You are on page 1of 12

Tiarasari R | Rehabilitation and Disability Limitation Of Youth 22 Years Old Morbus Hansen

[ CASE REPORT ]

REHABILITATION AND DISABILITY LIMITATION


OF YOUTH 22 YEARS OLD MORBUS HANSEN
Riska Tiarasari
Faculty of Medicine, University of Lampung

Abstract

Indonesia is the third contributor to cases of leprosy in the world. Many ways can be done to minimize the
incidence of disability and prevent the increased severity of existing defects, like the early diagnosis and early
management of diseases. And then the education to the patient about the various things that can cause disability.
This study is descriptive. The primary data obtained through anamnesis (autoanamnesis and aloanamnesis of the
family which is the patient's father), physical examinations and home visits, complete the family data, and the
psychosocial environment. The assesment is based on early holistic diagnosis, the process and the end of
quantitative and qualitative studies. Aspect of internal risk was obtained, the transmission source is patient’s friend
who has the same disease and had been firstly diagnosed leprosy and had been together since childhood (a long
and close contact). In patient is found two cardinal sign which is the anesthetic skin lesions and thickening of
peripheral nerves. Patient is diagnosed with multibacillary Hansen Morbus type, because the anesthetic patches or
lesions of leprosy patients amounted to more than 5. Interventions to patient to perform daily skin care, hand and
foot protection and doing physiotherapy exercises as mentioned in the nonmedikamentosa management was done.
Patient is expected to keep doing the interventions that have been given (maintenance and skin care, hand and foot
protection as well as physiotherapy exercises) and routine control to the clinic. Patient's family is also expected to
continue to provide support and care for patient. It is expected that health centers can also educate patient and
always detect and prevent new defects.

Keywords: Disability prevention, education, family care medicine, leprosy

Abstrak

Indonesia masih menjadi penyumbang kasus kusta nomor 3 terbanyak di dunia. Banyak cara yang dapat dilakukan
untuk meminimalkan timbulnya cacat dan mencegah bertambah beratnya cacat yang sudah ada, diantaranya
dengan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit yang dilakukan secara dini, serta pemberian edukasi kepada pasien
tentang berbagai hal yang dapat menimbulkan kecacatan. Studi ini adalah deskriptif. Data primer diperoleh melalui
anamnesis (autoanamnesis dan auloanamnesis dari keluarga yaitu ayah pasien), pemeriksaan fisik dan kunjungan
rumah, melengkapi data keluarga, psikososial serta lingkungan. Penilaian berdasarkan diagnosis holistik dari awal,
proses dan akhir studi secara kuantitatif dan kualitatif. Aspek risiko internal didapatkan sumber penularan yaitu
pasien memiliki teman yang mempunyai penyakit yang sama yang telah didiagnosa kusta terlebih dahulu dan
beraktivitas bersama sejak kecil (kontak lama dan erat). Pada pasien ditemukan dua cardinal sign yaitu lesi kulit
yang anestesi dan penebalan saraf perifer. Pasien didiagnosa morbus hansen tipe Multibacillary, karena pada pasien
bercak atau lesi kusta yang mati rasa berjumlah lebih dari 5. Dilakukan intervensi kepada pasien untuk melakukan
pemeliharaan kulit harian, proteksi tangan dan kaki serta melakukan latihan fisioterapi seperti yang telah
disebutkan pada penatalaksanaan nonmedikamentosa. Pasien diharapkan tetap melakukan intervensi yang telah
diberikan (pemeliharaan dan perawatan kulit, proteksi tangan dan kaki serta latihan fisioterapi) dan rutin kontrol ke
puskesmas. Keluarga pasien juga diharapkan tetap memberikan dukungan dan merawat pasien. Diharapkan
puskesmas juga dapat mengedukasi pasien dan selalu mendeteksi dan mencegah timbulnya cacat yang baru.

Kata kunci: Edukasi, kusta, pelayanan kedokteran keluarga, pencegahan cacat.

Korespondensi : Riska Tiarasari |riskatiarasari@yahoo.co.id

J Medula Unila | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2014 Page 96


Tiarasari R | Rehabilitation and Disability Limitation Of Youth 22 Years Old Morbus Hansen

Pendahuluan 312.036, dan jumlah kasus baru pada


pertengahan tahun 2008 dilaporkan
Penyakit Morbus Hansen/Kusta/Lepra dari 121 negara sebanyak 249.007
adalah salah satu penyakit menular kasus. Sedangkan di Indonesia jumlah
yang sifatnya kronik dan dapat penderita pada tahun 2008 adalah
menimbulkan masalah yang sangat 17.243 kasus. Penyakit kusta dapat
kompleks. Masalah yang dimaksud menyebabkan deformitas dan
bukan hanya dari segi medis tetapi kecacatan, dimana hal ini timbul akibat
meluas sampai masalah sosial, beberapa faktor resiko antara lain tipe
ekonomi, budaya, keamanan dan penyakit kusta, lamanya penyakit aktif
ketahanan nasional. Penyakit kusta dan jumlah batang saraf yang terkena.
sampai saat ini masih ditakuti Kecacatan yang terjadi pada penderita
masyarakat, keluarga dan sebagian kusta disebabkan masih kurangnya
petugas kesehatan. Hal ini disebabkan pengetahuan/pengertian dan
masih kurangnya pengetahuan, kepercayaan yang keliru terhadap kusta
kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan kecacatan yang ditimbulkannya.6,7,8
dan cacat yang ditimbulkannya. 1,2,3

