You are on page 1of 9

Analisis Potensi Shalegas Formasi Tanjung

Cekungan Barito, Kalimantan Selatan


Menggunakan Data Petrografi, SEM, Geokimia, XRD, dan Seismik 2D

Faisal Farizi

ABSTRACK

The world's needs for oil and gas continues to increase with the progression of human development
and the number continues to increase. However, existing reserves may not be reliable in the future if there is no
discovery of new reserves or expansion into the area of unconventional reserve.
One of the Indonesian government's policy is to increase exploration and production of non-
conventional oil and gas reserves such as shale gas to get large amounts of gas reserves. There are several
formations that have been targeted in shalegas exploration in Indonesia. This research focus at Tanjung
Formation as object. Tanjung formation has about 100 meters thick of shale and buried more than at a depth
of 2000 meters. This research aim for identify potential of shale gas at Tanjung Formation which located in the
basin Barito, South Kalimantan.
Research methods used include survey methods, descriptive methods, and methods of analysis. In this
study we used the analysis of petrographic, geochemical, SEM (scanning electron microscopy), XRD for surface
samples and analysis of 2D seismic for dasubsurface data. In this study, we did integration surface and
subsurface data. Surface sample from surface data is used to analog subsurface sample in tanjung formation to
make a history of burial model.
Petrographyc analysis show main porosity is dissolution and fracture, main organic material is
fragmental and streak. SEM show mineral that have conviguration to creat microporosity, that minerals are
illite and pyrite. XRD analysis show main mineral compose Tanjung shale is quartz (42-79%) and BI
(Brittleness Index) value betwen 0,6-0,83. Based on Maturation history modeling of pseudowell-1 is known that
the generation of hydrocarbons (gas) starts at 8 million years ago at a depth of 15 000 feet. Based on ambrose
equation, Recoverable resources gas at tanjung shale is 18,425 TCF.

