You are on page 1of 70

PEMISAHAN SITRONELAL DARI FRAKSI KAYA

SITRONELOL DAN GERANIOL MINYAK SEREH WANGI


MENGGUNAKAN DISTILASI MOLEKULER

SKRIPSI

AMINA KURNIASI ALU


F34080142

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PEMISAHAN SITRONELAL DARI FRAKSI KAYA
SITRONELOL DAN GERANIOL MINYAK SEREH WANGI
MENGGUNAKAN DISTILASI MOLEKULER

CITRONELLAL SEPARATION FROM CITRONELLOL AND


GERANIOL RICH FRACTION OF JAVA CITRONELLA OIL
USING MOLECULAR DISTILLATION
Amina Kurniasi Alu*), Meika Syahbana Rusli

Departement Of Agroindustrial Technology, Faculty Of Agriculture Engineering and Technology


Bogor Agricultural University, Darmaga Campus, P.O.Box 220 Bogor 16002
West Java, Indonesia.
e-mail : alulovemoca@gmail.com

ABSTRACT

The aim of this research is to determine the suitable condition of Short Path Distillation
(SPD) which can increase the purity of citronellol and geraniol rich fraction by separating the
citronellal component and to know the potential yield of SPD. The input material for the process was
the citronellol and geraniol rich fraction of Java citronella oil obtained by vacuum distillation. The
equipment used was Short Path Distillation KDL 1 unit type falling film evaporator. Distillation
process conducted by stepwise increasing of distillation temperature. Operation condition of SPD is
managed by fix condition including range of distillation temperature from 58ºC to 62ºC, pressure 10-3
mbar, condenser temperature 10ºC, flow rate 1-2 drop per second, rotor speed 200 rpm. Process
parameter was distillation temperature increase of 1ºC and 2ºC in every run as treatment. Citronellal,
citronellol, and geraniol content was analyzed using Gas Cromatography and evaluated according to
physicochemical properties such as : density, refractive index, and color.
The experiments result in an increase of purity level of citronellol and geraniol rich fraction
from 41,44% to 60%. The process yield was 54.97%, achieved by stepwise increasing of distillation
temperature of 2ºC. It physicochemical properties as follow : density 0.890, refractive index 1.469,
and amber wich is according to SNI-06-3953. Meanwhile, by product was obtained has citronellal
content 25,87% and it yield was 35.11%.

Key word : Molecular distillation, java citronella oil, citronellol, geraniol, SPD
AMINA KURNIASI ALU. F34080142. Pemisahan Sitronelal dari Fraksi Kaya Sitronelol dan
Geraniol Minyak Sereh Wangi Menggunakan Distilasi Molekuler. Di bawah bimbingan Meika
Syahbana Rusli. 2013

RINGKASAN
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak atsiri potensial, salah satu di
antaranya adalah minyak sereh wangi, yaitu minyak yang berasal dari hasil penyulingan daun tanaman
sereh wangi (Cymbopogon winterianus). Minyak ini dikenal sebagai Java Citronella Oil. Java
Citronella oil mempunyai mutu yang baik dan banyak diaplikasikan dalam berbagai produk seperti :
kosmetik, parfum, insektisida, dan obat-obatan. Selain itu, pemintaan minyak ini selalu meningkat
3%-5% per tahun. Walaupun demikian, harga jualnya masih sangat rendah. Oleh sebab itu, diperlukan
upaya peningkatan harga minyak sereh wangi yang lebih ekonomis dengan cara mengisolasi
komponen utama minyak sereh wangi, yaitu sitronelal, sitronelol, dan geraniol. Salah satu metode
yang dapat dilakukan adalah melalui proses isolasi dengan distilasi molekuler atau Short Path
Distillation (SPD). Penelitian ini bertujuan mendapatkan kondisi proses SPD yang sesuai untuk
meningkatkan kemurnian fraksi kaya sitronelol dan geraniol dengan cara memisahkan komponen
sitronelal, serta untuk mengetahui potensi rendemen produk dengan metode peningkatan suhu
distilasi.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah fraksi minyak sereh wangi hasil distilasi
fraksinasi vakum yang relatif rendah kandungan sitronelalnya, sehingga dapat disebut fraksinat kaya
sitronelol dan geraniol. Karakteristik sifat fisikokimia bahan tersebut memenuhi SNI-006-1995.
Karakteristik tersebut meliputi : berat jenis (0,8789), indeks bias (1,4661), kelarutan dalam alkohol
80% (jernih pada 1:2), dan warna (kuning pucat, jernih). Alat utama yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Short Path Destillation KDL1 skala lab, tipe falling film evaporator.
Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap yaitu : penelitian pendahuluan dan penelitian utama.
Penelitian pendahuluan terdiri atas analisis kadar komponen bahan menggunakan Gas Cromatography
(GC). Hasil analisis tersebut dicocokkan dengan data standar library java citronella oil PT Indesso
Aroma. Proses SPD yang dilakukan menggunakan rentang suhu distilasi 44ºC-64ºC dan kenaikan
suhu distilasi 4ºC. Hasil penelitian pendahuluan dijadikan acuan untuk penelitian utama. Sementara,
pada penelitian utama, dilakukan proses SPD secara duplo dengan dua perlakuan. Perlakuan pertama
menggunakan kenaikan suhu distilasi 1ºC, sedangkan perlakuan ke dua menggunakan kenaikan suhu
distilasi 2ºC. Rentang suhu distilasi yang digunakan pada penelitian utama yaitu 58ºC-62ºC. Kondisi
operasi lainnya diatur tetap. Kondisi operasi tersebut yaitu : kecepatan rotor 200 rpm, tekanan 10-3
mbar, suhu kondensor 10ºC, dan laju alir 1-2 tetes per detik. Hasil proses SPD berupa residu dan
distilat. Residu dijadikan sebagai produk, sedangkan distilat dijadikan sebagai produk samping. Setiap
residu dan distilat dari masing-masing run dianalisis kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol
menggunakan GC dan residu akhir dari masing-masing perlakuan dianalisis sifat fisikokimianya yang
meliputi berat jenis, indeks bias, dan warna.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi kaya sitronelal dan geraniol dapat ditingkatkan
kadarnya menggunakan proses SPD dengan kenaikan suhu distilasi secara bertahap. Kadar fraksi kaya
sitronelol dan geraniol dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC meningkat dari 41,44% menjadi
60,46%, sedangkan kadar fraksi kaya sitronelol dan geraniol dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi
2ºC meningkat dari 41,44% menjadi 60% dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC. Peningkatan
kadar fraksi kaya sitronelol dan geraniol tersebut belum terlalu signifikan. Sementara, terjadi
penurunan kadar sitronelal dalam residu akhir baik dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC
maupun 2ºC. Penurunan tersebut berpengaruh terhadap kemurnian kadar fraksi kaya sitronelol dan
geraniol dalam residu akhir. Kadar sitronelal dalam residu akhir yang diperoleh dengan perlakuan
kenaikan suhu distilasi 1ºC dan 2ºC berturut-turut yaitu : 5.005% dan 7,67%.
Adapun, rendemen residu (produk) yang didapatkan dari perlakuan kenaikan suhu distilasi
1ºC adalah 16,72%, sedangkan dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC adalah 54,97%. Proses
SPD ini masih menghasilkan kehilangan (loss) yang signifikan. Kehilangan (loss) yang paling tinggi
didapatkan dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC. Kehilangan (loss) tersebut adalah 9,92%. Kadar
sitronelal dalam total distilat (hasil samping) yang didapatkan dengan perlakuan kenaikan suhu
distilasi 1ºC adalah 29,78%, sedangkan kadar sitronelal yang didapatkan dengan perlakuan kenaikan
suhu distilasi 2ºC adalah 25,87%. Total distilat yang didapatkan dengan perlakuan kenaikan suhu
distilasi 1ºC dan 2ºC, mempunyai rendemen yaitu 75,01% dan 54,97%.
Residu (produk) yang didapatkan yang didapatkan dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi
1ºC mempunyai sifat fisikokimia berturut-turut yaitu : berat jenis (0,902), indeks bias (1,471), dan
warna kuning tua-kecoklatan, sedangkan residu yang didapatkan dengan perlakuan kenaikan suhu
distilasi 2ºC mempunyai sifat fisikokimia berturut-turut yaitu : berat jenis (0,890), indeks bias (1,469),
dan warna kuning kuning tua. Sifat fisikomia tersebut telah sesuai dengan standar mutu SNI 06-3953-
1995. Peningkatan suhu distilasi yang terbaik adalah 2ºC. Hal ini dikarenakan dengan peningkatan
suhu distilasi tersebut, tahapan proses SPD yang dilakukan tidak terlalu panjang, rendemen yang
didapatkan lebih tinggi, kadar sitronelal yang terpisah dalam total distilat cukup tinggi, serta
karakteristik mutu produk yang didapatkan lebih baik. Proses SPD yang digunakan pada penelitian ini
mempunyai beberapa kelebihan yaitu : tekanan yang digunakan sangat rendah (10-3 mbar), kemurnian
fraksi kaya sitronelol dan geraniol bisa lebih tinggi dalam residu, serta residu dan distilat yang
didapatkan mempunyai tampilan yang baik.
PEMISAHAN SITRONELAL DARI FRAKSI KAYA SITRONELOL DAN
GERANIOL MINYAK SEREH WANGI MENGGUNAKAN DISTILASI
MOLEKULER

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor

Oleh
AMINA KURNIASI ALU
F34080142

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Pemisahan Sitronelal dari Fraksi Kaya Sitronelol dan Geraniol
Minyak Sereh Wangi Menggunakan Distilasi Molekuler
Nama : Amina Kurniasi Alu
NIM : F34080142

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

(Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc, Agr.)


NIP. 19620505 198903 1 027

Mengetahui :

Ketua Departemen,

(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti)


NIP. 19621009 198903 2 001

Tanggal Lulus : 28 Desember 2012


PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pemisahan


Sitronelal dari Fraksi Kaya Sitronelol dan Geraniol Minyak Sereh Wangi Menggunakan
Distilasi Molekuler adalah karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan
belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2013


Yang membuat pernyataan

Amina Kurniasi Alu


F34080142
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2013
Hak Cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian
atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya
BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Namlea pada tanggal 1 Januari 1989. Penulis merupakan


anak ke empat dari Bapak Umar Alu dan Ibu Sitti Fatcey. Riwayat pendidikan
formal penulis dimulai dari SD Alhilal 2 Namlea (1995-2001). Selanjutnya
penulis menempuh pendidikan menengah di SMP Negeri 1 Namlea (2001-
2004) dan SMA Negeri 2 Namlea (2004-2007). Tahun 2007, penulis diterima di
Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) IPB,
namun baru pada tahun 2008, penulis diterima menjadi mahasiswa Departemen
Teknologi Industri Pertanian IPB, Fakultas Teknologi Industri Pertanian.
Selama masa perkuliahan, penulis aktif mengikuti berbagai organisasi kemahasiswaan intra kampus.
Organisasi yang pernah diikuti penulis yaitu Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI)
(2008) sebagai anggota, Asrama Putri Darmaga (2008-2012) sebagai ketua Perlengkapan dan
Kepenghunian Asrama, serta Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (BEM
FATETA) (2008-2010) sebagai bendahara divisi Advokasi.
Penulis juga aktif dalam berbagai lomba dan pernah menjadi Finalis Nasional Mandiri Young
Technopreneurship 2011 (MYT 2011). Selain itu, penulis berpengalaman menjadi asisten mata kuliah
Atsiri dan Fitofarmaka (2012). Penulis melakukan praktek lapangan dan menyelesaikan laporan
magang yang berjudul ―TEKNOLOGI PROSES DAN EFISIENSI PRODUKSI EKSTRAK TEH HIJAU
DI PT. INDESSO AROMA CILEUNGSI, BOGOR‖ sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
mata kuliah Praktek Lapangan. Penulis melakukan kegiatan penelitian dengan judul PEMISAHAN
SITRONELAL DARI FRAKSI KAYA SITRONELOL DAN GERANIOL MINYAK SEREH
WANGI MENGGUNAKAN DISTILASI MOLEKULER sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia dan hidayahNya sehingga
skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul ― Pemisahan Sitronelal dari Fraksi Kaya
Sitronelol dan Geraniol Minyak Sereh Wangi Menggunakan Distilasi Molekuler”dilaksanakan di
R&D dan bagian Quality Control PT. Indesso Aroma Cileungsi sejak bulan Agustus hingga Oktober
2012.
Dengan selesainya penelitian hingga tersusunya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan
penghargaan dan terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc., selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan
bantuan materi maupun moril selama penelitian.
2. Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, M.Sc, DEA dan Dr. Endang Warsiky, M.Si., selaku dosen penguji, atas
bimbingan dan motivasinya.
3. Pak Iwan dan Pak Wiliam, serta seluruh R&D Aromatik PT. Indesso Aroma Cileungsi yang tidak
dapat disebut satu per satu, atas bimbingan dan bantuannya, terutama kesediaannya untuk
pemakaian alat penelitian.
4. Pak Erwin serta Staf Quality Control PT. Indesso Aroma Cileungsi, atas bantuan dan bimbingan
selama penelitian.
5. Ibu Retno Sri Endah Lestari selaku patner dalam penelitian, atas bantuan dan bimbingannya.
6. Kakak Ni dan Abang As, yang selalu memberikan bantuan moril dan pendanaan selama kuliah,
semoga Allah memberikan kesejahteraan kepada kalian.
7. Mama dan Papa serta saudara kandung saya yang tercinta : Kakak Upik, Abang Am, Ade yanti,
Ade Mulia, Ade Epi dan Ade Kani, atas doa dan motivasi selama penelitian.
8. Pemerintah Kabupaten Buru, yang telah membiayai kuliah dan juga bantuan penelitian.
9. APD, terutama angkatan de’: de’_loen, de’_gis, de’_bloe, de’_best, dan de’_green, serta TIN 45
terutama buat Arum dan Zahee, atas bantuan moril dan doanya.
10. Mba Tiwik, atas bantuannya.
Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang
nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan terutama dibidang atsiri.

Bogor, Februari 2013

Amina Kurniasi Alu


F34080142

vi
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................................................................vi


DAFTAR TABEL ......................................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................................................xi
I. PENDAHULUAN ...............................................................................................................1
A. Latar Belakang ..............................................................................................................1
B. Tujuan ..........................................................................................................................2
II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................................3
A. Minyak Sereh Wangi .....................................................................................................3
B. Sifat Fisikokimia Minyak Sereh Wangi ..........................................................................3
1. Bobot Jenis ............................................................................................................4
2. Indeks Bias ............................................................................................................4
3. Kelarutan dalam Alkohol ........................................................................................5
4. Putaran Optik .........................................................................................................5
C. Komponen Utama Minyak Sereh Wangi ........................................................................5
1. Sitronelal ................................................................................................................5
2. Sitronelol ................................................................................................................6
3. Geraniol ..................................................................................................................7
4. Rhodinol .................................................................................................................8
D. Fraksinasi dan Pemurnian Minyak Atsiri ........................................................................8
1. Distilasi Fraksinasi Vakum .....................................................................................8
2. Distilasi Molekuler ............................................................................................... 10
III. METODOLOGI.................................................................................................................. 14
A. Waktu dan Tempat ...................................................................................................... 14
B. Alat dan Bahan ........................................................................................................... 14
1. Alat ...................................................................................................................... 14
2. Bahan ................................................................................................................... 14
C. Metode Penelitian ....................................................................................................... 15
1. Penelitian Pendahuluan ......................................................................................... 15
a. Analisis Bahan ............................................................................................... 15
b. Proses Short Path Distillation (SPD)............................................................... 15
2. Penelitian Utama .................................................................................................. 16
3. Analisis Data ........................................................................................................ 17
a. Penelitian Pendahuluan .................................................................................. 17
b. Penelitian Utama ........................................................................................... 17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................................... 19

vii
A. Penelitian Pendahuluan ............................................................................................... 19
1. Analisis Bahan ..................................................................................................... 19
2. Proses Short Path Distillation (SPD) ..................................................................... 20
B. Penelitian Utama ......................................................................................................... 25
1. Proses Short Path Distillation Secara Bertahap dengan Kenaikan Suhu
Distilasi 1ºC ......................................................................................................... 25
2. Proses Short Path Distillation Secara Bertahap dengan Kenaikan Suhu
Distilasi 2ºC .......................................................................................................... 28
3. Peningkatan Kadar Sitronelol dan Geraniol dalam Residu Akhir Setelah
Proses Short Path Distillation ................................................................................ 30
4. Kadar Sitronelal, Sitronelol, dan Geraniol dalam Total Distilat............................... 31
5. Rendemen ............................................................................................................ 32
6. Pengaruh Kenaikan Suhu Distilasi 1ºC dan 2ºC Terhadap Mutu Residu Akhir ........ 33
a. Bobot Jenis .................................................................................................... 33
b. Indeks Bias .................................................................................................... 34
c. Warna ........................................................................................................... 34
V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................................... 36
A. Kesimpulan ................................................................................................................. 36
B. Saran .......................................................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 37
LAMPIRAN .............................................................................................................................. 42

viii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Karakteristik mutu minyak sereh wangi ......................................................................... 4


Tabel 2. Sifat fisik sitronelal ....................................................................................................... 6
Tabel 3. Sifat fisik sitronelol ...................................................................................................... 6
Tabel 4. Sifat fisik geraniol ........................................................................................................ 7
Tabel 5. Sifat fisik Rhodinol ....................................................................................................... 8
Tabel 6. Sifat fisikokimia fraksinat kaya sironelol dan geraniol ................................................... 15
Tabel 7. Kondisi operasi proses Short Path Distillation penelitian pendahuluan .......................... 16
Tabel 8. Jumlah bahan yang digunakan untuk tiap ulangan perlakuan
kenaikan suhu distilasi 1 dan 2ºC. .................................................................................. 17
Tabel 9. Senyawa penyusun fraksinat kaya sitronelol dan geraniol .............................................. 19
Tabel 10. Kondisi operasi Short Path Distillation ......................................................................... 21
Tabel 11. Hasil proses Short Path Distillation penelitian pendahuluan .......................................... 22
Tabel 12. Hasil proses Short Path Distillation dengan kenaikan suhu distilasi 1ºC ......................... 25
Tabel 13. Hasil proses Short Path Distillation dengan kenaikan suhu distilasi 2ºC ......................... 28
Tabel 14. Sifat fisikokimia residu akhir ........................................................................................ 33

ix
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Rumus bangun sitronelal ........................................................................................... 5