Diagnosis penyakit kusta didasarkan Banyak cara yang dapat dilakukan


atas gambaran klinis, bakterioskopis untuk meminimalkan timbulnya cacat
dan histopatologis. Diantara ketiganya, dan mencegah bertambah beratnya
diagnosis secara klinislah yang cacat yang sudah ada. Diantaranya
terpenting dan yang paling sederhana. dengan diagnosis dan penatalaksanaan
Untuk mendiagnosis penyakit kusta penyakit yang dilakukan secara dini.
pada seseorang, paling sedikit Demikian juga dengan pemberian
diperlukan satu cardinal sign. Tanpa edukasi kepada pasien tentang
menemukan suatu cardinal sign, kita berbagai hal yang dapat menimbulkan
hanya boleh mendiagnosis penyakit kecacatan sehingga tidak menimbulkan
penderita sebagai tersangka (suspek) cacat tubuh yang tampak
menyeramkan tersebut. 8,9,10
kusta. Penderita perlu diamati dan
diperiksa kembali setelah 3-6 bulan
sampai diagnosis kusta dapat
ditegakkan atau disingkirkan. 1,4,5 Kasus

Indonesia masih menjadi penyumbang Pasien, Tn.RI, 22 tahun, datang ke


kasus kusta nomor 3 terbanyak di Puskesmas Rawat Inap Kota Karang
dunia, setelah India dan Brasil. Pada bersama dengan orangtuanya untuk
tahun 2011, Indonesia melaporkan kontrol tiap bulan karena didiagnosis
20.023 kasus baru kusta. Berdasarkan terkena kusta. Pasien sudah menjalani
angka tersebut, jumlah kasus dengan pengobatan rutin setiap bulan, dan ini
kecacatan tingkat 2, yaitu cacat yang merupakan bulan ke 12. Pasien
kelihatan, berjumlah 2.025 orang. mengeluhkan mudah lelah jika
Menurut World Health Organization beraktivitas, sehingga 6 bulan terakhir
(WHO), bahwa di dunia kasus penderita pasien yang seorang lulusan SMA ini
kusta yang dilaporkan sebanyak

J Medula Unila | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2014 Page 97


Tiarasari R | Rehabilitation and Disability Limitation Of Youth 22 Years Old Morbus Hansen

berhenti bekerja pada sebuah SPBU Pasien memiliki kebiasaan merokok


dan hanya beraktivitas dirumah saja. sejak duduk di bangku SMP, ayah
pasien juga merokok. Makanan sehari-
Pasien mulai merasakan gejala kusta hari pasien cukup seimbang, namun
pada akhir tahun 2009, saat itu pasien pasien mengakui jarang berolahraga.
mengaku mati rasa atau terasa baal
pada paha kirinya, namun pasien tidak Berdasarkan pemeriksaan fisik
segera melakukan pengobatan ke didapatkan keadaaan umum: tampak
dokter karena pasien tidak merasa sakit sedang; suhu: 36 oC; tekanan
terganggu akan hal itu. Pasien hanya darah: 120/70 mmHg; frekuensi nadi:
menjalani pengobatan ke alternatif 90 x/menit; frekuensi nafas: 22
seperti pijat dan meminum jamu. x/menit; berat badan: 50 kg; tinggi
badan: 163 cm; status gizi:
Setelah 3 tahun kemudian mulai timbul normoweight (IMT: 18,86).
bercak keputihan yang menebal pada
paha kiri pasien dan semakin lama Status generalis didapatkan : kepala,
semakin menyebar ke tungkai bawah mata, telinga, hidung, mulut, leher,
maupun kaki kanan sampai kedua paru, jantung, abdomen dalam batas
tangan pasien. Sampai pada tahun normal. Pada manus digiti sinistra
2013 yaitu tepatnya pada bulan april clawing hand (+).
pasien berobat ke puskesmas kota
karang dan terdiagnosa kusta, lalu Status dermatologis didapatkan :
segera menjalani pengobatan. Lokasi
Regio ante brachii sinistra et dextra
Pasien tinggal di rumah bersama kedua Regio cruris sinistra et dextra
orangtuanya dan kedua adiknya. Tidak
ada keluarga pasien yang mengalami Inspeksi
hal serupa. Kedua orangtua pasien juga Makula hipopigmentasi berukuran
tidak mempunyai riwayat penyakit numular sampai plakat, lesi multiple
degeneratif seperti hipertensi, diabetes diskret sirkumskripta.
mellitus maupun osteoartritis.
Pada pemeriksaan penunjang
Pasien mengatakan terdapat seorang didapatkan
teman pasien yang mengalami kusta, 1. Pemeriksaan Saraf Tepi
pasien mengaku sehari-hari melakukan 1. N. Ulnaris
kegiatan dan beraktivitas bersama a) Pembesaran saraf (+)
temannya tersebut sejak kecil sampai b) Anestesi pada ujung jari
sekarang. Pasien mengaku tidak bagian anterior
mempunyai riwayat penyakit darah kelingking dan jari manis
tinggi, diabetes, asma ataupun penyakit (+)
kulit sebelumnya, namun pasien c) Clawing kelingking dan
mengaku jarang memeriksakan jari manis (+)
kesehatannya ke puskesmas terdekat
maupun rumah sakit.

