You are on page 1of 7

[ TINJAUAN PUSTAKA]

Tatalaksana Non-Farmakologi pada Dermatitis Atopik

Septina Ashariani
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Abstrak
Dermatitis atopik (DA) adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residitif, disertai gatal, yang umumnya terjadi pada
masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada kelurga
atau penderita (DA, rinitis alergik, dan atau asma bronkial). Kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami
ekskoriasi dan likenifikasi, berdistribusi di lipatan (fleksural). Terapi farmakologi yang dilakukan pada DA ada baiknya
digabungkan dengan terapi non-farmakologi. Beberapa Terapi non-farmakologi mungkin masih ada yang menjadi
kontroversi karena penelitiannya masih menunjukkan 2 sisi yaitu menguntungkan ataupun tidak berpengaruh terhadap DA.
Terapi non-farmakologi mencakup pengawasan diet, konsumsi vitamin, konsumsi probiotik, pemilihan bahan baju,
penyesuaian iklim dan temperatur, pengawasan mandi, fototerapi, pemakaian pelembab, balut basah, penanggulangan
stress dan edukasi pasien. Terapi non-farmakologi sama pentingnya dengan terapi farmakologi untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien dermatitis atopik. [J Agromed Unila 2015; 2(4):516-522]

Kata kunci: dermatitis atopik, nutrisi, terapi non-farmakologi

Non-Pharmacologic Therapies in Atopic Dermatitis


Abstract
Atopic dermatitis (AD) is a chronic inflammatory and residitif skin condition, accompanied by itching, which usually occurs in
infancy and children, often associated with increased serum IgE levels and a history of atopy on ancestry or patients (AD,
allergic rhinitis, and or bronchial asthma). Skin disorders manifest as itchy papules, which then undergoes excoriation and
lichenification, distributed in the folds (flexural). The pharmacologycal therapy on AD is better to be combined wih the non-
pharmacologycal therapy. Some of the non-pharmacological therapies may still have been controversial because of research
still shows that either the therapy gives health benefit or has no effect to the AD. Non-pharmacological treatment includes
diet control, vitamins consumption, probiotics consumption, materials selection clothes, climate and temperature
adjustment, supervision bath, phototherapy, use of moisturizers, wet-wrap therapy, stress reduction and patient education.
Non-pharmacological therapy is as important as pharmacological therapy to improve the patient’s quality of life with
dermatitis atopic. [J Agromed Unila 2015; 2(4):516-522]

Keywords: atopic dermatitis, nutrition, non-pharmacological therapy

Korespondensi: Septina Ashariani | Jl. Ciindah 3 no 25 perum 1 Karawaci Tangerang | HP 085692843579


e-mail: Septina.Ashariani@gmail.com

Pendahuluan menunjukkan bahwa anak laki-laki lebih sering


Dermatitis atopik (DA) adalah keadaan terkena DA dibanding anak perempuan saat
peradangan kulit kronis dan residitif, disertai pada masa kanak-kanak dan kebalikannya lebih
gatal, yang umumnya terjadi pada masa bayi sering pada perempuan saat masa remaja.3
dan anak-anak. Kata “atopi” pertama kali DA dianggap sebagai produk dari
diperkenalkan oleh Coca (1923), yaitu istilah interaksi komplek antara lingkungan host, gen-
yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada gen suseptibel, disfungsi fungsi sawar kulit,
individu yang mempunyai riwayat kepekaan disregulasi system imun lokal dan sistemik,
dalam keluarganya. Seperti misal asma brokial, terutama peningkatan serum IgE. Gen filaggrin
rinitis alergik, dermatitis atopik dan adalah risiko genetik terkuat yang dikenal
konjungtivitis alergik.1 sebagai faktor untuk DA.4,5 Gen filaggrin
Sekitar 45% DA terjadi pada usia 6 bulan mengkodekan protein struktural dalam strata
pertama setelah kelahiran, 60% pada tahun korneum dan stratum granulosum yang
pertama dan 85% pada usia sebelum 5 tahun. membantu mengikat keratinosit secara
Insidensi dan prevalensi dari dematitis atopik bersama-sama. Hal ini mempertahankan
menurun seiring dengan pertambahan usia barrier kulit agar tetap utuh dan stratum
pasien.2 Banyak studi pada perkembangan DA korneum terhidrasi. Dengan gen yang cacat,
Septina Ashariani | Tatalaksana Non-Farmakologi pada Dematitis Atopik

