Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
Background: Dyspepsia syndrome frequently occurs among adolescents. This study aimed, to analyze
risk factors of dyspepsia among university students. Methods: The study design was a case-control study, where
two groups of samples were selected purposively in the first grade student living in IPB’s dormitory. The case group
was the students with gastric disorder (gastritis or peptic ulcer history) in the last six months, meanwhile the control
group was having similar characteristics except they suffered gastric disorder. The total of 120 university students
were taken pairly as samples, consisting of 60 students for the each group (24 male and 36 female). Data were
collected include gastric disorder history, dyspepsia symptom, characteristic of samples, nutritional status, eating
habit, smoking, alcohol consumption, physical activity, drugs consumption (especially antacid), stress, blood type,
and family disease history of gastritis or peptic ulcer.
Results: The frequency of dyspepsia in the case group was higher than the control group (p<0.05). Gastric disorder
history significabtly related to frequency of dyspepsia (p<0.05). The body mass index (BMI) scores of samples had
no difference in both sample groups (p<0.05). Having meal regularly, meal frequency, carbonated drink
consumption habit, and fat intake related significantly with frequency of dyspepsia (p<0.05). Physical activity, taking
antacid, and stress level related significantly with frequency of dyspepsia (p<0.05). Family disease history and blood
type had no relation with frequency of dyspepsia. The multiple logistic regression analysis showed that the
significant risk factors of dyspepsia are meal frequency more than twice per day (OR=0.08; CI 95%: 0.02 hingga 0.45),
habitually consume carbonated drink (OR=8.95; CI 95%: 1.27 hingga 63.23), and higher stress level (OR=1.22; CI 95%:
1.06 hingga 1.37).
Conclusion: Eating frequency more than twice per day can reduce risk of dyspepsia, meanwhile consuming
carbonated drink more than three bottles per week, and having higher stress level precisely increase the risk of
dyspepsia.
*Signifikan pada p<0.05 ,** Signifikan pada p<0.01 dengan uji Chi Square
Kebiasaan
Minum Teh,
Kopi, dan
Berkarbonasi
Teh 16 1 2 2 2
1 .7 5 5. 5 0
0 0 .
8
3
5. 1. .
Kopi 1 4
3 0 7 3
M. Berkarbonasi* 6 10 4 6. 1 8
.0 7 0 .
3
9
10 8. 1 .
Teh + Kopi 6 5
.0 3 1 2
Kebiasaan minum minuman berkarbonasi dan mengonsumsi makanan asam
berhubungan secara statistik nyata dengan frekuensi dispepsia (p<0.05). Kebiasaan
minum minuman berkarbonasi meningkatkan risiko sering munculnya gejala dispepsia
(OR= 6.91; CI 95%: 1.42 hingga 33.52), demikian pula kebiasaan mengonsumsi
makanan asam (OR=9.12; CI 95%: 1.13 hingga 73.74).
Pada kelompok kasus lebih banyak yang menderita defisiensi vitamin A
dibandingkan pada kontrol (p<0.05). Sebanyak 80% kelompok kasus dan 88.3% kontrol
berada pada kategori defisit asupan vitamin C (Tabel 3). Pada kelompok kasus lebih
merokok. Keseluruhan contoh yang memiliki kebiasaan merokok berjenis kelamin pria,
dan jumlah rokok yang dihisap per hari antara 1-9 batang. Usia awal merokok antara
12-18 tahun dan sebagian besar merokok sejak usia 15 tahun. Jumlah contoh pada
kelompok kontrol yang menjadi perokok pasif, lebih banyak dibandingkan pada
kelompok kasus. Contoh dikategorikan sering menjadi perokok pasif apabila terpapar
asap rokok lebih dari tiga kali sehari. Tidak terdapat contoh yang menyatakan pernah
mengonsumsi minuman beralkohol selama tinggal di asrama.
Tingkat
Kecukupa
Tabel 3 Distribusi sampel berdasarkan tingkat kecukupan zat gizi tertentu
n Vitamin Kasus Kontrol Total
A*
Variabel
Normal 4 67. 45 75. 85 7
(>77% 0 7 0 0
n % n% N%
AKG) .
8
Asupan
Defisit (<Natrium
2 33. 15 25. 35 2
banyak
77%yang
CukupAKG) mengkonsumsi
590 98.
3 59 lemak
98.
0 11>30%
9
8 AKG energi, sedangkan kelompok kontrol
sebaliknya.
(<2400 Hampir keseluruhan
3 3 contoh
8 8 (98.3%) pada kelompok kasus dan kontrol
mg/hari)
mengkonsumsi .
natrium dalam jumlah cukup, tetapi masih defisit konsumsi kalium
3
(97.5%). Tingkat kecukupan vitamin C, konsumsi natrium, dan kalium antara kasus dan
kontrol secara
Lebih (> statistik
1 1.7 tidak
1 berbeda
1.7 1 nyata0 (p>0.05). Konsumsi lemak berhubungan
nyata dengan
2400 frekuensi dispepsia, yaitu .contoh yang mengonsumsi lemak kurang dari
30% AKE meningkatkan risiko sering munculnya gejala dispepsia (OR=5.68; CI 95% :
1.41 hingga 22.56).