Gambar 2. Rumus bangun sitronelol ........................................................................................... 6
Gambar 3. Rumus bangun geraniol ............................................................................................. 7
Gambar 4. Skema alat distilasi vakum ........................................................................................ 9
Gambar 5. Skema alat Short Path Distillation skala lab .............................................................. 11
Gambar 6. Komponen dalam alat Short Path Distillation ............................................................ 11
Gambar 7. Wiper pada alat Short Path Distillation ..................................................................... 12
Gambar 8. Skema alat SPD tipe falling film evaporator PT.Indesso Aroma. ................................. 14
Gambar 9. Diagram alir penelitian pendahuluan ......................................................................... 16
Gambar 10. Diagram alir penelitian utama .................................................................................... 17
Gambar 11. Diagram alir penelitian keseluruhan ........................................................................... 18
Gambar 12. Kromatogram bahan fraksinat kaya sitronelol dan geraniol ........................................ 20
Gambar 13. Pengelompokan fraksi ............................................................................................... 20
Gambar 14. Histogram hubungan suhu distilasi dengan kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol
dalam residu ............................................................................................................. 23
Gambar 15. Histogram hubungan suhu distilasi dengan kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol
dalam distilat ............................................................................................................ 24
Gambar 16. Dasar-dasar evaporasi dan kondensasi pada distilasi molekuler .................................. 26
Gambar 17. Histogram hubungan suhu distilasi dengan kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol
dalam residu (Kenaikan suhu distilasi 1ºC) ............................................................... 27
Gambar 18. Histogram hubungan suhu distilasi dengan kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol
dalam distilat (Kenaikan suhu distilasi 1ºC). .............................................................. 28
Gambar 19. Histogram hubungan suhu distilasi dengan kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol
dalam residu (Kenaikan suhu distilasi 2ºC) ................................................................ 29
Gambar 20. Histogram hubungan suhu distilasi dengan kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol
dalam distilat (Kenaikan suhu distilasi 2ºC) ............................................................... 29
Gambar 21. Histogram peningkatan kadar sitronelol dan geraniol dalam residu akhir .................... 30
Gambar 22. Presentase kadar sitronelal dalam total distilat dari perlakuan kenaikan suhu distilasi
1ºC dan 2ºC .............................................................................................................. 31
Gambar 23. Rendemen total residu, distilat, dan loss .................................................................... 32
Gambar 24. Residu dan distilat akhir (kenaikan suhu distilasi 1ºC ) ............................................... 35
Gambar 25. Residu dan distilat akhir (kenaikan suhu distilasi 2ºC) ............................................... 35

x
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Gambar alat dan bahan ........................................................................................... 42


Lampiran 2. Metode analisis Gas Cromatography ...................................................................... 44
Lampiran 3a. Prosedur analisis sifat fisikokimia ........................................................................... 45
Lampiran 3b. Perhitungan rendemen ............................................................................................ 45
Lampiran 4. Standar minyak sereh wangi (Java citronella oil) PT. Indesso Aroma ...................... 46
Lampiran 5a. Perhitungan kadar komponen sitronelal, sitronelol, dan geraniol .............................. 47
Lampiran 5b. Perhitungan kehilangan bahan (loss) ....................................................................... 47
Lampiran 5c. Rekapitulasi kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam residu dan distilat hasil
SPD penelitian pendahuluan. ................................................................................... 47
Lampiran 6a. Perhitungan residu yang terpakai untuk analisis GC dari SPD dengan kenaikan suhu
distilasi 1ºC ............................................................................................................. 48
Lampiran 6b. Loss dari SPD dengan kenaikan suhu distilasi 1ºC ................................................... 48
Lampiran 7. Kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam residu dan distilat
(kenaikan suhu distilasi 1ºC) ................................................................................... 49
Lampiran 8a. Perhitungan residu yang terpakai untuk analisis GC dari SPD dengan kenaikan suhu
distilasi 2ºC ............................................................................................................. 50
Lampiran 8b. Loss dari SPD dengan kenaikan suhu distilasi 2ºC ................................................... 50
Lampiran 9. Kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam residu dan distilat
(kenaikan suhu distilasi 2ºC) .................................................................................... 51
Lampiran 10a. Neraca massa kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam total distilat
(perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC) ................................................................... 52
Lampiran 10b. Neraca massa kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam total distilat
(perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC) ................................................................... 54

xi
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak atsiri potensial, salah satu di
antaranya adalah minyak sereh wangi, yaitu minyak yang berasal dari hasil penyulingan daun tanaman
sereh wangi (Cymbopogon winterianus). Minyak ini dikenal sebagai Java Citronella Oil. Java
Citronella oil mempunyai mutu yang baik dan banyak diaplikasikan dalam berbagai produk seperti :
kosmetik, parfum, insektisida, dan obat-obatan. Selain itu, pemintaan minyak tersebut selalu
meningkat 3-5% per tahun (Sukamto dkk. 2011). Walaupun demikian, harga jual minyak sereh wangi
masih sangat rendah, sehingga diperlukan upaya peningkatan harga minyak sereh wangi yang lebih
ekonomis dengan cara mengisolasi komponen utamanya yaitu : sitronelal, sitronelol, dan geraniol. Hal
ini dikarenakan harga komponen-komponen tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga
minyak ―pure oil‖nya. Menurut Sukamto dkk. (2011), harga minyak sereh wangi “pure oil‖ ditingkat
penyuling pada tahun 2011, berkisar antara Rp 135.000,00 hingga Rp 140.000,00 per kg. Sementara,
menurut Thegoodscentscompany (2010), harga sitronelol dengan kemurnian 95%-100% adalah Rp
130.000,00 per 100 gr dan harga geraniol 98% per 100 gr adalah Rp 140.000,00.
Beberapa penelitian untuk mengisolasi komponen minyak sereh wangi baik secara kimiawi
maupun fisik telah dilakukan. Isolasi secara kimiawi menghasilkan rendemen minyak sereh wangi
yang cukup tinggi, namun dengan isolasi tersebut memungkinkan penggunaan bahan kimia yang tidak
ramah lingkungan. Sementara, isolasi secara fisik seperti dengan teknik distilasi fraksinasi vakum,
menghasilkan kadar komponen yang cukup tinggi. Hal ini dikarenakan tekanan yang digunakan cukup
rendah. Menurut Khopkar (2002), tekanan operasi untuk distilasi vakum adalah 0.4 atm (≤300 mmHg
absolut). Akan tetapi, untuk isolasi komponen kimia minyak sereh wangi seperti sitronelol dan
geraniol, metode tersebut belum efisien digunakan, terutama jika hasil isolasi yang diinginkan harus
maksimal. Hal ini dikarenakan titik didih komponen minyak sereh wangi tersebut diatas 200ºC.
Dengan tekanan tersebut, titik didih komponen-komponen tersebut dapat diturunkan, namun tidak
terlalu rendah dan dapat menyebabkan degradasi bahan selama proses fraksinasi berlangsung. Oleh
karena itu, dibutuhkan metode yang aman untuk meningkatkan kemurnian komponen sitronelol dan
geraniol tersebut. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah dengan distilasi molekuler atau
Short Path Distillation.
Distilasi molekuler merupakan proses pemisahan fraksi-fraksi yang mempunyai bobot
molekul yang berbeda pada kondisi suhu yang rendah. Hal ini bertujuan menghindari terjadinya
kerusakan (Lutisan et al. 2002 diacu dalam Setyawan 2009). Menurut Martinello et al. (2008),
tekanan yang digunakan pada proses SPD berkisar antara 10-2 KPa hingga 10-4 KPa. Dengan tekanan
tersebut, komponen volatilitas meningkat dan suhu operasi menurun, sehingga memungkinkan untuk
memisahkan senyawa pada suhu yang lebih rendah. Keuntungan menggunakan teknik distilasi
molekuler yaitu proses pemurnian yang berlangsung lebih efisien dan produk yang dihasilkan lebih
ramah lingkungan. Hal ini dikarenakan proses distilasi molekuler tidak menggunakan bahan kimia
untuk reagennya (Lestari 2012).
Pada penelitian ini dilakukan pemisahan komponen sironelal dari bahan fraksinat kaya
sitronelol dan geraniol yang menggunakan proses distilasi molekuler atau Short Path Distillation.
Proses ini menggunakan kenaikan suhu secara bertahap dan pemotongan fraksi (rektifikasi) dilakukan
hanya pada jalur residu.

1
B. Tujuan
Penelitian ini bertujuan mendapatkan kondisi proses Short Path Distillation yang sesuai
untuk meningkatkan kemurnian fraksi kaya sitronelol dan geraniol dengan memisahkan komponen
sitronelal, serta untuk mengetahui potensi rendemen dengan metode peningkatan suhu distilasi.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Minyak Sereh Wangi


Minyak sereh wangi dihasilkan dari hasil penyulingan daun sereh wangi yang mempunyai
rendemen minyak sekitar 0,5-1,2 persen. Bahan kimia yang terpenting dalam minyak sereh wangi
adalah persenyawaan aldehida yang disebut sebagai sitronelal dan persenyawaan alkohol yang disebut
sebagai geraniol. Kedua senyawa ini sangat menentukan mutu dari minyak sereh wangi itu sendiri
(Ketaren 1985). Terdapat beberapa jenis tanaman sereh wangi, namun yang ditanam di Indonesia dan
menghasilkan minyak dengan mutu terbaik adalah sereh wangi dari jenis maha perigi. Jenis ini banyak
ditanam di Pulau Jawa dan dikenal dengan tanaman sereh wangi asal Jawa. Minyak yang dihasilkan
dari sereh wangi asal jawa dikenal dengan nama java citronella oil. Menurut Guenther (1991),
keunggulan minyak sereh wangi Jawa terletak pada kadar sitronelalnya yang tinggi. Minyak sereh
wangi asal Jawa mengandung komponen sebagai berikut : 32%-45% sitronelal, 12%-15%
geraniol,11%-15% sitronelol, 3%-8% geranil asetat, 2%-4% geranil asetat, 2%-4% limonene, 3%-4%
kadinen, dan 2%-36% adalah sitral, kavikol, eugenol, elemol, kadinol, vanillin, kamfen, a-pinen,
linalool, dan B-kariofilen. Varietas maha perigi dibagi menjadi empat subvarietas lagi yaitu : wangi,
mawar, tembaga dan balon. Sementara, jenis lenabatu tidak dibudidayakan lagi (Guenther 2006).
Ketaren (1985) menambahkan bahwa jenis tanaman sereh maha perigi mengandung 80% -97% total
geraniol dan 30%-45% sitronelal, sedangkan jenis lenabau dari Ceylon hanya mengandung 55%- 65%
total geraniol. Komponen kimia minyak sereh wangi termasuk komplek, namun komponen yang
paling penting terdiri atas tiga yaitu : sitronelal, sitronelol, dan geraniol. Hal ini dikarenakan ketiga
komponen tersebut menentukan intensitas bau harum, nilai, dan harga minyak sereh wangi.
Minyak sereh wangi jawa digunakan untuk ekstraksi beberapa isolat penting yaitu sitronelal
dan geraniol yang dapat diubah menjadi senyawa aromatik seperti sitronelol, geranil asetat, dan lain-
lain (Masada 1976 ). Menurut Guenther (1990), minyak atsiri tipe jawa dengan kadar sitronelal rendah
dan kadar geraniol yang tinggi digunakan sebagai bahan untuk ekstraksi geraniol, kemudian diubah
menjadi bentuk esternya. Tipe minyak ini mempunyai harga yang lebih murah, sedangkan minyak
sereh wangi kasar biasanya memiliki mutu normal dengan presentase kadar sitronelal dan geraniol
total yaitu 35% dan 85%. Ketaren (1985) menambahkan bahwa minyak sereh wangi dengan kadar
geraniol dan sitronelal yang tinggi biasanya langsung dijual dan diekspor atau fraksi sitronelal dan
geraniolnya disiolasi untuk selanjutnya dijadikan ester seperti hidroksi sitronelal, geraniol asetat, dan
mentol sintetis, yang mempunyai sifat lebih stabil dan dipergunakan dalam insustri wewangian.
Hidroksi sitronelal dapat digunakan sebagai zat pewangi sabun dan parfum yang bernilai tinggi.
Mentol dapat digunakan sebagai obat gosok, pasta gigi, dan obat pencuci mulut, sedangkan ester dari
sitronelal dan geraniol digunakan sebagai insektisida, untuk keperluan kosmetik atau bahan pewangi
lainnya. Adapun, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan mutu minyak serah wangi
antara lain : keadaaan tanah, iklim, tinggi daerah dari permukaan laut, dan keadaan daun sebelum
disuling.

B. Sifat Fisikokimia Minyak Sereh Wangi


Minyak sereh wangi biasanya berwarna kuning muda sampai kuning tua dan bersifat mudah
menguap. Nilai bobot jenis minyak ini pada 15°C yaitu : 0,886-0,894, sedangkan indeks biasnya pada
20ºC, yaitu : 1,467-1,473. Selain itu, minyak sereh wangi dapat larut jernih dalam tiga bagian alkohol
80%. Akan tetapi, bila diencerkan lagi, larutan akan menjadi keruh (Ketaren 1985). Adapun,

3
karakteristik mutu yang berlaku untuk minyak sereh wangi berdasarkan Standar Nasional Indonesia
tahun 1995 disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik mutu minyak sereh wangi


No Parameter SNI-06-3953-1995
1 Bobot jenis (25ºC) 0,880-0,992
2 Indeks bias (25°C) 1,466 – 1,475
3 Total geraniol (% ) Min 85 persen
4 Sitronelal (%) Min 35 persen
5 Warna Kuning pucat hingga kuning kecoklatan
6 Kelarutan dalam etanol 80% 1:2 jernih dan seterusnya
7 Zat-zat asing -
8 Lemak Negatif
9 Alkohol tambahan Negatif
10 Minyak pelikan Negatif
11 Minyak terpentin Negatif
Sumber : SNI (1995)

1. Bobot Jenis
Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian
minyak atsiri. Dari seluruh sifat fisikokimia, nilai bobot jenis (BJ) sudah sering dicantumkan dalam
pustaka. Nilai BJ minyak atsiri berkisar antara 0,696 hingga 1,188 pada suhu 15°C dan pada
umumnya nilai tersebut lebih kecil dari satu. Sementara, menurut Ketaren (1985), pengukuran bobot
jenis menggunakan metode IS dilakukan pada suhu 30/30ºC, dengan variasi suhu kurang lebih 3°C,
sedangkan dengan metode ISO bobot jenis diukur pada suhu 20 /20°C. Kemudian, dengan metode BS
pengukuran bobot jenis dilakukan pada suhu 30 / 20ºC.
Nilai BJ minyak atsiri pada suhu 15/15ºC merupakan perbandingan antara berat minyak pada
suhu 15ºC dengan berat air pada volume air yang sama dengan volume minyak pada suhu 15°C
(Guenther 2006). Ketelitian BJ ini ditentukan dari tiga angka desimal dibelakang koma. Para peneliti
telah menentukan faktor koreksi untuk berbagai jenis minyak dan kisaran nilai koreksinya. Factor
koreksi BJ yaitu 0,00042-0,00084, untuk setiap perubahan suhu 1°C. Menurut Guenther (2006),
minyak sereh wangi Jawa mempunyai nilai koreksi bobot jenis 0,00093 untuk perubahan suhu tiap
1ºC. Sementara, nilai koreksi bobot jenis isolat sitronelal, sitronelol, dan geraniol 0,00082, 0,00070,
dan 0,00071 untuk perubahan suhu setiap 1ºC

2. Indeks Bias
Jika cahaya melewati media kurang padat ke media lebih padat, sinar akan membelok atau
membias dari garis normal (Guenther 2006). Cahaya yang terpolarisasi adalah cahaya yang
mempunyai arah tegak lurus dengan arah rambat cahaya suatu molekul (Guenther 1990).
Pengukuran indeks bias biasanya pada suhu 20°C dan jika dibawah atau diatas suhu tersebut,
harus memiliki nilai koreksi. Menurut Ketaren (1985), nilai koreksi indeks bias minyak sereh wangi
Jawa adalah 0,00047 dengan perbedaan suhu 1ºC, sedangkan nilai koreksi untuk isolatnya yaitu :
sitronelal (0,00044), sitronelol (0,00040), dan geraniol (0,00041).

4
3. Kelarutan dalam Alkohol
Menurut Guenther (2006), kelarutan dalam alkohol adalah kemampuan minyak atsiri larut
dalam alkohol. Konsentrasi alkohol yang sering digunakan untuk menentukan kelarutan minyak dalam
alkohol adalah : 50%-60%, 70%-80%, dan 90%. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (1995),
minyak sereh wangi diukur kelarutannya dalam alkohol 80%. Biasanya pengukuran dilakukan pada
suhu 20°C. Tingkat kelarutan yang bersifat empiris dan relative, dipakai di laboratorium Fritzsche
Brothers Inc dan dinamakan sebagai berikut :
Larut jernih kabur
Sedikit berkabut Sedikit Keruh
Berkabut Keruh
Sedikit Kabur Suram

4. Putaran Optik
Minyak atsiri sebagian besar ditempatkan dalam sinar atau cahaya yang dipolarisasikan, akan
mempunyai sifat memutar bidang polaritas ke kanan (dextrorotatory) dan kiri (levorotatory). Sifat
optis aktif minyak tersebut diukur dengan alat polarimeter dan nilainya dinyatakan dalam derajat
rotasi. Sudut rotasi tergantung dari sifat cairan, panjang tabung yang dilalui sinar, panjang gelombang
sinar yang digunakan,dan suhu. Menurut Ketaren (1985), putaran optik minyak atsiri dalam pustaka,
ditetapkan pada suhu 20°C.

C. Komponen Utama Minyak Sereh Wangi


1. Sitronelal
Sitronelal merupakan senyawa yang mudah bereaksi karena adanya gugus aldehida dan
ikatan rangkap (Bedoukian 1987). Menurut Ketaren (1985), persenyawaan sitronelal terdapat pada
minyak sereh, Eucaliptuscitriodora, rumput lemon, dan bunga mawar. Pada suhu kamar sitronelal
berupa cairan berwarna kekuningan yang mudah menguap, bersifat sedikit larut dalam air, dan dapat
larut dalam alkohol maupun ester. Sitronelal mempunyai bau yang menyenangkan dan banyak
digunakan untuk parfum dan sabun, serta sebagai bahan dasar untuk pembuatan hidroksi sitronelal dan
mentol sintesis. Rumus molekul adalah C10H18O dan bobot molekulnya adalah 154,25, dengan rumus
bangun seperti pada Gambar 1. Sementara, sifat fisik sitronelal menurut Kirk Othmer (1954) diacu
dalam Ketaren (1985) dapat dilihat pada Tabel 2.

Gambar 1. Rumus bangun sitronelal (Bedoukian 1987)

5
Tabel 2. Sifat fisik sitronelal
Sifat fisik D-Sitronelal L-Sitronelal
Titik didih (°C) 205-206 205- 208
Berat Jenis 0,8470-0,8500 0,8567
Indeks Bias 1,448 1,447
Putaran Optik -12,3 -3,0
Sumber : Kirk Othmer (1954) diacu dalam Ketaren (1985)

Senyawa sitronelal dapat membentuk senyawa siklik pada suasana asam, sedangkan pada
suasana basa, senyawa sitronelal dapat terpolimerisasi atau resinifikasi dengan cepat (Guenther 1991).
Reaksi yang mungkin terjadi pada senyawa sitronelal yaitu : polimerisasi, oksidasi, dan siklisasi.
Senyawa sitronelal yang dioksidasi akan menghasilkan senyawa asam sitronelal dan yang direduksi
akan menghasilkan sitronelol atau dehidro sitronelal. Senyawa sitronelal dapat dibuat secara sintesis
dengan mereaksikan asam klorida dengan pinen (Bedoukian 1967). Menurut Ketaren (1985), senyawa
sitronelal mempunyai bau yang menyenangkan sehingga banyak digunakan sebagai bahan dasar untuk
zat pewangi sabun, obat-obatan, parfum, dan pasta gigi.

2. Sitronelol
Senyawa sitronelol banyak terdapat dalam minyak mawar dan minyak sereh. Senyawa ini
pada suhu kamar berupa cairan tidak berwarna dan berbau mawar, bersifat mudah larut dalam alkohol
dan eter, namun sedikit larut dalam air (Ketaren 1985). Menurut Bedoukian (1967), senyawa
sitronelol mempunyai rumus molekul C10H20O dan bobot molekul 126,56. Rumus bangun sitronelol
menurut Anonim1 (2012), ditunjukkan pada Gambar 2. Sementara, sifat fisik sitronelol menurut Kirk
Othmer (1954) diacu dalam Ketaren (1985), ditunjukan pada Tabel 3.

