You are on page 1of 6

KAJIAN KARAKTERISTIK EDIBLE FILM DARI TAPIOKA DAN GELATIN

DENGAN PERLAKUAN PENAMBAHAN GLISEROL

(Studies of edible film characteristic from tapioca and gelatin with the
addition of glycerol)

Atika Ariani Hendraa*, Adrianus Rulianto Utomoa, Erni Setijawatia

a Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Indonesia

* Penulis korespondensi
Email: tikaa.hendra@yahoo.com

ABSTRACT
The use of plastic as packaging material both primary and secondary is much encountered with the aim
of protection to the packaged product. However, plastic can cause environmental pollution since waste
from plastic is hard to decompose naturally. This can be minimized by making the packaging
biodegradable and can be eaten. Edible film is a category of food packaging in the form of sheets that
can be eaten together with the product. This study uses data analysis in the form of a mathematical
model consisting of one factors, factors increase the concentration of glycerol, which consists of seven
levels of treatment were 0%, 0.5%, 1%, 1.5%, 2%, 2.5% and 3%. Repetition performed a total of three
times so that there are 21 experimental units. The parameters to be tested are tensile strength,
elongation, moisture content, and Water Activity (Aw). The data obtained from each test will be analyzed
by finding a mathematical model using regression analysis. Differences addition of glycerol added
percentage shows a very close relationship to the attractiveness, percent elongation, moisture content,
and Water Activity (Aw). The higher the percentage of glycerol is added, the percent elongation and the
moisture content of edible film is increasing, while the tensile strength and Aw decreases. The maximum
tensile force can be arrested by a film before it was torn ranged from 9.609 to 465.904 kg/cm2, change
the maximum length of the edible film to cut off ranging between 8-108%. The water content of edible film
ranges between 10:46 - 13.88%, Aw values ranging between 0551-0574.

Keywords: packaging, edible film, tapioca, gelatin, glycerol

ABSTRAK
Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas makanan baik primer maupun sekunder sangat banyak
ditemui dengan tujuan memberi perlindugan terhadap produk yang dikemas. Namun, plastik tersebut
dapat menyebabkan pencemaran lingkungan karena limbah dari sampah plastik susah terurai secara
alami. Hal tersebut dapat diminimalkan dengan membuat kemasan yang mudah terurai secara alami
(biodegradable) serta dapat langsung dimakan. Edible film merupakan katagori pengemasan makanan
berbentuk lembaran yang dapat dimakan bersama-sama dengan produk tersebut. Penelitian ini
menggunakan metode analisis data dalam bentuk model matematis yang terdiri dari 1 (satu) faktor yaitu
faktor penambahan konsentrasi gliserol, yang terdiri dari tujuh level perlakuan yaitu 0%, 0,5%; 1%; 1,5%,
2%; 2,5%; dan 3%. Pengulangan dilakukan sebanyak tiga kali sehingga ada 21 unit percobaan.
Parameter yang akan diujikan adalah kuat tarik, persen pemanjangan, kadar air, dan Water Activity (aw).
Data yang diperoleh dari masing-masing pengujian akan dianalisis dengan mencari model matematis
menggunakan analisis regresi. Perbedaan persentase gliserol yang ditambahkan menunjukan hubungan
yang sangat erat terhadap kuat tarik, persen pemanjangan, kadar air, dan Water Activity (Aw). Semakin
tinggi persentase gliserol yang ditambahkan maka persen pemanjangan dan kadar air dari edible film
semakin meningkat, sedangkan kuat tarik dan Aw semakin menurun. Gaya tarik maksimum yang dapat
Atika Ariani Hendra et al., 2015.

ditahan oleh sebuah film sebelum robek berkisar antara 9,609 – 465,904 kg/cm2, perubahan panjang
maksimum edible film hingga terputus berkisar antara 8 – 108%. Kadar air edible film berkisar antara
10,46 – 13,88%, nilai Aw berkisar antara 0,551 – 0,574.