lebih sedikit filaggrin diproduksi, menyebabkan diasosiasikan dengan timbulnya DA. Sedangkan
disfungsi sawar kulit dan kehilangan air makan sayuran dan buah-buahan dapat
transepidermal (Transepidermal water loss), mencegah terjadinya DA.12
yang menyebabkan eksim. Terdapat bukti yang Penundaan pemberian makanan padat
menunjukkan bahwa bila barrier kulit pada anak (sampai 6 bulan) dilaporkan dapat
terganggu, maka akan menghasilkan kulit menunda terjadinya DA. Namun pemberian ASI
kering, menyebabkan peningkatan penetrasi ekslusif (3-6 bulan) masih kontroversial dapat
alergen ke dalam kulit, sehingga terjadi mencegah DA atau tidak karena beberapa
sensitisasi alergi, asma, dan hay fever.6 penelitian menunjukkan hasil namun ada juga
Dermatitis Atopik dicirikan oleh lesi yang tidak. Pohlabeln dkk melakukan studi
eritema berbatas tegas, papula/vesikel miliar longitudinal pada anak sampai usia 2 tahun
disertai erosi, eksudasi, berkrusta, kering, untuk melihat hubungan pemberian ASI
skuama dan gatal. Pada bayi lesi biasanya dengan prevalens penyakit atopik pada usia 2
timbul di kedua pipi, kepala, badan, lipat siku tahun. Penelitian tersebut mendapatkan
dan lipat lulut. Pada anak-anak dan dewasa lesi bahwa ASI eksklusif > 4 bulan memberikan efek
timbul di tengkuk lipat siku dan lipat lulut proteksi terhadap penyakit asma dan DA
namun pada dewasa juga timbul di punggung terutama bila terdapat riwayat alergi dalam
kaki.5,7,8 keluarga. Penelitian Munasir menyimpulkan
Terapi pada DA membutuhkan bahwa pemberian ASI tidak bermakna
pendekatan sistematis dan multifaktorial yang mencetuskan DA.9,13,14,15
merupakan kombinasi hidrasi kulit, terapi Kegunaan vitamin pada DA juga perlu
farmakologis, identifikasi dan eliminasi faktor dipertimbangkan. Vitamin D diperlukan untuk
penyebab (iritan, alergen, agen infeksi, dan proliferasi, diferensiasi dan fungsi keratinosit
stres emosional) yang bersifat individual. normal. Terganggunya atau metabolisme
Penatalaksanaan ditekankan pada kontrol vitamin D yang tidak cukup langsung dapat
jangka waktu lama (long term control) untuk mempengaruhi keratinosit dan fungsi intrinsik
mengatasi kekambuhan. Edukasi merupakan kulit.16 Telah terbukti bahwa anak yang lahir
dasar dari suksesnya penatalaksanaan DA, dari ibu dengan asupan ikan atau vitamin D
yaitu perawatan kulit yang benar dan rendah selama kehamilan memiliki prevalensi
menghindari penyebab.9 Setiap pasien peningkatan DA.17
memerlukan penatalaksanaan individual Vitamin lain yang dapat berguna adalah
sehingga berbagai macam pengobatan dapat vitamin C dan E. Konsentrasi vitamin C yang
dicoba sampai mendapatkan kombinasi lebih tinggi dalam ASI dikaitkan dengan
pengobatan yang ideal.10 penurunan risiko atopi. Vitamin E adalah
antioksidan kuat lain yang dapat menurunkan
Isi produksi prostaglandin dan menurunkan kadar
Ada banyak terapi farmakalogis untuk IgE serum pada individu atopik. Sebuah
DA mulai dari anti-inflamasi, antibiotik, anti- penelitian menunjukkan bahwa kelompok
pruritik dan preparat tar. Walaupun demikian, dengan pemberian vitamin E menunjukkan
ada juga terapi non-famakologi yang mungkin peningkatan luar biasa dalam perbaikan
sama berhasilnya dengan terapi farmakologi eritema wajah, likenifikasi, peningkatan kulit
walaupun tidak sama populer.11 normal dan penurunan pruritus.18

