You are on page 1of 17

Sudjana -- Hakikat Adil dan Makmur Sebagai Landasan Hidup dalam Mewujudkan Ketahanan untuk Mencapai

Masyarakat Sejahtera Melalui Pembangunan Nasional Berdasarkan Pancasila

JURNAL KETAHANAN NASIONAL


Vol. 24, No.2, Agustus 2018, Hal 135-151
DOI:http://dx.doi.org/ 10.22146/jkn.33573
ISSN:0853-9340(Print), ISSN:2527-9688(Online)
Online sejak 28 Desember 2015 di :http://jurnal.ugm.ac.id/JKN

VOLUME 24 No. 2, Agustus 2018 Halaman 135-151

Hakikat Adil Dan Makmur Sebagai Landasan Hidup Dalam Mewujudkan


Ketahanan Untuk Mencapai Masyarakat Sejahtera Melalui
Pembangunan Nasional Berdasarkan Pancasila

Sudjana
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
sdjana@yahoo.com

ABSTRACT
This article examined the nature of prosperousness as the foundation of life of the Indonesian nation towards
a prosperous society so that a philosophical approach was realized in a practical level (operational) through the
national development.
The research used the method of approach philosophical; stages of research, the study of literature; and data
analysis, descriptive philosophical.
The study results could be stated that fairness and prosperousness were terms that could not be separated,
even though both of them were the object of study of science that it was different. Fairness or justice was the study
of law and one of the objectives of the law while the prosperousness focused on meeting basic human needs. It was
one of economic studies. Fair and prosperous were related to the time, place and the philosophy was adopted by a
group of people who called himself as a country. Thus the implementation of both institutions in national development
must be understood in the context and could not be separated from the culture, ideology, philosophy of life and
philosophy of the nation that was followed. The essence of prosperousness based on Pancasila was social justice
and social prosperity through national development in all fields for all the people of Indonesia proportionally and
equally and it was inspired by the values of
​​ Pancasila unanimously and intactly.

Keywords: Fair and Prosperous, Prosperous Society, National Development, Pancasila

ABSTRAK
Kajian ini membahas hakikat adil dan makmur sebagai landasan hidup bangsa Indonesia menuju masyarakat
yang sejahtera, sehingga pendekatannya lebih bersifat filosofis tetapi kemudian diwujudkan dalam tatanan praktis
(operasional) melalui pembangunan nasional.
Metode penelitian yang digunakan yaitu metode pendekatan filosofis; tahap penelitian, studi kepustakaan;
dan analisis data, deskriptif filosofis.
Hasil kajian yang dapat dikemukakan adalah bahwa adil dan makmur adalah istilah yang tidak dapat dipisahkan,
meskipun kedua hal tersebut merupakan obyek kajian dari ilmu yang berbeda. Keadilan atau adil adalah kajian
hukum dan merupakan salah satu tujuan dari hukum, sedangkan makmur lebih menitikberatkan pada pemenuhan
kebutuhan pokok manusia, sehingga merupakan kajian ekonomi. Adil dan makmur bersifat relatif, bergantung
pada waktu, tempat serta falsafah yang dianut oleh sekelompok masyarakat yang kemudian menamakan dirinya
sebagai negara. Dengan demikian penerapan kedua pranata tersebut dalam pembangunan nasional harus dipahami
dalam konteks yang tidak dapat dipisahkan dari budaya, ideologi, pandangan hidup serta falsafah bangsa yang
dianutnya. Hakikat adil dan makmur berdasarkan Pancasila merupakan keadilan sosial dan kemakmuran sosial
melalui pembangunan nasional di segala bidang untuk seluruh rakyat Indonesia secara proporsional (sebanding)
dan merata yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila secara bulat dan utuh.

Kata Kunci : Adil dan Makmur, Masyarakat Sejahtera, Pembangunan Nasional, Pancasila

135
Jurnal Ketahanan Nasional, Vol. 24, No 2, Agustus 2018: 135-151

PENGANTAR homoni lupus (Manusia adalah srigala bagi


Indonesia menganut konsepsi negara manusia lainnya) dan Bellum omnium contra
hukum dalam arti luas (rechtstaat in ruimezin) omnes (Manusia selalu berperang dengan
yang menitikberatkan pada penyelenggaraan sesamanya), melainkan berdasarkan atas
kepentingan umum sekaligus mewujudkan ketentuan yang berorientasi pada kepentingan-
kesejahteraan rakyat (welfare state). Sebagai kepentingan dan nilai-nilai obyektif yang disebut
negara hukum yang menganut falsafah keadilan (Hutagalung, 1999: 14). Sedangkan
Pancasila, Indonesia bertekad untuk mencapai orientasi yang berdasarkan pada kebutuhan dan
tujuan pembangunan nasional dengan nilai-nilai subyektif disebut kemakmuran. Kedua
mengutamakan keadilan dan kemakmuran orientasi tersebut pada hakikatnya adalah sebagai
untuk mewujudkan kesejahteraan lahir batin landasan hidup manusia dalam mewujudkan
bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana masyarakat sejahtera yang pelaksanaannya
tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang dilakukan melalui pembangunan nasional yaitu
Dasar 1945 Alinea IV. perubahan ke arah yang lebih baik (progresif)
Dalam merealisasikan tujuan tersebut, dalam perspektif bangsa untuk meningkatkan
hukum berperan untuk mengatur kehidupan kualitas hidup. jadi, inti dari pembangunan
agar berjalan dengan tertib dan teratur nasional adalah peningkatan harkat dan martabat
serta diusahakan sedemikan rupa sehingga masyarakat Indonesia berdasarkan pada nilai-
hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai nilai hakikat kodrat manusia yaitu aspek rohani
dapat dirasakan secara proporsional dan dan jasmani, aspek individu dan makhluk sosial,
setiap individu dapat memenuhi kebutuhan yang pada gilirannya dijabarkan dalam berbagai
hidupnya. Dengan demikian aspek ketertiban, bidang pembangunan (Kaelan, 2000: 236).
keadilan dan kesejahteraan dalam masyarakat Keadilan sebagai konsep hukum
merupakan tujuan pokok dari kaidah hukum. senantiasa dikaitkan dengan kemakmuran
Kaidah hukum sangat diperlukan dalam (konsep ekonomi), sehingga melahirkan
kehidupan masyarakat, hal ini didasarkan atas istilah yang lazim disebut adil dan makmur.
pertimbangan bahwa : (1). Kaidah hukum Pengertian adil dimaksudkan dalam lingkup
bersifat tegas apabila kaidah atau norma kehidupan bersama dalam pemenuhan hak
lainnya tidak ditaati padahal kepentingan dan kewajiban baik dalam bidang hukum
masyarakat menghendaki pentaatan kaidah- maupun moral, sedangkan pengertian makmur
kaidah tersebut; (2). Dikaitkan dengan adalah tercapainya pemenuhan kebutuhan
perkembangan masyarakat itu sendiri yang hidup. Perpaduan antara adil dan makmur
begitu cepat, timbulah berbagai macam sebagai landasan hidup direalisasikan melalui
kepentingan yang tidak diatur oleh kaidah- pembangunan nasional yang terpadu dan
kaidah lainnya; (3). Mempunyai sanksi yang menyeluruh sehingga akan melahirkan
diatur secara formal dalam berbagai peraturan masyarakat Indonesia yang sejahtera atau
perundang-undangan (Hutagalung, 1999: 13). kesejahteraan umum sebagaimana tujuan
Konflik kepentingan yang timbul dalam nasional yang tercantum dalam Alinea IV
pergaulan masyarakat, pemecahannya tidak Pembukaan UUD 1945. Hal ini berarti
semata-mata berdasarkan kekuatan, seperti bahwa setiap warga negara dapat mencapai
dalam Teori Hobbes (leviathan) yaitu Homo kesejahteraan lahir batin sesuai dengan

