Professional Documents
Culture Documents
Darmawati
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin
Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10. Makassar
darma.ak@fe.unhas.ac.id
Mediaty
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin
Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10. Makassar
mediaty@unhas.ac.id
ABSTRACT
Many large companies collapsed because of fraud. Fraud has various meaning, i.e. theft
by deception, theft by deceit and fraud. There are three categorizes of fraud components such as:
1). Fraud is a tort; 2). Acts of fraud contains: the element of intent, malice, fraud, concealment,
abuse of trust and; 3). The act aims to take forbidden/illegal advantage which could be money,
goods / property or services. The concept of fraud triangle can answer the question of why people
commit fraud, among others: the pressure, opportunity, attitude / rationalization (rationalization)
Fraudulent financial reporting is a deliberate act or negligence in doing something or not
doing something that should be done, which led to the financial statements misleading material,
that can be caused by 1) greed, 2). the pressure felt by the management to show achievement.
There are five factors to detect fraud in financial reporting. They are as follow forensic
audit approach, approach to good corporate governance, earnings management, internal control
approach and financial ratios. Fraud can be minimalised by performing routine detection of the
company's internal control and ensuring all functions within the company are running as they
should be.
I. PENDAHULUAN
Untuk menjaga kelangsungan hidup suatu entitas, maka entitas tersebut harus bebas
dari kecurangan (fraud). Pendeteksian terhadap kecurangan harus dilakukan agar dapat
diketahui secara dini jika ada gejala kecurangan yang mungkin terjadi, kemudian akan
dilakukan pembenaran secara akuntansi. Ada banyak perusahaan besar yang tumbang karena
(fraud). Tuanakotta1 (2013) menjelaskan ketika Enron, penggabungan antara Inter North
(penyalur gas alam melalui pipa) dengan Houston Natural Gas, melakukan manipulasi laporan
keuangan dengan mencatat keuntungan US$600 juta, padahal perusahaan mengalami
kerugian. Manipulasi ini lebih disebabkan moral hazard dan dorongan perusahaan agar
1
Theodorus M. Tuanakotta Mendeteksi Manipulasi Laporan Keuangan, (Jakarta: Salemba Empat.
2013).
58 ASSETS Volume 4 Nomor 1 Tahun 2014
Mendeteksi Fraudulent Reporting... Darmawati & Mediaty
sahamnya tetap diminati investor. Kasus memalukan ini konon ikut melibatkan orang dalam
Gedung Putih. KAP Andersen yang ditunjuk sebagai klien Enron yang telah melakukan
manipulasi keuangan dan akhirnya telah menciderai kepercayaan dari stockholder (principal)
untuk memberikan suatu kewajaran informasi (fairness information) mengenai
pertanggungjawaban dari pihak agen dalam mengemban amanah dari principal.
Di Indonesia, BAPEPAM menemukan sejumlah perusahaan yang terdeteksi
melakukan kecurangan (fraud). Contohnya, tahun 2004 PT Pakuwon Jati Tbk ditemukan telah
melakukan pelanggaran peraturan BAPEPAM nomor VIII.G.7 tentang penyajian laporan
keuangan.2 Selain itu, ditemukan pelanggaran Peraturan BAPEPAM berkaitan dengan
transaksi share buyback oleh manajemen dan orang dalam PT. Sari Husada Tbk. Akhirnya
BAPEPAM mengambil keputusan memberikan sanksi administratif dan perintah melakukan
tindakan tertentu dalam bentuk denda kepada komisaris dan direksi PT. Sari Husada Tbk.3
Selain itu, telah terjadi sembilan kasus pembobolan di berbagai bank.4 Pembobolan
terjadi kantor kas BRI Tamini Square, dengan modus membuka rekening atas nama
tersangka di luar bank. Uang ditransfer ke rekening tersebut sebesar US$ 6 Juta, kemudian
uang ditukar dengan dollar hitam (palsu) menjadi US$60 juta. Selain itu pada BNI Cabang
Margonda Depok, dengan tersangka seorang wakil pimpinan BNI mengirim berita teleks palsu
berisi perintah memindahkan slip surat keputusan kredit dengan membuka rekening
peminjaman modal kerja. Kasus yang lainnya adalah pencairan deposito dan pembobolan
tabungan nasabah bank Mandiri yang melibatkan lima tersangka salah satunya adalah
customer service. Modusnya memalsukan tanda tangan pada slip penarikan, kemudian
ditransfer ke rekening tersangka. Kasus ini dilaporkan pada 1 Februari 2011 dengan nilai kerugian
Rp 18 Miliar. Pada 9 Maret 2011, terjadi pada Bank Danamon, dengan modus head teller Bank
Danamon Cabang Menara dengan menarik uang kas nasabah berulang-ulang sebesar Rp 1,9
miliar dan US$110.000. Kasus yang sangat menghebohkan adalah seorang senior relationship
manager di Citibank Landmark, melakukan kejahatan dengan cara menarik dana nasabah
tanpa sepengetahuan pemilik melalui slip penarikan kosong yang sudah ditandatangani
nasabah.5
2
Annual report BAPEPAM, 2004.