 Diet  Penghindaran allergen

Salah satu terapi non-farmakologis yang Umumnya bagi orang awam


penting dalam DA adalah diet dan nutrisi. mengartikan alergi makanan adalah semua
Makanan dianggap sebagai “akar” dari reaksi yang tidak diinginkan yang timbul akibat
timbulnya DA. Banyak mengkonsumsi makanan makanan (adverse food reaction). Sebenarnya
cepat saji mungkin dapat meningkatkan alergi makanan yang dimaksud adalah yang
prevalensi kejadian DA. Hal ini dikarenakan diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE), dan
kebanyakan fast food tinggi akan asam lemak yang dapat menimbulkan reaksi dari yang
khususnya asam lemak trans. Asam lemak ini ringan seperti urtikaria sampai yang berat yang
dapat memodulasi respon imun dan dapat mengancam jiwa (reaksi anafilaksis).

J Agromed Unila | Volume 2 | Nomor 4 | November 2015 | 517


Septina Ashariani | Tatalaksana Non-Farmakologi pada Dematitis Atopik

Asma, rinitis alergi dan DA mempunyai dasar sensitisasi dengan alergen makanan pada usia
kelainan respons IgE hipersensitivitas dan bayi akan diikuti sensitisasi alergen hirup di
inflamasi jaringan spesifik yang ditandai kemudian hari. Jadi pada usia tahun pertama
dengan infiltrasi lokal sel T memori, sel gejala DA dan alergi makanan akan diikuti oleh
eosinofil dan sel monosit/makrofag.19 asma dan rinitis alergi di kemudian hari.
Pada jaringan yang sedang mengalami Penghindaran alergen udara pencetus terbukti
inflamasi akut, akan tampak infiltrasi sel dapat mengontrol gejala DA. Dengan
limfosit T dengan ekspresi IL- 4, IL-5, dan IL-13. membersihkan tungau dari lingkungan pasien
Sitokin ini diperkirakan memegang peran ternyata dapat memperbaiki gejala klinis tanpa
utama pada respons alergi. Tetapi alergi pengobatan lain.7,13
makanan yang menimbulkan DA dapat juga
diperantarai oleh cell mediated immunity  Probiotik
Sedangkan alergi makanan yang diperankan
oleh reaksi hipersenitivitas tipe II dan III jarang Probiotik diartikan sebagai organisme
dilaporkan.19 hidup yang saat diberikan pada host dengan
Pada orang dewasa, DA sering dikaitkan dosis yang adekuat akan memberikan
dengan konsumsi makanan yang bersifat keuntungan kesehatan. Mekanisme hubungan
alergen, yang sensitasinya mungkin terjadi pemberian probiotik dan penurunan alergi
pada awal kehidupan, seperti susu, telur atau belum jelas namun hal ini dapat dihubungkan
gandum. Namun literatur yang dengan kurangnya pajanan terhadap mikroba
mengasosiasikan antara alergi makanan dan saat awal kehidupan. Hal ini dapat
DA masih sedikit.20,21 Walaupun menghindari mempengaruhi perkembangan dari sistem
alergen makanan dapat mengurangi keparahan imun dan peningkatan kerentanan terhadap
gejala, bukti yang tersedia tidak menunjukkan alergi.24
apakah penghindaran akan mengubah Dalam sebuah penelitian Norwegia,
perkembangan patologis dari DA.22 perempuan diberikan suplemen probiotik
Pada penderita DA juga dapat dilakukan selama 4 minggu terakhir kehamilan sampai 3
diet eliminasi. Diet ini dilakukan dengan cara bulan setelah kelahiran. Hasil penelitian
menghindari konsumsi makanan yang dapat menunjukkan bahwa pemberian bakteri
mencetuskan kambuhnya DA. Diet ini probiotik secara signifikan mengurangi
dilakukan berdasarkan uji DBPCFC (double kejadian DA pada anak-anak. Namun, hasilnya
blind placebo control food challange). tidak signifikan (secara statistik) pada anak-
Beberapa studi menunjukkan bahwa diet anak dengan keluarga yang memiliki riwayat
eliminasi yang ketat terhadap alergen makanan DA. Dimungkin bahwa suplementasi ibu
dapat mengurangi terjadinya DA pada bayi dengan probiotik dapat mempengaruhi
dengan risiko atopik tinggi. Diet eliminasi komposisi flora mikroba usus bayi dan mungkin
terhadap alergen makanan pada ibu menyusui suplementasi tersebut memiliki mekanisme
dapat mencegah terjadinya penyakit atopik potensial untuk meningkatkan faktor
pada bayi yang disusuinya di kemudian hari. immunoregulator anti-inflamasi dalam ASI.25
Walaupun demikian diet eliminasi makanan
harus tetap memperhatikan kebutuhan nutrisi  Bahan baju
anak dengan cara mengganti dengan makanan
lain yang memiliki nutrisi setara.13 Penderita DA sebaiknya tidak memakai
Pasien DA yang melakukan diet gizi pakaian yang terlalu tebal, bahan wol atau
seimbang ditambah diet rendah histamin yang kasar karena dapat mengiritasi kulit.8,10
menunjukkan perbaikan simptom pasien DA Sutra dihipotesiskan untuk membantu
serta tidak mengalami perburukan simptom penyembuhan luka dengan meningkatkan
lebih dari tujuh bulan. Contoh makanan yang sintesis kolagen dan mengurangi edema dan
tinggi histamin yang dapat dihindari adalah peradangan. Sutra khusus berlapis juga
sosis, ikan tuna, ikan makerel, ikan sauri, memiliki sifat antimikroba yang dapat
daging babi, bayam, teh hijau, jeruk, kacang, memainkan peran tambahan.11 Sutra memiliki
tomat, keju, pisang, tangerin dan anggur.23 serat benang yang kuat, sangat halus, dan
Dalam perjalanan alamiah penyakit silinder. Sutra meminimalkan gesekan pada
atopik yang dikenal sebagai allergic march,

