Kortikosteroid Topikal: Tinjauan Pustaka

You might also like

You are on page 1of 17

Tinjauan pustaka

KORTIKOSTEROID TOPIKAL

Oleh :

Harry hadi saputra


Vivi Kardilla Doni
Riski Dwi Utami
Marni sianturi
Husnaini

Pembimbing :

dr. Noorsaid Masadi, Sp.KK

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2012
TOPICAL CORTICOSTEROIDS

Harry hadi saputra, Vivi Kardilla Doni, Riski Dwi Utami, Marni sianturi, Husnaini,
Noorsaid Masadi
Departement of Dermatology and Venereology
Medical Faculty of Riau University RSUD Arifin Achmad

ABSTRACT
Corticosteroids are derivatives from corticosteroid hormones produced by adrenal
glands. This hormone plays an important roles in the body, including control of
inflammatory responses. Based on their use corticosteroids can be divided in two,
that is systemic and topical corticosteroids. Based on the clinical potential,
differentiated into several groups, that is super potent, high potency, medium potency,
and low potency. In commonly, people choosed topical corticosteroid that is suitable,
safe, few side effects and low price. In addition there are several factors that must be
considered, which is type of skin disease, vehiculum type, disease conditions, and the
age of patient. Side effects can occur when the use of topical corticosteroids are long,
and redundant as well as on the potential for strong or very strong or very occlusive
use. Topical corticosteroids can be divided into several level, namely the effects of
epidermal, dermal, and vascular.

Key words: Topical Corticosteroids, classification, indication, contra indication, side


effects.

KORTIKOSTEROID TOPIKAL

Harry hadi saputra1, Vivi Kardilla Doni1, Riski Dwi Utami1, Marni sianturi1,
Husnaini1, Noorsaid Masadi2
Bagian Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Riau RSUD Arifin Achmad
ABSTRAK

Kortikosteroid merupakan derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh


kelenjar adrenal. Hormon ini memainkan peran penting pada tubuh termasuk
mengontrol respon inflamasi. Berdasarkan cara penggunaannya kortikosteroid dapat
dibagi dua yaitu kortikosteroid sistemik dan kortikosteroid topikal. Berdasarkan
potensi klinisnya dibedakan ke dalam beberapa golongan yaitu super poten, potensi
tinggi, potensi medium,dan potensi lemah. Pada umumnya dipilih kortikosteroid
topikal yang sesuai, aman, efek samping sedikit dan harganya murah: disamping itu
ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu jenis penyakit kulit, jenis
vehikulum, kondisi penyakit, perlu juga dipertimbangkan umur penderita. Efek
samping dapat terjadi apabila penggunaan kortikosteroid topikal yang lama dan
berlebihan serta pada potensi kuat atau sangat kuat atau penggunaan sangat oklusif.
Dapat dibagi beberapa tingkat yaitu efek epidermal, dermal, dan vaskular.

Kata kunci : Kortikosteroid, anti inflamasi,efek samping.

Keterangan:

1.Dokter Muda KKS Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FK UR/RSUD AA

2.Dokter Konsulen Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FK UR/ RSUD AA

PENDAHULUAN

Kortikosteroid merupakan derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan


oleh kelenjar adrenal. Hormon ini memainkan peran penting pada tubuh termasuk
mengontrol respon inflamasi.1
Kotikosteroid hormonal dapat digolongkan menjadi glukokortikoid dan
mineralokortikoid. Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroid yang efek
utamanya terhadap penyimpanan glikogen hepar dan khasiat anti-inflamasinya nyata.
Prototip untuk golongan ini adalah kortisol dan kortison, yang merupakan
glukokortikoid alam. Terdapat juga glukokortikoid sintetik, misalnya prednisolon,
triamsinolon, dan betametason. Golongan mineralokortikoid adalah kortikosteroid
yang mempunyai aktivitas utama menahan garam dan terhadap keseimbangan air dan
elektrolit. Umumnya golongan ini tidak mempunyai efek anti-inflamasi yang berarti,
sehingga jarang digunakan. Pada manusia, mineralokortikoid yang terpenting adalah
aldosteron.2

