You are on page 1of 11

PENGARUH TINGKAT PENCUCIAN DAN LAMA KONTAK DENGAN ETANOL

TERHADAP SIFAT FISIK DAN KIMIA TEPUNG PORANG

(Amorphophallus oncophyllus)

Effects of Multiple Ethanol Leaching with Difference Concentration on Physichal and


Chemical Properties of Porang Flour (Amorphophallus oncophyllus)

Adelya Desi Kurniawati1) Simon Bambang Widjanarko 2)


1)
Alumni THP-FTP Universitas Brawijaya Malang
2)
Staff Pengajar THP- FTP Universitas Brawijaya Malang

ABSTRACT

Porang flour is simple dry product which it produced from Amorphophallus oncophyllus
species. It has better shelf life than fresh porang tuber, so it has a higher economic value. Porang
flour consist of hydrocolloidpolysaccharide such as glucomannan, which it has ability to use as
gelling agent, thickener, film former and emulsifier. Generally, porang flour has a high consist of
ca-oxalate, low consist of glucomannan , and dark colour. Ethanol leaching process is needed to
increase quality of porang flour to produce flour with highly glucomannan content and the best
physic and chemist properties. Completely Randomized Design (CRD) used in this research with
2 factor. First factor was leaching stage, which is consist of 3 level, stage 1 with ethanol 40%,
stage 2 with ethanol 40% and 60%, and stage 3 with ethanol 40%, 60%, and 80%. Second factor
was contact time with 3 level, 2, 3, and 4 hours. The best treatment was washing stage 3 with 4
hours time contact, which it has 81.72% glucomannan content; 0.19% ca-oxalate content; 7400
cPs viscosity; and 49.45 Lightness value.

Key word: Porang flour, glucomannan, ca-oxalate, multiple ethanol leaching

PENDAHULUAN bahan pembuat konyaku (sejenis tahu) dan


Tepung porang merupakan produk shirataki (sejenis mi) di Jepang (Sulaeman,
olahan yang berasal dari umbi porang 2006).
(Amorphophallus oncophyllus). Tepung Masalah utama yang dihadapi dalam
porang berupa produk setengah jadi yang pengembangan tepung porang di Indonesia
praktis dengan umur simpan yang relatif adalah adanya rasa gatal yang disebabkan
panjang, sehingga memiliki nilai ekonomis oleh tingginya kandungan kalsium oksalat,
yang lebih baik daripada umbi porang. warnanya kecoklatan gelap, dan kandungan
Tepung porang memiliki kandungan glukomanan yang relatif rendah yaitu
glukomanan, yang merupakan serat pangan 45,89% (Aldera, 2010), sehingga belum
larut air yang bersifat hidrokoloid kuat dan dapat diaplikasikan secara luas dalam
rendah kalori mencapai 64,98% (Arifin, industri pangan. Beberapa penelitian
2001). Tingginya kadar glukomanan pada dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut
tepung porang menyebabkan tepung porang dengan cara ektraksi glukomanan dari
sebagai komoditi ekspor penting untuk tepung porang. Metode ekstraksi
glukomanan yang telah dilakukan antara lain Kabupaten Madiun, dengan karakteristik
ekstraksi glukomanan secara fisik fisik yaitu berat umbi 3(±0,2) Kg, diameter
(pemanasan) (Hetterscheid, 1996), umbi 19-25 cm, dan umur umbi ±3 tahun,
perlakuan kimiawi melalui pengendapan yang kemudian diproses menjadi tepung
glukomanan dengan alkohol (Chan and porang.
Albert, 2008), ekstraksi kimiawi Bahan kimia yang digunakan untuk
menggunakan garam dan asam trikloro proses pemurnian tepung porang antara lain:
asetat (TCA) (Gadizza, 2009), namun bahan kimia dengan kemurnian teknis antara
demikian produk glukomanan yang lain etanol 96% yang diperoleh dari Brataco,
dihasilkan sulit larut kembali di dalam air. aquades dari Laboratorium Kimia MIPA
Air dan pelarut organik yang bersifat Universitas Brawijaya dan kertas saring dari
water miscible (pelarut yang dapat Medilab.
bercampur dengan air) dapat digunakan Bahan kimia yang digunakan untuk
sebagai media untuk memurnikan tepung analisa antara lain : bahan kimia dengan
porang. Pelarut yang bersifat water miscible kemurnian pro analisis (p.a) seperti NaOH,
tidak mengakibatkan tepung porang asam format, HCl pekat (37%), H 2SO4 pekat
mengembang, dimana pada penelitian ini (95%), CaCl2, indikator metil red, indikator
yang digunakan sebagai pelarut adalah phenolphetaline (pp), NH4OH, tablet
etanol. Pemilihan etanol sebagai pelarut kjedahl,dan asam dinitrosalisilat (DNS)
antara lain karena etanol bersifat volatil, yang diperoleh dari Makmur Sejati. Bahan
tidak berwarna, dan merupakan pelarut analisa dengan kemurnian teknis adalah
organik yang tidak bersifat racun bagi tubuh. aquades dan kertas saring.