J Agromed Unila | Volume 2 | Nomor 4 | November 2015 | 518


Septina Ashariani | Tatalaksana Non-Farmakologi pada Dematitis Atopik

kulit dan memungkinkan kulit bernapas, serta eksternal dan bertujuan mempertahankan
menyerap keringat juga eksudat serosa.26 intergritas kulit dan penampilan. Penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa pelembab
 Iklim dan temperatur mempengaruhi fungsi barier kulit normal untuk
mengurangi kehilangan air transepidermal dan
Iklim dan sinar matahari (radiasi kerentanan terhadap iritasi.30
ultraviolet) dapat mempengaruhi aktivitas DA. Pemakaian pelembab yang adekuat
Suhu dan kelembaban lingkungan harus secara teratur sangat penting untuk mengatasi
optimal yaitu sekitar suhu 33-410C dengan kekeringan kulit. Berdasarkan cara kerjanya,
kelembaban 45-55%.13,17 pelembab dapat dikelompokkan dalam
beberapa jenis, yaitu yang bersifat oklusif,
 Mandi humektan, emolien, dan rejuvenator protein.
Oklusif adalah bahan yang melakukan blokade
Mandi secara teratur dapat terhadap kehilangan air transepidermal dalam
melembabkan kulit dan melepaskan krusta. stratum korneum. Humektan adalah bahan
Mandi berendam 1-2 kali sehari selama yang menarik air ketika diaplikasikan pada kulit
beberapa menit dalam air hangat (jangan dan meningkatkan hidrasi stratum korneum.
terlalu panas) dengan pembersih kulit (skin Emolien melembutkan kulit dan mengurangi
cleaner) yang mengandung pelembab sangat gatal, menciptakan lapisan minyak di atas kulit
bermanfaat. Setelah mandi dan dikeringkan, yang dapat memerangkap air di bawahnya.
segera oleskan obat topikal, misalnya Protein rejuvenator dapat menyebabkan kulit
kortikosteroid, diikuti dengan pelembab atau menjadi lebih muda dengan mengisi protein
pelembab saja.27 Hindari sabun atau pembersih esensial dalam kulit. Perbaikan sawar ini
kulit yang mengandung antiseptik/antibakteri mencegah penetrasi bahan-bahan iritan,
secara rutin karena mempermudah resistensi, alergen dan bakteri.28,31
kecuali bila ada infeksi sekunder.10 Kulit pasien Pilihan terhadap pelembab tersebut
DA biasanya kering, sensitif serta mudah didasarkan pada keadaan kelainan kulit dan
mengalami iritasi. Untuk mencegah iritasi, usia. Pelembab harus dioleskan segera setelah
penggunaan sabun dan pembersih kulit yang mandi, minimal 2 kali sehari walaupun tidak
lain harus dikurangi. Sabun yang digunakan ada keluhan DA. Emolien bekerja maksimal 6
harus mempunyai pH netral, namun sebaiknya jam dan bentuk salep serta krim memberikan
digunakan pembersih kulit yang tidak fungsi sawar lebih baik dari lotion. Salep yang
mengandung bahan sabun. Sisa deterjen pada oklusif sering kurang dapat ditoleransi karena
pakaian juga dapat menimbulkan iritasi. Oleh mengganggu fungsi kelenjar keringat. Krim dan
karena itu setiap mencuci pakaian harus lotion dapat menyebabkan iritasi karena sering
dilakukan pembilasan sampai benar-benar mengandung pengawet, pelarut, dan
bersih.13 pewangi.27

