Professional Documents
Culture Documents
5902 14320 1 SM PDF
5902 14320 1 SM PDF
pISSN: 2460-6162
AKPP
eISSN: 2527-6476
Journal Homepage:
Jurnal Analisis Kebijakan journal.unhas.ac.id/index.php/jakpp
dan Pelayanan Publik
Volume 4 No. 1, Juni 2018
This article aimed to describe the model of bureaucratic reform that has been done,
Keywords: Reform, both in Indonesia, and other countries in the world. This is important to provide a
Bureaucratic Reform, comprehensive understanding of the importance of bureaucratic reform form the
Public Administration Public Administration perspective. The research method used in this paper was
Perspective literature review obtained from various sources related to bureaucracy reform. The
results of this literature review illustrates that the reform of bureaucracy ever done in
Kata kunci: some countries commonly when related to two dimensions of organizational Human
Peningkatan Pelayanan Resources (HR) dimensions. Organizational dimension is related to structure,
Kesehatan, Puskesmas, organizational culture, organizational technology, law and regulation. The HR
Pencegahan, Demam dimension of the apparatus includes knowledge, skills, attitudes, behaviors, mindset,
Berdarah Dengue discipline, integrity, performance. Bureaucracy reforms conducted in various
countries such as in the United States during the reign of President Bill Clinton
How to cite: known as reinventing government which asserts that to improve the administration of
Haning, M. T. (2018). government, it is necessary to transform the values of entrepreneurship into the
Reformasi Birokrasi di administration. In Europe, it is known as Neo-Weberian State (NWS) which
Indonesia: Tinjauan essentially strengthens the State's role in bureaucratic service with the principle of
Dari Perspektif prioritizing citizenstate relations to fulfill citizen's basic rights. Similarly, reforms are
Administrasi Publik. undertaken in African Commonwealth countries that emphasize the importance of
JAKPP (Jurnal Analisis bringing about transparent and accountable governments. In Indonesia, bureaucratic
Kebijakan dan Pelayanan reform has been conducted since 1998 with aiming of producing a clean bureaucracy
Publik), 25-37. from corruption, collusion and nepotism (CCN). The embodiment of those objectives is
stipulated through Regulation of the Minister of Administrative and Bureaucracy
Reform Number 11 year 2015 regarding the road map of bureaucratic reform from
2015 to 2019. However, the implementation of these regulations has not succeeded yet
in creating a professional, clean and accountable bureaucracy, and performs well.
Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan model reformasi birokrasi yang pernah
dilakukan, baik di Indonesia, maupun beberapa negara lainnya di dunia ini. Hal ini
penting dilakukan untuk memberikan pemahaman yang konfrehensif terhadap
pentingnya reformasi birokrasi dalam perspektif Administrasi Publik. Metode
penelitian yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah metode penelitian
pustaka (literature review) dari berbagai sumber yang terkait dengan reformasi
birokrasi. Hasil tinjauan pustaka ini menggambarkan bahwa reformasi birokrasi yang
pernah dilakukan dibeberapa Negara pada umumnya berkaitan dengan dua dimensi
yaitu dimensi keorganisasian dan dimensi Sumber Daya Manusia aparatur. Dimensi
keorganisasian berkaitan dengan struktur, budaya organisasi, teknologi organisasi,
hukum dan peraturan perundang-undangan. Dimensi SDM aparatur meliputi
pengetahuan, keterampilan, sikap, perilaku, mindset, disiplin, integritas, kinerja.. Di
Indonesia reformasi birokrasi yang dilakukan sejak tahun 1998 dengan tujuan
menghasilkan birokrasi yang bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
.
Copyright © 2018 JAKPP. All rights reserved.
25
JAKPP (Jurnal Analisis Kebijakan dan Pelayanan Publik)
4(1), 25-37: Reformasi Birokrasi di Indonesia…
Pendahuluan
Pada era orde baru, praktik KKN dan kepentingan penguasa seakan-akan
menjadi perilaku para birokrat. Bahkan birokrasi yang berjalan di dalamnya
seakan-akan dibangun untuk memperkuat para penguasa dan diibarakan sebagai
kerajaan pejabat (Thoha, 2012). Padahal fungsi birokrasi ini menentukan
kemiskinan, kesenjangan, dan pertumbuhan ekonomi suatu negara (Rasul and
Rogger, 2017). Perilaku birokrat yang cenderung melalukan korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN) semakin mengerucutkan image negatif birokrasi publik di
masyarakat (Dwiyanto et al., 2002).
