You are on page 1of 12

1

LITERATUR REVIEW: BENTUK- BENTUK CYBERBULLYING PADA


SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS
Aninta Alijona
Fakultas Psikologi Universitas Surabaya, ingelyaanintaa@gmail.com

Abstract
Technology and Information are developing so fast, this has positive and negative impacts. One
negative impact that is becoming a phenomenon at the moment is Cyberbullying. Cyberbullying is intimidation
that is done by someone to someone else that is done through chatrooms, social media, email and websites in
forms such as slander, insults, threats or leaking disgrace about someone. Cyberbullying itself is now considered
a serious problem in the cyber media world. Today's virtual world is considered to be more cruel than the real
world even the impact caused by cyberbullying is more severe than bullying that occurs in the neighborhood of
residence or school. That is because social media can be accessed easily by all internet users in the world without
knowing space and time, people can comment for 24 hours because the internet network seems to never "rest",
messages in the form of photos, videos or writing cannot be with easily erased, and even possibly other social
media users have saved messages. However, due to lack of information and knowledge about cyberbullying itself,
the public, especially high school students, are not aware that they are the perpetrators or even victims of
cyberbullying.
This literature review was created to increase awareness of the continuing cyberbullying tendency
among teenagers, especially high school students. A complete literature search is currently carried out using
various databases including Google Scholar and Science Direct to gather relevant studies included in this review.
Articles are used to describe forms of cyberbullying in students, especially senior high school students. Future
research should investigate the use factors for further research, especially with diverse cultural backgrounds in
Indonesia.

Keywords: cyberbullying, forms of cyberbullying in high school students

Abstrak

Perkembangan Teknologi dan Informasi berkembang begitu cepat, hal ini memberikan dampak positif dan
negative. Salah satu dampak negative yang menjadi fenomena saat ini yaitu Cyberbullying. Cyberbullying
merupakan intimidasi yang dilakukan seseorang pada orang lain yang dilakukan melalui chatroom, media sosial,
email dan website dalam bentuk seperti fitnah, penghinaan, pengancaman atau dibocorkannya aib mengenai
sesorang. Cyberbullying sendiri kini dianggap sebagai masalah serius di dunia cyber media. Dunia maya saat ini
dianggap lebih kejam daripada dunia nyata bahkan dampak yang ditimbulkan melalui cyberbullying lebih berat
daripada bullying yang terjadi di lingkungan tempat tinggal atau sekolah. Hal tersebut disebabkan karena sosial
media dapat diakses dengan mudah oleh seluruh pengguna internet di dunia tanpa mengenal ruang dan waktu,
orang-orang dapat berkomentar selama 24 jam karena jaringan internet seolah tidak pernah „beristirahat‟, pesan
berbentuk foto, video ataupun tulisan tidak dapat dengan mudah terhapus, bahkan berkemungkinan para pemakai
media sosial lain juga telah menyimpan pesan. Namun karena kurangnya informasi dan pengetahuan tentang
cyberbullying itu sendiri, masyarakat khususnya siswa SMA tidak sadar bahwa dirinya merupakan pelaku bahkan
korban dari cyberbullying.
Tinjauan pustaka ini dibuat untuk meningkatkan kesadaran akan kecendrungan cyberbullying yang terus
berlanjut di kalangan remaja khususnya siswa sekolah menengah atas. Pencarian lengkap literatur saat ini
dilakukan dengan menggunakan berbagai database termasuk Google Scholar dan Science Direct untuk
mengumpulkan studi yang relevan dimasukkan dalam ulasan ini. Artikel digunakan untuk menggambarkan
bentuk- bentuk cyberbullying pada siswa khususnya siswa menengah atas. Penelitian masa depan harus
menyelidiki faktor-faktor guna untuk penelitian selanjutnya khususnya dengan latar belakang budaya di indonesia
yang beragam.
Kata Kunci : cyberbullying, bentuk- bentuk cyberbullying pada siswa menengah atas ( SMA )

