You are on page 1of 11

Jurnal Psikologi Psibernetika

Vol. 9 No. 2 Oktober 2016

PENERAPAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT)


UNTUK MENINGKATKAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING
PADA PENDERITA EPILEPSI GRANDMAL
Mutiara Mirah Yunita
Program Studi Psikologi Universitas Bunda Mulia
Mutiara.mirah@gmail.com

ABSTRACT

Epilepsy is the physical illness in many years that have biological, psychological, sociological and
spiritual aspect that have impact in individual quality life. Future of patient with epilepsy illness is being
determined from psychological condition, in particular in psychological well-being conditions. Patient
with epilepsy grandmal often have emotional disorder. They can not accept her or himself, high anxiety,
break down feeling, depression, helpless feeling, shame feeling, sadness, dependent, not confident, and
defendant feeling, so that emotion negative was have difficult to grow up in self-actualization. The
psychology well-being is condition who someone have accept her or himself, accept the past memories,
grow up, have a meaning life, positive relation with people, have capacity of managing self, confident to
deciding whatever something best. Enhancement of psychology well-being is being done by rational
emotive behaviour therapy (REBT) which is a technique to straighten irrationally minded that create
emotionally disorder. This research use qualitative (in- depth interview, observation) and psychological
test. Besides that, questionnaire, pre-test, and post-test. Subject in this research is woman, 21 years old
who has epilepsy grandmal illness in the low psychological well-being condition. She has average IQ
and emotional disorder. The intervention is being done in tenth. According result by questionnaire data,
the intervention has be done is positive result. It has enhancement of psychological well-being for subject
who epilepsy grandmal. Those are changes behaviour that expected in subject.

Keywords : psychological well-being; grandmal epilepsy; rational emotive behavior therapy

ABSTRAK

Epilepsi merupakan sebuah penyakit fisik yang memiliki aspek secara biologis, psikologis, sosiologis dan
kehidupan spiritual yang berdampak kuat terhadap kesejahteraan kehidupan penderitanya. Masa depan
individu dengan epilepsi ditentukan oleh kondisi psikologis, termasuk dalam psychological well-being.
Pasien dengan epilepsi grandmal biasanya memiliki gangguan emosional seperti tidak menerima diri
sendiri, kecemasan yang tinggi, perasaan rendah diri, depresi, ketidakmampuan menolong diri sendiri,
perasaan malu dan sedih, kebergantungan, tidak percaya diri, dan perasaan bersalah yang besar. Tentu
saja seluruh emosi negatif ini menghalangi pertumbuhan dan aktualisasi dirinya. Psychological well-
being merupakan kondisi seseorang dapat menerima kondisi dirinya atau keadaan masa lalu, menemukan
makna dan tujuan dalam hidupnya, memiliki relasi sosial yang positif, memiliki kapasitas untuk
memenejemen diri, percaya bahwa segala sesuatu dapat dicapai dengan baik. Meningkatkan
psychological well-being dapat dilakukan dengan teknik terapi rational emotive behaviour therapy
(REBT) yang merupakan teknik untuk meluruskan pikiran yang irasional terhadap sebuah kejadian yang
menyebabkan gangguan emosional yang berakibat orang dengan epilepsi menjadi kolaps. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif (wawancara mendalam dan obervasi terstruktur) serta diperlengkapi
dengan psikotes. Selain itu, juga menggunakan kuesioner, pre-test dan post-test. Subjek dalam penelitian
ini adalah wanita berusia 21 tahun yang menderita epilepsi grandmal, yang memiliki kondisi
psychological well-being yang rendah. Subjek memiliki IQ rata-rata cerdas dan memiliki masalah
emosional dan kecemasan. Berdasarkan hasil dari data kuesioner dan hasil data yang dianalisis, intervensi
memiliki hasil yang positif terhadap perilaku yang diharapkan.

Kata kunci : psychological well-being; epilepsi grandmal; rational emotive behavior therapy