3
Annual report BAPEPAM, 2005.
4
Kompas, 2011
5
Kompas, 2011.
Kasus lainnya adalah Batavia Air (PT Metro Batavia) yang mulai beroperasi 5 Januari
2002. Berdasarkan putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tanggal 30 Januari 2013, Batavia
Air dinyatakan pailit karena tidak sanggup membayar utangnya sebesar US$ 4,68 Juta kepada
penggugat perusahaan sewa guna pesawat, International Lease Finance Corporation (ILPC).
Utang jatuh tempo 31 Desember 2012 merupakan sewa pesawat Wide body Airbus A330
yang dipersiapkan oleh Batavia Air untuk angkutan haji namun Batavia Air gagal
mendapatkan tender pemberangkatan haji. Padahal pada laporan keuangan 2011 posisi
keuangannya cukup baik bahkan memeroleh laba. Kasus fraud mencengangkan adalah PT
Golden Traders Indonesia Syariah (PT GTIS). Pada 24 Agustus 2011diberikan sertifikat halal
untuk memperlancar usahanya.6 PT GTIS menjanjikann keuntungan investasi emas 4,5% -
5,4% per bulan jika emas dititipkan. Permasalahan kemudian timbul pada saat Presiden
Direktur PT GTIS Taufik Michael Ong diduga melarikan dana nasabah sebesar Rp 10
Triliun.7 Dari kasus PT Golden Traders Sariah Indonesia ini fraud dilakukan dengan
penipuan, penyembunyian dan penyalahgunaan kepercayaan.
Belajar dari berbagai kesalahan yang terjadi dan untuk menanggapi maraknya korupsi
di berbagai sektor di Indonesia, keseriusan pemerintah untuk memberantas korupsi, kolusi
dan nepotisme dibuktikan dengan membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
berdasarkan Undang-Undang no 30 tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Lembaga ini melakukan investigasi di berbagai sektor dan tidak pandang
bulu dalam menangani kasus korupsi.8 Untuk menanggapi fraud yang marak terjadi di
berbagai perusahaan di sektor keuangan di Indonesia maka pemerintah menetapkan lagi
Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK memiliki
struktur dengan prinsip checks and balances meliputi bidang tugas pengaturan dan
pengawasan untuk sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga
pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya. OJK mempunyai 5 prinsip good
governance antara lain: independensi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, transparansi serta
kewajiban dan kesetaraan.9
6
Majalah Tempo, edisi 11-17 Maret 2013 berjudul “Hikayat Politikus, Ulama dan Bisnis” dengan sub
judul “Marzuki Ali dan sejumlah ulama terseret kasus PT Golden Traders Indonesia Syariah. MUI memberi
label syariah untuk binis money game”
7
GATRA news, Selasa, 12 Maret 2013.
8
Darmawati, Peran Audit Investigasi dalam mengungkap korupsi di Indonesia, Jurnal Ikhtiyar, Vol.6
No. 1 Maret 2008, h. 313-326. 2008.
9
www.wikipedia.org
60 ASSETS Volume 4 Nomor 1 Tahun 2014
Mendeteksi Fraudulent Reporting... Darmawati & Mediaty
Dari definisi di atas fraud bisa dikategorikan dalam tiga komponen antara lain: 1).
