Professional Documents
Culture Documents
7001 1 11908 1 10 20131029 PDF
7001 1 11908 1 10 20131029 PDF
ABSTRACT
Inequality of contraceptive uses and the wives has become a problem, not only at the local, but also in and even
global levels. This imbalance has occurred since the inception of family planning (Keluarga Berencana) program in
the 1970’s in which the target users of contraception has been always the women (wives). The low participation of
husbands in contraceptive use in the family occurred to date. If this issue does not get immediate attention, then it
is tantamount to depriving,women of their reproductive health rights, and allowing gender inequality to grow in the
husband-wife relationship. This motivates the study concerning gender bias in the use of contraceptives among couples
of childbearing-age, taking the location of Dawan Kaler village, Dawan district of Klungkung regency.
This study examines one principle issue, namely: The factors influencing gender bias in contraceptive use among
couples of childbearing-age in Dawan Kaler village, Dawan District of Klungkung regency. To uncover the problem
above, this study uses qualitative methods employing data collection techniques by means of observation, in-depth
interviews, documented study as well as focused group discussion (FGD). In analyzing the problems, the theories of
hegemony and socialist feminism are used.
The result of the study shows that the factors influencing the gender bias in the use of contraceptives among couples
of childbearing-age in Dawan Kaler village include the patriarchal culture, traditions, the wives concerns over the use
of contraceptives by the husbands, gender ideology, and the husband egotistical attitude that is difficult to change.
yang memerlukan otot kaum lelaki, menjadikan lelaki Dari isi Undang Undang tersebut, tersurat bahwa
sebagai sumber daya manusia yang pokok. Sementara suami dan istri mempunyai hak dan kewajiban yang
kaum perempuan tinggal di rumah untuk menyediakan sama serta kedudukan yang sederajat dalam menentukan
sumber daya bagi laki-laki yang hendak bekerja ke pabrik kontrasepsi untuk pengaturan kelahiran. Maknanya
(Nugroho. 2008: 22-25). sangat jelas bahwa, pelaksanaan program KB haruslah
Adanya peran jenis sebagaimana disebutkan di atas, berorientasi pada keadilan dan kesetaraan gender. Akan
selanjutnya akan menimbulkan stereotif jenis. Menurut tetapi, selama ini tidak dapat dipungkiri lagi bahwa, bila
Murniati (2004: 62) stereotif terhadap jenis, telah dilihat dari aspek kesetaraan ber-KB pada umumnya dan
membakukan pandangan tentang bagaimana perempuan di Bali pada khususnya, didominasi oleh partisipasi aktif
”seharusnya”, dan bagaimana ”laki-laki” seharusnya. kaum perempuan.
Keduanya tanpa memberi kesempatan untuk keluar dari Sebelum munculnya Undang-Undang No 52 Tahun
ciri atau konstruksi yang telah ditetapkan oleh masyarakat. 2009 tersebut, lebih dahulu terdapat Undang-Undang
Pandangan seperti inilah yang membuat seorang pribadi Nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi
perempuan merasa bersalah, apabila ia melakukan Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
tindakan dan ciri kelelakian, atau sebaliknya. terhadap Wanita. Dalam pembukaan undang-undang
Dalam situasi tersebut, menurut Fakih (2008: 14), tersebut dicantumkan bahwa diperlukan perubahan pada
perempuan menjadi salah satu bentuk pemiskinan dari peranan tradisional kaum pria maupun peranan kaum
salah satu jenis kelamin, yang disebabkan oleh gender. wanita dalam masyarakat dan keluarga, untuk mencapai
Sebagai akibatnya, terjadi ketimpangan kesempatan, persamaan sepenuhnya antara pria dan wanita. Ini berarti
partisipasi, pengambilan keputusan, pemeliharaan bahwa, harus terjadi kesetaraan peranan antara pria dan
kesehatan, maupun akses lainnya, yang pada akhirnya wanita, termasuk didalamnya peranan dalam keluarga
dapat menimbulkan ketidakadilan gender (gender berencana.
inequalities). Kuatnya dominasi laki-laki sebagai suami Kebijakan lain di samping Undang-Undang tersebut
telah terkonstruksi secara sosio-kultural. Sukeni (2010: adalah kongres tentang kesehatan perempuan di Brasilia,
143) menyebutkan, penderitaan yang berkaitan dengan yang membahas tentang dampak pemakaian kontrasepsi
kesehatan reproduksi yang dialami perempuan, disebut terhadap perempuan. Dalam kongres itu disadari bahwa
sebagai posisi hegemoni budaya patrilineal. kemajuan dalam teknologi mencegah kehamilan ternyata
Anggapan bahwa perempuan sudah menjadi kodratnya menimbulkan berbagai dampak (side effect) terhadap
untuk merawat anak, mengurus pendidikan anak, bahkan kesehatan perempuan. Bukan hanya terhadap proses
sampai pada tahap pemilihan dan penggunaan alat ovulasi dan menstruasi saja, tetapi juga kesehatan
kontrasepsi, merupakan beberapa contoh stereotype perempuan tersebut secara luas termasuk psikologis,
yang bias gender dan harus didekonstruksi kebenarannya. yang kemudian disebut sebagai kesehatan reproduksi.