Key words: Shale gas, unconventional, Tanjung Formation

LATAR BELAKANG TUJUAN


Menurut Sosrowidjojo (2011), eksplorasi migas di 1. Mengetahui karakteristik batuan serpih
dunia kini telah berganti haluan dari eksplorasi Formasi Tanjung meliputi : komposisi mineral
migas yang konvensional menjadi non- dan BI (Brittleness Index/Tingkat kerapuhan).
konvensional. Hal ini dikarenakan jumlah cadangan 2. Mengetahui jenis material organik dan
migas konvensional telah menurun secara dramatis jumlah material organik batuan induk serpih
sehingga membuat kita harus mencari cadangan pada Formasi Tanjung.
baru yang tentunya lebih sulit untuk 3. Mengetahui geometri penyebaran Formasi
menemukannya sehingga membutuhkan teknologi Tanjung secara lateral dan vertikal.
dan pemikiran yang baru. 4. Mengetahui kematangan dan nilai gas in
Menurut Sosrowidjojo (2011), Shale gas adalah place pada batuan serpih Formasi Tanjung.
gas yang diperoleh dari batuan intuk atau source
rock berupa serpih yang terperangkap dalam batuan LOKASI PENELITIAN
induk itu sendiri. Shale gas merupakan salah satu Lokasi Penelitian berada di Timur Laut Cekungan
gas non-konvensional yang memiliki potensi dua Barito, Provinsi Kalimantan Selatan. Sedangkan
kali lebih besar dari gas conventional dengan nilai pengolahan data dan analisis sampel batuan dari
500 BCFD. lapangan dilakukan di gedung eksplorasi II,
LEMIGAS Jakarta.
MAKSUD
Melakukan evaluasi potensi gas serpih pada TINJAUAN PUSTAKA
Formasi Tanjung meliputi analisis litologi, Menurut Ramadhan (2011), kerogen didefinisikan
geokimia, komposisi mineral, ketebalan lapisan dan sebagai bagian material organik yang terdapat di
jumlah cadangan sumberdaya gas pada batuan dalam batuan sedimen yang tidak larut dalam
induk Serpih Formasi Tanjung yang berada pada pelarut organik sederhana karena molekulnya
Cekungan Barito Kalimantan Selatan berukuran besar. Karakteristik kimia dan fisika
kerogen sangat dipengaruhi oleh macam molekul
biogenik material asal dan transformasi akibat
diagenesis molekul organik tersebut. Komposisi
kerogen juga dipengaruhi oleh proses pematangan data aliran panas masa kini yang disebut present
termal yaitu katagenesis dan metagenesis yang day heatflow, atau sejarah aliran panas.
mengubah kerogen tersebut. Analisis geohistori adalah suatu teknik stratigrafi
Pembentukan kerogen secara berturut-turut terjadi kuantitatif yang digunakan untuk menyelesaikan
dalam dua tahap yaitu tahap polimerisasi yang masalah dalam sejarah geologi dan
melibatkan pembentukan geopolimer dari penggambarannya. Kuantifikasi data stratigrafi
geomonomer yang terjadi setelah organisme mati sumur dimungkinkan dengan berkembangnya
dan tahap penyusunan kembali komposisi kerogen pengetahuan ilmu mikrobiostratigrafi, sehingga
yang terjadi setelah geopolimer pertama terbentuk memungkinkan untuk mendapatkan umur dalam
dan akan terus berlangsung selama kerogen tetap satuan juta tahun dan lingkungan pengendapan
ada. Tahap polimerisasi dimulai pada saat destruksi berupa kedalaman pengendapan (Ramadhan, 2011).
dan transformasi tubuh organisme terjadi, dimana
biopolimer organik berukuran besar misalnya
protein dan karbohidrat akan terurai dan Prinsip Analisis Scanning Electron Microscope
membentuk geopolimer baru yang tidak memiliki (SEM)
struktur biologi teratur. Mikroskop elektron digunakan untuk melihat
material dengan ukuran nanometer (nm) sampai
Karakteristik Batuan serpih dan Definisi mikrometer (μm). Mikroskop elektron adalah
Singkat Shale Gas instrumen ilmiah yang menggunakan berkas cahaya
Serpih merupakan batuan sedimen yang terdiri dari dari energi elektron untuk mengamati objek yang
komposisi butiran berukuran lempung dan lanau berukuran sangat kecil. Pengamatan dengan
dengan karakteristik laminasi planar (Potter, 1981). mikroskop elektron menghasilkan informasi dari
Shale gas adalah gas alami yang diproduksi dari objek yang diamati berupa topografi, morfologi,
batuan serpih atau shale. Gas dihasilkan dan dan komposisi serta informasi kristalografi, yaitu
tersimpan secara insitu pada gas shale sebagai mengetahui bagaimana mineral menyusun sebuah
sorbed gas yaitu gas terserap pada material organik objek. Mikroskop elektron dikembangkan karena
dan free gas yaitu gas terjebak pada rekahan atau keterbatasan dari mikroskop cahaya yang hanya
pori. Permeabilitas batuan serpih yang sangat terbatas pada 500x sampai 1000x perbesaran