+)-Citronellol (left) and (-)-citronellol


Gambar 2. Rumus bangun sitronelol (Anonim1 2012)

Tabel 3. Sifat fisik sitronelol


Sifat fisik D-Sitronelol L-Sitronelol
Titik didih (°C) 119-121 225- 226
Berat Jenis 0,866 0,862- 0,869
Indeks Bias 1,456-1,457 1,459-1,463
Putaran Optik (+2º7)-(-2°8’) (-4º2’)
Sumber : Kirk Othmer (1954) diacu dalam Ketaren (1985)

Menurut Lapczynski et al. (2008), sifat fisik d-sitronelol yaitu : titik didih 225ºC, bobot jenis
0,86 g/ml, indeks bias 1,457. D-sitronelol mempunyai titik didih 20ºC pada tekanan 0,0009 mm Hg.
Sementara, L-sitronelol mempunyai sifat fisik yaitu : tidak berwarna sampai berwarna kuning pucat,
berbau seperti minyak mawar, indeks bias pada 20ºC (1,4530–1,4580), dan berat jenis pada 25ºC
(0,8520–0,8570). Selain itu, suhu yang dibutuhkan untuk mendapatkan L-sitronelol pada tekanan

6
vakum 0,01 mmHg adalah 20ºC. Menurut data Thegoodscentcompany (2012), estimasi titik didih
sitronelol pada tekanan vakum 0,020000 mm/Hg atau 0,0266644 mbar adalah 25°C.
D dan L-sitronelol adalah bahan wewangian yang digunakan dalam kosmetik dekoratif,
wewangian halus, sampo, sabun toilet, dan perlengkapan mandi lainnya, serta dalam produk non
kosmetik seperti pembersih rumah tangga dan deterjen (Lapczynski et al. 2008). Menurut Singh et al.
(2011), sitronelol digunakan sebagai bahan pembuat senyawa-senyawa sintetik feromon ratu lebah,
yaitu trans 9-okso-2 dekenoat (9-ODA). Sitronelol komersial diperoleh dengan cara mereduksi
sitronelal dari minyak sereh wangi. Sitronelol ini mempunyai harga yang sangat mahal.

3. Geraniol
Geraniol merupakan senyawa utama penyusun minyak sereh wangi, mawar, ketumbar,
ylang-ylang, dan neroli. Pada suhu kamar, senyawa ini berupa cairan tidak berwarna (kuning pucat)
seperti minyak, berbau menyenangkan, tidak larut dalam air namun bersifat larut dalam alkohol dan
eter (Ketaren 1985). Menurut Bedoukian (1967), senyawa ini mempunyai bobot molekul 154,24
dengan rumus molekul C10H18O, seperti pada Gambar 3.

Gambar 3. Rumus bangun geraniol (Bedoukian 1967)

Geraniol (3,7 dymetilocta-trans-2,6-dien-1-ol) merupakan alkohol monoterpen yang


berbentuk siklik. Senyawa ini merupakan gabungan dari dua isomer tran-cis (Chen dan Viljoen 2010).
Sifat fisik geraniol ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Sifat fisik geraniol


Sifat fisik keterangan
Titik didih (°C) 230 (pada 757 mmHg)
Berat Jenis 0,833
Indeks Bias 1,467-1,479
Putaran Optik (2)-(-2)
Sumber : Ketaren (1985)

Geraniol mempunyai karakter yaitu berbau seperti bunga mawar dan mempunyai rasa (pada
10 ppm) floral manis seperti bunga mawar dan buah jeruk, serta bernuansa lilin (Burdock 2010 diacu
dalam Chen dan Viljoen 2010). Senyawa ini digunakan secara luas sebagai bahan fragnans. Menurut
Chen dan Viljoen (2010), geraniol merupakan molekul penting bagi industri flavor dan fragnans.
Biasanya senyawa ini diproduksi oleh industri sebagai produk konsumen. Geraniol digunakan sebagai
repelen dan insektisida. Selain itu, geraniol juga digunakan sebagai pewangi tubuh atau parfum dan
bahan dasar pembuatan ester (Ketaren 1985). Menurut Rastogi et al. (1998), berdasarkan survei
produk komersial di pasar Eropa, ditemukan bahwa sekitar 76% geraniol digunakan dalam produk
deodorant, termasuk 41% dalam produk domestik dan rumah tangga dan sekitar 33% dari formulasi
kosmetik berbahan alami menggunakan geraniol. Produksinya melebihi 1000 ton metrik per tahun.

7
4. Rhodinol
Rhodinol adalah alkohol monoterpene yang terjadi secara alami dalam minyak geranium dan
serai. Bahan ini banyak digunakan dalam kosmetik dan wewangian, yang bertujuan memberikan bau
bunga (Wikipedia 2012). Menurut Anonim2 (2010), minyak geranium mengandung sekitar 55-65%
dari Rhodinol yang terdiri atas campuran sitronelal-L dan geraniol. Standar Rhodinol ditunjukan pada
Tabel 5.

Tabel 5. Sifat fisik Rhodinol


Parameter Rhodinol
Penampakan Cairan berwarna
Berat jenis pada 25ºC. 0,860 hingga 0,880
Indeks bias pada 25ºC. 1,4630hingga 1,4730
Karakteristik organoleptik Sangat berbau mawar
Sumber : Anonim2 (2012)

Sementara, menurut Lapczynski et al. (2008), sifat fisik Rhodinol yaitu: indeks bias pada
20ºC (1,4679) dan berat jenis pada 25/25ºC (0,8755). Rhodinol adalah bahan wewangian yang
digunakan dalam banyak senyawa aroma. Senyawa ini banyak diaplikasikan sebagai wewangian
dalam kosmetik dekoratif, wewangian halus, sampo, sabun toilet, dan perlengkapan mandi lainnya,
serta produk non-kosmetik seperti pembersih rumah dan deterjen.
Rhodinol komersial mempunyai harga yang lebih tinggi daripada sitronelol maupun geraniol.
Hal ini disebabkan Rhodinol memiliki bau yang enak dan ‖halus atau lembut‖. Sitronelol dan geraniol
dapat diesterifikasi dengan menggunakan berbagai asam organik dan menghasilkan berbagai ester
untuk parfum.

D. Fraksinasi dan Pemurnian Minyak Atsiri


1. Distilasi Fraksinasi Vakum
Fraksinasi bermanfaat untuk memisahkan minyak atsiri berdasarkan titik didih, sehingga
menjadi beberapa fraksi (Adhika 2004). Distilasi fraksinasi disebut juga distilasi bertingkat,
merupakan proses rektifikasi atau distilasi bertahap dengan refluk. Pada proses ini, flash mengalami
penguapan secara bertahap dan menyebabkan cairan mengalir secara bolak-balik dari satu tahap
ketahap berikutnya. Cairan dalam satu tahap mengalir ketahap dibawahnya, sedangkan uap mengalir
dari satu tahap ke tahap diatasnya (Nainggolan 2002). Menurut Vogel (1958), distilasi bertingkat
merupakan proses pemisahan suatu cairan volatil dari cairan non volatil atau pemisahan dua
komponen atau lebih berdasarkan perbedaan titik didih. Proses ini memerlukan perlakuan teoritis
berupa hubungan antara titik didih komponen-komponen cairan atau tekanan uap campuran dengan
komposisi komponen dalam campuran. Terdapat faktor-faktor penting dalam proses fraksinasi yang
mempengaruhi pemisahan campuran menjadi fraksi murni. Faktor-faktor tersebut yaitu : waktu
distilasi, panjang kolom distilasi, isolasi panas, dan rasio refuks (Furniss et al. 1984 diacu dalam
Lestari 2012). Operasi fraksionasi yang ideal pada setiap suhu distilasi tertentu, akan menghasilkan
fraksi tertentu dengan kemurnian yang tinggi.
Pemisahan komponen volatil dengan distilasi fraksinasi, harus dilakukan secara bertahap.
Komponen bertitik didih rendah akan teruapkan terlebih dahulu, kemudian diikuti dengan komponen
bertitik didih tinggi (Slabaugh and Persons 1976 diacu dalam Lestari 2012). Hasil yang didapatkan
berupa campuran uap yang lebih banyak mengandung komponen bertitik didih rendah. Hasil ini

8
disebut sebagai distilat, sedangkan pada sisa cairan atau residu terdapat komponen dengan titik didih
yang lebih tinggi.
Distilasi vakum merupakan suatu proses distilasi dengan menggunakan tekanan yang rendah
(vakum). Proses distilasi ini dilakukan dengan menurunkan tekanan atmosfer. Menurut Yoder et al.
(1980) diacu dalam Lestari (2012), apabila cairan yang disuling tidak stabil pada kisaran suhu tertentu
atau jika titik didihnya pada kondisi normal terlalu tinggi, distilasi dapat dilakukan pada suhu dibawah
tekanan atmosfir (vakum). Teknik ini disebut distilasi vakum. Menurut Moore dan Dalrymple (1971)
diacu dalam Adhika (2004), banyak larutan organik yang tidak dapat disuling pada tekanan atmosfer.
Hal ini dikarenakan suhu yang digunakan akan menyebabkan dekomposisi bahan tersebut. Hal ini
juga sering menjadi masalah bagi senyawa yang mempunyai titik didih diatas 200ºC, dan kadang-
kadang pada suhu yang lebih rendah. Kesulitan tersebut dapat diatasi dengan penyulingan pada
tekanan rendah.
Adapun, proses distilasi vakum banyak diterapkan dalam industri minyak atsiri. Hal ini
dikarenakan tekanan yang digunakan lebih rendah sehingga tidak dapat berpengaruh pada mutu
minyak. Tekanan tersebut didapatkan dengan mengurangi tekanan eksternal yaitu 0,1-30 mm Hg.
Menurut Khopkar (2002), tekanan operasi untuk distilasi vakum adalah 0,4 atm (≤300 mmHg
absolut). Menurut Guenther (1972), dengan tekanan serendah mungkin, suhu tidak begitu berpengaruh
terhadap mutu minyak. Akan tetapi, penurunan tekanan lebih lanjut, akan memperlambat proses
penyulingan, sehingga alat penyulingan vakum yang dibutuhkan harus efisien, kedap udara, dan
kondensor yang efektif. Dengan demikian, minyak atsiri yang bertitik didih rendah dapat diperoleh
kembali. Skema distilasi vakum dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Skema alat distilasi vakum (Anonim3 2011)

Beberapa penelitian tentang isolasi minyak atsiri telah dilakukan dengan tenik distilasi
frakasinasi vakum, seperti dalam penelitian Nainggolan (2002) mengengai pemisahan minyak nilam.
Kondisi operasinya adalah refluks/withdr : 40/4 dan tekanan 40 mbar. Hasil yang didapatkan dari
penelitian tersebut adalah kadar patchouli alkohol sekitar 57,766% dalam residu. Sementara,
penelitian Adhika (2004) mengenai fraksinasi minyak akar wangi dengan distilasi vakum, didapatkan
bahwa proses fraksinasi vakum dapat meningkatkan hidrokarbon-O dari 42,78% menjadi 62,28%
dalam residu. Adapun, Sahid (2001) dan Lestari (2012) mencoba mengisolasi komponen sitronelal.

9
Hasil yang didapatkan berupa sitronelal dalam distilat dengan kadar berturut-turut yaitu : 49,946% dan
84,51%.

2. Distilasi Molekuler
Distilasi molekuler merupakan proses pemisahan fraksi dengan bobot molekul yang berbeda
pada kondisi suhu yang serendah mungkin. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kerusakan
bahan (Lutisan et al. 2002 diacu dalam Setyawan 2009). Menurut Rossi et al. (2012) dan Martinello et
al. (2008), serta Shao et al. (2006), distilasi molekuler dikenal juga sebagai Short Path Distillation
(SPD). Distilasi molekuler dicirikan dengan alokasi waktu distilasi yang singkat, koefisien transfer
panas tinggi, penghilangan hotspot, aliran operasi kontinyu, tekanan rendah 0,001 mbar, dan jarak
yang sempit antara kondensor dan evaporator (Shimada 2000). Menurut Zuñiga et al. (2006), distilasi
molekuler merupakan metode yang aman dan cocok untuk pemisahan dan pemurnian bahan yang
tidak stabil pada kondisi termal. Hal ini dikarenakan kondisi operasinya dirancang khusus yaitu
menggunakan tekanan dan suhu rendah serta waktu tinggal pendek. Martinello et al. (2008)
menambahkan bahwa karakteristik operasi SPD yang utama adalah tekanan yang digunakan berkisar
antara 10-2 hingga 10-4 KPa. Dengan kondisi tersebut, volatilitas komponen meningkat dan suhu
operasi menurun, sehingga memungkinkan untuk memisahkan senyawa pada suhu yang lebih rendah.
Keuntungan menggunakan SPD yaitu suhu pemanasan bisa jauh lebih rendah (pada tekanan
rendah) dari titik didih cairan pada tekanan standar, dan distilat yang dihasilkan melewati jalur yang
pendek. Selain itu, proses SPD menyebabkan hanya sedikit senyawa volatil yang hilang (Martinello et
al. 2008). Lestari (2012) menambahkan bahwa proses pemurnian yang berlangsung dengan SPD lebih
efisien dan produk yang dihasilkan lebih ramah lingkungan. Hal tersebut dikarenakan proses SPD
tidak menggunakan bahan kimia untuk reagennya.
Terdapat dua konsep teknis SPD yang berbeda pada industri. Akan tetapi, keduanya
mempunyai prinsip yang sama yaitu campuran zat yang akan diuapkan didistribusikan sebagai film
yang sangat tipis pada permukaan evaporator (Martinello et al. 2008). Adapun, kedua konsep SPD
tersebut adalah tipe sentrifugasi dan tipe evaporator film tipis. Short Path Distillation (SPD) tipe
sentrifugasi menggunakan disk yang berputar. Disk tersebut berfungsi sebagai perata panas saat bahan
kontak dengan permukaan disk. Film yang dihasilkan setelah melewati putaran disk dengan kecepatan
tinggi, akan dipaksa keluar dari tepi disk. Ketebalan film atau lapisan pada disk dan waktu tinggal
bahan pada permukaan disk, dipengaruhi oleh kecepatan putaran disk. Tipe ini juga mempunyai
kondensor yang terletak pada jarak yang dekat dari disk evaporator (SMS-VT 2012).
Konsep teknis SPD yang ke dua adalah menciptakan sebuah film tipis menggunakan sebuah
evaporator film tipis dengan sistem agitasi mekanik. Agitasi tersebut bertujuan mendistribusikan dan
mencampur bahan ketika mengalir ke dinding evaporator. Menurut Martinello et al. (2008), pada
metode falling film, satu film kontak dengan permukaan yang dipanaskan dan film lainnya kontak
dengan permukaan yang dingin. Permukaan dingin berdekatan dengan permukaan yang panas dan
bahan yang terevaporasi mempunyai jarak kondensasi yang pendek. Gambar 5 menunjukkan skema
alat Short Path Distillation (SPD). Alat SPD tersebut terdiri atas badan silinder dengan jaket pemanas,
rotor, dan di dalam bodi atau badan terdapat kondensor. Komponen dalam alat SPD ditunjukkan pada
Gambar 6.

10
Gambar 5. Skema alat Short Path Distillation skala lab (Marttinello et al. 2008).

Umpan

Sysitem wiper Heating Jacket

Condenser vakum

Gambar 6. Komponen dalam alat Short Path Distilation (Kenkimble 2011)

Terdapat blade wiper pada rotor yang akan melipat kedalam atau ke arah shell inner dan
menempel. Hal ini dikarenakan adanya paksaan dari gaya sentrifugasi ketika rotor bergerak. Wiper
dalam alat SPD ditunjukkan pada Gambar 7. Wiper blade akan menciptakan mekanisme agitasi.
Produk berupa lapisan film tipis yang menempel pada permukaan evaporator akan jatuh ke kolom
spiral dengan adanya gaya gravitasi. Kemudian, bagian volatil dari produk akan menguap. Uap
melewati rute terpendek dan dengan hampir tidak ada penurunan tekanan pada kondensor internal, uap
akan teresipitasi pada tabung. Bagian non-volatil dari bahan akan mencapai bagian bawah evaporator
dan mengalir melalui outlet produk bawah. Uap sisa dan gas inert mengalir melalui nosel vakum
dengan sistem vakum (SMS-VT 2012).

11
.
Gambar 7. Wiper pada alat Short Path Distillation (SMS-VT 2012)

Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh selama proses SPD berlangsung. Faktor-faktor
tersebut yaitu : tekanan, suhu evaporator, dan laju alir umpan (Q) (Martilleno et al. 2008). Menurut
Bose dan Palmer (1984) diacu dalam Marttinello et al. (2008), tingkat pemisahan yang diperoleh
dalam proses distilasi molekuler tidak hanya fungsi dari volatilitas komponen, tetapi juga merupakan
fungsi dari massa dan transfer panas dalam fase cair, serta dari kinetika molekul. Ketika cairan
diuapkan, antarmuka uap-cair menjadi dingin dalam campuran dan menurunkan komposisi komponen
volatil. Hal ini mengarah pada pembentukan driving force untuk transfer difusif massa dan
panas. Semua hambatan ini tidak hanya mempengaruhi kecepatan penguapan, tetapi juga kemurnian
produk.
Menurut Tovar et al. (2011), proses SPD mempunyai banyak keuntungan sehingga banyak
digunakan dalam berbagai industri, seperti industri kosmetik, farmasi, makanan, dan petrokimia.
Proses SPD yang digunakan dalam industri-industri tersebut berfungsi sebagai proses pemurnian,
pemulihan, dan pengonsentrasian zat yang bernilai tambah tinggi. Minyak esensial adalah salah satu
produk yang dapat difraksinasi menggunakan SDP, untuk menyediakan produk yang berkualitas
tinggi, tanpa bahaya dekomposisi.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa penggunaan SPD dapat meningkatkan kemurnian
suatu produk. Lestari (2012) mencoba memurnikan hasil fraksinasi berupa fraksinat kaya sitronelal
dengan presentase 84,51% menggunakan SPD tipe falling film. Suhu yang digunakan dimulai dari
44ºC. Kemudian, laju alir umpan yang diatur yaitu 4 tetes per detik. Hasil yang didapatkan yaitu
terjadi kenaikan kadar sitronelal dari 84,51% menjadi 97,05%. Tover et al. (2010) melakukan proses
SPD untuk memekatkan komponen bioaktif dari minyak sereh dapur (Cymbopogon citarus ) dengan
judul penelitian yaitu ―Aplikasi Desain Faktorial untuk Memekatkan Komponen Bioaktif dari Minyak
Atsiri Cymbopogon citarus Menggunakan Short Path Distillation”. Penelitian tersebut menggunakan
alat Short Path Distillation yang digunakan bertipe sentrifugal dan masih skala lab. Desain faktor
percobaan yang dilakukan dimulai dengan trial proses short path distillation dan dengan rancangan
percobaan 22.. Faktor yang dikaji adalah suhu evaporator dalam derajat selsius (EVT) dan laju umpan
yang dinyatakan dalam militer per min (Q). Kemudian, analisis yang dilakukan dalam penelitian
tersebut adalah pengaruh dari setiap variabel yang diteliti terhadap variabel dependen. Variabel
dependen tersebut adalah Consentration of citral in the destllate (CCD). Hasil yang didapatkan yaitu
terdapat pengaruh EVT dan Q terhadap CCD. Peningkatan EVT juga meningkatkan CCD, yaitu dari
9,908 × 102 mg siitral/g sampel awal minyak sereh, menjadi 2,048 × 103 mg sitral/g sampel. Secara
statistik, hasil yang didapatkan berbentuk model linear, yang menggambarkan adanya ketergantungan
dari variabel CCD dengan variabel proses dalam rentang eksperimental. Tover et al. (2011)
melakukan fraksinasi terhadap minyak sereh dapur menggunakan alat short path distillation tipe
sentrifugal skala lab. suhu evaporator yang digunakan yaitu : 60ºC - 120ºC dan dengan debit umpan

12
yaitu : 1,5 hingga 4,5 ml min. Hasil yang didapatkan berupa senyawa sitral dalam distilat sebanyak
33,576 mg sitral ml-1 pada suhu evaporator 120ºC dan pada flow rate 1,5 ml min-1. Rendemen yang
didapatkan sekitar 70%.

