Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
Epilepsy is the physical illness in many years that have biological, psychological, sociological and
spiritual aspect that have impact in individual quality life. Future of patient with epilepsy illness is being
determined from psychological condition, in particular in psychological well-being conditions. Patient
with epilepsy grandmal often have emotional disorder. They can not accept her or himself, high anxiety,
break down feeling, depression, helpless feeling, shame feeling, sadness, dependent, not confident, and
defendant feeling, so that emotion negative was have difficult to grow up in self-actualization. The
psychology well-being is condition who someone have accept her or himself, accept the past memories,
grow up, have a meaning life, positive relation with people, have capacity of managing self, confident to
deciding whatever something best. Enhancement of psychology well-being is being done by rational
emotive behaviour therapy (REBT) which is a technique to straighten irrationally minded that create
emotionally disorder. This research use qualitative (in- depth interview, observation) and psychological
test. Besides that, questionnaire, pre-test, and post-test. Subject in this research is woman, 21 years old
who has epilepsy grandmal illness in the low psychological well-being condition. She has average IQ
and emotional disorder. The intervention is being done in tenth. According result by questionnaire data,
the intervention has be done is positive result. It has enhancement of psychological well-being for subject
who epilepsy grandmal. Those are changes behaviour that expected in subject.
ABSTRAK
Epilepsi merupakan sebuah penyakit fisik yang memiliki aspek secara biologis, psikologis, sosiologis dan
kehidupan spiritual yang berdampak kuat terhadap kesejahteraan kehidupan penderitanya. Masa depan
individu dengan epilepsi ditentukan oleh kondisi psikologis, termasuk dalam psychological well-being.
Pasien dengan epilepsi grandmal biasanya memiliki gangguan emosional seperti tidak menerima diri
sendiri, kecemasan yang tinggi, perasaan rendah diri, depresi, ketidakmampuan menolong diri sendiri,
perasaan malu dan sedih, kebergantungan, tidak percaya diri, dan perasaan bersalah yang besar. Tentu
saja seluruh emosi negatif ini menghalangi pertumbuhan dan aktualisasi dirinya. Psychological well-
being merupakan kondisi seseorang dapat menerima kondisi dirinya atau keadaan masa lalu, menemukan
makna dan tujuan dalam hidupnya, memiliki relasi sosial yang positif, memiliki kapasitas untuk
memenejemen diri, percaya bahwa segala sesuatu dapat dicapai dengan baik. Meningkatkan
psychological well-being dapat dilakukan dengan teknik terapi rational emotive behaviour therapy
(REBT) yang merupakan teknik untuk meluruskan pikiran yang irasional terhadap sebuah kejadian yang
menyebabkan gangguan emosional yang berakibat orang dengan epilepsi menjadi kolaps. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif (wawancara mendalam dan obervasi terstruktur) serta diperlengkapi
dengan psikotes. Selain itu, juga menggunakan kuesioner, pre-test dan post-test. Subjek dalam penelitian
ini adalah wanita berusia 21 tahun yang menderita epilepsi grandmal, yang memiliki kondisi
psychological well-being yang rendah. Subjek memiliki IQ rata-rata cerdas dan memiliki masalah
emosional dan kecemasan. Berdasarkan hasil dari data kuesioner dan hasil data yang dianalisis, intervensi
memiliki hasil yang positif terhadap perilaku yang diharapkan.
Kata kunci : psychological well-being; epilepsi grandmal; rational emotive behavior therapy
136
Jurnal Psikologi Psibernetika
Vol. 9 No. 2 Oktober 2016
137
Jurnal Psikologi Psibernetika
Vol. 9 No. 2 Oktober 2016
Sedangkan frekuensi bangkitan terjadi apabila meningkatkan frekuensi semua jenis epilepsi.
penderita epilepsi mengalami distres. Hal Keadaan ini membuat seorang penderita
inilah yang ingin dibahas oleh penulis di epilepsi terkesan seolah tidak memiliki
dalam melakukan penelitian ini. Bahwa kemampuan untuk mengelola distres dan
terlepas dari epileptic personality, seorang tekanan emosional yang berasal dari
penderita epilepsi akan lebih sering terkena lingkungannya. Akan tetapi kondisi ini
serangan tatkala ia memiliki kondisi tergantung pada jenis epilepsi yang diderita
psychological well-being yang rendah, yang dan kepribadian si penderita epilepsi.