Etanol telah banyak digunakan sebagai
pelarut dalam pembuatan bahan pewarna Alat
makanan, flavor, dan obat-obatan (Anonim, Alat yang digunakan dalam proses
2010). pemurnian tepung porang meliputi
Penelitian Sugiyama et al. (1971) dan glassware, homogenizer (Velp-Sentrifico),
Ashadi (2005) melakukan pemurnian tepung timbangan analitik (Mettle denver AA 200),
porang menggunakan pelarut etanol spatula baja, oven listrik (Memmert), loyang,
konsentrasi 50% dan 80%. Namun demikian pipet volume, dan bola hisap.
belum diketahui berapa lama waktu kontak Alat yang digunakan untuk analisa
pencucian dan tingkat pencucian yang tepat meliputi glassware, termometer, plat
untuk memperoleh tepung porang dengan pemanas (Labinco), spektrofotometer
kadar glukomanan terbaik, sehingga perlu (Labomed Inc.), color reader (Minolta CR-
dilakukan penelitian untuk menentukan lama 100), viskosimeter (Rion), destilator (Buchi
waktu kontak dan tingkat pencucian dengan K-314), labu kjedahl, lemari asam,
konsentrasi etanol bertingkat yang dapat waterbath soxhlet (Memmert), labu soxhlet,
memberikan efek paling signifikan untuk tanur pengabuan (Ney M-525 Series II),
menghasilkan tepung porang yang rendah cawan porselen, pipet tetes, pipet volume,
kadar oksalat dan kadar glukomanan tinggi, bola hisap (Merienfiel), oven listrik
sehingga lebih mudah diaplikasikan. (Memmert), sentrifuse (Hermle), waterbath
(Memmert).
BAHAN DAN METODE
Bahan Metode Penelitian
Umbi porang diperoleh dari Desa Penelitian ini disusun dengan
Sumber Bendo Kecamatan Saradan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan dua faktor. Faktor pertama, pengadukan dengan homogenizer
yaitu tingkat pencucian dan faktor kedua, 200rpm selama 2, 3, dan 4 jam.
yaitu lama waktu kontak. Setiap perlakuan 3. Larutan tepung porang disaring
dilakukan 2 kali ulangan sehingga diperoleh dengan kertas saring. Kemudian
18 satuan percobaan. endapan dan filtrat dipisahkan
Tepung porang kasar tanpa perlakuan (Perlakuan S1 berhenti sampai disini
pencucian dan tepung glukomanan dan sampel langsung dilanjutkan ke
komersial digunakan sebagai kontrol dalam pengeringan dengan oven).
penelitian ini. 4. Endapan dibilas dengan etanol 60%
Tingkat pencucian pada penelitian ini sebanyak 200 mL. Kemudian
dilakukan pada kondisi yang berbeda, yaitu dilakukan pengadukan dengan
perbedaan total volume pelarut dan homogenizer 200rpm selama 2, 3, dan
konsentrasi pelarut etanol yang digunakan. 4 jam.
S1T1 : pencucian dengan etanol 40% 5. Larutan tepung porang disaring
dengan lama kontak 2 jam dengan kertas saring. Kemudian
S2T1 : pencucian dengan etanol 40% + endapan dan filtrat dipisahkan
etanol 60% dengan lama kontak 2 (Perlakuan S2 berhenti sampai disini
jam dan sampel langsung dilanjutkan ke
S3T1 : pencucian dengan etanol 40% + pengeringan dengan oven).
etanol 60% + etanol 80% dengan 6. Endapan dibilas dengan etanol 80%
lama kontak 2 jam sebanyak 200 mL. Kemudian
S1T2 : pencucian dengan etanol 40% dilakukan pengadukan dengan
dengan lama kontak 3 jam homogenizer 200rpm selama 2, 3, dan
S2T2 : pencucian dengan etanol 40% + 4 jam.
etanol 60% dengan lama kontak 3 7. Larutan tepung porang disaring
jam dengan kertas saring. Kemudian
S3T2 : pencucian dengan etanol 40% + endapan dan filtrat dipisahkan.
etanol 60% + etanol 80% dengan 8. Endapan dikeringkan dengan oven
lama kontak 3 jam listrik suhu 40oC selama 12-36 jam
S1T3 : pencucian dengan etanol 40% dan dihasilkan tepung porang hasil
dengan lama kontak 4 jam pencucian.