13
III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga Oktober 2012, di R&D dan bagian
Quality Control PT.Indesso Aroma Cileungsi, Bogor.

B. Alat dan Bahan


1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu unit alat Short Path Distillation (SPD) KDL1
(UIC) skala lab tipe falling film evaporator, yang terdiri atas mesin pendingin, mesin pemanas dengan
media penghantar panas berupa etilen glikol, pompa vakum, dan mesin rotor (Lampiran 1). Skema
alat SPD tersebut ditunjukkan pada Gambar 8.

Gambar 8. Skema alat SPD tipe falling film evaporator PT.Indesso Aroma

Alat tersebut mempunyai kapasitas umpan maksimal 1 kg dan rata-rata jumlah umpan masuk
adalah 100 g/h hingga 400 g/h. Suhu evaporator maksimum adalah 250°C, kemudian luas permukaan
evaporatornya adalah 0,03 m2 (UIC-GMBH 2012). Sementara alat-alat yang digunakan untuk analisis
fisikokimia yaitu digital density meter DMA 48, digital refraktometer ATAGO, dan injektor. Selain
itu, alat-alat lainnya yaitu pipet, stopwatch, botol-botol gelap, erlemeyer, gelas ukur, thermometer,
timbangan dan Gas Cromatography (GC).

2. Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah fraksi minyak sereh wangi hasil distilasi
fraksinasi vakum yang relatif rendah kandungan sitronelalnya, sehingga dapat disebut fraksinat kaya
sitronelol dan geraniol (Lampiran 1). Fraksinasi yang dilakukan menggunakan kondisi operasi yaitu :
tekanan 1 mbar, rasio refluks 20 : 10, suhu heat 127,81ºC, suhu Flask 113,63ºC, suhu Head 64,05ºC,

14
dan laju fraksinasi 6,27 ml/menit. Sementara, minyak sereh wangi tersebut merupakan minyak sereh
wangi asal Jawa atau Java citronella oil, yang berasal dari Kampung Cireundeu, Desa Cipancar,
Kecamatan Sarang Panjang, Subang, Jawa Barat. Karakteristik fisikokimianya dapat dilihat pada
Tabel 6.

Tabel 6. Sifat fisikokimia fraksinat kaya sironelol dan geraniol


Parameter Hasil
Bobot Jenis (25ºC) 0,8789
Indeks bias (25°C) 1,4661
Warna Kuning pucat, jernih,
Kelarutan dalam etanol 80% jernih pada 1:2
Sumber : Lestari (2012)

C. Metode Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu : penelitian pendahuluan dan penelitian utama.
Penelitian pendahuluan terbagi menjadi dua yaitu : analisis kadar bahan menggunakan Gas
Cromatography (GC) dan proses distilasi molekuler atau Short Path Distillation (SPD) menggunakan
kenaikan suhu distilasi 4ºC. Sementara, pada penelitian utama, dilakukan proses SPD dengan
perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC dan 2ºC. Setelah itu, hasil yang didapatkan dianalisis kadar
sitronelol dan geraniol menggunakan GC dan dilanjutkan dengan analisis sifat fisikokimia terhadap
residu akhir. Sifat fisikokimia tersebut meliputi : berat jenis, indeks bias, dan warna.

1. Penelitian Pendahuluan
a. Analisis Bahan
Analisis bahan berupa analisis kadar komponen utama bahan menggunakan GC. Metode
analisis GC dapat dilihat pada Lampiran 2. Analisis tersebut bertujuan mengetahui senyawa penyusun
bahan dan kadarnya. Hasil analisis GC yang didapatkan, dicocokkan dengan data GC-MS minyak
sereh wangi (Standar Library) PT Indesso Aroma. Pencocokan ini didasarkan pada pola peak nya. Hal
ini dikarenakan CG dan GC-MS menggunakan metode yang sama.

b. Proses Short Path Distillation (SPD)


Proses SPD dilakukan setelah kadar komponen utama bahan diketahui. Proses SPD yang
dilakukan menggunakan teknik kenaikan suhu secara bertahap. Tujuan dari proses SPD ini adalah
mendapatkan rentang suhu distilasi yang sesuai untuk menurunkan kadar sitronelal dibawah 10%.
Kondisi operasi yang digunakan pada proses SPD ini dapat dilihat pada Tabel 7. Kondisi operasi
diatas diatur tetap selama proses SPD berlangsung. Sementara, laju alir umpan yang diatur yaitu 1-2
tetes per detik dan umpan awal yang digunakan adalah 100,80 gram. Pada proses SPD ini, umpan
yang dimasukan hanya satu kali dan untuk run SPD selanjutya, umpan yang digunakan berasal dari
residu yang dihasilkan dari run SPD sebelumnya. Proses SPD yang dilakukan yaitu bahan dimasukkan
melalui tabung umpan. Kemudian, tabung umpan ditutup rapat. Sebelum umpan diteteskan ke dalam
bodi (Column SPD), alat SPD divakum selama 5-10 menit. Hal ini bertujuan meratakan vakum dalam
alat tersebut. Bersamaan dengan itu, dihidupkan rotor. Hal ini bertujuan agar sisa-sisa dari proses
sebelumnya dapat terevaporasi. Setelah itu, klep tetes umpan dibuka dan laju alir umpan diatur 1-2
tetes per detik.

15
Tabel 7. Kondisi operasi proses Short Path Distillation penelitian pendahuluan
Fraksinat kaya sitronelol dan geraniol
Suhu kondensor : 10ºC
Kecepatan rotor : 200 rpm
Tekanan sistem : 10-3 mbar
Kenaikan suhu distilasi : 4ºC
Rentang suhu distilasi : 44ºC-64ºC

Sementara itu, suhu distilasi yang diatur pada proses SPD run pertama adalah 44ºC. Umpan
yang telah didistilasi dan dievaporasi, akan menghasilkan fraksi berat yang disebut residu dan fraksi
ringan yang disebut distilat. Senyawa yang tidak terevaporasi akan terjerembab dalam trap cooler.
Setelah umpan habis, klep tetes umpan ditutup dan diberikan waktu sekitar 10 menit untuk mematikan
vakum, sedangkan rotor baru dimatikan 15 menit-30 menit setelah vakum dimatikan. Hal ini bertujuan
agar bahan yang menempel pada dinding evaporator dan bagian bodi SPD lainnya dapat mengalir ke
labu distilat atau residu.
Residu dan distilat yang didapatkan kemudian ditimbang dan dianalisis dengan GC. Hal ini
bertujuan mengetahui kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniolnya. Jika kadar sitronelalnya telah
mencapai kurang dari 10%, proses distilasi dihentikan dan dilakukan analisis sifat fisikokimia
terhadap residu akhir. Akan tetapi, bila kadar sitronelal belum mencapai kurang dari 10%, dilakukan
proses distilasi lagi dengan bahan berasal dari residu yang didapatkan dan suhu distilasi dinaikan
menjadi 48ºC. Proses ditilasi dilakukan hingga suhu distilasi terakhir yaitu 64ºC. Diagram alir proses
SPD penelitian pendahuluan ini ditunjukkan pada Gambar 9.

Tekanan : 10-3 mbar Umpan


Suhu distilasi : 44-64ºC
Suhu kondensor : 10ºC
Proses distilasi dengan sitronelal <
Short Path Distillation 10 %
Rotor : 200 rpm Ya
Laju umpan : 2 tetes/detik
Kenaikan suhu distilasi Distilat Residu
: 4ºC
Analisis kadar sitronelal, sitronelol dan Tidak
geraniol dengan GC

Gambar 9. Diagram alir penelitian pendahuluan

2. Penelitian Utama
Hasil penelitian pendahuluan dijadikan dasar untuk penelitian utama. Kondisi operasi yang
digunakan pada penelitian utama sama seperti pada penelitian pendahuluan. Akan tetapi, rentang suhu
distilasi dan kenaikan suhu distilasi yang digunakan pada penelitian utama berbeda dengan penelitian
pendahuluan. Rentang suhu distilasi yang digunakan pada penelitian utama ini adalah 58ºC-62ºC,
sedangkan kenaikan suhu distilasi yang digunakan adalah 1ºC dan 2ºC. Kenaikan suhu distilasi 1ºC
dijadikan sebagai perlakuan pertama dan kenaikan suhu distilasi 2ºC dijadikan sebagai perlakuan ke
dua. Masing-masing perlakuan dilakukan sebanyak 2 kali (duplo) dan jumlah bahan yang digunakan
pada masing-masing perlakuan tersebut berbeda-beda (Tabel 8).

16
Tabel 8. Jumlah bahan yang digunakan untuk tiap ulangan perlakuan kenaikan suhu distilasi
1ºC dan 2ºC
Ulangan Perlakuan proses Bahan (gram)
1 Kenaikan suhu distilasi 1ºC 74,95
2 Kenaikan suhu distilasi 1ºC 74,96
1 Kenaikan suhu distilasi 2ºC 74,93
2 Kenaikan suhu distilasi 2ºC 74,73

Setelah proses SPD, didapatkan hasil berupa residu dan distilat. Masing-masing residu dan
distilat tersebut dianalisis kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniolnya menggunakan GC. Setelah itu,
residu akhir dari masing-masing perlakuan dianalisis sifat fisikokimia dengan prosedur yang dapat
dilihat pada Lampiran 3a. Sementara, residu, distilat dan kehilangan (loss) yang didapatkan, dihitung
rendemennya dengan perhitungan seperti contoh yang terlampir pada Lampiran 3b. Diagram alir
proses SPD penelitian utama dapat dilihat pada Gambar 10.

Rentang suhu distilasi : 58-62°C


Tekanan : 10-3 mbar
Kenaikan suhu distilasi : 1°C dan 2°C Bahan
Putaran Rotor : 200 rpm
Laju Umpan : 1-2 tetes / detik
Proses distilasi dengan Short Path Distillation

Analsis sitronelol, sitronelal, dan geraniol


dan hitung rendemen

Analisis sifat fisikokimia : indeks bias, berat jenis, dan warna

Gambar 10. Diagram alir penelitian utama

3. Analisis Data
a. Penelitian Pendahuluan
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian pendahuluan yaitu : analisis kadar sitronelal,
sitronelol, dan geraniol dalam distilat dan residu. Analisis data tersebut dilakukan secara deskriptif
menggunakan tabel dan grafik. Analisis tersebut menggambarkan pengaruh kenaikan suhu distilasi
terhadap kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol yang didapatkan dalam masing-masing residu
maupun distilat.

b. Penelitian Utama

Terdapat beberapa parameter yang dianalisis pada penelitian utama ini. Parameter tersebut
meliputi analisis kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam masing-masing residu dan distilat.
Kemudian, analisis rendemen dari residu, distilat, dan kehilangan (loss), serta analisis sifat fisikokimia
residu akhir dari masing-masing perlakuan. Analisis sifat fisikokimia tersebut meliputi bobot jenis,
indeks bias, dan warna. Semua analisis tersebut menggambarkan hubungan kenaikan suhu distilasi
dengan masing-masing parameter. Secara keseluruhan prosedur penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 11.

17
Mulai

Karakterisasi Bahan :
Analisis kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol menggunakan GC.

Short Path Distillation (penelitian pendahuluan) :


Suhu distilasi: 44 - 64°C, tekanan vakum : 10-3 mbar.
Kenaikan suhu distilasi : 4°C, putaran rotor : 200 rpm
Laju umpan : 1-2 tetes/detik, suhu kondensor : 10°C

 Residu dan distilat dianalisi kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dengan GC.
 Analisis sifat fisikokimia residu dengan kadar sitronelal kurang dari 10 %.

Proses Short Path Distillation (duplo)

Suhu distilasi : 58-62°C


Tekanan : 10-3 mbar
Kenaikan suhu distilasi : 1°C dan 2°C
Kecepatan rotor : 200 rpm
Laju Umpan : 1-2 tetes / detik

 Analisis kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol


dalam residu dan distilat menggunakan GC
 Analisis sifat fisikokimia residu dan distilat akhir

selesai

Gambar 11. Diagram alir penelitian keseluruhan

18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penelitian Pendahuluan
1. Analisis Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah fraksi minyak sereh wangi hasil distilasi
fraksinasi vakum yang relatif rendah kandungan sitronelalnya, sehingga dapat disebut fraksinat kaya
sitronelol dan geraniol. Karakteristik sifat fisikokimia fraksinat tersebut yaitu : bobot jenis (0,8789),
indeks bias (1,4661), kelarutan dalam alkohol 80% (jernih pada 1:2), dan warna (Kuning pucat,
jernih). Sifat tersebut telah sesuai standar mutu SNI-006-1995 (Lestari 2012). Fraksinat kaya
sitrronelol dan geraniol mempunyai banyak komponen kimia selain sitronelol dan geraniol, dengan
kadar yang berbeda-beda. Berdasarkan hasil GC (Gambar 12) yang dicocokan dengan hasil GC MS
minyak sereh wangi (Standar PT. Indesso Aroma) yang tertera pada Lampiran 4, diketahui bahwa
bahan ternyata mempunyai luas area sitronelal yang lebih tinggi dibanding luas area komponen
lainnya, sedangkan sitronelol dan geraniolnya memiliki luas area yang hampir sama. Selengkapnya
dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Senyawa penyusun fraksinat kaya sitronelol dan geraniol


No Senyawa Penyusun Luas Area (%)
1 Limonene 0,784
2 Sitronelal 33,938
3 Sitronelol 21,064
4 Geraniol 20,373
5 Sitronelol asetat, 3,875
6 Geraniol asetat 1,956

Menurut Kaniawati dkk. (2004), terdapat sebelas komponen dalam minyak sereh wangi yang
dapat diidentifikasi dengan kromatografi gas dan spektrometri massa. Komponen-komponen tersebut
yaitu : α-pinen, limonen, linalool, sitronelal, sitronelol, geraniol, sitronelil asetat, b-kariofilen, geranil
asetat, d-kadinen, dan elemol, dengan komponen utamanya adalah sitronelal. Sementara, berdasarkan
perhitungan kadar bahan yang terlampir pada Lampiran 5a, didapatkan bahwa sitronelal, sitronelol,
dan geraniol mempunyai kadar yang paling tinggi dibanding lainnya. Kadar tersebut berturut-turut
yaitu : 33,94%, 21,06%, dan 20,37%, sedangkan kadar fraksinat kaya sitronelol dan geraniol
(campuran komponen sitronelol dan geraniol) adalah 41,44%. Kadar yang diketahui tersebut
menunjukkan bahwa walaupun bahan dikatakan sebagai fraksinat kaya sitronelol dan geraniol, kadar
sitronelalnya juga cukup tinggi. Hal ini seperti dikatakan oleh Lestari (2012) bahwa fraksinat kaya
sitronelol dan geraniol semula diduga mempunyai kemurnian yaitu hanya mengandung sitronelol saja,
ternyata juga mengandung senyawa lain. Menurut Guenther (2006), terdapat banyak komponen
penyusun dalam minyak sereh wangi, namun yang paling utama dan mempunyai kadar yang paling
tinggi yaitu sitronelal (32-45%), geraniol (12-15%), dan sitronelol (11-15%).

19
Keterangan : 1) limonene, 2) sitronelal, 3) sitronelol , 4) geraniol 5) sitronelol asetat,
6) geraniol asetat.
Gambar 12. Kromatogram bahan fraksinat kaya sitronelol dan geraniol

2. Proses Short Path Distillation (SPD)


Percobaan pendahuluan bertujuan mengetahui proses distilasi dengan kenaikan suhu secara
bertahap dan menentukan rentang suhu distilasi yang tepat yang dapat menurunkan kadar sitronelal
dibawah 10%. Seperti diketahui bahwa kadar sitronelal dalam bahan yaitu 33,94%. Kadar tersebut
masih sangat tinggi. Sitronelal dalam urutan peak dalam kromatogram (Gambar 13) termasuk fraksi
depan, yaitu fraksi yang mempunyai titik didih di bawah titik didih sitronelol. Menurut Kirk Othmer
(1954) diacu dalam Ketaren (1985), sitronelal mempunyai titik didih pada tekanan 1 atm, yaitu 205ºC-
208ºC, sedangkan sitronelol mempunyai titik didih yaitu 119ºC-226ºC. Lestari (2012) menambahkan
bahwa urutan peak fraksi-fraksi mengindikasikan titik didih dari suatu senyawa. Semakin belakang
urutan peak, semakin tinggi titik didihnya. Dengan demikian, salah satu cara yang dapat dialakukan
untuk meningkatkan kadar fraksi kaya sitronelol dan geraniol dengan SPD, yaitu dengan menurunkan
kadar fraksi depan terutama kadar komponen sitronelal tersebut.

Fraksi depan Fraksi belakang


Gambar13. Pengelompokan fraksi

Kondisi operasi SPD yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 10. Kondisi
operasi tersebut disesuaikan dengan kondisi operasi untuk minyak nilam dan minyak lainnya yang
digunakan R&D PT. Indesso Aroma. Kecepatan rotor dan tekanan diatur tetap, yaitu 200 rpm dan 10-3

20
mbar. Menurut Hui et al. (2012), terdapat banyak faktor yang berpengaruh dalam proses SPD. Faktor-
faktor tersebut yaitu : suhu, laju umpan, kecepatan film (putaran rotor), tekanan operasi, komposisi
dari bahan, dan vakum. Suhu merupakan faktor utama yang berpengaruh terhadap peningkatkan
kemurnian dan rendemen dari subtansi yang di SPD. Martinello et al. (2008) menambahkan bahwa
tekanan yang digunakan dalam proses SPD yaitu 10-2 KPa hingga 10-4 KPa. Dengan kondisi tersebut,
volatilitas komponen akan meningkat dan suhu operasi akan menurun, serta memungkinkan untuk
memisahkan senyawa pada suhu yang lebih rendah.

