You are on page 1of 11

Frid Agustinus et Akuakultur

Jurnal al. / Jurnal Akuakultur


Indonesia 9Indonesia 9 (2),
(2), 157–167 157–167 (2010)
(2010) 157

Kelimpahan dan keragaman jenis bakteri dalam air dan parameter imunitas
ikan nila merah yang dipelihara dalam sistem bioflok dengan kepadatan ikan
yang berbeda (25 ekor/m3, 50 ekor/m3, dan 100 ekor/m3)

Microbial abundance and diversity in water, and immune parameters of red


tilapia reared in bioflocs system with different fish density (25 fish/m3, 50
fish/m3, and 100 fish/m3)

Frid Agustinus, Widanarni, Julie Ekasari*

Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
Kampus IPB Darmaga, Bogor, Jawa Barat, Indonesia, Telp. +62 251 8628755, Fax. +62 251 8622941
*E-mail: j_ekasari@ipb.ac.id

ABSTRACT

The objective of this experiment was to study microbial abundance and diversity in the water, and immune
parameters of red tilapia Oreochromis sp. cultured in bioflok system with different fish stocking densities. The
experiment comprised of two different factors, carbon source addition (bioflocs and control), and fish stocking
density (25 fish/m3, 50 fish/m3, dan 100 fish/m3), with an experimental period of 99 days. Microbial load in
water was determined biweekly, whereas immune parameters represented by fish blood profile were measured
on day 0, 50, and 90. There was no significant difference in total bacteria count in the water of all treatments;
there was however a tendency shown by all treatments that the microbial load in water increased along with
the culture period. There were 4 genera of bacteria which particularly found in bioflok system, which are
Acinetobacter sp., Corynobacterium sp., Listeria sp., dan Pseudomonas sp, and are suggested to play a role in
bioflok formation. The percentage of phagocytic index of fish in bioflok system was higher than that in
control, and may indicate that bioflok may stimulate the fish immune system.

Keywords: bioflocs, red tilapia, bacteria, blood profile.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kelimpahan dan keragaman jenis bakteri dalam air dan
parameter imunitas ikan nila Oreochromis sp. yang dipelihara dalam sistem bioflok dengan kepadatan ikan
yang berbeda. Penelitian terdiri atas dua faktor perlakuan yaitu penambahan sumber carbon (bioflok dan
kontrol), dan padat penebaran ikan (25 ekor/m3, 50 ekor/m3, dan 100 ekor/m3) dengan lama waktu
pemeliharaan ikan selama 99 hari. Kelimpahan bakteri diukur setiap 2 minggu sekali selama masa
pemeliharaan. Parameter imunitas meliputi gambaran darah diukur dengan pengambilan contoh darah yang
dilakukan pada tiga ekor ikan pada hari ke 0, 50, dan 99. Kelimpahan bakteri pada semua perlakuan pada
setiap titik pengamatan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Semua perlakuan menunjukkan
kecenderungan peningkatan kelimpahan bakteri seiring dengan masa pemeliharaan. Terdapat 4 genus bakteri
yang hanya ditemukan pada kolam bioflok yaitu Acinetobacter sp., Corynobacterium sp., Listeria sp., dan
Pseudomonas sp yang diduga berperan dalam pembentukan bioflok. Persentase indeks fagositik pada ikan
dengan perlakuan bioflok lebih tinggi dibanding kontrol, yang mengindikasikan peran bioflok sebagai stimulus
sistem imun.

Kata kunci: bioflok, nila merah, bakteri, gambaran darah.

PENDAHULUAN merah juga merupakan komoditas ekspor


khususnya ke Singapura, Jepang dan
Ikan nila merah (Oreochromis sp.) Amerika Serikat sebagai substitusi ikan
merupakan salah satu komoditas perikanan kakap merah yang sangat digemari oleh
air tawar yang sudah cukup dikenal masyarakat di negara tersebut. Pada tahun
masyarakat. Dari aspek pasarnya, ikan nila 2010, Kementerian Kelautan dan Perikanan
158 Frid Agustinus et al. / Jurnal Akuakultur Indonesia 9 (2), 157–167 (2010)