S2T3 : pencucian dengan etanol 40% + 9. Waktu pengeringan disesuaikan
etanol 60% dengan lama kontak 4 dengan tahapan pencucian, dimana
jam pada pencucian tingkat 1 dengan
S3T3 : pencucian dengan etanol 40% + etanol 40% endapan dikeringkan
etanol 60% + etanol 80% dengan selama 36 jam, pencucian tingkat 2
lama kontak 4 jam dengan etanol 40% dan 60% endapan
dikeringkan 24 jam dan pencucian
Prosedur Pencucian Tepung Porang tingkat 3 dengan etanol 40%, 60%,
1. Tepung porang ditimbang sebanyak dan 80% endapan dikeringkan 12 jam.
25 gram, kemudian dimasukkan
dalam beaker glass 250mL. HASIL DAN PEMBAHASAN
2. 200 mL etanol 40% ditambahkan ke Karakteristik Bahan Baku
dalam tepung porang yang telah Bahan baku yang digunakan pada
ditimbang, kemudian dilakukan penelitian pencucian dengan etanol
bertingkat ini adalah tepung porang.
Komposisi kimia dan fisik bahan baku Standart mutu tepung porang adalah
setelah dianalisa ditampilkan pada Tabel 1. kadar glukomanan yang tinggi, rendah kadar
oksalat, protein, pati, lemak, dan kompenen
Tabel 1. Karakteristik Kimia dan Fisik lainnya, serta memiliki warna yang cerah
Bahan Baku dan viskositas yang tinggi (Johnson, 2005;
Tepung Porang Kasar Peiying et al., 2002). Berdasarkan standart
Hasil Literatura mutu tersebut menunjukkan bahwa bahan
Parameter
Analisa (%) baku tepung porang yang digunakan pada
(%) penelitian ini memiliki kualitas yang lebih
Kadar Air 9,82 9,40 baik dibandingkan dengan bahan baku
Kadar Abu 3,49 5,52 tepung porang pada literatur. Penelitian ini
Kadar Pati 2,90 21,83 melakukan proses pemurnian tepung porang
Kadar Protein 2,70 4,58 untuk meningkatkan kadar glukomanan pada
Kadar Lemak 1,69 0,074 tepung porang, sekaligus menurunkan kadar
Kadar Kalsium komponen lain selain glukomanan melalui
2,11 5,65
Oksalat proses pencucian dengan etanol bertingkat.
Kadar
64,77 37,27
Glukomanan Karakteristik Tepung Porang Hasil
Derajat Warna Pencucian dengan Etanol
49,49* 48,55*
Putih Kalsium Oksalat
Viskositas 4800** 3700** Rerata kadar kalsium oksalat akibat
Keterangan : perlakuan pencucian dengan etanol
a
Kusuwardhani (2007)
* tanpa satuan, dimana nilai 100 diasumsikan
bertingkat berkisar antara 1,28 – 0,19 %.
sebagai warna putih Interaksi antara perlakuan tingkat pencucian
** dalam c.Ps dan lama kontak memberikan pengaruh
sangat nyata (α = 0,01) terhadap kadar
Tabel 1 menunjukkan bahwa kalsium oksalat pada tepung porang seperti
komponen yang paling dominan pada yang ditampilkan pada Tabel 2.
tepung porang kasar adalah glukomanan. Tabel 2 menunjukkan bahwa
Menurut Jonhson (2005), glukomanan semakin lama waktu kontak antara tepung
merupakan kandungan terbesar pada tepung porang dengan etanol maka kadar kalsium
porang yang kadarnya bekisar antara 49- oksalat akan semakin rendah, seperti yang
60%. Besarnya perbedaan kadar terjadi pada perlakuan pencucian tingkat 1
glukomanan antara hasil analisa dengan dan 2 dengan lama kontak 2, 3, dan 4 jam
literatur dapat disebabkan oleh beberapa memberikan perbedaan yang nyata terhadap
alasan, diantaranya adalah perbedaan bahan kadar kalsium oksalat. Perlakuan pencucian
baku yang meliputi umur umbi, asal umbi, tingkat 3 dengan lama kontak 2 dan 3 jam
ukuran umbi, dan proses pengolahan dari tidak menunjukkan perbedaan nyata, namun
umbi hingga menjadi tepung porang. berbeda nyata dengan perlakuan lama
Widyotomo (2002) menuliskan faktor-faktor kontak 4 jam. Hal ini berkaitan dengan berat
yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya molekul kalsium oksalat yang lebih rendah
kadar glukomanan antara lain, perlakuan (126,7 dalton dalam NIOSH, 2005)
pendahuluan (bentuk pengirisan), umur dibandingkan dengan glukomanan (200 –
panen, bagian-bagian yang ditumbuk, alat 2000 kilodalton). Fraksi ringan ini memiliki
yang digunakan, dan kecepatan penumbukan. kandungan kalsium oksalat yang relatif
tinggi (9,56%) dibanding fraksi berat yang
merupakan tepung porang (0,60%) banyak. Gamse (2002) menyebutkan bahwa
(Kusumawadhani, 2007). Adanya semakin banyak jumlah pelarut semakin
pengadukan selama proses pencucian akan banyak pula padatan yang terlarut,
memudahkan kalsium oksalat yang memiliki dikarenakan distribusi partikel semakin
berat molekul rendah untuk terlepas dari menyebar sehingga memperluas permukaan
permukaan granula glukomanan. Waktu kontak, serta adanya perbedaan konsentrasi
kontak yang semakin lama memungkinkan solute dalam pelarut dan padatan semakin
semakin banyak kalsium oksalat yang besar. Hal inilah yang menyebabkan kadar
terlepas dan terbawa etanol. kalsium oksalat minimum (0,19 %) terdapat
pada tepung porang dengan tingkat
Tabel 2. Rerata Kadar Kalsium Oksalat pencucian terbanyak dan lama kontak
pada Tepung Porang Akibat Pengaruh tertinggi.