berdampak pula pada kualitas kehidupan yang Peningkatan psychological well-being
rendah. bertujuan agar penderita epilepsi memiliki
Kematangan kondisi psikologis kemampuan untuk mengatasi dan beradaptasi
individu tentunya bergantung pada faktor terhadap kejadian yang berat atau masalah
lingkungan, pola asuh dan tingkat pendidikan yang terjadi dalam kehidupannya, serta
selama masa perkembangan. Seorang individu mampu mengelola stres dan memonitor
dengan epilepsi tentunya sering mendapatkan dirinya sendiri. Kondisi psychological well-
perlakuan yang berbeda dari saudara- being yang dimiliki oleh individu dapat
saudaranya. Mungkin penderita terlalu berubah melalui cara berpikir yang realibel
dilindungi (over-protected) oleh orang tuanya. dan valid sehingga dapat mencapai suatu
Mungkin pula ia seolah disingkirkan (rejected) perubahan perilaku yang mensejahterakan diri
dalam kehidupan keluarga. Banyak juga sendiri dan lingkungannya.
penderita epilepsi yang tidak diterima dalam Penelitian ini berfokus pada
lingkungan pergaulannya. Kondisi-kondisi ini pengembangan psychological well-being
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan penderita epilepsi jenis grandmal yang sedang
psychological well-being seseorang sehingga menjalani pengobatan. Enam dimensi
kurang realistis dalam menghadapi masalah psyhological well-being yang merupakan
hidup dan kenyataan, yang seringkali intisari dari teori-teori positive functioning
menimbulkan terjadinya distres. Manisfestasi psychology yang dirumuskan oleh Ryff (dalam
dari kondisi psychological well-being yang Ryff, 1989 ; Ryff dan Keyes, 1995), yaitu :
rendah pada penderita epilepsi biasanya adalah dimensi penerimaan diri, dimensi hubungan
mudah merasa cemas, rendah diri, mudah yang positif dengan orang lain, dimensi
depresi, perasaan tidak berdaya, malu, sedih, otonomi, dimensi penguasaan lingkungan,
merasa bersalah, iri hati, dan kurang mandiri. dimensi tujuan hidup, dan dimensi
Oleh sebab itu, pentingnya untuk pertumbuhan pribadi. Faktor-faktor dalam
meningkatkan kondisi psychological well- psychological well-being ini dapat
being pada penderita epilepsi, agar para memberikan kekuatan bagi penderita epilepsi
penderita epilepsi dapat memiliki untuk memperkecil serangan epilepsi sehingga
kesejahteraan hidup terutama dalam mengelola mengurangi risiko rusaknya sel-sel di dalam
distres agar dapat bertumbuh secara psikologis otak dan dampak negatif secara psikologis
ke level yang lebih tinggi, sehingga penderita seperti perasaan bersalah atau rasa malu.
epilepsi menjadi semakin cerdas dan mampu Selain itu, dapat juga meningkatkan
dalam menghadapi tantangan ketika ingin kemampuan mengelola stres dan
memenuhi kebutuhannya. Hal ini didukung meningkatkan kesejahteraan psikologis.
oleh pendapat dari Lumbantobing (1994) yang Kondisi psychological well-being
mengatakan bahwa keadaan yang dapat yang dimiliki penderita epilepsi mampu
mencetuskan terjadinya serangan epilepsi, mendorong proses penyesuaian diri yang baik
salah satunya adalah gangguan emosional meskipun mereka berada pada kondisi
(distres). pengobatan. Terutama pada penderita epilepsi
Telah lama diketahui bahwa gangguan dengan kepribadian yang dependen.
emosional dapat memperbanyak atau Psycological well-being perlu ditingkatan pada
meningkatkan jumlah serangan epilepsi. diri penderita epilepsi terutama dengan ciri
Keadaan frustasi, tegang, cemas, takut, semua kepribadian dependen sebab
hal ini dapat mencetuskan serangan epilepsi. ketidakmampuannya dalam menghadapi
Keadaan sedemikian sering dijumpai pada tanggung jawab menyebabkan tekanan
penderita epilepsi yang remaja atau dewasa emosional dan mood yang menyebabkan
muda. Gangguan emosional dapat distres, yang menjadi penyebab utama yang
138
Jurnal Psikologi Psibernetika
Vol. 9 No. 2 Oktober 2016
139
Jurnal Psikologi Psibernetika
Vol. 9 No. 2 Oktober 2016
tergolong Parsial adalah Epilepsi Parsial seseorang. Khususnya seorang yang menderita
Sederhana yaitu epilepsi yang tidak disertai epilepsi sejak kecil.