(KKP) menargetkan peningkatan produksi imun ikan nila merah yang dipelihara dengan
ikan nila sebanyak 45,93% (KKP, 2010). sistem bioflok dengan kepadatan yang
Sehingga perlu penerapan sistem budidaya berbeda.
secara intensif bahkan super-intensif untuk
meningkatkan hasil produksi ikan nila. BAHAN DAN METODE
Menurut Avnimelech (2007) ada
pendekatan baru untuk meningkatkan Persiapan kolam budidaya
produktivitas akuakultur melalui peningkatan Penelitian dilakukan pada bak beton
kelangsungan hidup, efisiensi pakan dan berukuran (3x2x0,7)m3. Sebelum digunakan,
pertumbuhan ikan serta penurunan limbah kolam dibersihkan dan dikeringkan selama 1-
kegiatan akuakultur yaitu teknologi bioflok 2 hari kemudian diisi air hingga ketinggian
(BFT-Bioflocs technology). Bioflok merupa- 50cm. Setelah itu pada kolam perlakuan
kan suspensi yang terdapat di dalam air yang bioflok dilakukan pemberian 10 mg/l N
terdiri dari fitoplankton, bakteri, agregat dalam bentuk NH4Cl dan 1,8 mg/l P dalam
hidup, bahan organik dan pemakan bakteri bentuk KH2PO4 serta 25 mg/l C dalam
(Hargreaves, 2006; Avnimelech, 2007). bentuk molase dan dibiarkan tergenang
Prinsip utama yang diterapkan dalam dengan tetap diberikan aerasi selama
teknologi ini adalah manajemen kualitas air seminggu sebelum benih ikan ditebar dengan
yang didasarkan pada kemampuan bakteri tujuan menumbuhkan bioflok terlebih
heterotrof untuk memanfaatkan nitrogen baik dahulu. Pemberian aerasi dilakukan pada 16
organik maupun anorganik yang terdapat titik dan 24 titik berturut-turut untuk minggu
dalam air (Ekasari, 2009). Pada teknologi 1-8 dan 9-14.
bioflok, nitrogen anorganik dapat dikonversi
menjadi biomassa mikroba melalui Pemeliharaan ikan uji
penambahan karbon organik pada rasio Benih ikan nila merah ukuran 77,89±3,71
karbon nitrogen (C/N) tertentu. Pada C/N g per ekor ditebar dengan kepadatan 25
rasio >10 bakteri heterotrof akan memanfaat- ekor/m3, 50 ekor/m3 dan 100 ekor/m3 sesuai
kan nitrogen baik dalam bentuk organik perlakuan. Benih diperoleh dari Balai Besar
maupun anorganik. Biomassa bakteri Pengembangan Budidaya Air Tawar
heterotrof kemudian akan membentuk (BBPBAT) Sukabumi. Selama pemeliharaan,
agregat (flok) bersama dengan mikroba lain, ikan diberi pakan pelet (kadar protein 32%)
yang selanjutnya dimanfaatkan oleh orga- dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali
nisme budidaya. Adanya proses daur ulang sehari secara at satiation. Pemeliharaan
nutrien oleh mikroba menyebabkan efisiensi dilakukan selama 99 hari dengan sistem
pemanfaatan nutrien dalam pakan meningkat. minimum water exchange. Penambahan
Defoirdt et al., (2007) menyatakan bahwa molase dilakukan setiap hari dengan konsen-
bioflok dapat meningkatkan tingkat trasi disesuaikan dengan jumlah N dari pakan
kelangsungan hidup Artemia franciscana dari yang dimasukkan sehingga C/N rasio dalam
serangan luminescent vibriosis karena air diperkirakan mencapai 15 (De Schryver et
mengandung poly-β-hydroxybutyrate (PHB). al. 2008). Secara lengkap perlakuan
PHB merupakan polimer intraselular yang pemeliharaan ikan pada penelitian ini adalah
dihasilkan berbagai jenis mikrorganisme sebagai berikut:
yang berfungsi sebagai cadangan energi BFT 75 : Kepadatan 25 ekor/m3 dengan
untuk metabolisme ketika sumber energi penambahan molase
habis. Selain itu De Schryver et al. (2008) K 75 : Kepadatan 25 ekor/m3 tanpa
mengatakan bioflok dapat berfungsi sebagai penambahan molase
agen biokontrol patogen dan dapat berfungsi BFT 150 : Kepadatan 50 ekor/m3 dengan
sebagai prebiotik yang dapat meningkatkan penambahan molase
sistem imun ikan. K 150 : Kepadatan 50 ekor/m3 tanpa
Penelitian ini bertujuan untuk meng- penambahan molase
analisis kelimpahan dan keragaman bakteri BFT 300 : Kepadatan 100 ekor/m3 dengan
dalam media pemeliharaan dan kinerja sistem penambahan molase
Frid Agustinus et al. / Jurnal Akuakultur Indonesia 9 (2), 157–167 (2010) 159