136
Sudjana -- Hakikat Adil dan Makmur Sebagai Landasan Hidup dalam Mewujudkan Ketahanan untuk Mencapai
Masyarakat Sejahtera Melalui Pembangunan Nasional Berdasarkan Pancasila

haknya, sehingga dapat menikmati secara Stoisme. Misalnya masalah keadilan telah
aman dan tentram tanpa mendapat gangguan. menguasai syair-syair Hesiod dan Solon
Berdasarkan pemikiran tersebut, kesejahteraan pembuat Undang-Undang Atica. Keduanya
umum mempunyai makna adanya pengakuan meminta pertolongan dari Dike putri Zeus
h a k - h a k a s a s i s e m u a w a rg a n e g a r a sebagai penjamin keadilan terhadap tirani
(Hutagalung, 1999: 48). Keadilan sebagai dunia, pelanggaran hak-hak dan tidak adanya
hasil pola pikir masyarakat dipengaruhi oleh keadilan sosial. Solon menggambarkan Dike,
kondisi dan situasi budaya setempat sehingga sebagai seorang dewi yang menghukum
maknanya dapat berbeda-beda, sedangkan kekacauan dan ketidakadilan dengan
kemakmuran tergantung kepada persepsi kejahatan-kejahatan sosial (social evil),
seseorang terhadap kehidupannya karena sifat sedang masyarakat yang adil dianugrahi
manusia yang selalu tidak puas meskipun dengan perdamaian, kemakmuran, dan
pemenuhan kebutuhan (needs) sebenarnya kesejahteraan (Friedmann, 1960: 6). Sejak itu
telah terpenuhi, namun keinginan (wants) pula timbulah hubungan antara keadilan dan
akan selalu berubah dan berkembang. Selain hukum positif yang menguasai alam pikiran
itu, keadilan, kemakmuran, dan sejahtera juga bangsa Yunani dan dalam hakikatnya semua
dipengaruhi oleh pandangan hidup tentang pemikiran tentang hukum (Hutagalung, 1999:
nilai-nilai tersebut dari warga masyarakat 33-34).
yang bersangkutan, sehingga konsep-konsep Menurut filsafat hukum, keadilan dicari
tersebut dalam realitanya akan berbeda karena hakikat sumber keberadaanya. Plato dan
berlainan pandangan hidupnya. Aristoteles menjelaskan definisi yang lebih
Bangsa Indonesia mempunyai suatu konkrit tentang pengertian keadilan dan
pandangan hidup bersama (Pancasila) yang hubungannya dengan hukum positif. Plato
bersumber pada budaya dan nilai-nilai mengasalkan konsepsinya tentang keadilan
religiusnya sehingga diyakini akan mampu dari inspirasi, sedang Aristoteles mendekatinya
memecahkan masalah yang dihadapinya dengan analisis yang berdasarkan ilmu dan
secara tepat serta merupakan pedoman prinsip-prinsip rasional dengan latar belakang
untuk mencapai tujuan yang dikehendaki tipe masyarakat politik dan peraturan-peraturan
yaitu adil dan makmur. Hal ini disebabkan hukum yang ada pada waktu itu. Sebagai
Pancasila mengandung konsepsi dasar landasan yang menghubungkan keduanya
mengenai kehidupan yang dicita-citakan adalah concept of virtue, yaitu sifat baik, yang
dan menyangkut gagasan mengenai wujud mencakup segalanya dan keadilan merupakan
kehidupan yang dianggap baik untuk seluruh bagiannya. Berdasarkan concept of virtue
rakyat Indonesia yakni masyarakat sejahtera. lahirlah pengertian balance dan harmoni,
sebagai suatu ukuran pada masyarakat dan
PEMBAHASAN perorangan yang adil.
Hakikat Adil Dan Makmur Sebagai Plato berpendapat bahwa harmoni
Landasan Hidup Manusia adalah suatu keadaan balance pikiran
Hakikat keadilan sudah dipermasalahkan (mind) dari dalam yang tidak dapat dianalisis
oleh tokoh-tokoh pemikir Yunani, seperti oleh akal. Sedangkan menurut Aristoteles,
Socrates, Plato, Aristoteles, dan Kaum harmoni berada di tengah-tengah antara dua

137
Jurnal Ketahanan Nasional, Vol. 24, No 2, Agustus 2018: 135-151

keadaan yang ekstrim, dan dihasilkan dengan Kemudian keadilan dalam negara didasarkan
menggunakan prinsip-prinsip yang mirip atas kebutuhan dan keinginan manusia yang
dalam dasar-dasar ilmu pasti yaitu campuran banyak dan beragam dalam kehidupan sehari-
keadaan ekstrim dalam pemerintahan dengan hari. Manusia tidak mampu untuk memenuhi
hubungan antara perorangan (Friedmann, kebutuhan ini tanpa bantuan oran lain,
1960: 7). Pandangan Plato ini berkaitan karena itu lalu mengadakan kerjasama, maka
dengan ajarannya mengenai pembagian jiwa terbentuklah suatu negara. Dengan demikian
manusia (Plato’s doctrine of the threeparts negara terbentuk karena adanya kebutuhan dan
of soul) (Lee, 1960: 184) yang mengatakan keinginan yang beraneka ragam, karena itu
bahwa jiwa manusia dibagi ke dalam tiga perlu adanya kerjasama sesuai dengan bakat,
bagian sesuai dengan kemampuan kodrati bidang keahlian dan ketrampilan masing-
yang dimilikinya dan berbeda dengan masing. Dengan demikian, keadilan bagi
makhluk lainnya, yaitu (1). Pikiran atau akal Plato adalah pembagian kerja yang diatur oleh
(nous) yang merupakan bagian rasional, bakat, keahlian dan ketrampilan setiap warga
(2). Semangat atau keberanian (thumos), negara (Rapar, 1988: 83-84).
dan (3). Keinginan, nafsu atau kebutuhan Aristoteles dalam teori hukumnya,
(epithumia) (Rapar, 1988: 75). Trikhotomi memformulasikan keadilan ke dalam
jiwa manusia itu oleh Plato dihubungkan (Friedmann, 1960:10): Distributive, yaitu
dengan empat macam pokok kebajikan yang keadilan yang membagi, memberi petunjuk
disebut moralitas jiwa (soul morality) atau tentang pembagian barang dan kehormatan
keutamaan (exellence) (Rapar, 1988: 76). kepada masing-masing orang menurut tempat
Keempat kebajikan itu adalah pengendalian di masyarakat sesuai perlakuan sama menurut
diri, keperkasaan, kebijaksanaan atau kearifan, hukum. Corrective atau remedial justice
dan keadilan. Pikiran dihubungkan dengan (keadilan yang memperbaiki), yaitu prinsip-
kebijaksanaan, semangat atau keberanian prinsip teknis yang mengatur administrasi
dengan keperkasaan, sedangkan keinginan, hukum, dalam arti untuk mengatur hubungan
nafsu atau kebutuhan dengan pengendalian hukum harus ada suatu ukuran yang umum guna
diri. Ketiga bagian jiwa tersebut secara memperbaiki akibat-akibat tindakan tanpa
keseluruhan dihubungkan dengan keadilan memperhatikan siapa orang berkepentingan
sebagai salah satu kebajikan pokok individu untuk keperluan tersebut, berarti tindakan-
dan masyarakat sehingga dapat memelihara tindakan itu harus diukur secara obyektif
keseimbangannya. Keadilan menghubungkan (Dias, 1976: 66).
ketiga macam kebajikan pokok lainnya, Sidharta (2003: 6) dengan mendasarkan
yaitu pengendalian diri, kebijaksanaan, kepada pendapat Aristoteles membedakan
dan kearifan. Dengan demikian bagi Plato, keadilan dalam beberapa aspek, yaitu (1).
keadilan bukanlah konsep hukum (Rapar, Keadilan distributif (Iustitia distributiva)
1988: 81). Akhirnya Plato berpendapat adalah keadilan yang berupa kewajiban
terdapat keadilan individual yaitu individu pimpinan masyarakat untuk memberikan
dapat menguasai dan mengendalikan diri kepada warga masyarakat beban sosial, fungsi-
sesuai dengan panggilannya yang ditentukan fungsi, balas jasa dan kehormatan secara
oleh bakat, kemampuan dan ketrampilan. proporsional (seimbang) dengan kecakapan dan