Memasuki era reformasi, tantangan pemerintah Indonesia dalam
mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik adalah dengan mengatasi krisis
kepercayaan masyarakat terhadap layanan publik. Krisis yang muncul akibat
bangunan birokrasi selama periode orde baru ini bahkan memicu protes di tingkat
pusat maupun daerah (Dwiyanto et al., 2002; Thoha, 2012). Akibat dari perilaku
birokrat yang cenderung tidak mendukung pelayanan publik telah menyebabkan
tujuan awal birokrat dalam memberikan layanan publik bergeser ke arah
pragmatisme dan menurunkan integritas dan kualitasnya (Horhoruw et al., 2012).
Idealnya penyelenggaraan layanan publik oleh aparat pemerintah pemberi
layanan public harus dilakukan tanpa adanya praktik korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN) (Girindrawardana, 2002). Lebih lanjut, dari sebuah survei
dilaporkan bahwa indeks integritas layanan publik berada di peringkat 70 dari
109 negara, bahkan di bawah negara-negara tetangga seperti Timor Leste, Filipina,
Malaysia, dan Thailand. Bahkan, dalam survei tersebut, komponen layanan
administrasi menjadi yang terburuk dengan berada pada peringkat 97 (Mungiu-
Pippidi et al., 2017). Hal tersebut sekaligus menandakan bahwa perlu adanya
perbaikan terutama pada aspek administrasi publik agar penyelenggaraan
pelayanan publik menjadi lebih optimal.
Memasuki era reformasi, pembaharuan di segala bidang dilakukan
bahkan UUD 1945 juga diamandemen hingga empat kali. Selain itu, sistem
desentralisasi juga diterapkan dengan tujuan agar potensi yang dimiliki daerah
dapat dimaksimalkan termasuk dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan
yang baik (good governance). Namun, disisi lain, penerapan desentralisasi
menyebabkan tiga hal yakni, KKN meluas di tingkat daerah, terjadi ketimpangan
layanan public antar daerah, dan belum ada aturan sanksi terhadap daerah yang
menyediakan layanan buruk kepada masyarakat (Girindrawardana, 2002).
Kegagalan birokrasi dalam merespon krisis baik itu krisis ekonomi maupun
politik akan mempengaruhi tercapainya good governance. Kegagalan itu sangat
ditentukan oleh faktor kekuasaan, insentif, akuntabilitas, dan budaya birokrasi
(Dwiyanto et al., 2002). Ternyata diantara komponen bangsa, birokrasi adalah
komponen yang paling lambat berubah.
Dalam persepektif administrasi publik, good governance merupakan muara
dari penyelenggaraan pelayanan public yang membutuhkan kompetensi birokrasi
untuk mendesain dan melaksanakan kebijakan (Ndue, 2005). Apabila tidak
dilakukan reformasi pada sistem birokrasi Indonesia maka era saat ini tidak akan
jauh berbeda dengan rezim orde baru dalam hal penerapan pelayanan public
26
Vol. 4, No. 1 Juni, 2018
pISSN: 2460-6162. eISSN: 2527-6476
yang akuntabel, tansparan, sesuai aturan, responsive, inklusif, efektif dan efisien,
serta mengajak seluruh elemen berpartisipasi dalam implementasinya (Sheng,
2009). Idealnya birokrasi melakukan penataan administrasi kebijakan publik dan
terlepas dari semua kepentingan politik. Namun, pada kenyataannya birokrat saat
ini memiliki keterkaitan yang erat dengan kepentingan politik (Haning, 2015).
Tujuan dari studi literature ini adalah untuk melihat sejauh mana reformasi
birokrasi di Indonesia dapat meningkatkan pelayanan public menurut perspektif
administrasi public. Konten yang akan dibahas adalah terkait 1) pengalaman
reformasi birokrasi di negara-negara lain, 2) reformasi birokrasi dari aspek
administrasi public, dan 3) konsekuensi reformasi terhadap perilaku birokrat dan
layanan publik.