Kata kunci: kemasan, edible film, tapioka, gelatin, gliserol

PENDAHULUAN untuk mengetahui proporsi gliserol yang


tepat dalam pembuatan edible film agar
Kemasan yang sering dijumpai di dapat melindungi produk, memiliki
pasaran adalah kemasan berbahan plastik. karakteristik menyerupai plastik (lentur) dan
Kelemahan bahan pengemas dari plastik ramah lingkungan.
adalah tidak dapat diuraikan secara alami
(non-biodegradable) sehingga dapat BAHAN DAN METODE
menyebabkan pencemaran lingkungan.
Dampak dari penggunaan kemasan plastik Bahan
dapat diminimalkan dengan alternatif bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam
pengemas biodegradable (Henrique et al., penelitian ini adalah tapioca diperoleh dari
2007), agar mudah diuraikan secara alami PT. ILUFAT, gelatin diperoleh dari PT.
oleh lingkungan dan aman bagi bahan BRATACO, gliserol diperoleh dari PT.
pangan. Edible film merupakan salah satu BRATACO dan air mineral “Cleo” diperoleh
pengemas makanan yang aman untuk dari supermarket “Giant” Surabaya. Bahan-
digunakan karena memiliki sifat bahan analisis yang digunakan dalam
biodegradable, tidak menimbulkan penelitian ini adalah sampel edible film.
pencemaran lingkungan dan dapat
melindungi produk pangan serta mampu Kuat Tarik
mempertahankan kerusakan penampakan Pengujian kuat tarik dilakukan di Balai
produk karena pengaruh lingkungan (Kinzel, Besar Kulit, Karet dan Plastik (Jl. Sukonandi
1992). Edible film pada penelitian ini dibuat no. 9, Jogjakarta). Pengujian ini
dari tapioka dan gelatin dengan menggunakan standar ASTM D 638-03.
penambahan gliserol.
Film ini berbentuk lembaran Persen Pemanjangan
menyerupai plastik sebagai kemasan primer Pengujian persen pemanjangan
yang dapat langsung dimakan. Menurut dilakukan di Balai Besar Kulit, Karet dan
Harsunu (2008), penggunaan plasticizer Plastik (Jl. Sukonandi no. 9, Jogjakarta).
semakin besar akan membuat nilai persen Pengujian ini menggunakan standar ASTM
pemanjangan suatu film meningkat lebih D 638-03.
besar pula. Pada penelitian ini dilakukan
penambahan gliserol dengan persentase Kadar air
dari jumlah volume larutan tapioka (3%) dan Kadar air dianalisis dengan metode
larutan gelatin (15%) sebesar 0%; 0,5%; Thermogravimetri yang mengacu pada
1%; 1,5%; 2%; 2,5%; 3%. Alasan AOAC 1990.
penentuan persentase gliserol dari 0%
hingga 3% ini dikarenakan berdasarkan Water Activity (aw)
penelitian pendahuluan penambahan Water Activity dianalisis
gliserol lebih dari 3% memiliki karakteristik menggunakan Aw meter merk “Rotronic”.
yang lengket sehingga tidak dapat
dilepaskan dari cetakan dan menghasilkan Analisis Statistik
edible film dengan kelarutan yang tinggi. Penelitian ini menggunakan metode
Oleh karena itu penelitian ini bertujuan analisis data dalam bentuk model
Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi
Journal of Food Technology and Nutrition
Vol 14 (2): 95-100, 2015.