hilang kesadaran dengan gejala kejang-kejang, Tindakan proteksi yang berlebihan
rasa kesemutan atau rasa kebal di suatu tempat pada anak dapat mengganggu perkembangan
yang berlangsung dalam hitungan menit atau emosi. Jika anak hanya belajar mengenal rasa
jam. Sedangkan Epilepsi Parsial Kompleks takut dan terus menerus dibatasi segala
yaitu epilepsi yang disertai gangguan aktivitasnya, maka dia akan tumbuh menjadi
kesadaran yang dimulai dengan gejala parsialis anak yang tidak mandiri sampai dewasa.
sederhana namun ditambah dengan halusinasi, Dalam menjalani kehidupannya, seorang
terganggunya daya ingat, seperti bermimpi, penderita epilepsi seringkali mengalami
kosong pikiran, dan lain sebagainya. Epilepsi hambatan-hambatan untuk dapat berkembang
jenis ini bisa menyebabkan penderita ke kematangan psikologis dan dalam meraih
melamun, lari tanpa tujuan, berkata-kata cita-citanya. Hal ini dikarenakan ada penderita
sesuatu yang diulang-ulang, dan lain epilepsi yang sifatnya agresif, mudah
sebagainya (otomatisme). Dalam penelitian tersinggung, sering sedih, keras kepala,
ini menggunakan epilepsi jenis Grand Mal hiperaktif, tidak tenang, sering suka
yang merupakan salah satu jenis Epilepsi berbohong, mencuri, berkelahi, kelainan
Umum. Berikut ini akan dikemukakan seksual, kejam dan suka merusak, tetapi ada
beberapa faktor yang dapat mencetuskan juga penderita epilepsi yang tidak berkelakuan
serangan epilepsi, yaitu Gangguan emosional. demikian (Lumbantobing, 1995). Sebuah
Gangguan emosional dapat memperbanyak bentuk kepribadian seorang yang menderita
atau meningkatkan jumlah serangan epilepsi. epilepsi, dapat menentukan tinggi dan
Keadaan frustasi, tegang, cemas, takut, eksitasi rendahnya kondisi psychological well-being
yang hebat, semua hal ini dapat mencetuskan seseorang penderita epilepsi. Penderita
serangan epilepsi. Keadaan sedemikian sering epilepsi selalu merasa cemas kalau serangan
dijumpai pada penderita epilepsi yang remaja epilepsinya akan kumat ditambah lagi persepsi
atau dewasa muda. Gangguan emosional dapat masyarakat yang negatif terhadap penyakit
meningkatkan frekuensi semua jenis epilepsi. epilepsi. Kondisi psychological well-being
Harsono (2011 : 121) mengatakan baahwa yang rendah menyebabkan fungsi pekerjaan
stres emosional dapat meningkatkan frekuensi dan fungsi sosial seorang penderita epilepsi
serangan. Peningkatan dosis obat bukanlah menjadi terhambat. Hal ini dikarenakan
merupakan pemecahan masalah, karena dapat psychological well-being yang rendah juga
menimbulkan efek samping obat. Penyandang menyebabkan seseorang kurang dapat
epilepsi perlu belajar menghadapi stres. Stres mengelola distres dari lingkungan, terutama
fisik yang berat juga dapat menimbulkan individu dengan epilepsi sehingga
serangan. mencetuskan serangan epilepsi yang berkala.
