Health, Kemenkes RI. 2015. Pedoman Pengendalian
Volume 16: pp 598-607. Tersedia di: Demam Berdarah Dengue di Indonesia.
http://www.ral.ucar.edu/staff/steinhoff/ Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Exp_summer2013/Papers/Dengue/Banu_ Indonesia.
et_al_2011.pdf. Kemenkes RI. 2016. Infodatin 2016 (Situasi
Cahyati, W dan Suharyo. 2006. Dinamika Demam Berdarah Dengue di Indonesia).
Aedes Aegypti Sebagai Vektor Penyakit. Jakarta: Pengolahan Data dan Informasi,
Jurnal Kesehatan Masyarakat, Volume 2 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
(No. 1). Tersedia di: https://www.scribd. Tersedia di: http://www.depkes.go.id/
com/doc/72150729/611-842-1-SM. download.php?file=download/pusdatin/
Dinkes Kota Surabaya. 2016. Profil Dinas infodatin/InfoDatin-2016-TB.pdf.
Kesehatan Kota Surabaya Tahun Kurniawati, N. 2016. Distribusi Kejadian
2015. Surabaya: Dinas Kesehatan Kota Demam Berdarah Dengue, Kondisi
Surabaya. Tersedia di: http://www. Iklim, Kepadatan Jentik, dan Program
depkes.go.id/resources/download/profil/ Pengendalian di Wilayah Kerja Puskesmas
PROFIL_KAB_KOTA_2015/3578_ Putat Jaya, Kota Surabaya Tahun 2010-
Jatim_Kota_Surabaya_2015.pdf. 2014. Skripsi. Surabaya: Universitas
Ditjen PP dan PL. 2010. Penemuan dan Airlangga.
Tatalaksana Penderita Demam Berdarah Kusumawati, W. 2012. Adaptasi Demam
Dengue. Jakarta: Direktorat Pengendalian Berdarah Dengue Hubungannya
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, dengan Mitigasi Pemanasan Global dan
Kementerian Kesehatan RI. Tersedia Perubahan Iklim di Kecamatan Sangatta
di: http://www.depkes.go.id/download. Utara, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi
php?file=download/pusdatin/buletin/ Kalimantan Timur. Skripsi. Surabaya:
buletin-dbd.pdf. Universitas Airlangga.
Gandahusada, Illahude, dan Pribadi. 2006. Puskesmas Gunung Anyar. 2017. Laporan
Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga. Kasus Demam Berdarah Dengue.
Jakarta: Universitas Indonesia. Surabaya: UPTD Puskesmas Gunung
Haryanto, B. 2009. Climate Change and Anyar.
Public Health in Indonesia, Impacts Rahim, S., Ishak, H., dan Wahid, I. 2016.
and Adaptation. Australia: Nautilus Hubungan Faktor Lingkungan dengan
Institute at RMIT University. Tersedia Tingkat Endemisitas DBD di Kota
212 The Indonesian Journal of Public Health, Vol. 12 No. 2, Desember 2017: 202–212

Makassar. Tersedia di: https://researchgate. Wirayoga, M. 2013. Hubungan Kejadian


net/publication/273774233. DBD dengan Iklim di Kota Semarang
Ramesh, Pahwa, Dhillon, dan Dash. 2010. 2 0 0 6 - 2 0 11 . S k r i p s i . S e m a r a n g :
Climate Change and Threat of Vector- Universitas Negeri Semarang. Tersedia
Borne Diseases in India: Are We Prepared?. di:lib.unnes.ac.id/19377/1/6450407074.
Parasitology Research, Volume 106: pp pdf.
763-773. Wulandari, R. 2016. Hubungan Sanitasi
Regariana, M. 2004. Atmosfer (Cuaca dan Iklim). Lingkungan, Unsur Iklim, Keberadaan
Solo: Tiga Serangkai. Tersedia di: https:// Jentik Nyamuk Aedes Aegypti terhadap
andimanwno.files.wordpress.com/2010/08/ Kejadian Demam Berdarah Dengue di
atmosfer-cuaca-dan-iklim.pdf. Kabupaten Pacitan Tahun 2015. Skripsi.
Republik Indonesia. 2009. Undang- Surabaya: Universitas Airlangga.
Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Yudhastuti, R. dan Notobroto, H. 2015. Model
Perlindungan Dan Pengelolaan of Controlling Dengue Hemorhhagic Fever
Lingkungan Hidup. Jakarta: Pemerintah Based on Climate Factors in Endemic
Republik Indonesia. Area (Surabaya City in 2010-2012).
Sopiyudin D. 2009. Statistik untuk Bandung: 47th APACPH Conference.
Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Tersedia di: http://apacph2015.fkm.ui.ac.
Salemba Merdeka. id/ppt/21%20October%202015/9.%20
Suroso, T. 2000. Penyakit Demam Berdarah FP%20Environmental%20Health%20
dan Demam Berdarah Dengue. Jakarta: C-Amartapura%20C/7.%20Ririh%20
WHO dan Departemen Kesehatan RI. Yudhastuti.pdf.

You might also like