K Ko To
*Signifikanapada p<0.05
ntr dengan
ta uji Chi Square
Variabel s ol n l
u % % n
Konsumsi
n sObat-Obatan 7.03; CI 95%: 0.87 hingga 56.89).
Kebiasaan
Kebiasan mengonsumsi obat-obatan pada
olah raga
Ya kelompok kasus lebih
40 66.7 29 48tinggi
6 5dibandingkan Hereditas
kelompok kontrol (p<0.05).
.3 9 7 Lebih dari Faktor herediter yaitu berupa riwayat
separuh contoh pada kelompok kasus penyakit keluarga dan golongan darah
(53.3%) dan kontrol (84.0%) termasuk contoh tidak berhubungan dengan
dalam kategori bukan pengguna obat frekuensi munculnya gejala dispepsia.
dokter harian (kurang dari Sebanyak 76.7% contoh pada kelompok
tablet/kapsul/kaplet per minggu) (Tabel 5). kontrol dan 40% pada kelompok kasus
Konsumsi obat-obatan tidak berhubungan tidak memiliki riwayat penyakit keluarga
nyata dengan frekuensi gejala dispepsia yang berupa gastritis maupun tukak
(p>0.05). peptik. Riwayat penyakit gastritis paling
Terdapat 33.3% contoh kelompok banyak ditemukan pada ibu contoh, yaitu
kasus memiliki kebiasaan mengonsumsi 43.3% pada kelompok kasus dan 40%
antasida, dan tidak pada kelompok pada kelompok kontrol yang memiliki
kontrol. Kebiasaan mengonsumsi antasida golongan darah O. Terdapat perbedaan
berhubungan nyata dengan frekuensi yang nyata (p<0.05) riwayat penyakit ibu
dispepsia, yaitu semakin sering frekuensi pada kelompok kasus dan kontrol,
dispepsia contoh akan mengonsumsi sedangkan pada riwayat penyakit gastritis
antasida untuk mengurangi gejala dan tukak peptik pada ayah, kakek,
tersebut (OR=8.14; CI 95%: 2.19 hingga nenek, dan golongan darah contoh secara
30.26). statistik tidak berbeda nyata (p>0.05).
Kebiasaan
minum obat-
obatan
3
2 0
46 36 3
Pengguna harian 8 8 .
.7 .0 6
0
Bukan pengguna 3 53 5 84 8 7
berkarbonasi, kebiasaan mengkonsumsi sering mengalami dispepsia dibandingkan
makanan/ minuman asam, konsumsi contoh tanpa riwayat gangguan lambung
lemak, kebiasaan mengkonsumsi antasida, (kontrol) (OR=1.22; CI 95%: 0.09 hingga
aktivitas fisik, dan tingkat stres (Tabel 6). 1.38). Dispepsia berkaitan erat
DAFTAR PUSTAKA
Carvalho RVB, Lorena SLS, Almeida JRD, Mesquita MA. (2008). Food Intolerance, diet
Composition, and Eating Patterns in Functional Dyspepsia Patients. Journal of
Digestive Disease and Science 55:60–65. Diakses 18 Januari 2011.
Choi S, Lim YJ, Park SK. (2006). Risk Factor for Analysis for Metaplastic Gastritis in
Koreans. World Journal of Gastroenterology 12 (16): 2584-2587. Diakses 11 Agustus
2010.
Dwijayanti H, Ratnasari N, dan Susetyowati. (2008). Asupan Natrium dan Kalium
Berhubungan dengan Frekuensi Gejala Sindrom Dispepsia Fungsional. Jurnal Gizi
Klinik Indonesia Vol. 5 No 1: 36-40.
Ettinger S. (2000). Macronutrients: Carbohydrates, Proteins, and Lipids. Di dalam Mahan
LK dan Escott-stump SE, editor. Krause’s Food, Nutrition, and Diet Therapy 11 th
Edition. Philadelphia: Saunders hlm. 37-73.
Gibson R.S. (2005). Principles of Nutritional Assement Second Edition. Oxford:
University Press.
Laela N. (2008). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Stres pada Anak Usia
Sekolah Dasar yang Sibuk dan Tidak Sibuk [skripsi]. Bogor: Program Studi Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Mcintosh JH, Byth K, dan Piper W. (1985). Environmental Factors in Aetiology of
chronic Gastric Ulcer: Use Control Study of Exposure Variables Before The Fisrt
Symptomps. Gut 1985 (26): 789-798. http://www.gut.org Diakses 11 Agustus 2010.
Reshetnikov OV et al. Prevalence of Dyspepsia and Irritable Bowel Syndrome Among
Adolescent of Novobirsk, Institut of Internal Medicine of Rusia. Int. J. Circumpolar
Health 60 (2):253.
Riccardi VM dan Rotter JI. (2004). Familial Heliobacter pylori Infection: Societal
Factors, Human Genetics, and Bacterial Genetics. Ann Intern Med. 120 (12): 1043-
104].
Suyono S. (2001). Ilmu Penyakit Dalam Ed III: Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Tarigan CJ. (2003). Perbedaan Depresi pada Pasien Dispepsia Fungsional dan
Dispepsia Organik. Medan: Bagian Psikiatri, Fakultas Kedokteran, Universitas
Sumatera Utara.
[USDHHS] United State, Department of Health and Human Services. (2008). Physical
Activity Guidelines for Americans. http://www. Health.gov.pagegudelines. Diakses 28
juli 2010.