Tekanan distres dan terlalu lama
2..2. Gambaran Psychological Well-Being berkonsentrasi dapat menyebabkan serangan
pada Penderita Epilepsi kembali epilepsi. Menurut Ryff (dalam
Menurut Kangeaningsih (2013) Dwipayama, 2010) berpendapat bahwa
mengatakan bahwa diagnosis epilepsi psychological well-being adalah suatu kondisi
mengakibatkan timbulnya perasaan rendah seseorang yang memiliki kemampuan
diri, cemas, dan perasaan tidak berdaya. menerima diri sendiri maupun kehidupannya
Bahkan ada yang merasa ingin mati karena di masa lalu (self-acceptance), pengembangan
penyakitnya. Masalah lain adalah timbulnya atau perrtumbuhan diri (personal growth),
depresi sebagai efek samping obat atau depresi keyakinan bahwa hidupnya bermakna dan
yang terjadi sebelum, segera setelah, atau di memiliki tujuan (purpose in life), memiliki
antara serangan kejang. Depresi juga kualitas hubungan positif dengan orang lain
disebabkan rasa takut terus-menerus akan (positive relationship with other), kapasitas
timbulnya kejang. Seorang anak juga bisa untuk mengatur kehidupan dan lingkungan
depresi karena sadar bahwa dirinya berbeda secara efektif (environmental mastery), dan
dengan anak lain dan harus minum obat terus kemampuan untuk menentukan tindakan
menerus. Pengalaman hidup seseorang sangat sendiri (autonomy). Ryff (1986) merumuskan
penting dalam pembentukan kepribadian teori psychological well-being pada konsep
kriteria kesehatan mental yang positif.
140
Jurnal Psikologi Psibernetika
Vol. 9 No. 2 Oktober 2016
Deskripsi orang yang memiliki psychological orang lain serta tumbuh dan
well-being yang baik adalah orang yang mengaktualisasikan diri. Akan tetapi manusia
mampu merealisasikan potensi dirinya secara juga memiliki kecenderungan ke arah
kontinu, maupun menerima diri apa adanya, menghancurkan diri, menghindari pemikiran,
mampu membentuk hubungan yang hangat berlambat-lambat, menyesali kesalahan yang
dengan orang lain, memiliki kemandirian tidak berkesudahan, takhayul, intoleransi,
terhadap tekanan sosial, memiliki arti hidup, perfeksionime, dan mencela diri sendiri.
serta mampu mengontrol lingkungan eksternal. Manusia cenderung terpaku pada pola-pola
tingkah laku lama yang disfungsional. Padahal
2.3. Teknik-teknik terapi REBT (Rational menurut pandangan REBT, manusia memiliki
Emotive Behavior Therapy) sumber yang tidak terhingga bagi aktualisasi
REBT adalah sebuah sistim potensi dirinya dan bisa mengubah ketentuan
psikoterapi yang mengajari individu pribadi dan masyarakat.
bagaimana sistim keyakinan menentukan yang Pendekatan REBT menganggap
dirasakan dan dilakukan pada berbagai bahwa manusia pada hakikatnya adalah korban
peristiwa dalam kehidupan (Neenan, dalam dari pola pikirnya sendiri yang tidak rasional
Palmer, 2011). Sedangkan menurut Corey dan tidak benar, oleh karena itu terapis
(1999) REBT adalah aliran psikoterapi yang berusaha untuk memperbaiki melalui pola
berlandaskan asumsi bahwa manusia berpikirnya dan menghilangkan pola berpikir
dilahirkan dengan potensi, baik untuk berfikir yang tidak rasional. REBT menitikberatkan
rasional dan jujur maupun berfikir irasional pada proses berpikir, menilai, memutuskan,
dan jahat. menganalisis, dan bertindak.
Albert Ellis (dalam Gunarsa, 2003) Ellis (dalam Forggat, 2005)
memiliki pandangan terhadap konsep manusia merekomendasikan suatu pendekatan dari
seperti berikut : teknik REBT, namun dalam penelitian
a. Manusia mengkondisikan diri sendiri diantaranya :
terhadap munculnya perasaan yang a. Teknik Kognitif
mengganggu pribadinya 1). Rational Analysis, analisis peristiwa
b. Kecenderungan biologisnya sama halnya yang spesifik untuk mengajarkan klien
dengan kecenderungan kultural untuk bagaimana cara membuka dan
berfikir salah dan tidak ada gunanya, memperdebatkan keyakinan yang tidak
berakibat mengecewakan diri sendiri. rasional yang biasa digunakan pada sesi
c. Kemanusiaannya yang unik untuk pertama dan setelah klien mendapatkan
menemukan dan menciptakan keyakinan idenya maka membawanya sebagai
yang salah, yang mengganggu, sama pekerjaan rumah. Strategi yang paling
halnya dengan kecenderungan penting dalam REBT adalah pekerjaan
mengecewakan dirinya sendiri karena rumah, kegiatan yang termasuk di
gangguan-gangguannya. dalamnya adalah aktivitas membaca,
d. Kemampuannya luar biasa untuk latihan menolong diri sendiri, menulis dan
mengubah proses-proses kognitif, emosi, pengalaman aktivitas. Sesi-sesi dalam
perilaku, memungkinkan dapat : terapi adalah sesi-sesi latihan, di mana
1. Memilih reaksi yang berbeda dengan klien mencoba menggunakan apa yang
biasanya dilakukan. sudah dipelajari.