matematis. Model dipilih sesuai dengan


batas nilai r > 0,8. Pemilihan r > 0,8
dikarenakan semakin tinggi nilai r maka
secara otomatis nilai R2 mendekati 1,
sehingga semakin besar pula keandalan
model yang digunakan. Rancangan ini
terdiri dari satu faktor yaitu faktor
penambahan konsentrasi gliserol, yang
terdiri dari tujuh level perlakuan yaitu 0%;
0,5%; 1%; 1,5%; 2%; 2,5%; dan 3%.
Pengulangan dilakukan sebanyak 3 tiga kali
sehingga ada 21 unit percobaan. Parameter Gambar 1.Pengaruh Perbedaan Persentase
yang akan diujikan adalah kuat tarik, persen Gliserol terhadap Kuat Tarik Edible Film
pemanjangan, kadar air, dan Water Activity Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa
(Aw). penambahan gliserol 0 – 3% akan
menurunkan nilai kuat tarik edible film.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sejalan dengan penelitian
Wirawan dkk. (2012) yang menyatakan
Kuat tarik adalah gaya tarik bahwa semakin tinggi gliserol yang
maksimum yang dapat ditahan oleh sebuah diberikan dalam edible film dari pektin,
film sebelum film putus atau robek maka kuat tarik film cenderung menurun.
(Harsunu, 2008). Kuat tarik ini Kuat tarik dan efisiensi plasticizer
menggambarkan gaya maksimum yang tergantung pada berat molekulnya, dimana
terjadi pada film selama pengukuran. kuat tarik akan meningkat dengan
Pengujian kuat tarik edible film pada meningkatnya berat molekul plasticizer
penelitian ini berkisar antara 9,609 – (Laila, 2008). Hal ini dikarenakan adanya
465,904 kg/cm2. Semakin besar nilai kuat plasticizer dengan berat molekul rendah di
tarik tersebut menunjukkan edible film yang dalam film dapat menyela pembentukan
dihasilkan semakin kuat karena dibutuhkan double helixes amilosa dengan amilopektin,
gaya yang besar untuk menarik. Grafik hasil akibatnya interaksi intermolekuler pada pati
uji regresi linear untuk pengaruh perbedaan maupun protein menurun. Turunnya
persentase gliserol yang ditambahkan interaksi tersebut menyebabkan peninkatan
terhadap kuat tarik edible film dapat dilihat jarak intermolekuler, sehingga edible film
pada Gambar 1 dibawah ini. dari tapioka dan gelatin dengan
Berdasarkan hasil model matematis penambahan gliserol sebagai plasticizer
regresi linear diperoleh y = -127,42x + menjadi mudah sobek.
312,85 dengan nilai R² = 0,7636 yang Persen pemanjangan merupakan
menunjukan 76,36% konsentrasi gliserol perubahan panjang maksimum pada saat
mempengaruhi kuat tarik edible film terjadi peregangan hingga film terputus
sedangkan faktor lain yang mempengaruhi (Harsunu, 2008). Pengujian persen
adalah pengendalian suhu saat pemanjangan edible film pada penelitian ini
pengeringan edible film yaitu pada suhu berkisar antara 8 – 108%. Grafik hasil uji
ruang yang kurang terkontrol (±30ºC). Nilai r regresi linear untuk pengaruh perbedaan
yang diperoleh pada persamaan diatas persentase gliserol yang ditambahkan
sebesar 0,8738, sehingga perlakuan terhadap persen pemanjangan edible film
perbedaan persentase gliserol pada dapat dilihat pada Gambar 2.
penelitian ini memberikan hubungan yang
sangat erat terhadap kuat tarik edible film.
Atika Ariani Hendra et al., 2015.

