You are on page 1of 22

Perbedaan Waktu Reaksi, Keseimbangan dan Kekuatan Otot kaki antara

Mahasiswa Low Vision, Total Blind dan Mahasiswa Normal

Oleh :
Setyo Wahyu Wibowo
PLB-FIP UPI

ABSTRAK

Angka kebutaan di Indonesia tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Untuk


dapat melakukan orientasi dan mobilitas yang baik diperlukan faktor kecepatan,
keseimbangan dan kekuatan otot tungkai bawah. Bagi mahasiswa total blind
dan low vision, faktor-faktor tersebut sangat berperan untuk membantu
pelaksanaan kegiatan belajar di kampus, tetapi penelitian tentang faktor
kebugaran tersebut masih sangat terbatas.
Maka dilakukan penelitian untuk mengetahui perbedaan waktu reaksi ,
keseimbangan dan kekuatan otot kaki, antara mahasiswa low vision, total blind,
dan mahasiswa normal. Subjek penelitian 45 orang, terbagi 3 kelompok, usia
antara 20 – 25 th . Setiap subjek dicatat umur, berat dan tinggi badan, IMT,
tekanan darah. Dilakukan tes dengan Reaction Timer, keseimbangan, leg
dynamometer. Analisis data penelitian menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov
dan Levene’s test, Uji One Way Anova, dan uji Duncan.
Kesimpulan, waktu reaksi mahasiswa total blind dan low vision lebih
lambat daripada mahasiswa normal. Keseimbangan mahasiswa total blind
paling rendah. Untuk Kekuatan otot tidak menunjukkan perbedaan.
Kata kunci: total-blind, low-vision, waktu reaksi, keseimbangan, kekuatan
otot.
ABSTRACT

Wibowo, 2007. The Differences of Reaction Time, Balance and Leg Strength
Between Total Blind Students, Low Visions Students and Normal Students

The number of visually impaired people in Indonesia is the highest at


East Asia. To have good orientation and mobility, its depend on at least three
factors : reaction time, balance and muscle strength, especially leg strength.
These fitness factors are very important for the students to have learning
activity at the campus. The research about this condition is still poor.
Therefore a study for finding out the differences of reaction time, balance
and leg strength between totally blind students, low vision students and normal
students had been done. The subject of this study consists of 45 students. All of
them from UPI Bandung, divide into three groups, age between 20-25 years
old. Each subject age recorded, weight, height, BMI, blood pressure measured,
and then his reaction timer, and balance tested with standing on one leg test
measured and leg strength with leg dynamometer. The research data was
analyzed using Kolmogorov-Smirnov test,Levene’s test, Analysis of Variance,
and Duncan test.

147
The conclusions of this study, the total blind and low vision students are
slower in reaction time than those normal student. There were no significance
differences in leg strength. Balance of total blind students was the slowest.
Key words : total-blind,low-vision, reaction time, balance, leg strength.

PENDAHULUAN misalnya menyebutkan “setiap


Latar Belakang penyandang cacat mempunyai hak
Angka kebutaan di Indonesia dan kesempatan yang sama dalam
tertinggi di kawasan Asia Tenggara. segala aspek kehidupan dan
Berdasarkan Survei Kesehatan Indera penghidupan”. Yang dimaksud adalah
Penglihatan dan Pendengaran tahun hak dan kesempatan yang sama atas
1993-1996 menunjukkan angka pendidikan, pekerjaan, perlakuan
kebutaan di Indonesia 1,5 % dari yang sama untuk berperan dalam
jumlah penduduk atau setara dengan pembangunan, aksesibilitas, termasuk
3 juta orang. Jumlah ini jauh lebih layanan kesehatan.
tinggi dibanding Bangladesh (1 %), Pemerintah sendiri mengakui
India (0,7 %) dan Thailand (0,3 %). belum mampu memberikan layanan
Disebutkan, masalah kebutaan di dan pengayoman secara maksimal
Indonesia sudah merupakan masalah terhadap warga yang menderita cacat
sosial. Ini sesuai dengan kriteria termasuk untuk pengadaaan fasilitas
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan aksesibilitas di tempat umum bagi
bila angka kebutaan lebih dari 1 % warga tunanetra. (Kompas,2005)
maka masalah ini menjadi masalah Menurut Ariyani (2002),
sosial, tidak hanya masalah bidang kelainan yang ada pada diri warga
kesehatan semata. Berdasarkan tuna netra seringkali membuat mereka
perkiraan WHO, tahun 2000 ada tidak dengan sendirinya mendapatkan
sebanyak 45 juta orang di dunia yang kedudukan yang setara itu. Hal klasik
mengalami kebutaan. yang menjadi penyebabnya adalah
Sampai saat ini keberadaan masalah mobilitas. Mobilitas yang
penderita tuna netra masih rendah menyebabkan tuna netra tidak
terdiskriminasi, baik secara struktural mudah mengakses informasi,
maupun kultural. Hal ini dapat lapangan kerja, pendidikan, dan
dibuktikan dengan masih banyaknya fasilitas-fasilitas umum. Penelitian
peraturan dalam sistem negara ini menunjukkan kurang dari 10%
yang menghalangi mereka untuk penyandang cacat yang bisa leluasa
memperoleh hak-hak yang sama mengakses pelayanan publik, itupun
dengan masyarakat pada umumnya terbatas bagi mereka yang tinggal di
dalam berbagai aspek kehidupan perkotaan.
mulai dari penyediaan layanan Kemampuan mengakses
pendidikan, lapangan kerja, layanan fasilitas publik yang seluas-luasnya,
kesehatan, sampai pada penyediaan termasuk kesempatan pendidikan
fasilitas publik yang sampai saat ini sangat memerlukan terpenuhinya
masih belum terpenuhi. kemampuan orientasi dan mobilitas
Peraturan-peraturan standar (OM) pada seorang penyandang
tentang kesamaan kesempatan bagi tunanetra.
para penyandang cacat Resolusi PBB Seorang tuna netra dituntut
No.48/96 1993 dan Undang-undang untuk memperkecil ketergantungan
No.4 1997 tentang Penyandang Cacat terhadap bantuan orang lain. Berbagai