J Medula Unila | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2014 Page 98


Tiarasari R | Rehabilitation and Disability Limitation Of Youth 22 Years Old Morbus Hansen

2. N. Medianus Diagnostik Holistik Awal


a) Pembesaran saraf (-) 1. Aspek Personal
b) Anestesi ujung jari - Alasan kedatangan: kontrol rutin
bagian anterior ibu jari dan pengambilan obat kusta.
telunjuk dan jari tengah - Kekhawatiran: cacat bertambah
(-) dan tidak dapat sembuh lagi
c) Adduksi ibu jari (-) - Harapan: cacat tidak bertambah
d) Clawing ibu jari, telunjuk dan dapat sembuh kembali
dan jari tengah (-) - Persepsi: cacat akan terus
e) Kontraktur ibu jari (-) bertambah dan cacat yang telah
3. N. Radialis ada tidak dapat disembuhkan
a) Anestesi dorsum manus 2. Aspek Klinik
(+) Morbus hansen tipe multibasiler
b) Tangan gantung (-) 3. Aspek Risiko Internal
c) Ekstensi jari jari atau − Sumber penularan : memiliki
pergelangan tangan (-) teman yang mempunyai
4. N. Poplitea Lateralis penyakit yang sama dan
a) Foot drop (-) beraktivitas bersama sejak kecil
5. N. Tibialis Posterior (kontak lama dan erat).
a) Anestesi pada telapak − Imunitas : kekebalan tubuh yang
kaki (+) rendah menyebabkan kuman
b) Anestesi pada region M.leprae tidak terfagosit dan
cruris 1/3 distal bagian menyerang monosit lalu
anterior (+) berkembang biak.
c) Clow toes (-) 4. Aspek Psikososial Keluarga
6. N. Facialis − Keluarga tidak mengucilkan dan
a) Legoftalmus (-) sangat membantu pasien dalam
proses penyembuhannya.
2. Pemeriksaan Sensitifitas 5. Derajat Fungsional: Derajat 2
a. Nyeri (Mampu melaksanakan pekerjaan
Menggunakan bagian tajam dan ringan sehari-hari di dalam dan
tumpul dari jarum pentul. luar rumah serta mulai mengurangi
Bagian lesi tidak dapat aktifitas kerja)
merasakan tajam dan tumpul
(+). Penatalaksanaan Selama Menjadi
b. Raba Keluarga Binaan
Menggunakan kapas. Bagian lesi
tidak dapat merasakan Nonmedikamentosa :
sentuhan kapas (+). a. Pemeliharaan kulit harian
c. Suhu 1. Mencuci tangan dan kaki setiap
Menggunakan tabung berisi air malam sesudah bekerja dengan
panas dan dingin. Bagian lesi sedikit sabun (jangan detergen)
tidak dapat membedakan panas 2. Merendam kaki sekitar 20 menit
dan dingin (+). dengan air dingin

J Medula Unila | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2014 Page 99


Tiarasari R | Rehabilitation and Disability Limitation Of Youth 22 Years Old Morbus Hansen