rendah (< 10 mD) memerlukan perekahan yang (Bettina dkk., 2008).
intensif untuk memproduksi gas yang secara
kuantitas memenuhi aspek komersial. Sebuah
sistem shale gas dapat merupakan bagian dari Prinsip Analisis XRD (X-Ray Diffraction)
sebuah sistem petroleum dengan gas akumulasi Analisis ini digunakan untuk mengetahui akan
yang bersifat konvensional ataupun non- kadar mineral, persentase dan tingkat kristalinitas
konvensional (Potter, 1981). Reservoir mineral dari conto mineral lempung yang diambil
konvensional adalah batuan dengan kondisi dari lapangan (Bettina dkk., 2008).
porositas yang tinggi (>10%) dan permeabilitas Analisis XRD merupakan metode yang dapat
yang tinggi (>100 mD) sedangkan reservoir non- memberikan informasi mengenai jenis mineral
konvensional adalah batuan dengan kondisi yang terdapat dalam suatu conto. Mekanisme kerja
porositas yang kecil (<10%) dan permeabilitas analisis XRD ini yakni conto yang akan dianalisis
kecil (<10 mD). XRD digerus sampai halus seperti bubuk kemudian
dipreparasi lebih lanjut menjadi lebih padat dalam
Pemodelan Cekungan suatu holder kemudian holder tersebut diletakkan
Dalam melakukan pemodelan cekungan diperlukan pada alat XRD dan diradiasi dengan Sinar X. Data
paling tidak tiga parameter utama yaitu hasil penyinaran Sinar X berupa spektrum difraksi
(Ramadhan, 2011): Sinar X dideteksi oleh detektor dan kemudian data
1. model kurva kompaksi dan parameter kurva difraksi tersebut direkam dan dicatat oleh komputer
kompaksi per litologi, dalam bentuk grafik peak intensitas, yang lebih
2. konduktivitas termal per litologi, lanjut dianalisis jarak antara bidang kisi kristalnya
3. sejarah aliran panas atau heatflow dari waktu dan dibandingkan dengan hukum Bragg pada
kewaktu. komputer dengan menggunakan software tertentu
Data masukan yang dibutuhkan antara lain : sehingga dapat menghasilkan suatu data (Bettina
1. Data stratigrafi dan litologi didapat dari log dkk., 2008).
completion atau final log. Analisis kimia dengan metode XRD ini dilakukan
2. Data faunal chart foraminifera plankton atau pada laboratorium XRD LEMIGAS gedung
nannoplankton atau dapat digantikan oleh data eksplorasi di Jakarta. Data hasil XRD tersebut
umur absolut per kedalaman. kemudian dianalisis lebih lanjut oleh Penyusun
3. Data BHT (Bore Hole Temperatur) dan DST untuk mengetahui akan karakteristik tiap mineral,
(Drill Stem Test) didapatkan dari laporan persentase mineral, dan hasil XRD akan menjadi
pemboran, final log atau dari log completion, atau
acuan dalam menentukan nilai Brittleness Index Metode Analisis Sejarah Pemendaman
(BI). Analisis sejarah pemendaman merupakan sebuah
Dalam menghitung nilai tingkat kerapuhan atau pemodelan mengenai sejarah dari proses
brittleness index (BI) suatu batuan dihitung terbentuknya formasi batuan meliputi waktu
berdasarkan rumus yang diajukan oleh Wang dan sedimentasinya, ketebalannya, jenis litologinya,
Gale (2009; dalam Lemigas, 2011) sebagai berikut dan peristiwa geologi yang berlangsung. Analisis
: sejarah pemendaman dilakukan dengan perangkat
BI = (kuarsa + karbonat) / (kuarsa + karbonat +
lunak Plate River-1 (Basin Mode), dengan analisis
lempung + material organik) ini dapat diketahui pada kedalaman dan waktu
terbentuknya gas dan minyak.
METODOLOGI PENELITIAN
Metode Penelitian Metode Analisis Software Seisvision dari
Penelitian ini menggunakan metode analisis- Geographic 2004
deskriptif, dengan melakukan analisis data Metode ini digunakan untuk korelasi dan
permukaan dan bawah permukaan. pembuatan peta bawah permukaan. Korelasi
Metode Deskriptif litostratigrafi dilakukan pada penampang seismik
Menurut Nazir (1983) metode deskriptif adalah dengan cara mempicking horizon yang
metode penelitian untuk membuat gambaran diidentifikasi sebagai top dari Formasi Tanjung dan
mengenai situasi atau kejadian, sehingga metode Top dari batuan dasar (basement). Dengan
ini berkehendak mengadakan akumulasi dasar data perangkat lunak ini juga dilakukan analisis stuktur
belaka. Dalam metode penelitian yang lebih luas geologi yang ada pada cekungan barito bagian
metode deskriptif tidak hanya memberikan tenggara ini. Selanjutnya peta Isopach antara Top
gambaran terhadap fenomena-fenomena, tetapi Formasi Tanjung dan Top Basement dihitung nilai
juga menerangkan hubungan, menguji hipotesis, GIP (gas in place) yang mungkin terjebak pada
membuat prediksi serta mendapatkan makna dan Formasi Tanjung berdasarkan persamaan yang
