You are on page 1of 19

PENERAPAN KONSEP MANAJEMEN RANTAI PASOK PADA PRODUK UNGGAS Saptana dan Rangga Ditya Yofa  143

PENERAPAN KONSEP MANAJEMEN RANTAI PASOK


PADA PRODUK UNGGAS

Supply Chain Management Concept Implementation


in Poultry Products
Saptana*, Rangga Ditya Yofa
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
Jln. Tentara Pelajar No. 3B, Bogor 16111, Jawa Barat, Indonesia
*Korespondensi penulis. E-mail: saptono_07@yahoo.co.id

Naskah diterima: 28 September 2016 Direvisi:14 Oktober 2016 Disetujui: 2 Desember 2016

ABSTRACT

Marketing and logistics experts pay great attention to the concept of supply chain management and try to
operationalize in agricultural development especially for high-value products, such as poultry products. The
supply chain management concept is interpreted from various perspectives including marketing and logistics
perspectives. This paper aims to analyze (1) a conceptual review of supply chain management; (2) the dynamics
of production and consumption of poultry products; (3) performance of supply chain management on poultry
products; and (4) integrated supply chain management strategy formulation for poultry products. This study
applies analysis of review from various sources of literature, primary journals, research results, and text books. A
review of the conceptual aspects of supply chain management has identified the different concepts of marketing
with supply chain management. Supply chain management analysis on poultry products can improve poultry
product distribution efficiency through product process integration among the actors. Production and consumption
performance of poultry products showed a high increase, but its trade position is still deficit. In order to realize an
efficient distribution system of poultry products, it is necessary to implement integrated supply chain management.
In this context, the government needs to facilitate growth and development of poultry agribusiness partnership
through integrated supply chain management approach.
Keywords: management, supply chain, poultry products, integrated, competitiveness

ABSTRAK

Pakar pemasaran dan logistik memberikan perhatian besar terhadap konsep manajemen rantai pasok
dan mencoba mengoperasionalkan dalam pembangunan pertanian, terutama pada produk bernilai
ekonomi tinggi, seperti produk-produk perunggasan. Konsep manajemen rantai pasok dimaknai dari
berbagai perspektif, antara lain perspektif pemasaran dan logistik. Tulisan ini bertujuan untuk (a) meng-
analisis konsep manajemen rantai pasok; (b) mengkaji dinamika perkembangan produksi dan konsumsi produk
unggas; (c) mengkaji kinerja manajemen rantai pasok produk unggas; dan (d) merumuskan strategi manajemen
rantai pasok produk unggas secara terpadu. Metode yang digunakan adalah analisis review dari berbagai
sumber pustaka, baik jurnal primer, hasil penelitian, dan buku-buku terkait topik tulisan. Tinjauan dari
aspek konseptual manajemen rantai pasok telah berhasil mengidentifikasi perbedaan konsep pemasaran
dengan manajemen rantai pasok. Penggunaan analisis manajemen rantai pasok pada produk
perunggasan dapat meningkatkan efisiensi distribusi produk perunggasan melalui keterpaduan proses
produk dan antarpelaku dalam rantai pasok. Kinerja produksi dan konsumsi produk perunggasan
menunjukkan peningkatan yang tinggi, namun posisi perdagangannya hingga kini masih defisit. Dalam
rangka mewujudkan sistem distribusi produk perunggasan yang efisien diperlukan penerapan manajemen rantai
pasok secara terpadu. Dalam hal ini, pemerintah perlu memfasilitasi bagi tumbuh dan berkembangnya kemitraan
usaha agribinis perunggasan melalui pendekatan manajemen rantai pasok secara terpadu.
Kata kunci: daya saing, manajemen, produk unggas, rantai pasok, terpadu

