You are on page 1of 12

Director / Penanggung Jawab

 Supomo, S.Si., M.Si., Apt, Akademi Farmasi Samarinda, Indonesia

Chief Editor / Ketua LPPM AKFARSAM

 Yulia Sukawaty, S.Far., M.Sc., Apt, Akademi Farmasi Samarinda, Indonesia

Editors

 Henny Nurhasnawati, S.Si., M.Si, Akademi Farmasi Samarinda, Indonesia

 Yulia Sukawaty, S.Far., M.Sc., Apt, Akademi Farmasi Samarinda, Indonesia

 Risa Supriningrum, S.Si., M.M, Akademi Farmasi Samarinda, Indonesia

 Eka Siswanto, S.Farm., M.Sc., Apt., Akademi Farmasi Samarinda, Indonesia

 Hayatus Sa'adah, S.F., M.Sc., Apt., Akademi Farmasi Samarinda, Indonesia

 Husnul Warnida, S.Si., M.Si., Apt., Akademi Farmasi Samarinda, Indonesia

 Reksi Sundu, M.Si., Apt., Akademi Farmasi Samarinda, Indonesia

Reviewer

 Prof. Enos Tangke Arung, PhD, Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman, Samarinda,
Indonesia

 Prof. Dr. Nurfina Aznam, SU., Apt, Universitas Negeri Yogyakarta, Indonesia

 Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt, Universitas Sumatera Utara, Indonesia

 Irawan Wijaya Kusuma, PhD, Universitas Mulawarman, Indonesia

Administration

 Sapri, S.Si, Akademi Farmasi Samarinda, Indonesia

 Agus Trimanto, S.I.Pust, Akademi Farmasi Samarinda, Indonesia

 Irwansyah, Akademi Farmasi Samarinda, Indonesia


JURNAL ILMIAH MANUNTUNG, 4(2), 119-128, 2018 p-ISSN. 2443-115X
e-ISSN. 2477-1821

EVALUASI RASIONALITAS PENGOBATAN HIPERTENSI


DI PUSKESMAS PELAMBUAN BANJAR MASIN TAHUN 2017
Submitted : 21 September 2018
Edited : 10 Desember 2018
Accepted : 20 Desember 2018

Saftia Aryzki1*, Noor Aisyah1, Hesti Hutami1, Besty Wahyusari2


1
Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin
2
Puskesmas Pelambuan Banjarmasin
Email : saftiaaryzki.h@gmail.com

ABSTRACT
Irrational use of drugs is still found in Puskesmas which is the First Level Health
Facilities. The use of irrational drugs based on appropriate drugs and precise indications. In
the use of various types of drugs there may be an irrationality of treatment, one of which is
hypertension.This study aims to determine the antihypertensive drugs used in Pelambuan
Puskesmas Banjarmasin and to determine the percentage of rationality of hypertension
treatment at Pelambuan Puskesmas Banjarmasin. evaluating the rationale for the use of
antihypertensive drugs that include the accuracy of indication, drug, dose, patient, mode of
administration, and duration of administration in hypertensive patients at Puskesmas
Pelambuan Banjarmasin during 2017. This type of research was descriptive non-experimental
research with retrospective data retrieval based on medical records of hypertensive patients in
2017. The population in this study amounted to 333 medical records and the number of samples
that met the inclusion and exclusion criteria as much as 37 medical records. The tools /
instruments in this study were observation sheets and interview sheets. The results of the
research on antihypertensive drugs used in Pelambuan Banjarmasin Health Center were
amlodipine, nifedipine, captopril, lisinopril. The results of the evaluation of the rationality of
the use of antihypertensive drugs were seen based on the exact indication criteria as many as 18
patients (48,65%), right medication as many as 18 patients (48,65%), right dose of 17 patients
(45,95%), right patients as many as 33 patients (89,19%), the exact method of administration
was 31 patients (83,79%), and the exact duration of administration was 22 patients (59,46%).

Keywords : Hypertension, evaluation of rationality, Hypertension Treatment,

PENDAHULUAN sendiri yang tidak tepat. Penelitian mengenai


Secara umum penggunaan semua obat pola penggunaan obat termasuk bagian dari
harus rasional, World Health Organization proses pemantauan, evaluasi dan analisis
(WHO)(1) menjelaskan penggunaan obat terhadap resep yang dibuat oleh para dokter
rasional adalah apabila pasien menerima untuk meningkatkan rasionalitas
pengobatan sesuai dengan kebutuhan penggunaan obat.
klinisnya, dalam dosis yang sesuai dengan Ketidak rasionalan peresepan obat
kebutuhan, dalam periode waktu yang sesuai masih terjadi di Puskesmas yang merupakan
dan dengan biaya yang terjangkau oleh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
dirinya dan kebanyakan masyarakat. (FKTP). Kurang sesuainya obat dan dosis
Penggunaan obat yang tidak rasional adalah yang diresepkan akibat ketersediaan tenaga
bila jumlah obat berlebihan, peresepan yang medis yang terbatas sehingga pasien tidak
tidak sesuai pedoman klinis dan pengobatan dilayani secara optimal merupakan salah