138
Sudjana -- Hakikat Adil dan Makmur Sebagai Landasan Hidup dalam Mewujudkan Ketahanan untuk Mencapai
Masyarakat Sejahtera Melalui Pembangunan Nasional Berdasarkan Pancasila

jasa masing-masing. (2). Keadilan komutatif keadilan umum (iustitia generalis) yakni
(Iustitia commutativa) adalah keadilan yang keadilan yang mengatur hubungan bagian
berupa kesenilaian antara prestasi dan kontra terhadap keseluruhan, dan keadilan khusus
prestasi, antara jasa dan balas jasa dalam (iustitia distributiva) yaitu keadilan dalam
hubungan antar warga, atau dilihat dari sudut menjatuhkan hukum atau ganti rugi atas
pemerintah memberikan kepada setiap warga kejahatan atau pelanggaran. Hugo de Groot
secara sama tanpa menghiraukan perbedaan atau Grotius (Huijbers, 1984: 62) membedakan
keadaan pribadi ataupun jasa. (3). Keadilan dua macam keadilan, yaitu keadilan yang
vindikatif (Iustitia vindicativa) adalah keadilan menelusuri (iusitia expletrix /commutative),
yang memberikan hukuman sesuai dengan yaitu menciptakan hak untuk menuntut
kesalahan yang bersangkutan. (4). Keadilan agar diberikan apa yang termasuk padanya
protektif (Iustitia protective) adalah keadilan (fakultas), dan keadilan yang memberikan
berupa perlindungan yang diberikan kepada (Iustitia attributrix/ distributiva) yakni tidak
setiap manusia, sehingga tidak seorangpun menciptakan hak yuridis melainkan hanya
mendapat perlakuan sewenang-wenang. (5). suatu hak berupa kepantasan (aptitudo)
Keadilan legalis (Salman, 1987: 10), yaitu karena itu keadilan ini sebenarnya tidak
keadilan yang ingin diciptakan oleh undang- termasuk bidang hukum hanya merupakan
undang. keharusan moral yang terikat pada keutamaan –
Para ahli lainnya seperti Cephalos keutamaan lain dari keadilan seperti kemurahan
berpendapat bahwa keadilan adalah kejujuran, hati, belas kasihan, dsb. Dengan demikian
Polemarchos mengatakan bahwa keadilan Grotius menyimpang dari ajaran Aristoteles
ialah memberikan kepada setiap orang apa dan Thomas van Aquinas, yang menentukan
yang menjadi haknya, dan Thrasymachos keadilan distributif adalah sebagai keadilan
berpendapat bahwa keadilan tidak lain adalah sejati yang menuntut agar barang-barang
keuntungan bagi yang kuat (Justice is nothing umum dibagikan sesuai dengan jabatan tiap-
but the advantage of stronger) (Rapar, 1988: tiap orang dalam masyarakat (Huijbers, 1984:
82). Sedangkan menurut kaum teoritisi 62).
hukum alam, hakikat keadilan itu ditafsirkan Menurut etika, keadilan dapat dianggap
secara berbeda. Keadilan dipahami sebagai sebagai budi pekerti individu atau sebagai suatu
hal tertinggi atau terakhir yang berkembang keadaan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan
dari sifat alam semesta yaitu Tuhan dan akal atau tuntutan-tuntutan manusia secara adil
manusia. M.T. Cicero (Sabine, 1977: 160- dan layak (Pound, 1954). Etika merupakan
164) mengatakan bahwa keadilan adalah usaha manusia untuk memakai akal budi dan
suatu kebaikan yang hakiki. Ulpianus (Sabine, daya pikirnya agar dapat menjadi baik. Akal
1977: 169) berpendapat bahwa keadilan budi itu ciptaan Tuhan yang diberikan kepada
adalah penentuan yang pasti dan mengikat manusia untuk digunakan dalam semua dimensi
untuk memberikan pada tiap orang haknya. kehidupannya (Magnis-Suseno, 1987: 17).
Thomas van Aquinas (Sabine, 1977: 246) Dengan pertimbangan-pertimbangan akal budi,
mengatakan bahwa keadilan adalah kemauan, manusia dapat mengetahui baik dan buruk,
yaitu untuk memberikan setiap orang yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan, adil
menjadi haknya, serta membedakan antara dan tidak adil. Dimensi kehidupan manusia itu

139
Jurnal Ketahanan Nasional, Vol. 24, No 2, Agustus 2018: 135-151

meliputi kebebasan dan tanggung jawab moral dilihat di Inggris dengan adanya golongan
(kesadaran, kewajiban dan pengorbanan) dan orang yang berpendirian bahwa kehidupan
kebahagiaan. Secara kodrati, manusia bebas ekonomi harus dibebaskan dari aturan impor
menentukan pilihannya dalam memenuhi dan ekspor yang sempit dari negara. Pandangan
kebutuhan dan keinginanya tanpa merugikan mendalam tentang keadilan ditinjau dari
kepentingan orang lain. Di dalam bertindak segi ekonomi dikemukakan oleh Posner
senantiasa dilandasi tanggung jawab yang (1981: 48) yang membahas tentang paham
memerlukan kesadaran yaitu keinsyafan (sadar utilitarisma dihubungkan dengan teori sosial
artinya merasa, tahu atau ingat kepada keadaan dan percaya bahwa terdapat suatu kaidah
sebenarnya), kewajiban yaitu sesuatu yang ekonomi (economic norm) yang disebut wealth
harus dilakukan, dan pengorbanan merupakan maximation. Kemudian dari segi politik (Rapar,
titik optimalnya karena memerlukan segala- 1988: 29) berkaitan dengan tujuan negara,
galanya baik pikiran, perasaan, harta benda, salah satu pemikiran yang dikemukakan oleh
waktu, dan tenaga (Suhendar, dkk, 1993: 216- Merriam (1945: 31) menyebutkan lima hal
223), sehingga mencapai kebahagiaan dalam yang menjadi tujuan negara (Pemerintah),
hidupnya. Dalam kaitan dengan hal ini, Kaum yaitu : external security; internal orde; justice;
teleogis termasuk John Stuart Mill merumuskan general welfare; freedom. Keadilan merupakan
bahwa perilaku benar adalah sebagai perilaku pranata politik yang diwujudkan dalam suatu
yang kondusif (favorable) bagi kesejahteraan sistem dan prosedur yaitu memberikan setiap
manusia. Akal budi dapat menunjukan atau orang yang telah disepakati serta dianggap
paling tidak dalam asasnya, perilaku apa patut. Keadilan mengandung sistem nilai
serta bagaimana mendatangkan kebahagiaan (value system) dalam relasi individu agar setiap
manusia dan sejauh itu dapat memandu ke orang mendapatkan bagiannya berdasarkan
arah perilaku yang benar tadi. Namun akal nilai tersebut. Sedangkan menurut hukum,
budi tidak mempunyai kompetensi untuk pelaksanaan keadilan (administration of justice)
menentukan apa yang mewujudkan keadilan mempunyai makna untuk mengatur hubungan-
(hanya bersifat instrumental) sehingga tidak hubungan dan menghasilkan prilaku manusia
dapat menerangkan hakikat dari kebahagiaan melalui proses pengadilan di masyarakat yang
tersebut karena semata-mata ditentukan oleh merupakan organisasi politik. Hal ini sejalan
perasaan. Sebaliknya Kaum deontologis dengan pendapat tokoh-tokoh kaum realisme
antara lain Immanuel Kant berpendapat Amerika, seperti Holmes, Jerome Frank,
bahwa hakikat dari perilaku yang benar dapat Llewellyn, Cardoso, yang bersikap radikal
diketahui tanpa harus memperhitungkan tentang proses pengadilan karena mereka
konsekuensi-konsekuensi bagi kesejahteraan mengatakan bahwa hakim-hakim tidak saja
(keuntungan) atau kesusahan (kerugian) menemukan hukum tetapi juga membentuk
manusia serta keyakinan tentang perilaku benar hukum Law as a decision what court do,
dapat dijustifikasi oleh pemahaman rasional sehingga Justice is the end of law (Hutagalung,
(Rasjidi, dkk, 2001: 149-150). Keadilan ditinjau 1999: 40).
dari segi ekonomi berkaitan dengan utilitarisma Selanjutnya, hakikat keadilan dapat juga
yang mengajarkan tentang kebahagiaan dan dikemukakan berdasarkan aliran-aliran dalam
tidak adanya kesengsaraan. Hal ini dapat filsafat hukum, yang mengartikan keadilan