1
2

PENDAHULUAN

Teknologi Informasi adalah suatu teknologi yang digunakan untuk mengolah


data, termasuk memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data
dalam berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang berkualitas, yaitu informasi
yang relevan, akurat dan tepat waktu, yang digunakan untuk keperluan pribadi, bisnis,
dan pemerintahan dan merupakan informasi yang strategis untuk pengambilan
keputusan. Teknologi ini menggunakan seperangkat komputer untuk mengolah data,
sistem jaringan untuk menghubungkan satu komputer dengan komputer yang lainnya
sesuai dengan kebutuhan, dan teknologi telekomunikasi digunakan agar data dapat
disebar dan diakses secara global. Peran yang dapat diberikan oleh aplikasi teknologi
informasi ini adalah mendapatkan informasi untuk kehidupan pribadi seperti informasi
tentang kesehatan, hobi, rekreasi, dan rohani. Perkembangan Teknologi Informasi
memacu suatu cara baru dalam kehidupan, dari kehidupan dimulai sampai dengan
berakhir, kehidupan seperti ini dikenal dengan e-life, artinya kehidupan ini sudah
dipengaruhi oleh berbagai kebutuhan secara elektronik. Dan sekarang ini sedang
semarak dengan berbagai huruf yang dimulai dengan awalan e seperti e-commerce, e-
government, eeducation, e-library, e-journal, e-medicine, elaboratory, e-biodiversiiy,
dan yang lainnya lagi yang berbasis elektronika.

Media komunikasi sudah makin berkembang, khususnya di bidang cybermedia.


Sudah banyak situs, aplikasi dan media sosial yang telah diciptakan dengan harapan
sosialisasi umat manusia yang semakin membaik karena adanya kepraktisan dalam
melakukan komunikasi tanpa adanya batas ruang dan waktu. Pola kehidupan sehari-hari
telah berubah sejak adanya teknologi internet, karena dengan adanya teknologi internet,
bumi akan seakan menjadi desa kecil yang tidak pernah tidur, semua jenis kegiatan dapat
difasilitasi oleh teknologi internet (Oetomo, 2007: 11). Teknologi berkebang begitu
cepat sehingga saat ini kita berada dalam era rovolusi 4.0 atau yang biasa disebut sebagai
era destruption. Merujuk beberapa literatur Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Revolusi industri terdiri dari dua (2) kata yaitu revolusi dan industri. Revolusi berarti
perubahan yang bersifat sangat cepat, sedangkan pengertian industri adalah usaha
pelaksanaan proses produksi. Apabila ditarik benang merah maka pengertian revolusi
industri adalah suatu perubahan yang berlangsung cepat dalam pelaksanaan proses
produksi dimana yang semula pekerjaan proses produksi itu dikerjakan oleh manusia
3

digantikan oleh mesin, sedangkan barang yang diproduksi mempunyai nilai tambah
(value added) yang komersial ( Suwardana, 2017). Fase pertama (1.0) bertempuh pada
penemuan mesin yang menitikberatkan (stressing) pada mekanisasi produksi. Fase
kedua (2.0) sudah beranjak pada etape produksi massal yang terintegrasi dengan quality
control dan standarisasi. Fase ketiga (3.0) memasuki tahapan keseragaman secara
massal yang bertumpu pada integrasi komputerisasi. Fase keempat (4.0) telah
menghadirkan digitalisasi dan otomatisasi perpaduan internet dengan manufaktur
(BKSTI 2017). Dengan berkembang pesatnya teknologi, hal ini berdampak juga pada
pengguna teknologi khususnya internet yaitu remaja, yang secara aktif menggunakan
internet dan media social untuk ajang mengaktualisasikan dirinya. Hal ini memiliki
dampat positif dan negative, namun fenomena yang terjadi saat ini justru lebih menyorot
pada dampak negatifnya yaitu Cyberbullying khususnya pada siswa SMA.
Cyberbullying merupakan intimidasi yang dilakukan seseorang pada orang lain
yang dilakukan melalui chatroom, media sosial, email dan website dalam bentuk seperti
fitnah, penghinaan, pengancaman atau dibocorkannya aib mengenai sesorang.
Cyberbullying sendiri kini dianggap sebagai masalah serius di dunia cyber media
(Shariff, 2008:131). Dunia maya saat ini dianggap lebih kejam daripada dunia nyata
bahkan dampak yang ditimbulkan melalui cyberbullying lebih berat daripada bullying
yang terjadi di lingkungan tempat tinggal atau sekolah. Hal tersebut disebabkan karena
sosial media dapat diakses dengan mudah oleh seluruh pengguna internet di dunia tanpa
mengenal ruang dan waktu, orang-orang dapat berkomentar selama 24 jam karena
jaringan internet seolah tidak pernah „beristirahat‟, pesan berbentuk foto, video ataupun
tulisan tidak dapat dengan mudah terhapus, bahkan berkemungkinan para pemakai media
sosial lain juga telah menyimpan pesan tersebut (Hinduja, 2010: 5). Saat ini pengguna
smartphone pada remaja terus meningkat. Salah satu fitur yang paling banyak digunakan
dari gadget ini adalah fasilitas jejaring sosial, dan hal ini memungkinkan semakin
meningkatnya remaja melakukan cyberbullying.