 Fototerapi  Wet Wrap Therapy (balut basah)

Pada pasien DA yang ekstensif dan Terapi balut basah dapat meningkatkan
refrakter, fototerapi menggunakan UVA, UVB penetrasi transepidermal kortikosteroid topikal.
atau kombinasi psoralen dengan UVA dapat Balut basah (wet wrap dressing) dapat
menjadi pilihan.28 Namun demikian, fototerapi diberikan sebagai terapi tambahan untuk
dapat menyebabkan penuaan dini pada kulit mengurangi gatal, terutama untuk lesi yang
dan meningkatkan risiko kanker kulit dalam berat dan kronik atau yang refrakter terhadap
jangka panjang sehingga harus diresepkan pengobatan biasa. Balut basah juga dapat
dengan hati-hati.29 berfungsi sebagai pelindung efektif terhadap
garukan sehingga mempercepat penyembuhan
 Pelembab lesi. Bahan pembalut (kasa balut) dapat diberi
larutan kortikosteroid atau mengoleskan krim
Pelembab adalah senyawa yang terdiri kortikosteroid pada lesi kemudian dibalut
dari beberapa komponen, diaplikasikan basah dengan air hangat dan ditutup dengan
lapisan/baju kering di atasnya. Cara ini

J Agromed Unila | Volume 2 | Nomor 4 | November 2015 | 519


Septina Ashariani | Tatalaksana Non-Farmakologi pada Dematitis Atopik

sebaiknya dilakukan secara intermiten dan dengan langsung mengobati stres dan
dalam waktu tidak lebih dari 2-3 minggu. Balut kecemasan.33
basah dapat pula dilakukan dengan
mengoleskan emolien saja di bawahnya  Edukasi
sehingga memberi rasa dingin dan mengurangi
gatal, selain itu juga berfungsi sebagai Edukasi merupakan dasar dari suksesnya
pelindung efektif terhadap garukan sehingga penatalaksanaan DA, yaitu perawatan kulit
mempercepat penyembuhan. Bila tidak disertai yang benar dan menghindari penyebab.10
pelembab, balut basah dapat menambah Edukasi pengetahuan tentang penyakit
kekeringan kulit dan menyebabkan fisura. khususnya pada pasien muda dan orang tua
Penggunaan balut basah yang berlebihan dapat mereka akan menyebabkan kepatuhan yang
menyebabkan maserasi sehingga memudahkan lebih tinggi serta stabilitas psikologis.
infeksi sekunder. Pembalutan lebih praktis Pendidikan pasien juga memberikan kontribusi
dilakukan pada saat tidur.10,13,27 signifikan untuk meningkatkan kualitas hidup.34