3. Kalau kulit sudah lembut, kaki Latihan lingkup gerak


digosok dengan karet busa agar sendi juga dikerjakan
kulit kering terlepas. pada jari-jari ke seluruh
4. Kulit dioles dengan minyak. arah gerak.
5. Secara teratur kulit diperiksa 2. Latihan aktif meluruskan
(adakah kemerahan, hot spot, jari-jari tangan dengan
nyeri, luka dan lain-lain) tenaga otot sendiri
b. Proteksi tangan dan kaki 3. Untuk tungkai lakukan
1. Tangan : peregangan otot-otot
 Menggunakan sarung tangan tungkai bagian belakang
waktu bekerja dengan cara berdiri
 Tidak merokok menghadap tembok,
 Tidak menyentuh mengayunkan tubuh
gelas/barang panas secara mendekati tembok,
langsung sementara kaki tetap
 Melapisi gagang alat-alat berpijak.
rumah tangga dengan bahan 4. Program latihan dapat
lembut ditingkatkan secara
2. Kaki umum untuk
 Menggunakan alas kaki mempertahankan
 Membatasi berjalan kaki, elastisitas otot,
sedapatnya jarak dekat dan mobilitas, kekuatan otot,
perlahan dan daya tahan.
 Meninggikan kaki bila
berbaring Medikamentosa :
- Rifampisin 600 mg setiap bulan,
c. Latihan fisioterapi diminum di depan petugas
Tujuan latihan adalah : - Diamino Diphenyl Suffone (DDS)
Mencegah kontraktur, 100 mg setiap hari, diminum di
meningkatkan fungsi gerak, rumah
meningkatkan kekuatan otot, - Klofazimin: 300 mg setiap bulan, di
meningkatkan daya tahan depan petugas, diteruskan 50 mg
(endurance) sehari, diminum di rumah.
1. Latihan lingkup gerak - Vitamin B compleks 3 x 1 tablet
sendi : secara pasif (50mg)
meluruskan jari-jari
menggunakan tangan Data Keluarga
yang sehat atau dengan Bentuk keluarga : Keluarga inti
bantuan orang lain, Disfungsi pada keluarga tidak
dipertahankan 10 detik, ditemukan.
dilakukan 5 – 10 kali per
hari untuk mencegah
kekakuan. Frekuensi
dapat ditingkatkan untuk
mencegah kontraktur.

J Medula Unila | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2014 Page 100


Tiarasari R | Rehabilitation and Disability Limitation Of Youth 22 Years Old Morbus Hansen

Genogram : dengan. Bentuk jamban jongkok. Lantai


kamar mandi bersih dan ventilasi cukup
sehingga udara dapat berganti.

Dilakukan intervensi kepada pasien,


dengan melakukan sebanyak 3x
kunjungan rumah. Intervensi meliputi
konseling dan edukasi terhadap
pencegahan cacat dan bertambah
beratnya cacat yang telah ada kepada
pasien dan keluarganya.

Diagnostik Holistik Akhir


1. Aspek Personal
- Alasan kedatangan: kontrol rutin
Gambar 1 . Genogram keluarga - Kekhawatiran: kekhawatiran
sudah berkurang
- Harapan: belum tercapai
maksimal
- Persepsi: cacat dapat dicegah
dan diatasi dengan melakukan
perawatan kulit, proteksi tangan
dan kaki serta latihan fisioterapi

2. Aspek Klinik
Gambar 2. Family Mapping Morbus hansen tipe multibasiler
(ICD X-A30)
Data Lingkungan Rumah
Tinggal bersama dengan kedua 3. Aspek Risiko Internal
orangtua dan kedua adiknya. Rumah - Sumber penularan : karena
berukuran 14m x 10m tidak bertingkat, aktifitas yang terbatas pasien
lantai keramik, dinding batu bata menjadi jarang kontak dengan
berlapis semen, penerangan dan sumber penularan, yaitu teman
ventilasi yang cukup. Rumah cukup pasien
bersih, penataan barang baik dan - Imunitas : meningkatkan
teratur, tidak cukup padat. Mereka kekebalan atau imunitas tubuh
tinggal di daerah lingkungan yang dengan istirahat, hidup sehat,
cukup padat penduduk, yang jarak dan makan makanan yang
antara rumah cukup berdekatan, bergizi.
namun cukup bersih.
4. Aspek Psikososial Keluarga
Sumber air minum dan air cuci/masak - Keluarga tidak mengucilkan dan
dari PAM, limbah dialirkan ke got, sangat membantu pasien dalam
memiliki satu kamar mandi dan satu proses penyembuhannya.
jamban yang terletak di dalam rumah

J Medula Unila | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2014 Page 101


Tiarasari R | Rehabilitation and Disability Limitation Of Youth 22 Years Old Morbus Hansen