2. Menolak mengecewakan diri sendiri 2). Double-standart dipute, bila klien
terhadap hampir semua hal yang merasa rendah diri terhadap perilakunya,
mungkin terjadi. tanyakan apakah mereka akan segera
3. Melatih diri sendiri agar secara menilai orang lain (seperti teman baik atau
setengah otomatis mempertahankan terapis) dalam melakukan hal yang sama
gangguan sedikit mungkin sepanjang atau merekomendasikan orang lain untuk
hidupnya. berpengangan pada keyakinan utamanya.
141
Jurnal Psikologi Psibernetika
Vol. 9 No. 2 Oktober 2016
ketika alasan yang dikatakan dari hasil tunggal. Kasus tunggal dapat berupa beberapa
tidak ada garansinya maka mereka subjek dalam satu kelompok atau subjek yang
memiliki kesempatan yang berharga. diteliti adalah tunggal (N=1). (Latipun, 2008).
Sebagai contoh seseorang yang takut akan Desain eksperimen kasus tunggal, baik
ditolak malah mencoba untuk mengajak sampel kelompok maupun N=1, untuk kasus
berkencan. tertentu dianggap paling cocok untuk meneliti
manusia, terutama apabila perilaku yang
c. Teknik Imajeri diamati tidak mungkin diambil rata-ratanya.
1). Time Projection, teknik ini didesain Dalam beberapa kasus, rata-rata kelompok
untuk menunjukkan bahwa kehidupan tidak dapat mencerminkan keadaan perilaku
seseorang dan dunia secara umum akan individu di dalam kelompok itu. Dengan kata
terus berlanjut setelah rasa takut dan lain, rata-rata kelompok tidak selalu
kejadian yang tidak diinginkan akan datang mencerminkan keadaan individu-individu
dan pergi, meminta klien untuk melihat dalam kelompoknya.
kejadian yang tidak diinginkan itu terjadi Jadi di dalam penelitian ini, peneliti
dan bayangkan kejadian tersebut berjalan melakukan pengukuran yang sama dan
terus dalam seminggu, sebulan, enam berulang-ulang untuk mempelajari seberapa
bulan, setahun, dan seterusnya. banyakkah perubahan yang terjadi pada
Pertimbangkan bagaimana perasaan klien variabel terikat (dependen) dari hari ke hari.
untuk setiap waktu yang dilewati. Klien Peneliti memilih desain ini karena penekanan
akan mampu melihat bahwa hidup akan dalam penelitian ini adalah “clinical setting”
terus berjalan meskipun mereka atau pada efek terapi. Alasan lain yang
membutuhkan penyesuain diri untuk kita. mendasari pemakaian desain ini ialah jumlah
subjek penelitian yang sangat terbatas
Adapun skema paradigma sebagai sehingga tidak dapat dilakukan komparasi
kerangka berpikir : antar kelompok. Suatu desain eksperimen
Tabel 1 : Desain A – B – A kasus tunggal (single-case experimental
Perilaku design) diperlukan dan harus melakukan
Sasaran Teknik
yang pengukuran keadaan awal sebagai fungsi
Perilaku REBT
Diharapkan pretes. Keadaan awal (baseline) merupakan
Rational pengukuran (beberapa) aspek dari perilaku
Cemas Ceria subjek selama beberapa waktu sebelum
analysis
Double perlakuan. Rentang waktu pengukuran untuk
Merasa Merasa menetapkan baseline ini disebut fase keadaan
standard
rendah diri percaya diri awal (baseline phase). Fase keadaan awal ini
dispute
Mudah Rational memiliki fungsi deskriptif dan fungsi prediktif.