konsentrasi gliserol maka nilai kuat tarik


pada pengujian ini akan semakin rendah.
Kadar air adalah persentase
kandungan air suatu bahan yang dapat
dinyatakan berdasarkan berat basah (wet
basis) atau berdasarkan berat kering (dry
basis). Kadar air berat basah mempunyai
batas maksimum teoritis sebesar 100
persen, sedangkan kadar air berdasarkan
berat kering dapat lebih dari 100 persen
Gambar 2.Pengaruh Perbedaan Persentase (Syarif dan Halid, 1993). Pada pengukuran
Gliserol terhadap Persen Pemanjngan kadar air bahan pangan, air yang terukur
Edible Film adalah air bebas dan air teradsorbsi
Berdasarkan hasil model matematis (Legowo, 2004). Kadar air ini berpengaruh
regresi linear diperoleh persamaan y = terhadap daya simpan, hal ini dikarenakan
35,333x + 10,429 dengan nilai R2 sebesar ada kaitannya dengan aktivitas
0,9067 yang menunjukan 90,67% metabolisme selama edible film disimpan.
konsentrasi gliserol mempengaruhi persen Pada pengujian kadar air edible film
pemanjangan edible film dan nilai r sebesar dari tapioka dan gelatin dengan
0,9522. Nilai r yang diperoleh menunjukan penambahan gliserol berkisar antara 10,46
bahwa perlakuan perbedaan persentase – 13,88%. Berdasarkan hasil model
gliserol yang ditambahkan memberi matematis regresi linear diperoleh
hubungan yang sangat erat dengan persen persamaan y = 1.4768x + 9.9666 dengan
pemanjangan edible film. nilai R² = 0.8273 yang menunjukan 82,73%
Pada grafik persen pemanjangan konsentrasi gliserol mempengaruhi kadar
diatas dapat dilihat bahwa penambahan air edible film dan nilai r sebesar 0,9096.
gliserol 0 – 3% sebagai plasticizer akan Besarnya nilai r yang diperoleh dari
meningkatkan pertambahan panjang edible persamaan diatas menunjukan hubungan
film pada saat ditarik. Hal ini disebabkan yang sangat erat antara perlakuan
karena gliserol merupakan molekul hidrofilik perbedaan persentase gliserol yang
dengan berat molekul rendah yang mudah ditambahkan dengan kadar air edible film.
masuk atau menyela ke dalam rantai Grafik hasil uji regresi linear untuk pengaruh
protein maupun polisakarida yang kemudian perbedaan persentase gliserol yang
mengurangi interaksi intermolekul dan ditambahkan terhadap kadar air edible film
mengakibatkan jarak antar molekul semakin dapat dilihat pada Gambar 3.
besar sehingga dapat menurunkan tingkat
kerapuhan dan meningkatkan fleksibilitas
film. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Ningsih (2015), dimana perlakuan
konsentrasi gliserol yang semakin tinggi
akan meningkatkan kemuluran karena
adanya peregangan ruang intermolekul
struktur matriks edible film dari campuran
whey dan agar. Menurut McHugh dan
Krotcha (1994) dalam Akili dkk. (2012), Gambar 3.Pengaruh Perbedaan Persentase
penggunaan plasticizer cenderung Gliserol terhadap Kadar Air Edible Film
menurunkan nilai kuat tarik dan Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa
meningkatkan persen pemanjangan pada penambahan gliserol hingga 3% sebagai
edible film. Data kuat tarik dan persen plasticizer akan meningkatkan kadar air
pemanjangan pada penelitian ini sesuai edible film. Hal ini dikarenakan gliserol
dengan teori diatas, dimana semakin tinggi merupakan plasticizer yang memiliki gugus
Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi
Journal of Food Technology and Nutrition
Vol 14 (2): 95-100, 2015.