K 300 : Kepadatan 100 ekor/m3 tanpa Untuk melihat perbedaan perlakuan maka
penambahan molase dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan’s
Multiple Range dengan menggunakan
Parameter pengamatan program komputer SAS V9.1. Analisa ragam
Selama pemeliharaan dilakukan analisis hanya dilakukan pada perlakuan kepadatan
mikrobiologi dan hematologi. Analisis 25 ikan/m3 dan 50 ikan/m3, sedangkan untuk
mikrobiologi meliputi kelimpahan dan iden- kepadatan 100 ikan/m3, analisa data
tifikasi bakteri dalam media pemeliharaan, dilakukan secara deskriptif karena tidak
sedangkan analisis hematologi meliputi total dilakukan ulangan akibat keterbatasan
leukosit, differensial leukosit, indeks tempat.
fagositik, dan total eritrosit.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi bioflok
Identifikasi bakteri dominan dilakukan Hasil
berdasarkan karakter fisiologi dan biokimia Kelimpahan dan jenis bakteri
(Cowan & Steel, 1974). Perhitungan kelim- Kelimpahan bakteri pada media peme-
pahan bakteri dalam media pemeliharaan liharaan menunjukkan hasil yang cenderung
setiap 2 minggu sekali. Air sampel diambil naik seiring dengan bertambahnya masa
dari kolom air dengan sedikit pengadukan pemeliharaan, kecuali pada minggu ke-6
menggunakan botol film. Setelah itu dimana bakteri pada perlakuan BFT 75 dan
dilakukan penghitungan kelimpahan bakteri BFT 150 mengalami penurunan kelimpahan
dengan menggunakan metode cawan sebar. yang cukup tajam (Gambar 1). Secara umum,
Air sampel diencerkan melalui pengenceran kelimpahan bakteri untuk semua perlakuan
berseri 10 -1, 10 -2, 10-3, dan seterusnya, lalu pada awal pemeliharaan hampir sama,
disebar ke dalam cawan petri, diinkubasikan berkisar antara 102 hingga 103 CFU/ml,
selama 24 jam, dan dihitung jumlah koloni namun pada akhir pemeliharaan terjadi
yang terbentuk. Kemudian total bakteri pada peningkatan hingga 108-10 12 CFU/ml, dan ini
media pemeliharaan dihitung dengan terjadi baik pada perlakuan bioflok maupun
menggunakan rumus: kontrol.
Selain terhadap kelimpahan, bakteri yang
Total Bakteri =  koloni x x
tumbuh dominan (tumbuh pada pengenceran
Keterangan : fp = faktor pengenceran terendah) pada setiap pengambilan sampel
diidentifikasi berdasarkan morfologi koloni
Parameter hematologi dan sel serta sifat fisiologi dan biokimia.
Pemeriksaan kesehatan ikan dilakukan Hasil identifikasi terhadap 37 isolat bakteri,
melalui pengamatan kondisi hematologi. baik pada perlakuan bioflok maupun kontrol
Parameter hematologi yang diukur meliputi diperoleh 11 genus bakteri yaitu Entero-
total leukosit (Blaxhall & Daisley, 1973), bacter sp., Bacillus sp., Streptococcus sp.,
differensial leukosit (Svobodova & Acinetobacter sp., Kurthia sp., Eubacterium
Vykusova, 1991), indeks fagositik (Anderson sp., Pseudomonas sp., Corynobacterium sp.,
& Siwicki, 1993), dan total eritrosit (Blaxhall Alcaligenes sp., Staphylococcus sp., Listeria
& Daisley, 1973). Pengambilan darah sp. (Tabel 1) Secara umum, jenis bakteri
dilakukan pada hari ke-0, hari ke-50 dan hari yang tumbuh pada kolam bioflok lebih
ke-99. beragam dibanding kontrol, selain itu
terdapat 4 genus bakteri yang hanya
Analisis data ditemukan pada kolam bioflok yaitu
Data yang diperoleh dianalisis dengan Acinetobacter sp., Corynobacterium sp.,
menggunakan rancangan acak kelompok Listeria sp., dan Pseudomonas sp.
faktorial dengan selang kepercayaan 95%.
160 Frid Agustinus et al. / Jurnal Akuakultur Indonesia 9 (2), 157–167 (2010)

Gambar 1. Kelimpahan bakteri pada media air pemeliharaan ikan nila merah (Oreochromis sp.) yang
dipelihara dengan teknologi bioflok (BFT) dan kontrol pada tingkat kepadatan berbeda (25, 50, 100 ekor/m3).

Tabel 1. Hasil identifikasi bakteri pada air media pemeliharaan ikan nila merah (Oreochromis sp.) yang
dipelihara dengan teknologi bioflok (BFT) dan kontrol pada tingkat kepadatan berbeda (25, 50, 100 ekor/m3)

Genus BFT Kontrol


75 150 300 75 150 300
Acinetobacter sp. + + + - - -
Alcaligeness sp. + + - + + -
Bacillus sp. - + - + - +
Corynobacterium sp. + - - - - -
Enterobacteria sp. + + - + + +
Eubacterium sp. - - - - + -
Kurthia sp. - + - - + +
Listeria sp. + - + - - -
Pseudomonas sp. + + + - - -
Staphylococcus sp. - - + - - -
Streptococcus sp. - - - + - -

