You are on page 1of 7

HUBUNGAN PELAKSANAAN SCREENING TEST MENELAN DENGAN

KEJADIAN DISFAGIA PADA PASIEN BARU


YANG MENDERITA STROKE AKUT

Muhammad Arif
STIKes Perintis Padang
Email : perawat.arif@yahoo.co.id

ABSTRACT
According to the NINDS 2015, States that a stroke occurs when the blood supply to brain fails
suddenly interrupted due to a blockage or rupture of blood vessels were. Basic Health Research
results that show an increase in the prevalence of stroke symptoms in Indonesia increased from 8.3 at
1000 in 2007 to 12.1 and at 1000 in 2013. One of the problems that arise due to stroke is a disorder
of swallowing or dysphagia. According to the World Stroke Academy Learning Moduls in 2012 the
prevalence of dysphagia in stroke sufferers range from 36 to 67%. In the year 2016 in RSSN
dysphagia in stroke patients 22,94%. For early detection of dysphagia screening test required to
swallow as a first step in identifying the risks due to dysphagia and aspiration in stroke patients. The
purpose of this research is to know the relationship of the implementation of the screening test to
swallow with dysphagia in acute stroke patients in the room just entered inpatient Neurology RSSN
Bukittinggi in 2017. This research method using analytic, descriptive, then the data was processed
using the Chi Square test. The sample in this study as many as 54 people respondents. Test result
statistics retrieved value p value = 0.002 (p < α) then it can be inferred the existence of a relationship
between the implementation of the screening test to swallow with dysphagia in acute stroke patients
the new entry. Analysis of the results obtained OR = 9.281 meaning respondents who perform
screening test procedures in accordance with the swallow has a chance of 9.281 times in detecting
the occurrence of dysphagia. Suggestions in this study is the implementation of a screening test this
swallow can be included in SPO for nurses in Bukittinggi in the room especially RSSN Neurology in
detecting the onset of dysphagia in acute stroke patients.