5. Derajat Fungsional: Derajat 2 dan tidak dapat dikultur dalam media


(Mampu melaksanakan pekerjaan buatan.17
ringan sehari-hari di dalam dan
luar rumah serta mulai mengurangi Penyakit kusta dapat ditularkan dari
aktifitas kerja) penderita kusta tipe multibasilar (MB)
kepada orang lain dengan cara
penularan langsung. Cara penularan
Pembahasan yang pasti belum diketahui, tetapi
sebagian besar para ahli berpendapat
Kusta termasuk penyakit tertua. Kata bahwa penyakit kusta dapat ditularkan
kusta berasal dari bahasa India Kusta, melalui saluran pernafasan dan kulit.
dikenal sejak 1400 tahun sebelum Lebih dari 125 tahun setelah penemuan
Masehi. Kata Lepra ada disebut-sebut M. leprae, basil belum dibudidayakan
dalam kitab Injil, terjemahan dari secara in vitro. Diagnosis penyakit kusta
bahasa Hebrew zaraath, yang didasarkan pada hasil pemeriksaan fisik
sebenarnya mencakup beberapa dan biopsi kulit dan atau smear.18
penyakit kulit lainnya. Ternyata bahwa Smears Slit - kulit dapat dilakukan
berbagai deskripsi mengenai penyakit dengan membuat sayatan dangkal di
ini sangat kabur, apalagi jika kulit pada situs standar (telinga
dibandingkan dengan dengan kusta bilateral, siku, dan lutut), serta dari
yang kita kenal sekarang ini. Penyakit beberapa lesi kulit yang khas. Setelah
Kusta adalah penyakit infeksi yang irisan dibuat, permukaan bagian dalam
kronik, penyebabnya ialah dari luka lalu digores dengan pisau yang
Mycobacterium leprae yang intraselular dibagian sudut kanan ke sayatan.
obligat. Saraf perifer sebagai afinitas Setelah cairan jaringan dan jaringan
pertama, lalu kulit dan mukosa traktus dermal diperoleh dan ditransfer ke
respiratorius bagian atas, kemudian slide mikroskopis bersih secara
dapat kebagian organ lain kecuali melingkar. Setelah slide ini dilakukan
susunan saraf pusat. 11,12,13 pewarnaaan dengan Ziehl nelson dan
diberi minyak emersi, jumlah basil
Penyakit kusta dinamakan juga sebagai tahan asam dilihat di bawah mikroskop
Lepra, Morbus Hansen, Hanseniasis, ditentukan dan dinyatakan sebagai
Elephantiasis Graecorum, Satyriasis, "indeks bakteriologis".19,20,21
Lepra Arabum, Leontiasis, Kushta,
Melaats, Mal de San Lazaro. Diagnosis penyakit kusta didasarkan
Mycobacterium Leprae atau kuman pada gambaran klinis, bakteriologis dan
Hansen adalah kuman penyebab histopatologis. Dari ketiganya diagnosis
penyakit kusta yang ditemukan oleh klinis merupakan yang terpenting dan
sarjana dari Norwegia GH. Armauer paling sederhana. Sebelum diagnosis
Hansen pada tahun 1873.15,16 Kuman ini klinis ditegakkan, harus dilakukan
bersifat tahan asam, berbentuk batang anamnesa, pemeriksaan klinik
dengan ukuran 1-8 µ, lebar 0,2-0,5 µ, (pemeriksaan kulit, pemeriksaan saraf
biasanya berkelompok dan ada yang tepi dan fungsinya). Untuk menetapkan
tersebar satu-satu, hidup dalam sel diagnosis klinis penyakit kusta harus
terutama jaringan yang bersuhu dingin ada minimal satu tanda utama atau

J Medula Unila | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2014 Page 102


Tiarasari R | Rehabilitation and Disability Limitation Of Youth 22 Years Old Morbus Hansen

cardinal sign. Tanda utama tersebut Pasien didiagnosa morbus hansen (ICD
yaitu (Depkes RI, 2007) : 10-A30) sejak 12 bulan yang lalu oleh
RSUD Bandar Lampung dan dirujuk ke
a. Lesi kulit yang anestesi. petugas Puskesmas Kota Karang untuk
Macula atau plakat atau lebih jarang diberikan pengobatan. Pada pasien
pada papul atau nodul dengan ditemukan dua cardinal sign yaitu lesi
hilangnya rasa raba, rasa sakit dan suhu kulit yang anestesi dan penebalan saraf
yang jelas. Kelainan lain pada kulit yang perifer. Lesi kulit anestesi diperoleh
spesifik berupa perubahan warna dan saat pemeriksaan nyeri, raba dan suhu,
tekstur kulit serta kelainan pertumuhan pasien tidak dapat merasakan nyeri
rambut. ketika ditusuk dengan jarum pentul,
pasien tidak merasakan sentuhan raba
b. Penebalan saraf perifer. kapas, dan pasien tidak dapat
Penebalan saraf perifer sangat jarang membedakan suhu panas atau dingin.
ditemukan kecuali pada penyakit kusta. Penebalan sarf perifer ditemukan di N.
Pada daerah endemik kusta penemuan Ulnaris sinistra. Sejak pasien didiagnosa
adanya penebalan saraf perifer dapat morbus hansen, pasien rutin kontrol ke
dipakai untuk menegakkan diagnosis. puskesmas.
Untuk mengevaluasi ini diperlukan
latihan yang terus menerus, cara Penyakit kusta dapat diklasifikasikan
meraba saraf dan pada saat berdasarkan beberapa hal, yaitu
pemeriksaan perlu membandingkan (Emmy, 2006) :
dengan saraf. a.Manifestasi klinik yaitu jumlah lesi
pada kulit dan jumlah saraf yang
c. Ditemukannya M. Leprae. terganggu.
Mycobacterium Leprae dimasukkan b. Hasil pemeriksaan bakterioogis, yaitu
dalam family Mycobacteriaceace, ordo skin smear basil tahan asam (BTA)
Actinomycetales, klas Schyzomycetes. positif atau negatif.
Berbentuk pleomorf, lurus, batang
ramping dan sisanya berbentuk parallel Pada tahun 1982, sekelompok ahli
dengan kedua ujungnya bulat, ukuran WHO mengembangkan 2
panjang 1-8 mm dan lebar 0,3-0,5 mm. tipe/klasifikasi untuk memudahkan
basil ini menyerupai kuman berbentuk pengobatan di lapangan yaitu tipe
batang yang Gram positif, tidak Paucybacillary (PB) dan Multibacillary
bergerak dan tidak berspora. (MB) yang dibedakan seperti dalam
Mycobacterium Leprae terutama table dibawah ini (Depkes RI, 2005) :
terdapat pada kulit, mukosa hidung dan
saraf perifer yang superficial dan dapat
ditunjukkan dengan apusan sayatan
kulit atau kerokan mukosa hidung.
Secara klinis telah dibuktikan bahwa
basil ini biasanya tumbuh pada daerah
temperature kurang dari 37oC .