Tingkat Pencucian dan Lama Kontak
yang Berbeda Glukomanan
Rerata kadar glukomanan akibat
Perlakuan Rerata perlakuan pencucian dengan etanol
Lama Kadar DMRT bertingkat berkisar antara 36,68 – 81,72%.
Tingkat
Kontak Oksalat 1% Perlakuan tingkat pencucian memberikan
Pencucian
(jam) (%) pengaruh sangat nyata (α = 0,01) terhadap
2 1,28 d kadar glukomanan pada tepung porang. Hal
1 ini disajikan dalam Tabel 3.
3 0,72 c
4 0,41 b
Tabel 3. Rerata Kadar Glukomanan pada
2 0,81 c
0,20 – Tepung Porang Akibat Pengaruh Tingkat
2 3 0,49 b Pencucian
0,23
4 0,27 ab
2 0,41 b Tingkat Kadar Glukomanan
3 3 0,45 b Pencucian (%)
1 47,41 a
4 0,19 a
2 61,92 a
Keterangan :
- Setiap data merupakan rata-rata 2 kali ulangan 3 72,12 b
- Angka yang didampingi notasi berbeda BNT 1% 17,61
menunjukkan berbeda nyata pada DMRT 1% (0,20 – Keterangan :
0,23) - Setiap data merupakan rata-rata 2 kali ulangan
- Angka yang didampingi notasi berbeda
Tingkat pencucian yang semakin menunjukkan berbeda nyata pada BNT 1% (17,61)
meningkat disertai dengan semakin
banyaknya pelarut yang digunakan, dimana Tabel 3 menunjukkan kadar
pada pencucian tingkat 1 total volume glukomanan yang tidak berbeda nyata
pelarut yang digunakan sebanyak 200 ml, (α=0,01) pada tepung porang dengan
pencucian tingkat 2 sebanyak 400 ml, dan pencucian tingkat 1 dan 2, namun berbeda
pencucian tingkat 3 sebanyak 600 ml. nyata dengan pencucian tingkat 3. Kadar
Peningkatan jumlah pelarut dan pergantian glukomanan pada pencucian tingkat 3
pelarut ini akan memperluas permukaan (72,12 %) lebih tinggi bila dibandingkan
kontak dan mencegah kejenuhan sehingga dengan tepung porang yang hanya melalui
kalsium oksalat yang terlarut juga semakin pencucian tingkat 2 (61,92 %), dan
pencucian tingkat 1 (47,41 %). Tingginya
kadar glukomanan pada tepung porang hasil Tabel 4. Rerata Derajat warna Putih
pencucian tingkat 3 diduga disebabkan pada Tepung Porang Akibat Pengaruh
penurunan kadar komponen pengotor, Tingkat Pencucian
seperti pati, protein, lemak, oksalat, dan abu
pada tepung porang kasar (Tabel 6). Tingkat
Pencucian Derajat Warna Putih
Proses pencucian pada penelitian ini
menggunakan 3 konsentrasi etanol yang 1 46,58 a
berbeda, yaitu etanol 40% pada pencucian 2 48,49 b
tingkat 1, dilanjutkan dengan etanol 60% pada 3 49,41 b
pencucian tingkat 2, dan etanol 80% BNT 1% 1,20
pada pencucian tingkat 3. Perbedaan Keterangan :
konsentrasi tersebut memungkinkan - Setiap data merupakan rata-rata 2 kali ulangan
- Angka yang didampingi notasi berbeda
komponen pengotor untuk terlarut
menunjukkan berbeda nyata pada BNT 1% (1,20)
berdasarkan sifat kepolarannya, dimana - Nilai 100 diasumsikan sebagai warna putih
semakin tinggi konsentrasi etanol yang
digunakan maka tingkat kepolarannya akan Tabel 4 menunjukkan bahwa derajat
semakin menurun sehingga mampu warna putih pada tepung porang yang telah
melarutkan komponen-komponen yang diberi perlakuan pencucian tingkat 2 dan 3
bersifar non polar. Shimizu dan Shimahara tidak berbeda nyata (α = 0,01), namun
(2004) menyatakan larutan yang mampu berbeda nyata (α = 0,01) dibandingkan
melarutkan senyawa-senyawa anorganik dengan tepung porang yang hanya melalui
seperti abu yang sebelumnya masih terikat pencucian tingkat 1. Tepung porang
pada permukaan tepung porang kasar adalah menunjukkan derajat warna putih yang
larutan etanol sekitar 80%. semakin meningkat, yaitu warna tepung
Tingkat pencucian yang semakin porang menjadi semakin cerah seiring
tinggi akan semakin mengoptimalkan kerja dengan semakin banyaknya tingkat
etanol dalam melarutkan komponen- pencucian. Hasil ini sesuai dengan
komponen pengotor yang menyelimuti pernyataan Cheetham et al. (1992) bahwa
permukaan granula glukomanan. Etanol ekstraksi glukomanan dengan alkohol
mampu melarutkan lemak, minyak, memberikan keuntungan dimana senyawa
karbohidrat, dan senyawa organik lainnya penyebab warna tepung yang bercampur
Peningkatan kadar glukomanan pada setiap dengan glukomanan dipisahkan dari
tingkat pencucian berbanding lurus dengan glukomanan. Warna merah pada tepung
semakin menurunnya kadar komponen non porang merupakan warna yang secara alami
glukomanan yang merupakan komponen terdapat pada umbi porang. Daging umbi
pengotor. porang (varietas Amorphophallus
oncophyllus), warnanya cenderung kuning
Derajat Warna Putih kemerahan (Syaefullah, 1990).