140
Sudjana -- Hakikat Adil dan Makmur Sebagai Landasan Hidup dalam Mewujudkan Ketahanan untuk Mencapai
Masyarakat Sejahtera Melalui Pembangunan Nasional Berdasarkan Pancasila

sebagai hubungan yang ideal antar manusia. dan bepergian;(3). Bagian terluas dari rumah
Aliran hukum alam (natural law) berpendapat berlantai tanah; (4). Tidak mampu membawa
bahwa keadilan terdapat dalam ratio Tuhan, anggota keluarga ke sarana kesehatan.
mazhab sejarah (historitical yurisprudence) Smith (1977: 16) menjelaskan bahwa
yang dipelopori oleh Carl Von Savigny kemiskinan hanya dapat diatasi dengan cara
mengatakan bahwa keadilan itu diwujudkan meningkatkan ketrampilan dan keakhlian
dalam jiwa bangsa (volksgeist),aliran angkatan kerja, meningkatkan ketrampilan
sociological yurisprudence dari Eugen dan keakhlian angkatan kerja, dan membantu
Ehrlich yang menjelaskan bahwa keadilan itu dalam mengurangi waktu yang diperlukan
diwujudkan dalam the living law, aliran marxis untuk proses produksi dengan cara tradisional,
yurisprudence yang berpendapat bahwa yaitu dengan menemukan/menyebarkan
keadilan tercermin dalam class of ideology, teknologi yang bersifat mengurangi waktu
aliran legal positivism yang mengatakan bahwa yang diperlukan untuk proses produksi
keadilan terdapat melalui kepastian hukum itu sendiri. Sedangkan Todaro (1977:
dalam undang-undang, aliran pragmatic legal 62) menentukan kriteria keberhasilan
realism dari Roscoe Pound yang menjelaskan pembangunan berdasarkan jaminan masa
bahwa keadilan merupakan penjabaran dari depan (life sustenance), peningkatan harga diri
Law as a tool of social engineering, dan (self esteem), kebebasan (freedom).
mazhab UNPAD berpendapat bahwa keadilan Dengan demikian, dalam ekonomi telah
adalah pencerminan dari konsep sarana terjadi perubahan persepsi tentang penilaian
pembangunan (Hutagalung, 1999: 40). keberhasilan pembangunan sebagai tolak ukur
Kemakmuran ditinjau dari segi ekonomi kemakmuran tidak hanya berdasarkan GNP
pada hakekatnya adalah terpenuhi kebutuhan tetapi lebih banyak pada segi pemenuhan
hidup secara materil, sehingga apabila hal kebutuhan dasar manusia. Sesuai dengan
tersebut tidak dapat atau kurang terwujud, pendapat tersebut, UN-Committee for
maka disebut miskin (kemiskinan). Meskipun Development mengajukan pemikiran yang
demikian, kemiskinan sukar diukur karena dikenal sebagai indikator kesejahteraan yang
(1). Indikator sosial dan nilai budaya yang didasarkan pada beberapa asumsi kriteria
berbeda; (2). Jarak geografik antara sumber kebutuhan dasar manusia sebagai berikut (1).
dan pemakai selalu berbeda; (3). Adanya Kemungkinan umur yang lebih panjang (life
falsafah yang berbeda tentang faktor waktu; expectancy); (2). Angka kematian yang lebih
(4). Situasi ekonomi lingkungan yang berbeda rendah, terutama untuk bayi di bawah umur
(Susanto, 1984: 149). 1 tahun; (3). Angka persentase bagi warga
Badan Koordinasi Keluarga Berencana negara yang dapat membaca huruf latin; dan
Nasional (BKKBN, tanpa tahun ) menetapkan (4). Pendapatan orang yang meningkat.
kriteria kemiskinan dan keluarga prasejahtera
adalah (1). Tidak dapat melaksanakan ibadah Konsepsi Mewujudkan Masyarakat
menurut agamanya, seluruh anggota keluarga Sejahtera Melalui Pembangunan Nasional
tidak mampu makan dua kali sehari; (2). Seluruh berdasar Pancasila
anggota keluarga tidak memiliki pakaian Kesejahteraan (well being) menurut
berbeda untuk di rumah, sekolah, bekerja, hedonisme yang antara lain dikemukaan oleh

141
Jurnal Ketahanan Nasional, Vol. 24, No 2, Agustus 2018: 135-151

Eficurus (filsuf Yunani) serta John Stuart Mill adil oleh masyarakat yang diatur oleh hukum
(filsuf Inggris) adalah kehidupan yang penuh itu. Dengan kata lain, ketidakadilan akan
sarat dengan kenikmatan. Pandangan lain dari mengganggu ketertiban yang justru menjadi
Aristoteles yang dikenal dengan eudemonisme tujuan tatanan hukum tersebut. Ketertiban
berpendapat bahwa kesejahteraan manusia yang terganggu berarti bahwa keteraturan dan
terdiri atas perwujudan secara aktif dari kepastian tidak lagi terjamin, sehingga suatu
potensi alamiah atau pembawaan sebagai tatanan hukum tidak dapat dilepaskan dari
satu-satunya kemampuan yang membedakan keadilan (Kusumaatmadja, dkk, 2000: 52).
dari binatang. Sedangkan Thomas van Aquino Dengan demikian, terdapat keterkaitan yang
dan filsuf Kristen lainnya berpendapat bahwa erat antara mewujudkan masyarakat yang
kebahagiaan sebagaimana didefinisikan sejahtera dengan tujuan hukum yaitu keadilan.
oleh hedonisme dan eudemonisme adalah Teori pertama yang dapat digunakan
suatu kesejahteraan manusiawi yang rendah untuk menjelaskan keterkaitan antara
derajatnya (inferior), sehingga untuk kesejahteraan dan tujuan hukum (keadilan)
menghayati kebahagiaan sejati orang harus yaitu teori etis (etische theorie) yang
menjalankan kebajikan teologikal (sebagai berpendapat bahwa hukum hanya semata-
lawan dari kebajikan alamiah) yang meliputi mata bertujuan mewujudkan keadilan. Teori
kesetiaan (faith), harapan (hope) dan cinta ini pada mulanya dikemukakan oleh filusuf
kasih, serta menempatkan dirinya dalam Yunani yaitu Aristoteles dalam karyanya
hubungan dengan Tuhan (Rasjidi, dkk, 2001: Ethica Nicomachea dan Rhetorik (Utrecht,
149-150). 1957: 20), yaitu hukum mempunyai tugas
Konsep masyarakat yang sejahtera menurut yang suci yaitu memberi kepada orang yang
Pancasila dimaksudkan terpenuhinya kebutuhan berhak menerimanya. Kelemahan teori ini
lahirilah (sandang, pangan dan papan), dan adalah bahwa hukum tidak selalu mewujudkan
batiniah seperti ketentraman, ketenangan, dan keadilan, tetapi mengutamakan ketertiban,
kebahagiaan. Hal itu dapat dicapai dengan keteraturan, atau kelancaran, seperti misalnya
adanya pemberian hak untuk mendapatkan ketentuan hukum tentang lalu lintas yang
kehidupan yang layak bagi kemanusiaan (asas mewajibkan setiap kendaraan menggunakan
kebutuhan) serta perlakuan yang sama dalam jalur sebelah kiri (Mertokusumo, 1986: 60).
hukum terhadap setiap individu atau warga Teori kedua adalah teori kegunaan
negara (asas persamaan). Secara teoritis, asas (utilities theorie) dari Jeremy Bentham seorang
kebutuhan dan persamaan tersebut merupakan akhli hukum dari Inggris berpendapat bahwa
ciri yang dianut untuk menentukan kriteria hukum bertujuan menjamin adanya kegunaan
keadilan (Syahrani, 1999: 21). atau manfaat bagi kelompok masyarakat untuk
Sedangkan keadilan itu sendiri mencapai sebesar-besarnya kebahagiaan (the
merupakan salah satu tujuan hukum, karena greatest happiness for the greatest number).
suatu sistem hukum positif harus berdasarkan Namun teori ini juga mempunyai kelemahan
keadilan, meskipun makna keadilan berbeda- yaitu hanya memperhatikan hal-hal yang
beda dari suatu sistem nilai ke sistem nilai bersifat umum, dan terlalu individualistis
lainnya, namun suatu sistem hukum tidak sehingga tidak memberikan kepuasan bagi
dapat bertahan lama apabila tidak dirasakan perasaan hukum (Utrecht,1957: 20), tidak