J Medula Unila | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2014 Page 103


Tiarasari R | Rehabilitation and Disability Limitation Of Youth 22 Years Old Morbus Hansen

Tanda Utama PB MB b. Penderita multi basiler (MB)


Bercak kusta. Jumlah Jumlah Dewasa : rifampisin 600 mg, clofazimin
1–5 >5 300 mg, dapson100 mg (diminum hari
Penebalan saraf Hanya Lebih pertama di depan petugas) dan
tepi yang disertai satu dari clofazimin 50 mg, dapson 100 mg
dengan saraf satu (diminum di rumah hari 2-28). Lama
gangguan fungsi. saraf pengobatan : 12-18 bulan (12 blister)
Sediaan apusan. BTA BTA Sedangkan anak dibawah 10 tahun,
Negatif Positif dosis MDT diberikan berdasarkan berat
badan, yaitu : rifampisin 10-15 mg/kg
Pasien didiagnosis morbus hansen tipe BB, dapson 1-2 mg/kg BB dan
Multibacillary, karena pada pasien clofazimin 1 mg/kg BB.
bercak atau lesi kusta yang mati rasa
berjumlah lebih dari 5. Penderita ini telah menyelesaikan
regimen pengobatan disebut RFT
Regimen pengobatan multi drug (release from treatment). Setelah RFT
therapy (MDT) dipergunakan di penderita tetap kusta PB selama 2
Indonesia, regimen ini berdasarkan tahun dan tipe kusta MB selama 5
rekomendasi WHO, yaitu : 22,23,24,25 tahun. Penderita kusta yang telah
melewati masa pengamatan setelah
a. Penderita pausi basiler (PB) RFT disebut RFC (release from control)
1). Penderita PB lesi 1 atau bebas dari pengamatan.
Diberi dosis tunggal ROM (rifampisin,
ofloxacin dan minosiklin). Pencegahan cacat atau prevention of
Dewasa 50-70 kg : rifampisin 600 mg, disabillity (POD) adalah suatu usaha
ofloxacin 400 mg dan minosiklin 100 untuk memberikan tindakan
mg pencegahan terhadap penderita agar
Anak 5-14 tahun : rifampisin 300 mg, terhindar dari risiko cacat selama
ofloxacin 200 mg dan minosiklin 50 mg perjalanan penyakit kusta, terutama
Pemberian pengobatan hanya sekali akibat reaksi kusta. Tujuan pencegahan
saja dan penderita digolongkan dalam cacat adalah jangan sampai terjadi
kelompok RFT (release from tretment). kecacatan yang timbul atau bertambah
Dalam program kusta di Indonesia, setelah penderita terdaftar dalam
regimen ROM ini tidak dipergunakan, pengobatan dan pengawasan.
penderita PB dengan 1 lesi diobati
seperti pada PB dengan 2-5 lesi. Terjadinya cacat pada penderita kusta
2). Penderita PB lesi 2-5 disebabkan oleh kerusakan fungsi saraf
Dewasa : rifampisin 600 mg, dapson tepi baik oleh kuman maupun karena
100 mg (diminum hari pertama di terjadinya peradangan saraf (neuritis)
depan petugas) dan dapson 100 mg sewaktu terjadi reaksi kusta.7
(diminum di rumah hari 2-28). Lama
pengobatan : 6-9 bulan (6 blister) a. Kerusakan fungsi sensorik
Kerusakan fungsi sensorik akan
menyebabkan terjadinya kurang atau
mati rasa yang berakibat tangan dan

J Medula Unila | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2014 Page 104