Hematologi Ikan K 150 (8,9x10 4 sel/mm3) dan K 300 (9,2x104


Sel darah putih (leukosit) sel/mm3).
Hasil pengamatan jumlah sel darah putih
pada hari ke-50 menunjukkan bahwa Differensial leukosit
kepadatan memberi pengaruh yang berbeda Hasil pengamatan pada hari-50
nyata (P<0,05) terhadap jumlah sel darah menunjukkan bahwa kepadatan memberikan
putih (Gambar 2). Nilai tertinggi terdapat pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) ter-
pada BFT 150 (7,6x104 sel/mm3), sedangkan hadap neutrofil dan jumlah sel darah putih,
nilai terendah pada K 75 (5,5x104 sel/mm3). dimana semakin tinggi kepadatan semakin
Pada hari-99, pemberian molase juga tinggi nilai neutrofil dan sel darah putih
memberikan pengaruh yang berbeda nyata (Gambar 3).
(P<0,05) antara bioflok dan kontrol terhadap Sedangkan pada hari ke-99, baik
jumlah sel darah putih. Perlakuan bioflok kepadatan maupun pemberian molase
mengalami perbaikan pada semua perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata
yaitu BFT 75 (7,7x104 sel/mm3), BFT 150 (P<0,05) terhadap jumlah neutrofil. Nilai
(8,1x104 sel/mm3) dan BFT 300 (8,0x104 neutrofil pada kontrol mengalami pening-
sel/mm3), lebih rendah dibandingkan per- katan sebesar 30,50% (K 75), 40% (K 150),
lakuan kontrol yaitu K 75 (9,7x10 4 sel/mm3), 42% (K 300) dibandingkan perlakuan bioflok
yaitu 18% (BFT 75), 24,33% (BFT 150),
26% (BFT 300).
Frid Agustinus et al. / Jurnal Akuakultur Indonesia 9 (2), 157–167 (2010) 161

Gambar 2. Jumlah sel darah putih ikan nila merah (Oreochromis sp.) yang dipelihara dengan teknologi bioflok
(BFT) dan kontrol pada tingkat kepadatan berbeda (25, 50, 100 ekor/m3).

Gambar 3. Persentase jumlah neutrofil ikan nila merah (Oreochromis sp.) yang dipelihara dengan teknologi
bioflok (BFT) dan kontrol pada tingkat kepadatan berbeda (25, 50, 100 ekor/m3).

Hasil pengamatan limfosit pada hari ke-50 300 yaitu 9% dan terendah pada BFT 75 dan
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan K 75 yaitu 7%.
yang nyata antar perlakuan (P>0,05) dengan Hasil pengamatan trombosit pada hari ke-
kisaran 40-51%. Namun demikian hasil 50 dan hari ke-99 menunjukkan bahwa tidak
pengamatan pada hari ke-99 menunjukkan ada perbedaan yang nyata antar perlakuan
bahwa ke-padatan dan pemberian molase (P>0,05) terhadap jumlah trombosit dengan
memberikan pengaruh nyata (P<0,05) kisaran 4-7% (Gambar 6).
terhadap limfosit. Nilai limfosit pada BFT 75
(56%), BFT 150 (49%), BFT 300 (46%) Indeks fagositik
mengalami pening-katan yang lebih tinggi Hasil pengamatan pada hari ke-50 dan
dibandingkan kontrol, yaitu K 75 (44%), K hari ke-99 menunjukkan bahwa pemberian
150 (32%) dan K 300 (31%) (Gambar 4). molase memberikan pengaruh yang nyata
Hasil pengamatan monosit pada hari ke- (P<0,05) terhadap indeks fagositik. Pada hari
50 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan ke-50, nilai indeks fagositik pada perlakuan
yang nyata antar perlakuan (P>0,05) dengan bioflok mengalami peningkatan lebih besar
kisaran antara 7-10 % (Gambar 5). Namun (12-20%) dibandingkan kontrol (7-15%).
hasil pengamatan pada hari ke-99 menunjuk- Selanjutnya pada hari ke-99, persentase
kan bahwa kepadatan memberikan pengaruh indeks fagositik perlakuan bioflok terus
nyata (P<0,05) terhadap jumlah monosit mengalami peningkatan dibandingkan
dengan nilai tertinggi pada K 150 dan BFT kontrol, yaitu tertinggi pada perlakuan BFT
150 (30%) dan yang terendah pada perlakuan
K 300 (16%) (Gambar 7).
162 Frid Agustinus et al. / Jurnal Akuakultur Indonesia 9 (2), 157–167 (2010)

Gambar 4. Persentase jumlah limfosit ikan nila merah (Oreochromis sp.) yang dipelihara dengan teknologi
bioflok (BFT) dan kontrol pada tingkat kepadatan berbeda (25, 50, 100 ekor/m3)

Gambar 5. Persentase jumlah monosit ikan nila merah (Oreochromis sp.) yang dipelihara dengan teknologi
bioflok (BFT) dan kontrol pada tingkat kepadatan berbeda (25, 50, 100 ekor/m3).