142
Sudjana -- Hakikat Adil dan Makmur Sebagai Landasan Hidup dalam Mewujudkan Ketahanan untuk Mencapai
Masyarakat Sejahtera Melalui Pembangunan Nasional Berdasarkan Pancasila

cocok dengan Pancasila yang memberikan kepentingan yang dilindungi dan setiap
kebahagiaan melalui keadilan untuk seluruh orang harus memperoleh sedapat mungkin
rakyat Indonesia bukan sekelompok mayoritas. yang menjadi haknya (Syahrani, 1999:
Menurut Bentham, hakikat kebahagiaan 25). Kedamaian adalah suatu keadaan
adalah kenikmatan kehidupan yang bebas yang meliputi dua hal, yaitu ketertiban
dari kesengsaraan, sehingga tujuan manusia atau keamanan (orde) dan ketentraman
melakukan suatu tindakan adalah untuk atau ketenangan (rust). Ketertiban tertuju
mendapatkan kebahagiaan sebesar-besarnya pada hubungan lahiriah, dengan melihat
dan mengurangi penderitaan. Baik buruknya pada proses interaksi antar pribadi dalam
tindakan diukur dari baik-buruknya akibat masyarakat. Adapun ciri-ciri ketertiban antara
yang dihasilkan oleh tindakan itu. Suatu lain adalah adanya kerjasama; stabilitas;
tindakan dinilai baik, jika menghasilkan keseragaman; konformitas; dan tidak ada
kebaikan dan sebaliknya dinilai buruk apabila konflik yang negatif (Syahrani, 1999: 25).
mengakibatkan kerugian (Utrecht,1957: Sedangkan ketentraman mengarah pada
79). Bentham menerapkan teori ini secara keadaan batin yaitu melihat pada kehidupan
analogis pada bidang hukum yaitu baik batiniah masing-masing pribadi dalam
buruknya hukum harus diukur dari akibat yang masyarakat (Purbacaraka, dkk, 1978: 30).
dihasilkan oleh penerapan hukum itu. Suatu Ciri-cirinya antara lain adalah tidak ada
ketentuan hukum dinilai baik, jika akibat yang bahaya dari luar; tidak ada rasa khawatir;
dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan, tidak ada konflik pribadi; dan adanya
kebahagiaan sebesar-besarnya dan berkurang lembaga-lembaga penyalur ketegangan
penderitaan. Sebaliknya dinilai buruk, jika (Syahrani,1999: 26). Dalam ketertiban
penerapannya menghasilkan akibat yang lebih menonjol kewajiban, sedangkan pada
tidak adil, kerugian dan hanya memperbesar ketentraman yang diutamakan adalah hak-
penderitaan. Teori analogi ini bermanfaat haknya. Manusia memerlukan keduanya
bagi pengembangan ilmu hukum, yaitu untuk dalam wujud yang serasi karena terlalu
mengukur kualitas dari peraturan perundang- menekankan kepada ketertiban membuka
undangan (Utrecht,1957: 79). jalan kearah keadaan totaliter, sedangkan
Teori ketiga, merupakan campuran dari lebih mementingkan ketentraman membuka
kedua teori tersebut di atas yang dikemukakan jalan ke arah anarkhi (Syahrani,1999: 26).
oleh para akhli seperti Bellefroid yang Untuk menciptakan kedamaian dalam
mengatakan bahwa isi hukum harus arti tertib (bersifat lahirilah dan menimbulkan
ditentukan menurut dua asas yaitu keadilan kewajiban) serta ketentraman (bersifat
dan faedah (Utrecht,1957: 79). Kemudian batiniah dan memberikan hak) agar dapat
Gustav Radbruch berpendapat bahwa berjalan dengan seimbang dan serasi yang
tujuan hukum meliputi keadilan, kegunaan, dinamis perlu adanya faktor penjamin yang
dan kepastian hukum (Salman, 1987: 11). disebut hukum (Badan Pembinaan Hukum
Tokoh teori campuran lainnya adalah Nasional, 1980: 61). Kemudian akhli lainnya
Apeldoorn (1983: 20) yang berpendapat yang dapat dikategorikan sebagai tokoh teori
tujuan hukum mempertahankan kedamaian campuran adalah Kusumaatmadja yang
dengan mengadakan keseimbangan antara mengatakan :

143
Jurnal Ketahanan Nasional, Vol. 24, No 2, Agustus 2018: 135-151

Hukum tidak hanya meliputi asas dan kaidah sebagai modifikasi konsep Roscoe Pound
yang mengatur kehidupan manusia dalam Law as a tool of social engeneering yang
masyarakat, melainkan juga termasuk
merupakan inti pemikian dari aliran pragmatic
lembaga dan proses dalam mewujudkan
berlakunya kaidah itu dalam kenyataan di legal realism serta dikaitkan pula dengan
masyarakat (Kusumaatmadja, 2002: vi). flsafat budaya dari Northop dan policy
oriented dari Laswell dan Mc Dougal (Rasjidi,
Kalau dianalisis lebih lanjut, makna dkk, 2001: 78-79). Konsepsi hukum sebagai
definisi tersebut mengandung aliran atau sarana pembaharuan masyarakat lebih luas
mazhab dalam filsafat hukum, yaitu: kata jangkauan dan ruang lingkupnya daripada
asas berarti memperhatikan pandangan aliran di Amerika tempat kelahirannya karena
hukum alam, karena asas itu ada kaitannya lebih menonjolnya perundang-undangan
dengan nilai-nilai moral tertinggi yaitu dalam proses pembaharuan hukum di
keadilan. Sedangkan kata kaidah berarti Indonesia meskipun yurisprudensi tetap
memperhatikan pengaruh aliran positivisme memegang peranan pula dan ditolaknya
hukum, karena mempunyai sifat normatif, aplikasi mekanisme dari konsepsi tersebut,
seperti yang dikemukakan oleh John Austin yaitu penggunaan istilah tool karena akan
dan Hans Kelsen. Kata lembaga berarti mengakibatkan hasil yang sama dari penerapan
menggambarkan pandangan mazhab sejarah, faham legisme yang banyak ditentang di
karena yang dimaksud adalah lembaga hukum Indonesia (Rasjidi, dkk, 2001: 78-79). Agar
adat sebagai cerminan pengaruh mazhab dalam pelaksanaan perundang-undangan
sejarah. Kata proses, berarti memperhatikan yang bertujuan untuk pembaharuan itu dapat
pandangan pragmatic legal realism (Roscoe berjalan sebagaimana mestinya, hendaknya
Pound) yaitu proses terbentuknya putusan diselaraskan dengan inti pemikiran aliran
hakim pengadilan. Lebih lanjut kata lembaga sociological jurisprudence yaitu hukum yang
dan proses menggambarkan pandangan baik adalah sesuai dengan hukum yang hidup
sosiological jurisprudence, karena merupakan di dalam masyarakat dalam arti mencerminkan
cerminan dari living law , yaitu sumber hukum nilai-nilai yang hidup di masyarakat (Rasjidi,
tertulis dan tidak tertulis yang hidup (formal). dkk, 2001: 80). Sedangkan Kantaatmadja
Kemudian dikatakan pula bahwa tujuan (1985) menjelaskan hukum sebagai sarana
hukum adalah tujuan pokok dan pertama kali pembaharuan mengandung arti bahwa hukum
dari hukum adalah ketertiban. Kebutuhan akan harus mampu memenuhi kebutuhan sesuai
ketertiban ini syarat pokok (fundamental) dengan tingkat kemajuan serta tahapan
bagi adanya suatu masyarakat manusia yang pembangunan di segala bidang, sehingga
teratur. Di samping ketertiban, tujuan lain dapat diciptakan ketertiban dan kepastian
dari hukum adalah tercapainya keadilan yang hukum untuk memperlancar pelaksanaan
berbeda-beda isi dan ukurannya menurut pembangunan. Pembangunan dalam arti
masyarakat dan zamannya (Kusumaatmadja, seluas-luasnya meliputi segala segi kehidupan
2002: 3-4). masyarakat, karena itu istilah pembangunan
Selanjutnya Mochtar Kusumaatmadja ekonomi sebenarnya kurang tepat, karena
mengatakan bahwa hukum dapat berfungsi tidak dapat membangun ekonomi suatu
sebagai sarana pembaharuan masyarakat masyarakat tanpa mengaitkan dengan