Keywords: implementation of Screening Test of swallowing, Dysphagia, Stroke

PENDAHULUAN bagian tubuh manusia yang dapat bertahan


bila terdapat gangguan suplai darah dalam
Stroke adalah gangguan fungsi saraf waktu relatif lama sebab darah sangat
yang disebabkan oleh gangguan aliran dibutuhkan dalam kehidupan terutama
darah dalam otak yang dapat timbul secara oksigen pengangkut bahan makanan yang
mendadak dalam beberapa detik atau secara dibutuhkan pada otak karena otak adalah
cepat, dalam beberapa jam dengan gejala pusat kontrol sistem tubuh termasuk
atau tanda-tanda sesuai dengan daerah yang perintah dari semua gerakan fisik. Dengan
terganggu. Stroke adalah manifestasi klinis kata lain stroke merupakan manifestasi
dari gangguan fungsi otak, baik fokal keadaan pembuluh darah cerebral yang
maupun global (menyeluruh) yang tidak sehat bisa disebut juga
berlangsung cepat, berlangsung 24 jam atau cerebrovascular disease(CVD).
lebih akibat adanya gangguan aliran darah Faktor resiko stroke terdiri dari
otak atau sampai menyebabkan kematian, faktor resiko yang tidak dapat diubah antara
tanpa penyebab lain selain gangguan lain umur, suku, jenis kelamin, dan genetik.
vaskuler (WHO, 2010). Bila dapat faktor ini dikendalikan dengan
Menurut Neil F. Gordon stroke baik, kemungkinan resiko terjadinya stroke
adalah gangguan potensial yang fatal pada dapat semakin rendah, sedangkan faktor
suplai darah bagian otak. Tidak ada satupun resiko yang dapat diubah atau dikendalikan
47
atau dihilangkan memiliki kaitan erat dengan jumlah penderita stroke 35.108
dengan kejadian stroke diantaranya orang ( Profil Dinas Kesehatan, 2015).
hipertensi, diabetes mellitus, kelainan Masalah yang timbul akibat stroke
jantung, merokok, aktifitas fisik, kepatuhan sangat bervariasi seperti kelumpuhan
kontrol, obesitas, minum alkohol, jika separuh badan, kelumpuhan saraf wajah,
pengelolaan faktor resiko ini dengan baik nyeri kepala, gangguan viual, bicara pelo,
akan mencegah terjadinya penyakit stroke kehilangan rasa peka (hemihipestesi),
atau stroke dapat dikurangi atau gangguan menelan, gangguan
ditangguhkan, makin banyak faktor resiko keseimbangan, gangguan mengontrol
yang dimiliki makin tinggi pula emosi, gangguan daya ingat sampai
kemungkinan mendapatkan stroke, jadi gangguan penurunan kesadaran tergantung
stroke merupakan penyebab utama pada lokasi yang terkena dan luasnya
kematian dan kecacatan namun dapat daerah otak yang mengalami nekrosis atau
dicegah atau diubah. (Goldszmith, 2013). kematian jaringan. Salah satu masalah
Jadi stroke merupakan penyebab utama klinis yang sering ditemukan akibat stroke
kelumpuhan dan kecacatan namun dapat adalah gangguan menelan atau disfagia.
dicegah (AHA, 2014). Gangguan menelan dapat bersifat
Berdasarkan data badan dunia sementara atau menetap juga tergantung
masalah kesehatan setiap tahunnya pada lokasi dan luasnya sel otak yang
terdapat 15 juta orang di seluruh dunia terkena ( Mulyatsih, 2009 ).
menderita stroke setiap tahunnya. Dari Penelitian atau studi gangguan
jumlah tersebut ditemukan jumlah kematian menelan pada penderita stroke sudah
sebanyak 5 juta orang dan 5 juta orang banyak dilakukan. Ada beberapa studi
lainnya mengalami kecacatan yang ilmiah tentang gangguan menelan pada
permanen. Di negara maju seperti Amerika stroke yang mendukung tentang prevalensi
dan Eropa stroke masih merupakan atau kejadian disfagia pada penderita
penyebab utama kematian, Penyakit stroke stroke, sehingga perlunya esesment
telah menjadi masalah kesehatan yang menelan yang dini dan pengelolaan yang
menjadi penyebab utama kematian tepat , Pada beberapa penelitian yang
kecacatan pada usia dewasa (American dirangkum dalam WorldStroke Academy
Heart Association, 2014). Learning Moduls tahun 2012, prevalensi
Stroke tidak hanya terjadi di negara disfagia pada penderita stroke berkisar
maju, tetapi juga terjadi dinegara antara 29 - 67% pada keseluruhan penderita
berkembang, termasuk Indonesia. Pada data stroke. Menurut American journal of
statistik WHO yang diperbaharui pada critical care 2010 prevalensi disfagia pada
Januari 2015, stroke merupakan salah satu pasien stroke berkisar 30-67%, dimana
penyebab kematian dan kecacatan yang disfagia dengan aspirasi 20-25% dari
utama di Indonesia. Pada tahun 2012 pasien stroke. Keluhan ini bervariasi mulai
