You are on page 1of 11

Atrial Functional Mitral Regurgitation In Patient With Atrial

Fibrillation Associated Gastroesophageal Reflux Disease Who


Successfully Convert To Sinus Rhythm With Proton Pump Inhibitor
: A Case Report
Indana Surya Putra IGA*, Badjra Nadha I K**, Suryadarma IGA***
*Dharma Yadnya Hospital, Faculty of Medicine Udayana University
** Arrhythmia Division, Department of Cardiovascular Medicine, Faculty of Medicine Udayana
University
*** Gastro-Hepatology Division, Department of Internal Medicine, Faculty of Medicine Udayana
University

Background: 10% - 15% cases of Atrial Fibrillation (AF) occur without underlying
cause (Lone AF). Lone AF associated with secondary Mitral Regurgitation (MR),
known as Atrial Functional Mitral Regurgitation (AFMR). Gastroesophageal Reflux
Disease (GERD) could be associated with the occurrence AF. Proton Pump Inhibitor
(PPI) as well as GERD therapy, also had anti-arrhythmia-like effects. PPI may help
ameliorate symptom AF associated with GERD.
Case Presentation: A 52-years old male came with recurrent intermittent palpitation
since 3 months ago. Palpitation accompanied with chest discomfort (heartburn) and
diminished by drinking water. Patient often felt belch and salivate, sometimes cough
awake in the midnight and some while shortness of breath. Physical examination
revealed irregularly irregular pulse (pulse deficit) with heart rate 120 bpm, irregular
heart sounds, murmur (-). General physical examination within normal limit.
Electrocardiography (ECG) confirm AF Rapid Ventricular Response and Non
Sustained Ventricular Tachycardia. Cardiac marker within normal limit, D-Dimer was
high. Echocardiography shown LA dilation, normal systolic function (EF 55%),
Intraventricular Septum (IVS) segment hypokinetic, Mild MR(+), Diastolic
dysfunction. Patient was treated with rhythm control (Amiodarone) but didn’t
improved. Then consulted with Gastroenterologist, second ECG was performed and
still AF RVR, Thyroid function test within normal limit. Endoscopy confirmed erosive
esophagitis Grade B (Los Angeles criteria) consistent with GERD. Patient Treated with
PPI (Lanzoprazole) therapy and reevaluated by cardiologist. Palpitations was vanished,
chest discomfort (heartburn) sensation reduced, Third EKG was performed confirmed
normal sinus rhythm.

Discussion: In this case, AFMR was suspected caused by Lone AF, because no
structural heart disease are found and other caused of AF such as thyrotoxicosis was
excluded. After being evaluated, GERD was found, and endoscopy showed erosive
esophagitis. So in this case, was assumed that AF occurred due to erosive esophagitis
(GERD) and subsequently developed into AFMR.
AF can cause AFMR through mitral annular dilatation and role of Atriogenic Leaflet
Tethering and the other hand GERD (Esophagitis) could triggers AF through:
symphato-vagal imbalance, mechanical effect and esophageal inflammation caused
atrial remodeling. Benefits of PPI as main GERD therapy, also has an anti-
inflammatory, anti-apoptotic, anti-oxidant and anti-arrhythmic-like effects. So in this
case, PPI therapy can restored AF to sinus rhythm.

Conclusion: This case was concluded that AF occurred because of GERD and
developed into AFMR. Clinicians supposed to be aware with interaction between
GERD and AF, so that appropriate management could be done to reduce complaints of
AF and improve quality of life.
Keywords : Atrial Fibrillation, Atrial Functional Mitral Regurgitation,
Gastroesophageal reflux disease
Atrial Functional Mitral Regurgitation In Patient With Atrial
Fibrillation Associated Gastroesophageal Reflux Disease Who
Successfully Convert To Sinus Rhythm With Proton Pump Inhibitor
: A Case Report

