Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
Indonesia’s plant diversity potentially as natural dyes. A general process in dyeing with natural dyes needed mordanting workmanship on
the material to be dyed/stamped. The process of mordanting is done by immersing the material into the metal salts, such as aluminum, iron,
tin or chrome. Amid fears of negative impacts caused by dyes and synthetic mordant to health and the environment, people begin to look
back the use of natural dyes. So far, the material used for mordanting is alum; though Loba tree (Symplocos fasciculata Zoll.) is one type of
plant that can be useful as mordant but today not many people knows the role of this plant. This paper aims to determine the S. fasciculata
role and its use as mordant for natural dye textiles. The method used was interviews with parties concerned. The results of this research is a
knowledge on S. fasciculata role as a mordant as local wisdom in traditional Balinese weaving. Plant parts that may be used are leaves and
inner bark. Conservation efforts is eagerly continued by Eka Karya Bali Botanic Gardens-The Indonesian Institute of Science (LIPI). Cur-
rently two species (among 250 naturally grow) of Symplocos conserved at Eka Karya Bali Botanic Garden-LIPI.
Key words: Loba tree (Symplocos fasciculata Zoll.), mordant, weave (weaving), Bali.
ABSTRAK
Kekayaan flora Indonesia sangat berpotensi sebagai bahan pewarna alam yang sering dimanfaatkan untuk pewarna kain. Proses pencelupan
dengan zat warna alam pada umumnya diperlukan pengerjaan mordanting pada bahan yang akan dicelup/dicap. Proses mordanting ini
dilakukan dengan merendam bahan kain ke dalam garam-garam logam, seperti aluminium, besi, timah atau krom. Di tengah kekhawatiran
akan dampak negatif yang ditimbulkan oleh pewarna dan mordan sintetis bagi kesehatan dan lingkungan, masyarakat mulai melirik kembali
pemanfaatan pewarna dan pembangkit warna (mordant) alam. Selama ini bahan yang digunakan untuk mordanting adalah tawas sementara
Pohon Loba (Symplocos fasciculata Zoll.) sebagai mordant alam sudah lama ditinggalkan orang. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui
peran S. fasciculata dan pemanfaatannya sebagai mordant pewarna alam tenun pada kerajinan tenun di Desa Pejeng, Tampak Siring, Gian-
yar, Bali. Metode yang digunakan adalah wawancara terhadap pihak-pihak yang terkait. Hasil kegiatan ini adalah diketahuinya peran S.
fasciculata sebagai mordant yang merupakan kearifan lokal dalam tradisi menenun di Bali. Bagian tumbuhan yang dapat digunakan adalah
daun dan kulit batang bagian dalam. Upaya konservasi terus dilakukan Kebun Raya Eka Karya-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI), Bali. Saat ini sudah terkoleksi 2 jenis/spesies (dari sekitar 250 jenis) pohon loba di alam.
Kata kunci: Pohon loba (Symplocos fasciculata Zoll.), pembangkit warna (mordanting), tenun (menenun), Bali.
*
Diterima: 15 Januari 2012 - Disetujui: 5 Pebruari 2012
367
Hanum, Darma dan Sumerta - Pemanfaatan Pohon Loba (Symplocos fasciculata Zoll.) sebagai Pembangkit Warna Alam pada Kerajinan Tenun
zat warna alam yang diperlukan pada pengerjaan banyak lagi diterapkan oleh industri tenun, meskipun
bahan yang akan dicelup/dicap. Proses mordanting telah diketahui sejak zaman dulu. Namun dari
ini dilakukan dengan merendam bahan kain ke dalam informasi awal, pengrajin tenun di Desa Pejeng,
garam-garam logam, seperti aluminium, besi, timah Kecamatan Tampak Siring, Kabupaten Gianyar, Bali
atau krom. diketahui bahwa S. fasciculata difungsikan sebagai
Menurut Haerudin (2007), pewarna alami mordan alami. Berdasarkan ini, sebuah penelitian
tidak membahayakan kesehatan manusia dan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui proses
lingkungan, walaupun keawetan atau stabilitas warna pemanfaatan S. fasciculata sebagai pembangkit
tidak tahan lama. Penggunaan pengawet warna warna alam (mordant) pada industri tenun setempat .
mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi
keawetan warna pada kain tenun. Tawas merupakan METODE
salah satu mordant yang paling sering digunakan Waktu dan Lokasi
oleh pemilik industri tenun. Pemakaian yang Kegiatan penelitian dilakukan pada tanggal
berlebihan tentu akan memberikan dampak yang 2 hingga 7 September 2010, di Desa Pejeng, Keca-
tidak baik bagi lingkungan, seperti yang terjadi pada matan Tampak Siring, Kabupaten Gianyar, Bali.