Berdasarkan cara penggunaannya kortikosteroid dapat dibagi dua yaitu


kortikosteroid sistemik dan kortikosteroid topikal. Tetapi pada pembahasan
selanjutnya kami akan membahas tentang kortikosteroid topikal. Kortikosteroid
topikal adalah obat yang dioleskan dikulit pada tempat tertentu. Kortikosteroid
topikal telah digunakan untuk mengobati penyakit kulit sejak diperkenalkan
hidrokortison sebagai obat topikal pertama dari golongan kortikosteroid pada tahun
1952.2

Definisi
Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di
bagian korteks kelenjar adrenal sebagai tanggapan atas hormone adrenokortikotropik
(ACTH) yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis. Hormon ini berperan pada banyak
sistem fisiologis pada tubuh, misalnya tanggapan terhadap stres, tanggapan sistem
kekebalan tubuh, dan pengaturan inflamasi, metabolisme karbohidrat, pemecahan
protein, kadar elektrolit darah.3

Mekanisme Kerja Kortikosteroid Topikal


Kelenjar adrenal terdiri dari 2 bagian yaitu bagian korteks dan medulla,
sedangkan bagian korteks terbagi lagi menjadi 2 zona yaitu fasikulata dan
glomerulosa. Zona fasikulata mempunyai peran yang lebih besar dibandingkan zona
glomerulosa. Zona fasikulata menghasilkan 2 jenis hormon yaitu glukokortikoid dan
mineralokortikoid. Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroid yang efek
utamanya terhadap penyimpanan glikogen hepar dan khasiat anti-inflamasinya nyata,
sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil atau tidak berarti.
Prototip untuk golongan ini adalah kortisol dan kortison, yang merupakan
glukokortikoid alam. Terdapat juga glukokortikoid sintetik, misalnya prednisolon,
triamsinolon, dan betametason.4,5
Golongan mineralokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya
terhadap keseimbangan air dan elektrolit menimbulkan efek retensi Na dan deplesi K,
sedangkan pengaruhnya terhadap penyimpanan glikogen hepar sangat kecil. Oleh
karena itu mineralokortikoid jarang digunakan dalam terapi. Prototip dari golongan
ini adalah desoksikortikosteron. Umumnya golongan ini tidak mempunyai khasiat
anti-inflamasi yang berarti, kecuali 9 α-fluorokortisol, meskipun demikian sediaan ini
tidak pernah digunakan sebagai obat antiinflamasi karena efeknya pada
keseimbangan air dan elektrolit terlalu besar. 4,5,6
Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein.
Molekul hormon memasuki jaringan melalui membran plasma secara difusi pasif di
jaringan target, kemudian bereaksi dengan reseptor steroid. Kompleks ini mengalami
perubahan bentuk, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin.
Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis
protein ini merupakan perantara efek fisiologis steroid. Efek katabolik dari
kortikosteroid bisa dilihat pada kulit sebagai gambaran dasar dan sepanjang
penyembuhan luka. Konsepnya berguna untuk memisahkan efek ke dalam sel atau
struktur-struktur yang bertanggungjawab pada gambaran klinis ; keratinosik (atropi
epidermal, re-epitalisasi lambat), produksi fibrolast mengurangi kolagen dan bahan
dasar (atropi dermal, striae), efek vaskuler kebanyakan berhubungan dengan jaringan
konektif vaskuler (telangiektasis, purpura), dan kerusakan angiogenesis
(pembentukan jaringan granulasi yang lambat). Khasiat glukokortikoid adalah
sebagai anti radang setempat, antiproliferatif, dan imunosupresif. Melalui proses
penetrasi, glukokortikoid masuk ke dalam inti sel-sel lesi, berikatan dengan kromatin
gen tertentu, sehingga aktivitas sel-sel tersebut mengalami perubahan. Sel-sel ini
dapat menghasilkan protein baru yang dapat membentuk atau menggantikan sel-sel