Rerata derajat warna putih akibat Warna tepung porang hasil
perlakuan pencucian dengan etanol pencucian berkaitan erat dengan lamanya
bertingkat berkisar antara 46,19 – 49,73 waktu pengeringan yang berbeda antara
Perlakuan tingkat pencucian memberikan tepung pencucian tingkat 1, 2, dan 3.
pengaruh sangat nyata (α = 0,01) terhadap Pengeringan merupakan proses perpindahan
derajat warna pada tepung porang. Hal ini panas dan difusi air (pindah massa). Proses
disajikan dalam Tabel 4. pengeringan pada penelitian ini
menggunakan suhu rendah yaitu 40oC,
sehingga difusi air berjalan lambat yang hanya berkisar antara 2000 – 4950 c.Ps.
mengakibatkan waktu pengeringan semakin Selain itu, ukuran partikel glukomanan yang
lama. Waktu pengeringan yang semakin lebih besar dibandingkan pati memberikan
lama memungkinkan terjadinya kerusakan pengaruh terhadap tingkat penyerapan air
pada bahan. Selain itu, perlakuan pemanasan (Grosch, 1987). Ukuran partikel yang
dapat memberikan pengaruh terhadap semakin besar menyebabkan luas
terjadinya reaksi pencoklatan (Desroisier, permukaan semakin meningkat sehingga
1998). Reaksi pencoklatan ini terjadi antara penyerapan air semakin besar dan
gugus karboksil pada gula pereduksi dengan menyebabkan peningkatan viskositas.
gugus amina primer pada asam amino
(Winarno, 1993). Tabel 5. Rerata Viskositas Tepung
Porang Akibat Pengaruh Tingkat
Viskositas Pencucian dan Lama Kontak yang
Rerata viskositas tepung porang Berbeda
akibat perlakuan pencucian dengan etanol
bertingkat berkisar antara 2000 – 7400 c.Ps, Perlakuan
Interaksi antara perlakuan tingkat pencucian Rerata
Lama DMRT
dan lama kontak memberikan pengaruh sangat Tingkat Viskositas
Kontak 1%
nyata (α = 0,01) terhadap viskositas tepung Pencucian (c.Ps)
(jam)
porang. Hal ini disajikan dalam Tabel 5. 2 3350 b
Berdasarkan interaksi antara tingkat 1
3 4950 c
pencucian dan lama kontak pada proses
4 2000 a
pencucian dengan etanol diperoleh
viskositas tertinggi pada pencucian tingkat 3 2 6050 d 636,84
selama 4 jam mencapai 7400 c.Ps (Tabel 5). 2 3 5700 d –
Derajat viskositas pada tepung porang ini 4 6350 d 742,06
berkaitan erat dengan kadar glukomanan 2 6950 de
yang terkandung dalam tepung. Semakin 3 3 6200 d
tinggi kadar glukomanan pada tepung Keterangan : 4 7400 e
porang, maka viskositasnya juga akan - Setiap data merupakan rata-rata 2 kali ulangan
semakin tinggi (Long and Yoshimura, 2003). - Angka yang didampingi notasi berbeda
Othsuki (1968) dalam Syaefullah (1990) menunjukkan berbeda nyata pada DMRT 1%
menyebutkan bahwa glukomanan mampu (636,84 – 742,06)
menyerap air dan mengembang hingga
mencapai 138 - 200 % dari berat awal Perlakuan Terbaik
tepung dan terjadi secara cepat, sedangkan Penentuan perlakuan terbaik pada
pati hanya mampu mengembang 25 %. tepung porang hasil pencucian dengan
Kemampuan dalam penyerapan air ini etanol bertingkat dilakukan menggunakan
memberikan pengaruh terhadap viskositas. metode Multiple Atribute (Zeleny, 1984)
Teori tersebut mendukung data pada Tabel 3 yang didasarkan pada parameter kadar
dan Tabel 5 bahwa dengan kadar kalsium oksalat, kadar glukomanan, derajat
glukomanan 72,12 % menunjukkan rerata warna putih, dan viskositas. Tepung porang
viskositas mencapai kisaran 6200 - 7400 yang diharapkan adalah tepung porang
c.Ps, sedangkan dengan kadar glukomanan dengan kadar oksalat terendah, kadar
47,41 % menunjukkan viskositas yang glukomanan tertinggi, derajat warna putih
tertinggi, dan viskositas terbesar.