di wilayah Karesidenan Surakarta, Jawa Tengah,
salah satu pusat industri tekstil yang mengunakan Teknik pengambilan data
pewarna sintetis. Dari proses pencelupan pemberian Pengambilan data dilakukan dengan mewa-
pewarnaan dan mordan menghasilkan limbah dapat wancarai empat orang pengrajin tenun yang masih
meracuni biota yang hidup di sungai, karena menggunakan pewarna alam ini, meliputi pencatatan
mengandung logam berat. Logam ini sangat mudah bagaimana proses pemanfaatan, kendala bahan baku
diserap dan terakumulasi secara biologis oleh biota di alam dan prospek ekonominya. Data sekunder
dalam perairan tersebut, sehingga sangat berbahaya diperoleh melalui penelusuran pustaka koleksi hidup
meskipun kadarnya relatif kecil. Logam timbal Kebun Raya Eka Karya.
apabila terserap dan terakumulasi pada tubuh
manusia dapat mengganggu kesehatan dan beberapa HASIL
kasus menyebabkan kematian (Pranoto et al., 2002). Tinjauan umum lokasi penelitian
Berdasarkan hal di atas maka beberapa Kabupaten Gianyar merupakan pusat
industri tekstil saat ini mulai beralih ke pengunaan budaya ukiran di Bali. Di Kabupaten ini juga ter-
zat pewarna nabati yang lebih ramah lingkungan dan dapat beberapa perusahaan kain tenun. Menurut data
memiliki nilai jual lebih tinggi. Dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan, pada tahun
menggunakan sampel dari tiga Perusahaan Tenun 2011 terdapat 43 unit usaha tenun yang sudah mem-
Ikat di Kabupaten Gianyar (Putri Bali, Setia dan iliki ijin dengan jumlah tenaga kerja yang terserap
Dewi Karya), Sutara (2009) menyebutkan sekitar 28 sebanyak 557 orang. Dari komunikasi pendek
jenis tumbuhan pewarna alami yang sering dengan salah satu staf Dinas Peridustrian dan
digunakan dalam industri kain tenun setempat. Se- Perdagangan yaitu Mangku Barata diketahui bahwa
lanjutnya Lestari et al. (2010) menyatakan masyara- hanya terdapat 2 usaha yang menggunakan pewarna
kat di daerah Kabupaten Timor Tengah Selatan NTT, alam dalam produksinya, namun belum memiliki ijin
menggunakan 22 jenis tumbuhan. Dari kedua sumber sehingga tidak termasuk dalam 43 unit usaha yang
di atas tidak ditemukan penggunaan S. fasciculata sudah disebut sebelumnya. Penggunaan pewarna
sebagai mordant. alami tergantung permintaan konsumen.
Tampaklah bahwa dewasa ini, pemanfaatan Secara astronomis Kabupaten Gianyar
kayu Loba (S. fasciculata) sebagai mordant tidak terletak di antara 08°18'48"-08°38'58" LS dan 115°
368
Berita Biologi 11(3) - Desember 2012
13'29"-115°22'23" BT. Berbatasan dengan dibuat dengan reaksi kimia dengan bahan dasar ter
Kabupaten Badung dan Kota Denpasar di sebelah arang batu bara atau minyak bumi yang merupakan
Barat, Kabupaten Bangli di sebelah Utara, hasil senyawa turunan hidrokarbon aromatik seperti
Kabupaten Bangli dan Klungkung disebelah Timur benzena, naftalena dan antrasena (Isminingsih dalam
serta selat Badung dan Samudera Indonesia di Fitrihana, 2007)
sebelah Selatan. Luas daratan 368 km2 atau 36.800 Pewarna alami dari tumbuhan biasanya
Ha (6,53% dari luas Pulau Bali) dengan iklim tropis. diperoleh dari ekstraksi atau perebusan bagian-
Kabupaten ini terdiri dari tujuh kecamatan yaitu bagian tertentu tanaman seperti kulit kayu, batang,
Kecamatan Blahbatuh, Gianyar, Payangan, daun, akar, bunga dan getah (Sutara, 2009). Bahan
Tegallalang,Tampak Siring, Sukawati, dan Ubud tekstil yang diwarnai dengan zat warna alam adalah
(Anonim, 2011). bahan-bahan yang berasal dari serat alam contohnya
sutera, wol dan kapas (katun). Bahan-bahan dari
Informasi Biologi serat sintetis seperti polyester, nilon dan lainnya
Tumbuhan ini termasuk suku Symplocaceae yang tidak memiliki afinitas atau daya tarik terhadap zat
merupakan tumbuhan liar di hutan. Berperawakan warna alam sehingga bahan-bahan ini sulit terwarnai
perdu, jarang pohon, tinggi sampai 22 m dengan di- dengan zat warna alam. Bahan dari sutera pada
ameter batangnya 50 cm; ranting-rantingnya berbulu umumnya memiliki afinitas paling bagus terhadap
roma (pilose) jarang-jarang, berbulu balig kecil-kecil zat warna alam dibandingkan dengan bahan dari
atau berbulu balig ramping; daun-daunnya berseling kapas.