yang tidak berfungsi, menghambat mitosis (antiproliferatif), bergantung pada jenis
dan stadium proses radang. Glukokotikoid juga dapat mengadakan stabilisasi
membran lisosom, sehingga enzim-enzim yang dapat merusak jaringan tidak
dikeluarkan.6
Glukokortikoid topikal adalah obat yang paling banyak dan tersering dipakai.
Glukokortikoid dapat menekan limfosit-limfosit tertentu yang merangsang proses
radang. Ada beberapa faktor yang menguntungkan pemakaiannya yaitu :6
1. Dalam konsentrasi relatif rendah dapat tercapai efek anti radang yang cukup
memadai.
2. Jarang terjadi dermatitis kontak alergik maupun toksik.
3. Banyak kemasan yang dapat dipilih : krem, salep, semprot (spray), gel, losion,
salep berlemak (fatty ointment).
Kortikosteroid mengurangi akses dari sejumlah limfosit ke daerah inflamasi di
daerah yang menghasilkan vasokontriksi. Fagositosis dan stabilisasi membran
lisosom yang menurun diakibatkan ketidakmampuan dari sel-sel efektor untuk
degranulasi dan melepaskan sejumlah mediator inflamasi dan juga faktor yang
berhubungan dengan efek anti-inflamasi kortikosteroid. Meskipun demikian, harus
digaris bawahi di sini bahwa khasiat utama anti radang bersifat menghambat : tanda-
tanda radang untuk sementara diredakan. Perlu diingat bahwa penyebabnya tidak
diberantas.6
Efektifitas kortikosteroid topikal bergantung pada jenis kortikosteroid dan
penetrasi. Potensi kortikosteroid ditentukan berdasarkan kemampuan menyebabkan
vasokontriksi pada kulit hewan percobaan dan pada manusia. Jelas ada hubungan
dengan struktur kimiawi. Kortison, misalnya, tidak berkhasiat secara topikal, karena
kortison di dalam tubuh mengalami transformasi menjadi dihidrokortison, sedangkan
di kulit tidak menjadi proses itu. Hidrokortison efektif secara topikal mulai
konsentrasi 1%. Sejak tahun 1958, molekul hidrokortison banyak mengalami
perubahan. Pada umumnya molekul hidrokortison yang mengandung fluor
digolongkan kortikosteroid poten.6
Secara keseluruhan, kortikosteroid topikal berhubungan dengan empat hal
yaitu :6
1. Vasokontriksi,
Steroid topikal menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah di bagian
superfisial dermis, yang akan mengurangi eritema. Kemampuan untuk
menyebabkan vasokontriksi ini biasanya berhubungan dengan potensi anti-
inflamasi, dan biasanya vasokontriksi ini digunakan sebagai suatu tanda untuk
mengetahui aktivitas klinik dari suatu agen.
2. Efek anti-proliferasi,
Efek anti-proliferatif kortikosteroid topikal diperantarai dengan inhibisi dari
sintesis dan mitosis DNA. Kontrol dan proliferasi seluler merupakan suatu
proses kompleks yang terdiri dari penurunan dari pengaruh stimulasi yang
telah dinetralisir oleh berbagai faktor inhibitor. Proses-proses ini mungkin
dipengaruhi oleh kortikosteroid. Glukokortikoid juga dapat mengadakan
stabilisasi membran lisosom, sehingga enzim-enzim yang dapat merusak
jaringan tidak dikeluarkan.

3. Immunosupresan
Efektivitas kortisteroid bisa akibat dari sifat immunosupresifnya. Mekanisme
yang terlibat dalam efek ini kurang diketahui. Beberapa studi menunjukkan
bahwa kortikosteroid bisa menyebabkan pengurangan sel mast pada kulit. Hal
ini bisa menjelaskan penggunaan kortikosteroid topikal pada terapi urtikaria
pigmentosa.
4. efek anti-inflamasi.
Mekanisme sebenarnya dari efek anti-inflamasi sangat kompleks dan kurang
dimengerti. Dipercayai bahwa kortikosteroid menggunakan efek anti-
inflamasinya dengan menginhibisi pembentukan prostaglandin dan derivat
lain pada jalur asam arakidonik. Mekanisme lain yang turut memberikan efek
anti-inflamasi kortikosteroid adalah menginhibisi proses fagositosis dan
menstabilisasi membran lisosom dari sel-sel fagosit.