tepung glukomanan komersial untuk
Tabel 6. Perbandingan Karakteristik mengetahui kesesuaian dengan produk pasar.
Kimia dan Fisik Tepung Porang Kasar, Kadar kalsium oksalat pada tepung
Tepung Porang Perlakuan Terbaik, dan perlakuan terbaik (0,19 % setara dengan
Tepung Glukomanan Komersial 190mg/100g bahan) memiliki kadar yang
lebih rendah dibandingkan tepung kontrol
Jenis Tepung yang tidak diberi perlakuan (2,11 % setara
Porang Porang Glukoma dengan 2110mg/100g bahan) (Tabel 6).
Parame
Kasar Terbaik nan Kadar kalsium oksalat pada tepung
ter
(%) (%) Komersi glukomanan komersial juga jauh lebih kecil
al (%) (0,08 % setara dengan 80mg/100g bahan)
Kadar dibandingkan dengan tepung porang hasil
9,82 13,43 8,25
Air pencucian terbaik. Kalsium oksalat
Abu 3,49 0,49 0,37 merupakan salah satu senyawa yang tidak
Pati 2,90 1,98 0,27 diharapkan pada tepung porang. Efek kronis
Protein 2,70 1,47 0,63 konsumsi bahan pangan yang mengandung
Lemak 1,69 0,81 0,79 oksalat adalah terjadinya endapan kristal
Kalsium kalsium oksalat dalam ginjal dan
2,11 0,19 0,08
Oksalat membentuk batu ginjal. Dosis yang mampu
Glukom menyebabkan pengaruh yang fatal adalah
64,77 81,72 92,51
anan antara 10-15 gram (Noor, 1992), sementara
Derajat Noonan dan Savage (1999) menyebutkan
Warna 49,49* 49,45* 62,86* bahwa asupan harian oksalat maksimum
Putih sebesar 70 – 150 mg/hari.
Viskosit Kadar glukomanan tepung porang
4800** 7400** 11000**
as perlakuan terbaik menunjukkan peningkatan
Kecepat jika dibandingkan dengan tepung porang
an larut 1319*** 877*** 40***
kasar dari 64,77% menjadi 81,72 %.
Keterangan : Peningkatan ini diimbangi dengan semakin
* tanpa satuan, dimana nilai 100 diasumsikan sebagai menurunnya komponen-komponen non
warna putih
glukomanan lainnya, seperti kadar oksalat,
** dalam c.Ps dengan konsentrasi larutan 1%
***dalam detik kadar protein, kadar lemak, kadar abu dan
kadar pati (Tabel 6). Hasil ini sesuai dengan
Perlakuan terbaik terdapat pada teori Takigami (2000) bahwa proses
tepung porang yang melalui pencucian pemurnian tepung porang dengan pencucian
tingkat 3 selama 4 jam dengan kadar oksalat etanol sangat efektif dalam mengurangi
0,19 %, kadar glukomanan 81,72 %, derajat komponen-komponen pengotor yang berada
warna putih mencapai 49,45 dan viskositas di permukaan granula glukomanan, sebagai
sebesar 7400 c.Ps (Tabel 6). Tepung persiapan sebelum tepung porang
perlakuan terbaik ini selanjutnya akan mengalami perlakuan alkali.
dianalisa kadar protein, kadar abu, kadar pati, Derajat warna putih pada tepung
kadar lemak, dan dibandingkan dengan porang hasil pencucian relatif sama denga
tepung porang kasar untuk mengetahui tepung porang kasar tanpa perlakuan
tingkat penurunan komponen selain pencucian, yaitu 49,45 dan 49,49 (Tabel 6).
glukomanan, serta dibandingkan dengan Hasil ini dipengaruhi oleh adanya
kandungan fraksi ringan yang disebut tobiko
pada tepung porang kasar, dimana fraksi perlakuan pencucian terhadap penurunan
ringan ini memiliki derajat warna putih komponen-komponen non glukomanan yang
mencapai 56,77±0,04. Beberapa faktor yang dianggap sebagai pengotor. Pengamatan
dapat mempengaruhi tampilan warna pada secara kualitatif juga dilakukan untuk
tepung porang, antara lain adalah bahan mendukung hasil yang diperoleh dari analisa
baku, dimana warna daging umbi porang kuantitatif, yaitu dengan cara pengamatan
memiliki kecenderungan kuning kemerahan melalui Scanning Electron Microscopy
(Othsuki, 1968 dalam Syaefullah,1990), (SEM).
proses pengolahan dari umbi hingga tepung,
meliputi perendaman dengan Natrium
metabisulfit untuk meningkatkan kecerahan,
lama pengeringan dan metode pengeringan
yang digunakan, serta lama penumbukan.