Cyberbullying merupakan fenomena gunung es, karena belum adanya data yang
pasti mengenai prevalensi pelaku cyberbullying. Mengingat perilaku cyberbullying
semakin marak dan belum adanya instansi terkait (misal Dinas Pendidikan Nasional)
yang mempunyai strategi atau program pencegahan maka diperlukan gambaran yang
komprehensif mengenai cyberbullying pada remaja untuk mengembangkan program
pencegahan. Pentingnya program pencegahan cyberbullying diperkuat dengan
4

pernyataan Kepala Perlindungan Anak (Chief of Child Protection) UNICEF Indonesia,


Lauren Rumble bahwa cyberbullying dapat dicegah. Di tingkat global, komitmen
tertinggi telah dilakukan untuk melindungi remaja dari kekerasan. Namun langkah
konkrit dibutuhkan untuk memastikan bahwa kekerasan tidak dapat ditolerir ditengah
lingkungan masyarakat. Semua kalangan harus bekerja sama dan percaya bahwa remaja
dapat mewujudkan perdamaian, termasuk mengoptimalkan peran BK di sekolah.
Fenomena yang terjadi di SMA pun sudah terjadi bentuk pembulian lewat media
elektronik namun kurangnya pemahaman anak bahwa apa yang dilakukan termasuk
dalam bentuk pembulian ( Cyberbulying), sehingga pentingnya peran dari orangtua,
guru maupun orang terdekat lainnya untuk mengontrol ataupun memberi informasi
terkait perilaku yang dilakukan. . Lee dan Shin (2017) melaporkan pada siswa kelas 10
memiliki tingkat sebagai pelaku cyber tertinggi (7,4%) dan pada kelas 11 memiliki
tingkat sebagai korban tertinggi (18,2%), selain itu Barlett (2015) melaporkan tidak ada
perbedaan jenis kelamin dalam perilaku cyberbullying (seperti., sikap, frekuensi dan anonim)
pada remaja laki-laki dan perempuan. Namun berbeda yang dilaporkan oleh Hemphill, Tollit,
Kotevski dan Heerde, (2014); Kowalski et al, (2014); Guo, (2016); dan Chen, Ho dan Lwin
(2016) mereka melaporkan, bahwa anak laki-laki cenderung menjadi pelaku, tetapi pada anak
perempuan lebih rentan menjadi korban dan terlibat cyberbullying. Sedangkan Brighi, Galli dan
Genta (2012) melaporkan anak laki-laki lebih mungkin menjadi korban bullying secara
langsung sedangkan pada anak perempuan lebih mungkin menjadi korban bullying secara tidak
langsung atau cyberbullying. Mengingat sekolah pada dasarnya lebih heterogen sehingga
semakin memungkinkan untuk terjadi tindakan seperti cyberbullying.