 Penanggulangan stress Ringkasan


Terapi non-farmakologi mungkin masih
Dermatitis atopik adalah penyakit yang ada yang menjadi kontroversi karena
rawan kambuh karena dicetuskan oleh stress. penelitiannya masih menunjukkan 2 sisi yaitu
Kekuatan stres tergantung pada persepsi menguntungkan ataupun tidak berpengaruh.
individu, peringkat subjektif, dan sejauh mana Terapi non-farmakologi mencakup pengawasan
peristiwa stres. Namun, efek yang sebenarnya diet, penghindaran alergen, konsumsi probiotik,
dari stres pada DA kurang dipahami karena pemilihan bahan baju, penyesuaian iklim dan
kurangnya metode untuk mengukur stres temperatur, pengawasan mandi, fototerapi,
secara objektif. Stres dapat berinteraksi pemakaian pelembab, fototerapi, balut basah,
dengan jalur kekebalan tubuh dengan bekerja penanggulangan stress dan edukasi pasien.
pada sistem saraf pusat dan dengan demikian Terapi non-farmakologi akan bekerja paling
mempengaruhi sistem endokrin.32 baik bila dikombinasikan dengan terapi
Stres menyebabkan penurunan tingkat farmakologi. Penanganan DA relatif sulit
serum dehydroepiandrosterone, yang mengingat penyakit ini merupakan penyakit
mempengaruhi respon sitokin Th1, sehingga kronis. Walaupun demikian, kerja sama yang
memudahkan pergeseran ke profil sitokin Th2 baik antara dokter, pasien dan keluarganya
dan memperburuk gejala AD. Selain itu, stres dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.
menyebabkan pelepasan substansi P (SP) dari
serat C. SP akan mengaktifkan keratinosit dan Simpulan
sel mast. Sel-sel yang aktif akan mesintesis dan Terapi non-farmakologi sama pentingnya
mensekresikan lebih dari 50 molekul biologis dengan terapi farmakologi untuk
aktif, termasuk sitokin, faktor pertumbuhan meningkatkan kualitas hidup pasien dermatitis
saraf, dan histamin, yang merupakan mediator atopik.
inflamasi neurogenik. Sehingga dikatakan
bahwa keparahan simptom DA mungkin Daftar Pustaka
berkolerasi dengan tingkat stress pasien.32,33 1. Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan
Pada pasien DA terdapat respon saraf kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Fakultas
simpatis berlebih dan penurunan respon saraf Kedokteran Universitas Indonesia; 2011.
parasimpatis yang menyebabkan adanya 2. Illi S, von Mutius E, Lau S, Nickel R, Grüber
kemampuan adaptasi terbatas pada C, Niggemann B, et al. The natural course
menggaruk dan gatal kronis. Terapi alternatif of atopic dermatitis from birth to age 7
dan psikoterapi perilaku, seperti biofeedback years and the association with asthma.
dan terapi perilaku kognitif diharapkan Journal Allergy Clin Immunol. 2004;
bertarget pada ketidakseimbangan saraf 113:925–31.
simpatis dan parasimpatis ini. Terapi relaksasi, 3. Hagendorens MM, Bridts CH, Lauwers K,
termasuk pelatihan autogenik dan hipnosis, van Nuijs S, Ebo DG, Vellinga A, et al.
adalah hal yang penting bagi pasien sakit kronis Perinatal risk factors for sensitization,
dan dapat memperbaiki gatal pasien DA