Dalam hal ini masyarakat awam sering menyalahartikan Maka dalam Kongres tersebut disepakati, agar masalah
antara konstruksi sosial dengan kodrat (takdir). Hingga kesehatan reproduksi tidak hanya menjadi masalah
saat ini perempuan masih menjadi sasaran dalam perempuan, tetapi juga masalah laki-laki. Karena dampak
program kependudukan. Lebih banyak alat kontrasepsi kontrasepsi terhadap kesehatan terutama hanya terjadi
yang ditujukan kepada perempuan daripada laki-laki, pada kaum perempuan (Kartono, 2007: 8-9). Hal ini
di samping sebagai pemilik alat reproduksi (hamil dan mengindikasikan peran serta suami dalam program KB
melahirkan), perempuan juga selalu menjadi sasaran harus dan sangat diperlukan.
penggunaan kontrasepsi. Menurut Hendarso (2008: Sejak program Keluarga Berencana (KB) Nasional
72), dalam kondisi seperti itu, perempuan memikul diperkenalkan tahun 1970-an, sampai dengan sekarang,
beban ganda dibandingkan dengan laki-laki, yakni yang menjadi peserta KB masih didominasi oleh kaum
peran produktif dan reproduktif. Keadaan inilah yang perempuan (istri). Padahal dari dulu alat kontrasepsi
menimbulkan komplektisitas permasalahan perempuan untuk suami (kaum laki-laki) sudah ada. Kenyataannya,
yang terkait dengan fungsi reproduksinya, baik yang sampai hari ini pun masih sangat sedikit para suami yang
bersifat fisik, psikis, maupun sosial. mau memakai alat kontrasepsi (ber-KB).
Dalam Undang Undang No. 52 tahun 2009 tentang Secara Nasional kesetaraan KB pria di Indonesia
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan memang masih sangat rendah baru mencapai 1,1 %,
Keluarga, pada bab VI pasal 24 ayat (1) dinyatakan bahwa : bila dibandingkan dengan negara-negara Islam seperti
“pelayanan kontrasepsi diselenggarakan dengan tata cara Pakistan (5,2 %), Bangladesh (13,9 %), Malaysia (16,8
yang berdaya guna dan berhasil guna serta diterima dan %) (BKKBN. 2008). Berdasarkan hasil Survey Demografi
dilaksanakan secara bertanggung jawab oleh pasangan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2003, peserta KB laki-
suami istri dengan pilihan dan mempertimbangkan kondisi laki sebanyak 1,3 % dari 60,3 %. Hasil Survey Demografi
kesehatan suami dan istri”. Kesehatan Indonesia (SDKI) terakhir yakni tahun 2007,
menunjukkan peserta KB laki-laki sebanyak 1,5 % dari
Pasangan Usia Subur perempuan yang berjumlah 327 akseptor (99,70 %).
Pasangan Usia Subur atau sering disingkat PUS dalam Jenis data yang digunakan adalah data primer yang
kamus istilah Program Keluarga Berencana Nasional (2007: bersumber dari informan dan hasil observasi di lapangan.
66) diartikan sebagai pasangan suami istri yang istrinya Data lainnya yang digunakan adalah data sekunder yang
berumur antara 15-49 tahun, dan secara operasional pula bersumber dari dokumen seperti monografi atau profil
pasangan suami istri yang istrinya berumur kurang dari desa, data laporan sebaran penggunaan kontrasepsi
15 tahun dan telah kawin atau istri berumur lebih dari (radalgram) BKKBN Provinsi yang dilakukan rutin setiap
49 tahun tetapi belum monopause. Tidak jauh berbeda bulan, dan data sebaran penggunaan kontrasepsi di Desa
dengan arti di dalam kamus, Noya (2009: 11) memberikan Dawan Kaler maupun di Kecamatan Dawa, Klungkung.
definisi dari pasangan usia subur (PUS) adalah pasangan Penentuan informan dilakukan dengan teknik
suami istri yang terikat dalam perkawinan yang sah, purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel
yang istrinya berumur antara 15-49 tahun, dan secara dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2003:78).
operasional termasuk pula pasangan suami istri yang Pertimbangan tertentu yang dimaksudkan adalah informan
istrinya berumur kurang dari 15 tahun dan telah haid yang memiliki pengetahuan dan pengalaman berkaitan
atau istri berumur lebih dari 50 tahun tetapi masih haid. dengan topik penelitian. Berdasarkan hal tersebut, maka
Dengan demikian, Pasangan Usia Subur yang dimaksud informan yang akan dipilih dalam penelitian ini adalah
dalam penelitian ini adalah pasangan suami dan istri yang mereka yang tergolong pasangan usia subur (PUS). Selain
terikat dalam perkawinan dan telah membentuk keluarga. itu, dalam penelitian ini juga akan ditetapkan informan
Beberapa teori yang digunakan secara eklektik yang berasal dari unsur desa (kepala desa, klian banjar,
dalam penelitian ini antara lain (1) Teori hegemoni, (2) dan kader), tenaga lapangan keluarga berencana (PKB
Teori Feminisme Sosialis. Pengertian hegemoni yang dan PLKB), serta petugas kesehatan (Bidan Puskesmas
dikembangkan Gramsci merujuk pada kedudukan ideologis Pembantu dan Bidan Praktek Swasta) di tingkat desa.