Penelitian Munawaroh (2016:120) yang mengemukakan pentingnya peran guru


BK dalam menanggulangi bullying (cyberbullying) pada siswa di sekolah, baik secara
umum maupun secara khusus. Penanggulangan umum mencakup identifikasi masalah,
pemanggilan siswa, pemanggilan orangtua, konferensi kasus, dan alih tangan kasus;
sementara penanggulangan khusus merupakan tindakan preventif, seperti mengajarkan
cinta kasih antar sesama, membuat kedekatan emosional dengan anak, membangun
rasa percaya diri anak, dan mengembangkan kemampuan bersosialisasi. Peran guru
BK semakin besar karena cyberbullying lebih rentan terjadi di lingkungan pendidikan
formal daripada lingkungan di luar pendidikan formal. Oleh karena itu tujuan dari
penulisan artikel ini untuk melihat- bentuk- bentuk cyberbullying yang dilakukan dan
meningkatkan kesadaran prevalensi cyberbullying dalam lingkungan pendidikan khususnya di
Sekolah Menengah Atas dan lebih lanjut akan dibahas di kajian literature.
5

METODE

Pencarian literatur yang dipublikasikan dilakukan melalui berbagai database


termasuk Google Scholar dan Science Direct. Sekitar 17 dokumen yang ditinjau, serta
13 dokumen yang akhirnya digunakan ke dalam tinjauan pustaka. Artikel-artikel
tentang topik diterbitkan antara tahun 2011 – 2017. Penulis menggunakan kata kunci
berikut untuk pencarian: “form of cyberbullying in high school students”.

HASIL REVIEW DAN PEMBAHASAN

Cyberbullying adalah segala bentuk kekerasan yang dialami anak atau remaja
dan dilakukan teman seusia mereka melalui dunia cyber atau internet. Cyberbullying
adalah kejadian manakala seorang anak atau remaja diejek, dihina, diintimidasi, atau
dipermalukan oleh anak atau remaja lain melalui media internet, teknologi digital atau
telepon seluler. Dalam buku Patchin dan Hinduja (2012) yang berjudul Bullies Move
Beyond theSchoolyard: A Preliminary Look at Cyberbullying, mengatakan bahwa
cyberbullying secara singkat didefinisikan sebagai perbuatan yang berbahaya yang
dilakukan secara berulang-ulang melalui media elektronik. Menurut Satalina (2014:
291), salah satu dampak negatif yang saat ini sedang berkembang di Indonesia adalah
cyberbullying. Hasil survei global yang diadakan oleh Latitude News mengungkapkan
Indonesia memiliki kasus bullying tertinggi kedua di dunia setelah Jepang (Satalina,
2014: 291), dimana kasus ini lebih banyak dilakukan di jejaring sosial. Dengan
demikian, hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa cyberbullying dengan
menggunakan jejaring sosial di Indonesia tergolong tinggi. Cyberbullying merupakan
bentuk baru dari bullying tradisional yang biasa terjadi di kalangan remaja.

Cyberbullying dapat lebih berbahaya dari bullying tradisional karena (1)


Mudah untuk dimulai. Hanya diperlukan beberapa “klik” saja dan anonimitas dari
internet bisa menghilangkan banyak hambatan yang ditemui dalam aksi tradisional,
(2) Sulit untuk dihentikan, kata-kata dan gambar gambar yang dikirimkan secara
online bisa tersebar ke seluruh dunia kapanpun dan kadang-kadang juga sulit dihapus,
dan (3) Sangat jelas terlihat untuk anak anak namun tidak jelas terlihat oleh orang
dewasa karena orang dewasa melakukan kegiatan online tidak sebanyak anak-anak
dan tidak berada di ruang online yang sama. Anak-anak juga ragu untuk memberitahu,
6

trauma, takut, atau khawatir aktivitas online akan dibatasi (Willard dalam
Wahyuningtyas, 2013: 12