KLASIFIKASI KORTIKOSTEROID TOPIKAL


Kortikosteroid topikal dibagi menjadi 7 golongan besar, diantaranya berdasarkan anti-inflamasi dan antimitotik. Golongan I yang

paling kuat daya antiinflamasi dan antimitotiknya (superpoten). Sebaliknya golongan VII yang terlemah (potensi lemah).7,8,9

I Super poten Betamethasone dipropionate 0,05%


Diflurasone diacetate 0,05%
Clobetasol propionate 0,05%
Halobetasol propionate 0,05%
II Potensi tinggi Amcionide 0,1%
Betamethasone dipropionate 0,05%
Mometasone fuorate 0,01%
Diflurasone diacetate 0,05%
Halcinonide 0,01%
Fluocinonide 0,05%
Desoximetasone 0,05% dan 0,25%
III Upper Mid-strength Triamcinolone acetonide 0,1%
Fluticasone propionate 0,005%
Corticosteroids
Amcinonide 0,1%
Betamethasone dipropionate 0,05%
Diflurasone diacetate 0,05%
Fluocinonide 0,05%
Desoximetasone 0,05%
Betamethasone valerate 0,01%
IV Mid-Strength Triamcinolone acetonide 0,1%
Flurandrenolide 0,05%
Corticosteroids
Mometasone furoate 0,1%
Fluacinolone acetonide 0,025%
Hydrocortisone valerate 0,2%
V Lower Mid-strength Flurandrenolide 0,05%
Fluticasone propionate 0,05%
Corticosteroids
Prednicarbate 0,1%
Betamethasone dipropionate 0,05%
Triamcinolone acetonide 0,1%
Hydrocortisone butyrate 0,1%
Fluocinolone acetonide 0,025%
Desonide 0,05%
Betamethasone valerate 0,1%
Hydrocortisone valerate 0,2%
VI Potensi ringan Aclometasone 0,05%
Triamcinolone acetonide 0,1%
Hydrocortisone butyrate 0,1%
Fluocinolone acetonide 0,01%
Desonide 0,05%
Betamethasone valerate 0,1%
VII Potensi lemah Obat topikal dengan hidrokortison,
deksametason, glumetalon, prednisolon, dan
metilprednisolon