Gambar 6. Persentase jumlah trombosit ikan nila merah (Oreochromis sp.) yang dipelihara dengan teknologi
bioflok (BFT) dan kontrol pada tingkat kepadatan berbeda (25, 50, 100 ekor/m3).

Sel darah merah (eritrosit) pengaruh nyata (P>0,05) terhadap jumlah


Hasil pengamatan pada hari ke-50 dan eritrosit dengan kisaran 1,4 x 10 6 - 2,0 x 106
hari ke-99 menunjukkan bahwa kepadatan sel/mm3 (Gambar 8). Hasil analisa gambaran
dan pemberian molase tidak memberikan darah ikan nila merah pada penelitian ini
Frid Agustinus et al. / Jurnal Akuakultur Indonesia 9 (2), 157–167 (2010) 163

menunjukkan bahwa N:L rasio mengalami perlakuan kontrol lebih tinggi (Gambar 9)
peningkatan khususnya pada kontrol yaitu yaitu K 75 (0,97), K 150 (1,66), K 300 (1,77)
nilai tertinggi pada K 300 (1,13) dan nilai dibandingkan BFT 75 (0,55), BFT 150
terendah pada BFT 75 (0,69). Hal ini juga (0,76), BFT 300 (0,87).
nampak pada hari ke-99 yang menunjukkan

Gambar 7. Persentase indeks fagositik ikan nila merah (Oreochromis sp.) yang dipelihara dengan teknologi
bioflok (BFT) dan kontrol pada tingkat kepadatan berbeda (25, 50, 100 ekor/m3).

Gambar 8. Jumlah sel darah merah ikan nila merah (Oreochromis sp.) yang dipelihara dengan teknologi
bioflok (BFT) dan kontrol pada tingkat kepadatan berbeda (25, 50, 100 ekor/m3)

Gambar 9. Persentase nilai N:L rasio ikan nila merah (Oreochromis sp.) yang dipelihara dengan teknologi
bioflok (BFT) dan kontrol pada tingkat kepadatan berbeda (25, 50, 100 ekor/m3).
164 Frid Agustinus et al. / Jurnal Akuakultur Indonesia 9 (2), 157–167 (2010)