Bentuk dan macam-macam tindakan cyberbullying sangat beragam, mulai dari


mengunggah foto atau membuat postingan yang mempermalukan korban, mengolok-
olok korban hingga mengakses akun jejaring sosial orang lain untuk mengancam
korban dan membuat masalah seperti ancaman melalui e-mail dan membuat situs web
untuk menyebar fitnah. Motivasi pelakunya juga sangat beragam, terkadang hanya
karena iseng atau sekedar main-main (bercanda), ingin mencari perhatian, ada juga
karena marah, frustrasi dan ingin balas dendam. Willard dalam jurnal Dina Satalina
menyebutkan macam-macam jenis cyberbullyingsebagai berikut:

Berdasarkan literature yang ditelaah terdapat beberapa bentuk cyberbullying


yang dialami oleh siswa khususnya di SMA yaitu :

Denigration

Pandie (2016) menyatakan bahwa denigration (pencemaran nama baik) yaitu


proses mengumbar keburukan seseorang di internet dengan maksud merusak reputasi
dan nama baik seseorang tersebut. Denigration merujuk kepada fitnah yang
merupakan pembicaraan tentang target yang berbahaya, tidak benar, atau kejam.
Sebuah sub kategori tertentu fitnah adalah posting publik atau mengirim gambar
digital yang telah diubah secara digital untuk menyajikan gambar palsu, seperti
menempatkan gambar seksualeksplisit dari tubuh target yang diperoleh di tempat lain.
Denigraton juga secara khusus menimbulkan masalah yang berkaitan dengan
perlindungan kebebasan berbicara. mengirim atau mem-posting gosip atau rumor
tentang orang untuk merusak reputasinya atau persahabatan. Contoh: beberapa anak
laki-laki membuat akun “Anti Smash” dan memposting lelucon, kartun, gosip, dan
rumor tentang Smash dengan tujuan merusak reputasi Smash.

Impersonation

Chadwick (2014) menyatakan bahwa impersionation, merupakan perilaku


berpura-pura menjadi orang lain dan mengirimkan pesan-pesan atau status yang tidak
baik. Menurut Willard (2006) menjelaskan bahwa impersonation merupakan perilaku
7

berpura-pura menjadi orang lain dan mengirimkan pesan-pesan atau status yang tidak
baik. Prastiwi (2018) dalam penelitiannya menyebutkan lima dari enam subjek pernah
berpura-pura menjadi orang lain dengan mengirimkan pesan baik tulisan maupun
gambar atau status-status yang tidak baik yang dapat merugikan orang lain, dan
berpura- pura menjadi orang lain dan meminta mengirimkan foto yang kurang baik.
Bullying yang dilakukan dalam impersonation dapat terjadi karena pembully
termotivasi dari beberapa aspek yaitu keuntungan financial, seorang pembully akan
berusaha untuk melakukan impersonation untuk mendapatkan data pribadi seseorang
untuk mengambil alih identitas korbannya sehingga dapat melakukan penipuan untuk
mendapatkan keuntungan financial. Selain itu aspek selanjutnya adalah tantangan,
seorang pembully merasa tertantang untuk menunjukkan kepada korbannya bahwa
pembully memiliki kemampuan untuk melakukan apapun tanpa adanya batasan dari
hukum yang berlaku. Aspek lain dari impersonation adalah manipulasi, pembully
merasa mendapatkan kepuasan ketika korbanya merasa tidak berdaya hingga
menerima bahwa korban tidak dapat melakukan apapun terhadap pembully
(Faucher,jackson dan cassidy, 2014).