Viskositas tepung porang hasil
pencucian (7400 c.Ps) lebih tinggi daripada
tepung porang kasar (4800 c.Ps), namun
(a) (b)
demikian viskositas keduanya masih jauh
berbeda apabila dibandingkan dengan
tepung glukomanan komersial yang
viskositasnya mencapai 11000 c.Ps (Tabel
6). Tinggi rendahnya viskositas tepung
porang erat kaitannya dengan kadar
glukomanan yang terkandung di dalamnya.
Hal ini menunjukkan bahwa proses (c)
Gambar 1. Pengamatan Granula Glukomanan
pencucian dengan etanol bertingkat ini
dengan menggunakan SEM, (a) Tepung porang
mampu meningkatkan kadar kemurnian kasar, (b) Tepung porang perlakuan terbaik, (c)
glukomanan sehingga viskositasnya Tepung glukomanan komersial
meningkat. Tingginya viskositas pada
tepung glukomanan komersial diduga karena Gambar 1 menunjukkan bahwa
tepung glukomanan mengalami proses ukuran granula pada tepung porang kasar
pengolahan yang berbeda dengan tepung maupun tepung porang hasil pencucian
porang, dimana tepung glukomanan memiliki ukuran granula yang relatif sama
umumnya melalui metode pemurnian yang dan keduanya jauh lebih besar daripada
lebih tinggi daripada pencucian dengan tepung glukomanan komersial. Pengukuran
etanol bertingkat. Tepung glukomanan lebih lanjut secara acak terhadap 5 granula
diperoleh dengan cara ekstraksi pada kondisi menghasilkan rerata ukuran granula
alkali, dilanjutkan dengan proses presipitasi glukomanan pada tepung porang berkisar
(pengkristalan kembali) dengan etanol 80% antara 332,8 – 400,8 (±28,78) µm.
untuk menghasilkan glukomanan, yang Sedangkan ukuran granula tepung
kemudian dikeringkan (Othsuki, 1968 dalam glukomanan komersial lebih tidak beraturan
Syaefullah, 1990). dengan kisaran antara 75,39 – 156,5
(±34,51) µm. Kecilnya ukuran granula pada
Pengamatan SEM tepung glukomanan komersial tersebut
Pengamatan terhadap tepung porang diduga mempengaruhi kecepatan larutnya
dilakukan secara kuantitatif melalui analisa menjadi jauh lebih singkat (40 detik), jika
kimiawi untuk mengetahui efektivitas dibandingkan tepung porang hasil pencucian
yang mencapai 877 detik, bahkan pada
tepung porang kasar selama 1319 detik 2. Penelitian selanjutnya disarankan untuk
(Tabel 6). melakukan tingkat pencucian pada
kondisi volume pelarut dan konsentrasi
PENUTUP pelarut yang sama, sehingga efek tingkat
Kesimpulan pencucian dapat diketahui lebih jelas.
1. Hasil penelitian menunjukkan interaksi 3. Waktu kontak pencucian yang terlalu
antara tingkat pencucian dan lama lama sehingga sulit diaplikasikan,
kontak pada proses pencucian tepung disarankan menggunakan metode
porang dengan etanol memberikan ultrasonik selama proses pencucian yang
pengaruh sangat nyata (α=0,01) terhadap diduga mampu mempersingkat waktu
kadar oksalat dan viskositas. kontak.
2. Kadar glukomanan dan derajat warna 4. Proses pengeringan dengan oven listrik
putih menunjukkan perbedaan sangat masih terlalu lama sehingga berpengaruh
nyata (α=0,01) akibat perlakuan tingkat pada warna tepung, disarankan
pencucian, namun interaksinya tidak menggunakan pengering vakum pada
menunjukkan beda nyata. penelitian selanjutnya.
3. Tepung porang perlakuan terbaik
diperoleh pada pencucian tingkat 3 DAFTAR PUSTAKA
selama 4 jam. Tepung porang pencucian
terbaik ini memiliki rerata kadar kalsium Aldera, M. 2010. Ekstraksi Glukomanan
oksalat (0,19%), kadar glukomanan dari Tepung Porang
(81,72%), derajat viskositas (7400 c.Ps), (Amorphophallus oncophyllus)
dan derajat warna putih (49.45). dengan Metode Ultrasonik ( Kajian
4. Hasil pengamatan Scanning Elektron Proporsi Tepung Porang dan Lama
Microscopy (SEM) menunjukkan bahwa Ekstraksi ). Skripsi. Fakultas
ukuran granula glukomanan tepung Teknologi Pertanian. Universitas
porang lebih besar (332,8–400,8 ±28,78 Brawijaya. Malang
µm) dibandingkan granula tepung Arifin, M. A. 2001. Pengeringan Kripik
glukomanan komersial (75,39–156,5 Umbi Iles-iles Secara Mekanik Untuk
±34,51 µm), yang memberikan pengaruh Meningkatkan Mutu Keripik Iles-iles.
terhadap kecepatan larutnya. Thesis. Teknologi Pasca Panen. PPS.