Pembahasan Acinetobacter sp., Corynobacterium sp. dan


Kinerja produksi dan kualitas air yang Pseudomonas sp. merupakan genus yang
diamati dalam penelitian ini meliputi sering ditemukan dalam flok. Pada perlakuan
kelangsungan hidup, pertumbuhan spesifik, bioflok, pertumbuhan bakteri mengalami
efisiensi pakan dipublikasikan pada berkala peningkatan akibat peran penambahan
lain (Widanarni et al., submitted) dengan molase sehingga menekan pertumbuhan
kisaran masing-masing paramereter sebagai fitoplankton.
berikut: 87,67%-97,78%; 0,51%-1,54%/hari; Hasil pengamatan mikroskopis menun-
44,15%-68,99%. Parameter kualitas air me- jukkan bahwa pada perlakuan bioflok tampak
nunjukkan bahwa konsentrasi total amonia plankton berkumpul bersama bakteri (flok).
nitrogen pada perlakuan kontrol lebih tinggi Menurut Nuchsin (2007), bakteri dan
(0,9-1,3 mg/l) dibandingkan perlakuan plankton selalu berkaitan. Bakteri meng-
bioflok (0,4-0,6 mg/l). Hasil pengukuran uraikan senyawa organik menjadi nutrisi
suhu air pada semua bak perlakuan berkisar yang akan dimanfaatkan oleh fitoplankton
28oC. Nilai DO menunjukkan kisaran 4,0-5,3 untuk pertumbuhannya, sedangkan fito-
mg/l. plankton memberikan material organik untuk
Hasil pengamatan kelimpahan bakteri pertumbuhan bakteri sebagaimana yang
pada perlakuan bioflok khususnya BFT 150 dijelaskan oleh Avnimelech (2007) bahwa
menunjukkan kecenderungan yang me- pada kolam dengan sistem bioflok, bakteri
ningkat yakni dari 102 CFU/ml pada awal heterotrof dan alga ditumbuhkan bersama-
pengamatan menjadi 1012 CFU/ml pada akhir sama dalam flok di bawah kondisi terkontrol
pengamatan. Hal serupa juga terjadi pada pada kolam budidaya dengan zero atau
penelitian yang dilakukan oleh Rohmana minimal pertukaran air. Secara alami,
(2009), bahwa kelimpahan bakteri pada plankton berkumpul diantara bakteri dan
perlakuan yang diberi molase mengalami nanoflagelata heterotrof kira-kira 10-70% di
peningkatan sebesar 107 CFU/ml diban- bawah kolom air (Bloem et al., 1989).
dingkan kontrol sebesar 10 5 CFU/ml. Namun Hasil pengamatan hematologi ikan selama
pola kelimpahan bakteri pada penelitian ini pemeliharaan menunjukkan bahwa jumlah
hampir sama baik pada bioflok maupun sel darah putih semua perlakuan memiliki
kontrol. Kelimpahan bakteri yang relatif kecenderungan meningkat dengan semakin
sama antara perlakuan bioflok dan kontrol bertambahnya waktu pemeliharaan. Hasil
diduga karena bakteri yang tumbuh pada pengukuran sel darah putih (leukosit) pada
perlakuan bioflok lebih banyak dimakan oleh hari ke-50 menunjukkan bahwa kepadatan
ikan dalam bentuk flok sehingga yang tersisa memberi pengaruh yang nyata (P<0,05)
dalam air relatif sama dengan kontrol. Pola terhadap jumlah leukosit. Hasil pengamatan
kelimpahan bakteri yang relatif sama diduga selanjutnya pada hari ke-99 menunjukkan
karena dari semua bakteri yang ada di bahwa jumlah leukosit pada kontrol lebih
lingkungan, hanya sekitar 1% saja yang tinggi dibandingkan perlakuan bioflok yang
dapat ditumbuhkan atau dikultur pada media mengindikasikan ikan kontrol mengalami
buatan di laboratorium (Schulze et al., 2006), stres.
sehingga pengamatan dengan pendekatan Gambaran sel darah putih berhubungan
molekuler, baik untuk bakteri yang bisa langsung dengan differensial leukosit.
dikultur atau tidak, akan dapat memberikan Penyebab meningkatnya jumlah leukosit bisa
hasil yang lebih akurat. disebabkan oleh peningkatan jumlah salah
Hasil identifikasi bakteri terhadap 37 satu jenis leukosit (Dharmawan, 2002).
isolat yang diperoleh menunjukkan ada 11 Differensial leukosit meliputi neutrofil,
genus bakteri. Pada perlakuan bioflok limfosit, monosit dan trombosit. Hasil
ditemukan 4 genus bakteri yang tidak pengamatan terhadap neutrofil menunjukkan
ditemukan pada perlakuan kontrol yaitu perlakuan kontrol memiliki nilai yang lebih
Acinetobacter sp., Corynobacterium sp., tinggi dibandingkan perlakuan bioflok
Listeria sp., Pseudomonas sp. Menurut dimana baik kepadatan dan molase
Sterrit dan Lester (1988), bakteri memberikan pengaruh yang berbeda nyata.
Frid Agustinus et al. / Jurnal Akuakultur Indonesia 9 (2), 157–167 (2010) 165