implikasi dari suatu masalah yang ingin dibuat oleh Ambrose dkk,. (2010)
dipecahkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Metode Analisis Diskusi Analisis Petrografi
Menurut Nazir (1983), metode analisis adalah suatu Berdasarkan analisis petrografi dapat diketahui
metode yang digunakan untuk menganalisis data pada umumnya batuan serpih Formasi Tanjung
yang digunakan di dalam penelitian. Metode mempunyai ukuran butir berukuran pasir halus-
analisis yang digunakan dalam menghitung sedang dalam jumlah yang cukup signifikan (10-
cadangan pada batuan serpih Formasi Tanjung, 40%) sehingga sifat batuannya tidak murni serpih
Cekungan Barito Kalimantan Selatan adalah: namun bersifat lanauan, pasiran, dan lempungan.
Porositas yang teramati dari seluruh conto
Metode Analisis Petrografi menunjukkan nilai yang tidak terlalu besar (0-10%)
Petrografi dilakukan untuk mengetahui komposisi dengan jenis utama porositas berupa porositas
mineral penyusun batuan dan mengetahui jenis sekunder yaitu rekahan. Kehadiran material karbon
porositas yang ada dalam batuan secara dalam sayatan conto batuan Formasi Tanjung juga
mikroskopi. tidak banyak (1-8%) dengan jenis utama bantuk
material karbon adalah streak dan fragmental.
Metode Analisis SEM (Scanning Electron Secara keseluruhan, berdasarkan analisis petrografi
Microscope) maka dapat dikatakan batuan serpih Formasi
SEM dilakukan untuk mengetahui geometri dari Tanjung kurang baik untuk menjadi batuan induk
mineral penyusun batuan dan untuk melihat bagi gas dalam batuan serpih namun cukup baik
porositas yang dimiliki batuan dalam skala nano- jika menjadi reservoir gas serpih.
mikro.
Hasil Analisis Scanning Electron Microscope
Metode Analisis XRD (X-Ray Diffragtometer) (SEM)
Analisis XRD dilakukan untuk menghitung Analisis SEM merupakan salah satu analisis yang
komposisi mineral secara kuantitatif dan hasilnya bersifat kualitatif, sehingga tidak dapat mengetahui
digunakan untuk menentukan nilai Brittleness kuantitas dari material yang diamati, baik itu
Index. komposisi mineral, kehadiran rekahan dan jumlah
material organik.
Metode Analisis Geokimia Melaui analisis SEM (Scanning Electron
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui jenis dari Microscope) dapat mengamati porositas mikro
material organik yang menusun batuan, mengetahui hingga nano yang menjadi tempat penyimpanan
jumlah material organik, dan kematangan dari bagi fluida gas dan menjadi jalan bagi fluida gas
batuan induk yang dianalisis. untuk keluar. Fluida Gas pada shale gas play dapat
tersimpan pada matriks, material organik dan relevan dengan nilai komposisi bahan organiknya.
retakan-retakan kecil atau microfracture pada Semakin gelap warna batuan umumnya akan
batuan serpih. Gas yang telah semakin banyak material organik yang dimiliki
dihasilkan oleh serpih dapat terjebak pada matriks, batuan tersebut. Hasil dari analisis kekayaan
terutama jika matriks batuan serpih berupa mineral material organik sepuluh sampel menunjukan nilai
lempung illit. Hal ini karena mineral illit TOC berkisar antara 0,03-1,45% wt.
mempunyai strutur internal yang bernama
cardhouse atau floocule sehingga memungkinkan Analisis TOC
bagi gas untuk terjebak didalam struktur internal Lima conto serpih Formasi Tanjung dari daerah
illit tersebut. Barabai dikategorikan ‘miskin’ komposisi TOC,
berkisar antara 0.26 – 0. 35% wt, sehingga kurang
Diskusi Analisis SEM (Scanning Electron berpotensi sebagai batuan sumber penghasil
Microscope) hidrokarbon. 3 conto sedimen lainnya dari formasi
Melalui analisis SEM dapat terlihat bahwa yang sama, diambil dari daerah Gunung Berai dan
sejumlah conto dari Formasi Tanjung Memiliki Batang Alay Timur juga tidak berpotensi untuk
Porositas mikro yang tersebar pada matriks, menghasilkan hidrokarbon (TOC = 0.03 – 0.48%
rekahan dan terjebak pada rongga di material wt), hanya 2 conto serpih yang juga termasuk
organik atau organoporositas. Hadirnya mineral illit dalam Formasi Tanjung yang diambil dari daerah
pada conto menciptakan porositas mikro berbentuk Gunung Pihan dan Kumam yang berpotensi
flocule, yaitu mineral lempung illit mempunyai ‘sedang’ dan ‘bagus’ (TOC= 0.59% wt dan 1.43%
bentuk seperti susunan kartu sehingga wt). Oleh karena itu analisis lanjut berupa :
memungkinkan adanya ruangan berukuran mikro- analisis pirolisis rockeval, analisis pantulan vitrinit