INDIKASI KORTIKOSTEROID TOPIKAL4,10


Kelas 1: Kortikosteroid Superpoten: Ini digunakan dalam peradangan kronis pada
kulit di mana kulit mengalami likenifikasi, pigmentasi atau tebal bersisik. Beberapa
contoh steroid superpotent adalah clobetasole propionat dan halobetasole propionate.
Indikasi steroid superpoten termasuk neurodermatitis, psoriasis.
Kelas 2: Kortikosteroid Potensi tinggi: Ini digunakan dalam peradangan kronis di
mana ketebalan, pigmentasi atau skuama lebih kecil dari lesi di atas. Contoh steroid
poten adalah betametason dipropionat, halcinonide, fluosinonida. Indikasi steroid
poten adalah: lichen planus, neurodermatitis, psoriasis vulgaris cukup parah, eksim
kronis.
Kelas 3: Upper Mid-strength Corticosteroids: Ini digunakan dalam peradangan sub
akut kulit. Contoh Upper Mid-strength Kortikosteroid adalah betametason valerat dan
flutikason propionat. Penggunaan pada dermatitis subakut, eksim infektif, psoriasis,
dermatitis seboroik berat.
Kelas 4: Mid- Strength Corticosteroids: Ini digunakan dalam peradangan akut dan
akut sub kulit. Contoh Mild-Strength Corticosteroids adalah mometasone furoate,
fluocinolone acetonide 0,025%, dan triamcinolone acetonide. Penggunaan pada
dermatitis sub akut, eksim infeksi, dermatitis seboroik cukup parah, psoriasis,
dermatitis atopic, alopesia areata.
Kelas 5: Lower Mid-strength Corticosteroids: Ini digunakan dalam peradangan akut
dan sub akut kulit. Contoh Lower Mid-strength Kortikosteroid adalah hidrokortison
butirat, flutikason propionate. Penggunaan dalam eksim infeksi, dermatitis seboroik,
psoriasis ringan.
Kelas 6: Kortikosteroid ringan: Ini digunakan dalam peradangan akut dan sub akut
pada kulit. Contoh kortikosteroid ringan adalah desonide, fluocinolone 0,01%,
clobetasone. Penggunaan dalam dermatitis akut dan sub akut. dermatitis seboroik
ringan
Kelas 7: Kortikosteroid Potensi lemah: Ini digunakan dalam peradangan akut ringan
dan sub akut pada kulit. steroid responsif pada penyakit kulit pada wajah, flexura, dan
napkin area harus diobati dengan steroid topikal kelas ini untuk menghindari
kerusakan pada kulit. Contoh steroid kurang poten adalah hidrokortison 1%.
Pada umumnya dipilih kortikosteroid topikal yang sesuai, aman, efek samping
sedikit dan harga murah ; disamping itu ada beberapa faktor yang perlu
dipertimbangkan, yaitu jenis penyakit kulit, jenis vehikulum, kondisi penyakit, yaitu
stadium penyakit, luas / tidaknya lesi, dalam / dangkalnya lesi, dan lokalisasi lesi.
Perlu juga dipertimbangkan umur penderita.

KONTRAINDIKASI KORTIKOSTEROID TOPIKAL


Kontraindikasi pada kortikosteroid terdiri dari kontraindikasi absolut dan
relatif. Pada kontraindikasi absolut, kortikosteroid tidak boleh diberikan pada keadaan
infeksi jamur yang sistemik, herpes simpleks keratitis, hipersensitivitas terhadap
kortikosteroid. Sedangkan kontraindikasi relatif kortikosteroid dapat diberikan
dengan alasan sebagai obat pertolongan pertama. Kortikosteroid diberikan disertai
dengan monitor yang ketat pada keadaan hipertensi, tuberkulosis aktif, gagal jantung,
riwayat adanya gangguan jiwa, depresi berat, diabetes, ulkus peptik, katarak,
osteoporosis, kehamilan.7