Pendahuluan
Atrial Fibrillation (AF) merupakan bentuk aritmia yang sering ditemukan
dalam praktik sehari-hari[1]. Kejadian AF cenderung meningkat 1% hingga 2% pada
populasi umum[2]. Beberapa kondisi yang diketahui dapat memicu AF antara lain
penyakit jantung struktural, hipertens, diabetes, disfungsi tiroid dan penyakit ginjal
kronis[3]. Namun, 10% - 15% kasus AF terjadi tanpa diketahui penyebab yang jelas,
yang dikenal sebagai “Lone AF”[1] .
Saat ini telah diketahui Lone AF secara signifikan berhubungan dengan
kejadian Mitral Regurgitation (MR) sekunder[1]. Hal tersebut pertama kali
diperkenalkan oleh Gertz, sebagai Atrial Functional Mitral Regurgitation (AFMR)[4].
Kajian ekokardiografi menunjukan sebanyak 7% pasien AF dapat mengalami AFMR
dalam 1-10 tahun, dan 28% dalam > 10 tahun[2]. Sehingga klinisi perlu meningkatkan
kewaspadaan terhadap entitas tersebut[5].
Kasus AFMR pada AF memiliki karakteristik patofisiologi yang berbeda
dengan MR sekunder lain (MR pasca infark miokard atau kardiomiopati dilatasi)[1].
Secara klasik, dilatasi atrium kiri terjadi akibat proses remodeling pada AF[5]. Hal
tersebut memicu dilatasi anulus mitral, menyebabkan perubahan posisi daun katup
mitral secara gradual[2]. Sehingga terjadi kegagalan koaptasi dan regurgitasi[1].Adanya
regurgitasi kembali memperberat dilatasi atrium dan memicu AF lebih lanjut[4].
konversi irama sinus bermanfaat dalam mencegah remodeling atrium dan progresifitas
AFMR.
Posisi anatomi Atrium kiri berhubungan dekat dengan esofagus, sehingga bila
terdapat kondisi patologis pada esofagus akan mempengaruhi atrium kiri[6].
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) diketahui berhubungan dengan
peningkatan resiko terjadinya AF, terutama bila disertai esophagitis [7]. GERD dapat
mencetuskan terjadinya AF melalui berbagai mekanisme secara mekanik, kimiawi dan
inflamasi[8]. Efek terapi Proton Pump Inhibitor (PPI) selain menurunkan produksi
asam, juga berperan sebagai anti-inflamasi, anti-apoptosis dan anti-oksidan[9].
Sehingga dapat mengurangi keluhan dan kejadian AF akibat GERD [10].
Laporan Kasus
Pasien laki-laki, 52 tahun, indeks massa tubuh normal (IMT= 21 kg/m2), tidak
merokok dan tanpa riwayat penyakit jantung, diabetes mellitus dan hipertensi
sebelumnya, datang ke Poli Jantung dengan keluhan berdebar. Keluhan berdebar sudah
dirasakan berlulang dan hilang timbul sejak ± 3 bulan yang lalu. Keluhan berdebar
muncul tidak menentu, tidak berkurang dengan istirahat dan tidak memberat dengan
aktivitas. Keluhan berdebar disertai rasa tidak nyaman didada (seperti rasa terbakar)
dan berkurang setiap pasien minum air. Dikatakan pasien sering bersendawa dan
banyak mengeluarkan ludah serta batuk terbangun di malam hari, terkadang juga sesak.
Pasien menyangkal sesak saat beraktivitas maupun naik tangga dan tidur
menunggunakan 1 bantal saja pasien rutin melakukan olahraga aerobik setiap minggu.
Pemeriksaan fisik jantung ditemukan pulsus defisit dengan suara jantung
irregular tanpa disertai murmur, pemeriksaan lain dalam batas normal. Dilakukan
pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) awal menunjukan AF Rapid Ventricular
Respon (RVR) dengan rate 120x/min dan Non Sustained VT dengan hemodinamik
stabil (Gambar 1). Thoraks PA dalam batas normal, pemeriksaan troponin T: 0.05
ng/ml , troponin I: 0.01 ng/ml dan CKMB 5 ng/ml, sedangkan D-Dimer 1000 ng/mL
(normal value < 500 ng/ml). Kemudian dilakukan pemeriksaan ekokardiografi
transthorakal didapatkan Fungsi sistolik normal (EF 55%) Left Atrium (LA) Dilatasi,
Disfungsi Diastolik, Mild MR (+) (Gambar 3) dengan segmen Intraventricular Septum
(IVS) hipokinetik.
Pasien disarankan MRS namun menolak. Kemudian diberikan terapi
Amiodarone 2x200 mg, ISDN 1x5 mg, Warfarin 1x10mg, Clopidogrel 1x75mg, dan
Bisoprolol 1x5mg, dan pasien disarankan konsul ke Poli Gastroenterologi keesokan
harinya untuk evaluasi klinis lebih lanjut. Saat ini keluhan berdebar dan rasa tidak
nyaman didada masih dirasakan. Atas permintaan bagian Gastoenterologi dilakukan
pemeriksaan EKG ulang, ditemukan gambaran AF RVR rate 65-125x/min (Gambar 2).
dilakukan pemeriksaan fungsi tiroid TSH: 2 mIU/L dan fT4: 1 ng/dL dan disarankan
untuk endoscopy. Dari hasil endoscopy didapatkan erosi mukosa 1/3 bawah esophagus
arah jam 1,2,3 dengan kesimpulan erosive oesophagitis Grade B (kriteria Los Angeles)
(Gambar 5). sesuai gambaran GERD. Diberikan terapi Lanzoprazole 2x20mg,
Domperidone 3x10 mg dan sucralfate 4xCII, dan di kembalikan ke bagian kardiologi.
Saat ke Poli jantung, keluhan berdebar sudah tidak ada, dan rasa tidak nyaman
di dada berkurang. Kemudian dilakukan pemeriksaan EKG yang ketiga didapatkan
irama sinus dengan rate 80x/min (Gambar 6). Oleh karena keluhan sudah berkurang,
pasien dipulangkan dan diberikan terapi lanjutan Lanzoprazole 2x20 mg, Warfarin
1X10mg, Bisoprolol 1x2,5mg, Clopidogrel 1x75 mg, Candesartan 1x4 mg dan evaluasi
ekokardiografi setiap 6 bulan sekali.
Gambar 1. Atrial Fibrillation with RVR (rate 120x/min) dan Non Sustained VT