suatu kelas dalam suatu masyarakat. Menurut Gramsci, Jumlah keseluruhan informan yang digunakan dalam
hegemoni akan melahirkan kepatuhan, yakni sebuah sikap penelitian ini berjumlah 26 orang.
yang menerima keadaan, tanpa mempertanyakan lebih Instrumen penelitian yang digunakan berupa pedoman
lanjut secara kritis, karena mereka menelan mentah-mentah wawancara mendalam Pedoman wawancara yang disusun
ideologi yang diekspos pihak penghegemoni (Suyanto. dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara terbuka
2010: 22-23). Teori ini digunakan untuk menganalisis atau tidak terstruktur. (FGD) dan pedoman observasi,
terjadinya bias gender penggunaan kontrasepsi, karena seperti alat-alat tulis untuk mencatat jawaban-jawaban
disinyalir terdapat proses hegemoni yang berlangsung dari informan, dan kamera. Teknik pengumpulan data
dalam keluarga. yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) observasi,
Sedangkan teori feminisme sosialis digunakan, karena (2) wawancara mendalam (3) studi dokumen, dan (4)
teori ini berlatar belakang pemikiran bahwa, subordinasi Focus Group Discussion (FGD). Wawancara mendalam
perempuan berakar dari serangkaian hambatan akan dilakukan terhadap 8 PUS, sedangkan FGD dilakukan
berdasarkan adat, kebiasaan dan hambatan hukum kepada informan yang berasal dari unsur triangulasi,
yang membatasi perempuan. Oleh karena masyarakat yakni unsur desa (kepala desa, klian banjar, dan kader),
memiliki keyakinan bahwa, perempuan secara alamiah unsur petugas lapangan keluarga berencana (PKB dan
tidak secerdas dan sekuat laki-laki, sehingga nantinya PLKB), dan unsur petugas kesehatan (bidan puskesmas
dapat diketahui apakah ada hubungan antara hambatan- dan BPS) dengan jumlah keseluruhan sebanyak 10 orang.
hambatan sosial tersebut terhadap terjadinya bias gender Sedangkan analisis data dalam penelitian ini dilakukan
penggunaan kontrasepsi. secara deskriptif analitik (deskriptif interpretatif).
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif Untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh
kualitatif. Penelitian dilaksanakan di Desa Dawan Kaler terhadap terjadinya bias gender penggunaan kontrasepsi
Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung Provinsi Bali, pada PUS, akan digunakan teori Hegemoni Gramsci.
dengan pertimbangan bahwa partisipasi laki-laki (suami) Dalam hegemoni sebagaimana disebutkan oleh Gramsci
dalam penggunaan kontrasepsi di wilayah ini sangatlah di dalamnya terdapat dua kata kunci pendorong
rendah, sebagaimana data pada latar belakang. Hal ini munculnya hegemoni, yakni ideologi dan politik. Ideologi
berdasarkan data sebaran penggunaan kontrasepsi pada merupakan sebuah gagasan, cara pandang, doktrin, serta
pasangan usia subur sampai dengan Bulan Mei 2011, visi yang komprehensif sebagai cara untuk memandang
yakni hanya 1 orang akseptor laki-laki (0,30 %) dari sesuatu yang diterapkan sehingga akan melahirkan
total akseptor KB di Desa Dawan Kaler yang berjumlah kepatuhan yakni sebuah sikap yang menerima keadaan
328 orang akseptor. Sementara sisanya adalah akseptor tanpa menanyakan lebih lanjut secara kritis. Dalam hal
penggunaan kontrasepsi misalnya, kaum perempuan (istri) otoritas yang meliputi kontrol terhadap sumber daya
menyambut dengan lapang dada penggunaan kontrasepsi ekonomi, dan suatu pembagian kerja secara seksual dalam
yang danjurkan oleh pemerintah tanpa mengkritisi siapa keluarga. Hal ini menyebabkan wanita memiliki akses yang
yang semestinya juga menggunakan kontrasepsi. Hal ini lebih sedikit di sektor publik dibandingkan lelaki.