nanno dalam batuan. Selain itu juga terlihat adanya (VR), dan komposisi kerogen/TAI dilakukan
rekahan-rekahan berukuran mikro pada terhadap 2 conto terpilih ini.
pengamatan SEM 3D ini. Kemudian, terdapat Dalam shale gas play concept, dengan
mineral pirit yang berbentuk framboid dan mulai menggunakan data shale gas yang telah berhasil di
mengalami pelarutan sehingga menciptakan ruang- Amerika, rata-rata nilai TOC minimum yang
ruang berukuran mikro yang memungkinkan diperlukan adalah 2. Nilai minimal TOC shale gas
menjadi porositas dan terisi oleh gas. berbeda dengan conventional play concep karena
untuk menghasilkan gas yang cukup
Analisis Geokimia banyak dan terjebak didalam batuan serpih atau
Sebanyak sepuluh sampel permukaan yang diambil shale dibutuhkan material organik yang lebih
dari beberapa lokasi, diantaranya dari Sungai banyak.
Hantakan (SH-7, SH-24, SH-34, SH 37, SH 41),
Gunung Kumam (ST-3), Gunung Berai (GBR-4), Analisis Pirolisis Rockeval
Sungai Batang Alay (BAT-1, BAT-6), dan Gunung Komposisi S2 atau Kerogen dari hasil analisis
Pihan (S-1) dianalisis secara geokimia untuk pyrolisis rockeval untuk 2 conto serpih teranalisis
mengetahui kuantitas bahan organik, tipe kerogen, yaitu ST-3 dan S1, memiliki nilai 0.48 dan 2.16
dan tingkat kematangan termalnya. Analisis yang mg/gr batuan yang dikategorikan berpotensi
dilakukan meliputi : TOC, Pirolisis rockeval, ‘miskin’ dan ‘memasuki batas sedang’ untuk
Reflektansi Vitirinit, dan Tipe Kerogen/Indeks menghasilkan hidrokarbon pada tingkat
Alterasi termal (TAI). kematangan termal matang.
Evaluasi geokimia memberikan informasi
mengenai kuantitas/kualitas batuan sumber Tingkat Kematangan Termal
penghasil hidrokarbon, tingkat kematangan termal Analisis pantulan vitrinit dan visual kerogen
bahan organik, tipe kerogen, dan jenis produk dilakukan untuk mengetahui tingkat kematangan
hidrokarbon yang dihasilkan. Hal ini dijelaskan pad termal dengan pengamatan terhadap nilai Ro% dari
subbab 4.3.1-4.3.2 dihalaman 90-91. pitoklas vitrinit dan perubahan indeks warna
Analisis TOC (Total Organic Carbon) dilakukan spora/pollen (SCI/TAI) serta komposisi kerogennya
untuk melihat kuantitas dari material organik. yang dilakukan terhadap 2 conto (ST-3 dan S1)
Selanjutnya dilakukan analisis pyrolisis dan rock dengan mengamati mikroskop refleksi dan
eval untuk mengetahui kualitas batuan induk, transmisi. Bila batas puncak pembentukan minyak
kemudian dilakukan analisis vitrinite reflectance pada nilai 0.60 Ro%, Tmax = 4350C dan TAI = 2+,
(Ro%) untuk mengetahui kematangan dari serpih. maka kedua conto teranalisis masih menunjukkan
tingkat kematangan termal yang belum matang
Kekayaan Material Organik (Organic Richness) (Ro% = 0.44-0.59, TAI = 2, hal tersebut juga
Batuan sedimen teranalisis umumnya berwarna ditunjukkan oleh nilai Tmaks = 432-4340C.
kelabu terang sampai kelabu gelap, non-calcareous Komposisi kerogen pada seluruh conto Formasi
sampai calcareous, dan sebagian lanauan/pasiran. Tanjung umumnya memiliki 94-96% kerogen
Tingkatan warna dan konposisi batuan umumnya vitrinitik dan 3-4% liptinit. 94-96% terdiri dari
vitrinit dan Non Fluorescence Amorphous yang berada paling dekat dengan titik lokasi pseudowell-
berasal dari vitrinit yang terdegradasi. Vitrinitik 1 ini.
termasuk kerogen tipe III, merupakan material
organik pembentuk gas. 3-4% Kerogen Liptinit Pemodelan
(tipe II) sebagai pembentuk minyak atau bersifat Pemodelan di Cekungan Barito, Kalimantan
Oil prone, yang terdiri dari fluoresence Amorphous Selaatan dilakukan dengan menggunakan metode
dan liptinit. transient heat flow yaitu dengan menggunakan data
heat flow yang berubah dengan mempertimbangkan
Analisis XRD (X-Ray Diffraction) Conto Batuan faktor tektonik yang berkembang di daerah
Sebanyak 13 sampel permukaan yang diambil dari tersebut.
beberapa lokasi, diantaranya dari Sungai Hantakan Proses sedimentasi dan pemendaman pada
(SH-7, SH-24, SH-30, SH-34, SH 37, SH 41, SH- Cekungan Barito diawali oleh sedimentasi dari
42B, SH-44,), Gunung Kumam (ST-3), Gunung Formasi Tanjung yaitu pada umur Eosen Awal
Berai (GBR-4), Sungai Batang Alay (BAT-1, BAT- secara tidak selaras diatas batuan dasar. Formasi
6), dan Gunung Pihan (S-1) dianalisis komposisi Tanjung merupakan sedimen yang mengisi
mineral penyusunnya dengan analisis XRD. cekungan ketika terjadi Rifting atau pemekaran
Analisis XRD pada tiga belas conto batuan sehingga termasuk dalam endapan Synrift. Formasi