Gambar 2. Atrial Fibrillation with RVR (rate 65-125 x/min)

Gambar 3. Transthorakal Ekokardiografi menunjukan gambaran Mild MR


dan Dilatasi LA
Gambar 4. Endoscopy menunjukan erosive oesophagitis Grade B (kriteria Los
Angeles)

Gambar 5. Normal sinus rhythm (80x/min)

Diskusi
Dalam kasus ini, pasien datang dengan keluhan berdebar yang sudah berlulang
dan hilang timbul sejak ± 3 bulan yang lalu dan pemeriksaan fisik ditemukan pulsus
defisit dengan suara jantung irregular. Saat dilakukan rekaman EKG didapatkan sesuai
gambaran AF RVR. Pada pasien ini juga dilakukan pemeriksaan radiologi thoraks PA
dan laboratorium berupa CKMB, troponin T dan I, hasilnya dalam batas normal.
Kemudian dilakukan pemeriksaan ekokardiografi ditemukan adanya fungsi sistolik
normal, Left Atrium (LA) Dilatasi, Mild MR dengan katup lain kesan normal. Sehingga
pasien ini didiagnosis dengan mild MR dan AF RVR.
Secara umum MR dikategorikan menjadi Primary MR (gangguan intrinsik
komponen katup mitral) dan Secondary/Functional MR[3]. Pada kasus ini, meskipun
dari pemeriksaan ekokardiografi hanya ditemukan gambaran dilatasi atrium kiri dan
Mild MR(+), namun karena tidak ditemukan kelainan struktural jantung maka dicurgai
sebagai MR sekunder (Functional)
Sebanyak 7,4% hingga 29% kasus Functional MR dapat terjadi akibat AF
tanpa penyakit jantung struktural (lone AF), dikenal sebagai Atrial Functional Mitral
Regurgitation (AFMR), yang terjadi oleh karena perubahan pada atrium kiri dan
komponen katup mitral melalui: 1) dilatasi anulus mitral dan 2) peran Atriogenic
Leaflet Tethering[1] [2] [5].
Atrial Fibrillation (AF) yang berulang dan berlangsung lama, akan
menyebabkan remodeling pada atrium kiri memicu terjadinya dilatasi atrium kiri yang
diikuti oleh peningkatan diameter anulus mitral (dilatasi anulus mitral)[1] [2] [5]. Hal
tersebut mengawali proses terjadinya AFMR melalui penurunan kemampuan koaptasi
katup mitral[1] [2] [5]. AFMR dapat memperberat progresifitas AF yang sudah ada[4].
Pada Kondisi Atriogenic Leaflet Tethering, pembesaran atrium menyebabkan
pergeseran anulus mitral posterior, sehingga Crest LV inlet menekan katup mitral
posterior yang menghadap ke permukaan ventrikel, hal ini akan menyebabkan (1)
berkurangnya luas katup mitral posterior dengan akibat terjadinya kegagalan koaptasi
dengan daun katup mitral anterior, sehingga akan merubah posisi daun katup mitral
anterior menjadi datar sejajar bidang anulus[2] [4] [5]. (2) Pada saat yang bersamaan,
bidang anulus mitral mengalami pergeseran kearah superior dengan akibat
memperlebar jarak antara anulus dengan muskulus papilaris (tethering) sehingga daun
katup mitral akan tertambat kedalam ruang ventrikel kiri[2] [4] [5].
Dalam mendiagnosis AFMR secara ekokardiografi dapat ditemukan antara
lain : central MR jet disepanjang garis koaptasi, dilatasi atrium kiri, dilatasi anulus
mitral (pada posisi parasternal long axis: diameter anteroposterior >35 mm atau rasio
anulus/ daun katup mitral anterior > 1.3), fungsi sistolik dan pergerakan daun katup
mitral dalam batas normal[1] [4] [5]. Saat ini, tatalaksana AFMR masih belum sepenuhnya
dipahami[1]. Studi oleh Ito et al. mengatakan, dengan mengembalikan AF ke irama
sinus akan bermanfaat dalam mencegah remodeling atrium dan progresifitas AFMR [4].