136
Jurnal Psikologi Psibernetika
Vol. 9 No. 2 Oktober 2016

I. PENDAHULUAN masa depan penderita. Khususnya dengan


1.1. Latar Belakang kondisi psychological well-being yang dimiliki
Epilepsi adalah salah satu penyakit oleh masing-masing individu yang menderita
neurologi menahun yang dapat mengenai siapa epilepsi.
saja di dunia tanpa batasan usia, gender, ras, Menurut Ryff (1989) psychological
sosial, dan ekonomi. Di Indonesia, epilepsi well-being merupakan sebuah kondisi di mana
dikenal oleh masyarakat sebagai “ayan” atau individu memiliki sikap yang positif terhadap
“sawan”. Epilepsi berasal dari bahasa Yunani, diri sendiri dan orang lain, dapat membuat
Epilambanmein yang berarti serangan. keputusan sendiri dan mengatur lingkungan
Epilepsi adalah kelainan di otak yang ditandai yang kompatibel dengan kebutuhannya,
oleh aktifitas otak yang terlampau tinggi yang memiliki tujuan hidup dan membuat hidup
tidak dapat dikawal (Guyton dan Hall, dalam mereka lebih bermakna serta berusaha
Hantoro, 2013). Sedangkan menurut Edward mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya.
dan Bouchier (2002) berpendapat bahwa Akan tetapi, tidak semua penderita epilepsi
epilepsi merupakan manisfestasi gangguan memiliki kesadaran diri mengenai kondisi
fungsi otak dengan berbagai penyebab psychological well-being dalam menjalani
(etiologi), namun dengan gejala tunggal yang kehidupannya, terutama dalam menghadapi
khas, yakni serangan berkala yang disebabkan tekanan dari lingkungan yang menyebabkan
oleh lepasnya muatan listrik pada neuron- terjadinya distress dan kambuhnya serangan
neuron otak secara berlebihan dan paroksimal. epilepsi.
Ada dua jenis epilepsi, yaitu Epilepsi Umum Lumbantobing (1994) mengatakan ada
dan Epilepsi Parsial. Beberapa jenis Epilepsi penderita epilepsi sifatnya agresif, mudah
Umum adalah Epilepsi Petit Mal, Epilepsi tersinggung, sering sedih, keras kepala,
Grandmal, Epilepsi Myoklonik Juvenil. hiperaktif, tidak tenang, sering suka
Kemudian epilepsi yang tergolong Parsial berbohong, mencuri, berkelahi, kelainan
adalah Epilepsi Parsial Sederhana dan Epilepsi seksual, kejam dan suka merusak, tetapi
Parsial Kompleks. Dalam penelitian ini banyak pula penderita epilepsi yang tidak
menggunakan epilepsi jenis Grandmal. berkelakuan demikian. Banyak juga penderita
Epilepsi Grandmal adalah epilepsi yang terjadi epilepsi yang berkepribadian “normal”. Seperti
secara mendadak, di mana penderitanya hilang yang dikemukakan oleh Edward dan Bouchier
kesadaran lalu kejang-kejang dengan napas (2002) menyatakan bahwa tidak ada perbedaan
berbunyi ngorok dan mengeluarkan buih/busa kepribadian penderita epilepsi dengan seorang
dari mulut. yang tidak mengidap epilepsi (normal). Akan
Di Indonesia telah didirikan sebuah tetapi, ada beberapa faktor pencetus yang
Yayasan Epilepsi Indonesia (YEI) yang menyebabkan peningkatan frekuensi
dipimpin oleh dr. Irawaty Hawari, SpS, pada timbulnya bangkitan epilepsi, salah satunya
tanggal 8 Oktober 1992, dengan maksud dan adalah kondisi emosi yang negatif. Selain itu,
tujuan membantu meningkatkan upaya-upaya kurangnya waktu tidur, kelelahan fisik dan
penanggulangan Epilepsi di Indonesia dengan mental, lupa minum obat, penggunaan obat-
usaha-usaha terutama pada aspek psikososial obat terlarang dan alkohol, mencetuskan
(Kangeaningsih, 2013). kondisi psychological well-being penderita
Dewasa ini, epilepsi sudah dapat epilepsi semakin rendah. Padahal menurut
didiagnosis dengan tepat karena ada perangkat Lumbantobing (1994) mengatakan bahwa
penunjang yang lebih baik selain anamnesis serangan epilepsi semaksimalnya harus dapat
klinis. Akan tetapi untuk penatalaksanaannya dicegah karena serangan epilepsi
perlu dipikirkan secara menyeluruh dan mengakibatkan kerugian pada penderitanya.
terintegrasi karena epilepsi mempunyai aspek Oleh karena itu, kondisi psikologis merupakan
bio-psiko-sosio-spiritual yang berdampak salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
dengan kualitas hidup orang dengan epilepsi. serangan epilepsi tersebut.
Masa depan penderita epilepsi harus ditinjau Pada penderita epilepsi yang “kalah”
dari berbagai segi dan bukan hanya dari kemudian menunjukkan berbagai tingkah laku
kambuh tidaknya serangan, melinkan juga dari maladaptif. Edward dan Bouchier (2002)
kondisi psikologisnya seperti kemampuan menyatakan bahwa masalah perilaku khusus
mental, tingkat pendidikan yang dicapai, budi pada penderita epilepsi sangat mungkin terjadi
pekerti, tingkah laku juga ikut mempengaruhi akibat tingginya frekuensi bangkitan.