148
pelatihan termasuk orientasi dan penyandang tuna netra total (total
mobilitas, diberikan kepada para tuna blindness) dan 18 mahasiswa
netra sedini mungkin, agar penyandang low vision. Secara umum
kemandirian mereka dapat segera kegiatan perkuliahan tidak dibedakan
dibentuk. Kemampuan orientasi dan baik aspek ruangan (lantai 3), maupun
mobilitas yang baik harus ditunjang fasilitas kegiatan belajar lainnya, baik
oleh faktor-faktor penunjang antara antara mahasiswa normal dengan
lain keseimbangan postural, penyandang tuna netra pada
konsentrasi dan berjalan umumnya, maupun antara
(Bishop,1996). Kemampuan tersebut penyandang total blind dengan low
dapat efektif dilakukan jika tubuh vision. Kondisi keterbatasan fasilitas
berada dalam kondisi yang baik. dan layanan umum serta kondisi
Secara fungsional, kondisi jasmani yang khusus terkait fungsi
kebutaan terutama pada tuna netra hormonal menyebabkan para tuna
dengan kebutaan total (total blind), netra khususnya mahasiswa total
retina mata sama sekali tidak dapat blind harus berupaya keras untuk
menerima rangsang cahaya. . Pada dapat meningkatkan kebugaran
penderita total blind tidak didapatkan tubuhnya agar senantiasa siap
ritme sirkadian sekresi melatonin yang menghadapi situasi apapun yang
normal. Ritme sirkadian yang terjadi mungkin dapat mengganggu
tidak sesuai dengan perubahan keselamatan dirinya. Studi tentang
lingkungan (gelap-terang) dan aspek kesehatan pada tunanetra,
berfluktuasi lebih dari 24 jam.(Zisapel, khususnya terhadap total blind
2001;Chein, 2002; Brezinski A, et al, maupun low vision terutama di
2004). Hal tersebut mengakibatkan Indonesia masih sangat jarang.
terjadinya insomnia rekuren dan rasa Fenomena tersebut menjadi dasar
mengantuk pada siang hari. Dengan penulis untuk meneliti bagaimana
pola tidur yang terganggu akan kondisi waktu reaksi, keseimbangan
berakibat pada penurunan kondisi dan kekuatan otot kaki antara
jasmani secara umum. Konsentrasi mahasiswa penyandang total blind
juga dapat mengalami penurunan dan low vision dengan tujuan agar
sehingga akan mengganggu proses dapat membantu meningkatkan
aktifitas sehari-hari. Kondisi demikian kemampuan dirinya menjadi lebih
berdampak pula pada para tuna netra. mandiri.
Pada pengamatan lapangan, Kegunaan Penelitian
mahasiswa tunanetra terlihat Kegunaan Ilmiah
mengalami kesulitan ketika naik turun Secara ilmiah diharapkan
tangga gedung kuliah, juga mudah penelitian ini berguna untuk
terjatuh karena keseimbangan yang mengetahui profil kebugaran jasmani
terganggu. Demikian pula ketika mahasiswa total blind dan low vision,
melaksanakan ujian tulis, mahasiswa khususnya aspek waktu reaksi,
tunanetra memerlukan waktu yang keseimbangan dan kekuatan otot kaki,
lebih lama dan mengalami kesulitan sebagai masukan untuk institusi
untuk berkonsentrasi, sehingga penyelenggara pendidikan dan
hasilnya tidak optimal. pelatihan orientasi dan mobilitas bagi
Berdasarkan observasi awal tunanetra.
yang peneliti lakukan di kampus UPI
Bandung, terdapat 25 mahasiswa

149
adalah daya tahan kardiovaskuler,
Kegunaan Praktis kekuatan otot, daya tahan otot,
Informasi penelitian ini kelentukan dan komposisi tubuh.
diharapkan dapat melengkapi upaya Sedangkan enam komponen
peningkatan kemampuan dan kebugaran jasmani yang berhubungan
kemandirian penderita tunanetra dengan keterampilan adalah
dalam aktifitasnya serta melengkapi koordinasi, keseimbangan, waktu
upaya preventif peningkatan reaksi, kelincahan, daya ledak dan
kemampuan serta pencegahan cedera kecepatan otot. Anderson (2001) dan
para penderita tunanetra pada Bompa (2000) mengelompokkan
umumnya, baik penyandang total blind waktu reaksi sebagai bagian
maupun low vision. komponen kecepatan dalam
kebugaran jasmani. Komponen
TINJAUAN PUSTAKA kebugaran jasmani yakni daya tahan
Tinjauan Pustaka kardiovaskuler, kekuatan otot, daya
Kebugaran Jasmani tahan otot dan kelentukan tersebut
Kebugaran jasmani adalah sangat diperlukan oleh seseorang
kemampuan tubuh untuk guna mencegah terjadinya cedera.
melaksanakan pekerjaan rutin sehari- Selain itu dibutuhkan untuk
hari dalam jangka waktu yang cukup mempertahankan kesehatan,
lama tanpa mengalami kelelahan yang mengatasi stress lingkungan dan
berarti serta masih memiliki tenaga pekerjaan sehari-hari serta mencegah
cadangan untuk melaksanakan penyakit. Komponen kekuatan otot
aktifitas yang bersifat mendadak dan kelentukan berperan penting pada
(Nala,1998;Giam & The, 1993). kejadian jatuh yang mengakibatkan
Kebugaran jasmani cedera. Kedua komponen ini
menggambarkan kemampuan jantung, merupakan komponen kebugaran
paru-paru serta sistem pembuluh jasmani yang paling mudah dikoreksi,
darah dalam mendayagunakan O2 yakni melalui latihan jasmani yang
secara efisien, sehingga sanggup terprogram dengan baik dan terarah,
melakukan pekerjaan secara efisien mencakup takaran latihan yakni tipe
tanpa merasa lelah dan mampu latihan, intensitas latihan, volume
melaksanakan pekerjaan sehari-hari latihan (durasi, jarak dan jumlah
dengan giat dan sigap tanpa merasa repetisi) serta frekuensi latihan.
lelah. Disamping itu, orang tersebut
masih memiliki cadangan energi yang Waktu Reaksi
cukup guna mengisi waktu senggang Waktu reaksi adalah interval
dan keadaan darurat yang tidak waktu yang dimulai dari saat reseptor
terduga (Giam dan The, 1993). sensorik panca indera seseorang
Jeanne Fifer, (2003), membagi menerima rangsangan sampai dengan
sebelas komponen kebugaran jasmani saat memulai respon motorik
dalam dua kelompok besar yakni (Auweele, 1999). Waktu reaksi diukur
kelompok kebugaran jasmani yang menggunakan reaction time
berhubungan dengan kesehatan dan apparatus. Menurut Auweele (1999)
kelompok kebugaran jasmani yang Zimbardo (1998) dan Grandjean
berhubungan dengan keterampilan. (1968) berdasarkan cara
Lima komponen kebugaran jasmani pengukurannya terdapat dua macam
yang berhubungan dengan kesehatan waktu reaksi yaitu :

150
(a) Simple reaction time, apabila sebagai pengganti glukosa, dalam
rangsangan sederhana diikuti oleh keadaan normal otak hanya
respon yang sederhana pula. menggunakan glukosa tetapi tidak
Seseorang telah mengetahui jenis menyimpan zat ini. Dengan demikian,
rangsangan yang akan diterimanya otak bergantung mutlak pada pasokan
serta respon yang akan oksigen dan glukosa yang adekuat
diberikannya. dan kontinyu (Sherwood,2001).
(b) Choice/selective/alternative Korteks somatosensorik di lobus
reaction time, apabila rangsangan paritetalis Korteks Serebri,
yang berbeda menghasilkan bertanggungjawab untuk menerima
respon yang sesuai dengan dan mengolah masukan sensorik
rangsangan tersebut. seperti sentuhan, tekanan, panas dan
Penelitian waktu reaksi dengan dingin dan nyeri dari permukaan
menggunakan chronoscope tahun tubuh. Sensasi tersebut disebut
1930, menemukan bahwa simple sensasi somestetik. Lobus parietalis
reaction time lebih cepat daripada juga berperan untuk merasakan
choice reaction time (Anderson, kesadaran mengenai posisi tubuh
1976). Melalui pelatihan, gerakan atau propriosepsi. Korteks
yang disadari dapat menjadi gerakan somatosensorik merupakan tempat
yang tidak disadari sehingga waktu pengolahan kortikal awal masukan
reaksi akan menjadi lebih pendek. somestetik dan proprioseptif. Korteks
(Nala, 1998;Abernethy,1999). ini mampu menentukan lokasi sumber
Waktu reaksi juga dipengaruhi masukan sensorik dan merasakan
oleh intensitas dan kekuatan tingkat intensitas rangsangan. Korteks
rangsang, jenis rangsangan, ini juga mampu melakukan
temperature, kepekaan reseptor diskriminasi spatial (ruang), sehingga
sensorik pancaindra, keadaan lapar, korteks mampu mengetahui bentuk
peningkatan emosi yang dapat suatu benda yang sedang dipegang
menimbulkan ketegangan otot, dan membedakan berat-ringannya
motivasi berupa kesiapan seseorang benda yang kontak dengan kulit.
dalam melakukan aktifitas, aktifitas
jasmani berat yang telah dilakukan Reseptor dan Refleks
sebelumnya, umur dan jenis kelamin ( Refleks adalah respon apapun
Auweele,1999; Anderson, 1976). yang terjadi secara otomatis tanpa
Apabila faktor-faktor yang usaha sadar. Terdapat dua jenis
mempengaruhi waktu reaksi tersebut refleks yaitu refleks sederhana atau
terganggu, maka proses informasi di refleks dasar, yaitu respons built-in
otak akan terganggu pula. Jika yang tidak perlu dipelajari, misalnya
kecepatan pengolahan informasi oleh respons menutup mata apabila ada
otak terganggu maka akan benda yang mendekatinya, dan
mempengaruhi lamanya waktu reaksi. refleks didapat atau refleks terkondisi,
Kemampuan otak untuk yang terjadi karena belajar dan
memproses informasi yang masuk, berlatih. Jalur-jalur saraf yang
sangat dipengaruhi oleh pasokan berperan dalam pelaksanaan aktifitas
oksigen dan glukosa. Berbeda dengan refleks dikenal sebagai lengkung
kebanyakan jaringan lain, yang dapat refleks, yang biasanya mencakup lima
menggunakan sumber bahan bakar komponen dasar yaitu : Reseptor,
lain untuk menghasilkan energi jalur aferen, pusat integrasi, jalur