PENDAHULUAN disertai dengan pemerataan. Unggas komersial


(broiler dan layer), serta unggas lokal (ayam
Industri perunggasan dapat dikembangkan kampung, itik, ayam arab) harus diletakkan
menjadi basis ekonomi yang memiliki potensi sebagai klaster industri yang memiliki
tinggi untuk meningkatkan pertumbuhan eko- keunggulan bersaing dan dikembangkan
nomi yang berkualitas, yaitu pertumbuhan yang sebagai keunggulan kompetitif bangsa (Magister
Bisnis IPB 2012). Pemerintah telah menetapkan
144 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 34 No. 2, Desember 2016: 143-161

berbagai kebijakan untuk mendorong tumbuh pemimpin melakukan perubahan harga maka
dan kembangnya poultry production cluster akan diikuti oleh perusahaan peternakan
(PPC) antara lain melalui kegiatan village poultry pengikut (Saptana et al. 2016). Dengan
farming (VPF) dan penataan kompartemen, menggunakan data time series tahunan 1986–
namun hasilnya masih jauh dari harapan (Ilham 2010, Septiani dan Alexandi (2013) menda-
2015). Pengembangan PPC akan lebih efektif patkan hasil estimasi bahwa variabel yang
jika diwujudkan melalui penerapan konsep berpengaruh nyata terhadap price cost margin
manajemen rantai pasok (supply chain (PCM) yang merepresentasikan keuntungan
management/SCM). industri broiler adalah efisiensi internal,
pertumbuhan nilai output, dan hambatan masuk
Hasil kajian Delgado et al. (1999) meng- pasar. Di sisi lain, variabel rasio konsentrasi
ungkapkan bahwa telah terjadi revolusi industri empat perusahaan terbesar (CR4) tidak
peternakan dalam tiga dekade terakhir yang berpengaruh nyata terhadap PCM. Hasil kajian
direfleksikan oleh meningkatnya permintaan yang berbeda dikemukakan oleh Fitriani et al.
produk ternak dari negara berkembang, di mana (2014), yang menunjukkan bahwa terdapat
produksi unggas komersial diusahakan dalam hubungan kuat antara struktur, perilaku, dan
skala usaha ekonomis, dilakukan secara intensif, kinerja industri broiler di Indonesia, di mana
dan didukung industri hulu dan hilir. Delgado et tingkat integrasi memiliki hubungan positif dan
al. (2001) memprediksi bahwa revolusi peter- signifikan terhadap konsentrasi pasar.
nakan di negara berkembang akan berlanjut
hingga tahun 2020 dan akan mendorong per- Hasil kajian Weng (2013) tentang dinamika
tumbuhan pasar dunia produk daging, susu, dan industri broiler di Amerika Serikat (AS)
biji-bijian pakan. Perkembangan unggas lokal, memberikan gambaran yang relatif sama
seperti usaha ternak ayam kampung, itik, dan dengan yang terjadi di Indonesia. Dikemukakan
ayam arab menunjukkan terdapat berbagai cara bahwa industri broiler di AS hampir secara
pengusahaan mulai dari tradisional, semi- keseluruhan terintegrasi, baik secara vertikal
intensif, hingga intensif; namun perkembangan maupun secara horizontal. Secara vertikal, lebih
