Professional Documents
Culture Documents
Background: 10% - 15% cases of Atrial Fibrillation (AF) occur without underlying
cause (Lone AF). Lone AF associated with secondary Mitral Regurgitation (MR),
known as Atrial Functional Mitral Regurgitation (AFMR). Gastroesophageal Reflux
Disease (GERD) could be associated with the occurrence AF. Proton Pump Inhibitor
(PPI) as well as GERD therapy, also had anti-arrhythmia-like effects. PPI may help
ameliorate symptom AF associated with GERD.
Case Presentation: A 52-years old male came with recurrent intermittent palpitation
since 3 months ago. Palpitation accompanied with chest discomfort (heartburn) and
diminished by drinking water. Patient often felt belch and salivate, sometimes cough
awake in the midnight and some while shortness of breath. Physical examination
revealed irregularly irregular pulse (pulse deficit) with heart rate 120 bpm, irregular
heart sounds, murmur (-). General physical examination within normal limit.
Electrocardiography (ECG) confirm AF Rapid Ventricular Response and Non
Sustained Ventricular Tachycardia. Cardiac marker within normal limit, D-Dimer was
high. Echocardiography shown LA dilation, normal systolic function (EF 55%),
Intraventricular Septum (IVS) segment hypokinetic, Mild MR(+), Diastolic
dysfunction. Patient was treated with rhythm control (Amiodarone) but didn’t
improved. Then consulted with Gastroenterologist, second ECG was performed and
still AF RVR, Thyroid function test within normal limit. Endoscopy confirmed erosive
esophagitis Grade B (Los Angeles criteria) consistent with GERD. Patient Treated with
PPI (Lanzoprazole) therapy and reevaluated by cardiologist. Palpitations was vanished,
chest discomfort (heartburn) sensation reduced, Third EKG was performed confirmed
normal sinus rhythm.
Discussion: In this case, AFMR was suspected caused by Lone AF, because no
structural heart disease are found and other caused of AF such as thyrotoxicosis was
excluded. After being evaluated, GERD was found, and endoscopy showed erosive
esophagitis. So in this case, was assumed that AF occurred due to erosive esophagitis
(GERD) and subsequently developed into AFMR.
AF can cause AFMR through mitral annular dilatation and role of Atriogenic Leaflet
Tethering and the other hand GERD (Esophagitis) could triggers AF through:
symphato-vagal imbalance, mechanical effect and esophageal inflammation caused
atrial remodeling. Benefits of PPI as main GERD therapy, also has an anti-
inflammatory, anti-apoptotic, anti-oxidant and anti-arrhythmic-like effects. So in this
case, PPI therapy can restored AF to sinus rhythm.
Conclusion: This case was concluded that AF occurred because of GERD and
developed into AFMR. Clinicians supposed to be aware with interaction between
GERD and AF, so that appropriate management could be done to reduce complaints of
AF and improve quality of life.
Keywords : Atrial Fibrillation, Atrial Functional Mitral Regurgitation,
Gastroesophageal reflux disease
Atrial Functional Mitral Regurgitation In Patient With Atrial
Fibrillation Associated Gastroesophageal Reflux Disease Who
Successfully Convert To Sinus Rhythm With Proton Pump Inhibitor
: A Case Report
Pendahuluan
Atrial Fibrillation (AF) merupakan bentuk aritmia yang sering ditemukan
dalam praktik sehari-hari[1]. Kejadian AF cenderung meningkat 1% hingga 2% pada
populasi umum[2]. Beberapa kondisi yang diketahui dapat memicu AF antara lain
penyakit jantung struktural, hipertens, diabetes, disfungsi tiroid dan penyakit ginjal
kronis[3]. Namun, 10% - 15% kasus AF terjadi tanpa diketahui penyebab yang jelas,
yang dikenal sebagai “Lone AF”[1] .
Saat ini telah diketahui Lone AF secara signifikan berhubungan dengan
kejadian Mitral Regurgitation (MR) sekunder[1]. Hal tersebut pertama kali
diperkenalkan oleh Gertz, sebagai Atrial Functional Mitral Regurgitation (AFMR)[4].
Kajian ekokardiografi menunjukan sebanyak 7% pasien AF dapat mengalami AFMR
dalam 1-10 tahun, dan 28% dalam > 10 tahun[2]. Sehingga klinisi perlu meningkatkan
kewaspadaan terhadap entitas tersebut[5].
Kasus AFMR pada AF memiliki karakteristik patofisiologi yang berbeda
dengan MR sekunder lain (MR pasca infark miokard atau kardiomiopati dilatasi)[1].