Kajian Literatur
Reformasi Birokrasi: Pengalaman Dari Berbagai Negara
Keberhasilan reformasi telah banyak ditunjukkan oleh negara-negara baik
itu negara maju maupun negara berkembang di masa yang lalu. Pengalaman di
Cina, restrukturisasi organisasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah
dilakukan agar fungsi birokrasi berjalan dengan efisien (UN, 1997). Cina, melalui
reformasi administratifnya, berhasil membuat perubahan pada organisasi
pelayanan publik dalam merevitalisasi fungsinya, memperkuat fungsi
makroplanning, dan manajemennya. Selain itu, Amerika Serikat beberapa abad
yang lalu telah menyadari pentingnya melakukan perubahan terhadap sistem
birokrasi negara tersebut. Menyadari bahwa persoalan bagi masyarakat dapat
muncul akibat revolusi industry pada waktu itu, maka para birokrat mengambil
sikap. Banyaknya imigran yang datang untuk bekerja dapat berdampak negatif
bagi masyarakat, sehingga para birokrat membuat kebijakan publik menjadi lebih
terarah dan berpihak pada masyarakat (Haning, 2015). Seharusnya bangsa
Indonesia dapat mengambil pelajaran dari pengalaman Amerika Serikat, di mana
perilaku birokrat sangat adaptif dan terarah pada kebijakan publik.
Demikian pula di Hong Kong, dalam merespon tantangan ekonomi post-
industri dan pasca lepasnya dari Inggris, negara ini berupaya meningkatkan
kapasistas administrasinya sehingga reformasi administrasi menjadi agenda
utamanya. Namun dalam sebuah studi menyimpulkan bahwa reformasi
administrasi di Hong Kong belum sepenuhnya berjalan komprehensif, resmi, dan
efisien (Pollitt and Bouckaert, 2011). Dari sudut pandang publik, banyak
masyarakat yang tidak puas dengan pelayanan publik dan menganggap dalam
pemerintahan terjadi mis-manajemen, tidak efisien, dan boros (Wong, 2013). Hal
ini bisa saja terjadi diakibatkan Hong Kong hanya fokus pada perbaikan
administrasi dan tidak menyentuh aspek perilaku birokrat.
Lain halnya, reformasi pemerintahan di kawasan Afrika yang
dikemukakan oleh Joss C.N. Raadschelders (2000). Reformasi pemerintahan itu
antara lain menyangkut reformasi fungsi-fungsi pemerintahan, pembuatan
kebijakan, pelaksanaan kebijakan, pelayanan publik, dan kepegawaian. Di negara-
negara South Africa, Nigeria, Tanzania, Uganda, Zimbabwe, Benin, Botswana,
Cote d’Ivoire, Ethiopia, Ghana, dapat berhasil manakala Malawi, dan lain-lainnya
27
JAKPP (Jurnal Analisis Kebijakan dan Pelayanan Publik)
4(1), 25-37: Reformasi Birokrasi di Indonesia…
28
Vol. 4, No. 1 Juni, 2018
pISSN: 2460-6162. eISSN: 2527-6476
(Presiden) untuk mewujudkan pelayanan publik sebagai skala prioritas utama, (2)
peningkatan kemampuan dan kapasitas staf melalui pelatihan tentang customer
service training untuk untuk meningkatkan kemampuan para staf dalam
melaksanakan tugas pelayanan secara efisien, efektif dengan penerapan standar
nilai-nilai etika, sikap, prilaku dan dedikasi yang tinggi dalam pelayanan public,
(3) menjadikan the Huduma Kenya yang berbasis ICT, ilmu pengetahuan, teknologi
dan inovasi sebagai enabler di semua sektor pembangunan Kenya seperti ekonomi,
politik social ini semua sebagai upaya untuk mewujudkan visi Kenya 2030
(Commonwealth Secretariat, 2016).