119 AKADEMI FARMASI SAMARINDA


JURNAL ILMIAH MANUNTUNG, 4(2), 119-128, 2018 SAFTIA ARYZKI

satu penyebabnya. Di Fasilitas Kesehatan Pengobatan hipertensi yang


Tingkat Pertama (FKTP), penggunaan obat didapatkan pasien dasarnya haruslah
tidak rasional berdasarkan tepat obat, tepat rasional dikarenakan penyakit hipertensi
indikasi, tepat pasien, tepat, dosis, tepat cara merupakan salah satu faktor resiko terbesar
dan lama pemberian pada penggunaan penyebab morbiditas dan mortalitas pada
berbagai macam obat mungkin terjadi, salah penyakit kardiovaskuler. Penyakit hipertensi
satunya obat antihipertensi. Hal ini dapat dapat mengakibatkan infark miokard, stroke,
diketahui dari penelitian yang dilakukan gagal ginjal dan kematian jika tidak
oleh Hendarti pada tahun 2016(2), penelitian dideteksi secara dini dan ditangani dengan
evaluasi ketepatan obat dan dosis obat tepat.
antihipertensi pada pasien hipertensi rawat Hipertensi (disebut juga sebagai
jalan di Puskesmas Ciputat Januari-Maret peningkatan tekanan darah) merupakan
2015 menunjukkan bahwa tepat obat sebesar suatu kondisi pembuluh darah yang secara
47,5% tidak tepat obat 52,5% sedangkan terus-menerus mengalami peningkatan
untuk hasil tepat dosis 42,5% tidak tepat tekanan(3). Kasus hipertensi meningkat
dosis 57,5%. Selanjutnya penelitian yang seiring penuaan. Proses penuaan ini terjadi
dilakukan oleh Glenys Yulanda di pada arteri besar yang mengalami kekakuan
Puskesmas Rawat Inap Sukabumi Bandar secara progresif sehingga menyebabkan
Lampung pada tahun 2016 dengan standar peningkatan tekanan darah sistolik dan
pengobatan Hipertensi JNC 7 menunjukkan peningkatan tekanan darah diastolik.
bahwa ketepatan jenis obat 78,9% dan Prevalensi hipertensi di dunia masih
ketidaktepatan 21,1%, sedangkan ketepatan cukup tinggi sekitar 40% pada usia dewasa.
dosis 97,9% dan ketidaktepatan 2,1%. Di Indonesia, hipertensi ternyata masih tetap
Penelitian yang juga dilakukan oleh Adam menjadi salah satu penyebab utama
dan kawan-kawan tahun 2015 tentang mortalitas dan morbiditas. Kepala Seksi
Evaluasi Penggunaan Obat Antihipertensi Pengamatan dan Penyakit Imunisasi dan
pada Pasien Hipertensi Rawat Jalan di Kesehatan Matra Bidang P2PL Dinas
Puskesmas Sempaja Samarinda, hasilnya Kesehatan Kalimantan Selatan dr Sri
menunjukkan pasien dengan tekanan darah Wahyuni mengatakan Kalsel tercatat sebagai
prehipertensi diberikan obat antihipertensi, daerah dengan penderita hipertensi tertinggi
sedangkan menurut JNC 7 pasien dengan nasional. Sedangkan data secara riil
prehipertensi tidak di indikasikan penderita hipertensi per kabupaten dan kota
penggunaan obat antihipertensi, cukup di Kalsel tahun 2015 yaitu, kota
dengan melakukan pola hidup sehat, seperti Banjarmasin merupakan tertinggi penderita
berolahraga dan makan makanan sehat. hipertensi yaitu 18.730 penderita, disusul
Penyebab ketidak rasionalan Tanah Laut sebanyak 14.121 orang
peresepan hipertensi di Puskesmas terjadi penderita. Kemudian Kabupaten Banjar
karena Puskesmas merupakan tempat 7.738 orang penderita, Kotabaru 6.680 orang
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama bagi penderita, Banjarbaru 5.629 orang penderita,
masyarakat Indonesia, sehingga pasien yang Tapin 3.085 orang, Barito Kuala 2.985 orang
datang ke Puskesmas untuk berobat bukan dan daerah lainnya berkisar antara 1.000
hanya dengan keluhan hipertensi tetapi hingga 2.500(4).
berbagai macam keluhan penyakit lain. Penelitian ini bertujuan untuk
Sedangkan tenaga kesehatan yang tersedia di mengetahui obat antihipertensi yang
Puskesmas sedikit membuat pasien tidak digunakan di Puskesmas Pelambuan
ditangani secara optimal. Banjarmasin dan untuk mengetahui