151
eferen dan efektor. Reseptor tetap tegak melawan gaya gravitasi
bersepon terhadap stimulus yaitu tanpa bantuan aktifitas otot (Vander,
berupa perubahan fisika dan kimia di Sherman & Luciano, 2001). Otot-otot
lingkungan reseptor yang dapat yang mempertahankan postur tegak
dideteksi. Sebagai respon terhadap dikontrol oleh otak dan mekanisme
rangsang tersebut, reseptor refleks yang dihubungkan dengan
membentuk potensial aksi yang jaringan saraf batang otak dan korda
dipancarkan oleh jalur aferen ke pusat spinalis. Banyak jalur refleks
integrasi untuk diolah. Biasanya, digunakan dalam kontrol postural
sebagai pusat integrasi adalah SSP. (Foss & Keteyian, 1998).
Korda spinalis dan batang otak Masalah tambahan dalam
bertanggung jawab untuk mempertahankan postur tegak adalah
mengintegrasikan refleks-refleks mempertahankan keseimbangan.
dasar, sementara pusat-pusat otak Pusat gravitasi manusia terletak cukup
yang lebih tinggi biasanya mengolah tinggi tepat di atas pelvis, Untuk
refleks-refleks didapat. Pusat integrasi stabilitas, pusat gravitasi harus
mengolah semua informasi yang dipertahankan dalam dasar dukungan
didapat dari reseptor serta masukan yang dilakukan oleh kaki (Guyton,
lain, kemudian memutuskan mengenai 2006). Begitu pusat gravitasi
respon yang sesuai. Instruksi dari bergeser melewati dasar ini, tubuh
pusat integrasi disalurkan melalui jalur akan jatuh kecuali salah satu kaki
eferen ke efektor untuk melaksanakan digeser untuk memperluas dasar
respon yang diinginkan. dukungan. Namun manusia dapat
hidup dalam keadaan tidak stabil
Keseimbangan karena keseimbangan dilindungi oleh
Organ vestibulum, sebuah organ refleks postural yang kompleks.
yang terletak di telinga dalam, Jalur aferen refleks postural berasal
bertanggung jawab mempertahankan dari tiga sumber : mata, organ
keseimbangan umum (Guyton, 2006). vestibular, dan reseptor somatik. Jalur
Reseptor yang terletak dalam organ eferen adalah neuron motorik alfa ke
vestibular sensitif terhadap perubahan otot skelet, dan pusat integrasi adalah
apapun pada posisi kepala atau arah jaringan saraf pada batang otak dan
gerakan. Gerakan kepala merangsang korda spinalis (Vander, Sherman &
reseptor ini, dan impuls saraf dikirim Luciano,2001).
ke susunan saraf pusat menyangkut
perubahan posisi. Secara spesifik, Kekuatan otot
reseptor ini memberikan informasi Secara fisiologis, kekuatan otot
tentang akselerasi linear dan adalah kemampuan otot atau
akselerasi angular (Powers & Howley, sekelompok otot untuk melakukan
2001). Mekanisme ini memungkinkan satu kali kontraksi secara maksimal
kita untuk memiliki perasaan melawan tahanan/beban. Secara
akselerasi atau deselerasi ketika mekanis kekuatan otot didefinisikan
berlari atau ketika bepergian dengan sebagai gaya (force) yang dapat
mobil. dihasilkan oleh otot atau sekelompok
Rangka tulang yang menunjang otot dalam satu kali kontraksi
tubuh adalah sebuah sistem tulang maksimal. Kekuatan otot merupakan
panjang dan tulang belakang yang hal yang penting, yaitu untuk gerakan
mamiliki banyak sendi tidak dapat dan kemandirian (Harsono 1988).

152
Kekuatan yang maksimal dapat makula, retinitis pigmentosa, ablasio
diperoleh dengan melakukan latihan retina, kelainan vaskular retina,
beban (weight training). Bentuk latihan trauma, dll), kelainan lensa (katarak),
ini akan mengakibatkan perubahan- uveitis, glaukoma, trauma kornea,
perubahan fisiologis yang tumor, stroke, gangguan refraksi, dll
menguntungkan di dalam otot dan (National I nf rma ion Center for
menurut Saltin dan Gollnick (1986), Children and Youth with Disabilies,
Fos dan Kateyian (1998), 2004) .
meningkatnya kekuatan otot melalui
bentuk latihan ini dapat terjadi oleh Ritme Sikardian (Cicardian Rhytm)
karena terjadinya hipertrofi serabut dan Melatonin
otot, peningkatan mioglobin, Secara normal beberapa fungsi
peningkatan enzim-enzim oksidasi di dalam tubuh manusia berlangsung
dalam sarkoplasmik otot, peningkatan dalam siklus yang tetap. Variasi
jumlah mitokondria dan bertambahnya sikardian terjadi pada siklus tidur-
kekuatan tendon dan ligamentum. bangun, suhu badan, sekresi hormon
ke dalam darah, ekskresi ion ke dalam
Tuna netra urin dan beberapa fungsi lainnya.
Tuna netra berarti terdapatnya Ritme tersebut terjadi dalam waktu
gangguan penglihatan, yang hampir 24 jam.
meskipun telah dikoreksi, tetap Nucleus suprachiasma di otak
mengganggu kemampuan seorang mengatur ritme fungsional tersebut
anak untuk belajar dan hidup sehari- berlangsung dalam tubuh manusia
hari. Istilah ini melingkupi buta termasuk siklus tidur-bangun.
sebagian dan buta total (Winnick, Perubahan jam sikardian terhadap
1990 dan Auxter & Pyfer, 1985), lingkungan dapat mengakibatkan
Buta total (total blindness) gangguan pola tidur. Pemanjangan
berarti tidak mampu mengenali atau pemendekan jam sikardian
cahaya kuat yang disorotkan langsung berkaitan dengan terjadinya periodic
pada mata (Winnick, 1990). insomnia karena kelainan gangguan
Terdapat banyak penyebab persepsi cahaya pada penderita
kebutaan. Kebanyakan merupakan tunanetra.
efek degenerasi yang berhubungan Sintesa melatonin (N-asetil-5-
dengan penuaan. Ada pula yang methoxytriptamin) dalam glandula
merupakan kelainan kongenital. pineal terjadi malam hari yang secara
Sedangkan penyebab yang didapat langsung dipengaruhi oleh nucleus
(acquired) di antaranya kelainan retina suprachiasma
(retinopati diabetikum, degenerasi