Secara klasik, dilatasi atrium kiri terjadi akibat proses remodeling pada AF[5]. Hal
tersebut memicu dilatasi anulus mitral, menyebabkan perubahan posisi daun katup
mitral secara gradual[2]. Sehingga terjadi kegagalan koaptasi dan regurgitasi[1].Adanya
regurgitasi kembali memperberat dilatasi atrium dan memicu AF lebih lanjut[4].
konversi irama sinus bermanfaat dalam mencegah remodeling atrium dan progresifitas
AFMR.
Posisi anatomi Atrium kiri berhubungan dekat dengan esofagus, sehingga bila
terdapat kondisi patologis pada esofagus akan mempengaruhi atrium kiri[6].
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) diketahui berhubungan dengan
peningkatan resiko terjadinya AF, terutama bila disertai esophagitis [7]. GERD dapat
mencetuskan terjadinya AF melalui berbagai mekanisme secara mekanik, kimiawi dan
inflamasi[8]. Efek terapi Proton Pump Inhibitor (PPI) selain menurunkan produksi
asam, juga berperan sebagai anti-inflamasi, anti-apoptosis dan anti-oksidan[9].
Sehingga dapat mengurangi keluhan dan kejadian AF akibat GERD [10].
Laporan Kasus
Pasien laki-laki, 52 tahun, indeks massa tubuh normal (IMT= 21 kg/m2), tidak
merokok dan tanpa riwayat penyakit jantung, diabetes mellitus dan hipertensi
sebelumnya, datang ke Poli Jantung dengan keluhan berdebar. Keluhan berdebar sudah
dirasakan berlulang dan hilang timbul sejak ± 3 bulan yang lalu. Keluhan berdebar
muncul tidak menentu, tidak berkurang dengan istirahat dan tidak memberat dengan
aktivitas. Keluhan berdebar disertai rasa tidak nyaman didada (seperti rasa terbakar)
dan berkurang setiap pasien minum air. Dikatakan pasien sering bersendawa dan
banyak mengeluarkan ludah serta batuk terbangun di malam hari, terkadang juga sesak.
Pasien menyangkal sesak saat beraktivitas maupun naik tangga dan tidur
menunggunakan 1 bantal saja pasien rutin melakukan olahraga aerobik setiap minggu.
Pemeriksaan fisik jantung ditemukan pulsus defisit dengan suara jantung
irregular tanpa disertai murmur, pemeriksaan lain dalam batas normal. Dilakukan
pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) awal menunjukan AF Rapid Ventricular
Respon (RVR) dengan rate 120x/min dan Non Sustained VT dengan hemodinamik
stabil (Gambar 1). Thoraks PA dalam batas normal, pemeriksaan troponin T: 0.05
ng/ml , troponin I: 0.01 ng/ml dan CKMB 5 ng/ml, sedangkan D-Dimer 1000 ng/mL
(normal value < 500 ng/ml). Kemudian dilakukan pemeriksaan ekokardiografi
transthorakal didapatkan Fungsi sistolik normal (EF 55%) Left Atrium (LA) Dilatasi,
Disfungsi Diastolik, Mild MR (+) (Gambar 3) dengan segmen Intraventricular Septum
(IVS) hipokinetik.
Pasien disarankan MRS namun menolak. Kemudian diberikan terapi
Amiodarone 2x200 mg, ISDN 1x5 mg, Warfarin 1x10mg, Clopidogrel 1x75mg, dan
Bisoprolol 1x5mg, dan pasien disarankan konsul ke Poli Gastroenterologi keesokan
harinya untuk evaluasi klinis lebih lanjut. Saat ini keluhan berdebar dan rasa tidak
nyaman didada masih dirasakan. Atas permintaan bagian Gastoenterologi dilakukan
pemeriksaan EKG ulang, ditemukan gambaran AF RVR rate 65-125x/min (Gambar 2).
dilakukan pemeriksaan fungsi tiroid TSH: 2 mIU/L dan fT4: 1 ng/dL dan disarankan
untuk endoscopy. Dari hasil endoscopy didapatkan erosi mukosa 1/3 bawah esophagus
arah jam 1,2,3 dengan kesimpulan erosive oesophagitis Grade B (kriteria Los Angeles)
(Gambar 5). sesuai gambaran GERD. Diberikan terapi Lanzoprazole 2x20mg,
Domperidone 3x10 mg dan sucralfate 4xCII, dan di kembalikan ke bagian kardiologi.