Kemudian pasien diberikan terapi kontrol irama (amiodarone) untuk


mengurangi keluhan berdebar, namun tidak berkurang. selain keluhan berdebar, pada
pasien ini juga ditemukan rasa tidak nyaman didada seperti rasa terbakar dan sering
bersendawa, Oleh sebab itu dikonsulkan ke bagian Gastroenterologi, dilakukan
pemeriksaan EKG hasilnya tetap AF RVR. Kemudian melakukan pemeriksaan fungsi
tiroid untuk menyingkirkan penyebab AF, didapatkan hasil normal. Sehingga dicurigai
sebagai sebagai GERD dan disarankan endoscopy untuk evaluasi lebih lanjut.
Ternyata, didapatkan gambaran erosive esophagitis grade B (kriteria Los Angeles) yang
menandakan sudah terjadi proses inflamasi yang sedang-berat pada mukosa esofagus
(di area Z line).
Bedasarkan studi Linz et al. melaporkan, GERD dapat meningkatkan resiko
untuk terjadinya AF sebesar 39 % pada populasi umum[6]. Maruyama et al. melaporkan
GERD bersifat sebagai aritmogenik yang potensial untuk terjadinya AF melalui
interaksi yang kompleks[8]. Kejadian GERD disertai AF sering tidak disangka dan
tidak jarang klinisi melupakan interaksi tersebut[10].
Gastoesophageal Reflux Disease (GERD) dapat memicu AF melalui
mekanisme antara lain;(a) ketidakseimbangan saraf otonom (symphato-vagal
imbalance), (b) pengaruh mekanik (oleh karena letak esofagus dan atrium kiri yang
saling berdekatan), serta (c) peran inflamasi pada esofagus yang dapat menyebabkan
remodeling atrium[6] [8].
Refluks asam pada GERD menyebabkan sympathovagal imbalance[6]. Hal
tersebut berujung pada peningkatan aktivasi vagal, yang dapat diketahui melalui
pemeriksaan Heart rate variability test[6][10]. Pada GERD dengan AF, terjadi
peningkatan high frequency (HF) component dan penurunan low frequency (LF)
component[6][10]. Respon vagal selanjutnya akan mempengaruhi pompa ion Kalium,
menyebabkan pemendekan durasi potensial aksi dan pemanjangan periode refrakter
efektif pada atrium[8]. Hal tersebut berperan sebagai substrat aritmogenik untuk
terjadinya re-entrant, sehingga meningkatkan resiko terjadinya AF[10].