Fraud merupakan perbuatan melawan hukum; 2). Perbuatan fraud mengandung: unsur
kesengajaan, niat jahat, penipuan, penyembunyian, dan penyalahgunaan kepercayaan; 3).
Perbuatan tersebut bertujuan mengambil keuntungan haram (illegal advantage) yang bisa
berupa uang, barang/harta, jasa atau tidak membayar jasa (misalnya manipulasi meteran air
atau listrik sehingga yang dibayar tidak semestinya) atau memeroleh bisnis secara licik
dengan memenangkan tender pengadaan barang dan jasa dengan jalan menyuap pejabat atau
anggota dewan atau menyalurkan kemenangan kepada keluarga atau kerabat. Contohnya,
pada kasus kementerian pemuda dan olah raga/proyek Hambalang dan kasus proyek dagang
sapi anggota dewan.
Pada dasarnya terdapat dua tipe kecurangan, yaitu eksternal dan internal. Kecurangan
eksternal adalah kecurangan yang dilakukan oleh pihak luar terhadap suatu perusahaan atau
entitas, seperti kecurangan yang dilakukan pelanggan terhadap usah, seperti wajib pajak
terhadap pemerintah. Kecurangan internal adalah tindakan tidak legal dari karyawan, manajer
dan eksekutif terhadap perusahaan tempat mereka bekerja contohnya pada kasus yang
dilakukan oleh Melinda Dee di atas.
Dalam istilah akuntansi kecurangan (fraud) berbeda dengan kekeliruan (errors).
Kecurangan (fraud) adalah kesalahan penyajian yang disengaja, sedangkan kekeliruan adalah
kesalahan penyajian atas laporan keuangan yang tidak disengaja. Contoh kekeliruan adalah
10
www.wikipedia.org
11
Theodorus M. Tuanakotta Mendeteksi Manipulasi Laporan Keuangan, (Jakarta: Salemba Empat.
2013).
kesalahan dalam perhitungan harga bahan baku. Menurut Taylor dan Glezen, kekeliruan adalah
salah saji dalam laporan keuangan yang tidak disengaja yang meliputi:12
1. Entitas pribadi yang mungkin membuat kesalahan dalam pengumpulan data
akuntansi dari laporan keuangan yang disiapkan
2. Entitas pribadi mungkin mengabaikan atau salah menafsirkan perkiraan akuntansi
yang tidak benar
3. Entitas pribadi mungkin melakukan kesalahan dalam penerapan prinsip akuntansi yang
4. Berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian, dan pengungkapan.
pengeluaran), neraca palsu (menaikkan nilai aktiva, tidak mencatat hutang), berbuat
curang pada pelanggan (mengurangi berat, jumlah dan ukuran, periklanan yang
pelanggan.
12
Taylor dan Glezen, (1994), h. 3
13
Bologna, (1993)
62 ASSETS Volume 4 Nomor 1 Tahun 2014
Mendeteksi Fraudulent Reporting... Darmawati & Mediaty
kecurangan. Fraud triangle yang pertama kali dikemukakan oleh Donald Cressey, 14
terdiri atas tiga komponen: rationalization, pressure, dan opportunity. Rationalization,
kecurangan dilakukan karena adanya rasionalisasi yang dilakukan seseorang.
Rasionalisasi dilakukan melalui keputusan yang dibuat secara sadar dimana pelaku
kecurangan menempatkan kepentingannya di atas kepentingan orang lain. Pressure,
tekanan dapat terjadi dari dalam organisasi maupun kehidupan individu. Kebutuhan
individu secara personal dianggap lebih penting dari kebutuhan organisasi. Alasan untuk
melakukan kecurangan seringkali dipicu melalui tekanan yang mempengaruhi
individu, rasionalisasi, atau kesempatan. Terkait dengan opportunity, kecurangan
akan dilakukan jika ada kesempatan dimana seseorang harus memiliki akses terhadap
aset atau memiliki wewenang untuk mengatur prosedur pengendalian yang
memperkenankan dilakukakannya skema kecurangan. Jabatan, tanggung jawab,
maupun otorisasi memberikan peluang untuk terlaksananya kecurangan. Satu satu
faktor penyebab kecurangan yang dapat dikendalikan adalah opportunity.