153
Gambar 2.4 Ritme sirkadian dan siklus melatonin (Dikutip dari Klerman dkk.
Journal Endocrinology, 2001)

(NSC). Melatonin dapat meriley pola unik. Dalam 12 minggu pertama


informasi waktu harian (signal of seterah lahir, gerakan bayi yang buta
darkness) terhadap organ tubuh kongenital dapat berbeda jauh dari
termasuk nucleus suprachiasma bayi normal. Terdapat keterlambatan
sendiri. Melatonin berperan untuk 6 bulan dari perkembangan motorik
membantu proses tidur manusia pada bayi buta kongenital (Bishop,
menjadi lebih efektif. Pada penderita 2005). Hal ini disebabkan sifat over
tunanetra terutama total blind, karena protektif orang tua, ketakutan bayi
tidak adanya refleks cahaya di retina, untuk bergerak tiba-tiba, dan
melatonin terus dihasilkan sepanjang kurangnya motivasi visual untuk
hari yang dapat menyebabkan rasa gerakan (Auxter & pyfer, 1985 dan
mengantuk terus menerus (Zisapel, winnick, 1990).
2001). Antara penyandang tuna netra
yang sempat normal selama beberapa
Karakteristik Motorik / Fisik tahun, gangguan motorik biasanya
penyandang Tuna Netra tidak muncul. Hal yang sering kali
Kebutaan tidak secara muncul adarah deviasi postur. Hal ini
langsung mengubah karakteristik fisik. tampak jelas pada penyandang tuna
Tetapi berkurangnya kesempatan netra yang buta kongenital, karena
untuk bergerak dapat menyebabkan mereka tidak pernah melihat postur

2
orang normal. Keseimbangan juga 2) tidak sedang mengidap penyakit
sering kali terganggu, karena akut maupun kronis selain
kurangnya aktifitas fisik reguler kecacatan fisik yang dimiliki
dimana perkembangan keseimbangan mereka,
terjadi (Auxter & Pyfer, l985 dan 3) tidak mengkonsumsi zat-zat
winnick, 1990) perangsang (kopi, teh pekat dan
Daya tahan jantung paru pada obat-obatan)
penyandang tuna netra biasanya di 4) tidak melakukan aktifitas fisik berat
bawah orang normal (Winnick, 1995) dalam 24 jam sebelum penelitian
menemukan bahwa penyandang tuna dilakukan
netra memiliki hasil baik dalam 5) memahami tujuan penelitian,
kelentukan, kekuatan lengan, dan prosedur penelitian, serta secara
daya tahan otot. Dalam tes melempar sukarela mengikuti penelitian.
mereka memiliki hasil terburuk. Kriteria eksklusi subjek dalam
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi penelitian ini adalah :
kebugaran jasmani adalah gender dan 1) subjek tidak mau melakukan tes
umur. Kecuali dalam kelentukan, fisik
penyandang tuna netra laki-laki 2) subjek hanya melakukan sebagian
memiliki kebugaran lebih baik tes fisik
dibandingkan wanita. 3) subjek mengalami gangguan
Meskipun demikian, terdapat (sakit, cedera, dll) sehingga tidak
pula banyak penyandang tuna netra bisa melakukan tes fisik.
yang memiliki kebugaran jasmani
yang lebih baik dibandingkan orang Metode Penelitian
normal. Pada komponen kebugaran Metode penelitian meliputi : tipe
yang tidak memerlukan mobilitas, 25 penelitian, definisi konsepsional dan
% dari remaja buta melebihi operasional variabel penelitian, alat-
kebugaran orang normal. Kesempatan alat dan bahan penelitian, prosedur
dan kemauan untuk bergerak penelitian dan rancangan analisis
merupakan faktor penentu kebugaran data, serta waktu dan lokasi
seseorang, bukan derajat penglihatan penelitian.
mereka (National Institutes of
Health,2004). Tipe Penelitian
Tipe penelitian adalah survei
SUBJEK DAN METODA analitik dalam bidang ilmu kedokteran
PENELITIAN olahraga.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian terdiri dari 15 Definisi Konsepsional dan
mahasiswa total blind , 15 mahasiswa operasional variabel penelitian
low vision dan 15 mahasiswa normal Definisi konsepsional adalah
dari UPI Bandung yang diambil pengertian variabel penelitian,
dengan cara Simple Random sedangkan operasional variabel
Sampling. adalah rumusan ukuran kuantitatif
Kriteria inklusi subjek dalam variabel sebasai dasar pegangan
penelitian ini adalah : dalam mengukur data penelitian.
1) subjek laki-laki berusia antara 20 - Adapun variabel penelitian ini adalah :
25 tahun, a. Waktu Reaksi

155
Pengukuran waktu reaksi Sebelum meraksanakan tes,
menggunakan Reaction Timer. subjek penelitian mengenakan baju
Hasilnya dinyatakan dalam mili dan celana olahraga, kemudian diberi
detik. penjelasan mengenai maksud, tujuan,
b. Keseimbangan dan prosedur penelitian. Kemudian
Keseimbangan adalah subjek ditimbang berat dan diukur
kemampuan sistem saraf untuk tinggi badannya. Seterah itu dihitung
mendeteksi berbagai keadaan denyut nadi pada arteri radialis dan
instabilitas secara dini dan dalam tekanan darah pada arteri brachialis
waktu singkat dapat menghasilkan subjek saat istirahat. Pengukuran
koordinasi respon guna tekanan darah dilakukan pada posisi
memperbaiki tumpuan inti massa duduk di atas kursi yang disediakan.
tubuh agar tidak menimbulkan Tekanan sistolik diukur dengan bunyi
jatuh (Horak dkk, 1997; yang auskultasi Korotkoff I, sedangkan
dikutip dari Ribeiro & Pereira, tekanan diastolik diukur dengan bunyi
2005). Pada penelitian ini, auskultasi Korotkoff V, saat bunyi
keseimbangan akan diukur melalui jantung menghilang. seterah itu,
tes berdiri satu kaki mata tertutup subjek melakukan latihan percobaan
(single leg stance test with eyes satu kali untuk semua tes yang akan
closed) dan hasil yang diambil dilakukan.
adalah waktu terbaik dalam satuan Nyalakan alat Reaction Timer.
detik dari 3 kali percobaan. (Hong Subjek penelitian dan perneriksa
dkk, 2000; Shigematsu dkk, 2002) duduk berhadapan di masing-masing
c. Kekuatan otot kaki sisi meja. Subjek penelitian
Kekuatan otot adalah gaya atau memegang sakelar push off yang
tegangan yang dapat dihasilkan akan menghentikan timer untuk
oleh sekelompok otot terhadap mengukur waktu reaksi dan tampak di
suatu tahanan dalam satu usaha tampilan. Subjek diminta
maksimal (Foss & Keteyian). Pada berkonsentrasi pada suara. Setiap kali
penelitian ini, kekuatan otot tungkai pemeriksa menekan tombol start,
diukur menggunakan alat subjek diminta menekan tombol push
dinamometri tungkai (leg off. Kemudian dihitung waktu reaksi
dynamometer) dan hasil rata-rata untuk setiap rangsang.
pengukuran akan dinyatakan Pengukuran kekuatan otot
dalam satuan kilogram (kg). dilakukan dengan berdiri pada alat leg
dynamometer. Kemudian diukur
Alat-alat dan Bahan penelitian kekuatan kaki subjek, dilakukan tiga
(1) Leg Dynamometer kali kesempatan. Kemudian dilakukan
(2) Sphigmomanometer merek Riester pencatatan, dipilih kekuatan terbaik
(3) Pengukur denyut nadi merek polar (kg)
(4) Timbangan berat badan Pengukuran keseimbangan
(5) Pengukur tinggi badan dilakukan dengan berdiri pada satu
(6) Stopwatch merek Diamond kaki (kaki kanan) dengan kedua
(7) Stetoskop merek Littman tangan terentang di samping tubuh.
(8) Reaction Timer Kemudian subjek diminta
mempertahankan posisi tersebut
Prosedur penelitian selama mungkin. Kemampuan subjek