terdapat 328.500 kematian akibat stroke di dari rasa ketidaknyamanan di tenggorokan
Indonesia. Laporan ini sejalan dengan Hasil sampai ketidakmampuan dalam makan. 76
Riset Kesehatan Dasar yang menunjukkan % pasien stroke mengalami gangguan
terjadi peningkatan prevalensi stroke di menelan. Hasil workshop & simposium
Indonesia berdasarkan wawancara jawaban Neuro Critikal Care on Stroke management
responden yang pernah didiagnosis tenaga Bandung 2015 mengatakan Disfagia
kesehatan gejalanya meningkat dari 8,3 merupakan kasus fatal yang paling tinggi
per1000 di tahun 2007 menjadi 12,1 dan sangat mengganggu kualitas hidup
per1000 di tahun 2013 sedangkan pada seseorang.
daerahSumatera barat menempati urutan ke Pada tahun 2014 di RSCM pasien
6 dari 33 propinsi dengan persentase 10,6% stroke yang mengalami disfagia 48,7%
48
sedangkan di Rumah Sakit Stroke Nasional standar prosedur operasional (SPO)
(RSSN) Bukittinggi khususnya diruang unit screening menelan diruangan hanya
stroke data pasien yang peneliti dapatkan didasarkan sosialiasi oleh kepala ruangan
pada tahun 2015 pasien stroke dengan dan peserta yang mengikuti pelatihan dan
disfagia sebanyak 20,44% dan tahun 2016 simposium mengenai screening tes
sebanyak 22,94%. Sehingga dengan kondisi menelan.
hal ini diperlukan adanya deteksi dini Berdasarkan hal diatas peneliti
terhadap disfagia pada semua pasien stroke tertarik untuk melakukan penelitian
sejak pasien masuk rumah sakit sehingga bagaimana hubungan pelaksanaan
dapat menetapkan sedini mungkin screening test menelan dengan kejadian
penatalaksanaan nutrisi yang tepat bagi disfagia pada pasien stroke akut baru
pasien. masuk diruang rawat inap neurologi RSSN
Dalam melakukan asuhan Bukittinggi tahun 2017.
keperawatan pada pasien stroke dimulai Tujuan penelitian ini adalah untuk
dengan asesment atau pengkajian seperti mengetahui hubungan screening test
tingkat kesadaran ,tanda tanda vital,fungsi menelan dengan kejadian disfagia pada
serebral, fungsi motorik ,fungsi sensorik , pasien stroke akut baru masuk diruang
faktor psikososial dan lain lain. Pada rawat inap neurologi RSSN Bukittinggi
pengkajian fungsi serebral salah satunya tahun 2017.
adalah deteksi dini gangguan menelan atau
disfagia yaitu dengan cara screeningtest METODE PENELITIAN
menelan pada awal masuk rumah sakit
berdasarkan prosedur tindakan. Screening Penelitian ini menggunakan desain
adalah proses untuk mengidentifikasi deskriptif analitik dengan pendekatan studi
penyakit-penyakit yang tidak diketahui atau cross sectional. Peneliti melakukan
tidak terdeteksi dengan menggunakan observasi atau mengamati hubungan
berbagai test atau uji yang dapat diterapkan pelaksanaan screening test menelan
secara tepat dalam sebuah skala yang terhadap kejadian disfagia pada pasien
benar. Screening bukan untuk stroke akut baru masuk diruang rawat inap
mendiagnosis tapi untuk menentukan neurologi RSSN Bukittinggi tahun 2017.
apakah yang bersangkutan memang sakit Tempat penelitian ini dilakukan di ruang
atau tidak, kemudian bagi neuro RSSN Bukittinggi tahun 2017.
yang didiagnosisnya positif dilakukan Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal
penatalaksanaan ( Noor, 2002 ). 15 Maret sampai tanggal 01 april 2017 di
Studi pendahuluan yang telah ruang rawat inap neurologi RSSN
peneliti lakukan di Rumah Sakit Stroke Bukittinggi. Populasi dalam penelitian ini
Nasional diruang rawat inap neurologi adalah 116 orang pasien stroke yang ada di
bulan januari 2017 yang lalu, pasien ruang rawat inap neurologi RSSN
dengan disfagia diruang rawat inap Bukittinggi. Sampel dalam penelitian ini
neurologi pada tahun 2016 berjumlah adalah 54 orang responden. Alat yang
22,94% terjadi peningkatan dari tahun digunakan dalam penelitian ini
sebelumnya yaitu 20,44%. berdasarkan menggunakan: lembar observasi. Analisa
hasil wawancara dan observasi terhadap bivariat penelitian ini untuk melihat
perawat diruangan neurologi tersebut hubungan pelaksanaan screening test
semua perawat ada melakukan screening menelan dengan kejadian disfagia pada
test menelan pada pasien baru stroke akut pasien stroke akut baru masuk. Pengujian
tetapi sebagian besar lebih kurang 45% hipotesis untuk mengambil keputusan
tidak berdasarkan prosedur dan sistematika apakah hipotesis yang diujikan cukup untuk
screening, hal ini karena belum adanya
49
meyakinkan diterima atau ditolak, dengan menggunakan rumus chi-square.