Sealanjutnya, di Negara-negara Eropa Kontinental, terlihat adanya suatu
model reformasi birokrasi yang berbeda dengan di Amerika Serikat, maupun di
Negara lainnya yang dalam buku Pollitt and Bouckaert (2011) disebut dengan
Neo-Weberian State (NWS). Model NWS ini mempunyai penekanan pada elemen-
elemen berikut:
Elemen-elemen Weberian:
1) Penegasan kembali negara sebagai suatu fasilitator utama dari solusisolusi
terhadap masalah-masalah baru dari globalisasi, perubahan teknologi,
pergeseran demografi dan ancaman lingkungan;
2) Penegasan kembali peran demokrasi representatif (pusat, regional dan lokal)
sebagai elemen yang terlegitimasi dalam aparatur negara;
3) Penegasan kembali peran hukum administrasi dalam melindungi basis; prinsip
mengutamakan hubungan warganegara dan negara (citizenstate), termasuk
persamaan di depan hukum, keamanan hukum, dan ketersediaan perangkat
legal yang terspesialisasi dari tindakan negara; dan
4) Perlindungan atas gagasan pelayanan publik dengan suatu perbedaan status,
budaya, dan kondisi.
Elemen-elemen baru:
1) Pergeseran dari orientasi internal “kepatuhan pada aturan birokratik” ke arah
orientasi eksternal “pemenuhan kebutuhan warganegara”. Rute utama untuk
mencapai hal ini bukanlah penggunaan mekanisme pasar tetapi penciptaan
budaya profesional kualitas dan pelayanan.
2) Peran demokrasi perwakilan yang didukung dengan perangkat konsultasi
dengan warganegara.
3) Modernisasi hukum-hukum yang relevan untuk mencakup orientasi yang
lebih besar pada pencapaian hasil, ketimbang hanya mengikuti prosedur yang
benar. Hal ini diekspresikan untuk sebagian dalam pergeseran secara seimbang
dari kontrol ex-ante menuju kontrol expost, tetapi bukan menghilangkan
sepenuhnya kontrol ex-ante.
4) Suatu profesionalisasi pelayanan publik, sehingga para birokrat menjadi bukan
hanya ahli dalam hukum yang relevan dengan bidang aktivitasnya, tetapi juga
suatu manajer profesional yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan warganegara atau pengguna.
Reformasi Birokrasi: Persepektif Dari Administrasi Publik
Dalam Perspektif administrasi Publik agenda reformasi terus bergeser. Di
akhir 1990-an sampai 2000-an reformasi masih berkisar pada agenda-agenda
29
JAKPP (Jurnal Analisis Kebijakan dan Pelayanan Publik)
4(1), 25-37: Reformasi Birokrasi di Indonesia…
30
Vol. 4, No. 1 Juni, 2018
pISSN: 2460-6162. eISSN: 2527-6476
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah
metode penelitian pustaka (literature review) dari berbagai sumber yang terkait
dengan reformasi birokrasi. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif.
32
Vol. 4, No. 1 Juni, 2018
pISSN: 2460-6162. eISSN: 2527-6476
33
JAKPP (Jurnal Analisis Kebijakan dan Pelayanan Publik)
4(1), 25-37: Reformasi Birokrasi di Indonesia…
upaya
mewujudkan
birokrasi yang
efektif dan efisien.