137
Jurnal Psikologi Psibernetika
Vol. 9 No. 2 Oktober 2016

Sedangkan frekuensi bangkitan terjadi apabila meningkatkan frekuensi semua jenis epilepsi.
penderita epilepsi mengalami distres. Hal Keadaan ini membuat seorang penderita
inilah yang ingin dibahas oleh penulis di epilepsi terkesan seolah tidak memiliki
dalam melakukan penelitian ini. Bahwa kemampuan untuk mengelola distres dan
terlepas dari epileptic personality, seorang tekanan emosional yang berasal dari
penderita epilepsi akan lebih sering terkena lingkungannya. Akan tetapi kondisi ini
serangan tatkala ia memiliki kondisi tergantung pada jenis epilepsi yang diderita
psychological well-being yang rendah, yang dan kepribadian si penderita epilepsi.
berdampak pula pada kualitas kehidupan yang Peningkatan psychological well-being
rendah. bertujuan agar penderita epilepsi memiliki
Kematangan kondisi psikologis kemampuan untuk mengatasi dan beradaptasi
individu tentunya bergantung pada faktor terhadap kejadian yang berat atau masalah
lingkungan, pola asuh dan tingkat pendidikan yang terjadi dalam kehidupannya, serta
selama masa perkembangan. Seorang individu mampu mengelola stres dan memonitor
dengan epilepsi tentunya sering mendapatkan dirinya sendiri. Kondisi psychological well-
perlakuan yang berbeda dari saudara- being yang dimiliki oleh individu dapat
saudaranya. Mungkin penderita terlalu berubah melalui cara berpikir yang realibel
dilindungi (over-protected) oleh orang tuanya. dan valid sehingga dapat mencapai suatu
Mungkin pula ia seolah disingkirkan (rejected) perubahan perilaku yang mensejahterakan diri
dalam kehidupan keluarga. Banyak juga sendiri dan lingkungannya.
penderita epilepsi yang tidak diterima dalam Penelitian ini berfokus pada
lingkungan pergaulannya. Kondisi-kondisi ini pengembangan psychological well-being
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan penderita epilepsi jenis grandmal yang sedang
psychological well-being seseorang sehingga menjalani pengobatan. Enam dimensi
kurang realistis dalam menghadapi masalah psyhological well-being yang merupakan
hidup dan kenyataan, yang seringkali intisari dari teori-teori positive functioning
menimbulkan terjadinya distres. Manisfestasi psychology yang dirumuskan oleh Ryff (dalam
dari kondisi psychological well-being yang Ryff, 1989 ; Ryff dan Keyes, 1995), yaitu :
rendah pada penderita epilepsi biasanya adalah dimensi penerimaan diri, dimensi hubungan
mudah merasa cemas, rendah diri, mudah yang positif dengan orang lain, dimensi
depresi, perasaan tidak berdaya, malu, sedih, otonomi, dimensi penguasaan lingkungan,
merasa bersalah, iri hati, dan kurang mandiri. dimensi tujuan hidup, dan dimensi
Oleh sebab itu, pentingnya untuk pertumbuhan pribadi. Faktor-faktor dalam
meningkatkan kondisi psychological well- psychological well-being ini dapat
being pada penderita epilepsi, agar para memberikan kekuatan bagi penderita epilepsi
penderita epilepsi dapat memiliki untuk memperkecil serangan epilepsi sehingga
kesejahteraan hidup terutama dalam mengelola mengurangi risiko rusaknya sel-sel di dalam
distres agar dapat bertumbuh secara psikologis otak dan dampak negatif secara psikologis
ke level yang lebih tinggi, sehingga penderita seperti perasaan bersalah atau rasa malu.
epilepsi menjadi semakin cerdas dan mampu Selain itu, dapat juga meningkatkan
dalam menghadapi tantangan ketika ingin kemampuan mengelola stres dan
memenuhi kebutuhannya. Hal ini didukung meningkatkan kesejahteraan psikologis.
oleh pendapat dari Lumbantobing (1994) yang Kondisi psychological well-being
mengatakan bahwa keadaan yang dapat yang dimiliki penderita epilepsi mampu
mencetuskan terjadinya serangan epilepsi, mendorong proses penyesuaian diri yang baik
salah satunya adalah gangguan emosional meskipun mereka berada pada kondisi
(distres). pengobatan. Terutama pada penderita epilepsi
Telah lama diketahui bahwa gangguan dengan kepribadian yang dependen.
emosional dapat memperbanyak atau Psycological well-being perlu ditingkatan pada
meningkatkan jumlah serangan epilepsi. diri penderita epilepsi terutama dengan ciri
Keadaan frustasi, tegang, cemas, takut, semua kepribadian dependen sebab
hal ini dapat mencetuskan serangan epilepsi. ketidakmampuannya dalam menghadapi
Keadaan sedemikian sering dijumpai pada tanggung jawab menyebabkan tekanan
penderita epilepsi yang remaja atau dewasa emosional dan mood yang menyebabkan
muda. Gangguan emosional dapat distres, yang menjadi penyebab utama yang

138
Jurnal Psikologi Psibernetika
Vol. 9 No. 2 Oktober 2016

mencetuskan serangan epilepsi. Melalui kemudian hari adalah : 1). Gangguan


pendekatan Terapi Perilaku Emotif Rasional perkembangan otak yang dapat terjadi sebelum
(Rational Emotive Behavior Therapy, lahir, ada saat persalinan (anak lahir kurang
diharapkan penderita epilepsi grandmal oksigen), maupun setelah lahir. 2). Keadaan-
dengan kondisi psychological well-being yang keadaan yang menyebabkan kerusakan
rendah, dapat ditingkatkan. jaringan otak, seperti trauma kepala,
pendarahan, tumor, infeksi otak (ensefalitis),
1.2. Tujuan Penelitian atau infeksi selaput otak (meningitis). Tidak
Berdasarkan rumusan masalah di atas semua epilepsi disebabkan oleh faktor
maka tujuan dari penelitian ini adalah ingin keturunan, beberapa individu akan mengalami
mengetahui hasil penerapan terapi REBT perubahan spontan dalam susunan gennya
untuk meningkatkan kondisi psychological yang dapat menyebabkan epilepsi. Akan
well-being pada penderita epilepsi grandmal. tetapi, penting untuk menanyakan atau
Sedangkan manfaat teoritis dari penelitian ini menelusuri apakah ada anggota keluarga, baik
adalah memberikan sumbangan pengetahuan dari pihak ayah atau ibu yang pernah
khususnya untuk bidang psikologi klinis mengalami kejang/epilepsi karena jika terdapat
tentang penerapan REBT dalam meningkatkan riwayat kejang/epilepsi dalam keluarga maka
psychological well-being pada penderita risiko seseorang dalam menyandang epilepsi
epilepsi grandmal. Kemudian manfaat praktis lebih besar dari keluarga yang tidak
dari penelitian ini adalah memberikan mempunyai riwayat kejang/epilepsi.
kontribusi secara praktis dalam bidang (Kangeaningsih, 2013). Selain itu hal-hal yang
psikologi agar penderita epilepsi grandmal dapat mencetuskan kekambuhan kejang antara
yang sedang menjalani pengobatan dapat lain lupa minum obat, minum obat tidak
meningkatkan psychological well-being teratur, kurang tidur, makan tidak teratur, stres
sehingga dapat menjalani fungsi pekerjaannya fisik dan emosional, demam, kadar OAE yang
secara lebih adaptif dapat mengelola stres rendah dalam darah, cahaya yang berkedip-
dengan baik demi membangun masa kedip yang dihasilkan computer, TV, video
depannya. game (pada pasien epilepsi fotosensitif),
(Kangeaningsih, 2013). Sedangkan menurut
II. TINJAUAN PUSTAKA Lumbantobing (1994) mengatakan bahwa pada
2.1. Epilepsi seorang penderita epilepsi biasanya timbul
Menurut Kangeaningsih (2013) secara spontan, namun, kadang-kadang
seseorang disebut menderita epilepsi jika serangan dapat dicetuskan oleh keadaan
mengalami kejang sebanyak 2 kali atau lebih tertentu. Serangan menjadi lebih sering oleh
tanda suatu penyebab yang jelas, dengan keadaan tertentu.
interval antara kejang lebih dari 24 jam. Epilepsi terbagi menjadi dua jenis,
Artinya, kejang bukan disebabkan oleh demam yaitu Epilepsi Umum dan Epilepsi Parsial.
tinggi, trauma kepala, radang otak, tumor otak, Beberapa jenis Epilepsi Umum adalah Epilepsi
dan kekurangan gula darah atau elektrolit. Petit Mal yaitu epilepsi yang menyebabkan
Kejang pada epilepsi sebagian besar hanya gangguan kesadaran secara tiba-tiba, di mana
berlangsung beberapa detik sampai kurang seseorang menjadi seperti bengong tidak sadar
dari 5 menit dan sebagian besar berhenti tanpa reaksi apa-apa, dan setelah beberapa
sendiri. Sebelum dan sesudah serangan kejang saat bisa kembali normal melakukan aktivitas
aktivitas anak-anak normal-normal saja, bisa semula. Lalu Epilepsi Grandmal yaitu epilepsi
dalam keadaan tidur, sedang bermain, belajar yang terjadi secara mendadak, di mana
atau menonton TV. Setelah kejang seseorang penderitanya hilang kesadaran lalu kejang-
mungkin akan tampak bingung atau capek kejang dengan napas berbunyi ngorok dan
selama beberapa waktu, setelah itu aktivitas mengeluarkan buih/busa dari mulut.
kembali normal. Sering kali penyebab epilepsi Sedangkan Epilepsi Myoklonik Juvenil yaitu
tidak dapat ditentukan, 7 dari 10 kasus tidak epilepsi yang mengakibatkan terjadinya
diketahui penyebabnya, sehingga disebut kontraksi singkat pada satu atau beberapa otot
sebagai idiopatik (bahasa latin : tidak diketahui mulai dari yang ringan tidak terlihat sampai
penyebabnya). Jika penyebab epilepsi yang menyentak hebat seperti jatuh tiba-tiba,
diketahui disebut simtomatik. Beberapa melemparkan benda yang dipegang tiba-tiba,
keadaan yang dapat menyebabkan epilepsi di dan lain sebagainya. Kemudian epilepsi yang