Tabel 10. Kondisi operasi proses Short Path Distillation


Fraksinat Kaya Sitronelol
Suhu kondenser : 10ºC
Suhu trap cooler : 10ºC
Kecepatan rotor : 200 rpm
Tekanan sistem : 10-3 mbar

Adapun, kecepatan laju alir yang diatur yaitu 1-2 tetes per detik. Laju alir tersebut tidak
diatur 1 atau 2 tetes per detik saja. Hal ini dikarenakan tidak ada panel control pada alat SPD dan saat
proses SDP berlangsung, kecepatan tetesan umpan yang jatuh ke dalam bodi (column) cenderung
melambat dengan semakin sedikitnya sisa bahan dalam tabung umpan. Selain itu, dikarenakan hasil
SPD yang akan dijadikan produk adalah residu atau fraksi berat yang mempunyai kadar sitronelol dan
geraniol yang tinggi. Menurut Tovar et al. (2010), jika volume laju alir umpan tinggi, waktu tinggal
molekul pada permukaan evaporator menjadi rendah, sehingga kecepatan evaporasi mungkin tidak
cukup tinggi untuk mengosentrasikan fraksi sitral dari minyak sereh dapur (lemonggras oil). Lestari
(2012) melakukan proses SPD dengan laju alir 4 tetes per detik. Menurutnya jika tetes umpan yang
masuk lebih dari 4 tetes per detik, residu yang dihasilkan lebih banyak. Hal tersebut dikarenakan
proses distilasi yang terjadi kurang sempurnah, sehingga distilat yang dihasilkan pun kurang tinggi.
Sementara rotor berfungsi untuk menggerakkan wiper. Wiper tersebut berfungsi membentuk aliran
turbulen pada lapisan tipis (film) yang turun sepanjang pemanas dengan adanya gaya gravitasi dan
lubang di dalam wiper (Pope 2008).
Proses SPD yang dilakukan pada penelitian ini, menggunakan kenaikan suhu secara bertahap
dan proses SPD dilakukan terhadap residu yang dihasilkan dari setiap run. Metode ini merupakan
modifikasi dari metode yang digunakan dalam penelitian Lestari (2012). Proses SPD dilakukan pada
penelitian Lestari (2012), menggunakan kenaikan suhu secara bertahap yang bertujuan meningkatkan
kemurnian fraksi sitronelal. Proses SPD tersebut menggunakan bahan hanya satu. Residu dan distilat
yang didapatkan dari tiap tahapan proses SPD, di SPD kembali, sehingga didapatkan kadar sitronelal
yang tinggi. Hasil yang didapatkan dari penelitian tersebut yaitu distilat dengan kadar sitronelal yang
tinggi dan residu akhir yang mempunyai jumlah yang sangat rendah. Walaupun demikian, tahap
proses SPD tersebut sangat panjang dan metode tersebut dirasakan belum efisien, sehingga metode
yang digunakan pada penelitian ini adalah modifikasi dari metode yang digunakan pada penelitian
Lestari (2012). Modifikasi tersebut berupa pemotongan fraksi hanya dari residu, yakni umpan
digunakan hanya satu kali dan setelah didapatkan residu, dilakukan proses SPD hanya terhadap residu
tersebut. Selain itu, kenaikan suhu diatur sesuai dengan kerapatan titik didih. Metode ini berbeda dari
metode yang dilakukan dalam penelitian Tovar et al. (2011), Rossi et al. (2011), dan Setyawan
(2009). Tovar et al. (2010) melakukan proses SPD dengan alat SPD tipe evaporator sentrifugal. Suhu
evaporasi (suhu distilasi) yang digunakan yaitu 60ºC-120ºC. Akan tetapi, Proses SPD tersebut tidak
dilakukan dengan kenaikan suhu secara bertahap dan tidak terjadi proses SPD residu maupun distilat.

21
Proses SPD dilakukan pada suhu distilasi 60ºC dan langsung pada suhu distilasi 120ºC. Setiap suhu
tersebut menggunakan umpan yang berbeda.
Sementara itu, penelitian pendahuluan ini menggunakan suhu distilasi yaitu : 44ºC-64ºC.
Penggunaan suhu distilasi awal 44ºC didasarkan pada percobaan Lestari (2012). Pada percobaan
tersebut, fraksi kaya sitronelal dimurnikan dengan suhu distilasi 44ºC dan tekanan 10-3 mbar. Hasil
yang didapatkan yaitu terjadi peningkatan kadar sitronelal dari 66,80% menjadi 82,32%. Sementara,
suhu distilasi akhir yang digunakan pada percobaan ini adalah 64ºC. Hal ini dikarenakan hasil yang
dikehendaki adalah menurunkan fraksi sebelum sitronelol, sehingga suhu distilasi diatur tidak
melebihi titik didih sitronelol yaitu sebesar 64,4ºC (Lestari 2012). Selain itu, kenaikan suhu distilasi
dalam proses distilasi ini diatur perbedaannya yaitu 4ºC. Hal ini bertujuan mengetahui ketajaman
pemotongan setiap fraksi.
Setelah dilakukan proses distilasi, didapatkan hasil yang disajikan pada Tabel 11.
Berdasarkan Tabel 11 diketahui bahwa jumlah residu dan distilat yang didapatkan cenderung menurun
seiring dengan lamanya tahapan proses distilasi. Jumlah residu yang diperoleh yaitu 85,34 gram
hingga 32,11 gram, sedangkan jumlah distilat yang didapatkan yaitu 10,03 gram hingga 5,21 gram.
Residu tertinggi, didapatkan dari run 1. Jumlah residu tersebut adalah 85,34 gram. Sementara, distilat
tertinggi didapatkan dari run ke 3. Jumlah distilat tersebut adalah 12,73 gram. Tingginya distilat
tersebut diduga karena laju alir yang diatur adalah 1 tetes per detik hingga umpan habis dari tabung
umpan. Hal ini mengakibatkan bahan tersebar merata pada permukaan film evaporator, sehingga
waktu tinggal bahan menjadi lama, serta terjadi proses evaporasi fraksi dengan titik didih yang lebih
tinggi. Berdasarkan penelitian Tovar et al. (2010) diketahui bahwa jika volum laju alir umpan tinggi,
waktu tinggal molekul pada permukaan evaporator menjadi rendah, sehingga kecepatan evaporasi
mungkin tidak cukup tinggi untuk mengosentrasikan fraksi sitral dari minyak sereh dapur (lemonggras
oil). Sementara, Lestari (2012) menggunakan laju alir 4 tetes per detik dalam penelitiannya.
Menurutnya jika tetes upan yang masuk lebih dari 4 tetes per detik, residu yang dihasilkan lebih
banyak. Hal tersebut dikarenakan proses distilasi yang terjadi kurang sempurna, dan memungkinkan
kemurnian distilat yang dihasilkan pun kurang tinggi.

Tabel 11. Hasil percobaan proses Short Path Distillation penelitian pendahuluan
Run Nama Umpan Input Suhu Hasil (gram)
(gram) Distilasi (°C) Residu Distilat Loss

1 Bahan Awal 100,48 44 85,34 10,03 5,11


2 Residu 1 85,34 48 74,37 9,43 1,54
3 Residu 2 73,75 52 58,16 12,73 2,86
4 Residu 3 58,14 56 47,74 9,31 1,09
5 Residu 4 46,48 60 38,74 7,71 0,03
6 Residu 5 38,25 64 32,11 5,21 0,93

Adapun, residu akhir yang didapatkan adalah 32,11 gram, sedangkan distilat akhir yang
didapatkan adalah 5,21 gram. Akan tetapi, distilat yang diambil sebagai hasil samping yaitu total
distilat. Total distilat tersebut merupakan gabungan dari semua distilat yang didapatkan dari setiap
run. Berdasarkan hasil perhitungan, jumlah total distilat yang didapatkan adalah 54,42 gram.
Sementara, proses diatas juga masih menyisakan kehilangan (loss) bahan disetiap run. Loss tersebut
didapatkan dengan perhitungan yang dapat dilihat pada Lampiran 5b. Berdasarkan hasil perhitungan
diketahui bahwa loss yang paling tinggi adalah loss yang didapatkan dari run 1. Jumlah loss tersebut

22
adalah 5,11 gram, sedangkan jumlah total loss yang didapatkan yaitu 11,56 gram. Loss tersebut sangat
siginfikan. Hal ini diduga karena banyak bahan yang tertinggal pada lapisan film evaporator serta
pada jalur distilat dan residu, yang diakibatkan oleh terlalu cepat pemberhentian putaran rotor setelah
bahan habis dari tabung umpan.
Selanjutnya dilakukan analisis kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam residu dan
distilat dari setiap run menggunakan GC. Setelah dilakukan analisis GC, didapatkan bahwa komponen
sitronelal, sitronelol, dan geraniol baik dalam residu maupun distilat, masih saling bercampur dan
jumlahnya lebih banyak dibanding komponen lainnya. Hal ini dikarenakan komponen-komponen
tersebut mempunyai kadar yang tinggi dan titik didihnya berdekatan. Menurut Hui et al. (2012),
komponen dari bahan merupakan faktor yang berpengaruh dalam proses SPD. Menurut Laksmono
dkk. (2007), sitronelol dan geraniol mempunyai titik didih yang relatif dekat dan keduanya selalu
bercampur ketika dipisahkan dari sitronelal. Berdasarkan hasil GC (Lampiran 5c), diketahui bahwa
dalam distilat lebih banyak ditemukan fraksi dengan titik didih rendah dan komponen yang paling
tinggi adalah sitronelal. Sementara, fraksi kaya sitronelol dan geraniol baik dalam residu maupun
distilat, cenderung meningkat. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 14 dan 15.

35

30

25
Kadar (%)

20
sitronelal
15
sitronelol

10 geraniol

0
44 48 52 56 60 64

Suhu distilasi (ºC)

Gambar 14. Histogram hubungan suhu distilasi dengan kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam
residu

Kadar komponen sitronelal, sitronelol, dan geraniol dihitung secara kuantitatif. Hasil
perhitungan (Gambar 14) menunjukkan bahwa kadar fraksi kaya sitronelol dan geraniol dalam residu
mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan suhu distilasi. Selain itu, juga diketahui bahwa
kadar komponen geraniol mengalami peningkatan yang lebih tinggi dibanding kadar komponen
sitronelol. Hal ini diduga karena geraniol mempunyai titik didih yang lebih tinggi dibanding
sitronelol, sehingga terjadi pengonsentrasian geraniol seiring peningkatan suhu distilasi. Kadar
geraniol tertinggi, didapatkan pada suhu 60ºC, yaitu 31,04%. Sementara, peningkatan kadar
komponen sitronelol hanya sampai pada suhu distilasi 60ºC. Peningkatan kadar komponen sitronelol
tersebut yaitu 22,68%-29,77%. Kemudian, kadar komponen sitronelol mengalami penurunan menjadi

23
27,85% pada suhu distilasi 64ºC. Penurunan ini diduga karena suhu distilasi 64ºC mendekati titik
didih sitronelol (Lestari 2012).
Adapun, kadar fraksi kaya sitronelol dan geraniol yang didapatkan dalam residu akhir yaitu
57,41%. Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan kadar fraksi kaya sitronelol dan geraniol dari bahan
dengan kadar awal yaitu 41,44%. Akan tetapi peningkatan tersebut belum terlalu signifikan.
Sebaliknya, kadar sitronelal cenderung menurun seiring dengan peningkatan suhu distilasi. Penurunan
tersebut sangat signifikan, hingga didapatkan kadar sitronelal dalam residu akhir pada suhu distilasi
64ºC, yaitu 7,28%.

80
70
60
50
Kadar %

40 sitronelal
30 sitronelol
20 geraniol
10
0
44 48 52 56 60 64
Suhu distilasi (ºC)

Gambar 15. Histogram hubungan suhu distilasi dengan kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam
distilat

Berdasarkan Gambar 15 diketahui bahwa kadar komponen sitronelal banyak terdistilasi pada
suhu distilasi 44ºC-60ºC. Jumlah sitronelal yang terdistiasi menjadi distilat pada suhu distilasi 44ºC
cukup tinggi, yaitu 66,89%. Hal ini dikarenakan suhu tersebut merupakan suhu mulai terdistilasinya
fraksi sitronelal. Menurut Lestari (2012), sitronelal mempunyai titik didih dikisaran suhu 44ºC. Kadar
sitronelal yang didapatkan pada suhu tersebut yaitu 82,32%. Selanjutnya, kadar sitronelal mengalami
penurunan yang signifikan pada suhu distilasi 52°C. Hal ini diduga karena laju alir yang digunakan
adalah 1 tetes per detik dan tidak terkontrol hingga umpan habis dari tabung umpan, sehingga
menyebabkan waktu tinggal bahan menjadi lama pada permukaan evaporator. Akibat waktu tinggal
bahan yang lama, proses penguapan komponen volatil dari bahan menjadi lebih tinggi, sehingga
memungkinkan banyak fraksi berat yang ikut terdistilasi. Hal ini seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 15 bahwa kadar komponen sitronelol dan geraniol mengalami peningkatan yang lebih tinggi
pada suhu distilasi 52ºC, bila dibandingkan pada suhu distilasi 48ºC, 56ºC, dan 60ºC.
Sementara itu, kadar sitronelal berdasarkan Gambar 15, juga mengalami penurunan kembali
pada suhu distilasi 64°C. Penurunan tersebut diduga karena jumlah kadar sitronelal telah semakin
sedikit dalam residu dan banyak terdistilasi pada suhu distilasi 60ºC. Selain itu, suhu distilasi 64ºC
juga telah melampaui suhu didih sitronelal, sehingga komponen sitronelal hanya sedikit yang
terdistilasi menjadi distilat.
Hasil penelitian pendahuluan dijadikan acuan bagi penelitian utama. Berdasarkan penelitian
pendahuluan diketahui bahwa kadar sitronelal dalam residu dapat diturunkan hingga mencapai
dibawah 10% pada suhu 64ºC. Akan tetapi, kadar fraksi kaya sitronelol dan geraniol pada suhu
tersebut juga ikut menurun. Sementara, kadar sitronelal telah mencapai 10% pada suhu 60ºC dan

24
fraksi kaya sitronelol dan geraniol yang dihasilkan sangat tinggi. Kemudian, jumlah distilat yang
didapatkan pada suhu 56ºC-60ºC tidak terlalu tinggi dan memungkinkan rendemen akhir residu yang
akan didapatkan cukup tinggi, sehingga pada penelitian utama suhu distilasi diatur yaitu : 58ºC-62ºC.
Selain itu, hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa kenaikan suhu 4ºC menyebabkan rentang
suhu yang tinggi dan proses rektifikasi fraksi-fraksi dalam bahan tidak terlalu signifikan, sehingga
pada penelitian utama, kenaikan suhu distilasi yang digunakan adalah 1ºC dan 2ºC. Hal ini
dikarenakan selain untuk mengetahui ketajaman dan kecepatan pemotongan komponen sitronelal, juga
dikarenakan titik didih antara sitronelol dan geraniol relatif berdekatan (Laksmono dkk 2007), serta
volatilitas relatifnya rendah. Menurut Ojha et al. (1995), pemilihan metode separasi untuk
memperoleh minyak atsiri, didasarkan pada kevolatilan dan titik didih dari bahan beraroma, stabilitas
senyawa pada suhu tinggi, kepolaran komponen volatil, konsentrasi, dan distribusi senyawa volatil.

B. Penelitian Utama
1. Proses Short Path Distillation Secara Bertahap dengan Kenaikan Suhu
Distilasi 1ºC
Bahan yang digunakan pada penelitian utama sama dengan bahan yang digunakan pada
penelitian pendahuluan, begitu juga dengan kondisi operasinya. Akan tetapi, suhu dan kenaikan suhu
yang digunakan berbeda pada penelitian utama ini dan masing-masing perlakuan dilakukan sebanyak
dua kali ulangan. Proses SPD pertama menggunakan kenaikan suhu distilasi 1ºC. Umpan yang
digunakan pada SPD ulangan 1 adalah 74,95 gram, sedangkan pada ulangan kedua yaitu 74,96 gram.
Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Hasil Short Path Distillation dengan kenaikan suhu distilasi 1ºC
Run Umpan Jumlah Suhu Jumlah (gram)
umpan Loss
distilasi Residu ± Sd Distilat ± Sd bahan
(gram) ±Sd
(°C) (gram)
1 Awal 74,955±0,007 58 42,91 ± 1,86 29,2±1,8 2,88±0,02
2 R1 42,3±2,1 59 31,9±1,56 10,12±0,49 0,255±0,03
3 R2 31,5±1,5 60 25,37±0,25 4,2±1,5 1,94±0,27
4 R3 24,88 ±0,59 61 18,61±1,67 5,95±1,34 0,32±0,26
5 R4 18,5±1,5 62 10,9±3,9 6,79±2,35 0,82±0,04

Berdasarkan Tabel 12 diketahui bahwa jumlah residu yang didapatkan yaitu 42,91 gram
hingga 10,9 gram, sedangkan distilat yang didapatkan yaitu 29,17 gram hingga 6,79 gram.
Berdasarkan Tabel 12, juga diketahui bahwa distilat yang didapatkan pada suhu distilasi 58ºC sangat
tinggi, dengan jumlah rata-rata yaitu 29,17 gram. Hal ini diduga karena fraksi dengan titik didih
rendah terutama sitronelal, banyak yang terdistilasi pada suhu tersebut. Selain itu, juga terjadi
peningkatan jumlah distilat pada suhu distilasi 61ºC dan 62oC. Akan tetapi, peningkatan tersebut tidak
terlalu siginifikan.
Sementara itu, rata-rata residu akhir yang dapatkan dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi
1ºC adalah 10,9 gram. Akan tetapi, secara kesuluruhan jumlah total residu yang didapatkan adalah
12,53 gram. Total residu tersebut didapatkan dari penambahan jumlah residu yang terpakai untuk
analis GC dan yang tidak digunakan sebagai umpan pada run berikutnya. Perhitungan residu tersebut
dapat dilihat pada Lampiran 6a. Kemudian, total distilat yang didapatkan dari proses SPD ini adalah
56,225 gram.

25
Adapun, proses SPD dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC masih menyisakan
kehilangan (loss) bahan disetiap run. Loss tersebut dapat dilihat pada Lampiran 6b. Berdasarkan hasil
perhitungan yang ditunjukkan pada Tabel 12, diketahui bahwa kehilangan bahan (loss) yang
didapatkan pada run 1 cukup tinggi. Jumlah loss tersebut adalah 2,88 gram. Kemudian, total lossnya
adalah 6,19 gram. Tingginya loss bahan yang didapatkan tersebut, diduga karena banyak bahan yang
tertinggal pada permukaan lapisan film tipis evaporator, dengan ilustrasi seperti pada Gambar 16.
Tertinggalnya bahan pada permukaan lapisan film tipis tersebut diakibatkan oleh penyelesaian proses
SPD tahap sebelumnya untuk ke tahap berikutnya terlalu cepat. Seharusnya setelah menyelesaikan
satu tahap SPD, wiper dibiarkan bergerak selama 30 menit hingga 1 jam. Hal ini bertujuan agar proses
agitasi bahan tetap berlangsung, sehingga bahan yang masih tertinggal pada permukaan film tersebut
dapat terdistilasi. Selain itu, bahan yang masih terdapat pada tabung jalur distilat dan residu dapat
mengalir ke labu residu dan distilat. Menurut UIC-GMBH (2012), agitasi kontinyu dari film produk
yang terletak pada permukaan evaporator, secara signifikan dapat meningkatkan kinerja proses SPD
seperti : meratakan distribusi bahan pada permukaan evaporator, memperbesar permukaan film bahan,
mencampur bahan, dan menghindari terjadinya fouling.

Gambar 16. Dasar-dasar evaporasi dan kondensasi pada distilasi molekuler (Setyawan 2009)

Setelah didapatkan residu dan distilat dari masing-masing perlakuan, dilakukan analisis kadar
komponen sitronelal, sitronelol, dan geraniol menggunakan GC. Hasil analisis GC tersebut dapat
dilihat pada Lampiran 7. Seperti diketahui bahwa pada penelitian pendahuluan, komponen sitronelol
tidak dapat dipisahkan dari komponen geraniol dan peningkatan sitronelol selalu diikuti dengan
peningkatan geraniol. Presentase kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dapat dilihat pada Gambar
17 dan 18.
Berdasarkan Gambar 17 diketahui bahwa kadar sitronelol dan geraniol dalam residu yang
didapatkan pada suhu distilasi 58°C cukup tinggi. Selain itu, seiring dengan peningkatan suhu
distilasi, kadar sitronelol dan geraniol juga terus mengalami peningkatan. Akan tetapi, peningkatannya
tidak signifikan. Kemudian, kadar geraniol mengalami peningkatan yang paling tinggi dibanding
sitronelol. Peningkatan tersebut diduga karena terjadi pengonsentrasian fraksi geraniol selama tahap
fraksinasi berlangsung. Hal ini disebabkan oleh proses fraksinasi hanya menggunakan residu sebagai
umpan. Pengonsentrasian geraniol seiring dengan peningkatan suhu distilasi juga diduga dipengaruhi
oleh kadar geraniol yang cukup tinggi dalam bahan. Sebagai fraksi belakang, titik didih komponen
geraniol lebih tinggi dibanding sitronelol. Hal ini disampaikan oleh Kirk Othmer (1954) diacu dalam
Ketaren (1985) yaitu titik didih geraniol pada tekanan 1 atm yaitu 230ºC, sedangkan titik didih
sitronelol pada tekanan tersebut yaitu 226ºC. Akibat pengonsentrasian geraniol dalam residu tersebut,

26
kadar geraniol semakin meningkat. Menurut Rossi et al. (2011), pada suhu yang tinggi, residu yang
didapatkan diperkaya dengan komponen geranial dan mempunyai sedikit kadar d-limonene. Akan
tetapi, rendemen geraniolnya rendah (35-50%).