Tiarasari R | Rehabilitation and Disability Limitation Of Youth 22 Years Old Morbus Hansen

kaki dapat terjadi luka. Sedang bila melakukan latihan fisioterapi seperti
mengenai kornea mata menyebabkan yang telah disebutkan pada
kurangnya atau hilangnya reflek penatalaksanaan nonmedikamentosa.
berkedip.
Tingkat kecacatan kusta menurut WHO,
b. Kerusakan fungsi motorik yaitu: 24,25
Kekuatan otot tangan dan kaki menjadi
lemah atau lumpuh lalu mengecil a.Cacat pada tangan dan kaki
(atropi), jari tangan dan kaki bengkok Tingkat 0 : tidak ada gangguan
(claw hand dan claw toes) serta terjadi sensibilitas, tidak ada kerusakan atau
kekakuan sendi (kontraktur). Bila deformitas yang terlihat.
kerusakan terjadi pada otot kelopak Tingkat 1 : ada gangguan sensibilitas,
mata, maka kelopak mata tidak dapat tanpa kerusakan atau deformitas yang
dirapatkan (lagopthalmus). terlihat.
Tingkat 2 : terdapat kerusakan atau
c. Kerusakan fungsi otonom deformitas.
Kerusakan pada fungsi otonom akan
mengakibatkan gangguan pada kelenjar b.Cacat pada mata
keringat, kelenjar minyak dan sirkulasi Tingkat 0 : tidak ada gangguan pada
darah sehingga kulit menjadi kering, mata akibat kusta tidak ada gangguan
menebal, keras dan pecah-pecah. penglihatan.
Penderita yang berisiko mendapat Tingkat 1 : ada gangguan pada mata
cacat adalah penderita yang terlambat akibat kusta; tidak ada gangguan yang
mendapat MDT, mengalami reaksi berat pada penglihatan. Visus 6/60
kusta terutama reaksi reversal, banyak atau lebih baik (dapat menghitung jari
bercak di kulit dan penderita dengan pada jarak 6 meter).
nyeri saraf atau pembesaran saraf. Tingkat 2 : gangguan penglihatan berat
(visus kurang dari 6/60; tidak dapat
Pada pasien telah didapatkan tanda- menghitung jari pada jarak 6 meter).
tanda kecacatan yaitu kerusakan fungsi
sensorik pada pasien didapat dengan Pada pasien didapatkan tingkat
mati rasanya tangan dan kaki sehingga kecacatan pada tangan dan kaki tingkat
pasien tidak dapat membedakan benda 2, karena telah didapatkan deformitas.
panas (air panas, puntung rokok) dan
benda dingin (air es). Keruskan fungsi
motorik juga didapat karena adanya Kesimpulan
clawing hand pada manus digiti
sinistra. Keruskan fungsi otonom juga 1. Aspek risiko internal didapatkan
didapat dari pemeriksaan kulit yang sumber penularan yaitu pasien
menjadi kering dan pecah-pecah. Untuk memiliki teman yang
pencegahan cacat lebih lanjut saya mempunyai penyakit yang sama
melakukan intervensi kepada pasien yang telah didiagnosa kusta
pada tanggal 7 maret 2014 untuk terlebih dahulu dan beraktivitas
melakukan pemeliharaan kulit harian, bersama sejak kecil (kontak
proteksi tangan dan kaki serta lama dan erat).

J Medula Unila | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2014 Page 105


Tiarasari R | Rehabilitation and Disability Limitation Of Youth 22 Years Old Morbus Hansen

2. Pada pasien ditemukan dua pengobatan nonmedikamentosa.


cardinal sign yaitu lesi kulit yang 2. Dapat melanjutkan pembinaan
anestesi dan penebalan saraf keluarga untuk kasus ini.
perifer.
3. Pasien didiagnosa morbus Daftar Pustaka
hansen tipe Multibacillary,
karena pada pasien bercak atau 1. Davey P, Pharm D, Christina A, Edwin S.
Current and Future Pharmacotherapy and
lesi kusta yang mati rasa Treatment of Disease-related Immunologic
berjumlah lebih dari 5. reactions [Internet]. 2012 Jan [citied 2014
4. Pasien diberikan terapi march 14]. Available from :
medikamentosa berupa http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/223928
rifampisin 600 mg setiap bulan, 26
Diamino Diphenyl Suffone (DDS) 2. Departemen Kesehatan RI. 2007. Buku
100 mg setiap hari, klofazimin: Pedoman Nasional Pengendalian Penyakit
300 mg setiap bulan dan Penyakit Kusta. Jakarta. Penerbit: Fakultas
vitamin B compleks. Kedokteran Universitas Indonesia.
5. Saya melakukan intervensi
3. Depkes RI Direktorat Jenderal Pengendalian
kepada pasien untuk melakukan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Buku
pemeliharaan kulit harian, Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit
proteksi tangan dan kaki serta Kusta. Cetakan XVII. Jakarta. Penerbit: Fakultas
melakukan latihan fisioterapi Kedokteran Universitas Indonesia. 2005.
seperti yang telah disebutkan
pada penatalaksanaan 4. Djuanda A. 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Jakarta. Edisi kelima. Penerbit:
nonmedikamentosa. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Saran 5. Emmy S dkk. 2006. Kusta. Penerbit Fakultas