139
Jurnal Psikologi Psibernetika
Vol. 9 No. 2 Oktober 2016

tergolong Parsial adalah Epilepsi Parsial seseorang. Khususnya seorang yang menderita
Sederhana yaitu epilepsi yang tidak disertai epilepsi sejak kecil.
hilang kesadaran dengan gejala kejang-kejang, Tindakan proteksi yang berlebihan
rasa kesemutan atau rasa kebal di suatu tempat pada anak dapat mengganggu perkembangan
yang berlangsung dalam hitungan menit atau emosi. Jika anak hanya belajar mengenal rasa
jam. Sedangkan Epilepsi Parsial Kompleks takut dan terus menerus dibatasi segala
yaitu epilepsi yang disertai gangguan aktivitasnya, maka dia akan tumbuh menjadi
kesadaran yang dimulai dengan gejala parsialis anak yang tidak mandiri sampai dewasa.
sederhana namun ditambah dengan halusinasi, Dalam menjalani kehidupannya, seorang
terganggunya daya ingat, seperti bermimpi, penderita epilepsi seringkali mengalami
kosong pikiran, dan lain sebagainya. Epilepsi hambatan-hambatan untuk dapat berkembang
jenis ini bisa menyebabkan penderita ke kematangan psikologis dan dalam meraih
melamun, lari tanpa tujuan, berkata-kata cita-citanya. Hal ini dikarenakan ada penderita
sesuatu yang diulang-ulang, dan lain epilepsi yang sifatnya agresif, mudah
sebagainya (otomatisme). Dalam penelitian tersinggung, sering sedih, keras kepala,
ini menggunakan epilepsi jenis Grand Mal hiperaktif, tidak tenang, sering suka
yang merupakan salah satu jenis Epilepsi berbohong, mencuri, berkelahi, kelainan
Umum. Berikut ini akan dikemukakan seksual, kejam dan suka merusak, tetapi ada
beberapa faktor yang dapat mencetuskan juga penderita epilepsi yang tidak berkelakuan
serangan epilepsi, yaitu Gangguan emosional. demikian (Lumbantobing, 1995). Sebuah
Gangguan emosional dapat memperbanyak bentuk kepribadian seorang yang menderita
atau meningkatkan jumlah serangan epilepsi. epilepsi, dapat menentukan tinggi dan
Keadaan frustasi, tegang, cemas, takut, eksitasi rendahnya kondisi psychological well-being
yang hebat, semua hal ini dapat mencetuskan seseorang penderita epilepsi. Penderita
serangan epilepsi. Keadaan sedemikian sering epilepsi selalu merasa cemas kalau serangan
dijumpai pada penderita epilepsi yang remaja epilepsinya akan kumat ditambah lagi persepsi
atau dewasa muda. Gangguan emosional dapat masyarakat yang negatif terhadap penyakit
meningkatkan frekuensi semua jenis epilepsi. epilepsi. Kondisi psychological well-being
Harsono (2011 : 121) mengatakan baahwa yang rendah menyebabkan fungsi pekerjaan
stres emosional dapat meningkatkan frekuensi dan fungsi sosial seorang penderita epilepsi
serangan. Peningkatan dosis obat bukanlah menjadi terhambat. Hal ini dikarenakan
merupakan pemecahan masalah, karena dapat psychological well-being yang rendah juga
menimbulkan efek samping obat. Penyandang menyebabkan seseorang kurang dapat
epilepsi perlu belajar menghadapi stres. Stres mengelola distres dari lingkungan, terutama
fisik yang berat juga dapat menimbulkan individu dengan epilepsi sehingga
serangan. mencetuskan serangan epilepsi yang berkala.
Tekanan distres dan terlalu lama
2..2. Gambaran Psychological Well-Being berkonsentrasi dapat menyebabkan serangan
pada Penderita Epilepsi kembali epilepsi. Menurut Ryff (dalam
Menurut Kangeaningsih (2013) Dwipayama, 2010) berpendapat bahwa
mengatakan bahwa diagnosis epilepsi psychological well-being adalah suatu kondisi
mengakibatkan timbulnya perasaan rendah seseorang yang memiliki kemampuan
diri, cemas, dan perasaan tidak berdaya. menerima diri sendiri maupun kehidupannya
Bahkan ada yang merasa ingin mati karena di masa lalu (self-acceptance), pengembangan
penyakitnya. Masalah lain adalah timbulnya atau perrtumbuhan diri (personal growth),
depresi sebagai efek samping obat atau depresi keyakinan bahwa hidupnya bermakna dan
yang terjadi sebelum, segera setelah, atau di memiliki tujuan (purpose in life), memiliki
antara serangan kejang. Depresi juga kualitas hubungan positif dengan orang lain
disebabkan rasa takut terus-menerus akan (positive relationship with other), kapasitas
timbulnya kejang. Seorang anak juga bisa untuk mengatur kehidupan dan lingkungan
depresi karena sadar bahwa dirinya berbeda secara efektif (environmental mastery), dan
dengan anak lain dan harus minum obat terus kemampuan untuk menentukan tindakan
menerus. Pengalaman hidup seseorang sangat sendiri (autonomy). Ryff (1986) merumuskan
penting dalam pembentukan kepribadian teori psychological well-being pada konsep
kriteria kesehatan mental yang positif.