Saat ke Poli jantung, keluhan berdebar sudah tidak ada, dan rasa tidak nyaman
di dada berkurang. Kemudian dilakukan pemeriksaan EKG yang ketiga didapatkan
irama sinus dengan rate 80x/min (Gambar 6). Oleh karena keluhan sudah berkurang,
pasien dipulangkan dan diberikan terapi lanjutan Lanzoprazole 2x20 mg, Warfarin
1X10mg, Bisoprolol 1x2,5mg, Clopidogrel 1x75 mg, Candesartan 1x4 mg dan evaluasi
ekokardiografi setiap 6 bulan sekali.
Gambar 1. Atrial Fibrillation with RVR (rate 120x/min) dan Non Sustained VT
Diskusi
Dalam kasus ini, pasien datang dengan keluhan berdebar yang sudah berlulang
dan hilang timbul sejak ± 3 bulan yang lalu dan pemeriksaan fisik ditemukan pulsus
defisit dengan suara jantung irregular. Saat dilakukan rekaman EKG didapatkan sesuai
gambaran AF RVR. Pada pasien ini juga dilakukan pemeriksaan radiologi thoraks PA
dan laboratorium berupa CKMB, troponin T dan I, hasilnya dalam batas normal.
Kemudian dilakukan pemeriksaan ekokardiografi ditemukan adanya fungsi sistolik
normal, Left Atrium (LA) Dilatasi, Mild MR dengan katup lain kesan normal. Sehingga
pasien ini didiagnosis dengan mild MR dan AF RVR.
Secara umum MR dikategorikan menjadi Primary MR (gangguan intrinsik
komponen katup mitral) dan Secondary/Functional MR[3]. Pada kasus ini, meskipun
dari pemeriksaan ekokardiografi hanya ditemukan gambaran dilatasi atrium kiri dan
Mild MR(+), namun karena tidak ditemukan kelainan struktural jantung maka dicurgai
sebagai MR sekunder (Functional)
Sebanyak 7,4% hingga 29% kasus Functional MR dapat terjadi akibat AF
tanpa penyakit jantung struktural (lone AF), dikenal sebagai Atrial Functional Mitral
Regurgitation (AFMR), yang terjadi oleh karena perubahan pada atrium kiri dan
komponen katup mitral melalui: 1) dilatasi anulus mitral dan 2) peran Atriogenic
Leaflet Tethering[1] [2] [5].
Atrial Fibrillation (AF) yang berulang dan berlangsung lama, akan
menyebabkan remodeling pada atrium kiri memicu terjadinya dilatasi atrium kiri yang
diikuti oleh peningkatan diameter anulus mitral (dilatasi anulus mitral)[1] [2] [5]. Hal
tersebut mengawali proses terjadinya AFMR melalui penurunan kemampuan koaptasi
katup mitral[1] [2] [5]. AFMR dapat memperberat progresifitas AF yang sudah ada[4].
Pada Kondisi Atriogenic Leaflet Tethering, pembesaran atrium menyebabkan
pergeseran anulus mitral posterior, sehingga Crest LV inlet menekan katup mitral
posterior yang menghadap ke permukaan ventrikel, hal ini akan menyebabkan (1)
berkurangnya luas katup mitral posterior dengan akibat terjadinya kegagalan koaptasi
dengan daun katup mitral anterior, sehingga akan merubah posisi daun katup mitral
anterior menjadi datar sejajar bidang anulus[2] [4] [5]. (2) Pada saat yang bersamaan,
bidang anulus mitral mengalami pergeseran kearah superior dengan akibat
memperlebar jarak antara anulus dengan muskulus papilaris (tethering) sehingga daun
katup mitral akan tertambat kedalam ruang ventrikel kiri[2] [4] [5].
Dalam mendiagnosis AFMR secara ekokardiografi dapat ditemukan antara
lain : central MR jet disepanjang garis koaptasi, dilatasi atrium kiri, dilatasi anulus
mitral (pada posisi parasternal long axis: diameter anteroposterior >35 mm atau rasio
anulus/ daun katup mitral anterior > 1.3), fungsi sistolik dan pergerakan daun katup
mitral dalam batas normal[1] [4] [5]. Saat ini, tatalaksana AFMR masih belum sepenuhnya
dipahami[1]. Studi oleh Ito et al. mengatakan, dengan mengembalikan AF ke irama
sinus akan bermanfaat dalam mencegah remodeling atrium dan progresifitas AFMR [4].
Selain itu, PPI juga memiliki potensi mirip dengan antiaritmia, yaitu dapat
merubah morfologi potensial aksi, penundaan depolarisasi-repolarisasi, pemanjangan
durasi potensial aksi miokardium dan periode refrakter, serta efek kronotropik negatif
[8] [9]
. Terapi PPI dikatakan mampu menunda penggunaan antiaritmia pada pasien AF
yang disertai dengan GERD[9].
Kesimpulan