memperlihatkan batuan didominasi oleh kuarsa Tanjung ini tersusun oleh batupasir kasar dan
(42-79%) dan mineral lempung (18-40%) yang konglomerat dibagian bawah, batulempung dengan
terdiri dari kaolinit 12-35%, illit 4-10%, dan sisipan batubara dan batupasir dibagian tengah, dan
smektit 0-30% disertai sejumlah kecil plagioklas 0- perselingan batulanau dan batupasir halus berbutir
10%, dan mineral karbonat berupa siderit 0-18%. sedang sampai kasar di bagi an atas. Gambar
Kelimpahan smektit pada tigebelas conto ternyata pemodelan dapat dilihat pada Gambar 2.
cukup signifikan pada conto BAT-1, BAT-6, dan Hasil pemodelan saat ini terlihat bahwa minyak
GBR-4 yaitu > 10%. Berdasarkan penelitian berada pada kedalaman + 10.000 ft, pada Formasi
LEMIGAS, jika suatu batuan mempunyai Warukin bagian atas, terbentuk sekitar 20 juta
komposisi smektit 7% maka akan mengembang tahun yang lalu atau pada Miosen Awal sedangkan
menjadi 20%. Dengan demikian digunakan cut off gas berada pada kedalaman + 15.000 ft, pada
10% untuk mengatakan suatu batuan dalam Formasi Berai dan Warukin Bawah, terbentuk
katagori buruk. Jika batuan mempunyai komposisi sekitar 8 juta tahun yang lalu atau pada Miosen
smektit > 10% maka hal ini buruk bagi proses Akhir.
hidroulic fracturing ketika ingin memproduksikan Dari pemodelan terlihat proses tektonik pada akhir
gas karena smektit akan mengembang dan pengendapan Formasi Tanjung sangat berpengaruh
menyumbat rongga atau pore throat. terhadap proses pematangan hidrokarbon didaerah
ini. Awal kematangan minyak atau early mature oil
Pemodelan cekungan dimulai pada + 26 juta tahun yang lalu atau
Lokasi dan Geometri Penampang Oligosen Akhir pada kedalaman + 6000 ft.
Pada lokasi penelitian Cekungan Barito, Pembentukan gas dimulai sekitar + 8 juta tahun
Kalimantan Selatan, dilakukan pemodelan yang lalu atau Miosen Akhir pada kedalaman
cekungan 1D pada Pseudowell-1 dengan kordinat mendekati + 13.000 ft. Posisi awal kematangan
176012’43.5” W, 3047’46.4”, dengan arah relatif minyak pada saat ini berada pada kedalaman +
baratdaya-timurlaut. 5500 ft pada Formasi Upper Warukin. Sedangkan
awal pembentukkan gas terjadi pada kedalaman +
Parameter Pemodelan 12.500 ft pada Formasi Berai dan Warukin Bawah.
Parameter yang digunakan untuk data input
pemodelan meliputi unit stratigrafi, umur dan sifat Perhitungan Cadangan
fisik litologi yang mencakup data komposisi, berat Perhitungan gas in place pada Formasi Tanjung
jenis, serta konduktivitas panas dari masing-masing matang menggunakan persamaan yang dibuat oleh
unit stratigrafi, serta temperatur permukaan, Ambrose dkk., (2010). Penjumlahan total gas in
thermal gradient, dan tipe kerogen batuan induk. place adalah
Komposisi litologi untuk masing-masing unit
secara umum dibuat berdasarkan deskripsi litologi
lapangan serta peta geologi di daerah studi. Gst = Gf + Ga
Berat jenis dihitung berdasarkan nilai default pada
perangkat lunak 1D Plate River (2009) karena tidak
diperoleh hasil pengukuran konduktivitas panas
untuk masing-masing unit stratigrafi di sumur. Gf = 32,0368
Sedangkan nilai koefisien panas pada pseudowell-1
ini menggunakan nilai dari sumur Barito-1 yang
Gf =
b) Kedalaman formasi berada > 2000 m
Ga = Gsl c) Komposisi TOC cukup tinggi > 2.0%
d) Pematangan cukup, dengan nilai VR 1.4-3
e) Porositas > 5.0%, dengan permeabilitas >
0,0001 mD
Dengan menggunakan perkiraan asumsi: f) Ketebalan minimum 30 meter.
= 2% Sw = 0.3 Berdasarkan analisis conto permukaan meliputi
analisis petrografi, XRD, geokimia, dan Tingkat
= 16 lb/lb- mol p = 4000 psia
kerapuhan dapat disimpulkan bahwa Formasi
Bg= 0.003 = 2.5 g/cm3 Tanjung menunjukkan kualitas potensi Shale gas
= 50 scf/ton = 1150 psia yang tidak begitu baik. Memiliki komposisi
material organik yang miskin dengan TOC 0,26-
perhitungan volume batuan berdasarkan peta 0,35% dengan tingkat kematangan yang hampir
isopach (Gambar 2 nomor 6) dibagi menjadi 3 zona matang. Tingkat kerapuhan yang dikatagorikan
: dengan cukup rapuh hingga rapuh dengan nilai BI
antara 0,6-0,82. Faktor yang meningkatkan kualitas
adalah rendahnya komposisi smektit (0-2%) yang
1.428.794.424,91 (zona 1) membuat rekahan batuan akan tetap terbuka saat
Volume batuan = dilakukan fracturing. Memiliki nilai Recoverable
8.770.375.453,55 (zona 2) gas in place 18,425 tcf. Rangkuman diskusi potensi
1.027.438.651,47 (zona 3) + gas serpih Formasi Tanjung dapat dilihat pada
11.226.608.529,93 acre/ft Tabel 1.