140
Jurnal Psikologi Psibernetika
Vol. 9 No. 2 Oktober 2016

Deskripsi orang yang memiliki psychological orang lain serta tumbuh dan
well-being yang baik adalah orang yang mengaktualisasikan diri. Akan tetapi manusia
mampu merealisasikan potensi dirinya secara juga memiliki kecenderungan ke arah
kontinu, maupun menerima diri apa adanya, menghancurkan diri, menghindari pemikiran,
mampu membentuk hubungan yang hangat berlambat-lambat, menyesali kesalahan yang
dengan orang lain, memiliki kemandirian tidak berkesudahan, takhayul, intoleransi,
terhadap tekanan sosial, memiliki arti hidup, perfeksionime, dan mencela diri sendiri.
serta mampu mengontrol lingkungan eksternal. Manusia cenderung terpaku pada pola-pola
tingkah laku lama yang disfungsional. Padahal
2.3. Teknik-teknik terapi REBT (Rational menurut pandangan REBT, manusia memiliki
Emotive Behavior Therapy) sumber yang tidak terhingga bagi aktualisasi
REBT adalah sebuah sistim potensi dirinya dan bisa mengubah ketentuan
psikoterapi yang mengajari individu pribadi dan masyarakat.
bagaimana sistim keyakinan menentukan yang Pendekatan REBT menganggap
dirasakan dan dilakukan pada berbagai bahwa manusia pada hakikatnya adalah korban
peristiwa dalam kehidupan (Neenan, dalam dari pola pikirnya sendiri yang tidak rasional
Palmer, 2011). Sedangkan menurut Corey dan tidak benar, oleh karena itu terapis
(1999) REBT adalah aliran psikoterapi yang berusaha untuk memperbaiki melalui pola
berlandaskan asumsi bahwa manusia berpikirnya dan menghilangkan pola berpikir
dilahirkan dengan potensi, baik untuk berfikir yang tidak rasional. REBT menitikberatkan
rasional dan jujur maupun berfikir irasional pada proses berpikir, menilai, memutuskan,
dan jahat. menganalisis, dan bertindak.
Albert Ellis (dalam Gunarsa, 2003) Ellis (dalam Forggat, 2005)
memiliki pandangan terhadap konsep manusia merekomendasikan suatu pendekatan dari
seperti berikut : teknik REBT, namun dalam penelitian
a. Manusia mengkondisikan diri sendiri diantaranya :
terhadap munculnya perasaan yang a. Teknik Kognitif
mengganggu pribadinya 1). Rational Analysis, analisis peristiwa
b. Kecenderungan biologisnya sama halnya yang spesifik untuk mengajarkan klien
dengan kecenderungan kultural untuk bagaimana cara membuka dan
berfikir salah dan tidak ada gunanya, memperdebatkan keyakinan yang tidak
berakibat mengecewakan diri sendiri. rasional yang biasa digunakan pada sesi
c. Kemanusiaannya yang unik untuk pertama dan setelah klien mendapatkan
menemukan dan menciptakan keyakinan idenya maka membawanya sebagai
yang salah, yang mengganggu, sama pekerjaan rumah. Strategi yang paling
halnya dengan kecenderungan penting dalam REBT adalah pekerjaan
mengecewakan dirinya sendiri karena rumah, kegiatan yang termasuk di
gangguan-gangguannya. dalamnya adalah aktivitas membaca,
d. Kemampuannya luar biasa untuk latihan menolong diri sendiri, menulis dan
mengubah proses-proses kognitif, emosi, pengalaman aktivitas. Sesi-sesi dalam
perilaku, memungkinkan dapat : terapi adalah sesi-sesi latihan, di mana
1. Memilih reaksi yang berbeda dengan klien mencoba menggunakan apa yang
biasanya dilakukan. sudah dipelajari.
2. Menolak mengecewakan diri sendiri 2). Double-standart dipute, bila klien
terhadap hampir semua hal yang merasa rendah diri terhadap perilakunya,
mungkin terjadi. tanyakan apakah mereka akan segera
3. Melatih diri sendiri agar secara menilai orang lain (seperti teman baik atau
setengah otomatis mempertahankan terapis) dalam melakukan hal yang sama
gangguan sedikit mungkin sepanjang atau merekomendasikan orang lain untuk
hidupnya. berpengangan pada keyakinan utamanya.