Secara anatomi, dinding posterior atrium kiri dengan esofagus saling


berdekatan dan hanya dipisahkan oleh jaringan ikat adventisia esofagus yang tipis (1-
4 mm), sehingga bila terjadi gangguan esofagus secara tidak langsung akan
mempengaruhi atrium kiri[6]. Pada Kasus GERD disertai hiatal hernia (protrusi bagian
lambung ke dalam rongga dada), dapat terjadi kompresi mekanik oleh hiatal hernia,
iritasi dinding atrium kiri dan vena pulmonalis dan peningkatan regangan pada atrium
kiri[6][8]. Sehingga hal tersebut memicu fokus ektopik yang merupakan predisposisi
untuk terjadinya AF[6].
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan heart rate variability untuk
menilai pengaruh respon vagal, kemudian dari pemeriksaan foto thoraks PA dalam
batas normal menunjukan tidak ada hiatal hernia pada pasien. Namun pada
pemeriksaan endoscopy ditemukan gambaran erosive esophagitis grade B (kriteria Los
Angeles) yang menandakan sudah terjadi proses inflamasi yang sedang-berat pada
mukosa esofagus (di area Z line). Proses inflamasi tersebut diduga memicu remodeling
pada atrium kiri, sehingga dapat menyebabkan AF pada pasien ini.
Inflamasi yang terjadi pada GERD dengan AF dapat menyebabkan
remodeling atrium[7] [8]. Efek yang ditimbulkan dari remodeling atrium antara lain
fibrosis atrium, peregangan dan dilatasi atrium, modulasi gap junction, dan
abnormalitas dalam pengaturan kalsium intraselular[7]. Adanya AF dapat kembali
memicu inflamasi melalui overload kalsium, pelepasan stress oksidatif dan apoptosis
[6] [8]
.
Refluks asam pada GERD menyebabkan pembentukan dan pelepasan sitokin
seperti IL-1B dan IL-6, dan C-Reactive Protein (CRP) [7][8]. Mediator berperan dalam
merubah elektrofisologi dan mikrostruktur atrium, menganggu pengaturan kalsium
intraselular dan connexin intraselular[7]. Akibatnya terjadi gangguan fase refrakter,
perlambatan kondusi atrium, dan memicu terjadinya reentrant[7]. Hal tersebut
meningkatkan kecenderungan untuk terjadinya AF[7]
Dalam perjalanannya, pasien diterapi sesuai dengan tatalaksana GERD yaitu
terapi PPI (lanzoprazole). Kemudian dikembalikan kepada bagian kardiologi untuk
evaluasi lebih lanjut, ternyata keluhan berdebar tidak ada dan rasa tidak nyaman didada
pasien sudah berkurang. Dilakukan perekaman EKG, menunjukan irama sinus dengan
rate 80x/menit. Sehingga terapi PPI dilanjutkan hingga sekarang dan pasien tidak
pernah mengeluh berdebar kembali dengan irama pasien tetap sinus. Hal tersebut
mendukung dugaan sebelumnya, bahwa AF pada pasien tersebut dipicu oleh GERD
dan terapi PPI mampu mengembalikan irama sinus hingga menunda penggunaan terapi
antiaritmia pada pasien GERD dengan AF.
Kun et al. melaporkan, PPI mampu secara bermakna menurunkan frekuensi AF
pada pasien dengan GERD[9]. Manfaat PPI selain menurunkan sekresi asam pada
GERD juga berperanan sebagai anti-inflamasi, anti-apoptosis, dan antioksidan melalui
hambatan pompa H+/K+ ATPase[8]. Studi lain menunjukan, terapi PPI setelah 2 bulan
mampu mengurangi dan menghilangkan kejadian lone AF yang disertai GERD[9].

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Stress oksidatif berperan sebagai


mediator terhadap hiperterofi kardiomiosi, apoptosis, fibrosis, defisit pada fungsi
atrium dan electrical remodeling[8][9]. Inflamasi juga berperan dalam perubahan
struktur dan elektrisitas atrium sehingga memicu timbulnya AF[7]. Terapi PPI memiliki
kemampuan proteksi terhadap stress oksidatif dan inflamasi melalui efek anti-oksidan
dan anti-inflamasi, sehingga hal tersebut menguntungkan dalam dapat menghambat
progresivitas AF[8] [9].