muncul karena dalam pola pikirnya sudah tertanam ide Tidak hanya dalam hal pembagian kerja, budaya
untuk mengendalikan fertilitas tentu harus menggunakan patriarki juga telah memberikan efek negatif terhadap
kontrasepsi. keadilan penggunaan kontrasepsi sebagaimana di Desa
Selanjutnya, kata kunci yang kedua dari hegemoni Dawan Kaler. Penduduk Desa Dawan Kaler yang termasuk
adalah politik. Politik dalam hal ini dapat diartikan ke dalam golongan penduduk penganut budaya patriarki,
sebagai muatan politis, atau sebagai sebuah pembenar nampaknya kurang mendukung kaum laki-laki sebagai
yang dilanggengkan oleh satu pihak ke pihak yang lainnya kaum yang diutamakan dalam paham patriarki, untuk
dengan cara mengikuti tradisi-tradisi atau kebiasaan- menggunakan kontrasepsi. Salah satu kharakteristik budaya
kebiasaan pendahulunya yang bersifat given. Dalam patriarkhi yang menonjol di Desa Dawan Kaler adalah para
hal ini misalnya, suami secara tidak langsung menolak suami menolak untuk menggunakan kontrasepsi karena
penggunaan kontrasepsi untuk kaumnya, karena dalam menganggap kontrasepsi diperuntukkan untuk perempuan
sejarah kehidupannya mereka melihat dan menganggap (istri).
bahwa kontrasepsi adalah urusan kaum perempuan Ketimpangan penggunaan kontrasepsi ini tidak hanya
sebagaimana pendahulunya. Muatan politis inilah yang didukung oleh kaum laki-laki (suami) sebagai subjek
selanjutnya disebut sebagai budaya patriarkhi, yang akan utama terlaksananya budaya patriarki, tetapi justeru
menjadi salah satu faktor terbesar yang memengaruhi didukung pula oleh kaum perempuan (istri). Hal ini
bias gender pengguna kontrasepsi di Desa Dawan Kaler, nampak dari penuturan Ibu Nengah Natrini 30 tahun
karena tidak saja berimbas terhadap pola pikir kaum laki- sebagai pedagang, saat diwawancara tentang alasannya
laki tetapi juga terhadap kaum perempuan (istri). Sebagai menggunakan kontrasepsi (mengapa bukan suaminya),
contoh misalnya, ketakutan istri ketika suami yang harus adalah sebagai berikut :
menggunakan kontrasepsi. “…tiang ngangge KB duaning kurenan tiange ngalih gae
Teori lain yang juga digunakan untuk menganalisis untuk keluarga, dadosne sampun kewajiban tiange ngangge
faktor-faktor yang memengaruhi bias gender penggunana KB. Kenten taler kurenan tiange sampun kewajibane ngalih
kontrasasepsi di Desa Dawan Kaler adalah teori feminisme gae…”. (“saya menggunakan kontrasepsi dikarenakan suami
sosialis dari Engels. Teori feminis sosialis menyatakan saya mencari nafkah untuk keluarga, jadi sudah menjadi
bahwa laki-laki memiliki peranan-peranan penting dalam kewajiban saya untuk menggunakan kontrasepsi. Begitu pula
keluarga dibandingkan dengan perempuan. Akumulasi suami saya, sudah menjadi kewajibannya mencari nafkah
kekayaan yang lebih besar dari perempuan, menyebabkan keluarga…”).
posisi laki-laki dalam keluarga menjadi lebih penting dan
pada gilirannya mendorong laki-laki untuk mengeksploitasi Apa yang diungkapkan oleh Nengah Natrini tersebut
posisinya dengan menguasai perempuan dan menjamin menunjukkan bahwa dalam keluarga masih terdapat
warisan bagi anak-anaknya (Suwarko. 2010: 289-290). pembagian kerja yang telah terkotak-kotak sehingga
Dalam kaitannya dengan bias gender penggunaan seolah-olah antara suami dan istri memiliki tangung jawab
kontrasepsi di Desa Dawan, posisi laki-laki dalam keluarga masing-masing dalam keluarga. Bagi Ibu Nengah Natrini,
dengan status purusa nampaknya juga menjadi pendorong menggunakan kontrasepsi adalah sebuah tanggung jawab
kaum laki-laki (suami) tidak menggunakan kontrasepsi. dan kewajiban istri sebagaimana tanggung jawab dan
Untuk lebih jelasnya mengenai faktor-faktor yang kewajiban suami dalam mencari nafkah untuk keluarganya.