AKADEMI FARMASI SAMARINDA 120


JURNAL ILMIAH MANUNTUNG, 4(2), 119-128, 2018 SAFTIA ARYZKI

persentase rasionalitas pengobatan hipertensi data untuk Puskesmas Pelambuan


di Puskesmas Pelambuan Banjarmasin. Banjarmasin. Selain itu juga dilakukan
pencarian literatur-literatur terkait
METODE PENELITIAN penelitian yang akan dilakukan.
Jenis dari penelitian ini adalah 4. Pemilihan sampel rekam medik pasien
penelitian non ekperimental yang bersifat hipertensi selama tahun 2017 yang
deskriptif. Pengambilan data secara mendapat pengobatan antihipertensi.
retrospektif yang didasarkan pada rekam 5. Dari data rekam medik dikumpulkan
medik. Waktu penelitian dilakukan pada data-data berupa data tekanan darah, usia,
bulan Juni 2018 dan tempat penelitian jenis kelamin, jenis obat yang digunakan,
dilakukan di Puskesmas Pelambuan lama pemberian obat, cara obat
Banjarmasin. diberikan, dosis obat yang diberikan dan
Populasi penelitian ini adalah semua aturan pakai obat.
rekam medik pasien hipertensi yang berobat 6. Semua data diolah dan dianalisa untuk
di Puskesmas Pelambuan Banjarmasin ditarik hasil dan kesimpulan dari
periode tahun 2017 dengan jumlah 333 penelitian.
rekam medik. Sedangkan sampel adalah
rekam medik pasien hipertensi yang berobat Alat/Instrumen Penelitian
di Puskesmas Pelambuan Banjarmasin Instrumen yang digunakan dalam
periode tahun 2017 yang memenuhi kriteria penelitian ini adalah lembar observasi dan
inklusi dan eksklusi sebanyak 37 sampel. lembar wawancara.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah teknik sampling Pengolahan Data
jenuh yang memenuhi kriteria inklusi dan Data yang telah dikumpulkan, diolah
eksklusi. dengan menggunakan software Microsoft
Adapun kriteria inklusi adalah 1) Excel, dengan memuat kode pasien, usia,
Hipertensi tanpa penyakit penyerta; 2) Obat jenis kelamin, tekanan darah, jenis obat, dan
antihipertensi yang diberikan tunggal; dan indikator kerasionalan pengobatan seperti
3)Pasien hipertensi usia dewasa 26-45 tahun. tepat indikasi , tepat obat, tepat pasien, tepat
Sedangkan kriteria eksklusi adalah rekam dosis, tepat cara dan lama pemberian.
medik tidak lengkap. Selanjutnya, data dianalisis dengan
menyesuaikan indikasi yang tepat, jenis obat
Prosedur Penelitian yang tepat, pasien yang tepat, dosis obat
Sebelum melakukan penelitian, yang tepat serta cara dan lama pemberian
dilakukan terlebih dahulu persiapan obat yang tepat berdasarkan tekanan darah
penelitian berupa : melalui studi pustaka JNC 7.
1. Pembuatan surat izin dari kampus perihal
melakukan penelitian yang ditujukan ke HASIL DAN PEMBAHASAN
Bakesbangpol Banjarmasin. Data yang menunjukkan karakteristik
2. Bakesbangpol akan membuat surat pasien hipertensi di Puskesmas Pelambuan
rekomendasi pelaksanaan Banjarmasin selama tahun 2017 yang
pendataan/penelitian/survey yang menerima obat tunggal antihipertensi
ditujukan ke Dinas Kesehatan Kota berdasarkan usia dewasa menurut
Banjarmasin. Departemen Kesehatan RI dapat dilihat pada
3. Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin tabel 1.
mengeluarkan surat izin pengambilan

121 AKADEMI FARMASI SAMARINDA


JURNAL ILMIAH MANUNTUNG, 4(2), 119-128, 2018 SAFTIA ARYZKI

Tabel 1. Karakteristik Pasien Hipertensi (n= 37)