Kemungkinan melakukan kecurangan akan semakin kecil jika tidak ada kesempatan.
Perangkat yang dapat digunakan untuk memperkecil terjadinya kesempatan untuk
melakukan kecurangan adalah dengan mengimplementasikan pengendalian internal yang
memadai.
Gambar 2.1. Fraud Triangle
Preceived Opportunity
Pressure Rationalization
1. Tekanan (pressure): Situasi dimana seseorang menyakini bahwa mereka itu karena
ada kebutuhan merasa perlu untuk melakukan fraud. Baik manajemen atau pegawai
lain merasakan tekanan dengan meneriman insentif untuk melakukan kecurangan.
2. Kesempatan (opportunity): Situasi dimana seseorang meyakini bahwa adanya
kesempatan atau kondisi yang menjanjikan keuntungan yang membuka kesempatan
14
www.wilkipedia.org.
64 ASSETS Volume 4 Nomor 1 Tahun 2014
Mendeteksi Fraudulent Reporting... Darmawati & Mediaty
bagi manajemen atau pegawai untuk melakukan fraud dan tidak terdeteksi.
3. Sikap/Rasionalisasi (rationalization): Suatu bentuk pemikiran yang menjadikan
seseorang yang melakukan fraud merasa bahwa sikap curang tersebut dapat
diterima. Dengan kata lain ada sikap, karakter, atau serangkaian nilai-nilai etis
yang memperbolehkan manajemen atau pegawai untuk melakukan tindakan
yang tidak jujur, atau mereka berada dalam lingkungan yang cukup menekan untuk
membuat merasionalisasi tindakan yang tidak jujur.
15
Theodorus M. Tuanakotta. Akuntansi Forensik & Audit Investigatif, (Jakarta: Salemba Empat. 2010)
Incentive/
pressure
Fraud
Risk
Attitutte/
Opportunity relationship
Kecurangan dalam pelaporan keuangan adalah salah saji atau penghilangan secara
sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan.17 Undang-Undang No. 31 Tahun
1999 junto Undang-Undang No. 20 tahun 2001 menyatakan bahwa perbuatan curang dan
perbuatan yang merugikan keuangan negara merupakan jenis-jenis tindak pidana korupsi). Jadi,
kecurangan seperti ini dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi. Berbagai bentuk
kecurangan yang terkait dengan salah saji karena pelaporan keuangan curang contohnya antara
lain:
a. Insentif atau tekanan. Hal ini terkait dengan stabilitas keuangan perusahaan yang
terancam oleh kodisi-kondisi ekonomi, industri, atau operasional dari entitas tersebut.
Sedangkan manajemen menghadapi tekanan yang kuat untuk memenuhi harapan pihak
ketiga mengenai hal-hal berikut:
i. Pemenuhan harapan seperti press realize atau laporan keuangan tahunan yang
optimis
ii. Kemampuan terbatas untuk memenuhi persyaratan pasar modal (exchange listing
requirement, atau terkait dengan pembayaran utang atau persyaratan akad kredit.
b. Peluang. Terkait dengan sifat industri atau kegiatan entitas, peluang untuk melakukan
pelaporan keuangan curang melalui:
i. Adanya transaksi tidak wajar yang dilakukan oleh perusahaan baik dengan
perusahaan lain atau transaksi antar perusahaan holding.
16
(Tuanakotta, 2013)
17
Menurut Iman Sarwoko dkk (2005),
66 ASSETS Volume 4 Nomor 1 Tahun 2014
Mendeteksi Fraudulent Reporting... Darmawati & Mediaty
ii. Transaksi yang sidnifikan dengan pihak terkait yang tidak merupakan bagian
normal bisnis entitas tersebut.
iii. Adanya skema insentif yang harus dicapai oleh manajemen untuk pencapaian
target yang terkait dengan akun tertentu atau kegiatan tertentu, sekalipun akun
atau kegiatan itu tidak material terhadap entitas secara keseluruhan.
c. Sikap atau Pembenaran, ini dilakukan untuk membenarkan sikap atas kecurangan yang
sudah dilakukan antara lain:
i. Keinginan manajemen yang berlebihan untuk meningkatkan harga saham yang
tinggi atau mempertahankan trent laba.
ii. Manajemen membuat komitmen kepda analysis, kreditur, dan pihak ketiga
lainnya untuk mencapai ramalan (forecasts) yang tidak realistis.
iii. Adanya kepentingan manajemen untuk menggunakan cara-cara tertentu yang
tidak benar untuk mekan angka laba bagi kepentingan perpajakan.