OH, dimana gugus OH tersebut bersifat yang dihasilkan tidak mudah ditumbuhi oleh
hidrofilik yaitu memiliki kemampuan mikroba sehingga mempunyai umur simpan
mengikat air. Jadi, semakin rendah yang panjang. Pengujian aw edible film pada
konsentrasi gliserol mengakibatkan air yang penelitian ini berkisar antara 0,551 – 0,574.
terikat pada matriks edible film semakin Hasil penelitian ini masih berada dalam
rendah, sehingga kadar air edible film kisaran aw yang aman karena dibawah
rendah pula. Penelitian ini sejalan dengan batas kisaran aw untuk pertumbuhan
Sudaryati dkk. (2010), semakin rendah mikroorganisme.
penambahan konsentrasi gliserol maka Berdasarkan hasil model matematis
kadar air edible film dari tepung porang dan regresi linear diperoleh persamaan y = -
karboksimetilselulosa akan semakin rendah. 0,0061x + 0,5683 dengan nilai R2 = 0,8979
Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat yang menunjukan 89,79% konsentrasi
bahwa perlakuan gliserol 0% dihilangkan gliserol mempengaruhi nilai aw edible film
karena adanya penyimpangan data dari dan nilai r = 0,9476. Besarnya nilai r yang
hasil pengukuran kadar air. Pada perlakuan diperoleh menunjukan bahwa perlakuan
ini seharusnya menghasilkan kadar air perbedaan persentase gliserol yang
terendah, namun pada penelitian ini ditambahkan memberikan hubungan yang
perlakuan tersebut menghasilkan kadar air sangat erat terhadap aw edible film. Dari
yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan persamaan regresi linear dapat dilihat
gliserol 0,5 dan 1%. Penyimpangan data bahwa penambahan gliserol 0 – 3% akan
diatas disebabkan oleh preparasi sampel menurunkan nilai aw edible film. Grafik hasil
yang kurang seragam, dimana pada uji regresi linear untuk pengaruh perbedaan
perlakuan gliserol 0% sampel edible film persentase gliserol yang ditambahkan
yang telah dimasukkan dalam botol timbang terhadap aw edible film dapat dilihat pada
membentuk tumpukan – tumpukan yang tak Gambar 4 dibawah ini.
berongga (karena memiliki sifat fisik yang
kaku), sedangkan perlakuan lainnya
membentuk rongga antar edible (karena
sifat fisik yang lebih fleksibel) sehingga
tingkat penguapan saat di dalam oven juga
berbeda. Adanya rongga antar edible akan
mengalami penguapan yang lebih maksimal
dibandingkan dengan tumpukan yang tak
rongga antar edible dalam botol timbang.
Gambar 4.Pengaruh Perbedaan Persentase
Kandungan air di dalam bahan
Gliserol terhadap Water Activity
pangan dapat dibedakan atas air bebas dan
Edible Film
air terikat. Aktivitas air (Water Activity)
Menurut Gontard et al. (1993), gliserol
adalah jumlah air bebas yang dapat
mempunyai sifat mudah larut dalam air,
digunakan oleh mikroba untuk
mengikat air dan menurunkan aw. Penelitian
pertumbuhannya. Istilah aktivitas air
ini sejalan dengan Sudaryati dkk. (2010)
digunakan untuk menjabarkan air bebas
yang menyatakan bahwa semakin banyak
dalam suatu sistem yang dapat menunjang
penambahan gliserol pada edible film
reaksi biologis dan kimiawi (Fennema,
tepung porang dan karboksimetilselulosa
1985). Menurut Syarief dkk. (1989), nilai
maka aw akan semakin rendah. Hal ini
aktivitas air untuk pertumbuhan bakteri
dikarenakan semakin banyak gliserol yang
adalah 0,90; khamir 0,62; kapang 0,62;
ditambahkan maka akan semakin banyak
bakteri osmofilik 0,75. Nilai aw yang
air dalam bahan yang terikat sehingga
diharapkan dari edible film penelitian ini menyebabkan ketersediaan air bebas
adalah nilai aw yang rendah agar edible film dalam bahan semakin sedikit. Begitu juga
Atika Ariani Hendra et al., 2015.