Data Karakteristik n=37 %


Usia (Tahun) 26-35 9 24,32
36-45 28 75,68
Jenis Kelamin Laki-laki 9 24,32
Perempuan 28 75,68
Tekanan Darah Normal (< 120 / < 80) 1 2,70
Sistolik/Diastolik Prehipertensi (120-139 / 80-89) 3 8,10
(mmHg) Hipertensi Tahap 1 (140-159 / 90-99) 18 48,65
Hipertensi Tahap 2 (≥ 160 / ≥ 100) 15 40,55
Golongan Obat CCB
 Amlodipine 21 56,76
 Nifedipine 1 2,7
ACEI
 Captopril 9 24,33
 Lisinopril 6 16,21

Berdasarkan tabel 1, kelompok usia tinggi pada perempuan bisa dikaitkan


dewasa yang menderita hipertensi pada dengan proses menopause. Hal ini
kelompok usia 26-35 tahun sebanyak 9 dikarenakan kadar estrogen yang terus
pasien (24,32%) dan kelompok usia 36-45 menurun sehingga kadar high density
tahun sebanyak 28 pasien (75,68%). Usia lipoprotein (HDL) yang berfungsi
berpengaruh pada risiko terkena penyakit melindungi pembuluh darah dari kerusakan
hipertensi, karena usia menyebabkan juga menurun(8).
perubahan di dalam jantung dan pembuluh Dari data tekanan darah berdasarkan
darah. Tekanan darah meningkat sesuai Joint National Comite 7 (JNC 7)(9) pada
dengan usia, karena arteri secara perlahan tabel 1, diketahui bahwa kasus tertinggi
kehilangan keelastisan(5). Semakin tua usia, terdapat pada tekanan darah tahap 1 dengan
kejadian tekanan darah tinggi (hipertensi) jumlah 18 pasien (48,65%) yang paling
semakin tinggi. Hal ini dikarenakan pada banyak penderitanya adalah perempuan,
usia tua terjadi perubahan struktural dan selanjutnya tertinggi kedua yaitu pada
fungsional pada sistem pembuluh darah tekanan darah tahap 2 dengan jumlah 15
perifer yang bertanggung jawab pada pasien (40,55%) dan terendah pada tekanan
perubahan tekanan darah yang terjadi pada darah prehipertensi dengan jumlah 3 Pasien
usia lanjut(6). (8,10%). Menurut pakar hipertensi dan
Berdasarkan tabel 1, Jenis kelamin pendiri InaSHdr, dr. Arieska Ann Soenarta,
pasien hipertensi diperoleh bahwa pasien SpJP, FIHA penyebab perempuan lebih
hipertensi berjenis kelamin laki-laki banyak terkena hipertensi tahap 1 yang
sebanyak 9 pasien dengan persentase tekanan darah dapat mencapai di atas 140/90
24,32% dan pada perempuan sebanyak 28 mmHg dikarenakan faktor kehamilan yang
pasien dengan persentase 75,68%. Hal ini dialami perempuan di usia muda (remaja).
sesuai dengan penelitian Aryzki (2016)(7) Tekanan darah yang tinggi
yang menemukan bahwa jumlah penderita memerlukan pengobatan seumur hidup agar
hipertensi perempuan lebih banyak daripada tetap terkendali. Berdasarkan algoritma
laki-laki. Adapun terjadi prevalensi lebih pengobatan hipertensi dari JNC 7 selain