HASIL DAN PEMBAHASAN responden melaksanakan Screening test


Hasil menelan sesuai prosedur.
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Pelaksanaan Screening Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden
Test Menelan Berdasarkan kejadian dispagia

Pelaksanaan Screening Kejadian Disfagia f %


f % Tidak Terjadi Disfagia 17 31,5%
Test Menelan
Dilaksanakan tidak Terjadi Disfagia 37 68,5%
13 24,1 Total 54 100
sesuai prosedur
Dilaksanakan sesuai
41 75,9
prosedur Berdasarkan tabel di atas
Total 54 100 menunjukan bahwa lebih dari sebagian
besar responden terjadi disfagia.
Berdasarkan tabel diatas
menunjukan bahwa sebagian besar

Tabel 3 Hubungan Pelaksanaan Screening Test Menelan Dengan Kejadian Disfagia

Kejadian Disfagia
Pelaksanaan screening test Tidak Terjadi Terjadi Total p value
f % f 5 f %
Tidak sesuai prosedur 9 69,2 4 30,8 13 100
Sesuai prosedur 8 19,5 33 80,5 41 100
0,002
Total 17 31,5 37 68,5 54 100

Dari tabel di atas menunjukan Hasil penelitian menunjukkan


bahwa responden yang melaksanakan sebagian besar 41 (75,9%) orang responden
screening test menelan sesuai prosedur melaksanakan Screening test menelan
dapat lebih besar mendeteksi kejadian sesuai prosedur. Selanjutnya tidak
disfagia dibandingkan responden yang dilakukan sesuai prosedur sebanyak 13
melaksanakan screening test menelan tidak (24,1%) orang responden.
sesuai prosedur. Screening adalah suatu strategi atau
Dari hasil analisa hubungan cara yang digunakan dalam suatu populasi
pelaksanaan screening test menelan dengan untuk mendeteksi penyakit pada individu
kejadian dysfagia menggunakan Chi- tanpa tanda-tanda atau gejala penyakit, atau
Square diperoleh nilai P = 0,002 dimana P suatu usaha secara aktif untuk mendeteksi
< 0,05). Berarti Ha deterima yaitu ada atau mencari penderita penyakit tertentu
hubungan antara screeing test menelan yang tampak gejala atau tidak tampak
dengan kejadian dysfagia. dalam suatu masyarakat atau kelompok
tertentu melalui suatu tes atau pemeriksaan
PEMBAHASAN yang secara singkat dan sederhana dapat
memisahkan mereka yang sehat terhadap
mereka yang kemungkinan besar
50
menderita, yang selanjutnya diproses bagian bawah dan kerja otot-otot rongga
melalui diagnosis dan pengobatan mulut dan lidah.
(Suparyanto, 2010). Disfagia biasanya merujuk kepada
Screening Test Menelan adalah alat gangguan dalam makan sebagai gangguan
yang memiliki sensitivitas tinggi untuk dari proses menelan. Disfagia diartikan
memvalidasi dan mengidentifikasi disfagia sebagai “perasaan melekat” atau obstruksi
dan resiko aspirasi pada pasien stroke akut. pada tempat lewatnya makanan melalui
Screening menelan merupakan langkah mulut, faring, atau esophagus. Gejala ini
awal untuk mengidentifikasi risiko disfagia harus dibedakan dengan gejala lain yang
dan aspirasi. Deteksi awal dari disfagia berhubungan dengan menelan. Kesulitan
memungkinkan tindakan yang segera dalam memulai gerakan menelan terjadi pada
penatalaksanaan, sehingga menurunkan kelainan-kelainan fase volunter menelan.
morbiditas, masa rawatan dan biaya Namun demikian setelah dimulai gerakan