156
mempertahankan posisi tubuh serempak untuk analisis parametrik
tersebut diukur dalam satuan detik. akan menggunakan uji Duncan,
sedangkan non-parametrik
Rancangan Analisis Data menggunakan uji Mann-Whitney.
Dari tes fisik didapatkan data Seluruh pengujian dan analisis data
mengenai waktu reaksi, kekuatan otot menggunakan bantuan software
kaki dan waktu mempertahankan SPSS 13.0 dan Microsoft Excel.
keseimbangan. Keseluruhan data
tersebut kemudian akan diuji dengan Tempat dan Waktu Penelitian
uji one sample Kolmogorov-Smirnov Penelitian dilakukan di kampus
untuk mengetahui normalitas distribusi UPI Bandung dan Gelanggang
data ketiga kelompok. Selanjutnya Olahraga Pajajaran Bandung. Waktu
data-data tersebut juga diuji dengan penelitian dilakukan pada bulan
uji Levene untuk mengetahui Oktober 2006.
homogenitas varian datanya. Jika data
berdistribusi normal dan memiliki HASIL PENELITIAN DAN
varian homogen, maka untuk menguji PEMBAHASAN
perbedaan antara ketiga kelompok, Hasil Penelitian
analisis dilanjutkan dengan one-way Karakteristik Fisis Fisiologis
ANOVA (parametrik). Sementara itu, Mahasiswa Total blind, Mahasiswa
jika data tidak berdistribusi normal dan Low vision dan Mahasiswa normal.
atau varian data tidak homogen, maka Pengukuran karakteristik fisis
analisis yang digunakan adalah fisiologis mahasiswa total blind,
adalah uji Kruskal-Wallis (non- mahasiswa low vision, dan mahasiswa
parametrik). Apabila hasil analisis normal yang terdiri dari umur (th),
menunjukkan adanya perbedaan yang berat badan (kg), tinggi badan (cm),
signifikan antara ketiga kelompok, sistole istirahat (mmHg), diastole
maka akan dilakukan pengujian istirahat (mmHg),VO2max (ml/kg.mnt),
lanjutan dengan uji beda serempak Waktu reaksi (mili dtk), kekuatan otot
agar perbedaan tersebut dapat (Kg), keseimbangan (dtk) dan IMT
diketahui secara lebih rinci. Uji beda (kg/m2). tercantum dalam tabel 4.1.

Tabel 4.1 Karakteristik Fisis Fisiologis Mahasiswa Total blind, Mahasiswa


Low vision dan mahasiswa normal.
Rata-rata dan Simpangan Baku
Variabel
Total Blind Low Vision Normal
1. Umur ( th ) 21,40 ± 1,1 21,13 ± 1,6 22,13 ± 1,5
2. Berat Badan ( kg ) 53,27 ± 8,4 55,33 ± 7,4 53,13 ± 4,5
3. Tinggi ( cm ) 154,63 ± 13,9 158,20 ± 8,1 161,27 ± 7,1
5. Sistole ( mmHg ) 117,33 ± 7,0 114,67 ± 8,3 112,67 ± 7,0
6. Diastole ( mmHg ) 75,67 ± 6,8 74,00 ± 7,4 68,67 ± 7,4
7. VO2 max (ml/kg.mnt) 31,47 ± 5,82 36,40 ± 4,50 42,20 ± 4,14
8. Waktu reaksi (mili dtk) 223,93 ± 57,00 199,24 ± 22,23 171,84 ± 18,27
9. Kekuatan otot kaki (Kg) 33,60 ± 5,10 35,73 ± 6,85 37,93 ± 4,91
10.Keseimbangan (dtk) 33,80 ± 4,31 54,73 ± 8,45 102,67 ± 24,67
2
11 IMT ( kg/m ) 22,72 ± 5,8 22,08 ± 2,1 20,42 ± 0,9

157
Keterangan: Huruf yang sama dalam massa tubuh (kg/m2) mahasiswa total
satu baris menunjukkan blind, mahasiswa low vision, dan
tidak berbeda nyata x ± mahasiswa normal berada dalam
sd = rata-rata (standar batas normal.
deviasi)
Uji Normalitas
IMT = Indeks Massa Tubuh Hasil pengukuran terhadap
<18,5 = status gizi kurang Uji waktu reaksi, kekuatan otot kaki dan
Homogenitas p>0,05  signifikan keseimbangan sebelum dianalisa
18,5-24,9 = status gizi normal Uji terlebih dahulu dilakukan pengujian
Normalitas Z<1,645  signifikan normalitas Kolmogorov-Smirnov
25-29,9 = status gizi berlebih (Z<1,645) Hasil pengujian normalitas
>30 = obesitas menunjukkan data berdistribusi
Dari data pada Tabel 4.1 normal seperti tercantum pada tabel
tersebut diatas terlihat bahwa indeks 4.2.

Tabel 4.2 Hasil Pengujian Normalitas Waktu reaksi, keseimbangan, dan


kekuatan otot kaki Antara Mahasiswa Total blind, Low vision
dan mahasiswa normal.
Kelompok Pegujian Normalitas Keterangan
Variabel
Sampel z z tabel
Low Vision 0,438 1,645 Data berdistribusi normal
1. Keseimbangan
Total Blind 0,515 1,645 Data berdistribusi normal
Normal 0,663 1,645 Data berdistribusi normal
Low Vision 0,509 1,645 Data berdistribusi normal
2. Waktu Reaksi Total Blind 0,549 1,645 Data berdistribusi normal
Normal 0,596 1,645 Data berdistribusi normal
Low Vision 0,806 1,645 Data berdistribusi normal
3. Kekuatan Otot
Total Blind 0,964 1,645 Data berdistribusi normal
Kaki
Normal 0,979 1,645 Data berdistribusi normal
Keterangan: Z = Uji normalitas Z > 1,645 = data tidak
Z ≤ 1,645 = data berdistribusi normal
berdistribusi normal

Uji Analisis Varians (ANAVA)


Tabel 4.3 : Analisis Varians Waktu reaksi,Keseimbangan dan Kekuatan
Otot kaki Antara Mahasiswa Total blind, Low vision dan
mahasiswa normal.
Jml Kuadrat
db F sig Ket
kuadrat tengah
Waktu Antar 20370.6 10185.3 7.49 Signifik
2 0,002
reaksi kelomp 50 25 5 an
ok
Dalam
57077.0 1358.97
kelomp 42
12 6
ok
77447.6
Total 44
63
Antar Sangat
37392.1 18696.0 258.
kelomp 2 0,000 signifika
33 67 414
ok n
Keseimban Dalam
3038.66
gan kelomp 42 72.349
7
ok
40430.8
Total 44
00
Antar
2,17 Tidak
kelomp 140.844 2 70,422 0,126
9 nyata
ok
Kekuatan Dalam
1357.46
otot kaki kelomp 42 32.321
7
ok
1498.31
Total 44
1