5 Tatalaksana 1. Kejelasan proses Perubahan sistem
bisnis/tatakerja/tatalaksana dalam tatalaksana sangat
instansi pemerintah juga sering diperlukan dalam
menjadi kendala penyelenggaraan rangka mendorong
pemerintahan efisiensi
2. Berbagai hal yang seharusnya dapat penyelenggaraan
dilakukan secara cepat seringkali pemerintahan dan
harus berjalan tanpa proses yang pelayanan, yang
pasti karena tidak terdapat sistem implikasinya terhadap
tatalaksana yang baik perbaikan sikap
mental aparatur yang
mendukung
pelayanan publik
6 SDM Aparatur 1. Sistem manajemen SDM yang tidak Perubahan dalam
diterapkan dengan baik, mulai dari pengelolaan SDM
perencanaan pegawai, pengadaan, harus selalu dilakukan
hingga pemberhentian akan untuk memperoleh
berpotensi menghasilkan SDM yang sistem manajemen
tidak kompeten SDM yang mampu
2. Hal ini akan berpengaruh pada menghasilkan
kualitas penyelenggaraan pegawai yang
pemerintahan dan pelayanan profesional
7 Perundang-undangan 1. Masih banyaknya peraturan Perubahan dan
perundang-undangan yang tumpang penguatan terhadap
tindih, disharmonis, dapat sistem peraturan
disinterpretasi berbeda atau sengaja perundang-undangan
dibuat tidak jelas untuk membuka yang lebih efektif dan
kemungkinan penyimpangan menyentuh kebutuhan
2. Kondisi seperti ini seringkali masyarakat.
dimanfaatkan oleh aparatur untuk
kepentingan pribadi yang dapat
merugikan negara
8 Pelayanan Publik Penerapan sistem manajemen 1. Penguatan sistem
pelayanan belum sepenuhnya mampu manajemen
mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik
pelayanan, yang lebih cepat, murah, agar mampu
berkekuatan hukum, nyaman, aman, mendorong
jelas, dan terjangkau serta menjaga perubahan
profesionalisme para petugas profesionalisme
pelayanan para penyedia
layanan, serta
peningkatan
kualitas pelayanan
2. Perubahan sikap
dan perilaku
aparat pelayanan
yang berorientasi
kepuasan
masyarakat
34
Vol. 4, No. 1 Juni, 2018
pISSN: 2460-6162. eISSN: 2527-6476
Sumber : Diadaptasi dari (1) Permenpan & RB No. 11 Thn 2015; (2) Anonim (2016)
(http://pemerintah.net/area-perubahan-reformasi-birokrasi-2015-2019/)
Kesimpulan
Reformasi birokrasi yang dilakukan diberbagai Negara pada umumnya
dilakukan karena berbagai permasalahan yang bersifat kompleks dalam birokrasi,
yang menyebabkan disfungsi birokrasi dalam penyelenggaraan tugas. Gagasan
munculnya reformasi birokrasi secara garis besar bersumber dari 2 kelompok.
Kelompok pertama dari dalam birokrasi itu sendiri yang ingin menciptakan suatu
perubahan kearah yang lebih baik. Kelompok kedua, dari unsur masyarakat di
luar birokrasi yang mengharapkan terciptanya suatu birokrasi yang bersih,
transfaran dan akuntabel dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Reformasi birokrasi yang dilakukan di berbagai Negara seperti di Amerika
Serikat pada masa pemerintahan Presiden Bill Clinton dikenal dengan istilah
reinventing government yang dipopulerkan oleh Osborne dan Gaebler (1992), yang
intinya mentransformasikan nilai-nilai kewirausahaan kedalam pengelolaan
sector public. Di Eropa yang diperkenalkan oleh Pollitt dan Bouckaert dengan
isitilah Neo-Weberian State (NWS) yang intinya adalah penguatan peran Negara
dalam pelayanan birokrasi dengan prinsip mengutamakan hubungan
warganegara dan negara (citizenstate) untuk memenuhi hak-hak dasar warga.
Demikian pula reformasi yang dilaksanakan di Negara persemakmuran Afrika
dengan focus pada penciptaan pemerintahan yang bersih, transfaran dan
akuntabel.
Di Indonesia reformasi birokrasi yang dilakukan sejak tahun 1998 dengan
lahirnya berbagai peraturan perundang-undangan untuk memperbaiki kinerja
35
JAKPP (Jurnal Analisis Kebijakan dan Pelayanan Publik)
4(1), 25-37: Reformasi Birokrasi di Indonesia…
Daftar Pustaka
Anonim. (2016). Area Perubahan Reformasi Birokrasi 2015-2019.
http://pemerintah.net/area-perubahan-reformasi-birokrasi-2015-2019/.
Diakses pada 20 Maret 2018.
36
Vol. 4, No. 1 Juni, 2018
pISSN: 2460-6162. eISSN: 2527-6476
[Online].
Rasul, I. & Rogger, D. (2017) Management of Bureaucrats and Public Service Delivery:
Evidence from the Nigerian Civil Service. Economic Journal. [Online] 128413–446.
Sheng, Y. K. (2009) What is Good Governance ? United Nations Economic and social
Comission for Asia and the Pacific [online]. Available from:
http://www.unescap.org/. [online]. Available from:
http://www.unescap.org/.
Wong, W. (2013) The Search for a Model of Public Administraition Reform in Hong
Kong: Weberian Bureaucracy, New Public Manahemen or Something Else? Public
Administration and Development. [Online] 33297–310.
37