industri kulinernya tumbuh cukup pesat (Saptana dari 90% produksi broiler berasal dari peternak
et al. 2013). yang melakukan kontrak dengan perusahaan
pengolahan. Secara horisontal, peternak broiler
Beberapa permasalahan pokok yang diha-
di AS lebih terkonsentrasi lagi yang disebabkan
dapi dalam pengembangan industri perung-
oleh terjadinya realokasi sumber daya, sebagian
gasan di Indonesia adalah (a) masalah
peternak keluar dari pasar, dan pengembangan
penyediaan bahan baku pakan ternak, di mana
skala usaha. Indeks Herfindahl (HI) industri
sebagian besar bahan baku pakan ternak
penting harus diimpor, impor jagung mencapai pengolahan berbasis unggas di AS meningkat
40–50% (meskipun kondisi terakhir tinggal 15– dari 735 pada tahun 1992 menjadi 1.224 pada
20%), bungkil kedelai (95%), tepung ikan (90- tahun 2007. Rasio konsentrasi industri empat
92%), serta tepung tulang dan vitamin/feed teratas di AS juga mengalami peningkatan dari
additive hampir (100%) impor; (b) indikasi 44,24% pada tahun 1992 menjadi 58,52% pada
terjadinya struktur pasar oligopolistik pada pasar tahun 2007. Fenomena integrasi vertikal dan
input dan oligopsonistik pada pasar output yang horisontal pada industri broiler terjadi baik di
menempatkan peternak mandiri dalam posisi negara berkembang maupun di negara maju
lemah; (c) kelembagaan rantai pasok baik usaha guna mencapai efisiensi tertinggi.
unggas ayam ras pedaging (broiler), petelur Konsekuensi ketergantungan terhadap bahan
(layer), maupun pada unggas lokal belum baku pakan impor mendorong harga sarana
berjalan secara efisien; dan (d) rentan terhadap produksi peternakan (sapronak) terus meng-
gejolak eksternal, baik berupa krisis ekonomi, alami peningkatan dari waktu ke waktu,
fluktuasi harga, maupun wabah penyakit unggas sedangkan harga output mengalami fluktuasi
(terutama flu burung) (Tangendjaja dan yang tergolong tinggi (Puska Dagri 2013; Puska
Soedjana 1998; Saptana et al. 2002). Dagri 2016; Saptana et al. 2016). Implikasi dari
Beberapa hasil kajian menyimpulkan bahwa permasalahan yang dihadapi tersebut menye-
struktur industri perunggasan sekarang ini babkan sistem rantai pasok produk unggas tidak
mengarah ke struktur pasar oligopolistik efisien. Pertanyaannya adalah bagaimana
(Saptana 2002; Kariyasa dan Sinaga 2003; meningkatkan efisiensi rantai pasok produk
Fitriani 2006). Jika dicermati lebih seksama, unggas untuk berbagai segmen dan tujuan
terlihat bahwa struktur pasar industri pasar? Dapatkah manajemen rantai pasok
perunggasan berada pada struktur oligopoli (SCM) dijadikan strategi untuk meningkatkan
terpimpin, artinya jika perusahaan peternakan efisiensi rantai pasok produk-produk unggas?
PENERAPAN KONSEP MANAJEMEN RANTAI PASOK PADA PRODUK UNGGAS Saptana dan Rangga Ditya Yofa  145