144
Sudjana -- Hakikat Adil dan Makmur Sebagai Landasan Hidup dalam Mewujudkan Ketahanan untuk Mencapai
Masyarakat Sejahtera Melalui Pembangunan Nasional Berdasarkan Pancasila

kehidupan lainnya (Kusumaatmadja, 2002: bertambah terus dan akumulasi kapital


19). Pembangunan ekonomi adalah usaha- terus menerus terjadi, maka tanah yang
usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu subur menjadi semakin langka .Akibatnya
bangsa yang seringkali diukur dengan tinggi berlaku hukum tambahan hasil yang semakin
rendahnya pendapatan riel perkapita sehingga berkurang ditambah lagi persaingan diantara
tujuan pembangunan ekonomi disamping kapitalis dalam mengolah tanah tersebut
untuk menaikan pendapatan nasional riel juga sehingga mengakibatkan keuntungan
meningkatkan produktivitas (Irawan, dkk, semakin menurun sampai tingkat yang
1997). Todaro (1981: 96-97) mendefinisikan normal. Sedangkan Thomas Robert Malthus
pembangunan ekonomi sebagai suatu proses menguraikan tentang jumlah penduduk yang
multidimensional yang mencakup perubahan terus menerus merupakan unsur yang perlu
struktur, sikap hidup dan kelembagaan, untuk adanya tambahan permintaan. Namun
selain mencakup peningkatan petumbuhan kenaikan jumlah penduduk saja tanpa disertai
ekonomi, pengurangan ketidakmerataan kemajuan faktor atau unsur perkembangan
distribusi pendapatan dan pemberantasan yang lain tidak akan menaikan pendapatan
kemiskinan. Dengan demikian inti dari tujuan atau permintaan, justru akan menurunkan
pembangunan ekonomi adalah pemenuhan tingkat upah dan berarti pula merendahkan
kebutuhan hidup manusia (kemakmuran). biaya produksi. Turunnya biaya produksi
Untuk menjelaskan hal itu, dapat dikemukakan akan memperbesar keuntungan para kapitalis
teori-teori pembangunan ekonomi seperti dan mendorong untuk terus berproduksi,
aliran klasik yang dipelopori oleh Adam tetapi keadaan ini hanya sementara saja
Smith, Davis Ricardo dan Thomas Robert sifatnya, sebab permintaan efektif (effective
Malthus (Irawan, dkk, 1997: 16-21). demand) akan semakin berkurang karena
Adam Smith menjelaskan bahwa pendapatan buruh juga semakin berkurang.
perkembangan ekonomi diperlukan adanya Hal ini berlainan dengan pendapat J.B Say
spesialisasi atau pembagian kerja agar yang terkenal dengan hukum pasarnya supply
produktivitas tenaga kerja bertambah yang creates its own demand, artinya asal jumlah
sebelumnya harus ada akumulasi kapital produksi bertambah maka secara otomatis
dari dana tabungan. Pasar harus seluas permintaan ikut bertambah pula karena pada
mungkin agar dapat menampung hasil hakikatnya kebutuhan manusia tidak terbatas
produksi sehingga perdagangan internasional (Irawan, dkk, 1997: 16-21).
berkembang. Kenaikan produktivitas akan Teori lainnya tentang pembangunan
menaikan penghasilan nasional sekaligus ekonomi adalah aliran neo–klasik yang
memperbesar jumlah penduduk, serta mempelajari tingkat bunga, yaitu harga
mengakibatkan upah naik dan terjadinya yang menghubungkan nilai pada saat yang
akumulasi kapital. Namun sumber daya alam akan datang dan pada akhirnya sampai pada
terbatas maka keuntungan menurun karena masalah akumulasi modal (Irawan, dkk, 1997:
berlakunya hukum pertambahan hasil yang 27).
semakin berkurang, sehingga perkembangan Berdasarkan teori-teori tersebut di atas,
mengalami kemacetan atau berhenti. David dapat disimpulkan bahwa pada umumnya
Ricardo berpendapat, bila jumlah penduduk aspek pembangunan ekonomi sebagai tolak

145
Jurnal Ketahanan Nasional, Vol. 24, No 2, Agustus 2018: 135-151

ukur untuk mencapai tingkat kemakmuran mencerminkan nilai-nilai yang dijunjung


berdasarkan pada pemenuhan materi yaitu tinggi oleh Pancasila. Dengan kata lain,
bahwa sistem hukum nasional Indonesia
kaitan antara kapital, produksi, permintaan dan
harus menjadi suatu sistem hukum
penawaran. Sedangkan menurut Pancasila, Pancasila dan hukum ekonomi nasional
makmur diartikan sebagai pemenuhan Indonesia merupakan bagian dari Hukum
kebutuhan manusia baik materil maupun Pancasila (Hartono, 1988: 6).
spiritual, jasmaniah maupun rohaniah.
Secara luas makmur (kemakmuran) adalah Lebih lanjut Sunaryati Hartono
tercapainya tingkatan harkat dan martabat menjelaskan tentang makna dari pembangunan
yang lebih tinggi sesuai dengan unsur kodrat hokum, yaitu (1). Menyempurnakan (membuat
manusia (Kaelan, 2000: 67). Dengan demikian sesuatu yang lebih baik ), (2). Mengubah
hakikat kemakmuran berdasarkan Pancasila agar menjadi lebih baik dan modern, (3).
tidak hanya mempunyai dimensi ekonomi Mengadakan sesuatu yang sebelumnya belum
tetapi juga psikologi yaitu terpenuhinya ada, atau (4). Meniadakan sesuatu yang
kebutuhan spiritual/rohaniah seperti terdapat dalam sistem lama, karena tidak
ketenangan, ketentraman dan kebahagiaan. diperlukan atau tidak cocok dengan sistem
Selain itu, juga berdimensi sosial yaitu baru (Hartono, 1991).
adalah tercapainya kedudukan yang terhormat Manan (2000: 2) menjelaskan bahwa
dalam arti memberikan derajat yang tinggi salah satu visi pembangunan hukum nasional
sebagai makhluk sosial dan makhluk Tuhan adalah guna memenuhi kebutuhan individu,
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik masyarakat (bangsa), dan negara untuk
Indonesia. mewujudkan kesejahteraan umum atas dasar
Keterkaitan antara kemakmuran keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
sebagai inti pembangunan ekonomi dengan Sedangkan misi pembangunan hukum
pembangunan hukum dijelaskan oleh nasional adalah memantapkan sistem hukum
Sunaryati Hartono sebagai berikut : nasional yang telah ada untuk mewujudkan
perikehidupan bermasyarakat, berbangsa,
Pembangunan ekonomi mempunyai dan bernegara dalam wadah negara RI yang
hubungan yang erat dan pengaruh timbal demokratis dan berdasarkan hukum, aman,
balik dengan pembangunan hukum, karena
tentram, tertib, damai, bahagia, sejahtera
pembaharuan dasar-dasar pemikiran
dibidang ekonomi mengubah dan menurut dasar keadilan sosial bagi seluruh
menentukan dasar-dasar pembangunan rakyat Indonesia.
hukum yang bersangkutan, sebaliknya Selanjutnya materi pembangunan
penegakan asas-asas hukum yang sesuai hukum nasional menyangkut struktur
juga akan memperlancar terbentuknya
struktur ekonomi yang dikehendaki. hukum (misalnya peradilan), substansi
Tetapi sebaliknya, penegakan asas-asas hukum (perundang-undangan), dan budaya
hukum yang tidak sesuai justru akan hukum (persepsi dan apresiasi masyarakat
menghambat terciptanya struktur ekonomi terhadap hukum) (Manan, 2000: 2) serta
yang dicita-citakan. Itulah sebabnya,
pembentukannya mengutamakan asas-asas
maka dalam rangka usaha menuju struktur
ekonomi Pancasila, kaidah-kaidah hukum umum yang diterima bangsa-bangsa tanpa
yang melandasinya juga benar-benar meninggalkan hukum adat yang masih