Menurut Corey (1999) manusia b. Teknik Perilaku


umumnya memiliki kecenderungan untuk 1). Risk Taking, tujuannya adalah untuk
memelihara diri, berbahagia, berfikir dan menantang keyakinan yang menimbulkan
mengatakan, mencintai, bergabung dengan perilaku yang beresiko dan membahayakan,

141
Jurnal Psikologi Psibernetika
Vol. 9 No. 2 Oktober 2016

ketika alasan yang dikatakan dari hasil tunggal. Kasus tunggal dapat berupa beberapa
tidak ada garansinya maka mereka subjek dalam satu kelompok atau subjek yang
memiliki kesempatan yang berharga. diteliti adalah tunggal (N=1). (Latipun, 2008).
Sebagai contoh seseorang yang takut akan Desain eksperimen kasus tunggal, baik
ditolak malah mencoba untuk mengajak sampel kelompok maupun N=1, untuk kasus
berkencan. tertentu dianggap paling cocok untuk meneliti
manusia, terutama apabila perilaku yang
c. Teknik Imajeri diamati tidak mungkin diambil rata-ratanya.
1). Time Projection, teknik ini didesain Dalam beberapa kasus, rata-rata kelompok
untuk menunjukkan bahwa kehidupan tidak dapat mencerminkan keadaan perilaku
seseorang dan dunia secara umum akan individu di dalam kelompok itu. Dengan kata
terus berlanjut setelah rasa takut dan lain, rata-rata kelompok tidak selalu
kejadian yang tidak diinginkan akan datang mencerminkan keadaan individu-individu
dan pergi, meminta klien untuk melihat dalam kelompoknya.
kejadian yang tidak diinginkan itu terjadi Jadi di dalam penelitian ini, peneliti
dan bayangkan kejadian tersebut berjalan melakukan pengukuran yang sama dan
terus dalam seminggu, sebulan, enam berulang-ulang untuk mempelajari seberapa
bulan, setahun, dan seterusnya. banyakkah perubahan yang terjadi pada
Pertimbangkan bagaimana perasaan klien variabel terikat (dependen) dari hari ke hari.
untuk setiap waktu yang dilewati. Klien Peneliti memilih desain ini karena penekanan
akan mampu melihat bahwa hidup akan dalam penelitian ini adalah “clinical setting”
terus berjalan meskipun mereka atau pada efek terapi. Alasan lain yang
membutuhkan penyesuain diri untuk kita. mendasari pemakaian desain ini ialah jumlah
subjek penelitian yang sangat terbatas
Adapun skema paradigma sebagai sehingga tidak dapat dilakukan komparasi
kerangka berpikir : antar kelompok. Suatu desain eksperimen
Tabel 1 : Desain A – B – A kasus tunggal (single-case experimental
Perilaku design) diperlukan dan harus melakukan
Sasaran Teknik
yang pengukuran keadaan awal sebagai fungsi
Perilaku REBT
Diharapkan pretes. Keadaan awal (baseline) merupakan
Rational pengukuran (beberapa) aspek dari perilaku
Cemas Ceria subjek selama beberapa waktu sebelum
analysis
Double perlakuan. Rentang waktu pengukuran untuk
Merasa Merasa menetapkan baseline ini disebut fase keadaan
standard
rendah diri percaya diri awal (baseline phase). Fase keadaan awal ini
dispute
Mudah Rational memiliki fungsi deskriptif dan fungsi prediktif.
Gembira Fungsi deskriptif (descriptive function) adalah
depresi analysis
Perasaan Perasaan fungsi untuk menggambarkan keberadaan
Risk Taking level performansi (keadaan perilaku) subjek
tidak berdaya mampu
Time yang dieksperimen secara alamiah, tanpa
Malu Berani adanya suatu perlakuan. Sedangkan fungsi
Projection
Bersedih hati Bahagia prediktif atau disebut juga dengan fungsi
Rasa Tidak merasa projektif adalah fungsi untuk meramalkan level
bersalah bersalah performansi (perilaku) subjek jika tidak ada
Iri hati Rendah hati intervensi.
Kurang Baseline berfungsi sebagai landasan
Mandiri pembanding untuk menilai keefektifan suatu
mandiri
perlakuan. Dalam penelitian ini peneliti
III. METODE PENELITIAN menggunakan desain A-B-A withdrawal.
Penelitian ini menggunakan metode Withdrawal design adalah meniadakan
penelitian single case experimental design. perlakuan untuk melihat apakah perlakuan
Desain eksperimen kasus tunggal (single-case tersebut efektif. Dalam desain eksperimental
experimental design) merupakan sebuah kasus tunggal, sebuah perilaku diukur
desain penelitian untuk mengevaluasi efek (baseline), sebuah perlakuan diintroduksikan
suatu perlakuan (intervensi) dengan kasus (intervensi), dan kemudian intervensi tersebut