perawatan pasien. menelan ini dapat diselesaikan dengan
Hasil penelitian ini sejalan dengan normal. (Harrison, 2000).
penelitian yang telah dilakukan cichero Hasil penelitian ini sejalan dengan
dkk, 2009 yang berjudul nurse screening jurnal World Stroke Academy Learning
for dysphagia in acute hospital menyatakan Moduls tahun 2012, prevalensi disfagia
bahwa metoda screening test menelan pada penderita stroke berkisar antara 29 -
dapat mendeteksi disfagia atau aspirasi 67% pada keseluruhan penderita stroke.
sehingga perlu dikembangkan pada rumah Menurut American journal of critical care
sakit dengan nilai prediktif positif 92% 2010 prevalensi disfagia pada pasien stroke
sedangkan nilai prediktif negatif 3-4%. berkisar 30-67%, dimana disfagia dengan
Menurut asumsi peneliti bahwa aspirasi 20-25% dari pasien stroke.
pelaksanaan screening test menelan Keluhan ini bervariasi mulai dari rasa
merupakan deteksi dini terhadap disfagia ketidaknyamanan di tenggorokan sampai
yang harus dilakukan perawat pada semua ketidakmampuan dalam makan. Hasil
pasien stroke akut yang baru masuk rumah workshop & simposium Neuro Critikal
sakit atau ruang rawat inap. Setiap metoda Care on Stroke management Bandung 2015
screening test walaupun mempunyai mengatakan pasien stroke dengan disfagia
perbedaan dalam pelaksanaannya tetapi mencapai 76%. Sehingga disfagia
tujuan prosedur sama dalam menentukan merupakan kasus fatal yang paling tinggi
dysfagia yang memiliki sensitivitas yang dan sangat mengganggu kualitas hidup
tinggi dan prediktif yang rendah dalam seseorang.
menentukan dysfagia pada pasien stroke. Menurut asumsi peneliti disfagia
Hasil penelitian juga menunjukkan merupakan salah satu masalah yang timbul
bahwa sebagian besar 37 (68,5%) orang akibat stroke,dimana pasien stroke akan
responden terjadi disfagia. Selanjutnya kesulitan dalam menelan cairan atau
tidak terjadi disfagia sebanyak 17 ( 31,5%) makanan. Disfagia dapat mejadi ancaman
orang responden. Proses menelan yang serius terhadap pasien stroke karena
merupakan proses yang kompleks. Setiap adanya resiko pneumonia aspirasi,
unsur yang berperan dalam proses menelan malnutrisi, dehidrasi, penurunan berat
harus bekerja secara terintegrasi dan badan, dan sumbatan jalan napas.
berkesinambungan. Keberhasilan Dari tabel 3 menunjukan bahwa 11
mekanisme menelan ini tergantung dari responden yang melaksanakan screening
beberapa faktor yaitu ukuran bolus test menelan tidak sesuai prosedur, terdapat
makanan, diameter lumen esofagus yang 4 responden (30,8 %) terjadi dysfagia,
dilalui bolus, kontraksi peristaltik esofagus, sedangkan 43 responden yang
fungsi sfingter esofagus bagian atas dan melaksanakan screening test menelan
51
sesuai prosedur terdapat 33 ( 80,5 % ) serta gangguan peristaltik esofagus dapat
responden terjadi dysfagia. menyebabkan disfagia. Manifestasi klinis
Dari hasil analisa hubungan secara umum pada gangguan menelan
pelaksanaan screening test menelan dengan adalah : batuk atau tersedak dan suara
kejadian dysfagia dengan uji (Chi-square) menjadi parau atau beriak (gurgling).
diperoleh nilai P = 0,002 ( P < 0,05 ). NANDA memberikan batasan karakteristik