memengaruhi bias gender penggunaan kontrasepsi pada Pendapat lain berkaitan dengan budaya patriarki juga
pasangan usia subur di Desa Dawan Kaler, berdasarkan diperoleh dari pendapat Petugas Lapangan Keluarga
hasil penelitian adalah sebagi berikut. Brencana dalam focus group discussion. Menurut Bapak
Suma Kasiana dan Muhamad Kholis selaku Petugas
1. Faktor Budaya Patriarki Lapangan Keluarga Berencana, dan Petugas Penyuluh
Patriarki adalah istilah yang dipakai untuk Lapangan Keluarga Berencana di Desa Dawan Kaler,
menggambarkan sistem sosial dimana kaum laki-laki rendahnya partisipasi suami dalam menggunakan
sebagai suatu kelompok mengendalikan kekuasaan atas kontrasepsi di Desa Dawan Kaler diakibatkan oleh
kaum perempuan. Budaya patriarki merupakan budaya kebiasaan masyarakatnya yang masih mengikuti pola lama,
dimana lelaki mempunyai kedudukan lebih tinggi dari bahwa ber-KB hanya dilakoni oleh perempuan (istri). Dari
wanita. Dalam budaya ini, ada perbedaan yang jelas catatan sejarah perkembangan program KB di Desa Dawan
mengenai tugas dan peranan wanita dan lelaki dalam Kaler, terutama dalam hal penggunaan kontrasepsinya,
kehidupan bermasyarakat, khususnya dalam keluarga. menurut Bapak Suma Kasiana memang belum ditemui
Laki-laki sebagai pemimpin atau kepala keluarga memiliki ada laki-laki yang menggunakan kontrasepsi, terutama
sesama), maupun palemahan (pelestarian lingkungan sejauh niki…”. (“…lebih baik saya sendiri yang menggunakan
alam sesuai dengan keyakinan Hindu). Artinya dalam kontrasepsi, daripada suami saya. Sebab kontrasepsi itu
tradisi sistem purusa terdapat suatu konsekuensi yakni, kan memang tanggung jawab perempuan. Kalau suami
hanya keturunan yang berstatus kapurusa sajalah yang menggunakan kontrasepsi, saya khawatir dia sering-sering
memiliki swadikara (hak) terhadap harta warisan ke kafe atau bebas selingkuh, sebab dia kan sudah bebas
(harta gono gini), sementara keturunan yang berstatus tidak bisa menghamili lagi. Maka dari itu, cukup saya saja
pradana (perempuan), tidak mungkin dapat meneruskan yang menggunakan kontrasepsi, toh juga aman-aman saja
swadharma, sehingga disamakan dengan orang yang sejauh ini…”).
meninggalkan tanggung jawab keluarga (ninggal kadaton),
dan oleh karena itu, dianggap tidak berhak atas harta Penuturan Ibu Nanik Budiani tersebut sangat jelas
warisan dalam keluarga. menunjukkan betapa terjadi kekhawatiran istri terhadap
Mengingat adanya keterkaitan yang erat antara purusa suami bila suaminya menggunakan kontrasepsi. sehingga
dengan swadikara (hak) yang selanjutnya berimbas kepada dirinya rela untuk menggunakan kontrasepsi dibandingkan
swadharma (tanggung jawab) seorang anak laki-laki di ditujukan kepada suaminya. Apalagi selama menggunakan
kemudian hari terhadap orang tua, maka kehadiran anak kontrasepi, menurutnya belum pernah mengalami
laki-laki dalam keluarga di Desa Dawan Kaler menjadi komplikasi ataupun efek samping.
sangat penting. Keadaan ini secara tidak langsung telah Selanjutnya alasan lainnya berkaitan dengan kekha-
mendorong penolakan kaum suami untuk menggunakan watiran istri terhadap suami jika suami menggunakan
kontrasepsi terutama vasektomi. kontrasepsi adalah dari hasil wawancara dengan Ibu Ni
Komang Wedri 38 tahun, yang bekerja sebagai petani gula,
3. Faktor Kekhawatiran Istri Jika Suami Meng- ketika diwawancara alasannya menggunakan kontrasepsi,
gunakan Kontrasepsi bukan suaminya, adalah sebagai berikut :
Faktor berikutnya yang menjadi salah faktor cukup “…tiang menggunakan KB karena memang tiang sendiri yang
unik dalam memengaruhi terjadinya bias gender pingin, daripada kurenan tiang memakai KB tiang kurang
penggunaan kontrasepsi pada pasangan suami dan istri setuju. Apalagi KB sane berisi operasi nike, vasektomi napi
di Desa Dawan Kaler adalah kekhawatiran atau ketakutan adane, tiang dingeh-dingeh pada bagian ‘itu’ akan diteres
istri apabila suami menggunakan kontrasepsi. Hal ini sehingga menyebabkan impoten. Daripada harus diteres
hampir diuangkapkan oleh seluruh informan perempuan, seperti nike, lebih baik tiang saja yang menggunakan KB,
termasuk juga informan laki-laki yang diwawancara dalam atau sekalian gak usah menggunakan kontrasepsi jika
penelitian ini. Secara umum kekhawatiran istri terhadap tiang mengalami efek samping…”. (“…saya menggunakan
suami jika menggunakan kontrasepsi dapat dibedakan kontrasepsi karena memang dari kemauan sendiri, daripada
menjadi tiga kategori alasan. Pertama dikarenakan suami saya yang menggunakan kontrasepsi, saya kurang
suami dikhawatirkan akan bebas melakukan hubungan setuju. Apalagi kontrasepsi yang berisi tindakan operasi,
badan dengan perempuan lain (selingkuh), mengingat vasektomi apa namanya itu. Saya denger-denger isu, pada
dirinya (suami) sudah tidak bisa menghamili lagi. Kedua bagian testis akan dikebiri, sehingga menyebabkan impoten.
adalah, ketakutan istri bila suaminya divasektomi maka Daripada harus dikebiri seperti itu, lebih baik saya saja yang
dikhawatirkan akan impoten (gairah seks suami menurun) menggunakan kontrasepsi, atau sekalian tidak usah saja,
sebagamana isu yang mereka dengar di masyarakat. seandainya saya mengalami efek samping…”).