35

30

25
Kadar (%)

20
sitronelal
15
sitronelol
10
geraniol
5

0
58 59 60 61 62
Suhu distilasi (°C)

Gambar 17. Histogram hubungan suhu distilasi dengan kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam
residu (Kenaikan suhu distilasi 1ºC)

Selain itu, Gambar 17 juga menunjukkan bahwa kadar sitronelol mengalami penurunan pada
suhu distilasi 62ºC. Penurunan ini diduga karena suhu distilasi 62ºC telah mendekati titik didih
sitronelol, sehingga sebagian sitronelol terdistilasi menjadi distilat. Hal ini terlihat pada Gambar 18
yaitu kadar sitronelol mulai meningkat tinggi dalam distilat pada suhu distilasi 62ºC. Sementara,
jumlah kadar sitronelol dan geraniol dalam residu yang didapatkan pada suhu distilasi 62ºC berturut-
turut yaitu : 28,14% dan 32,32%. Dengan demikian, didapatkan fraksi kaya sitronelol dan geraniol
(campuran sitronelol dan geraniol) adalah 60,46%. Sebaliknya, kadar sitronelal mengalami penurunan
seiring dengan peningkatan suhu distilasi. Penurunan ini dikarenakan banyak sitronelal yang telah
terdistilasi menjadi distilat pada suhu distilasi 58ºC, sehingga konsentrasinya dalam residu semakin
berkurang. Menurut Bachtiar (1991), semakin lama fraksinasi kadar sitronelal yang dihasilkan
semakin rendah.
Adapun, hasil GC distilat (Lampiran 9) yang dijelaskan pada Gambar 18, menunjukkan
bahwa sitronelol dan geraniol mula-mula terdistilasi pada suhu distilasi 58ºC. Akan tetapi, jumlahnya
masih rendah, yaitu dibawah 20%. Setelah itu, kadar ke dua komponen tersebut terus meningkat
seiring dengan peningkatan suhu distilasi. Peningkatan kadar ke dua komponen tersebut, terjadi
terutama pada suhu distilasi 61ºC dan 62ºC. Hal ini diduga karena suhu-suhu distilasi tersebut
mendekati titik didih sitronelol, sehingga komponen sitronelol mulai terdistilasi. Selain itu, geraniol
mempunyai titik didih yang relatif dekat dengan sitronelol, sehingga geraniol ikut terdistilasi
bersamaan dengan terdistilasinya komponen sitronelol. Kadar sitronelol dan geraniol yang meningkat
tersebut berturut-turut yaitu : 30,7% dan 30,04%. Dengan demikian, fraksi kaya sitronelol dan
geraniol yang didapatkan yaitu 60,74%.
Fraksi kaya sitronelol dan geraniol dalam distilat ternyata lebih tinggi dibanding dengan yang
didapatkan dalam residu. Hal ini diduga karena dengan kenaikan suhu distilasi 1ºC, tahapan proses
SPD panjang, sehingga terjadi pengonsentrasian fraksi sitronelol dan geraniol yang siginifikan dalam
distilat. Selain itu, diduga karena kenaikan suhu distilasi 1ºC membuat perbedaan suhu distilasi yang

27
rendah, sehingga proses pemotongan fraksi (rektifikasi) pada suhu yang mendekati titik didih
sitronelol cukup signifikan. Hal ini mengakibatkan sitronelol dan geraniol banyak yang terdistilasi
pada suhu 60ºC-62ºC.

60

50

40
Kadar (%)

30 sitronelal

20 sitronelol
geraniol
10

0
58 59 60 61 62
Suhu distilasi (ºC)

Gambar18. Histogram hubungan suhu distilasi dengan kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam
distilat (Kenaikan suhu distilasi 1ºC)

Sementara itu, kadar komponen sitronelal dalam distilat lebih dominan dan tinggi, terutama
dalam distilat 1. Kadar sitronelal tersebut berjumlah diatas 50%. Hasil ini sama dengan yang
didapatkan oleh Lestari (2012). Menurut Lestari (2012) pada suhu sekitar 44ºC, kadar sitronelal dalam
distilat yang didapatkan yaitu 69,20%. Kemudian, seiring dengan peningkatan kadar fraksi sitronelol
dan geraniol, kadar komponen sitronelal mengalami penurunan. Penurunan ini diduga karena
peningkatan suhu distilasi telah melampaui titik didih sitronelal, serta dikarenakan sitronelal dan
fraksi lain banyak terdistilasi pada suhu distilasi 58oC.

2. Proses Short Path Distillation Secara Bertahap dengan Kenaikan Suhu


Distilasi 2ºC
Proses SPD dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC dilakukan sama seperti proses SPD
dengan perlakuan kenaikan distilasi 1ºC. Hasil yang didapatkan ditunjukkan pada Tabel 13.
Berdasarkan Tabel 13 diketahui bahwa tahapan proses SPD dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi
2ºC lebih pendek dibandingkan dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC. Selain itu, jumlah
distilat yang didapatkan pada suhu distilasi 58ºC sangat tinggi, yaitu 22,9 gram. Hal ini dipengaruhi
oleh tingginya kadar komponen sitronelal dalam bahan.

Tabel 13. Hasil Short Path Distillation dengan kenaikan suhu distilasi 2ºC
Run Umpan Jumlah Suhu Jumlah (gram) Loss bahan
Umpan distilasi Residu ±Sd Distilat ±Sd (gram) ±Sd
(gram) ± Sd (°C)
1 Bahan 74,83±0,14 58 47,10 ±3,01 22,9± 0,93 4,82± 3,81
2 R1 45,85±3,22 60 33,11±4,49 12,85±0,06 0,88 ±0,09
3 R2 31,62±3,54 62 24,52 ±4,11 5,385±0,03 1,7±0,5

28
Sementara itu, total distilat yang didapatkan adalah 41,135 gram. Kemudian, jumlah residu
akhir yang didapatkan dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC cukup tinggi, yaitu 24,52 gram.
Tingginya residu akhir tersebut, disebabkan oleh tahapan proses SPD yang tidak terlalu panjang.
Secara keseluruhan residu yang didapatkan dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC adalah 26,27
gram. Rekapitulasi residu secara keseluruhan tersebut tertera pada Lampiran 8a.
Proses SPD ini juga menghasilkan kehilangan bahan (loss) yang signifikan (Lampiran 8b).
Loss yang paling tinggi didapatkan dari run 1. Jumlah loss tersebut adalah 4,82 gram. Kemudian, total
lossnya adalah 7,425 gram. Residu dan distilat dari setiap run dianalisis kadar sitronelal, sitronelol,
dan geraniolnya menggunakan GC. Kadar komponen sitronelal, sitronelal, dan geraniol dalam residu
dan distilat yang didapatkan (Lampiran 9) ditunjukkan pada Gambar 19 dan 20.

35
30
25
Kadar %

20
sitronelal
15
sitronelol
10
geraniol
5
0
58 60 62
Suhu distilasi (°C)

Gambar 19. Histogram hubungan suhu distilasi dengan kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam
residu (Kenaikan suhu distilasi 2ºC)

60

50

40
Kadar (%)

30 sitronelal
20 sitronelol
geraniol
10

0
58 60 62
Suhu distilasi (°C)

Gambar 20. Histogram hubungan suhu distilasi dengan kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam
distilat (Kenaikan suhu distilasi 2ºC)

Berdasarkan Gambar 19 diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar fraksi kaya sitronelol dan
geraniol dalam residu. Kadar sitronelol dan geraniol yang didapatkan pada suhu distilasi 62ºC, yaitu
29,3% dan 30,7% dan jumlah campuran komponen sitronelol dan geraniol (fraksi kaya sitronelol dan

29
geraniol) tersebut adalah 60%. Sementara, kadar sitronelal mengalami penurunan yang signifikan
pada suhu distilasi 62°C. Kadar sitronelal yang didapatkan pada suhu tersebut adalah 7,66%.
Berdasarkan Gambar 20, diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar sitronelol dan geraniol dalam
distilat pada suhu distilasi 62°C. Kadar tersebut berturut-turut yaitu : 25,78% dan 23,93%. Kemudian,
jumlah fraksi kaya sitronelol dan geraniol yang didapatkan adalah 49,71%. Sebaliknya, kadar
sitronelal mengalami penurunan pada suhu distilasi 62ºC. Kadar sitronelal tersebut adalah 23,2%.

3. Peningkatan Kadar Fraksi Kaya Sitronelol dan Geraniol dalam Residu


Akhir Setelah Proses Short Path Distillation
Residu akhir merupakan produk dari penelitian ini. Hasil GC yang didapatkan menunjukkan
bahwa luas area sitronelal semakin berkurang seiring dengan peningkatan suhu distilasi. Kemudian,
kadar fraksi kaya sitronelol dan geraniol dalam residu akhir yang didapatkan berbeda-beda. Hal ini
ditunjukkan pada Gambar 21. Berdasarkan Gambar 21 tersebut diketahui bahwa terjadi penurunan
kadar sitronelal hingga mencapai dibawah 10% pada suhu distilasi 62ºC. Rata-rata kadar sitronelal
yang diapatkan dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 1°C, yaitu 5,00%, sedangkan kadar sitronelal
dari perlakuan kenaikan distilasi 2ºC, yaitu 7,66%. Bila dibandingkan dengan kadar sitronelal awal,
yaitu 33,94%, hasil yang didapatkan tersebut menunjukkan bahwa terjadi penurunan kadar sitronelal
yang siginifikan. Penurunan kadar sitronelal tersebut berpengaruh terhadap kemurnian fraksi kaya
sitronelol dan geraniol. Hal ini dikarenakan sitronelal dalam bahan merupakan komponen dengan
kadar tertinggi dibanding komponen-komponen lainnya.

40
33.94
35 32.32
30.7
28.14 29.3
30

25 21.06
Kadar (%)

20.37 sitonelal
20

15 sitronelol
geraniol
10 7.67
5.005
5

0
Bahan Awal Kenaiakan suhu Kenaiakan suhu
distilasi 1ºC distilasi 2ºC

Gambar 21. Histogram peningkatan kadar sitronelol dan geraniol dalam residu akhir

Sementara itu, kadar fraksi kaya sitronelol dan geraniol (campuran sitronelol dan geraniol)
yang didapatkan dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC meningkat dari 41,44%-60,46%,
sedangkan dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC, kadar fraksi kaya sitronelol dan geraniol
meningkat dari 41,44%-60%. Kadar fraksi kaya sitronelol dan geraniol tersebut lebih tinggi dibanding
yang didapatkan dari proses fraksinasi vakum oleh Tim Peniliti (2009). Hasil yang didapatkan Tim
Peniliti (2009) adalah campuran sitronelol dan geraniol, yang disebut sebagai Rhodinol. Rhodinol
tersebut mempunyai kadar yaitu 28,87%. Campuran tersebut terdiri atas 22,60% geraniol dan 6,27%
sitronelol. Kondisi fraksinasi yang dilakukan adalah suhu 150ºC dan tekanan 95 mbar. Suhu dan
tekanan tersebut lebih tinggi dibanding yang digunakan pada penelitian ini. Menurut Hui et al. (2012),

30
faktor yang paling berpengaruh secara langsung terhadap rendemen dan kemurnian yaitu : suhu, laju
umpan, dan kecepatan wiped film. Semakin rendah tekanan yang digunakan, volatilitas bahan akan
semakin meningkat dan degradasi bahan dapat dihindari. Martinello et al. (2008) mengatakan bahwa
tekanan yang digunakan dalam proses SPD berkisar dari 10-2 Kpa-10-4 KPa. Dengan kondisi tersebut,
volatilitas komponen akan meningkat dan suhu operasi akan menurun, sehingga memungkinkan untuk
pemisahan senyawa pada suhu yang lebih rendah. Menurut Batistella et al. (1996), bila dibandingkan
dengan proses konvensional seperti distilasi vakum, distilasi molekuler memiliki kelebihan yaitu
umpan dapat dipisahkan pada suhu operasi yang jauh lebih rendah dan waktu tinggal pemanasan yang
lebih pendek. Hal tersebut yang secara efektif dapat menghindari dekomposisi berbagai komponen
pada suhu tinggi.

4. Kadar Sitronelal, Sitronelol, dan Geraniol dalam Total Distilat


Distilat sebagai hasil samping yang didapatkan dari proses SPD ini adalah akumulasi distilat
dari tiap run masing-masing perlakuan. Akumulasi tersebut dihitung berdasarkan neraca massa
sitronelal, sitronelol, dan geraniol seperti yang terlampir pada Lampiran 10a dan 10b. Rata-rata
presentase kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol yang didapatkan dalam total distilat ditunjukkan
pada Gambar 22. Berdasarkan Gambar 22 diketahui bawah rata-rata kadar sitronelal dalam total
distilat yang didapatkan dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC adalah 29,78%, sedangkan
dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC adalah 25,87%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rata-
rata kadar sitronelal yang terpisah dalam total distilat dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC, lebih
tinggi dibanding kadar sitronelal yang didapatkan dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC. Hal ini
dikarenakan tahapan proses SPD dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC lebih panjang,
sehingga akumulasi kadar sitronelalnya tinggi.

35
29.78
30
25.87
25
Kadar (%)

20 sitronelal
14.35
15 12.83 sitronelol
8.9 geraniol
10 7.61

0
kenaikan suhu distilasi 1ºC kenaikan suhu distilasi 2ºC

Gambar 22. Presentase kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam total distilat dari perlakuan
kenaikan suhu distilasi 1ºC dan 2ºC

Selain itu, Gambar 22 juga menunjukkan bahwa rata-rata kadar fraksi kaya sitronelol dan
geraniol yang didapatkan dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC cukup tinggi, yaitu 27,18%.
Sementara, kadar fraksi sitronelol dan geraniol yang didapatkan dengan perlakuan kenaikan suhu
distilasi 2ºC yaitu 16,51%. Kadar fraksi sitronelol dan geraniol yang didapatkan dengan perlakuan
kenaikan suhu distilasi 1ºC tersebut, berpotensi diredistilasi, sehingga dapat meningkatkan kemurnian
fraksi tersebut. Hal ini seperti yang dilakukan oleh Lestari (2012), yaitu peningkatan kemurnian kadar

31
sitronelal menggunakan kenaikan suhu secara bertahap dan pemotongan fraksi (rektifikasi) tidak
hanya dilakukan melalui jalur residu, namun juga melalui redistilasi distilat. Hasil yang diapatkan dari
penelitian tersebut yaitu terjadi peningkatan kadar sitronelal dari 84,51%-97,05%.

5. Rendemen
Rendemen merupakan perbandingan antara jumlah output dan input yang didapatkan.
Rendemen yang didapatkan dari proses SPD ini yaitu : rendemen residu, distilat, dan loss. Residu
yang dihitung rendemennya adalah residu akhir yang digabung dengan residu yang terpakai untuk
analisis GC, sedangkan distilat dan loss yang dihitung rendemenya adalah jumlah distilat dan loss dari
semua run. Hasil perhitungan rendemen (Gambar 23) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
rendemen residu dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC dan 2oC. Rendemen residu yang
didapatkan dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 1°C adalah 16,72 %, sedangkan dari perlakuan
kenaikan suhu distilasi 2°C adalah 35,11%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rendemen residu yang
paling tinggi adalah rendemen residu dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC. Tingginya rendemen
tersebut diduga karena tahapan SPD dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC tersebut tidak
terlalu panjang.

100% 8,27
9,92
80%

60% 75,01 54,97 Losses


40% Distilat
Residu
20% 16,72 35,11
0%

Kenaikan suhu distilasi 1ºC


Kenaikan suhu distilasi 2ºC

Gambar 23. Rendemen residu, distilat, dan loss

Sementara itu, rendemen total distilat yang didapatkan dengan perlakuan kenaikan suhu
distilasi 1ºC adalah 75,01%, sedangkan dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC adalah 54,97%.
Hasil yang didapatkan tersebut menunjukkan bahwa dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC,
rendemen total distilat yang didapatkan lebih tinggi dibanding yang didapatkan dengan perlakuan
kenaikan suhu distilasi 2ºC. Hal ini dikarenakan banyaknya komponen fraksi depan dari perlakuan
kenaikan suhu 1ºC yang terdistilasi menjadi distilat. Seperti diketahui bahwa jumlah distilat
mengalami peningkatan pada suhu distilasi 58ºC -59ºC. Kemudian, jumlah distilat tersebut mulai
berkurang pada suhu distilasi 60ºC. Hal ini diduga karena fraksi sitronelal dan fraksi depan lainnya
telah berkurang dalam residu, sehingga hanya sedikit fraksi tersebut yang terdistilasi. Menurut
Agustian et al. (2005) sitronelal memiliki titik didih yang paling rendah dibanding sitronelol dan
geraniol. Dengan demikian, saat dilakukan proses fraksinasi, sitronelal akan lebih banyak berada pada
fraksi distilat, sedangkan sitronelol dan geraniol berada pada fraksi distilat maupun residu. Selain itu,
jumlah distilat mengalami peningkatan pada suhu distilasi 61ºC - 62ºC. Hal ini diduga karena fraksi

32
sitronelol dan geraniol mulai terdistilasi pada suhu tersebut, sehingga dalam distilat jumlahnya
meningkat. Peningkatan jumlah distilat pada suhu-suhu tersebut berpengaruh terhadap rendemen
residu dan distilat. Menurut Bachtiar (1991), rendemen isolat akan meningkat bila fraksi yang bertitik
didih rendah dan tinggi dapat tersuling lebih sempurna dan terkondensasi dengan baik.
Adapun, masih didapatkan kehilangan (loss) yang signifikan pada penelitian ini. Loss yang
didapatkan dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 1°C adalah 8,27%, sedangkan loss yang didapatkan
dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC adalah 9,92%. Tingginya loss yang didapatkan tersebut,
dikarenakan banyak bahan yang masih menempel pada permukaan film evaporator serta pada dinding
jalur distilat dan residu, akibat agitasi rotor dihentikan. Selain itu, juga dikarenakan banyak bahan
yang menempel pada dinding gelas tabung umpan. Dengan demikian, untuk meningkatkan kemurnian
sitronelol dan geraniol dengan alat distilasi molekuler atau SPD skala laboratorium, dibutuhkan
ketelitian dan kesabaran yang tinggi, sehingga loss dapat diminimalisir.