Berarti Ha deterima yaitu ada hubungna tentang tanda dan gejala sesuai tahapan
antara screeing test menelan dengan menelan Menurut Mulyatsih, 2009).
kejadian dysfagia dengan OR : 9,281 penanganan disfagia ditujukan untuk
artinya pelaksanaan screening test menelan menurunkan risiko aspirasi, meningkatkan
sesuai prosedur mempunyai peluang 9,281 kemampuan makan dan menelan, serta
kali medeteksi kejadian disfagia. mengoptimalkan status nutrisi. Intervensi
Screening dapat didefinisikan yang dianjurkan pada kasus stroke dengan
sebagai pelaksanaan prosedur sederhana disfagia mancakup modifikasi diet,
dan cepat untuk mengidentifikasikan dan manuver kompensatori, serta latihan
memisahkan orang yang tampaknya sehat, menelan (swallowing therapy).
tetapi kemungkinan beresiko terkena Hasil penelitian ini sejalan Menurut
penyakit, dari mereka yang mungkin tidak American Journal of Critical Care 2010,
terkena penyakit tersebut. Screening yang berjudul Validation of A Dysphagia
dilakukan untuk mengidentifikasi mereka Screening tool in Acute Stroke Patients
yang diduga mengidap penyakit sehingga menyatakan screening test menelan
mereka dapat dikirim untuk menjalani merupakan alat yang tepat dan memiliki
pemeriksaan medis dan studi diagnostik sensitivitas tinggi dalam mendeteksi
yang lebih pasti (Noor, 2002). dysfagia dan resiko aspirasi pada pasien
Prinsip pelaksanaan screening test stroke akut 74%.
yaitu melakukan pemeriksaan terhadap Menurut asumsi peneliti
kelompok penduduk yang dianggap menunjukkan bahwa Pada pasien yang
mempunyai resiko tinggi menderita mengalami disfagia neurologis maka
penyakit dan bila hasil test negative maka Integrasi fungsional neurologis tidak
dianggap orang tersebut tidak menderita sempurna sehingga terjadi gangguan sistem
penyakit. Bila hasil positif maka dilakukan neuromuscular mulai dari susunan saraf
pemeriksaan diagnostik. Kriteria untuk pusat, batang otak, persarafan sensorik
pelaksanaan screening test yaitu pertama, dinding faring dan uvula, persarafan
Sifat Penyakit seperti Serius, Prevalensi ekstrinsik esofagus serta persarafan
tinggi pada tahap praklinik, Periode yg intrinsik otot-otot esofagus. Screening test
panjang diantara tanda–tanda pertama menelan merupakan salah satu tindakan
sampai timbulnya penyakit. Kedua, Uji perawat dalam pengkajian pasien stroke,
Diagnostik seperti sensitif dan spesifik, yang harus dilakukan pada awal pasien
sederhana dan murah, aman dan dapat masuk rumah sakit atau ruangan untuk
diterima, reliable, fasilitas adekuat. Ketiga, menilai fungsi menelan pasien.
diagnosis dan pengobatan seperti efektif Pelaksanaan screening test menelan sesuai
dan dapat diterima, pengobatan aman yang dengan standar operasional prosedur akan
telah tersedia. (Noor, 2002). mudah mendeteksi responden yang
Keluhan disfagia motorik mengalami gangguan neurologis disfagia
disebabkan oleh kelainan neuromuscular atau tidak. Pasien disfagia yang cepat dan
yang berperan dalam proses menelan. Lesi tepat terdeteksi akan dapat menetapkan
di pusat menelan di batang otak, kelainan sedini mungkin penatalaksanaan kebutuhan