Bagi pasien : Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
1. Melakukan intervensi yang telah
6. Modul Pelatihan Program P2 Kusta Bagi UPK.
diberikan (pemeliharaan dan 2005. Jakarta. Frambusia dan Sub Direktorat
perawatan kulit, proteksi tangan Kusta.
dan kaki serta latihan fisioterapi).
Bagi keluarga : 7. Kosasih A, Made Wisnu I, Emmy S.J, Linuwih
1. Tetap memberikan dukungan dan S. M, Kusta, dalam : Juanda, Adhi, Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. edisi IV. 2005. FKUI, Jakarta.
menjadi pelaku rawat untuk
pasien. 8. Atlas Kusta. 2004. Sasakawa Memorial
Bagi klinik : Health Foundation. Tokyo, Japan.
1. Tidak hanya fokus pada
pengobatan secara 9. Zulkifli. 2004. Penyakit Kusta Dan Masalah
Yang Di Timbulkannya, FKM USU.
medikamentosa, penting untuk
mengedukasi pasien tentang

J Medula Unila | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2014 Page 106


Tiarasari R | Rehabilitation and Disability Limitation Of Youth 22 Years Old Morbus Hansen

10. Weakly epidemilogical record. World 20. Kiel MA. 2007. Foot pressures in leprosy.
Health Organization 2011. Indian Institute of Technology Madras,
1995: 1-20.
11. Srinivasan H. 2004. Management of ulcers
in neuroligacally impaired feet in leprosy 21. Bryceson A, Pfaltzgraff RE. Leprosy. 1990.
affected persons. Dalam: Schwarz R, Edisi ke3. Edinburgh: Churchill Livingstone.
Brandsma W, editors. Surgical
reconstruction & rehabilitation in leprosy 22. Amirudin MD, Hakim Z, Darwis E. 2003.
and other neuropathies. Katmandu, Nepal: Diagnosis penyakit Kusta. Dalam:Daili ESS,
Ekta Books Distributors Pvt Ltd : 193-223. Menaldi SL, Ismiarto SP, Nilasari H, editor.
Kusta. Edisi ke-2. Jakarta: FKUI : 12-31.
12. Yawalkar SJ. 2009. Leprosy for medical
practitioners and paramedical workers. 23. Diagnosis and classification of leprosy.
Edisi ke-8. Switzerland: Novartis :100-13. 2002. Dalam: Lockwood D, editor. Leprosy
review (Report of the International Leprosy
13. Dharmasanti PA, Martodihardjo S. 2006. Association Technical Forum, Paris); 73:
Profil penderita kusta yang dirawat di S17-26.
Instalasi Rawat Inap Penyakit Kulit dan
Kelamin RSU Dr.Soetomo-Surabaya 24. Walker SL, Lockwood DNJ. 2006. The
(Periode Januari 2003-Desember 2005). clinical and immunological features of
Berkala Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin. leprosy. British Medical Bulletin; 77 and 78:
Airlangga University Press ; 18(2):108-20. 103-21.

14. Sukasihati. 2006. Proporsi kecacatan kaki 25. Misch EA, Berrington WR, Vary JC, Hawn
pasien kusta di Rumah Sakit Kusta Pulau TR. 2010. Leprosy and the human genome.
Sicanang Belawan [Tesis] Medan: Program Microbiol.Mol.Biol.Rev ; 74 (4): 589-62
Pendidikan Dokter Spesialis Departemen
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.
Universitas Sumatera Utara.

15. Soewono JPH, Darmada IGK. 2000.


Rehabilitasi medik II. Dalam: Daili ESS,
Menaldi SL, Ismiarto SP, Nilasari H, editors.
Kusta. Edisi ke-2. Jakarta: FKUI : 104-17.

16. Pencegahan cacat kusta. 2006. Buku


belajar seri empat. London: ILEP : 17-24.

17. Cross H. 2003. Wound care for people


affected by leprosy: A guide for low
resource situations. South Carolina:
American Leprosy Missions : 18-20.

18. Srinivasan H, Desikan KV. 2003. Cauliflower


growths in neuropathic plantar ulcers in
leprosy patients. The Journal of Bone and
Joint Surgery, 1971; 53A: 123-32.

19. Kampirapap K, Poonpracha T. 2005.


Squamous cell carcinoma arising in chronic
ulcers in leprosy. J med Assoc Thai ; 88: 58-
60.

J Medula Unila | Volume 3 Nomor 2 | Desember 2014 Page 107

You might also like