J Agromed Unila | Volume 2 | Nomor 4 | November 2015 | 520


Septina Ashariani | Tatalaksana Non-Farmakologi pada Dematitis Atopik

atopic dermatitis and wheezing during the 15. Lien TY, Goldman RD. Breastfeeding and
first year of life (PIPO study). Clin Exp maternal diet in atopic dermatitis. Can
Allergy. 2005; 35:733–40. Fam Physician. 2011; 57:1403–5.
4. Palmer C, Irvine A, Kwiatkowski TA. 16. Pyun BY. Natural history and risk factors of
Common loss of function variants of the atopic dermatitis in children. Dermatitis.
epidermal barrier protein filaggrin are a 2015; 7(2):101–5.
major predisposing factor for atopic 17. Mesquita K, Costa I, Igreja A. Atopic
dermatitis. Nat Genet. 2006; 38(4):441–6. dermatitis and vitamin D: facts and
5. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller controversies. An Bras Dermatol. 2013;
AS, Leffell DJ, Wolff K. Fitzpatrick’s 88(6):945–53.
dermatology in general medicine. Edisi ke- 18. Finch J, Munhutu MN, Worth WDL. Atopic
8. New York: McGraw-Hill; 2012. dermatitis and nutrition. Clin Dermatol.
6. De Benedetto A, Kubo A, Beck LL. Skin 2010; 28(6):605–14.
barrier disruption: a requirement for 19. Siregar SP. Peran alergi makanan dan
allergen sensitization. Journal Invest alergen hirup pada dermatitis atopik. Sari
Dermatol. 2012; 132(3):949–96. Pediatr. 2005; 6(4):155–8.
7. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep 20. Saadeh D, Salameh P, Baldi I, Raherison C.
klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6. Diet and allergic diseases among
Jakarta: EGC; 2002. population aged 0 to 18 years: Myth or
8. Siregar RS. Atlas berwarna saripati reality? Nutrients. 2013; 5:3399–423.
penyakit kulit. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 21. Manam S, Tsakok T, Till S, Flohr C. The
2002. association between atopic dermatitis and
9. Aragones MA, Toledo FR, Calatayud MA, food allergy in adults. Curr Opin Allergy
Cerda M. Epidemiologic, clinical and Clin Immunol. 2014; 14:423–9.
socioeconomic factors of atopic dermatitis 22. Katta R, Schlichte M. Diet and dermatitis:
in Spain: Alergologica-2005. Journal food triggers. Journal Clin Aesthet
Investig Allergol Clin Immunol. 2009; Dermatol. 2014; 7(3):30–6.
19(2):27–33. 23. Chung BY, Cho SI, Ahn IS, Lee HB, Kim HO,
10. Menaldi SL, Agustin T. Perkembangan Park CW, et al. Treatment of atopic
terkini pada terapi dermatitis atopik. dermatitis with a low-histamine diet. Ann
Journal Indon Med Assoc. 2011; Dermatol. 2011; 23:91–5.
61(7):299–304. 24. Pelucchi C, Chatenoud L, Turati F, Galeone
11. Lio PA. Non-pharmacologic therapies for C, Moja L, Bach JF, et al. Probiotics
atopic dermatitis. Curr Allergy Asthma Rep. supplementation during pregnancy or
2013; 13:528–38. infancy for the prevention of atopic
12. Ellwood P, Asher MI, Marcos GL, Williams dermatitis. Epidemiology. 2012;
H, Keil U, Robertson C, et al. Do fast foods 23(3):402–14.
cause asthma, rhinoconjunctivitis and 25. Dotterud CK, Storro O, Johnsen R, Oien T.
eczema? Global findings from the Probiotics in pregnant women to prevent
International Study of Asthma and allergic disease: a randomized, double-
Allergies in Childhood (ISAAC) Phase Three. blind trial. Br Journal Dermatol. 2010;
Thorax. 2013; 68:351–60. 163:616–23.
13. Munasir Z. Tata laksana dermatitis atopik 26. Ricci G, Neri I, Ricci L, Patrizi A. Silk fabrics
pada anak serta pencegahan terjadinya in the management of atopic dermatitis.
asma di kemudian hari. Sari Pedriatri. Ski Ther Lett. 2012; 17(3):5–7.
2002; 4(3):119–24. 27. Bakhtiar. Faktor risiko , diagnosis , dan
14. Tumbelaka AR, Firman K, Sidabutar S, tatalaksana dermatitis atopik pada bayi
Munasir Z, Pulungan AB, Hendarto A. dan anak. JKM. 2010; 9(2):188–98.
Sensitisasi alergen makanan dan hirupan 28. Movita T. Tatalaksana dermatitis atopik.
pada anak dermatitis atopik setelah CDK. 2014; 41(11):828–31.
mencapai usia 2 tahun. Sari Pedriatri. 2011; 29. Thomsen SF. Atopic dermatitis: natural
13(2):147–51. history, diagnosis, and treatment. ISRN
Allergy. 2014; 2014:1–7.

J Agromed Unila | Volume 2 | Nomor 4 | November 2015 | 521


Septina Ashariani | Tatalaksana Non-Farmakologi pada Dematitis Atopik

30. Varothai S, Nitayavardhana S, Kulthanan K. patients with atopic dermatitis using


Moisturizers for patients with atopic salivary cortisol. Biomed Res Int. 2013;
dermatitis. Asian Pac J Allergy Immunol. 2013:1–5.
2013;31:91–8. 33. Suarez AL, Feramisco JD, Koo J, Steinhoff
31. Lynde CW. Moisturizers: what they are M. Dermatitis : pathophysiologic and
and how they work [internet]. USA: Skin therapeutic updates. Acta Derm Venereol.
Therapy; 2001 [diakses tanggal 24 Juni 2013; 92(1):7–15.
2015]. Tersedia dari: 34. Bieber T. Atopic dermatitis. Ann Dermatol.
http://www.skintherapyletter.com 2010; 22(2):125–37.
32. Mizawa M, Yamaguchi M, Ueda C, Makino
T, Shimizu T. Stress evaluation in adult

J Agromed Unila | Volume 2 | Nomor 4 | November 2015 | 522

You might also like