atau pada cabang- cabang pokok tersusun spiral, Zat pewarna yang berasal dari tumbuhan
berukuran 5-130 cm x 2-4,5 cm, memiliki 6-8 pasang sudah dikenal masyarakat Indonesia sejak lama.
urat daun, dengan tangkai yang panjangnya 2-8 mm; Menurut R.H.MJ. Lemmens dan Wulijarni-Soetjipto
perbungaanya bertipe beberkas karena tereduksi, (1999) sebagian besar warna dapat diperoleh dari
sering kali bertipe tandan bercabang-cabang, pan- produk tumbuhan, pada jaringan tumbuhan terdapat
jangnya sampai 25 cm. S. fasciculata dijumpai di pigmen tumbuhan penimbul warna yang berbeda
bagian yang paling selatan dari Thailand di tergantung menurut struktur kimianya. Golongan
Malaysia, Filipina dan Indonesia (kecuali di sebelah pigmen tumbuhan dapat berbentuk klorofil, karote-
timur Sulawesi dan Jawa). Tumbuhan ini jarang noid, flovonoid dan kuinon.
dibudidayakan (Nooteboom, 1999). Bunganya Kulit batang bagian dalam S. fasciculata
berkelompok pada ketiak daun dengan bau yang dapat digunakan sebagai warna kuning kemerahan
tajam. Buahnya berwarna hijau bila masak berwarna Astuti (2003). Selanjutnya Hidayat et al. (2001)
biru (Ng, 1978). Perbanyakan dilakukan dengan mengatakan daun dan kulit batang S. fasciculata
menggunakan biji. Hingga kini belum diketahui digunakan sebagai pewarna tradisional untuk batik
persentase keberhasilan perbanyakan dengan biji dan songket.Warna kuning jika sendirian, tetapi lebih
mengingat tumbuhan ini belum dibudidayakan. sering digunakan dalam ramuan pewarna merah yang
berasal dari Morinda spp., Caesalpinia sappan L.,
Kayu Loba (S. fasciculata) sebagai Zat Pewarna Butea spp. dan tumbuhan pewarna lainnya. S. fascic-
Alam ulata tidak dapat menghasilkan warna karena kan-
Zat warna tekstil digolongkan menjadi 2 yaitu Zat dungan yang terdapat pada daun dan kulit batangnya
Pewarna Alam (ZPA), adalah zat warna yang berasal adalah Al2O3 sehingga dapat berfungsi sebagai pem-
dari bahan-bahan alam pada umumnya dari hasil bangkit atau penguat warna (Tjok Agung Pejeng,
ekstrak tumbuhan atau hewan. Kedua, Zat Pewarna 2010 - komunikasi pribadi). Ini memerlukan
Sintesis (ZPS) yaitu zat warna buatan atau sintesis penelitian lebih lanjut mengingat informasi ini ber-
369
Hanum, Darma dan Sumerta - Pemanfaatan Pohon Loba (Symplocos fasciculata Zoll.) sebagai Pembangkit Warna Alam pada Kerajinan Tenun
tolak belakang dengan Astuti (2003) dan Hidayat et Eropa ). Penggunaan S. fasciculata sebagai mordant
al. (2001) di Gianyar baru digalakkan kembali sekitar tahun
2000-an (Tjok Agung Pejeng, 2010 – komunikasi
S. fasciculata sebagai Zat Pembangkit Warna pribadi). Pohon Loba dapat menggantikan peran dari
(Mordant) senyawa kimia sintesis yang digunakan sebagai
Dalam pencelupan dengan zat warna alam pada pengikat warna supaya tahan lama. Selanjutnya
umumnya diperlukan pengerjaan mordanting pada selain daun, bagian dalam pepagan S.