AKADEMI FARMASI SAMARINDA 122


JURNAL ILMIAH MANUNTUNG, 4(2), 119-128, 2018 SAFTIA ARYZKI

diberikannya terapi farmakologi kepada diberikan dalam 1 dosis atau dibagi 2 dosis
pasien, diperlukan juga terapi non dapat ditingkatkan bila perlu.
farmakologi yaitu dengan melakukan Captopril dan lisinopril merupakan
modifikasi gaya hidup. Menurut JNC 7 TDS obat antihipertensi golongan Angiotensin
(tekanan darah sistolik) harus menjadi target Converting Enzyme Inhibitor (ACEI).
utama untuk diagnosa dan manajemen dari Captopril dan lisinopril merupakan obat
pemberian terapi pada pasien. Kenaikan yang efektif dalam penanganan gagal
TDS bertanggung jawab untuk peningkatan jantung dengan cara supresi sistem renin
baik insiden dan prevalensi hipertensi, TDS angiotensin aldosteron. Renin adalah enzim
yang tidak terkontrol akan menyebabkan yang dihasilkan ginjal dan bekerja pada
peningkatan dari kardiovaskular dan globulin plasma untuk memproduksi
penyakit ginjal sehingga TDS pasien harus angiotensin I yang bersifat inaktif.
menjadi pertimbangan dalam pemberian Dosis awal captopril untuk usia
terapi antihipertensi. dewasa terkena hipertensi adalah 12,5 mg
Berdasarkan tabel 1, diperoleh bahwa sampai 25 mg diminum dua kali sehari. Bila
pasien hipertensi yang berobat ke Puskesmas setelah 2 minggu belum diperoleh
Pelambuan Banjarmasin selama tahun 2017 penurunan tekanan darah, maka dosis dapat
paling banyak menggunakan obat yang ditingkatkan sampai 50 mg dua sampai tiga
berasal dari golongan Calcium Channel kali sehari. Sedangkan dosis awal lisinopril
Blocker (CCB) yaitu obat amlodipine untuk usia dewasa 10 mg satu kali sehari.
sebanyak 21 pasien (56,76%) yang Dosis pemeliharaan 10 mg sampai 20 mg
menggunakan dan terbanyak kedua dari diminum satu kali sehari. Dosis ini dapat
golongan Angiotensin Converting Enzyme ditingkatkan sesuai dengan respon klinisnya
Inhibitor (ACEI) yaitu obat captopril maksimum 40 mg sehari. Captopril memiliki
sebanyak 9 pasien (24,33%) yang masa kerja yang tidak panjang (short acting)
menggunakan. sehingga harus diberikan minimal dua kali
Mekanisme aksi antihipertensi sehari. Kontraindikasi untuk ibu hamil
amlodipine dan nifedipine adalah efek karena menimbulkan masalah neonatal,
langsung relaksasi pada otot polos pembuluh termasuk gagal ginjal dan kematian janin(10).
darah. Amlodipine dan nifedipine mulai
bekerja perlahan namun memberikan efek Evaluasi Kerasionalan
antihipertensi yang dapat bertahan hingga 24 Evaluasi kerasionalan penggunaan
jam (long acting), sehingga cukup diberikan obat antihipertensi dilakukan terhadap 37
satu kali sehari. Amlodipine dan nifedipine sampel rekam medik pasien yang
merupakan pengobatan lini pertama terdiagnosa hipertensi yang berobat ke
hipertensi dan dapat digunakan sebagai obat Puskesmas Pelambuan Banjarmasin selama
tunggal untuk mengontrol tekanan darah tahun 2017. Evaluasi kerasionalan dilakukan
pada sebagian besar pasien. Dosis berdasarkan kriteria kerasionalan yaitu tepat
pemberian amlodipine biasanya 5 mg satu indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat pasien,
kali sehari dan dapat ditingkatkan sampai tepat cara dan lama pemberian. Hasil
dosis maksimum 10 mg tergantung pada persentase rasionalitas pengobatan hipertensi
respon individu pasien dan berat selama tahun 2017 dapat dilihat pada
penyakitnya. Sedangkan nifedipine dosis gambar 1 berikut.
awalnya untuk usia dewasa 10 mg sehari

123 AKADEMI FARMASI SAMARINDA


JURNAL ILMIAH MANUNTUNG, 4(2), 119-128, 2018 SAFTIA ARYZKI

Evaluasi Kerasionalan

100
89.19
90 83.79
80
70
59.46
60
Persentase

51.35 51.35 54.05


48.65 48.65
50 45.95 Tepat
40.54
40 Tidak Tepat
30
20 16.21
10.81
10
0
Tepat Tepat Obat Tepat Dosis Tepat Tepat Cara Tepat Lama
Indikasi Pasien Pemberian Pemberian
Kriteria Kerasionalan

Gambar 1. Diagram Evaluasi Rasionalitas Pengobatan Hipertensi (n= 37)