Hasil pengukuran waktu reaksi bahwa terdapat perbedaan waktu


tercantum pada Tabel 4.1. reaksi yang signifikan ( p < 0,05 )
Selanjutnya untuk mengetahui besar diantara kelompok mahasiswa low
perbedaan waktu reaksi antara vision dan total blind dengan
kelompok mahasiswa low vision, total mahasiswa normal.
blind dan normal, dilakukan analisis Untuk melihat kelompok
varians satu arah yang hasilnya mahasiswa mana yang berbeda maka
tercantum pada Tabel 4.3. dilanjutkan dengan menggunakan uji
Berdasarkan tabel ANAVA beda Duncan. Hasil pengujian dengan
diatas diketahui bahwa F hitung 7,495 uji Duncan tercantum pada Tabel 4.4.
lebih besar dari F0,05;2;42 , hal ini berarti

Tabel 4.4 :Hasil Uji Beda Duncan Waktu Reaksi Antara Mahasiswa Total
blind, Low vision dan mahasiswa normal.
Kelompok
Rata-rata+ SD Kelompok
Mahasiswa
223,933+
Total Blind 57,00 b
Low Vision 199,239+22,23 b
Normal 171,840+18,27 a
Keterangan : Nilai p=0,002 (p< 0,05)

2
250,00 223,93
199,24
200,00 171,84

Waktu reaksi
150,00

100,00

50,00

0,00
Total Blind Low vision Normal
Kelom pok Mahasisw a

Diagram 4.1 Perbedaan Waktu reaksi Antara Mahasiswa Total blind, Low
vision dan mahasiswa normal.

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa perbedaan keseimbangan antara


kelompok mahasiswa yang benar- kelompok mahasiswa low vision, total
benar mempunyai waktu reaksi yang blind dan normal, dilakukan analisis
berbeda dengan yang lainnya adalah varians satu arah yang hasilnya
mahasiswa normal dengan perbedaan tercantum pada Tabel 4.3.
sebesar 23,2%. Sedangkan Berdasarkan tabel ANAVA
mahasiswa total blind dan mahasiswa diatas diketahui bahwa F hitung
low vision dapat dianggap mempunyai 258,414 lebih besar dari F0,05;2;42),
waktu reaksi yang sama, dengan 3,220 hal ini berarti bahwa terdapat
besar perbedaan 11,02%. Walaupun perbedaan keseimbangan yang
terdapat kecenderungan waktu reaksi sangat signifikan (p < 0,001 ) antara
mahasiswa total blind lebih lambat kelompok mahasiswa total blind, low
dibandingkan mahasiswa low vision. vision dan mahasiswa normal.
Untuk melihat kelompok
Perbedaan Keseimbangan Antara mahasiswa mana yang berbeda,
Mahasiswa Total blind, Low vision maka dilanjutkan dengan
dan mahasiswa normal. menggunakan uji beda Duncan. Hasil
Hasil pengukuran keseimbangan pengujian dengan uji Duncan
tercantum pada Tabel 4.1. tercantum pada Tabel 4.5.
Selanjutnya untuk mengetahui besar

Tabel 4.5 : Uji Beda Duncan Keseimbangan Antara Mahasiswa Total blind,
Low vision dan mahasiswa normal.
Kelompok Mahasiswa Rata-rata+SD Kelompok

Total Blind 33,80+5,11 a


Low Vision 54,73+4,65 b
Normal 102,67+13,00 c

Keterangan : Nilai p= 0,001 (p<0,001)

2
120.00
102.67
100.00

Keseimbangan
80.00
54.73
60.00

40.00 33.80

20.00

0.00
Total Blind Low vision Normal
Kelom pok Mahasisw a

Diagram 4.2 Perbedaan Keseimbangan Antara Mahasiswa Total blind, Low


vision dan mahasiswa normal.
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa Hasil pengukuran kekuatan otot
ketiga kelompok mahasiswa masing- kaki yang tercantum pada Tabel 4.1.
masing berada pada kelompok yang Selanjutnya untuk mengetahui besar
berbeda. Hal ini berarti bahwa perbedaan kekuatan otot kaki antara
keseimbangan ketiga kelompok kelompok mahasiswa low vision, total
mahasiswa tersebut saling berbeda blind dan normal, dilakukan analisis
nyata satu sama lain. Perbedaan rata- varians satu arah yang hasilnya
rata keseimbangan kelompok total tercantum pada Tabel 4.3.
blind dibanding kelompok low vision Berdasarkan tabel ANAVA
sebesar 38,24 % dan perbedaan rata- pada tabel 4.3 diatas diketahui bahwa
rata keseimbangan kelompok total F hitung 2,179 lebih kecil dari F0,05;2;42
blind dibanding kelompok normal 3,220 (p>0,05), hal ini berarti bahwa
sebesar 67,08 %. kekuatan otot kaki antara kelompok
mahasiswa low vision, total blind dan
Perbedaan Kekuatan Otot Kaki normal tidak berbeda nyata (tidak
Antara Mahasiswa Total blind, Low signifikan).
vision dan mahasiswa normal.
Tabel 4.6 Hasil Uji Beda Duncan Kekuatan Otot Kaki Antara Mahasiswa
Total blind, Low vision dan mahasiswa normal.
Kelompok
Mahasiswa Rata-rata+ SD Kelompok
Total Blind 33,60+ 5,09 a
Low Vision 35,733+ 6,86 a
Normal 37,933+ 4,91 a
Keterangan : Nilai p=0,126 (p>0,05)

162
39.00
37.93
38.00

Kekuatan Otot Kaki


37.00
35.73
36.00
35.00
34.00 33.60

33.00
32.00

31.00
Total Blind Low vision Normal
Kelom pok Mahasisw a

Diagram 4.3 Perbedaan Kekuatan Otot kaki Antara Mahasiswa Total blind,
Low vision dan mahasiswa normal.

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa dibandingkan mahasiswa low vision.


kelompok mahasiswa low vision, total (223,93+57,00 vs 199,24+22,23 mdet)
blind dan normal, berada dalam Dari pengamatan di lapangan,
kelompok yang sama. Artinya ditemukan mahasiswa total blind dan
perbedaan kemampuan melihat tidak low vision mengalami kesulitan dalam
berpengaruh secara nyata terhadap memusatkan konsentrasi,
kekuatan otot kaki. dibandingkan mahasiswa normal,
yang akan berpengaruh terhadap
Pembahasan waktu reaksi. Kebugaran jasmani
Perbedaan waktu Reaksi Antara secara keseluruhan mahasiswa total
mahasiswa Total blind, mahasiswa blind dan low vision juga Iebih rendah
Low Vision Dan Mahasiswa Normal dibandingkan mahasiswa normal,
Hasil pengukuran waktu reaksi yang akan menyebabkan lambatnya
mahasiswa total blind, mahasiswa low waktu reaksi.
vision dan mahasiswa norrnal seperti Waktu reaksi pada penyandang
yang tercantum dalam tabel 4.1 tunanetra lebih lambat karena
menunjukkan waktu reaksi mahasiswa kecepatan reaksi sangat ditentukan
total blind dan mahasiswa low vision oleh kemampuan dan daya
lebih lambat dibandingkan dengan konsentrasi seseorang untuk bereaksi
mahasiswa normal (223,93+57,00 vs terhadap perubahan yang terjadi di
199,24+22,23 vs 171,84+18,27 mdet). sekitarnya, dan kemampuan ini
Berdasarkan uji statistik Anava, merupakan salah satu karakteristik
terdapat perbedaan yang signifikan yang terganggu pada penyandang
(p<0,05). Sedangkan hasil uji beda tunanetra (Blessing et al, 2003).
Duncan, antara mahasiswa total blind Ketidakmampuan berkonsentrasi ini
dan mahasiswa low vision dapat kemungkinan agak lebih ringan pada
dianggap mempunyai waktu reaksi penyandang low vision, sehingga
yang sama, dengan besar perbedaan waktu reaksi low vision relatif lebih
11,02%. Walaupun terdapat baik dibandingkan mahasiswa total
kecenderungan waktu reaksi blind. Selain daya konsentrasi, waktu
mahasiswa total blind lebih lambat reaksi juga dipengaruhi oleh