18
(Abbot et al dikutip oleh Wilopo 2006)
68 ASSETS Volume 4 Nomor 1 Tahun 2014
Mendeteksi Fraudulent Reporting... Darmawati & Mediaty
1. Ketimpangan atas aset meliputi penyalahgunaan atau pencurian asset atau harta
perusahaan atau pihak lain adalah bentuk fraud yang paling mudah dideteksi
karena sifatnya berwujud (tangible) atau dapat diukur/dihitung.
2. Pernyataan palsu atau salah pernyataan (fraudulent statement), meliputi tindakan
eksekutif perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi keuangan yang
sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan (financial engineering) dalam
penyajian laporan keuangannya.
3. Korupsi termasuk didalamnya penyalahgunaan wewenang atau konflik kepentingan,
penyuapan, penerimaan yang ilegal, pemerasan secara ekonomi. Jenis fraud ini
yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerjasama dengan pihak lain seperti
suap dan korupsi.
Fraud axioms atau postulate adalah penyataan (preposition) yang tidak dibuktikan
atau tidak diperagakan, dan dianggap sudah jelas sengan sendirinya (self-evident).19 Fraud
axioms dapat membantu auditor memahami karakteristik tertentu dari fraud; membuktikan
fraud; meningkatkan kehati-hatian dalam menyimpulkan fraud.
AXIOMS
EXISTENCE OF
FRAUD
1. Fraud is hidden.
19
Theodorus M. Tuanakotta, Audit Berbasis ISA (International Standard on Auditing), (Jakarta:
Salemba Empat. 2013)
Berbeda dengan kejahatan lainnya, sifat fraud perbuatan fraud adalah tersembunyi.
Fraud mengandung tipuan untuk menyembunyikan apa yang sesungguhnya terjadi. Peristiwa
fraud akan berjalan lancar tanpa bekas samapi perbuatan tersebut dapat ditemukan oleh
auditor atau pelaksana hukum lainnya. Misalnya kasus PT. GTIS begitu meyakinkan setiap
nasabahnya, hampir semua orang percaya akan janji dan tranasaksi yang dilakukan oleh
perusahaan apalagi ada orang hebat di belakang, samapi ketahuan bahwa pemilik perusahaan
melarikan uang nasabah.
Begitu juga dengan peristiwa pembobolan bank. Fraud dilakukan dengan cara
yang canggih. Direktur bank atau kepala cabang mengfasilitasi pelanggannya membuka L/C
fiktif, transaksi bodong yang didukung oleh segala macam berkas yang resmi dari perusahaan
sang pelanggan, bank, notaris, kantor akuntan, pengacara, risalah rapat direksi bank, dan
macam-macam surat legitimasi lain seperti surat keterangan yang ditandatangi oleh lurah
sampai petinggi negara lainnya. padahal sebenarnya nasabah tersebut tidak berhak
mendapatkan vasilitas tersebut. Seperti halnya yang terjadi pada kasus bank Century.
Pembuktian pembobolan bank canggih tersebut sangat sulit karena segala
seuatunya “tersembunyi” sehingga sulit namun dengan diketahuinya identitas pelaku dan
hasil rekaman CCTV serta tertangkapnya pelaku sudah cukup untuk menetapkan pelaku
sebagai tersangka. ACFE mengingatkan “ no opinion should be given the fraud does or does
not exits within a specific environment” yang artinya: jangan memberi pendapat bahwa fraud
telah terjadi atau tidak terjadi disuatu lembaga perusahaan atau entitas.