Tepat Indikasi berada di tahap 2 tidak diberikan obat


Ketepatan indikasi pada penggunaan kombinasi menurut JNC 7.
antihipertensi dilihat dari ketepatan Kerugian dari pengobatan hipertensi
memutuskan pemberian obat yang tidak tepat indikasi akan terjadi kesalahan
sepenuhnya berdasarkan alasan medis dan diagnosa yang akan berefek pada kesalahan
terapi farmakologi benar-benar diperlukan peresepan obat. Apabila hal tersebut terjadi
(tidak ada respon terhadap modifikasi gaya maka kemungkinan pasien tidak akan
hidup). Evaluasi ketepatan indikasi dilihat mendapatkan terapi hipertensi yang optimal.
perlu tidaknya pasien diberi obat
antihipertensi berdasarkan tekanan darah(11). Tepat Obat
Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 37 Pemberian obat dikatakan tepat
rekam medik pasien hipertensi, tepat apabila jenis obat yang dipilih berdasarkan
indikasi sebanyak 18 pasien (48,65%), pertimbangan manfaat dan risiko. Evaluasi
sedangkan ketidaktepatan indikasi sebanyak ketepatan obat dinilai berdasarkan
19 pasien (51,35%). kesesuaian pemilihan obat dengan
Ketidaktepatan indikasi terjadi karena mempertimbangkan diagnosa yang tertulis
obat antihipertensi yang diberikan tidak dalam rekam medik dan dibandingkan
sesuai dengan kondisi tekanan darah pasien dengan standar yang digunakan pemberian
yang berobat ke Puskesmas Pelambuan obat antihipertensi tanpa penyakit penyerta
Banjarmasin. Hal ini terjadi karena pasien dengan menggunakan monoterapi(11). Hasil
dengan tekanan darah normal diberikan obat dari penelitian yang dilakukan tepat
antihipertensi dan tekanan darah pasien yang pemberian obat sebanyak 18 pasien

AKADEMI FARMASI SAMARINDA 124


JURNAL ILMIAH MANUNTUNG, 4(2), 119-128, 2018 SAFTIA ARYZKI

(48,65%), sedangkan tidak tepat pemberian (54,05%) pemberian obat antihipertensi


obat sebanyak 19 pasien (51,35%). yang tidak tepat dosis.
Ketidaktepatan obat terjadi karena Ketidaktepatan dosis erat kaitannya
pasien yang datang ke Puskesmas dengan ketidaktepatan pemberian obat
Pelambuan Banjarmasin kemudian diukur kepada pasien. Ketidaktepatan dosis terjadi
tekanan darahnya menunjukkan hasil pasien karena pasien dengan tekanan darah yang
terdiagnosa hipertensi tahap 2 tetapi dokter berada di tahap 2 tidak diberikan obat
penulis resep tidak memberikan obat kombinasi sesuai pengobatan JNC 7.
kombinasi yang sesuai dengan pengobatan Apabila obat antihipertensi diberikan
JNC 7. Dokter penulis resep di Puskesmas kombinasi kepada pasien hipertensi maka
Pelambuan Banjarmasin hanya memberikan dosis akan berbeda dengan obat yang
1 item obat (monoterapi) terlebih dahulu. diberikan secara tunggal agar dapat
Dokter penulis resep akan meresepkan obat mencapai terapinya. Ketidaktepatan dosis
monoterapi selama 3 hari dengan harapan lainnya terjadi karena terdapat satu pasien
pasien akan kembali ke Puskesmas dan akan mendapatkan obat adalat oros 20 mg yang
dilakukan evaluasi terhadap tekanan komposisinya nifedipine tidak mencapai
darahnya, jika tekanan darah pasien tidak dosis terapi, menurut pengobatan JNC 7
mengalami penurunan maka tindakan dokter dosis maksimum pasien hipertensi diberikan
penulis resep selanjutnya akan meresepkan nifedipine berkisar antara 30 mg sampai 60
obat antihipertensi secara kombinasi sesuai mg perhari.
standar pengobatan JNC 7. Kerugian dari ketidaktepatan
Ketidaktepatan juga terjadi karena pemberian dosis adalah apabila dosis yang
pasien yang datang terdiagnosa hipertensi diterima kurang atau terlalu rendah dapat
tetapi dilihat tekanan darahnya normal atau menyebabkan kadar obat dalam darah
kurang dari 120/80 mmHg mendapatkan berada dibawah kisaran terapi sehingga obat
obat antihipertensi. ketidaktepatan peresepan tidak dapat memberikan respon yang
dapat terjadi karena perkembangan penyakit diharapkan. Sedangkan dosis obat yang
pasien dan penggunaan obat antihipertensi terlalu tinggi dapat menyebabkan kadar obat
secara terus menerus dan teratur. Kerugian dalam darah melebihi kisaran terapi yang
yang terjadi apabila pengobatan hipertensi dapat mengakibatkan toksisitas(12).
tidak tepat obat akan berefek pada kesalahan
pemberian dosis obat dan juga aturan pakai Tepat Pasien
obat. Ketepatan pasien ialah ketepatan
pemilihan obat yang mempertimbangkan
Tepat Dosis keadaan pasien sehingga tidak menimbulkan
Kriteria tepat dosis yaitu tepat dalam kontraindikasi kepada pasien secara
frekuensi pemberian, dosis yang diberikan individu. Evaluasi ketepatan pasien pada
dan jalur pemberian obat kepada pasien. Bila penggunaan antihipertensi dilakukan dengan
peresepan obat antihipertensi berada pada membandingkan kontraindikasi obat yang
rentang dosis minimal dan dosis per hari diberikan dengan kondisi pasien pada data
yang dianjurkan maka peresepan dikatakan rekam medik(11). Hasil penelitian yang
tepat dosis(11). Berdasarkan data yang dilakukan terhadap 37 rekam medik pasien
diperoleh terdapat 17 pasien (45,95%) hipertensi diperoleh nilai penggunaan obat
dengan pemberian obat antihipertensi yang berdasarkan tepat pasien sebanyak 33 pasien
tepat dosis dan ditemukan 20 pasien (89,19%), dan tidak tepat sebanyak 4 pasien
(10,81%).