Alasan ketiga adalah, ketidaknyamanan istri apabila suami
menggunakan kondom karena dianggap mengganggu dan Sedikit berbeda jawabannya dengan informan yang
mengurangi kenikmatan, sebab tidak ada persentuhan pertama, menurut penuturan Ibu Ni Komang Wedri justru
langsung. kekhawatirannya jika suami menggunakan kontrasepsi
Adapun hasil wawancara dengan beberapa informan terutama kontrasepsi vasektomi adalah terjadinya
akan diuraikan sebagai berikut. Salah satu informan Ibu hipoten atau suami kurang perkasa lagi. Keadaan ini
Nanik Budiani 34 tahun bekerja sebagai ibu rumah tangga terjadi sebab menurut Ibu Ni Komang Wedri tindakan
yang berasal dari Banjar Pasekan Desa Dawan Kaler, operasi yang dilakukan akan menghilangkan buah zakar
ketika ditanya alasan mengapa ibu yang menggunakan suaminya (meteres), sehingga menurutnya lebih baik
kontrasepsi bukan suaminya, alasannya adalah sebagai tidak menggunakan kontrasepsi apabila diharuskan suami
berikut : menggunakan kontrasepsi. Pernyataan sebagaimana yang
“…lebih baik tiang sendiri yang menggunakan KB, daripada diungkapkan oleh Ni Komang Wedri tersebut, lebih banyak
suami tiang. Sebab KB nika kan memang tanggung jawab dijawab oleh informan perempuan lainnya.
nak luh. Yen nak muani ngange KB takutin tiang ye ke kafe Dari hasil uraian di atas menunjukkan bahwa, bias
sai-sai atau selingkuh, sebab dia kan bebas wireh sampun gender penggunaan kontrasepsi diantara pasangan suami
tidak bisa menghamili lagi. Maka dari itu, cukup tiang dan istri di Desa Dawan Kaler, tidak saja diakibatkan
sendiri saja sane ngange KB, toh juga aman-aman kemanten oleh faktor rendahnya minat maupun suami untuk ikut
menggunakan kontrasepsi, tetapi diakibatkan pula oleh kontrasepsi, cenderung dibilang takut terhadap istri
kurangnya dukungan dari istri terhadap suami, jika suami atau diistilahkan paid bangkung (penurut kepada istri).
menggunakan kontrsepsi. (5) Adanya kebiasaan yang diturunkan oleh orang tua
kepada perempuan sebelum menuju jenjang pernikahan.
4. Faktor Ideologi Gender Kebiasaan yang dimaksud adalah berupa pembekalan
Faktor lainnya yang juga mendorong terjadinya bias peran gender seperti petuah atau wejangan-wejangan dari
gender penggunaan kontrasepsi antara suami dan istri orang tua kepada anak perempuannya. Misalnya tugas
di Desa Dawan Kaler adalah faktor ideologi gender. istri dalam suatu rumah tangga adalah melayani suami,
Secara definitif ideologi gender dapat diartikan sebagai penurut dan tidak boleh melawan. Hal ini telah terjadi
segala aturan, nilai, stereotip yang mengatur hubungan secara turun temurun di Desa Dawan Kaler terhadap
perempuan dan laki-laki terlebih dahulu melalui anak perempuan yang menginjak dewasa, sehingga secara
pembentukan identitas feminin dan maskulin, yang tidak langsung telah mendoktrinnya untuk selalu bersikap
menjadi struktur dan sifat manusia, dimana ciri-ciri altruistik (berkorban untuk kesenangan orang lain).
dasar dan sifat itu dibentuk sejak masa kanak-kanak awal, Dari beberapa point penting yang diperoleh dari hasil
sehingga selalu konservatif dan ketinggalan di belakang focus group discussion di atas, point terakhir menjadi point
perubahan (Widanti. 2005: 32). yang paling banyak memperoleh sorotan dan dukungan
Di Desa Dawan Kaler, ideologi gender yang peserta dalam diskusi tersebut. Keadaan ini juga banyak
memengaruhi suami terhadap rendahnya penggunaan ditemukan dari hasil-hasil wawancara dengan informan
kontrasepsi terwujud dalam pola pikir yang mengangap di lapangan.