2. Reverse proof (pembuktian terbalik)
Menurut ACFE mengenai axioma ini adalah sebagai berikut:
“The examination of fraud is approached from two presfektives. To prove that a fraud
has occurred, the proof must include attempts to prove it has not occurred. The
reverse is also true. In attempting to prove fraud has not occurred, that proof must
also attempt to prove that it has”.
Pemeriksaan fraud didekati dengan dua arah. Untuk membuktikan fraud memang
terjadi, pembuktian harus meliputi upaya untuk membuktikan bahwa fraud tidak terjadi, dan
sebaliknya. Dalam upaya pembuktian fraud tidak terjadi pembuktian harus meliputi upaya
untuk membuktikan bahwa fraud memang terjadi.
Alasannya adalah bahwa kedua sisi penipuan harus diperiksa berdasarkan undang-
undang, bukti kecurangan harus menghalangi setiap penjelasan selain rasa bersalah. Ketika
pemeriksa fraud membantu jaksa penyidik, dan berupaya membuktikan terjadinya korupsi, ia
akan mengumpulkan bukti sesuai dengan ketentuan dalam perundang-undangan tipikor.
Tujuanya adalah agar bukti dan barang bukti, didalam persidangan dapat diterima sebagai
alat bukti yang dipakai majenis hakim untuk membuat keputusan tentang telah terjadi
korupsi. Ini adalah arah pertama dalam pemeriksaan korupsi fraud. Arah kedua adalah justru
sebaliknya. Investigator mengumpulkan bukti dan barang bukti sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan, untuk membuktikan tidak terjadi korupsi.dalam hal yang kedua
investigator melihat dari sudut pandang penasehat hokum tersangka. Yang mengantisipasi
dengan menyiapkan pembelaannya.
3. Existence of fraud
Aksioma ini secara sederhana mengatakan bahwa hanya pengadilanlah yang berhak
menetapkan bahwa fraud memang terjadi atau tidak terjadi. Pemeriksa fraud berupaya
membuktikan terjadi atau tidak terjadinya fraud namun ketentuan pengadilanlah yang menetukan
apakah seseorang tersebut melakukan fraud atau tidak.
Dalam upaya menyelidiki adanya fraud, pemeriksa membuat dugaan mengenai apakah
seseorang bersalah (guilty) atau tidak (innocent). Bersalah atau tidaknya seseorang merupakan
dugaan atau dari teori fraud, sampai pengadilan (majelis hakim) memberikan putusan atau vonis.
System hakim di Indonesia mengenal prinsip ini, yakni seseorang bersalah jika ada ketetapan
pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
Auditor harus menyadari dengan cepat kemungkinan terjadinya kecurangan dengan
mengandalkan pada sinyal kecurangan. Auditor perlu memahami sinyal penting dalam
mengidentifikasi kecurangan karena sinyal ini umumnya berhubungan dengan strategi
menyembunyikan kecurangan. Pelaku kecurangan umumnya menggunakan strategi
penyembunyian (concealment strategy) untuk menyembunyikan transaksi yang curang.
Auditor dapat menemukan kecurangan tersebut dengan mengamati sinyal. Sebagai contoh
laporan arus kas yang menunjukkan arus kas negatif yang berasal dari hasil operasi atau
ketidakmampuan perusahaan untuk menghasilkan uang kas dari hasil operasi saat
perusahaan melaporkan pertumbuhan laba merupakan sinyal penting kemungkinan
terjadi skenario kecurangan dalam pelaporan. Beberapa skenario kecurangan mungkin
terjadi misalnya berkaitan dengan fictitious sales, revenue recognition, timing differences.
20
ACFE, (2006), h..302.
72 ASSETS Volume 4 Nomor 1 Tahun 2014
Mendeteksi Fraudulent Reporting... Darmawati & Mediaty
Kriminal Mabes Polri dan Bapepam untuk mengungkap dan mendeteksi terjadinya kecurangan
disuatu perusahaan.