162
komponen-komponen kebugaran normal (31,47 + 5,82 vs 36,40 + 4,50
jasmani yang lain, seperti kelentukan, vs 42,20 + 4,14 mdetik).
kekuatan otot, dan daya tahan otot, Jalur saraf yang terlibat dalam
sehingga rendahnya kebugaran kontrol keseimbangan terdiri dari
jasmani secara keseluruhan akan banyak komponen (Guyton, 1999).
menyebabkan lambatnya waktu reaksi Gerakan kepala apapun menghasilkan
(Auwelee,1999). Menurut Auwelee stimulasi reseptor pada organ
(1999) juga, suatu aktifitas fisik ringan- vestibular, yang mengirim informasi ke
sedang dapat merangsang serebelum dan nukleus vestibular
peningkatan kerja sistem pengolahan yang terletak di batang otak. Lebih
informasi di otak, sehingga jauh lagi, nukleus vestibular
memperpendek waktu reaksi. menyampaikan pesan ke pusat
Dibandingkan dengan mahasiswa okulomotorik (mengendalikan gerakan
normal, aktifitas fisik mahasiswa total mata) dan ke neuron pada korda
blind dan low vision lebih rendah. spinalis yang mengontrol gerakan
Terlebih lagi pada mahasiswa total kepala dan ekstremitas. Sehingga
blind dimana tidak didapatkan ritme organ vestibular mengontrol gerakan
sirkadian sekresi melatonin yang kepala dan mata selama aktifitas fisik,
normal, sehingga ritme sirkadian yang yang berguna untuk mempertahankan
terjadi tidak sesuai dengan perubahan keseimbangan dan melacak gerakan
lingkungan (gelap-terang) dan secara visual (Powers & Howley,
berfluktuasi lebih dari 24 jam. (Zisapel, 200l). Kemampuan pelacakan
2001; Chein, 2002; Brezinski A, et al, gerakan secara visual ini tidak dimiliki
2004). Hal tersebut mengakibatkan baik mahasiswa total blind maupun
terjadinya insomnia rekuren dan rasa low vision sehingga terdapat kesulitan
mengantuk pada siang hari. Dengan untuk mempertahankan
pola tidur yang terganggu akan keseimbangan.
menyebabkan terjadinya penurunan Secara fungsional, kondisi
kondisi jasmani secara umum, yang kebutaan terutama pada tuna netra
pada akhirnya akan berpengaruh dengan kebutaan total (total blind),
terhadap kemampuan konsentrasi, retina mata sama sekali tidak dapat
sehingga waktu reaksi pada menerima rangsang cahaya. Hormon
mahasiswa total blind menjadi lebih melatonin dalam darah sangat
lambat dibanding mahasiswa low dipengaruhi oleh ada tidaknya
vision dan mahasiswa normal. rangsang cahaya yang masuk di
retina ( Carlson,1994). Akibatnya pada
Perbedaan Keseimbangan Antara penderita total blind, umumnya
Mahasiswa Total Blind, Mahasiswa mengalami gangguan tidur (sleep-
Low vision Dan Mahasiswa Normal disorder) yang diakibatkan oleh
Hasil pengukuran dan uji perbedaan pada ritme sirkadian
Anava, keseimbangan mahasiswa sekresi melatonin yang berbeda
total blind, low vision dan normal dibandingkan orang dengan
seperti yang tercantum dalam tabel penglihatan normal. Pada penderita
4.1 menunjukkan perbedaan yang total blind tidak didapatkan ritme
sangat signifikan (p<0,001) antara sirkadian sekresi melatonin yang
keseimbangan mahasiswa total blind, normal. Ritme sirkadian yang terjadi
mahasiswa low vision dan mahasiswa tidak sesuai dengan perubahan
lingkungan (gelap-terang) dan

163
berfluktuasi lebih dari 24 jam.(Zisapel, cocok untuk meningkatkan kekuatan
2001;Chein, 2002; Brezinski A, et al, adalah seperti mengangkat,
2004). Hal tersebut mengakibatkan mendorong, atau menarik suatu
terjadinya insomnia rekuren dan rasa beban, dengan menerapkan prinsip
mengantuk pada siang hari. Dengan overload. Bentuk aktifitas ini akan
pola tidur yang terganggu akan mengakibatkan perubahan-perubahan
berakibat pada penurunan kondisi fisiologis yang menguntungkan di
jasmani secara umum. Faktor inilah dalam otot dan menurut Saltin dan
yang kemungkinan berperan dalam Gollnick (1986), Fos dan Kateyian
menyebabkan rendahnya (1998), meningkatnya kekuatan otot
keseimbangan pada mahasiswa total melalui bentuk aktifitas ini dapat
blind dibandingkan mahasiswa low terjadi oleh karena terjadinya hipertrofi
vision. serabut otot, peningkatan mioglobin,
peningkatan enzim-enzim oksidasi di
Perbedaan Kekuatan Otot Antara dalam sarkoplasmik otot, peningkatan
mahasiswa Total blind, mahasiswa jumlah mitokondria dan bertambahnya
Low Vision Dan Mahasiswa Normal kekuatan tendon dan ligamentum.
Hasil pengukuran kekuatan otot Menurut Rushall (1990) dan Laurence
kaki mahasiswa total blind, (1963), terdapat hubungan yang linier
mahasiswa low vision dan mahasiswa antara aktifitas, ukuran otot, dan
nornal seperti tercantum dalam tabel kekuatan otot. Selain itu kekuatan otot
4-l tidak menunjukkan perbedaan juga dipengaruhi oleh faktor genetika,
antara mahasiswa total blind, jenis kelamin dan usia (Astrand &
mahasiswa low vision dan mahasiswa Rodahl, 2003).
normal. Walaupun terdapat
kecenderungan otot kaki mahasiswa KESIMPULAN DAN SARAN
normal lebih kuat dibandingkan Kesimpulan
mahasiswa total blind dan low vision 1) Waktu reaksi mahasiswa total
(33,60+5,10 vs 35,73+6,85 vs blind dan mahasiswa low vision,
37,93+4,91 Kg). Berdasarkan uji lebih lambat dibandingkan
ANAVA pada tabel 4.3 diketahui mahasiswa normal.
bahwa F hitung 2,179 lebih kecil dari 2) Keseimbangan mahasiswa total
F0,05;2;42 3,220, (p>0,05). Hal ini berarti blind dan mahasiswa low vision,
bahwa kekuatan otot kaki pada ketiga lebih rendah dibandingkan
kelompok mahasiswa tersebut tidak mahasiswa normal.
berbeda nyata (tidak signifikan). 3) Kekuatan otot kaki mahasiswa
Artinya perbedaan kemampuan total blind dan mahasiswa low
melihat tidak berpengaruh secara vision tidak ada perbedaan
nyata terhadap kekuatan otot kaki. Hal dibandingkan mahasiswa normal.
ini sesuai dengan pendapat
Harsono(1988) bahwa faktor-faktor Saran
yang berpengaruh terhadap besarnya 1) Perlu diupayakan keterlibatan
kekuatan kontraksi suatu otot mahasiswa total blind maupun
tergantung pada tingkat aktifitas otot low vision untuk mengikuti
yang bersangkutan. program kebugaran jasmani yang
Untuk meningkatkan komponen kontinyu agar dapat
kekuatan, Harsono (1988), meningkatkan kemampuan
mengemukakan bahwa aktifitas yang

164
motorik, kewaspadaan spasial, 3) Perlu dipertimbangkan sarana
dan mobilitas. dan prasarana tambahan di
2) Perlu diprioritaskan jenis-jenis kampus untuk memudahkan
kegiatan khusus seperti : aksesibilitas mahasiswa total
a. Untuk meningkatkan blind dan low vision seperti jalur
keseimbangan diadakan jenis khusus, rambu-rambu lintasan,
kegiatan dengan balok pilihan tempat belajar yang
keseimbangan, jalan berjinjit mudah dicapai.
(heel-to-toe walking) 4) Perlu ditingkatkan pemahaman
b. Untuk meningkatkan kontrol masyarakat untuk tidak terlalu
tubuh diutamakan jenis membatasi keterlibatan
kegiatan : lompat tali dan penyandang total blind dan low
jongkok berdiri. vision dalam beraktifitas termasuk
olah raga.