bahan yang akan dicelup/ dicap di mana proses mor- cochinchinensis ssp. cochinchinensis var
dant ini dilakukan dengan merendam bahan ke dalam cochinchinensis dan S. fasciculata sering
garam-garam logam, seperti aluminium, besi, timah dimanfaatkan sebagai mordant dalam industri tenun.
atau krom. Zat-zat mordan ini berfungsi untuk Hampir semua jenisnya mengandung sejumlah besar
membentuk jembatan kimia antara zat warna alam aluminium sampai 50% dari abu; abu inilah asal usul
dengan serat sehingga afinitas zat warna meningkat kerja sebagai suatu mordant (Astuti, 2003).
terhadap serat. Hal ini menunjukkan senyawa Ditemukan adanya tawas dalam daun dan kulit ba-
mordant mampu mengikat warna sehingga tidak tang S. lanceolata asal Brasilia; abu daun terdiri atas
mudah luntur (Fitrihana, 2007). hampir 50% aluminium oksida (Al2O3) [Radlkofer -
Untuk mengurangi dampak negatif yang Berichte der Deutschen Botaniachen Gesellschaft,
ditimbulkan dari pemakaian mordan bahan kimia, 1904, 22, 126; 216-224, dalam Nooteboom (1977)];
maka dikembangkan mordant yang berasal dari diperkuat oleh Hadi dan Siswadi (2011) yang
tumbuh-tumbuhan dan ramah terhadap lingkungan. mendeteksi konsentrasi alumunium tinggi pada daun-
Mordant alam menurut Susanto (dalam Santosa, daun yang gugur S. fasciculata (49.775 ppm) dan S.
2008) seperti jeruk sitrun, jeruk nipis, cuka, sendawa chochinchinensis (39.311 ppm). Zat kimia ini juga
(salpenter), pijer (borax), tawas (alunin), gula batu, ditemukan dalam anggota spesies lainnya yakni S.
gula jawa (aren), tunjung (izer vitriol), prusi (coper javanica (Heyne, 1987). Kandungan aluminium da-
sulfat), tetes (stroop tebu atau molase), tape (kedelai, lam jumlah besar inilah yang menjadi asal kerja Sym-
ketan), pisang klutuk (biji) dan daun jambu klutuk. plocos sebagai mordant (Nooteboom, 1999).
Saat ini penggunaan tawas dalam industry ru- Penggunaan S. fasciculata dapat dilakukan
mahtangga tekstil sebagai mordant sangat tinggi. sebelum, bersamaan ataupun sesudah proses
Tawas merupakan salah satu bentuk contoh mordan pewarnaan benang (Tjok Agung Pejeng, 2010 –
sintetis yang berfungsi sebagai zat pembangkit warna komunikasi pribadi). Penggunaan mordant S. fascic-
yang paling sering digunakan oleh industry kain. ulata ini bersamaan dengan proses pewarnaan,
Tawas adalah garam rangkap sulfat aluminium sulfat dengan cara daun yang kering ditumbuk kemudian
yang dipakai untuk menjernihkan air atau campuran dicampur dengan adonan pewarna alami. Beberapa
bahan celup Al2(SO4)3. Tawas berupa kristal putih hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaannya
gelap, tembus cahaya, rasanya agak asam, bersifat sebagai pembangkit warna alam, adalah bila
menguatkan warna dan dipakai sebagai penjernih air menggunakan mengkudu (Morinda citrifolia L.) un-
yang keruh. tuk pewarna alam tanpa mordant dari S. fasciculata
Pohon Loba sudah lama dikenal sebagai maka warna merah tidak akan muncul. Selain itu
tumbuhan yang mempunyai fungsi untuk hasil warna sangat dipengaruhi pH tanah tempat tum-
memperkuat warna. Orang Aceh sudah mengenal buh mengkudu. Pemanfaatan daunnya lebih dimung-
pemanfaatan mordan sekitar tahun 900 AD, namun kinkan dibandingkan pemanfaatan bagian dalam
telah digantikan oleh mordan alum mineral sekitar kulit batangnya karena pohonnya rapuh dan kambi-
tahun 1509 (menurut catatan pedagang Arab dan umnya tipis sehingga tidak merusak pertumbuhan
370
Berita Biologi 11(3) - Desember 2012
371
Hanum, Darma dan Sumerta - Pemanfaatan Pohon Loba (Symplocos fasciculata Zoll.) sebagai Pembangkit Warna Alam pada Kerajinan Tenun
372