Dalam pendekatan Good Corporate Governance (GCG) terkait dengan pengambilan
keputusan yang efektif, yang bersumber dari budaya perusahaan, etika, nilai, sistem, proses
bisnis, kebijakan dan struktur organisasi yang bertujuan untuk mendukung pengembangan
perusahaan, pengelolaan sumberdaya dan resiko secara lebih efisien dan efektif, serta
pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham. Menurut Saifuddien (2000) terdapat
prinsip-prinsip dalam Good Corporate Governance (GCG) yaitu keadilan, transparansi,
accountability, tanggungjawab, moralitas, kehandalan, komitmen. Dari prinsip-prinsip inilah
yang akan dijadikan faktor-faktor dalam mendeteksi kecurangan (fraud). Akan diketahui
apakah perusahaan menjalankan keadilan pada pemegang saham minoritas, transparansi,
sistem pengawasan efektif pada anggota Direksi (accountability), tanggungjawab dalam
mematuhi hukum yang berlaku, kehandalan, memiliki komitmen penuh. Namun dalam
pendekatan Good Corporate Governance (GCG) sulit untuk melakukan pengukuran terhadap
prinsip-prinsip yang telah disebutkan diatas.
Pendekatan Manajemen laba (earning management) merupakan tindakan manajemen
yang sengaja dilakukan untuk memenuhi target laba perusahaan. Menurut Stice (2007) ada 4
alasan yang mendasari para manajer melakukan manipulasi laba yang dilaporkan:
1. Memenuhi target internal perusahaan
2. Memenuhi harapan eksternal dalam hal ini investor dan stake holder
3. Meratakan atau memuluskan laba (income smoothing)
4. Mempercantik laporan keuangan untuk keperluan Penjualan Saham Perdana (initial public
offering-IPO) atau untuk memperoleh pinjaman dari bank.
keandalan pelaporan keuangan dan kepatuhan terhadap hukum yang berlaku. Menurut laporan
Committee of Sponsoring Organizations (COSO) terdapat 5 komponen yang saling terkait
dalam internal control, yaitu Lingkungan pengendalian (the control environment), penaksiran
risiko (risk assessment), aktivitas pengendalian (control activities), informasi dan komunikasi,
dan yang terakhir pemantauan (monitoring). Lemahnya internal control dapat menyebabkan
terjadinya kecurangan (fraud) disuatu perusahaan.
V. PENUTUP
Fraud bisa diminamilisasi dengan melakukan deteksi secara rutin terhadap internal
kontrol perusahaan. Selain itu, perusahaan juga perlu memastikan semua fungsi-fungsi dalam
perusahaan berjalan sebagaimana mestinya dalam rangka menghindari tindakan fraud.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Otoritas Jasa Keuangan, http://id.wikipedia.org/wiki/Otoritas_Jasa_Keuangan, 21
Juli 2014, diakses tanggal 21 September 2014.
Darmawati. Peran Audit Investigasi dalam mengungkap korupsi di Indonesia, Jurnal Ikhtiyar,
Vol.6 No. 1 Maret 2008, h. 313-326. 2008.
Hutomo, Oki Suryo, Cara Mendeteksi Fraudulent Financial Reporting dengan Menggunakan
Rasio-Rasio Finansial: Studi Kasus Perusahaan yang Terdaftar di Annual Report
BAPEPAM, 2012, diakses tanggal 30 Juni 2014.
Suprajadi, Lusy, Teori Kecurangan, Fraud Awareness dan Metodologi untuk Mendeteksi
Kecurangan Pelaporan Keuangan, Jurnal Akuntansi Keuangan, Vol. 13 No. 2.
Agustus 2009.
-------. Audit Berbasis ISA (International Standard on Auditing), Jakarta: Salemba Empat.
2013.
-------. Akuntansi Forensik & Audit Investigatif, Jakarta: Salemba Empat. 2010.
Wilks T. Jeffry and Mark F. Zimbelman, Using Game Theory and Strategic Reasoning
Concept to Prevent and Detect Fraud, Accounting Horisons, Vol. 18, No. 3 September
2004, pp. 173-184.
Zimbelman, Mark F. The Effect of SAS No. 82 on Auditors’ Attention to Fraud Risk
Factors and Audit Planning Decisions, Studies on Experts and the Application of
Expertise in Accounting, Auditing, and Tax, Journal of Accounting Research, Vol.
35, pp. 75-79, 1997.