142
Jurnal Psikologi Psibernetika
Vol. 9 No. 2 Oktober 2016

ditarik atau ditiadakan. Oleh karena perilaku Tabel 2 : Pattern Matching


tersebut diukur terus-menerus (pengukuran Ber-
Pa-
berulangulang), maka efek apa pun dari Gambaran PWB pada da-
intervensi tersebut dapat dicatat. Adapun da
penderita epilepsi sar-
Sub-
pengertian baseline (keadaan awal) ialah hasil grandmal kan
pengukuran perilaku yang dilakukan sebelum jek
teori
diberikannya sebuah perlakuan (intervensi), Cemas  
yang memungkinkan dilakukannya Merasa rendah diri  
pembandingan dan pengukuran terhadap efek- Merasa depresi  -
efek intervensi. Perasaan tidak berdaya  
Penelitian ini menggunakan teknik A- Malu  
B-A atau desain reversal, melalui tiga fase Bersedih hati  
yaitu : Fase pertama adalah kondisi dasar Rasa bersalah  
subjek tanpa perlakuan (A), fase kedua adalah Iri hati  
pemberian perlakuan (B), fase ketiga adalah Kurang mandiri  
pengulangan pengkondisian (A ; reversal).
Desain A-B-A sangatlah mudah. Jika Keterangan :
pemberian intervensi (variable independen)  = Kesesuaian dengan temuan kasus
efektif, akan ada perubahan positif dalam - = Ketidaksesuaian temuan kasus
kondisi yang diukur (variable dependen) dengan teori

setelah intervensi diberikan, dan akan ada Berdasarkan tabel pattern matching
kembali ke tingkat dasar saat intervensi maka menunjukkan sasaran perilaku yang ada
dihentikan (Latipun, 2008). pada subjek yaitu adanya rasa cemas, merasa
Peneliti melihat dan menganalisa secara rendah diri, perasaan tidak berdaya, malu,
berkala gejala-gejala yang ada pada subjek bersedih hati, memiliki rasa bersalah, iri hati
yang menggambarkan kondisi psychology dan kurang mandiri.
well-being yang rendah seperti cemas, merasa
bersalah, merasa depresi, perasaan tidak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
berdaya, malu, bersedih hati, perasaan rendah Berdasarkan pattern matching maka
diri, iri hati, dan kurang mandiri akibat menunjukkan sasaran perilaku yang ada pada
menderita epilepsi grandmal. Subjek penelitian subjek yaitu adanya rasa cemas, merasa rendah
adalah seorang perempuan berusia 21 tahun diri, perasaan tidak berdaya, malu, bersedih
yang menderita epilepsi grandmal dan sedang hati, memiliki rasa bersalah, iri hati dan
menjalani pengobatan, berbadan gemuk dan kurang mandiri. Hingga perlahan subjek
tinggi, asal Jakarta, memiliki IQ rata-rata, mampu mengubah kondisi psychological well-
bersedia menjadi subjek penelitian, beingnya, melalui teknik REBT : ceria, merasa
diindikasikan memiliki kondisi psychology percaya diri, gembira, perasaan mampu,
well-being yang rendah seperti cemas, merasa berani, bahagia, tidak merasa bersalah, rendah
bersalah, merasa depresi, perasaan tidak hati, dan mandiri.
berdaya, malu, bersedih hati, perasaan rendah Dari hasil analisa, subjek sudah dapat
diri, iri hati, dan kurang mandiri. menunjukan perkembangan yang baik dan
Berikut ini merupakan Pattern perlahan-lahan sudah mampu melakukan hal-
Matching Komponen Teoritik versus Temuan hal yang pada awalnya tidak dilakukan dan
Studi Kasus : setelah mendapat intervensi berupa konseling
dan terapi K dapat meningkatkan
psychological well-beingnya, melalui terapi
REBT. K sudah dapat memahami keadaan-
keadaan emosional yang membuat ia tidak
dapat mengelola distress dan serangan
epilepsinya kambuh, sehingga ia selalu
berusaha untuk dapat memonitor dirinya.
Pelaksanaan penerapan teknik REBT
dapat dikatakan efektif untuk mengubah emosi