bahwa penggunaan kontrasepsi oleh perempuan adalah
“kodrat”. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh 5. Faktor Sikap Egoisik Suami yang Sulit Diubah
peserta focus group discussion yang menyebutkan bahwa, Faktor selanjutnya yang juga berpengaruh terhadap
masyarakat di Desa Dawan Kaler menganggap istri terjadinya bias gender penggunaan kontrasepsi pada
sangat kental dengan sifat-sifat : melayani, penurut, dan pasangan usia subur (PUS) di Desa Dawan Kaler adalah
ketergantungan. Oleh karenanya penggunaan kontrasepsi sikap egoistik dari suami. Sikap egoistik memang dimiliki
sangat cocok ditujukan kepada istri. Sebaliknya menurut oleh suami maupun istri, namun dalam hal penggunaan
Kepala Desa Dawan Kaler, laki-laki memiliki sifat yang kontrasepsi sikap egoistik dari suami jauh lebih menonjol
berbanding terbalik dengan perempuan yakni, egois, dibandingkan dengan perempuan. Munculnya sikap
pembrontak, dan ingin bebas (tidak ketergantungan), egoistik berawal dari adanya budaya kuasa dari laki-laki
sehingga menyebabkan laki-laki (suami) kurang cocok atau dalam hal ini adalah suami dalam hubungannya
dalam penggunaan kontrasepsi. Karena hal tersebut akan dengan perempuan (istri). Sebagai akibatnya laki-
menyebakan resistensi atau perlawanan oleh suami ketika laki (suami) memiliki keistimewaan tersendiri jika
dibujuk menggunakan kontrasepsi. dibandingkan dengan perempuan (istri), sehingga bebas
Hasil focus group discussion dengan beberapa unsur melakukan sesuatu yang dianggap sebagai wajar dalam
masyarakat tersebut, juga ditemukan beberapa point masyarakat. Dalam perjalanan hubungan suami dan istri
penting yang bisa dikategorikan ke dalam faktor ideologi dalam suatu rumah tangga, sikap egoisme ini melahirkan
gender. Beberapa diantaranya termanifestasi dalam kesenjangan dalam pengambilan keputusan, kekuasaan
anggapan-angapan maupun pernyataan dari informan untuk memerintah, hingga pada penolakan dalam
dalam diskusi dimaksud antara lain (1) adanya perbedaan melakukan sesuatu yang tidak menjadi kehendak laki-laki
organ tubuh yang terdapat pada perempuan dengan laki- (suami) dalam rumah tangga.
laki, sehingga menyebabkan beberapa kontrasepsi hanya Sebagaimana halnya di Desa Dawan Kaler misalnya,
bisa digunakan untuk perempuan saja. Contohnya adalah budaya kuasa yang dilabelkan kepada suami telah
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR/IUD), dan Susuk berdampak negatif pada istri dalam rumah tangga. Salah
(Implant). (2) Perempuan memiliki hormon yang berbeda satu wujud nyata ialah suami memiliki kuasa untuk tidak
dengan laki-laki, karenanya dalam penanggulangan menggunakan kontrasepsi, dan menyerahkan urusan
kelahiran hormon perempuan bisa dinetralkan dengan kontrasepsi dengan memerintah atau menunjuk sang istri
suntikan KB, namun tidak demikian halnya dengan untuk menggunakan kontrasepi. Hal ini terjadi karena
hormon laki-laki. Hal ini terbukti dari tidak adanya sikap egoistik sumi yang mengangap kontrasepsi adalah
suntik KB untuk kaum laki-laki sampai saat ini. (3) urusan perempuan. Beberapa sikap egoistik tersebut yang
Dalam aktivitas pekerjaan, terutama di sektor pertanian dapat diamati dari hasil penelitian di Desa Dawan Kaler
laki-laki selalu mendominasi dibandingkan dengan misalnya, suami menyatakan rasa yang kurang nyaman
perempuan, baik dari sisi tenaga, kuantitas kerja, hingga bila menggunakan kontrasepsi kondom, suami menolak
hasil yang diperoleh. Karenanya kontrasepsi kurang tepat untuk menggunakan kontrasepsi mantap (vasektomi)
ditujukan kepada laki-laki yang memiliki aktivitas tinggi. karena disinyalir memiliki efek samping yang tinggi,
(4) Adanya anggapan bahwa bila laki-laki menggunakan berbahaya dan beresiko terhadap hipoten, hingga pada
penolakannya untuk menggunakan kontrasepsi dan terpencil sebagaimana halnya di Desa Dawan Kaler.
menyerahkan sepenuhnya kontrasepsi kepada istri. Hal ini dikarenakan, masih banyak PUS yang ternyata
Pernyataan lain yang berkaitan dengan sikap egoistik tidak mengetahui kontrasepsi untuk laki-laki terutama
suami terhadap penggunaan kontrasepsi juga diperoleh vasektomi.
dari hasil wawancara dengan informan I Komang Sujana 2. Majelis Utama Desa Pekraman (MUDP) Provinsi Bali
40 tahun, yang bekerja sebagai petani, ketika ditanya agar segera mensosialisasikan rumusan-rumusan
tentang alasannya tidak menggunakan kontrasepsi. Adapun kebijakan yang telah diputuskan hingga, menyentuh
alasannya adalah selama ini kontrasepsi yang disediakan tingkat bawah (banjar), terutama yang berkaitan
oleh pemerintah tidak memiliki aspek keadilan. Kontrasepsi dengan tanggung jawab (swadharma) dan perolehan
yang disediakan untuk laki-laki hanya dua jenis saja, itupun hak (swadikara) dalam sistem kapurusa di Bali. Hal
juga kurang memiliki kenyamanan dalam penggunannya. ini dikarenakan, terdapat pengaruh yang kuat tentang
Sebenarnya dia mau menggunakan kontrasepsi, jika sistem kapurusa yang mengutamakan anak laki-laki,
saja kontrasepsi yang ada mudah dan nyaman seperti dengan penolakan kaum laki-laki untuk menggunakan
kontrasepsi untuk kaum perempuan, misalnya pil atau kontrasepsi, sebagaimana hasil penelitian di Desa
suntikan. Sehingga tidak menggangu kenyamanan dalam Dawan Kaler.