Semakin tinggi kepadatan ikan memper- tukak karena trombosit diproduksi agar darah
lihatkan semakin tinggi nilai neutrofil, yang dapat membeku dengan mengeluarkan
menandakan ikan mengalami stres. Menurut trombloplastin yang menghasilkan enzim
Schalm et al. (1975), kortisol dapat me- polimer dan fibrinogen.
rangsang peningkatan produksi neutrofil dari Hasil pengamatan terhadap indeks
sumsum tulang di mana tubuh merespons fagositik menunjukkan bahwa perlakuan
adanya perubahan dengan melakukan proses bioflok memiliki nilai yang lebih tinggi
adaptasi melalui peningkatan kadar neutrofil dibandingkan perlakuan kontrol, bahkan hasil
dalam darah. uji statistik menunjukkan bahwa pemberian
Kannan (2000) melaporkan bahwa indeks molase memberi pengaruh nyata (P<0,05)
stres dapat ditentukan dari perbandingan terhadap indeks fagositik. Hal ini diduga
antara persentase neutrofil dan limfosit (N:L karena tingkat stres ikan pada perlakuan
rasio) di mana hewan yang mengalami stres bioflok lebih rendah dibandingkan perlakuan
mempunyai N:L rasio lebih tinggi kontrol. Menurut Endo et al. (2002),
dibandingkan dengan hewan normal. Nilai menurunnya tingkat stres pada ikan akan
N:L rasio mengalami peningkatan khususnya mempengaruhi rendahnya plasma kortisol,
pada kontrol diduga disebabkan oleh stres meningkatnya aktivitas fagositik pada
yang mungkin disebabkan kondisi kualitas makrofag dan tingginya produksi antibodi.
air dan kepadatan ikan. Menurut Kannan Selain itu, diduga bioflok yang mengandung
(2000), dalam kondisi stres akan terjadi PHB dimakan oleh ikan dapat menjadi
peningkatan persentase neutrofil dan stimulus sistem imun pada ikan. Menurut
penurunan persentase limfosit. Tubuh Defoirdt et al. (2007), pemberian PHB pada
memberikan respons terhadap stres dengan Artemia franciscana dapat meningkatkan
menghasilkan hormon glukokortikoid. Salah tingkat kelangsungan hidup Artemia dari
satu kerja dari hormon ini adalah dapat serangan luminescent vibriosis, di mana PHB
menurunkan jumlah persentase limfosit. memberi manfaat di dalam usus epitelium
Hasil pengamatan monosit menunjukkan untuk lebih resisten terhadap patogen dan
kecenderungan penurunan pada setiap juga menghambat pertumbuhan patogen.
perlakuan. Penurunan atau peningkatan Nhan et al. (2010) menyatakan pemberian
monosit dapat menjadi salah satu indikasi naupli Artemia yang mengandung PHB untuk
infeksi penyakit. Namun demikian peng- makanan larva udang galah dapat
amatan secara visual pada tingkah laku dan meningkatkan kelangsungan hidup dan
morfologi ikan selama masa pemeliharaan pertumbuhan larva udang galah dibanding-
tidak menunjukkan adanya gejala infeksi kan kontrol. Meningkatnya indeks fagositik
penyakit tertentu. Menurut Dellman & menunjukkan adanya peningkatan kekebalan
Brown (1989), monosit akan berperan tubuh, sebagaimana diungkapkan oleh Carver
sebagai makrofag dan banyak dijumpai pada (1994), bahwa peningkatan kekebalan tubuh
daerah peradangan atau infeksi. Ellis et al. dapat diketahui dari peningkatan aktivitas sel
(1978) menyebutkan jumlah monosit dapat fagosit dari hemosit. Proses fagositosis yang
meningkat dalam waktu yang singkat (48 banyak ditemukan adalah ketika sel monosit
jam) setelah masuknya partikel asing ke atau neutrofil sedang memakan bakteri
dalam tubuh. Sedangkan nilai trombosit pada Staphylococcus aureus yang sengaja
setiap perlakuan masih menunjukkan nilai dicampurkan ke dalam darah pada saat
yang stabil. Hal ini mungkin disebabkan ikan pengamatan indeks fagositik.
selama pemeliharaan tidak mengalami Hasil secara deskritif khususnya pada hari
infeksi. Menurut Fujaya (2002), trombosit ke-99, jumlah sel darah merah ikan nila
tidak umum berada dalam komponen darah merah pada setiap perlakuan kontrol lebih
pada kondisi yang normal namun apabila tinggi dibandingkan perlakuan bioflok.
terjadi sesuatu yang mengejutkan, jumlah Namun hasil uji statistik menunjukkan bahwa
trombosit dapat meningkat tajam. Chinabut kepadatan dan pemberian molase tidak
et al. (1991) menambahkan bahwa trombosit memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05)
akan meningkat karena adanya hemoragi dan terhadap sel darah merah. Menurut Nabib
166 Frid Agustinus et al. / Jurnal Akuakultur Indonesia 9 (2), 157–167 (2010)