EFEK SAMPING KORTIKOSTEROID TOPIKAL


Pada penggunan kortikosteroid topikal, efek samping dapat terjadi apabila :4
1. Penggunaan kortikosteroid topikal yang lama dan berlebihan.
2. Penggunaan kortikosteroid topikal dengan potensi kuat atau sangat kuat atau
penggunaan sangat oklusif.
3. Lokasi lesi
4. Frekuensi pemberian kortikosteroid
5. Umur penderita
Efek samping kortikosteroid dibagi menjadi beberapa tingkat yaitu: 8
Efek Epidermal
Yaitu penipisan epidermal akibat penurunan aktifitas proliferasi epidermis dan
inhibisi dari melanosit sehingga terjadi hipopigmentasi (vitiligo like condition).4,11
Efek Dermal
Terjadi penurunan sintesis kolagen dan pengurangan pada jaringan ikat
sehingga terbentuk striae, memudahkan perdarahan kapiler di kulit berupa purpura
dan ekimosis.8
Efek Vaskular
Yaitu Vasodilatasi dan fenomena rebound berupa vasodilatasi, edema,
inflamasi dan pustulasi.8,11
Berikut ini adalah contoh dari efek samping kortikosteroid topikal secara
klinis:12
Efek samping sistemik
Efek samping sistemik lebih jarang terjadi dibandingkan efek samping lokal.
Efek samping sistemik terjadi karena steroid yang terkandung dalam kortikosteroid
diabsorbsi ke dalam darah dan menjadi bagian dalam tubuh. Jika lebih dari 50 gram
klobetasol propionate atau 500 gram hidrokortison digunakan tiap minggunya, maka
steroid bisa mengakibatkan supresi kelenjar adrenal dan mengakibatkan Cushing’s
syndrome.
Yang termasuk efek samping sistemik adalah:
 Pembengkakan pada tungkai karena penumpukan cairan
 Hipertensi
 Hipokalsemia sehingga menimbulkan gejala seperti kram otot, sesak napas
dan kejang
 Kerusakan pada tulang
 Gangguan pertumbuhan pada anak
 Cushing’s syndrome (gejalanya seperti peningkatan berat badan, moon face,
perubahan pada kulit seperti penipisan kulit dan gangguan mood)
Efek samping pada kulit
- Atrofi kulit
Kerusakan kulit akibat kortikosteroid topikal disebabkan oleh khasiat antimitosis yang
kuat dan akibat penyempitan pembuluh darah setempat, sehingga
menyebabkan penurunan sintesis kolagen, perubahan jaringan ikat dan
jaringan penyangga pembuluh darah, kemudian menyebabkan atrofi
epidermis,teleangiaktasis, purpura, striae, hambatan penyembuhan luka.Dan
pada kulit yang atrofi, penetrasi obat kortikosteroid makin kuat, kemudian
menambah kerusakan kulit. Atrofi kulit ini menyebabkan, epidermis tipis
seperti kertas (tissue paper appearance) purpura, ekimosis, teleangiektasis dan
striae, akibat hilangnya jaringan ikat dan atrofi jaringan lemak di bawah kulit.

Atrofi kulit Striae


- Dermatitis perioral
Dermatitis perioral merupakan papillae eczematous dengan skuama sekitar bibir
yang gatal dan panas, terutama akibat pemakaian kortikosteroid potensi kuat,
patogenesisnya belum diketahui secara pasti, infeksi sekunder Candida albicans
akan memperberat penyakitnya
- Rosasea
Berupa lesi eritematus di muka yang menetap disertai atrofi, teleangiektasis,
papul dan pustul akibat pemakaian kortikosteroid kuat topikal dalam waktu yang lama.
Penetrasi dari pemakaian kortikosteroid topikal pada daerah muka atau kepala akan
meningkat akibat adanya folikel kelenjar sebasea,sehingga meningkatkan
kemungkinan terjadinya efek samping ini.
- Dermatitis kontak alergi
Dermatitis kontak alergika akibat pemberian kortikosteroid topikal dapat disebabkan
oleh kortikosteroid sendiri atau oleh bahan pembawanya. Tidak jarang terjadi
reaksi silang di antara preparat kortikosteroid tersebut karena persamaan dasar dari
strukturnya, misalnya betametason valerat dengan hidrokortison, triamsinolon
dengan halsinonid dan flusinonid. Uji tempel dengan bahan yang dicurigai
dapat membantu menentukan penyebab, umumnya digunakan tixocortol
pivalate 1% di dalam vaselin dan budesonide 1%dalam ethanol, dapat
mendeteksi alergi terhadap kortikosteroid topikal sampai 90%.
- Erupsi akneiformis
Erupsi akneiformis adalah reaksi kulit berupa peradangan folikular akibat
adanya iritasi epitel duktus pilosebasea yang terjadi karena ekskresi substansi
penyebab (obat) pada kelenjar kulit. Kelainan ini dapat terjadi pada
penggunaan kortikosteroid topikal.
- Tinea incognito
Tinea incognito adalah infeksi jamur saat gambaran klinis yang ada menjadi
tidak jelas dikarenakan pengobatan yang tidak tepat, yang biasanya
disebabkan oleh karena pemakaian steroid topikal pada kasus infeksi yang
disebabkan oleh jamur dermatofita.