146
Sudjana -- Hakikat Adil dan Makmur Sebagai Landasan Hidup dalam Mewujudkan Ketahanan untuk Mencapai
Masyarakat Sejahtera Melalui Pembangunan Nasional Berdasarkan Pancasila

berlaku dan relevan dengan kehidupan modern Pancasila membicarakan tentang gagasan
(Kusumaatmadja, 2002: 187). atau cita hukum (the idea of law, rechtidee)
Secara politis sangat penting, bahwa dalam alam pikiran berdasarkan Pancasila
pembangunan hukum nasional diarahkan (Sidharta (2003: 3). Mahfud MD (1998: 59)
pada asas-asas yang merupakan pencerminkan menjelaskan bahwa Pancasila sebagai cita-
dari tekad dan aspirasi sebagai bangsa yang cita hukum berarti berkedudukan sebagai
terkandung dalam Undang-Undang Dasar 1945 staatsfundamentalnorm dalam negara
dan Pembukaannya sebagai pencerminan dari Indonesia yang mempunyai fungsi konstitutif
falsafah Pancasila. Karena itu setiap hukum maupun regulatif. Pancasila sebagai fungsi
nasional harus mengandung asas-asas yang konstitutif menentukan dasar suatu tata hukum,
sesuai dengan sila-sila di dalam Pancasila, sedangkan fungsi regulatif adalah menentukan
yaitu asas ketuhanan, asas kemanusiaan, asas hukum positif itu adil atau tidak. Sebagai
persatuan dan kesatuan, asas demokrasi, serta staatsfundamentalnorm, Pancasila adalah
asas keadilan sosial (Kusumaatmadja, 2002: pangkal tolak derivasi (sumber penjabaran)
187). dari tertib hukum di Indonesia termasuk UUD
Sejalan dengan hal itu, Sidharta (2003: 1945, sehingga merupakan sumber dari segala
3) menjelaskan bahwa penerapan atau realisasi peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Pancasila pada bidang-bidang kehidupan Lebih Lanjut, Sidharta (2003: 3) menjelaskan
hukum itu menumbuhkan hukum yang dijiwai bahwa hukum yang dijiwai oleh Pancasila
atau diwarnai oleh Pancasila. Keseluruhan tata adalah berasaskan semangat kerukunan.
hukum sebagai suatu sistem aturan hukum Karena itu juga hukum secara langsung
positif yang merupakan penjabaran atau diarahkan untuk mewujudkan keadilan
penerapan Pancasila pada bidang hukum, sosial yang memberikan kepada masyarakat
dapat disebut Hukum Pancasila. Hukum sebagai kesatuan dan masing-masing warga
Pancasila sebagai hukum positif tumbuh dari masyarakat memperoleh kesejahteraan
dalam dan atau dibuat oleh rakyat Indonesia (materil dan spiritual) yang merata dalam
untuk mengatur dan mewujudkan ketertiban keseimbangan yang proporsional. Terpaut pada
yang adil dalam kehidupan kemasyarakatan di asas kerukunan adalah asas kepatutan. Asas ini
Indonesia, sehingga Hukum Pancasila dapat juga adalah tentang cara menyelenggarakan
juga disebut hukum (nasional) Indonesia. hubungan antar warga masyarakat yang di
Proses terbentuknya peraturan-peraturan dalamnya diharapkan berperilaku pantas
hukum positif itu dapat melalui tindakan sesuai dengan kenyataan sosial. Selain itu,
nyata para warga masyarakat dalam menjalani dalam melaksanakan hak dan kewajiban
kehidupan sehari-hari, maka terbentuklah yang sah menurut hukum, warga masyarakat
hukum tidak tertulis. Proses terbentuknya diharapkan untuk memperhatikan kepantasan,
peraturan hukum tersebut dapat juga terjadi yakni berprilaku sedemikian rupa sehingga
secara disengaja melalui keputusan-keputusan tidak merendahkan martabatnya sendiri dan
para pejabat, yurisprudensi dan perundang- atau orang lain (Sidharta, 2003: 3). Sifat
undangan. Produk dari keseluruhan proses lain yang memberikan ciri Hukum Pancasila
pembentukan peraturan hukum positif itu adalah asas keselarasan. Asas ini menghendaki
mewujudkan tata hukum. Hakikat Hukum harmoni dalam kehidupan bermasyarakat

147
Jurnal Ketahanan Nasional, Vol. 24, No 2, Agustus 2018: 135-151

sehingga penyelesaian masalah-masalah sumber dari segala penjabaran norma baik


konkrit, selain harus didasarkan pada norma hukum, norma moral maupun norma
pertimbangan kebenaran dan kaidah hukum kenegaraan lainnya. Dalam filsafat Pancasila
yang berlaku, juga harus diakomodasikan pada terkandung di dalamnya suatu pemikiran yang
proses kemasyarakatan sebagai keseluruhan bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis
yang utuh dengan mempertimbangkan dan komperhensif (menyeluruh). Karena itu
perasaan yang hidup dalam masyarakat. suatu pemikiran filsafat tidak secara langsung
Karena itu warga masyarakat dan pelaksana menyajikan noma-norma yang merupakan
hukum diharapkan melaksanakan hak dan pedoman dalam tindakan atau aspek
kewajiban secara patut, sehingga kerukunan praksis melainkan nilai-nilai yang bersifat
dan kesejahteraan bermasyarakat dapat mendasar. Sebagai suatu nilai, pancasila
dipertahankan dan dikembangkan (Sidharta, memberikan dasar-dasar yang bersifat
2003: 3). Asas kerukunan, asas kepatutan dan fundamental dan universal bagi manusia
asas keselarasan sebagai ciri khas Hukum dalam hidup bermasyarakat, berbangsa,
Pancasila dapat dicakup dengan satu istilah, dan bernegara. Apabila nilai-nilai tersebut
yakni sifat kekeluargaan. Karena itu dapat kemudian dijabarkan dalam kehidupan yang
dikatakan bahwa hukum pancasila adalah bersifat praksis atau kehidupan yang nyata
hukum bersemangat kekeluargaan menunjuk maka nilai-nilai tersebut merupakan suatu
pada sikap berdasarkan kepribadian setiap norma yang jelas, sehingga merupakan suatu
warga yang diakui dan dilindungi oleh pedoman. Norma-norma tersebut meliputi
masyarakat. (Sidharta, 2003: 3). Tujuan Hukum (1). Norma moral yang berkaitan dengan
Pancasila adalah untuk mewujudkan ketertiban tingkahlaku manusia yaitu baik dan buruk. (2).
dan keteraturan, kedamaian, serta keadilan Norma hukum yaitu suatu sistem peraturan
yang dirumuskan dengan istilah pengayoman perundang-undangan yang berlaku sehingga
(perlindungan) dalam arti tidak hanya bersifat pancasila merupakan sumber segala sumber
pasif, yakni mencegah tindakan sewenang- hukum (Kaelan, 2000: 172). Pandangan dan
wenang dan pelanggaran hak melainkan tingkatan nilai tersebut menurut Notonagoro
juga bersifat aktif, artinya meliputi upaya dibedakan menjadi tiga macam, yaitu (1).
dalam menciptakan kondisi dan mendorong Nilai materil yaitu segala sesuatu yang
manusia untuk selalu memanusiakan diri terus berguna bagi jasmani, (2). Nilai vital, yaitu
menerus. Jadi dalam Pancasila, tujuan hukum segala sesuatu yang berguna bagi manusia
adalah menciptakan kondisi sosial yang untuk melakukan aktivitas, dan (3). Nilai
manusiawi sehingga memungkinkan proses kerokhanian yaitu segala sesuatu yang berguna
berlangsung secara wajar, dan setiap manusia bagi rokhani manusia, yang dapat dibedakan
mendapat kesempatan yang seluas-luasnya atas empat tingkatan sebagai berikut (1). Nilai
untuk mengembangkan seluruh potensi kebenaran, yaitu bersumber pada akal, rasio,
kemanusiaannya secara utuh, memelihara budi atau cipta manusia; (2). Nilai keindahan
dan mengembangkan budi pekerti serta atau estetis, yaitu nilai yang bersumber pada
cita-cita moral yang luhur berdasarkan perasaan manusia; (3). Nilai kebaikan atau
Ketuhanan Yang Maha Esa (Sidharta, 2003: nilai moral, yaitu nilai yang bersumber pada
3). Pancasila sebagai suatu nilai merupakan unsur kehendak (will, wollen, karsa) manusia;