saraf otak N.V, N.VII, N.IX, N.X dan cairan dan nutrisinya serta teknik atau
N.XII, kelumpuhan otot faring dan lidah latihan untuk mengatasi gangguan menelan.
52
Orophayngeal Dysphagia. Accessed
KESIMPULAN Friday, November 27, 2012. From
Sebagian besar responden 41 orang http://en.wikipedia.org/wiki/Oropha
(75,9%) melaksanakan Screening Test ryngeal_dysphagia
menelan sesuai prosedur. Sebagian besar Scottish Intercollegiate Guidelines
responden 37 orang (68,5%) orang Network. Management of patients
responden terjadi disfagia. Ada hubungan with stroke: identification and
Pelaksanaan Screening Test Menelan management of dysphagia. A
Dengan Kejadian Disfagia Pada Pasien national clinical guideline. 2010.
Stroke Akut Baru Masuk Diruang Rawat Smithard DG, et al. The Natural History of
Inap Neurologi RSSN Bukittinggi Tahun Dysphagia Following Stroke.
2017. Hasil penelitian ini diharapkan dapat Dysphagia. 1997; 12: 188-193
dijadikan sebagai referensi ilmu bagi Soertidewi, jannis,2011. Aspek diagnostik,
peserta didik untuk mengetahui patologi, manajemen. Jakarta;
pelaksanaan screening test menelan FKUI.
dengan kejadian disfagia pada pasien stroke Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G.
akut serta dapat dijadikan sebagai acuan di 2002. Buku Ajaran Keperawatan
dalam SOP pengkajian keperawatan yaitu Medikal Bedah Brunner Dan
pada pemeriksaan fisik neurologi bagi Suddarth ( Ed.8, Vol. 1,2 ). Ahli
perawat diruang rawat inap neurologi bahasa oleh Agung Waluyo ( dkk ).
RSSN Bukittinggi. EGC,. Jakarta.
Sutanto Priyo Hastono, Drs. M. Kes. 2006.
DAFTAR PUSTAKA “ Basic Data Analisis Fir Health
Research Training “. Fakultas
Al Rasyid, Soertidewi, 2007. Manajemen Kesehatan Masyarakat UI.
Stroke Secara Komprehensif. Teasell R, et al. Dysphagia and Aspiration
Jakarta; FKUI. Post Stroke. In Evidadence Based
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Review of Stroke Rehabilitation,
Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : 12th Ed. 2010. London, Ontario
Bina aksara. Canada..
Corwin EJ, (2009), Patofisiologi: buku World Stroke Academy.
saku. Edisi 3. Jakarta: EGC. WSA_Dyspagia_learning_module.
Hinds NP et al. Assesment of Swallowing 2012. Accessed: Friday, November
and Reverral to Speeech and 09, 2012, 11:03:56 PM.
Language Therapists of Acute Widjaya, Linardi. 2003. Patofisiologi dan
Stroke. QJM 1998; 91:829-835. Penatalaksanaan Stroke Lab/UPT
Joane et al,2007, Nursing Intervention Ilmu Penyakit Syaraf. FK Unair/
Classification (NIC), Mosby, USA RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.
Kidd D, et al. The Natural History and Wilkinson, J. 2006. Buku Saku Diagnosis
Clinical Consequences of Keperawatan Dengan Intervensi
Aspiration in Acute Stroke. QJM NIC dan Kriteria Hasil NOC. Edisi
1995 ; 88 : 409-413. 7. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Yayasan Stroke Indonesia. (2009). Stroke
Kedokteran Media. Aeskulapius. Bisa Ganggu Sosial Ekonomi
Jakarta. Keluarga, . Retrieved from :
Nanda, 2006, Buku Panduan Diagnosis http://www.yastroki.or.id/read.php?
Keperawatan, Jakarta : EGC i d=310

53

You might also like