6. Pengaruh Kenaikan Suhu Distilasi 1ºC dan 2ºC Terhadap Mutu Residu
Akhir
Setelah mendapatkan residu akhir dari proses SPD ini, dilakukan analisis sifat fisikokimia
yang bertujuan menentukan mutu masing-masing residu akhir tersebut. Hasil analisis sifat fisikokimia
disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Sifat fisikokimia residu akhir


Sifat Fisiko kimia Residu Akhir SNI-06-3953-1995
Kenaikan suhu distilasi Kenaikan suhu distilasi
1ºC 2ºC
Berat Jenis (25ºC) 0,902 0,890 0,880-0,992
Indeks Bias (20ºC) 1,471 1,469 1,466 – 1,475
Warna kuning tua- kecoklatan Kuning tua Kuning pucat hingga
kuning kecoklatan

a. Bobot Jenis
Salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri menurut
Guenther (2006) adalah bobot jenis. Berdasarkan Tabel 14 diketahui bahwa rata-rata bobot jenis
residu yang didapatkan dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 1°C adalah 0,902. Bobot jenis tersebut
lebih tinggi dibanding yang didapatkan dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 2°C, yaitu sebesar
0,890. Hal ini diduga karena banyak fraksi berat yang telah terkosentrasi dalam residu akhir dari
perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC, akibat proses SPD yang panjang. Semakin panjang tahapan
distilasi molekuler, suhu yang digunakan semakin tinggi, sehingga semakin banyak fraksi belakang
yang tekonsentrasi. Seperti diketahui bahwa proses SPD secara bertahap mengakibatkan rektifikasi
fraksi-fraksi berdasarkan titik didih. Fraksi yang direktifikasi menjadi distilat menyisakan fraksi yang
sama dalam residu sebagai fraksi berat yang terkonsentrasi. Menurut Sukmawati (2011), bobot jenis
dipengaruhi oleh komponen-komponen kimia yang terkandung didalamnya. Jika nilai bobot jenis
terlalu tinggi atau rendah, berarti ada senyawa lain yang terkandung dalam minyak tersebut. Selain itu,
bobot jenis berbanding lurus dengan titik didih komponen yang terdapat dalam minyak tersebut.
Menurut Lestari (20120), senyawa-senyawa dalam urutan peak mempunyai titik didih yang tinggi
dengan semakin belakang urutan keluar peak, sehingga dengan semakin banyak fraksi bertitik didih

33
tinggi, bobot jenisnya juga semakin tinggi. Walaupun demikian, bobot jenis yang didapatkan dari
kedua perlakuan diatas masih memenuhi rentang SNI-06-3953-1995 yaitu : 0,880-0,992.

b. Indesk Bias
Hasil analisis yang disajikan pada Tabel 14 menunjukan bahwa rata- rata indeks bias residu
yang didapatkan dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 1°C adalah 1,471, sedangkan indeks bias
residu dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 2°C adalah 1,469. Hasil ini menunjukkan bahwa indeks
bias residu dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 1°C, lebih tinggi dibanding indeks bias residu
dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 2°C. Hal ini diduga karena terdapat lebih banyak komponen
fraksi berat yang terkonsentrasi dalam residu yang diakibatkan oleh tahapan fraksinasi dengan
kenaikan suhu distilasi 1°C yang panjang. Fraksi-fraksi berat tersebut seperti geraniol dan geraniol
asetat yang mempunyai titik didih yang tinggi. Selain itu, komponen berat dalam residu akhir banyak
mengandung molekul yang berantai panjang. Menurut Forma (1979), indeks bias makin tinggi dengan
semakin panjang rantai karbon dan jumlah ikatan rangkap. Hal ini dikarenakan semakin banyak
jumlah ikatan rangkap, kerapatan minyak semakin meningkat, sehingga sinar yang datang akan bias
mendekati garis normal. Indeks bias residu akhir dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC dan 2°C
memenuhi rentang SNI-06-3953-1995, yaitu : 1,466 – 1,475.

c. Warna
Warna marupakan salah satu parameter mutu dari minyak sereh wangi. Penentuan warna
berguna untuk mengetahui perbedaan residu dan distilat secara visual. Pengamatan ini hanya
dilakukan pada residu dan distilat akhir dari masing-masing perlakuan. Gambar 24 dan 25
menunjukkan hasil pengamatan warna tersebut. Berdasarkan Gambar 24 dan 25, diketahui bahwa
warna residu yang teramati adalah kuning tua hingga kecoklatan, sedangkan distilat yang teramati
adalah tidak berwarna. Warna residu dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 1°C terlihat berbeda
dengan warna residu dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 2°C. Warna residu akhir dari perlakuan
suhu tersebut lebih kuning tua dan keruh. Sementara, warna residu akhir dari perlakuan kenaikan suhu
distilasi 2ºC adalah kuning tua dan jernih. Hal ini diduga karena banyak fraksi berat yang
terkonsentrasi dalam residu akhir yang didapatkan dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC,
sehingga kerapatan minyak meningkat dan menyebabkan warna residu lebih berwarna kecoklatan.
Walaupun demikian, ke dua warna residu tersebut masih sesuai dengan standar mutu minyak sereh
wangi berdasarkan SNI 06-3953-1995. Standar SNI tersebut yaitu warna kuning pucat hingga kuning
kecoklatan.
Berdasarkan hasil penelitian diatas diketahui bahwa dari ke dua perlakuan kenaikan suhu
tersebut, perlakuan yang paling baik adalah perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC. Hal ini dikarenakan
dengan perlakuan tersebut, tahapan proses SPD yang dilakukan tidak terlalu panjang, rendemen residu
yang didapatkan tinggi,serta karakteristik sifat fisikokimianya lebih baik. Sementara, proses SPD yang
digunakan pada penelitian ini mempunyai beberapa kelebihan yaitu : tekanan yang digunakan sangat
rendah (10-3 mbar). Penggunaan tekanan yang rendah tersebut menyebabkan suhu didih senyawa dapat
diturunkan dan membuat proses kondensasi senyawa tersebut lebih cepat, sehingga produk yang
dihasilkan tidak mengalami kerusakan. Selain itu, kemurnian fraksi sitronelol dan geraniol bisa lebih
tinggi dalam residu. Hal ini dikarenakan proses SPD yang dilakukan menggunakan kenaikan suhu
secara bertahap, sehingga terjadi proses pengonsentrasian fraksi-fraksi yang bertitik didih lebih tinggi.
Kemudian, distilat yang didapatkan dengan proses SPD mempunyai tampilan yang baik, sehingga
proses SPD ini berpotensi sebagai proses dekolorisasi warna dari minyak atsiri.

34
Gambar 25. Residu dan distilat akhir Gambar 24. Residu dan distilat akhir
(Kenaikan suhu distilasi 1ºC) (Kenaikan suhu distilasi 2ºC)

35
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Fraksi minyak sereh wangi hasil distilasi fraksinasi vakum yang relatif rendah kandungan
sitronelalnya, sehingga dapat disebut fraksinat kaya sitronelol dan geraniol dapat ditingkatkan
kemurniannya menggunakan proses Short Path Distillation (SPD), dengan kenaikan suhu distilasi
secara bertahap. Peningkatan kemurnian fraksi tersebut dicapai dengan cara memisahkan kandungan
sitronelalnya. Kenaikan suhu distilasi yang digunakan yaitu 1ºC dan 2ºC. Kondisi operasi lainnya
adalah rentang suhu distilasi dari 48ºC-62ºC, tekanan 10-3 mbar, laju alir 1-2 tetes per detik, dan
putaran rotor 200 rpm. Proses SPD dapat dilakukan dengan cara pemisahan fraksi melalui jalur residu.
Proses SPD dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC mempunyai tahapan proses yang panjang
dibanding dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC. Semakin panjang tahapan proses SPD,
rendemen residu akhir yang didapatkan semakin rendah.
Peningkatan suhu distilasi yang lebih baik adalah 2ºC. Hal ini dikarenakan tahapan proses
SPD dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC lebih pendek, rendemen produk (residu) yang
didapatkan lebih tinggi, dan karakteristik mutu produk yang diperoleh lebih baik. Kadungan sitronelol
dan geraniol dalam residu (produk) yang diperoleh dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC
adalah 60%, sedangkan kadar sitronelalnya adalah 7,67%.
Pada kenaikan suhu distilasi 1ºC, rendemen residu (produk) yang didapatkan semakin
rendah. Rendemen residu (produk) tertinggi didapatkan dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC,
yaitu 35.11%. Sifat fisikokimia produk yang didapatkan dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC
dan 2ºC telah sesuai dengan SNI 06-3953-1995, namun sifat fisikokimia yang didapatkan dari
perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC lebih baik dibanding dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi
1ºC. Sifat fisikokimia tersebut yaitu bobot jenis 0,890, indeks bias 1,469, dan warna kuning tua jernih.
Adapun, distilat (hasil samping) yang didapatkan dari proses SPD dengan perlakuan
kenaikan suhu distilasi 1ºC, mempunyai kadar sitronelal dalam total distilat yang lebih tinggi, begitu
juga dengan rendemennya. Kadar sitronelal tersebut adalah 40,39%, sedangkan rendemennya adalah
75,01%. Sementara, kadar sitronelal dalam distilat dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC adalah
30,08%, dengan rendemen adalah 54,97%. Proses SPD ini masih menghasilkan kehilangan (loss) yang
signifikan. Kehilangan (Loss) tertinggi didapatkan dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC, yaitu
9,92%. Proses SPD yang digunakan pada penelitian ini mempunyai beberapa kelebihan yaitu :
tekanan yang digunakan sangat rendah (10-3 mbar), kemurnian fraksi sitronelol dan geraniol bisa lebih
tinggi dalam residu, serta residu dan distilat yang didapatkan mempunyai tampilan yang baik.

B. Saran

Perlu dilakukan pengkajian optimasi kondisi proses isolasi fraksi kaya sitronelol dan geraniol
menggunakan Short Path Distillation. Optimasi tersebut terutama terhadap rentang suhu distilasi dan
laju alir. Selain itu, untuk mengurangi kehilangan (loss) sebaiknya dilakukan recovery produk dari
kolom alat Short Path Distillation setelah umpan habis dari tabung umpan.

36
DAFTAR PUSTAKA

Adhika B. 2004. Fraksionasi minyak Akar Wangi (Vetiveria zizanioides STAPH) dengan Teknik
‖Packed Column Vacuum Distillation‖ [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Adnan M. 1997. Teknik Kromatografi Untuk Analisis Bahan Makan. Penerbit Andi Yogyakarta,
Yogyakarta.

Agustian E, Sulaswatty A, Tasrif, Laksmono JA, dan Adilina IB. 2005. Pemisahan Sitronelal dari
Minyak Sereh Wangi Menggunakan Unit Fraksionasi Skala Bench. J. Tek. Ind. Pert. Vol
17(2): 49-53.

Andersen KE, dan White IR. 1998. Deodorants on the European market: quantitative chemical
analysis of 21 fragrances. Contact Dermatitis. Vol. 38 : 29–35.

Anonim1. 2012. Struktur Kimia Senyawa Sitronelol. http://en.wikipedia.org/wiki/Citronellol. [20


Oktober 2012]

Anonim2. 2010. Rhodinol. sisijaipur.gov.in/Rhodinol.pdf [12 Desember 2012].

Anonim3. 2011. Vacuum Distillation. valveproducts.metso.com/2721_02_01en.pdf. [6 Desember


2012]

Bachtiar A. 1991. Mempelajari Isolasi Komponen Utama Minyak Sereh Wangi (Andropogon nardus
java de jong) dengan Cara Penyulingan vakum Difraksi [Skripsi]. Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Batistella CB, Moraes EB, Maciel Filho R, and WolfMaciel MR.1996. Mathematical Development
For Scaling-Up Of Molecular Distillators: Strategy and Test With Recovering Carotenoids
From Palm Oil. in Proceedings of the 16th European Symposium on Computer Aided
Process Engineering and9th International Symposium on Process Systems Engineering.
P.1113-1118.

Bedoukian PZ. 1987. Geraniol and Nerol Perfumery and Flavoring Synthetics (third, revised edition),
Allured Publishing Corporation, Wheaton, USA pp. 173–181.

Bose and Palmer. 1984. diacu dalam Martinello MA, Leone I, and Pramparo M. 2008. Simulation Of
Deacidification Process By Molecular Distillation Of Deodorizer Distillate. Latin American
Applied Research. Vol 38:299-304.

Burdock. 2010. diacu dalam Chen W dan Viljoen AM. 2010. Geraniol — A review of a commercially
. important fragrance material. South African Journal of Botany. Vol 76 (4) : 643-651

37
Chen F, Wang Z, Zhao G, Liao X, Cai T, Guo L, and Hu X. 2007. Purification Process Of
Octacosanol Extracts From Rice Bran Wax By Molecular Distillation. Journal of Food
Engineering Vol.79: 63–68.

Chen W dan Viljoen AM. 2010. Geraniol — A review of a commercially important fragrance
material. South African Journal of Botany. Vol 76 (4) : 643-651

Forma MW. 1979. Physical Properties of Fats and Fatty Acid. John Wileys and Sons.Inc, New York.

Furniss et al. 1984. diacu dalam Lestari RSE. 2012.Perancangan Proses Fraksinasi Minyak Sereh
Wangi Dan Isolasi Sitronelal Serta Kajian Kelayakan Finansial Untuk Penerapannya Di
Industri [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Guenther E. 1972. diacu dalam Adhika B. 2004. Fraksionasi minyak Akar Wangi (Vetiveria
zizanioides STAPH) dengan Teknik ‖Packed Column Vacuum Distillation‖ [Skripsi].
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

__________.1990. Minyak Atsiri Jilid 4A (terjemahan, Ketaren, R. S. Dan R. Mulyono). UI Press,


Jakarta.
__________. 1991. Minyak Atsiri Jilid 4B (terjemahan, Ketaren, R. S. Dan R. Mulyono). UI Press,
Jakarta.
__________. 2006. Minyak Atsiri Jilid 1. UI Press, Jakarta.

Hui LI, Chai-Xia HU, dan Wen YU. 2012. Optimization of Process Parameters for Molecular
Distillation Based on NN and GA. di dalam Proceedings of the International Conference on
Future Electrical Power and Energy Systems. Changhun 2012. Changhun-China : Energy
Procedia Vol.7 : 770 – 775

Kaniawati D, Kadarohman A, dan DG. 2004. Konversi Sitronelal Hasil Isolasi Minyak Sereh Wangi
Menjadi Sitronelol dan Isopulegol. Makalah pada Seminar Nasional Penelitian & Pendidikan
Kimia, 9 Oktober, Bandung.

Ketaren S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka, Jakarta.

Kenkimble. 2011. Short Path Distillation. [terhubung berkala]. http://www.kenkimble.co.uk. [15


Desember 2012]

Kirk Othmer . 1954. diacu dalam Ketaren S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka,
Jakarta.

Khopkar SM. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press, Jakarta.

Laksmono JA, Agustian E,dan Adilina IB. 2007. Predicting Azeotropic Off Citronellal Encrichment
Using Process Simulator. Di dalam Proceedings of the International Conferance of Chemical
Sciences. Yogyakarta, 24-26 May. Yogyakarta : ICCS Indonesia.

38
Lapczynski A, Letizia CS, Api AM .2008. Fragrance material review on dl –citronellol [Editorial]. J.
Food and ChemToxic. Vol 46 : 103-109

__________________.2008. Fragrance material review on l-citronellol. [Editorial]. J. Food and


ChemToxic. Vol 46 : 110–113

__________________.2008. Fragrance material review on geraniol [Editorial]. J. Food and


ChemToxic. Vol 46 : 160–170

Lestari RSE. 2012. Perancangan Proses Fraksinasi Minyak Sereh Wangi dan Isolasi Sitronelal serta
Kajian Kelayakan Finansial Untuk Penerapannya di Industri. [Disertasi]. Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor ,Bogor.

Lutisan et al. 2002 diacu dalam Setyawan HY.2009. Separasi Fraksi Kaya Vitamin E Dari Biodiesel
Crude Palm Oil (Cpo) Menggunakan Destilasi Molekuler [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana,
Program Studi Teknologi Industri Pertanian,Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Martinello MA, Leone I, and Pramparo M. 2008. Simulation Of Deacidification Process By Molecular
Distillation Of Deodorizer Distillate. Latin American Applied Research. Vol. 38: 299-304.

Masada Y. 1976. Analysis of Essential Oil By Gas Cromatographyand Mass Spectrometry. Jhon
Wiley and Sons Inc, New York.

McNair HM dan Bonelli EJ. 1988. Dasar Kromatografi Gas. Terjemahan Kosasih Padmawinata.
Penerbit ITB, Bandung.

Moore dan Dalrymple. 1971. diacu dalam Adhika B. 2004. Fraksionasi minyak Akar Wangi
(Vetiveria zizanioides STAPH) dengan Teknik ‖Packed Column Vacuum Distillation‖
[Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Nainggolan R. 2002. Pemisahan Komponen Minyak Nilam (Pogostemon cablin BENTH) dengan
Teknik Distilasi Fraksionasi Vakum [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Ojha ND, Singh HK, and Traci P. 1995. Separation Processes in Citarasa Manufacturing in
Bioseparation Processes in Food. R.K. Singh and S.S.H.Rizvi (Ed.). Ift Basic Symposium
Series, New York, Basel Hongkong. p. 417 - 426.
Pope Science Inc. 2008. Pope Wiped-Film Molecular Still and Evaporators.[terhubung berkala].
http://www.popeinc.com/wiped_film.htm. [ 15 Desember 2012]

Rastogi SC, Johansen JD, Frosch P, Menne T, Bruze M, Lepoittevin JP, and Dreier B. 1998.
Deodorants on the European market : quantitative chemical analysis of 21 fragrances.
[Online]. Abstract from US National Library of Medicine. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
pubmed/9504243. Nasional Institute of healt [ 18 Desember 2012]

39
Rossi PC, Willnecker AA, Berti JA, Borgarello V, Mezza GN, and Pramparo MC. 2011. D-Limonene
and Geranial Fractionation From Lemon Essential Oil By Molecular Distillation. Latin
American Applied Research Journal. Vol. 41:81-85.

Sahid M. 1991. Pengaruh Kerapatan Curah Pengisi Kolom Dan Jumlah Pengambilan Isolat
Terhadap Hasil Pemisahah Sitrollal Dari Minyak Sereh Wangi (Andrapogon Nardus Java
De Jong) Dengan Cara Penyulingan Bertingkat [Skripsi]. Fakultas Teknologi Industri
Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sastrohamidjojo H. 2002. Kimia Minyak Atsiri. FMIPA, UGM, Yogjakarta

Setyawan HY. 2009. Separasi Fraksi Kaya Vitamin E Dari Biodiesel Crude Palm Oil (Cpo)
Menggunakan Destilasi Molekuler [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana,Program Studi Teknologi
Industri Pertanian,Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Shao P, Jiang ST, Ying YJ. 2007. Molecular Distillation for Recovering Tokoferol and Fatty Acid
Methyl Esters from Rapeseed Oil Deodoriser Distillate Using Response Surface And
Artificial Neural Network Models. Journal of Food and Bioproducts Processing. Vol. 85(2):
85–92. Elsevier.

Singh H, Gupta V K, Rao M M, Sannd R, and Mangal AK. 2011. Evaluation of Essential Oil
compostion of Cymbopogon Spp. IJPRR. Vol. 3(1): 40-43.

Slabaugh dan Persons 1976 diacu dalam Lestari RSE. 2012.Perancangan Proses Fraksinasi Minyak
Sereh Wangi Dan Isolasi Sitronelal Serta Kajian Kelayakan Finansial Untuk Penerapannya
Di Industri. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

SMS-VT. 2012. Short Path Distillation. [terhubung berkala]. http://www.sms-vt.com. [15 Desember
2012]

Standar Nasional Indonesia. 1995. Standar Nasional Indonesia Minyak Sereh Wangi. Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta.