Terapi PPI secara efektif mampu menghambat electrical remodeling atrium,


yaitu melalui penghambatan ROS intraselular, menginduksi sintesis protein
antioksidan pada endotel serta mitokondria, mempercepat pembersihan radikal bebas,
mengurangi kerusakan membran sel dan memelihara fungsi elektrofisiologi
miokardium[8] [9].

Selain itu, PPI juga memiliki potensi mirip dengan antiaritmia, yaitu dapat
merubah morfologi potensial aksi, penundaan depolarisasi-repolarisasi, pemanjangan
durasi potensial aksi miokardium dan periode refrakter, serta efek kronotropik negatif
[8] [9]
. Terapi PPI dikatakan mampu menunda penggunaan antiaritmia pada pasien AF
yang disertai dengan GERD[9].
Kesimpulan

Atrial Functional MR disebabkan oleh lone AF melalui proses dilatasi anulus


mitral dan Atriogenic Leaflet Tethering. Kondisi tersebut memperberat progresifitas
AF yang sudah ada. Terdapat hubungan GERD dengan AF yang terjadi melalui,
ketidakseimbangan saraf otonom, letak esofagus-atrium kiri yang saling berdektan,
hingga faktor inflamasi. Klinisi perlu menyadari adanya interaksi antara GERD dengan
AF, sehingga penatalaksanaan yang tepat diperlukan untukmengatasi keluhan AF dan
meningkatkan kualitas hidup. Terapi PPI dikatakan mampu mengurangi keluhan dan
progresifitas AF melalui mekanisme anti-oksidan, anti-inflamasi dan efek yang
menyerupai anti-aritmia.
DAFTAR PUSTAKA

1. Deferm S, Bertrand P B, Verbrugge F H, et al., Atrial Functional Mitral


Regurgitation. J Am Coll Cardiol. 2019;24:65-76
2. Silbinger J J, Mechanism insights into atrial functional mitral regurgitation: far
more complicated than just left atrial remodeling. Willey echo. 2018;36:164-169
3. Kuichi M G, Mild to Moderate Mitral Regurgitation in Patient with Atrial
Fibrillation: Are We Drying Ice? What Can Be Done?. Integrative Clinc cardiol.
2017;1(2):11-15
4. Ito K, Abe Y,Takahashi Y, et al., Mechanism of atrial functional mitral
regurgitation in patient with atrial fibrillation: A study using three-dimensional
transesophageal echocardiography. J cardiol. 2017;1-7
5. Kagiyama N, Hayashida A, Toki M, et al., Insufficient leaflet remodeling in patient
with atrial fibrillation association with the severity of mitral regurgitation. In:
Delgado V, Bax J J, editors. Atrial Functional Mitral Regurgitation from annular
dilatation to Insufficient leaflet remodeling. Jour Am Heart Assc.2017.p. 1-3.
6. Linz D, Hohl M, Vollmar, et al., Atrial Fibrillation and Gastroesophageal Reflux
Disease: the Cardiogastric Interaction. European Society Cardio. 2017; 19:16-20
7. Korantzopoulos P, Lestas K P, Tse G, et al., Inflammation and Atrial Fibrillation
: A Comprehensive Review. Willey Jour Arrhyth. 2018. 34:394-401
8. Maruyama T, Fukutaka
9. M, Akashi K., Association of Atrial Fibrillation and Gatroesophageal Reflux
Disease : Natural and Therapeutic Linkage of the Two Common Disease. Willey
Jour Arrhyth. 2019; 35:43-51
10. Kun L, Xinpei C, Li Z, et al., Proton Pump Inhibitors as Also Inhibitors of Atrial
Fibrillation. Europe Jour Pharmaco. 2016. 718(1-3):435-40
11. Florida M, Bărboi O, Grecu M, et al., Atrial Fibrillation and Sympathovagal
Imbalance in Patient With Gastroesophageal Reflux Disease. Turk J Gatroenterol.
2017; 28: 88-93

You might also like