5. Kecepatan larut tepung glukomanan IPB
komersial yaitu 40 detik, sedangkan Ashadi,R. W. dan H. Thaheer. 2005.
pada tepung porang hasil pencucian Sintesis dan Karakterisasi
mencapai 877 detik, dan pada tepung Biodegradable Hydrogel dari
porang kasar selama 1319 detik. Amorphopallus oncophyllus. Fakultas
Agribisnis dan Teknologi Pangan.
Saran Universitas Djuanda. Bogor
1. Ukuran granula tepung porang yang Chan and Albert, 2008. The World of Food
dihasilkan masih terlalu besar sehingga Science Konjac Part I: Cultivation to
kecepatan larutnya relatif lama, Commercialization of
disarankan pada penelitian selanjutnya Component.New York
untuk melakukan proses pengecilan Desroisier, N. W. 1998. Teknologi
ukuran granula tepung glukomanan Pengawetan Pangan. UI Press.
tanpa merusak karakteristik fisik dan Jakarta.
kimia tepung porang yang diharapkan.
Gadizza, C. 2009. Pengaruh Pemurnian Shimizu,M. and H. Shimahara. 2004.
Secara Kimiawi Terhadap Method Of Selective Separation Of
Karakteristik Fisik dan Kimia Konjac Fluor From The Tubers Of
Tepung Porang (Amorphophallus Amorphophallus Konjac.
oncophyllus) (Kajian Jenis Garam). http://codex.foodnara.go.kr/lib/base_do
Skripsi. FTP. Universitas Brawijaya. wn.jsp?dr=eu&fn=konjac%2 gum.pdf.
Malang Tanggal akses 14 Mei 2006
Gamse, T. 2002. Liqiud-Liquid Sugiyama, N., S. Shimara, and T. Ando.
Extraction and Solid-Liquid 1971. Studies on Mannan and
Extraction. Institute of Thermal Related Compounds I. The
Process and Enviromental Engineering. Purification of Konjac Mannan.
Graz University of Technology. Bulletin Chem. Soc. Of Japan45:561-56
Grosch and Belitz. 1987. Food Chemistry. Sulaeman, R. A. 2006. Porang,
Springer Verslog. Berlin Sejahterakan Warga Sekaligus
Hetterscheid, W. 1996. Amorphallus : Lestarikan Hutan Klangon.
Introduction and Toxonomic http://www.kompas.co.id/kompas-
Description. International Aroid cetak/0401/19/humaniora/808458.htm.
Society. Tanggal akses 2 februari 2010
http://www.aroid.org/genera.amorphop Syaefullah, M. 1990. Studi Karakterisasi
hallus/amintro.html. tanggal akses 29 Glukomannan dari
Maret 2009 Sumber ”Indogenous” Iles-iles
Johnson, A., 2005. Konjac - An Amorphophallus oncophyllus dengan
Introduction. http://www.konjac.info/ . Variasi Proses Pengeringan dan
Tanggal Akses 28 Maret 2009 Dosis Perendaman. Thesis. Fakultas
Kusumawardhani, P. A. E. 2007. Pascasarjana. IPB..Bogor.
Karakteristik Fisik Kimia Tepung Takigami, S. 2000. Konjac Mannan.
Porang (Amorphophallus Dalam G.O. Phillips; and P.A. Williams,
oncophyllus) Hasil Fraksinasi dengan Eds. Handbook of Hydrocolloids, pp.
Metode Hembusan (Blower). Skripsi. Woodhead. Cambridge.
FTP. Universitas Brawijaya. Malang. Winarno, F.G., 1993, Kimia Pangan dan
Noonan, S. C. and G.P. Savage. 1999. Gizi, Gramedia, Jakarta.
Oxalate content of Foods and Its Zeleny, M. 1982. Multiple Criteria
Effect on Humans. Asia Pasific J Clin Decision Making. Mc Graw-Hill. New
Nutr (1999) 8 (1): 64-74. York.
Ohtsuki, T. 1968. Studies on Reverse
Carbohydrates of Flour
Amorphophallus Species, with
Special Reference of Mannan.
Botanical Magazine Tokyo 81 : 119-
126
Peiying, L., Z. Shenglin, Z. Guohua , C. Yan,
O. Huaxue, H. Mei, W. Zhongfeng, X.
Wei, and P. Hongyi. 2002.
Professional Standart of The
Peoeple’ Republic of China for
Konjac Flour. NY/T : 494-2002

You might also like