sebaliknya, semakin sedikit gliserol yang Khitosan dalam Zat Pelarut terhadap
ditambahkan maka air dalam bahan yang Sifat Fisik Edible Film dari
terikat juga sedikit sehingga menyebabkan Khitosan, Skripsi, Departemen Metalurgi
ketersediaan air bebas dalam bahan dan Material, Fakultas Teknik
semakin banyak. Universitas Indonesia, Depok
Pada penelitian ini nilai aw semakin Henrique, C. M., R. F. Teofilo, L. Sabino, M.
kecil sedangkan kadar air semakin besar. M. C. Ferreira, dan M. P. Cereda.
Hal ini menunjukkan bahwa banyaknya air 2007. Classification of Cassava
pada edible film dalam bentuk air terikat Starch Film by Physicochemical
lemah. Gliserol memiliki gugus OH yang Properties and Water Vapor
bersifat mengikat air sehingga semakin Permeability Quantification by FTIR
banyak gliserol yang ditambahkan maka and PLS. Journal of Food Science.
akan semakin banyak air dalam bahan yang 74: 184-189.
terikat oleh gliserol dalam bentuk air terikat Kinzel, B. 1992. Protein-rich Edible
lemah, sehingga kandungan air bebas Coatings for Food. Agricultural
dalam bahan semakin sedikit yang Research: 20-21.
dibuktikan dengan hasil pengujian aw yang Laila, U. 2008. Pengaruh Plasticizer dan
semakin kecil. Suhu Pengeringan Terhadap Sifat
Mekanik Edible Film dari Kitosan.
KESIMPULAN Laporan Penelitian Laboratorium
Teknik Pangan dan Bioproses,
Penambahan gliserol 0 – 3% Jurusan Teknik Kimia, Fakultas
menunjukan pengaruh serta hubungan yang Teknik, UGM, Yogyakarta.
sangat erat terhadap kuat tarik, persen Legowo, M.A. 2004. Diktat Kuliah Analisis
pemanjangan, kadar air, dan Water Activity Pangan. Program Studi Teknologi
(Aw) edible film. Hasil Ternak. Semarang: UNDIP.
Ningsih, S.H. 2015. Pengaruh Plasticizer
DAFTAR PUSTAKA Gliserol Terhadap Karakteristik Edible
Film Campuran Whey dan Agar,
Akili, M.S., U. Ahmad dan N.E. Suyatma. Skripsi S-1, Fakultas Peternakan
2012. Karakteristik Edible Film dari Universitas Hasanuddin, Makassar.
Pektin Hasil Ekstraksi Kulit Pisang. Priyatno, D. 2009. Analisis Korelasi,
Jurnal Keteknikan Pertanian 26(1):39- Regresi, dan Multivariante.
46. Yogyakarta: Gava Media.
AOAC. 1995. Offucial Methods of Analysis Sudaryati H.P., T. Mulyani. S., dan E.R.
of The Association of Official Hansyah. 2010. Sifat Fisik dan
Analytical Chemist. Washington, DC: Mekanis Edible Film dari Tepung
Inc. Porang (Amorphopallus oncophyllus)
Ebnesajjad, Sina. 2013. Handbook of dan Karboksil metil selulosa. Jurnal
Biopolymers and Biodegradable Teknologi Pertanian. 11 (3):196-210.
Plastics. USA: The Boulevard. Syarief, R., Sassya, S dan Isyana, B. 1989.
Fennema, O.W (Ed). 1985. Principle of Teknologi Pengemasan Pangan.
Food Science, Food Chemistry, 2nd. Bogor: PAU Pangan dan Gizi IPB.
New York: Marcel Dekker Inc. Syarif, R. dan Y. Halid, 1993. Operasi
Gontard, N., Guilbert, S. and Cuq, J.L. Pengeringan Pada Pengolahan Hasil
1993. Edible Wheat film: Influence of Pertanian. PT. Mediyatama Sarana
The main Process Variables on Film Perkasa: Jakarta.
Properties of An Edible Wheat Gluten Wirawan, S.K., A. Prasetya dan Ernie.
Film. J. Food Science.58 (1):206-211. 2012. Pengaruh Plasticizer Pada
Harsunu, B. 2008. Pengaruh Konsentrasi Karakteristik Edible Film Dari Pektin.
Plasticizer Gliserol dan Komposisi Reaktor, 14 (1): 61-67.

You might also like