148
Sudjana -- Hakikat Adil dan Makmur Sebagai Landasan Hidup dalam Mewujudkan Ketahanan untuk Mencapai
Masyarakat Sejahtera Melalui Pembangunan Nasional Berdasarkan Pancasila

(4). Nilai religius yang merupakan nilai melakukan pembangunan di segala bidang
kerokhanian tertinggi dan bersifat mutlak untuk mewujudkan keadilan sosial dan
yang berhubungan dengan kepercayaan dan kemakmuran sosial untuk seluruh rakyat
keyakinan manusia bersumber pada wahyu Indonesia secara proporsional dan merata yang
dari Tuhan Yang Maha Esa (Kaelan, 2000: dijiwai oleh sila-sila lainnya sebagai suatu
169). Lebih lanjut Notonagoro mengatakan kesatuan yang bulat dan utuh. Berdasarkan
bahwa nilai-nilai Pancasila termasuk nilai hal itu, untuk mencapai adil dan makmur
kerokhanian yang mengakui nilai materil, diperlukan upaya melakukan perubahan
dan nilai vital. Dengan demikian nilai-nilai kearah yang lebih baik (pembangunan).
Pancasila yang tergolong nilai kerokhanian Selanjutnya disarankan hal-hal sebagai
itu juga mengandung nilai-nilai lain secara berikut.
lengkap dan harmonis, yaitu nilai materil, Pertama, perlu kesadaran seluruh warga
nilai vital, dan nilai kebenaran, nilai keindahan masyarakat untuk berperan serta dalam
atau estetis, nilai kebaikan atau nilai moral, pembangunan sesuai dengan profesi masing-
maupun nilai kesucian secara keseluruhan masing untuk mewujudkan adil dan makmur
bersifat sistematik-hirarkhis, yaitu sila pertama agar tercapai kesejahteraan bersama karena
Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai basisnya hal itu bukan hanya tugas pemerintah saja,
sampai dengan sila Keadilan Sosial sebagai tetapi juga hak dan kewajiban seluruh rakyat
tujuannya (Kaelan, 2000: 169). Dengan Indonesia.
demikian, nilai-nilai di dalam Pancasila Kedua, Pancasila merupakan landasan
mengandung cita-cita bangsa Indonesia yang filosofis karena itu untuk menjabarkan lebih
diwujudkan dalam kehidupannya, yaitu adil lanjut hakikat adil dan makmur perlu dituangkan
dan makmur sebagai landasan hidup menuju dalam bentuk perundang-undangan, yaitu
masyarakat sejahtera lahir batin melalui Hukum Pancasila yang dilandasi 5 (lima) asas
pembangunan nasional. yang dikandungnya serta harus memperhatikan
sistem-sistem hukum yang hidup sehingga
SIMPULAN usaha untuk mencapai kepastian hukum
Berdasar perjelasan tersebut di atas dapat menuju pembangunan masyarakat sejahtera
ditarik simpulan sebagai berikut. lahir batin dapat tercapai.
Pertama, keadilan dapat ditinjau dari
berbagai sudut pandang, yaitu hukum, etika, DAFTAR PUSTAKA
politik, dan ekonomi, sehingga pembangunan Apeldoorn, R.J.Van, 1983, Inleiding tot
untuk mencapai kemakmuran yang adil dan de Studie van het Nederlands Recht,
merata serta menyeluruh mengandung arti diterjemahkan oleh Oetarid Sadino,
pemenuhan kebutuhan manusia yang bukan Pradnya Pramita.
hanya berdimensi ekonomi saja, tetapi juga Badan Koordinasi Keluarga Berencana
hukum, politik, psikologis dan sosial. Dengan Nasioonal ( BKKBN ), tanpa tahun
demikian, pendekatan untuk memahami Badan Pembinaan Hukum Nasional, 1980,
keadilan bersifat multidiemsi. Hasil Seminar Nasional, Jakarta.
Kedua, hakikat adil dan makmur sebagai
Dias, R.W.M, 1976, Jurisprudence, London:
landasan hidup berdasarkan Pancasila adalah
Butterworths,

149
Jurnal Ketahanan Nasional, Vol. 24, No 2, Agustus 2018: 135-151

Friedmann, W, 1960, Legal Theory, Steven Manan, Bagir, 2000, “Pembangunan Hukum
and Sons Limited, London., fourth Edition. untuk Mewujudkan Keadilan dan
Hartono, Sunaryati, 1988, Hukum Ekonomi Kebenaran”, Makalah.
Pembangunan Indonesia, Binacipta. Merriam, Charles E, 1945, Systematic Politics,
------------------------, 1991, “Sejarah University Of Chicago Press.
Perkembangan Hukum Nasional Indonesia Mertokusumo, Sudikno, 1986, Mengenal
Menuju Sistem Hukum Nasional”, Hukum, Yogyakarta.
Makalah. Posner, Richard A, 1981, The Economic of
Huijbers, Theo, 1984, Filsafat Hukum dalam Justice, Harvard University.
Lintasan Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Pound, Roscoe, 1954, An Introduction to the
Kanisius. Philosophy of Law, Yale University Press.
Hutagalung, Thoga H.,1999, Peranan Hukum Purbacaraka, Purnadi dan Soerjono
dan Keadilan Dalam Pembangunan Soekanto,1978, Perihal Kaedah Hukum,
Masyarakat Yang Sejahtera, Bandung: Cet. I, Bandung:Alumni.
Armico. Rapar, J.H., 1988, Filsafat Politik Aristoteles,
Irawan dan M. Suparmoko, 1997, Ekonomika Jakarta, Rajawali Pers
Pembangunan, edisi 5, BPFE- Yogyakarta. ---------------,1998, Filsafat Politik Plato,
Kaelan, 2000, Pendidikan Pancasila, Jakarta: Rajawali Pers.
Yogyakarta: Paradigma. Rasjidi, Lili dan Ira Rasjidi, 2001, Dasar-
Kantaatmadja, Komar, 1985, “Peran dan Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung;
Fungsi Profesi Hukum dalam Undang_- Citra Aditya Bakti.
Undang Perpajakan”, Makalah Seminar
Sabine, George H, 1977, Teori Politik,
Nasional Hukum Pajak, Bandung. IMNO-
Judul asli : A History of Political Theory,
UNPAD.
terjemahan Soewarno Hadiatmodjo,
Kusumaatmadja, Mochtar dan B. Arief Binacipta.
Sidharta, 2000, Pengantar Ilmu Hukum,
Salman, Otje, 1987, Ikhtisar Filsafat Hukum,
Bandung: Alumni.
Bandung: Armico,
Kusumaatmadja, Mochtar, 2002, Konsep-
Sidharta, B. Arief, 2003-2004, “Filsafat
Konsep Hukum Dalam Pembangunan
Hukum Pancasila”, Materi Kuliah Sistem
Nasional, , Bandung: Alumni.
Filsafat Hukum Indonesia, Program
Lee,K.D.P, 1960, Plato The Republic, Penguin Pascasarjana UNPAD.
Books.
Smith, David M, 1977, Where the Grass is
Magnis-Suseno, Frans, 1987, Etika Dasar, Greener, Penguin Books, Middlesex-
Yogyakarta: Kanisius. London- New York.
Mahfud M.D, 1998,”Pancasila Sebagai Suhendar, M.E & Pien Supinah, 1993, Ilmu
Paradigma Pembaharuan Hukum”, Budaya Dasar, Pionir Jaya.
Jurnal Filsafat Pancasila, Yogyakarta;
Syahrani, Riduan, 1999, Rangkuman Intisari
Universitas Gajahmada.
Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti,

150
Sudjana -- Hakikat Adil dan Makmur Sebagai Landasan Hidup dalam Mewujudkan Ketahanan untuk Mencapai
Masyarakat Sejahtera Melalui Pembangunan Nasional Berdasarkan Pancasila

Todaro, Michael P., 1977, Economic Development Utrecht, 1957, Pengantar Dalam Hukum
in the Third World; An Introduction to Indonesia, Cet. IV, Ikhtiar.
Problem and Policies in Global Perspective,
London- New York, 1977. Peraturan Perundangan
-------------------------, 1981, Economic For A Undang-Undang Dasar 1945 setelah
Developing World, Longman. Amandemen ke 4

151

You might also like