DAFTAR PUSTAKA

Ando, S., N. Kida and S. Oda. 2002. Practice effects on reaction time for
peripheral and central visual fields. Perceptual and Motor Skills 95(3):
747-752.

Ando, S, N. Kida and S Oda. 2004. Retention of practice effects on simple


reaction time for peripheral and central visual fields. Perceptual and
Motor Skills 98(3): 897-900

Astrand, P.O. and Rodahl, K. (1986). Physiological Base of Exercise. Textbook


of Work Physiology 3rd edition. New York. Mc.Graw Hill Book
Company.

Batshaw, M. & Perret Y. (1991) Children with handicaps : A medical primer.


Baltimore : Paul H. Brookes.

Bishop, Virginia E. (1996). Teaching Visually Impaired Children 2nd Ed.


Springfield, Illinois. Charles Thomas Publishers.

Brooks, A. and Fahey, D.1985. Exercise Physiology. Human Bioenergetic and


Sts Application. Mac Millan Publishing Company, New York : 701-722.

Cooper, K.H. (1968). A means of assessing maximal oksigen uptake. Journal of


The American Medical Association 203:201-204.

Corn, A. (1986). Gifted students who have a visual handicap : Can we meet
their educational needs?Education of visually handicapped, 18, (2), 71-
84.

Corn, A (1989). Employing critical thinking strategies within a curriculum of


critical things to think about for blind and visually impaired students.
Journal of Vision Rehabilitation, 3, 17 – 36.

165
Costill, D and Willmore, J. (1994). Physiology of Sports and Exercise. USA-
Human Kinetics.

Donatelle, R. Snow C, Wilcox A. 1999. Wellness, Choice for Health and Fitness.
2nd Edition. Wardsworth Publishing Co.USA.

Section 1.02 Derk-Jan Dijk and Steven W. Lockley : Functional Genomics of


Sleep and Circadian Rhythm. Invited Review: Integration of human
sleep-wake regulation and circadian rhythmicity. Journal of Applied
Physiology. 92: 852-862, 2002.

Foss, M.L. & Keteyan, S.J. 1998. Fox’s Physiological Basis of Exercise and
Sport 6th Edition. McGraw-Hill Company

Giam, C.K and The KC 1993. Ilmu Kedokteran Olahraga. Jakarta. Binarupa
Aksara.

Gutyon, A.C and Hall, J.E, 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th Edition.
Elsevier Saunders.

Guyton, A.C and Hall, J.E, 1997. Human Physiology and Mechanisms of
Disease. 6 th Edition. WB Saunders Company.

http://www.nei.nih.gov/news/statments/hispanic.asp[01/04]

Jonathan S. Emens : Relative Coordination to Unknown "Weak Zeitgebers" in


Free-Running Blind Individuals. Journal of Biological Rhythms, Vol. 20,
No. 2, 159-167 (2005) DOI: 10.1177/0748730404273294. © 2005
SAGE Publications

Section 1.03 Klerman, E.B, J. M. Zeitzer, J. F. Duffy, S. B. S. Khalsa and C. A.


Czeisler : Absence of an Increase in the Duration of the Circadian
Melatonin Secretory Episode in Totally Blind Human Subjects1 . The
Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism Vol. 86, No. 7 3166-
3170. Copyright © 2001 by The Endocrine Society

Kratz, L.E (1973). Movement without sight : Physicall Activity and Dance for
visually handicapped. California : Peek Publications.

Kashihara, K. and Y. Nakahara. 2005. Short-term effect of physical exercise at


lactate threshold on choice reaction time. Perceptual and Motor Skills
100(2): 275-281.

Magill, R.A. (1980). Motor Learning Concepts and applications. Iowa.


W.M.C.Brown Publishers.

Mc Ardle WD, Katch F.I, Katch V.I. 1996. Exercise Physiology, Energy, Nutrition
and Human performance.4th Edition.Baltimore. Williams and Wilkins

166
McConnell, J. (1984). Integration of visually handicapped students in industrial
educational class: An overview. Journal of Visual Impairment and
Blindness. 78, 319-323.

Melatonin synthesis and metabolism.Melalui


<http://www.endotext.org/neuroendo/neuroendo15/ch01s02.html>
[2/18/2006]

Melatonin. http://www.vitaminherbuniversity.com/topic [2/18/2006]

Moore, K.L and Dalley, A.F. 1999. Clinically Oriented Anatomy. 4th Edition.
Lippincott William & Wilkins.

National Information Center for Children dan Youth with Disabilities. 2004.

National Institutes of Health. 2004. “Statement on the Prevalence of Visual


Impairment and How It Affects Quality of Life Among Hispanic/ Latino
Americans”. NEI Statement. (June).

Powers, S.K. & Howley, E.T. 2001. 4th Exercise Physiology. New York :
McGraw-Hill.

Section 1.04 Robert Y. Moore, Vision Without Sight. The New England Journal
of Medicine. January 1995. University of PittsburghPittsburgh, PA
15261

Robert J. Kosinski. A Literature Review on Reaction Time . Clemson University.


September 2006Sherwood, L. (2001). Human Physiology : From cell to
system.Thomas Publishing Inc. West Virginia University, USA.

Rogow, S. (1988) Helping the visually impaired child with developmental


problems. New York : Teachers College Press.

Saltin, B. Gollnick, P.D. 1986. Skeletal Muscle Adaptability Significance for


Metabolism and Performance. Handbook of Physiology Skeletal
Muscle. W.B. Saunders Company, Baltimore.

Scheie, H.G and Albert, D.M. Textbook of Opthalmology. 12th Edition.1997. WB


Saunders Company.

Stefan Fischer, Rüdiger Smolnik, Markus Herms, Jan Born and Horst L. Fehm
:Melatonin Acutely Improves the Neuroendocrine Architecture of Sleep in
Blind Individuals. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism
Vol. 88, No. 11 5315-5320. Copyright © 2003 by The Endocrine Society

Sunanto, J. (1997). Characteristics of Proprioception in individuals with Visual


Impairments. Disertation. Institute of Special Education the University
of Tsukuba, Japan.

167
Tortora, G.J and Grabowski, S.R, Principles of Anatomy & Physiology. 2003.
10th Edition. John Wiley & Sons. Inc.

Vander, Arthur J. (1990). Human Physiology : The mechanisms of body


function. McGraw Hill Publishing Company. USA.

Winnick, J.P. 1990. Adapted Physical Education and Sport, USA : Human
Kinetik Books. Champaign, Illinois.

Zisapel N. Circadian Rhytm Sleep Disorders: Pathophysiology and Potential


Approaches to Management. CNS Drugs, Vol.15,No.4,2001 melalui
http://www.ingentaconnect.com/content/adis/cns/2001 [2/18/2006]
.

168

You might also like