125 AKADEMI FARMASI SAMARINDA


JURNAL ILMIAH MANUNTUNG, 4(2), 119-128, 2018 SAFTIA ARYZKI

Ketidaktepatan pasien terjadi karena yang dapat mengakibatkan tujuan terapi


terdapat pasien dengan tekanan darah tidak tercapai.
normal kurang dari 120/80 mmHg dan
tekanan darah pasien prehipertensi 120- Tepat Lama Pemberian
139/80-89 mmHg yang menurut pengobatan Ketepatan lama pemberian obat harus
JNC 7 tidak di indikasikan pemberian obat tepat sesuai penyakitnya masing-masing.
antihipertensi tetapi dari hasil penelitian Berdasarkan petunjuk teknis (juknis)
diberikan obat antihipertensi. Hal ini terjadi pengobatan dari BPJS untuk pasien rujuk
karena sebelumnya pasien sudah pernah balik (PRB) yang pernah dirujuk ke rumah
berobat ke Puskesmas Pelambuan sakit maka akan mendapatkan obat selama
Banjarmasin tetapi karena pasien telah 30 hari, sedangkan pasien yang belum
meminum obat antihipertensi secara terus pernah dirujuk ke rumah sakit akan
menerus dan meminum obat secara teratur mendapatkan obat selama 10 hari.
maka tekanan darah pasien menurun. Hasil penelitian pada pasien hipertensi
Kerugian akibat pengobatan hipertensi tidak yang berobat ke Puskesmas Pelambuan
tepat pasien ini akan menimbulkan efek Banjarmasin selama tahun 2017 dari 37
samping tinggi terhadap pasien yang rekam medik, setelah di evaluasi
mengkonsumsi obat. kesesuaiannya dengan standar JNC 7
terdapat 22 pasien (59,46%) yang
Tepat Cara Pemberian mendapatkan tepat lama pemberian. Adapun
Ketepatan cara pemberian obat hasil yang tidak mendapatkan tepat lama
berdasarkan aturan pakai obat antihipertensi pemberian sebanyak 15 pasien (40,54%).
yang diberikan kepada pasien. Hasil Ketidaktepatan lama pemberian ini
penelitian pada pasien hipertensi yang terjadi karena dokter penulis resep
berobat ke Puskesmas Pelambuan menuliskan jumlah obat tidak sesuai dengan
Banjarmasin selama tahun 2017 dari 37 petunjuk teknis (juknis) dari BPJS. Dokter
rekam medik, setelah dievaluasi penulis resep di Puskesmas Pelambuan
kesesuaiannya dengan standar JNC 7 Banjarmasin memberikan jumlah obat
terdapat 31 pasien (83,79%) yang dengan mempertimbangkan kepentingan
mendapatkan ketepatan cara pemberian, pasien seperti pasien yang ingin berpergian
sedangkan untuk ketidaktepatan cara jauh untuk beberapa waktu.
pemberian terdapat 6 pasien (16,21%). Kerugian akibat tidak tepat lama
Ketidaktepatan cara pemberian dapat pemberian, kemungkinan akan terjadi pasien
terjadi karena pasien dengan tekanan darah tidak mendapatkan cukup obat yang akan
normal tetapi mendapatkan obat berefek pasien tidak meminum obat secara
antihipertensi. Sama halnya seperti tepat teratur karena obat habis dan malas kembali
indikasi, tepat obat, tepat dosis apabila tidak berobat ke Puskesmas.
tepat maka kemungkinan untuk cara
pemberian juga tidak tepat. SIMPULAN
Kerugian dari tidak tepat cara Hasil yang diperoleh dari penelitian
pemberian adalah pasien akan terhadap 37 rekam medik pasien hipertensi
mengkonsumsi obat berlebih yang dapat yang telah dievaluasi kesesuaiannya dengan
mengakibatkan kelebihan dosis atau JNC 7 dapat disimpulkan bahwa:
kemungkinan terjadi pasien akan 1. Obat antihipertensi yang digunakan
mengkonsumsi obat kurang dalam seharinya untuk pasien hipertensi di Puskesmas
Pelambuan Banjarmasin adalah obat