dan Pasaribu (1989) peningkatan eritrosit Carver, J.D., 1994. Dietary nucleotides:
menunjukkan ikan tersebut dalam kondisi celluler immune, intestinal and hepatic
stress. Hasil statistik juga menunjukkan system effect. J. Nutrition 124 (Suppl.1),
bahwa tidak ada interaksi antara variabel S144-148.
kepadatan dan pemberian molase terhadap Chinabut, S., Limsuwan, C., Sawat, P.K.,
jumlah sel darah putih (leukosit), nilai 1991. Histology of the walking catfish
neutrofil, nilai limfosit, nilai monosit, nilai Clarias batrachus. Thailand: Depart-
trombosit, nilai indeks fagositik, jumlah sel ment of Fisheries.
darah merah (eritrosit). Cowan, S., Steel, K., 1974. Manual for the
identification of medical bacteria 2 nd eds.
KESIMPULAN Cambrige: Cambridge University Press.
161-180p.
Secara umum hasil penelitian ini Defoirdt, T., Halet, D., Vervaeren, H., Boon,
menunjukkan bahwa kelimpahan bakteri N., Van de Wiele, T., Sorgeloos, P.,
tidak dipengaruhi secara nyata oleh Bossier, P., Verstraete, W., 2007. The
perlakuan bioflok, dan cenderung meningkat bacterial storage compound poly-β-
seiring dengan masa pemeliharaan. Empat hydroxybutyrate protects Artemia
genus bakteri Acinetobacter sp., Coryno- franciscana from pathogenic Vibrio
bacterium sp., Listeria sp., dan Pseudomonas campbellii. Environ. Microbiol. 9, 445–
sp hanya teridentifikasi pada perlakuan 452.
bioflok dan diduga berperan dalam Dellman, H.D., Brown, E.M., 1989. Buku
pembentukan bioflok. Sementara itu teks histologi veteriner I. Hartono R.
persentase indeks fagositik pada ikan dengan (Penerjemah) terjemahan dari Textbook
perlakuan bioflok lebih tinggi dibandingkan of veterinary histology. Jakarta: UI
dengan kontrol, yang mengindikasikan peran Press.
bioflok sebagai stimulus sistem imun. De Schryver, P., Crab, R., Defoirdt, T, Boon,
N., Verstraete, W., 2008. The basics of
DAFTAR PUSTAKA bio-flocs technology: The added value
for aquaculture. Aquaculture 277, 125-
Anderson, D.P., Siwicki, A.K., 1993. Basic 137.
haemotology and serology for fish health Dharmawan, N.S., 2002. Pengantar patologi
programs. Paper presented in second klinik veteriner. Cetakan II. Denpasar:
symposium on diseases in Asian Pelawa Sari.
aquaculture “aquatic animal health and Ekasari, J., 2009. Teknologi bioflok: teori
the environment”. Phuket, Thailand. 25- dan aplikasi dalam perikanan budidaya
29 th Oktober 1993. secara intensif. Jurnal Akuakultur
Avnimelech, Y., 2007. Feeding with Indonesia 8 (2), 117-127.
microbial flocs by tilapia in minimal Ellis, A.E., Roberts, R.J., Tytler, P., 1978.
discharge bio-flocs technology ponds. The anatomy and physiology of teleost.
Aquaculture 264, 140–147. Fish Pathology. London: Balliere
Blaxhall, P.C., Daisley, K.W., 1973. Routine Tindall. 13-54p.
haematological methods for use with fish Endo, M., Kumahara, C., Yoshida, T.,
blood. J. Fish Biology 5, 771-781. Tabata, M., 2002. Reduced stress and
Bloem, J., Ellenbroek, F.M., Bar-Gilissen, increased immune responses in Nile
M.J.B., Cappenberg, T.E., 1989. tilapia kept under self-feeding
Protozoan grazing and bacterial conditions. Fisheries Science 68, 253–
production in stratified Lake Vechten 257.
estimated with fluorescently labeled Fujaya, Y., 2002. Fisiologi ikan: dasar
bacteria and by Thymidine pengembangan teknologi perikanan.
incorporation. Appl. Environ. Biology Jakarta: Rineka Cipta. hlm 92.
55 (7), 1787–1795. Hargreaves, J.A., 2006. Photosynthetic
suspended-growth systems in aqua-
Frid Agustinus et al. / Jurnal Akuakultur Indonesia 9 (2), 157–167 (2010) 167

culture. Aquaculture Engineering 34, baikan kualitas air dan makanan udang
344–363. galah, Macrobrachium rosenbergii
Kannan, T.H., 2000. Transportation of goats: [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
effect on physiological stress response Schalm, O.W., Jain, N.C., Carrol., 1975.
and live weight loss. J. Animal Sci. 78, Veterinary hematology edisi 3rd eds.
1450-1457. Philadelphia : Lae & Febiger. 340-470p.
Nabib, R., Pasaribu, F.H., 1989. Patologi dan Sterritt, RM., Lester, J.N., 1988.
penyakit ikan, departemen pendidikan Microbiology for environmental and
dan kebudayaan. Direktorat Jenderal public health engineers. Great Britain :
Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Univer- St. Edmundsbury Press Ltd. 161p.
sitas Bioteknologi, Institut Pertanian Schulze, A.D., Alabi, A.O., Tattersall-
Bogor. Bogor: UPT Produksi Media Sheldrake, A.R., Miller, K.M., 2006.
Informasi LSI-IPB. Bacterial diversity in a marine hatchery:
Nhan, D.T., Wille, M., De Schryver, P., Balance between pathogenic and
Defoirdt, T., Bossier, P., Sorgeloos, P., potentially probiotic bacteria strains.
2010. The effect of poly β- Aquaculture 256, 50-73.
hydroxybutyrate on larviculture of the Svobadova, Z., Vykusova, B., 1991.
giant freshwater prawn Macrobrachium Diagnostics, prevention and theraphy of
rosenbergii. Aquaculture 302, 76-81. fish disease and intoxications.
Nuchsin, R., 2007. Distribusi vertikal bakteri Czechoslavakia: Research Institute of
dan kaitannya dengan konsentrasi Fish Culture and Hydrobiology
klorofil-a di perairan Kalimantan Timur. Vodnany.
Makara Sains 11(1), 10-15.
Rohmana, D., 2009. Konversi limbah
budidaya ikan lele, Clarias sp. menjadi
biomassa bakteri heterotrof untuk per-

You might also like