Maka dapat dihitung


Hasil Analisis Potensi Formasi Tanjung
Hasil penelitian dan analisis terhadap beberapa
parameter yang dijadikan acuan dalam menentukan
potensi shale gas di Cekungan barito maka dapat
diketahui bahwa Formasi Tanjung kurang baik
sebagai reservoir dan batuan induk dalam shale gas
karena karakteristik serpih pada Formasi Tanjung
hanya memiliki sedikit komposisi material organik
(rata-rata <5%) sehingga berpengaruh terhadap
nilai TOC yang rendah yaitu rata-rata < 1%. Dari
sisi kematangan, Formasi Tanjung masuk dalam
kategori belum matang yang diketahui dari nilai
Tmax yang < 4350 C dan nilai VR <0,6.
Nilai porositas yang rendah < 10%, juga menjadi
Gas in place Tanjung = 67 x 11 x 109 x 2,5 = kriteria yang menjadikan Formasi Tanjung dalam
1842,5 x 109 = 1842,5 tcf katagori buruk sebagai Reservoir shale gas. Namun
Recoverable gas in place = gas in place x 1% = hal ini bukan hasil final dari kesimpulan mengenai
18,425 tcf kualitas Formasi Tanjung sebagai Formasi yang
berpotensi shale gas karena data penelitian yang
terbatas. Perlu dilakukan penelitian yang lebih
Diskusi dalam dan detil untuk mengetahui potensi shale gas
Untuk mengetahui potensi shale gas di suatu Formasi Tanjung.
daerah perlu dilakukan beberapa kajian meliputi
litologi formasi yang berfungsi sebagai shale gas KESIMPULAN
reservoir dan source, mineralogi batuan, 1. Mineralogi dari Formasi Tanjung
kematangan batuan induk, pemodelan geologi, dan memperlihatkan batuan didominasi oleh kuarsa
perhitungan volumetrik. (2-85%) dan mineral lempung yang terdiri dari
Litologi yang berpotensi untuk terbentuknya shale kaolinite (0-35%), illite (0-10%), smectite (0-
gas adalah batuan yang berukuran halus berupa 2%), disertai sejumlah kecil plagioklas (0-28%),
serpih yang kaya akan material organik. Menurut dan mineral karbonat berupa Siderite (0-18%).
Zheng (2011), beberapa kriteria dari batuan serpih Tingkat kerapuhan dikatagorikan cukup rapuh-
yang berpotensi memiliki gas adalah sebagai rapuh dengan nilai BI (brittleness index) antara
berikut : 0,6-0,82. Faktor yang meningkatkan kualitas
a) Memiliki mineral lempung sekitar 50% dengan batuan induk Formasi Tanjung sebagai reservoir
sisanya adalah mineral getas (brittle) seperti shale gas adalah rendahnya komposisi smectite
kuarsa, kalsit, dolomite. (0-2%) yang memudahkan rongga pori tetap
terbuka, ketika berlangsungnya proses Issler, D.R., 1992. A new approach to shale
perekahan hidrolik. compaction dan stratigraphic restoration,
2. Material organik yang terdapat dalam batuan Beaufort-Mackenzie Basin dan Mackenzie
Formasi Tanjung termasuk dalam kerogen tipe corridor, Northern Canada. Bull. Am. Assoc.
II, dengan kelimpahan yang tidak banyak yaitu Petrol. Geol., v. 76, n. 8, p. 1170-1189.
jumlah TOC 0,16-1,45%, dan tingkat Kusuma, I. dan Darin, T., 1989, The hydrocarbon
kematangan belum matang ditandai nilai Tmax potential of the Lower Tanjung Formation,
4340C dan 4320C serta nilai pantulan vitrinit Barito Basin, SE Proc. Indon. Petroleum
0,44 & 0,55. Assoc. Ann. Conv. v.1, p.107-138, West
3. Penyebaran lapisan batuan serpih Formasi Indonesia.
Tanjung terlihat menebal pada bagian barat peta Koesoemadinata, R.P., Taib, M.I.T., dan Samuel,
isopach dengan geometri melintang dari utara L., 1994. Subsidence curves dan modeling of
ke barat dan juga menebal ke timur. some Indonesia Tertiary Basins: 1994 AAPG
4. Pemodelan cekungan yang dilakukan di International Conference dan Exhibition
Cekungan Barito memperlihatkan bahwa Kuala Lumpur, Malaysia, p. 1-42.
keberadaan gas saat ini pada kedalaman + Peters K.E., Walters C.C., dan Moldowan J.M.
15000 ft, terbentuk pada + 8 juta tahun sebelum (2005) The Biomarker Guide: Biomarkers dan
masehi atau pada kala Miosen. Pemetaan Isotopes in the Environment dan Human