Sukamato, Djazuli H, Suheryadi D. 2011. Serai wangi (Cimbopogon nardus,L) Sebagai Penghasil
Minyak Atsiri, Tanaman Konservasi dan pakan Ternak. Prosiding Seminar Nasional Inovasi
Perkebunan, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik.
www.perkebunan.litbang.deptan.go.id/.../perkebunan_prosdENIP11_MP_ [ 2 September
2012]

Sukmawati L. 2012. Pengaruh Kepadatan Bahan pada Penyulingan dengan Kenaikan Tekanan Uap
Bertahap terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Kayu Putih yang Dihasilkan. [Skripsi].
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Thegoodscentcompany. 2010. Ingridiens Prices. http://www.Thegoodscentscompany.com. [18


November 2012]

40
__________________. 2012. Citronellol Properties. http://www.Thegoodscentscompany.com/ data/
rw1032651. html [23 Desember 2012]

Tim Peneliti. 2009. Isolasi Rhodinol dari Minyak Sereh Wangi dengan Cara Distilasi Fraksinasi
Vakum. [Online]. Abstrak dari Baristandaceh. Kemenperin.Go.Id/Jurnal_Download
.Php?Id=71. (17 November 20120).

Tovar LP, Wolf-Maciel MR, Pinto Gláucia MF, Maciel-Filho R, and Gomes D R. 2010. Factorial
Design Applied To Concentrate Bioactive Component Of Cymbopogon Citratus Essential
Oil Using Short Path Distillation. Chemical Engineering Research And Design. Vol 8(8) :
239–244
Tovar LP, Pinto Glaucia MF, Wolf-Maciel MR, Batistella, Cesar B, dan Maciel-Filho R. 2011. Short-
Path-Distillati on Process of Lemon grass Essential Oil: Physicochemical Characterization
and Assessment Quality of the Distillate and the Residue Products. Industrial & Engineering
Chemistry Research. Vol 50: 8185–8194.

Utomo HP, Widiatmoko N. 2009. Isolasi Rhodinol dalam Ekstraksi Minyak Sereh Jawa, [online].
Abstrak dari institutional repository. http://eprints.undip.ac.id/1553/. [6 Desember 2012].

UIC-GMBH .2012. Short Path Distillation. http://www.uic-gmbh.de [ 12 Desember 2012]

Vogel AL.1985. Elementary Practical Organic Chemistry. Interscience Publishing., Inc, New York.

Yoder et al. 1980. diacu dalam Lestari RSE. 2012.Perancangan Proses Fraksinasi Minyak Sereh
Wangi Dan Isolasi Sitronelal Serta Kajian Kelayakan Finansial Untuk Penerapannya Di
Industri. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Zuñiga L.L, Lima N.M.N, Wolf Maciel, M. R, Maciel Filho, R, Batistella, C, Manca, D, Manenti F,
and Medina, L. C. 2006. Modeling and Simulation of Molecular Distillation Process for a
Heavy Petroleum Cut. School of Chemical Engineering. State University of Campinas,
UNICAMP, Campinas-SP, Brazil.

41
Lampiran 1. Gambar alat dan bahan

Bahan fraksinat kaya sitronelol dan geraniol

Alat Short Path Distillation (SPD) tipe Pompa vakum pada alat SPD
falling film evaporator

42
Pendingin Pemanas dan pengontrol Suhu

Atago Digital Refraktometer Rx 7000 Digital Density Meter DMA 48


(http://www.atago.net)

43
Lampiran 2. Metode analisis Gas Cromatography

Analisis kadar bahan dengan Gas Cromatography (GC) menggunakan sampel sebanyak 1 µl.
Kondisi operasi GC sebagai berikut :

a. Injector

Injection Mode : Split (rasio split = 100:1)

Temperature : 275ºC

Carrier gas : Nitrogen

Total Flow : 0,5 mL/min

b. Column

Type : Non polar column

Model: HP-1 (Methyl siloxane)

c. Oven
Initial Temperature : 100ºC

Equilibrium time : 5 minutes

d. Temperature Program

Rate : 5 ºC/min

Final temperature : 300ºC

Final temp hold : 15 min

Total program time : 40 min

e. Detector

Temperature : 275ºC

Makeup Gas : nitrogen

Makeup Flow : 25 ml/min

H 2 Flow : 30 ml/min

Air Flow : 400 ml/min

44
Lampiran 3a. Prosedur analisis sifat fisikokimia

1. Bobot Jenis
Pengukuruan bobot jenis ini menggunakan digital density meter tipe DMA 48. Kondisi
operasinya yaitu : densitas 1 g/cm, suhu 25°C dengan tekanan 0- 3 bar. Untuk akurasinya digunakan
densitas yaitu 0,001 g/cm³ dan suhu 0,3ºC, sedangkan untuk pengulangannya digunakan 0,0002 g/cm³
dan suhu 0,1°C. Jumlah contoh yang akan dianalisis minimal 1 ml.

2. Indeks Bias
Indeks bias dianalisis menggunakan refraktometer digilat tipe rx 7000 cx. Kondisi operasinya
yaitu : suhu pengukuran 20ºC, indikasi minimum untuk indeks refraktif (nD) 0,00001. Rentang
pengukuran untuk indeks refraktif adalah 1,3250-1,7000, serta briks 0,00 hingga 100%. Jumlah
contoh yang akan dianalisis minimal 0,5 ml

3. Warna
Pengamatan warna dilakukan secara visual. Warna yang dinilai disesuaikan dengan standar
SNI-06-3953-1995.

Lampiran 3b. Perhitungan rendemen


rata −rata residu yang digunakan untuk gc + residu akhir
Residu = x 100%,
jumlah umpan awal
total distilat
Total distilat = jumlah x 100%,
umpan awal
Total loss
Loss = jumlah x 100%,
umpan awal

Contoh perhitungan rendemen untuk hasil dengan Contoh perhitungan rendemen untuk hasil
kenaikan suhu distilasi 1ºC dengan kenaikan suhu distilasi 2ºC
9.27+1.63 gr 24.52+1.75
Residu Total = 74,955 gr
x 100 % = 16,72% Residu total = x 100% = 35,11%
74.83
56,225 gr 41.135
Distilat total =74 ,955 gr x 100% = 75,01% Distilat total = 74.83 x 100% = 54,97%
6.2 𝑔𝑟 7.425
Loss =74,955 gr x 100% = 8,27% Loss =74.83 x 100% = 9,92%

45
Lampiran 4. Standar minyak sereh wangi (Java citronella oil) PT. Insesso Aroma

Keterangan : 4,870, Limonene, 7,670 : Citronellal, 10,359 : Citronellol, 11,567: Geraniol, 15,763: Citronellol Asetat, 17,150 : Geraniol Asetat

46 1
Lampiran 5a. Perhitungan kadar komponen sitronelal, sitronelol, dan geraniol

% 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐴𝑟𝑒𝑎
% Kadar komponen = x 100
% 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐴𝑟𝑒𝑎

Contoh perhitungan kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam bahan

Luas area : Total luas area : 99,99993%


33.93846 %
Sitronelal : 33,93846% Kadar sitronelal = x100 = 33,93848% = 33,94%
99.99993 %
21.06365 %
Sitronelol : 21,06365% Kadar sitronelol = x100 = 21,06366% = 21,06%
99.99998 %
20.37285 %
Geraniol : 20,37285% Kadar geraniol = x100 = 20,37286 % = 20,37%
99.99998 %

Lampiran 5b. Perhitungan kehilangan bahan (loss)

Losses material = Jumlah umpan – (jumlah residu + distilat)

Contoh perhitungan loss pada penelitian pendahuluan (Run 1)

Jumlah Umpan: gram


Total losses : (5,11+1,54+2,86+1,09+0,03+0,93) gr =11,56 gr
Jumlah residu 1 : 74,37 gram
Jumlah distilat 1: 9,43 gram
Losses = 100,48 gram – (85,34+10,03)gram = 5,11 gram

Lampiran 5c. Rekapitulasi kadar sitronelal, sitronelol,dan geraniol dalam residu dan
distilat hasil SPD pendahuluan

Suhu Sitronelal (%) Sitronelol (%) Geraniol (%)


(ºC) Destilat Residu Destilat Residu Destilat Residu
44 66,894 29,1 7,066 22,674 2,261 22,008
48 61,807 24,373 9,517 24,421 7,446 23,965
52 28,878 21,067 24,14 29,091 21,489 25,962
56 41,783 13,28 18,528 29,288 15,326 30,026
60 54,101 10,258 13,252 30,251 10,535 31,505
64 22,546 8,185 26,712 29,747 24,268 31,717

47
Lampiran 6a. Perhitungan residu yang terpakai untuk analisis GC dari SPD dengan
kenaikan suhu distilasi 1ºC

run Ulangan1 Ulangan 2 Rata-rata


2 0,79 0,47 0,63
3 0,37 0,43 0,4
4 0,74 0,25 0,495
5 0,02 0,19 0,105
total 1,92 1,34 1,63

Contoh perhitungan Residu ulangan 1 yang terpakai untuk analisis GC (Kenaikan suhu
distilasi 1ºC)
Run 2 = (jumlah residu 1- jumlah umpan run 2) = 41,59-43,75 = 0,79
Run 3 = (jumlah residu 2- jumlah umpan run 3) = 30,8 – 30,43 = 0,37
Run 4 = (jumlah residu 3- jumlah umpan run 4) = 25,2- 24,46 = 0,74
Run 5 = (jumlah residu 4- jumlah umpan run 5) = 17,43 – 17,41 = 0,02

Lampiran 6b. Loss dari hasil SPD dengan kenaikan suhu distilasi 1ºC
run Loss 1 Loss 2 Rata-rata STDEV
1 2,9 2,86 2,88 0,028284
2 0,23 0,28 0,255 0,035355
3 2,13 1,74 1,935 0,275772
4 0,13 0,5 0,315 0,26163
5 0,85 0,78 0,815 0,049497

48
Lampiran 7. Kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam residu dan distilat (kenaikan suhu distilasi 1ºC)

1. Residu
Run Sitronelal (%) Sitronelol (%) Geraniol (%)
Residu ul- Residu ul- Rataan stdev Residu ul-1 Residu ul-2 Rataan Stdev Residu ul-1 Residu ul-2 Rataan Stdev
1 2
1 18,99705 18,0631 18,53 0,66 26,73389 26,96961 26,8 0,2 26,87174 27,18621 27,03 0,22
2 12,17353 12,35318 12,26 0,13 28,559 28,91261 28,74 0,25 29,7008 30,05326 29,88 0,25
3 9,19777 10,90631 10,05 1,21 28,88761 29,07016 28,98 0,13 29,65522 30,45264 30,05 0,56
4 7,006951 7,19314 7,1 0,1 29,16901 29,66628 29,42 0,35 30,94229 32,35189 31,65 0,99
5 5,307512 4,702742 5,005 0,427 28,58 27,69455 28,14 0,63 31,38125 33,25842 32,32 1,33

2. Distilat

Run Sitronelal (%) Sitronelol (%) Geraniol (%)


Distilat ul- Distilat ul- Rataan stdev Distilat ul- Distilat ul- Rataan stdev Distilat ul-1 Distilat ul-2 Rataan Stdev
1 2 1 2
1 54,65847 52,35316 53,5 1,63 13,4053 13,86103 13,6 0,3 10,99464 11,5678 11,3 0,4
2 38,20021 36,42332 37,3 1,3 19,66011 20,66749 20,2 0,7 17,48871 18,15633 17,82 0,47
3 25,60725 25,19454 25,4 0,3 24,62891 25,01397 24,8 0,3 24,62891 22,90831 22,6 0,4
4 17,77542 19,22894 18,5 1,03 27,27096 27,24746 27,26 0,02 25,1511 25,77837 25,4 0,4
5 12,30544 9,86666 11,08 1,72 30,27493 31,13385 30,7 0,6 29,40951 30,67477 30,04 0,89

49

1
Lampiran 8a. Perhitungan residu yang terpakai untuk analisis GC dari SPD dengan
kenaikan suhu distilasi 2ºC

run Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata


1,11 1,4 1,255
2
0,17 0,82 0,495
3
1,28 2,22 1,75
Total

Contoh perhitungan residu ulangan 1 yang terpakai untuk analisis GC (Kenaikan


suhu distilasi 2ºC)
Run 2 = (jumlah residu 1- jumlah umpan run 2) = 49,24-48,13 = 1,11
Run 3 = (jumlah residu 2- jumlah umpan run 3) = 34,29 -34,12 = 0,17

Lampiran 8b. Loss dari hasil SPD dengan kenaikan suhu distilasi 2ºC
run loss 1 loss 2 Rata-rata STDEV
1 2,13 7,52 4,825 3,811306
2 0,95 0,82 0,885 0,091924
3 1,33 2,1 1,715 0,544472

50
Lampiran 9. Kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam residu dan distilat (kenaikan suhu distilasi 2ºC)

Run Sitronelal (%) Sitronelol (%) Geraniol (%)


stdev stdev stdev
Residu ul-1 Residu ul-2 Rataan Residu ul-1 Residu ul-2 Rataan Residu ul-1 Residu ul-2 Rataan
1 21,57091 21,12504 21,35 0,31 25,68647 25,89003 25,78 0,14 25,74921 25,67839 25,714 0,05
2 12,26471 12,48963 12,38 0,16 28,75591 29,32329 29,03 0,40 30,34598 30,03575 30,2 0,2
3 9,673711 5,654 7,67 2,84 29,78861 28,85 29,3 0,6 31,64003 29,824 30,7 1,3

Run Sitronelal (%) Sitronelol (%) Geraniol (%)


stdev Stdev Stdev
distilat ul-1 distilat ul-2 Rataan distilat ul-1 distilat ul-2 Rataan distilat ul-1 distilat ul-2 Rataan
1 53,90171 55,85642 54,88 1,38 13,41066 12,48608 12,95 0,65 11,18953 10,40398 10,8 0,5
2 42,6354 43,67203 43,1 0,7 18,29826 17,58279 17,9 0,5 15,45184 14,65439 15,05 0,56
3 23,55881 22,843 23,2 0,5 25,82545 25,743 25,78 0,05 24,058 23,799 23,9 0,2

1
51
Lampiran 10a. Neraca massa kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam total
distilat (perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC)

1. Proses SPD Ulangan 1


Contoh perhitungan :
Umpan awal : 74,95 gram
Sitronelal : 33,938 x74,95 gram = 25,436 mg
Sitronelol : 21,063% x 74,95 gram = 15,786 mg
Geraniol : 20,373% x 74,95 gram = 15,269 mg
Lain-lain : 24,626% x 74,95 gram = 18,457 mg

UMPAN AWAL
Sitronelal : 25,436 mg
Sitronelol : 15,786 mg
Geraniol : 15,269 mg

DISTILAT 1 :
RUN 1 Sitronelal : 16,649 mg
Sitronelol : 4,083 mg
Geraniol : 3,349 mg
RESIDU 1 :
Sitronelal : 7,901 mg
Sitronelol : 11,119 mg
Geraniol : 11,176 mg
DISTILAT 2 :
Sitronelal : 3,732 mg
RUN 2
Sitronelol : 1,921 mg
Geraniol : 1,709 mg

RESIDU 2 :
Sitronelal : 3,749 mg
Sitronelol : 8,796 mg
Geraniol : 9,148 mg
DISTILAT 3 :
Sitronelal : 0,794 mg
RUN 3
Sitronelol : 0,763 mg
Geraniol : 0,691 mg
RESIDU 3 :
Sitronelal : 2,318 mg
Sitronelol : 7,279 mg
Geraniol : 7,473 mg

52
RUN 4 DISTILAT 4 :
Sitronelal : 1,226 mg
Sitronelol : 1,882 mg
Geraniol : 1,735 mg
RESIDU 4 :
Sitronelal : 1,221 mg
Sitronelol : 5,084 mg
Geraniol : 5,393 mg

DISTILAT 5 :
RUN 5 Sitronelal : 1,039 mg
Sitronelol : 2,558 mg
Geraniol : 2,485 mg
RESIDU 5 :
Sitronelal : 0,430 mg
Sitronelol : 2,178 mg
Geraniol : 2,544 mg

1. Proses SPD Ulangan 1

Bahan : Total distilat :


Sitronelal : 25,436 mg Sitronelal : 23,441 mg
Sitronelol : 15,786 mg Sitronelol : 11,207 mg
Geraniol : 15,269 mg Geraniol : 10,042 mg
Lain-lain : 18,457 mg
Total : 74,948 mg

Presentase kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol :


23,441 mg
% Sitronelal : x 100 = 31.27635% = 31,28%
74,948 𝑚𝑔
11,207 mg
% Sitronelol : x 100 = 14.95303% = 14,95%
74,948 𝑚𝑔
10,042 𝑚𝑔
% Geraniol : x 100 = 13.39862% = 13,39 %
74 ,948 𝑚𝑔

2. Proses SPD Ulangan 2

Bahan : Total distilat :


Sitronelal : 24,885 mg
Sitronelal : 28,29426% = 28,29%
Sitronelol : 15,445 mg Sitronelol : 13,75579% = 13,76%
Geraniol : 14,938 mg Geraniol : 12,2742% = 12,27%
Lain-lain : 18,459 mg

53
Rata-rata presentase sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam total distilat
Sitronelal =( 31,28% + 28,29%)/2 = 29,78%

Sitronelal = (14,95% + 13,76%)/2 = 14,35%


Geraniol = (13,39 % + 12,27%)/2 = 12,83%

Lampiran 10b. Neraca massa kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam total
distilat (perlakuan kenaikan suhu distilat 2ºC)
Contoh neraca massa

1. Proses SPD Ulangan 1

Umpan awal : 74,93 gram


Sitronelal : 24,875 mg
Sitronelol : 15,439 mg
Geraniol : 14,932 mg
DISTILAT 1 :
Sitronelal : 12,699 mg
RUN 1
Sitronelol : 3,159 mg
Geraniol : 2,636 mg

RESIDU 1 :
Sitronelal : 10,621 mg
Sitronelol : 12,648 mg
Geraniol : 12,679 mg
DISTILAT 2 :
Sitronelal : 5,496 mg
RUN 2 Sitronelol : 2,359 mg
Geraniol : 1,992 mg

RESIDU 2 :
Sitronelal : 4,206 mg
Sitronelol : 9.860mg
Geraniol : 10,406 mg

DISTILAT 3 :
Sitronelal : 1,263 mg
RUN 3 Sitronelol : 1,384 mg
Geraniol : 1,289 mg

RESIDU 3 :
Sitronelal : 2,653 mg
Sitronelol : 8,171 mg
Geraniol : 8,678 mg

54
1. Proses SPD Ulangan 1
Bahan :
Total distilat :
Sitronelal : 25.430 mg Sitronelal : 19.458 mg
Sitronelol : 15.783 mg Sitronelol : 6.902 mg
Geraniol : 15.265 mg Geraniol : 5.917 mg
Lain-lain : 18.452 mg
Total : 74.93 mg
Presentase kadar sitronelal, sitronelol dan geraniol :
Sitronelal : 25.97%
Sitronelol : 9.21%
Geraniol : 7.89%

2. Proses SPD Ulangan 2


Bahan : Total distilat :
Sitronelal : 25.362 mg Sitronelal : 19.253 mg
Sitronelol : 15.741 mg
Sitronelol : 6.422 mg
Geraniol : 15.224 mg
Geraniol : 5.478 mg
Lain-lain : 18.402 mg
Total : 74.73 mg

Presentase kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol :


Sitronelal : 25.76%
Sitronelol : 8.59%
Geraniol : 7.33%

Rata-rata presentase sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam total distilat


Sitronelal : 25.87%
Sitronelol : 8.90%
Geraniol : 7.61%

55

You might also like