Outing dan trickery

Bentuk outing dan trickery semua subjek subjek pernah menyebarkan rahasia
korban dengan menyebar luaskan foto orang lain padahal orang tersebut tidak ingin
fotonya di publikasi. Menurut Kowalski, Limber, dan Agaston (2008) menyatakan
bahwa outing dan trickery adalah menyebarkan rahasia pribadi dan penipuan. Outing
dan trickery mengacu pada membagi informasi pribadi yang memalukan kepada orang
lain. Outing dan trickery banyak dilakukan oleh pembully yang justru dapat terjadi
dari kedekatan antara korban dengan pembully. Pelaku outing dan trickery biasanya
justru adalah teman yang cukup dekat dengan korban. Faktor yang membuat
terjadinya outing dan trickery dapat dipicu dari perasaan rendah diri dari seorang
teman, iri terhadap teman dan hubungan pertemanan yang meregang. Korban ketika
mempercayai bahwa seorang pembully adalah teman, cenderung akan menceritakan
rahasia-rahasia dengan kepercayaan bahwa teman tersebut akan menyimpannya.
Dalam outing, serangan dari pembully dengan caramenyebarkan rahasia tersebut
melalui internet dapat terjadi dikarenakan hubungan pertemanan antara korban dan
pembully retak, yang menyebabkan pembully memilih untuk menyebarkan rahasia
8

pribadi korban ke public dengan tujuan untuk melukai korban (Peebles, 2014).
Trickery dilakukan ketika seorang pembully mampu membuat korban percaya bahwa
“teman” yang diajak berbicara melalui media sosial adalah teman dekat yang mampu
untuk menyimpan rahasia yang sensitive. Alasan pembully melakukan trickery
hanyalah disebabkan karena keinginan untuk mempermalukan korban yang membuat
pembully merasa bahwa dirinya lebih penting, lebih besar dan lebih baik dibandingkan
korban (Beran dan Li, 2007).

Cyberstalking

Bentuk cyberstalking, lima dari enam subjek pernah mengikuti orang lain
dengan mengirim teks secara terus menerus sehingga orang tersebut merasa terganggu
(Prastiwi, 2018) lebih lanjut, Prastiwi (2018) menyebutkan Stalking bisa
dikarakteristikkan sebagai kegiatan berulang-ulang termasuk dengan menelepon pada
korban, mengirimi mereka bermacammacam surat, hadiah atau barang tertentu,
mengikuti dan memperhatikan serta mengintai korban, menyalahgunakan barang-
barang korban, berkeliaran di sekitar dan mendekati korban, menghubungi dan
mendekati keluarga, teman dan orang sekitar korban. Cyberstalking biasanya banyak
dilakukan oleh pembully yang mengenal korbannya, sering bertemu korban, dan
mengetahui kehidupan pribadi korban. Pembully melakukan cyberstalking dengan
tujuan mendapatkan kepuasan dengan cara mengintimidasi korban. Pembully merasa
puas ketika korban merasa bahwa pembully dapat melakukan semua hal yang
dikatakannya di media sosial dan menyakiti korban di kehidupan nyata. Pembully yang
melakukan cyberstalking biasanya merupakan orang yang tidak memiliki kepercayaan
diri dalam berbicara dengan korban di dunia nyata sehingga dengan melakukan
cyberstalking, pembully merasa sebagai orang yang lebih mendominasi dalam
hubungan antara korban dan pembully (Short, guppy, hart dan barnes, 2015).

Flaming

Yaitu mengirimkan pesan teks yang isinya merupakan kata-kata yang penuh
amarah dan frontal. Istilah “flame” ini pun merujuk pada katakata di pesan yang berapi-
api. erkelahian online menggunakan pesan elektronik dengan bahasa marah dan vulgar.
9

Contoh: kasus Marrisa Haque dengan Kevin Aprillio yang berselisih dengan
menggunakan twitter.

Harassment

Ketika seseorang mengirimkan pesan yang berisi gangguan pada email, sms,
maupun pesan teks di jejaring sosial dilakukan secara terus menerus, berulang kali
mengirimkan pesan jahat, kejam, dan menghina. Contoh: kasus penyiletan bibir oleh
seorang siswi di Makassar. CB yang menjadi korban cyberbullying terus-terusan
dikatakan seorang gadis yang jelek dan berbibir sumbing oleh KP.
10