hubungan suami dan istri, maupun kenyamanan dalam 3. Perlu dilakukan sosialisasi KB pria terutama vasektomi
beraktivitas. Tetapi menurutnya kontrasepsi untuk laki- dengan berbasis teknologi dan dilakukan oleh ahli
laki sejauh ini belum bisa menyentuh aspek tersebut. dibidangnya, sehingga tidak menimbulkan rumor
Dia pernah menggunakan kontrasepsi kondom, tetapi maupun isu negatif di masyarakat tentang vasektomi
kurang memiliki kepuasan dalam berhubungan suami istri. itu sendiri
Akhirnya dia menyarankan agar istri yang menggunakan 4. Bila memungkinkan agar dirumuskan pendidikan usia
kontrasepsi, dini yang berwawasan gender. Hal ini dimaksudkan
Dari pernyataan informan tersebut, baik yang diperoleh untuk menghilangkan penerapan idieologi gender
dari hasil focus group discussion maupun hasil wawancara pada usia dini, yang berakibat kepada kesalahpahaman
mendalam dengan informan dapat ditarik kesimpulan dalam memahami kodrat maupun peran gender.
bahwa suami memiliki sikap egois yang jauh lebih tinggi Disamping pula diharapkan untuk menghilangkan
dibandingkan dengan perempuan. Sebab kontrasepsi stereotif negatif yang dilabelkan pada perempuan.
untuk perempuan memiliki resiko dan efek samping
samping yang jauh lebih tinggi daripada kontrasepsi laki- DAFTAR PUSTAKA
laki.
Abdullah, Irwan. 2001. Seks, Gender & Reproduksi Kekuasaan.
Yogyakarta: Tarawang Press.
SIMPULAN DAN SARAN Atmadja, Nengah Bawa. 2005. ”Dekonstruksi Alasan Maknawi
Wanita Bali Menjadi guru dan Implikasinya terhadap Kese-
Simpulan taraan Gender ”. (dalam Jurnal Kajian Budaya Vol. 2 No.
Berdasarkan beberapa hal telah diuraikan sebelumnya, 3). Denpasar : Program S2 dan S3 Kajian Budaya Universi-
tas Udayana.
maka dapat disimpulkan bahwa bias gender penggunaan BKKBN. 2011. LapranC/I/KEC-DAL/04 Kecamatan Dawan
kontrasepsi pada pasangan usia subur (PUS) di Desa (Tentang Sebaran Penggunaan Kontrasepsi pada PUS di
Dawan Kaler, dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor- Kecamatan Dawan sampai dengan Bulan Mei 2011.
faktor tersebut antara lain, (1) faktor budaya patriarki, -----------. 2009. Undang Undang Republik Indonesia No. 52
Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan
(2) faktor tradisi masyarakat, (3) faktor kekhawatiran Pembangunan Keluarga. Jakarta: Biro Hukum Organisasi
istri jika suami menggunakan kontrasepsi, (4) faktor dan Tatalaksana
ideologi gender, dan (5) faktor sikap egoistik suami yang -----------. 2004. Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia
sulit diubah. Faktor-faktor yang dikemukakan di atas 2003. Jakarta : Badan Pusat Statistik
----------. 2007. Kamus Istilah Program Keluarga Berencana
merupakan generalisasi dari hasil penelitian bias gender Nasional. Jakarta: Direktorat Pelayanan Informasi dan
penggunaan kontrasepsi pada pasangan suami istri (PUS) Dokumentasi.
yang hanya berlaku di di Desa Dawan Kaler. Fakih, Mansour. 2008. Analisis Gender Transformasi Sosial.
Yogyakarta: INSISTPress.
Giddens, Anthony. 2002. Tradition dalam Runaway
Saran World:How Globalization is Reshaping Our Lives. Lon-
Berdasarkan hasil penelitian tentang bias gender don: Profile Books.
penggunaan kontrasepsi pada pasangan usia subur (PUS) Hendarso Susanti, Emy. 2008. Ketimpangan Gender dan Keti-
di Desa Dawan Kaler, maka dapat dirumuskan beberapa dakberdayaan Perempuan Miskin Perkotaan. Surabaya :
Insan Cendekia.
saran sebagai berikut. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. 2005. Jakarta:
1. Perlu dilakukan sosialisasi secara holistik dan kontinyu Balai Pustaka.
tentang penggunaan kontrasepsi yang berwawasan Kartono, Mohamad. 2007. Kesehatan Reproduksi Sebagai Hak.
gender, dengan mengutamakan daerah-daerah Jurnal Perempuan 53, Kesehatan Reproduksi Andai Pe-