Tinea incognito
- Infeksi
Pemakaian kortikosteroid topikal memudahkan timbulnya infeksi bakteri, jamur dan
virus disebabkan karena mekanismepertahanan tubuh setempat menurun,
pemberian kortikosteroidtopikal pada infeksi jamur kulit menyebabkan gambaran klinis
tidak jelas, sehingga menyukarkan diagnosis disebut Tinea Incognito. Pemakaian
sediaan kombinasi kortikosteroid dan antibiotik sebaiknya hanya digunakan dalam
jumlah sedikit dan waktu singkat.
- Gangguan penyembuhan luka
Pemakaian kortikosteroid topikal dapat menghambat penyembuhan luka yang sudah
ada, karena khasiat anti-inflamasinya melalui efek vasokonstriksi pembuluh darah kecil,
menghambat ekstravasasi leukosit dan eksudasi plasma. Penurunan jumlah
leukosit ini, menyebabkan berkurangnya reaktivitas jaringan ikat dan terjadi
hambatan pada pembentukan fibroblas dan granulasi
- Hipertrikosis
Pemakaian kortikosteroid topikal jangka panjang terutama yang berpotensi kuat,
merangsang pertumbuhan rambut setempat sehingga terbentuk hipertrikosis
lokalisata. Hal ini karena efek androgenik dari kortikosteroid, sehingga hipertrikosis
dapat terjadi juga pada pemakaian topikal hormon androgen.
- Takifilaksis
Pemakaian kortikosteroid topikal jangka panjang terutama golongan potensi kuat,
dapat terjadi efek takifilaksis,yaitu khasiat obat akan menurun sesudah dipakai
terus-menerus selama 5-9 hari. Khasiat akan meningkat kembali setelah
pemakaian kortikosteroid berkhasiat kuat tersebut dihentikan sementara. Sehingga untuk
menghindari terjadinya takifilaksis dan mendapatkan hasil pengobatan
optimal, maka pada pemakaian kortikosteroid potensi kuat jangka panjang,
sesudah hari pemakaian harus diselingi dengan golongan kortikosteroid yang
lebih lemah beberapa hari.
Pencegahan efek samping13
Efek sistemik jarang sekali terjadi, agar aman dosis yang dianjurkan ialah
jangan melebihi 30 gram sehari tanpa oklusi. Pada bayi kulit masih tipis, hendaknya
dipakai kortikosteroid yang lemah. Pada kelainan akut dipakai pula kortikosteroid
lemah. Pada kelainan subakut digunakan kortikosteroid sedang. Jika kelainan kronis
dan tebal digunakan kortikosteroid kuat. Bila telah membaik pengolesan dikurangi,
yang semula dua kali sehari menjadi sekali sehari atau diganti dengan kortikosteroid
sedang/lemah untuk mencegah efek samping.
Jika hendak menggunakan cara oklusi jangan melebihi 12 jam sehari dan
pemakaiannya terbatas pada lesi yang resisten. Pada daerah lipatan (inguinal, ketiak)
dan wajah digunakan kortikosteroid lemah/sedang. Kortikosteroid jangan digunakan
untuk infeksi bakteri, infeksi mikotik, infeksi virus dan skabies. Di sekitar mata
hendaknya berhati-hati untuk menghindari timbulnya glaucoma dan katarak. Terapi
intralesi dibatasi 1 mg pada suatu tempat, sedangkan dosis maksimum per kali 10 mg.
KESIMPULAN

Kortikosteroid merupakan derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan


oleh kelenjar adrenal. Hormon ini memainkan peran penting pada tubuh termasuk
mengontrol respon inflamasi. Berdasarkan cara penggunaannya kortikosteroid dapat
dibagi dua yaitu kortikosteroid sistemik dan kortikosteroid topikal. Berdasarkan
potensi klinisnyadibedakan ke dalam beberapa golongan yaitu super poten, potensi
tinggi, potensi medium,dan potensi lemah.
Pada umumnya dipilih kortikosteroid topikal yang sesuai, aman, efek samping
sedikit dan harga murah: disamping itu ada beberapa faktor yang perlu
dipertimbangkan, yaitu jenis penyakit kulit, jenis vehikulum, kondisi penyakit, yaitu
stadium penyakit, luas/tidaknya lesi, dalam/dangkalnya lesi, dan lokalisasi lesi. Perlu
juga dipertimbangkan umur penderita.
Efek samping dapat terjadi apabila penggunaan kortikosteroid topikal yang
lama dan berlebihan serta pada potensi kuat atau sangat kuat atau penggunaan sangat
oklusif. Dapat dibagi beberapa tingkat yaitu efek epidermal, dermal, dan
vaskular. Efek samping lokal yang dapat terjadi meliputi atrofi kulit,
dermatitis, rosasea, dermatitis kontak alergi, erupsi acneformis, tinea incognito,
infeksi, gangguan penyembuhan luka, hipertrikosis dan takifilaksis.
DAFTAR PUSTAKA

1. Lewis V. Topical Corticosteroid. 2007. [cited 2012 Juni 5]. Available from
http://www.netdoctor.co.uk/index.shtml.
2. Goldfien, A. Adenokortikosteroid dan Antagonis Adrenokortikal. In : Katzung
B.G,editor. Farmakologi Dasar Dan Klinik, Edisi 4. Jakarta : EGC ; 1998. p.
616-32.
3. Doctorology Indonesia. Kortikosteroid dan Efek Sampingnya. 2009. [disitasi
29 Mei 2012 ]. Diunduh dari http://doctorology.net/?p=61
4. Maftuhah. Husni, Abidin. Taufik, Oral Kortikosteroid. 2009. Fakultas
Kedokteran Universitas Mataram. [disitasi 31 Mei 2012 ]. Diunduh dari
http://www.scribd.com/doc/13461799/kortikosteroid-topikal
5. Suherman S. Adrenokortikotropin, adrenokortikosteroid, analog-sintetik dan
antagonisnya. Dalam: Ganiswara SG (editor). Farmakologi dan Terapi. Edisi
4. Jakarta : Balai penerbit FKUI, 1995 ; 484-500
6. Abidin Taufik. Oral Corticosteroid. 2009. [disitasi 31 Mei 2012 ] Diunduh
dari http://www.scribd.com/doc/13461798/Oral-Kortikosteroid
7. I r w a n A . Kortikosteroid Topikal. [homepage internet] 2009. Diupdate
Februari 2011 [disitasi 29 Mei 2012 ]. Diunduh dari :
http://irwanashari.blogspot.com/2009/02/kortikosteroid-topikal.html.
8. Sutedja E. Farmakologi klinis dan mekanisme kerja kortikosteroid topikal
pada dermatitis. Dalam: Sutedja E (editor). Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Antiinflamasi Topikal pada Pengobatan Dermatitis Bayi dan Anak.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006; 29-39.
9. Lessin SR. Topical corticosteroids. In: Bondi EE, Jegasothy BV, Lazarus GS,
eds. Dermatology: Diagnosis and Therapy. First Edition. Philadelphia: Willey-
Blackwell; p 373-99.
10. Wibowo NR. Penggunaan Kortikosteroid dalam Bidang Dermatovenerologi.
Fakultas Kedokteran Universitas Tanjung pura RSU dr. Sudarso Pontianak.
Pontianak: 2010
11. Dermnet NZ. Topical steroid. [homepage internet] 2012. [disitasi 3 Juni
2012]. Diunduh dari http://dermnetnz.org/treatments/topical-steroids.html
12. Hamzah M. dermatoterapi. Dalam: Djuanda A (Editor) ilmu penyakit kulit dan
kelamin. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Edisi ke-5. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2006: 342-52.
13. Brazzini B Topical Corticosteroids. In: Freeberg, Irwin, Eisen, Atrhur, Wolff.
Klaus, dkk, editor. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Volume II
B. Sixth Edition. New York; Mc Graw-Hill Medical Publishing Division,
2003; 2381-7, 2322-7.

You might also like