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil kajian literatur yang dilakukan, diketahui bahwa dari beberapa
penelitian terdahulu didapatkan Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat
6 bentuk cyberbullying yaitu denigration, impersonation, cyberstalking, exclusion, dan
flaming. Untuk siswa Sekolah Menengah Atas Sendiri, paling banyak terjadi pada yaitu
penipuan (outing dan trickery) semua informan melakukan bentuk cyberbullying
tersebut, kemudian peniruan (impersonation) dan penguntitan di dunia maya
(cyberstalking) pengeluaran (exclusion) yaitu kebencian (flaming) dan pencemaran
nama baik (denigration) dan yang paling sedikit yaitu pelecehan (harrasement) hanya
satu informan yang melakukan. Pada hasil review ini ada temuan di luar tujuan
penelitian yaitu ternyata perempuan lebih banyak menggunakan bentuk-bentuk
cyberbullying dari pada laki-laki. Diketahui bahwa bentuk cyberbullying yang sering
dilakukan pada laki-laki adalah bentuk penipuan (outing dan trickery), sedangkan pada
perempuan adalah bentuk peniruan (impersonation) dan penipuan (outing dan trickery).
Namun sekali lagi harus dilihat juga dari factor- factor yang melatarbelakangi, termasuk
budaya, dan lokasi terjadinya cyberbullying.
11

DAFTAR PUSTAKA

Barlett, C. P., Gentile, D. A., & Chew, C. (2016). Predicting cyberbullying from
anonymity. Pychology of Popular Media Culture, 5(2), 171–180.https://doi.
org/10.1037/ppm0000055
Beran, T. dan Li, Q. (2007). The Relationship between Cyberbullying and School
Bullying. Journal of Student Wellbeing, Vol. 1(2), 15-33. Chadwick, S. (2014).
Impacts of Cyberbullying, Building Social and Emotional Resilence. North Ryde
Australia : Springer.
Faucher, C., Jackson, M. & Cassidy, W. (2014). Cyberbullying among University
Students: Gendered Experiences, Impacts, and Perspectives. Hindawi Publishing
Corporation Education Research International.
Guo, S. (2016). A meta-analysis of the predictors of cyberbullying perpetration and
victimization. Psychology in the Schools, 53(4), 432–453. https://doi. org/10.1002
/pits.21914

Hemphill, S. A., Tollit, M., Kotevski, A., & Heerde, J. A. (2014). Predictors of
Traditional and Cyber-Bullying Victimization: A Longitudinal Study of Australian
Secondary School Students. Journal of Interpersonal Violence, 30(15), 2567–2590.
https://doi.org/10.1177/0886260514553636.

Kowalski, R. M., Giumetti, G. W., Schroeder, A. N., & Lattanner, M. R. (2014).


Bullying in the digital age: A critical review and meta-analysis of cyberbullying
research among youth. Psychological Bulletin,140(4),1073–1137. https:// doi.org/
10.1037/a0035618

Kowalski, R. M. (2008). Cyberbullying : Bullying In The Digital Age. USA : Blachwell


Publishing.

Lee, C., & Shin, N. (2017). Prevalence of cyberbullying and predictors of cyberbullying
perpetration among Korean adolescents. Computers in Human Behavior, 68, 352–
358. https://doi.org/10.1016/j.chb.2016.11.047

Li, Q. (2010). Cyberbullying in High Schools: A Study of Students' Behaviors and


Beliefs about This New Phenomenon. Journal of Aggression, Maltreatment &
Trauma, vol. 19, no. 4.

Pandie, M. M. dan Weismann, I. J. (2016). Pengaruh Cyberbullying di Media Sosial


Terhadap Perilaku Reaktif Sebagai Pelku Maupun Sebagai Korban
Cyberbullying Pada Siswa Kristen SMA Nasional Makassar. Jurnal Jaffary, vol.
14, no, 1.

Peebles, E. (2014). Cyberbullying: Hiding behind the screen. Paediatr Child Health vol,
19, no.10.
12

Shariff, S. (2008). Cyber- Bullying. Issues and Solutions for the School, the Classroom
and the Home. USA: Routldge.

Willard, N. (2006). Cyberbullying and Cyberthreats: Responding To the Challenge of


Daring Social Cruelty, Threats, and Distress. Eugene: Center for Safe and
Responsible Internet Us

You might also like