Gembira Fungsi deskriptif (descriptive function) adalah
depresi analysis
Perasaan Perasaan fungsi untuk menggambarkan keberadaan
Risk Taking level performansi (keadaan perilaku) subjek
tidak berdaya mampu
Time yang dieksperimen secara alamiah, tanpa
Malu Berani adanya suatu perlakuan. Sedangkan fungsi
Projection
Bersedih hati Bahagia prediktif atau disebut juga dengan fungsi
Rasa Tidak merasa projektif adalah fungsi untuk meramalkan level
bersalah bersalah performansi (perilaku) subjek jika tidak ada
Iri hati Rendah hati intervensi.
Kurang Baseline berfungsi sebagai landasan
Mandiri pembanding untuk menilai keefektifan suatu
mandiri
perlakuan. Dalam penelitian ini peneliti
III. METODE PENELITIAN menggunakan desain A-B-A withdrawal.
Penelitian ini menggunakan metode Withdrawal design adalah meniadakan
penelitian single case experimental design. perlakuan untuk melihat apakah perlakuan
Desain eksperimen kasus tunggal (single-case tersebut efektif. Dalam desain eksperimental
experimental design) merupakan sebuah kasus tunggal, sebuah perilaku diukur
desain penelitian untuk mengevaluasi efek (baseline), sebuah perlakuan diintroduksikan
suatu perlakuan (intervensi) dengan kasus (intervensi), dan kemudian intervensi tersebut
142
Jurnal Psikologi Psibernetika
Vol. 9 No. 2 Oktober 2016
setelah intervensi diberikan, dan akan ada Berdasarkan tabel pattern matching
kembali ke tingkat dasar saat intervensi maka menunjukkan sasaran perilaku yang ada
dihentikan (Latipun, 2008). pada subjek yaitu adanya rasa cemas, merasa
Peneliti melihat dan menganalisa secara rendah diri, perasaan tidak berdaya, malu,
berkala gejala-gejala yang ada pada subjek bersedih hati, memiliki rasa bersalah, iri hati
yang menggambarkan kondisi psychology dan kurang mandiri.
well-being yang rendah seperti cemas, merasa
bersalah, merasa depresi, perasaan tidak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
berdaya, malu, bersedih hati, perasaan rendah Berdasarkan pattern matching maka
diri, iri hati, dan kurang mandiri akibat menunjukkan sasaran perilaku yang ada pada
menderita epilepsi grandmal. Subjek penelitian subjek yaitu adanya rasa cemas, merasa rendah
adalah seorang perempuan berusia 21 tahun diri, perasaan tidak berdaya, malu, bersedih
yang menderita epilepsi grandmal dan sedang hati, memiliki rasa bersalah, iri hati dan
menjalani pengobatan, berbadan gemuk dan kurang mandiri. Hingga perlahan subjek
tinggi, asal Jakarta, memiliki IQ rata-rata, mampu mengubah kondisi psychological well-
bersedia menjadi subjek penelitian, beingnya, melalui teknik REBT : ceria, merasa
diindikasikan memiliki kondisi psychology percaya diri, gembira, perasaan mampu,
well-being yang rendah seperti cemas, merasa berani, bahagia, tidak merasa bersalah, rendah
bersalah, merasa depresi, perasaan tidak hati, dan mandiri.
berdaya, malu, bersedih hati, perasaan rendah Dari hasil analisa, subjek sudah dapat
diri, iri hati, dan kurang mandiri. menunjukan perkembangan yang baik dan
Berikut ini merupakan Pattern perlahan-lahan sudah mampu melakukan hal-
Matching Komponen Teoritik versus Temuan hal yang pada awalnya tidak dilakukan dan
Studi Kasus : setelah mendapat intervensi berupa konseling
dan terapi K dapat meningkatkan
psychological well-beingnya, melalui terapi
REBT. K sudah dapat memahami keadaan-
keadaan emosional yang membuat ia tidak
dapat mengelola distress dan serangan
epilepsinya kambuh, sehingga ia selalu
berusaha untuk dapat memonitor dirinya.
Pelaksanaan penerapan teknik REBT
dapat dikatakan efektif untuk mengubah emosi
143
Jurnal Psikologi Psibernetika
Vol. 9 No. 2 Oktober 2016
144
Jurnal Psikologi Psibernetika
Vol. 9 No. 2 Oktober 2016
145