143
Jurnal Psikologi Psibernetika
Vol. 9 No. 2 Oktober 2016

negatif dan pandangan negatif dalam upaya


meningkatkan psychological well-being yang Berdasarkan data dari tabel
dialami klien yang menderita epilepsi jenis perkembangan hasil terapi REBT di atas
grandmal dengan IQ rata-rata. Pemilihan menunjukan adanya perubahan perilaku pada
pendekatan REBT didasari oleh pertimbangan subjek setelah diberikan terapi, yaitu sebagai
bahwa REBT akan dapat lebih banyak berikut : Perasaan tidak berdaya hilang pada
menggali pikiran-pikiran irasional yang pertemuan ke-2, seteleah diterapi K menjadi
mencetuskan gangguan mood dan emosi yang lebih bersyukur (gembira) walaupun ia sakit
negatif pada penderita epilepsi grandmal epilepsi namun ia masih memiliki kelebihan-
termasuk masa depan klien. Sebagaimana kelebihan lain yang belum tentu dimiliki orang
dijelaskan oleh Ellis (dalam Corey, 1999) yang lain. Perasaan rendah diri hilang pada
mengatakan bahwa pada hakikatnya manusia pertemuan ke-9, setelah dilakukan terapi K
adalah korban dari pola pikirnya sendiri yang menjadi lebih percaya diri karena ia sudah
tidak rasional dan tidak benar sedangkan pada dapat menilai sisi-sisi yang positif dalam
umumnya manusia memiliki kecenderungan dirinya dan lebih bersyukur. Perasaan Cemas
untuk memelihara diri, berbahagia, berfikir hilang pada pertemuan ke-6, setelah diterapi ia
dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan dapat memperhitungkan tujuan hidupnya
orang lain serta tumbuh dan dengan memilih pekerjaan yang sesuai dengan
mengaktualisasikan diri. Hal ini sesuai dengan kapasitasnya. Kemudian perasaan malu hilang
teori yang diungkapkan oleh Lumbantobing pada pertemuan ke-8, setelah diterapi ia lebih
(1995) bahwa seorang penderita epilepsi dapat berani untuk dapat berterus terang kepada
saja memiliki kepribadian yang normal. Hal orang lain. Perasaan sedih hilang pada
ini mendukung bahwa terapi REBT dapat pertemuan ke-5, seteleh diterapi K tetap
diterapkan pada penderita epilepsi namun merasa bahagia meskipun tidak mendapat
dengan syarat IQ berada pada taraf rata-rata. banyak dukungan. Perasaan bersalah hilang
Berikut adalah hasil perkembangan pada pertemuan ke-7, setelah diterapi ia
Hasil Intervensi. Analisis ini dibuat untuk menjadi lebih bersyukur dan tidak lagi terus-
melihat perkembangan hasil intervensi pada menerus merasa bersalah. Perasaan iri hati
sasaran perilaku yang diharapkan, berikut hilang pada pertemuan ke-9, setelah diterapi K
gambaran perkembangan hasil intervensi pada dapat menjadi lebih rendah hati terhadap orang
subjek. lain. Terakhir adalah kurang mandiri hilang
Tabel 3 : Perkembangan Hasil Intervensi pada pertemuan ke-10, setelah diterapi K
Proses Intervensi Sasaran menjadi lebih mandiri tidak bergantung pada
Perilaku orang lain. Hasil akhir dari penerapan REBT,
Sasaran
1 yang K menjadi lebih ceria, merasa percaya diri,
Perilaku 1 2 3 4 5 6 7 8 9
0 diharapk gembira, perasaan mampu, berani, bahagia,
an tidak merasa bersalah, rendah hati, dan
Cemas v Ceria mandiri.
Rendah Percaya
v
diri diri V. SIMPULAN DAN SARAN
Merasa Gembira Penerapan teknik pendekatan Rational
tidak v Emotive Behavior Therapy dapat
berdaya meningkatkan psychological well-being
Malu v Berani subjek. Subjek menunjukkan perubahan
Bersedih Bahagia perilaku dan pola pikir seperti : lebih ceria,
v merasa percaya diri, berkompetisi, memiliki
hati
Rasa Tidak perasaan mampu, berani, bahagia, tidak
bersalah v merasa merasa bersalah, rendah hati, dan mandiri.
bersalah Hasil ini diperkuat dengan hasil skala
psychological well-being hasil pre-test yang
Iri hati Rendah rendah sebelum dilakukan intervensi dan
v
hati setelah dilakukan intervensi maka perilaku
yang diharapkan dapat tercapai, hal ini
Kurang Mandiri didukung oleh hasil post-test sudah
v
Mandiri menunjukan tingkat perilaku yang baik /

144
Jurnal Psikologi Psibernetika
Vol. 9 No. 2 Oktober 2016

tercapai. Berdasarkan hasil kesimpulan Penanganannya. Penerbit Ilmu


penelitian dan dari data yang telah diperoleh, Cakrawala : Jakarta
peneliti menyarankan agar bagi peneliti yang
tertarik untuk meneliti kembali untuk Kangeaningsih, Sridjati. (2013). Yayasan
meningkatkan psychological well-being pada Epilepsi Indonesia : Out of Shadow. IPB
penderita epilepsi, maka perlu diketahui jenis Press : Jakarta
epilepsi untuk mengetahui perbedaan
intervensi yang akan diterapkan. Kemudian Latipun. (2008). Psikologi Eksperimen.
REBT hanya dapat diterapkan pada penderita Malang : UMM Press – Universitas
epilepsi yang memiliki IQ minimal rata-rata. Muhamadiyah Malang.
Sedangkan saran bagi subjek penelitian
adalah agar terus mengembangkan bakat dan Lumbantobing. (1994). Epilepsi (Ayan).
minatnya secara lebih maksimal dan tidak Cetakan Keempat. Jakarta : Balai
berfokus pada kekurangan diri. Selain itu, Penerbit Fakultas Kedokteran
subjek dapat mencari teman agar dapat Universitas Indonesia.
mengungkapkan masalahnya supaya tidak
mengalami distres. Marnat, Gary Groth. (2010). (Terjemahan oleh
Drs. Helly Prajitno Soetjipto, M.A).
Handbook Of Psychological
DAFTAR PUSTAKA Assessment. Edisi Kelima. Yogyakarta :
Pustaka Belajar
Alwisol. (2004). Psikologi Kepribadian, Edisi
Revisi. Malang : UMM Press. Palmer, Stephen. (2010). (Diterjemahkan oleh
Introduction To Counseling and
American Psychiatric Association. (2000). Psychotherapy : The Essential Guide).
Diagnostic and Statistical Manual of Konseling dan Psikoterapi. Pustaka
Mental Disorder, fourth edition, text Belajar : Jakarta
revision. Washington DC : Task Force.
Ryff & Burton. (2006). Know thyself and
Carol D. Ryff. (1989). Happiness is become what you are: a eudaimonic
Everything of is it?: Exploration approach to psychological well-being.
meaning of psychological well-being. Journal of happiness stuedies. Vol. 9.
Journal of personality and social Iss: 13. page 39.
psychology. Volume 57, no. 6, 1065-
1081 Primardi, Aska. (2010).
http://www.inaepsy.org/2010/09/odepen
Davison, Gerald C, dkk. (2010). (Terjemahan didikan.html?m=1
oleh Noermalasari Fajar). Psikologi
Abnormal. Edisi-9. Jakarta : Rajawali Shultz & Shultz, Duane. (2010). Psychology
Press. and work today. New York : Prentice
Hall
Diktat Kuliah. (1987). TES GRAFIS : Suatu
Model Analisa Kepribadian. Bandung :
Universitas Padjajaran.

Ikatan Psikologi Klinis. (2008). SPPK :


Standar Pelayanan Psikologi Klinis.
Jakarta : Himpunan Psikologi Indonesia.

Harsono. (2011). Buku Ajar Neurologi Klinis.


Gajah Mada University Press :
Yogyakarta

Hantoro, Rudi. (2013). Buku Pintar


Keperawatan Epilepsi : Mengenal dan

145

You might also like