geologi bawah permukaan dan perhitungan History. V1.Cambridge University Press,
sumberdaya gas pada Formasi Tanjung Cambridge.
menghasilkan nilai Recoverable Resources Gas Potter. 1981. Sedimentology of Shale. Blackwell
yang cukup besar, yaitu : 18,425 TCF. Science: New York
Qivayanti, Srikanti. I., 1996, Model Kurva
SARAN Kompaksi Serpih dari Beberapa Cekungan
1. Perlu dilakukan penambahan sampel Sedimenter Tersier di Indonesia Barat, Tesis
permukaan dan sampel bawah permukaan di Magister, Fakultas Pascasarjana, ITB, tidak
bagian tengah Cekungan Barito untuk diterbitkan.
dianalisis, terutama dalam analisis geokimia Rotinsulu, Lindy F., Sumuyut Sardjono dan Nan,
untuk mengetahui nilai TOC yang akurat. 1993, The hydrocarbon generation dan
2. Berdasarkan hasil penelitian yang telah trapping mechanism within the northern part
dilakukan, Batuan induk Formasi Tanjung di of Barito, Proc.Indon.Petroleum Assoc. 22th
daerah Kalimantan selatan memiliki harapan Ann. Conv., V. I, p.607-634.
untuk menghasilkan gas. Sehingga perlu Sapiie, B., Koesoemadinata, R.P., Widodo.,
dilakukan pengeboran sumur eksplorasi/wildcat Yoanita, N., Nicodemus R.R., 2004, Final
untuk mendapatkan data lebih akurat mengenai Report Joint Study Hydrocarbon Prospect dan
keberadaan gas serpih di Formasi Tanjung Potential of Barito Basin, South Kalimantan,
Cekungan Barito. ALTAR-Sociadade de Investimento
Imobiliaro, SA – Department of Geology
Institut Teknologi Bdanung – Directorate
DAFTAR PUSTAKA General of Oil dan Gas (MIGAS),
Unpublished.
Allen, Philip A., dan Allen, John R., 2005, Basin Satyana, Awang Harun dan Silitonga, P.D., 1994,
Analysis Principles dan Applications 2nd, Tectonic reversal in East Barito basin, South
Blacwell Publishing, United State of America Kalimantan; Consideration of the type of
Ambrose, Ray J., Hartman, Robert C., Diaz, Mery., inversion structures dan petroleum system
Akkutlu, Yucel., Sondergeld, Carl H., 2010. significance, Proc.Indon.Petroleum Assoc.
Shale Gas-in-place Calculations Part I - New 23th Ann. Conv., Vol. I, p.57-74.
Pore-scale Considerations. Society of Satyana, Awang Harun., 1995, Paleogene
Petroleum Engineers Unconformities in the Barito Basin, Southeast
Hall, R. 2002. Cenozoic geological dan plate Kalimantan: a Concept for the Solution of the
tectonic evolution of SE Asia dan the SW "Barito Dilemma" dan a Key to the Search for
Pacific: computer-based reconstructions, Paleogene Structures, IPA95-1.1-230, 57-61,
model dan animations. Journal of Asian Earth 1972.
Sciences, 20, 353-434. Zheng, Majia. 2011. Start With The Rockrock-
Hall, R. 2011. Stratigraphy and Sediment Based Characterization Of The Lower
Provenance, Barito Basin, Southeast Silurian Longmaxigas-Shale In The Southwest
Kalimantan. Publikasi IPA Of Sichuan Basin, China
Heryanto, R dan Suyanto, P. 1994. Peta Geologi
Lembar Amuntai. Pusat Survei Geologi.
Gambar 1. Pemodelan sejarah pemendaman (atas) dan pemodelan gas terekspulsi pada pseudowell-1
(bawah)

1 2 3

4 5 6

Gambar 2. Peta TWT Tanjung (1), Peta TWT Basement (2), Peta basemap seismik (3), Peta Depth
Structure map Basement (4), Peta Depth Structure map Tanjung (5), dan Peta Isopach Tanjung –
Basement (6)
Gambar 3. Profil Penampang Stratigrafi dengan arah SW-NE dan lokasi Pseudowell-1
pada kordinat 176012’43.5” W, 3047’46.4”, Cekungan Barito Kalimantan Selatan

Tabel 1. Parameter evaluasi keberhasilan shale gas di Formasi Tanjung berdasarkan


kriteria US (Zheng, 2011)

No parameter US successfull criteria Cekungan hasil


Barito
1 Kedalaman (m) 1500-5000 >2000 baik
2 Tebal (m) 30 + 1000 (gross) baik
3 Tipe kerogen 2 2-3 baik
4 porositas >5% 3-5 buruk
5 Brittlenes Index (BI) 0,5-0,6 0,6-0,8 baik
6 Tipe gas termogenik termogenik baik
7 TOC >2% 0,5-1,5 buruk
8 Vitrinite Reflectance (VR) >1,4-3 + 0,7 buruk

You might also like