AKADEMI FARMASI SAMARINDA 126


JURNAL ILMIAH MANUNTUNG, 4(2), 119-128, 2018 SAFTIA ARYZKI

dari golongan CCB (amlodipine, Lemak pada Pasien Hipertensi di


Nifedipine) dan ACEI (captopril, RSUD dr. H. Moch Ansari Saleh
lisinopril). Banjarmasin, Jurnal Sains Farmasi &
2. Persentase rasionalitas pengobatan Klinis, Vol 5, No.1
hipertensi di Puskesmas Pelambuan 7. Aryzki, S., 2016, Pengaruh Brief
Banjarmasin diperoleh tepat indikasi Counseling Terhadap Aktivitas Fisik
48,65%, tepat obat 48,65%, tepat dosis pada Pasien Hipertensi di RSUD dr. H.
45,95%, tepat pasien 89,19%, tepat cara Moch Ansari Saleh Banjarmasin,
pemberian 83,79% dan tepat lama Jurnal Sains Farmasi & Klinis, Vol 2,
pemberian 59,46%. No.5
8. Anggraini, D.A., Annes, W., Eduward,
UCAPAN TERIMAKASIH S., Hendra, A., Sylvia, S.S., 2009,
Ucapan terimakasih kepada Faktor-faktor yang berhubungan
Puskesmas Pekauman Banjarmasin dan dengan kejadian hipertensi pada pasien
Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin yang yang berobat di poliklinik dewasa
telah membantu dan berpartisipasi dalam puskesmas bangkinang periode januari
menyelesaikan penelitian ini. sampai juni 2008, skripsi, FK UNRI,
Riau, Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA 9. Chobanian, A.V., Bakris, G.K., Black,
1. World Health Organization., 2006, The H.R., Cushman, W.C., Green, L.a.,
Role Of Education in the Rational Use Izzo, J.L., Jones, D.W., Materson, B.J.,
Of Medicine, New Delhi, India. Oparil, S., Wright, J.T., Rocccella, E.J.,
2. Hendarti, H.F., 2016, Evaluasi and the National High Blood Pressure
Ketepatan Obat dan Dosis Obat Education Program Coordinating
Antihipertensi Pada Pasien Hipertensi Committee 2003, The Seventh Report of
Rawat Jalan di Puskesmas Ciputat the Joint National Committee on
Januari-Maret 2015, Skripsi, Prevention, detection, Evaluation, and
Universitas Islam Negeri Syarif Treatment of High Blood Pressure, US
Hidayatullah, Jakarta, Indonesia. Depertement of Health and Human
3. World Health Organization., 2013, A Services, Boston.
global brief on Hypertension : silent 10. Busari, O.A., Oluyonbo, R., Fasae,
killer, global public health crisis, A.J., Gabriel, O.E., et al., 2014,
Switzerland, Swiss. Prescribing Pattern and Ritilization of
4. Times Indonesia., 2017, Penderita Antihypertensive Drugs and Blood
Hipertensi di Kalsel Tertinggi Pressure Control in Adult Patients with
Nasional, diakses 15 Januari 2018, Systemic Hypertension in a Rural
<http://m.timesindonesia.co.id> Tertiary Hospital in Nigeria, American
5. Qiao, Q., Singh, G.M., Steven, G.A., Journal of Internal Medicine, Vol. 2,
Kaptoge, S., et al., 2013, The Age- No. 6.
Specific Quantitative Effects of
Metabolic Risk Factors on
Cardiovascular Diseases and Diabetes:
A Pooled Analysis, Plos One, 8(7),
65174.
6. Aryzki, S., Akrom., 2018, Pengaruh
Brief Counseling Terhadap Konsumsi

127 AKADEMI FARMASI SAMARINDA


JURNAL ILMIAH MANUNTUNG, 4(2), 119-128, 2018 SAFTIA ARYZKI

11. Sumawa, P.M.R., Wullur, A.C., 2014, Jurnal Ilmiah Farmasi, Vol. 04,
Yamlean, P.V.Y., 2015, Evaluasi No. 3
Kerasionalan Penggunaan Obat 12. Kementerian Kesehatan RI, 2011,
Antihipertensi pada Pasien Hipertensi Modul Penggunaan Obat Rasional,
Rawat Inap di RSUP Prof. Dr. R. D. Kementerian Kesehatan Republik
Kandou Manado Periode Januari-Juni Indonesia, Jakarta, Indonesia.

AKADEMI FARMASI SAMARINDA 128

You might also like