Tulisan ini ditujukan untuk (1) menganalisis perspektif mikro yang berkembang dewasa ini
tinjauan konseptual manajemen rantai pasok adalah konsep manajemen rantai pasok (SCM)
dan penerapannya pada produk unggas; (2) dan analisis rantai nilai (value chain analysis/
menganalisis dinamika produksi, konsumsi, dan VCA).
perdagangan produk perunggasan; (3) mengkaji
Harland (1996) mendefinisikan SCM sebagai
kinerja manajemen rantai pasok produk perung-
manajemen dari jaringan bisnis mulai dari awal
gasan; dan (4) merumuskan strategi manajemen
produksi sampai kepada pemenuhan permin-
rantai pasok produk unggas secara terpadu.
taaan barang-barang dan jasa yang diinginkan
konsumen akhir. Konsep manajemen rantai
pasok (SCM) merujuk pada manajemen
TINJAUAN KONSEPTUAL MANAJEMEN keseluruhan proses produksi, distribusi, dan
RANTAI PASOK pemasaran di mana konsumen dihadapkan pada
produk yang sesuai dengan keinginannya dan
Manajemen Rantai Pasok produsen dapat memproduksi produk dengan
jumlah, kualitas, waktu, dan lokasi yang tepat
Dari berbagai tinjauan pustaka terkait (Marimin dan Maghfiroh 2013; Ilham et al. 2015).
manajemen rantai pasok (SCM), tampak ada Kajian manajemen rantai pasok meliputi hal
kerancuan dalam penggunaan konsep pema- yang sangat luas, mulai dari titik awal sebelum
saran dengan konsep manajemen rantai pasok. proses produksi, proses produksi, proses
Sebagian penulis menganggap sama dan seba- inventori dan distribusi, sampai kepada titik akhir
gian mengganggap berbeda antara kedua konsumen.
konsep tersebut. Oleh karena itu, dipandang
perlu untuk menjelaskan perbedaan dan posisi Manajemen rantai pasok adalah integrasi
antara konsep pemasaran dengan manajemen aktivitas pengadaan bahan baku dan pelayanan,
rantai pasok karena hal ini membawa kon- pengubahan barang setengah jadi dan produk
sekuensi yang berbeda dalam menggunakan akhir, serta pengiriman ke pelanggan (Heizer
alat analisis, cakupan penelitian, dan implikasi dan Render 2010). Dengan demikian, mana-
jemen rantai pasok meliputi seluruh aktivitas
kebijakannya.
yang mencakup pembelian dan pengubahan
Dalam konsep pemasaran dikenal pema- bentuk barang atau produk, serta fungsi
saran dalam perspektif makro dan mikro pelayanan yang penting bagi keseluruhan
(Scaffner et al. 1998), selanjutnya Asmarantaka hubungan pemasok (supplier) dan distributor
(2009) membahas dalam konteks pemasaran untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Li
produk-produk pertanian di Indonesia. Dalam (2007) mendefinisikan manajemen rantai pasok
perspektif pembangunan ekonomi, Siregar sebagai sekumpulan aktivitas dan keputusan
(2009) mengungkapkan konsep makro-mikro yang saling tekait untuk mengintegrasikan
pembangunan dan pentingnya pengintegrasian pemasok, manufaktur, gudang, jasa transportasi,
keduanya dalam pembangunan ekonomi. pengecer, dan konsumen secara efisien.
Demikian juga dalam konsep daya saing dikenal Berdasarkan definisi APICS Dictionary (Lokollo
mikro-makro daya saing dalam rangka 2012), manajemen rantai pasok adalah “desain,
merumuskan strategi pembangunan pertanian perencanaan, eksekusi (pelaksanaan), kontrol,
(Saptana 2010) dan perspektif makro-mikro dan memonitor aktivitas rantai pasok dengan
pemasaran urgensinya bagi pembangunan tujuan menciptakan nilai bersih, membangun
pertanian (Saptana dan Rahman 2015). infrastruktur yang kompetitif, memanfaatkan
Selanjutnya, dikemukakan pemasaran dalam logistik di seluruh dunia, sinkronisasi penawaran
perspektif makro menganalisis efisiensi sistem dan permintaan dan mengukur performa secara
pemasaran secara keseluruhan (kawasan, global."
wilayah, agregat negara) dalam penyampaian
Hasil kajian Brandenburg dan Rebs (2015)
produk dari produsen hingga ke konsumen.
tentang perspektif model Manajemen Rantai
Pemasaran dalam perspektif mikro, Pasok Berkelanjutan (Sustainable Supply Chain
merupakan tinjauan pemasaran dari aspek Management/SSCM) diperoleh temuan pokok
manajemen usaha di mana perusahaan secara bahwa model SSCM yang ada masih terfokus
individu, pada setiap tahapan pemasaran dalam pada pendekatan deterministik dan mengabai-
mencari keuntungan, melalui pengelolaan bahan kan pendekatan stokastik yang mempertimbang-
baku, produksi, penetapan harga, distribusi dan kan aspek lingkungan dan faktor sosial. Kini dan
promosi secara efektif terhadap produk yang ke depan pendekatan pemodelan manajemen
akan dipasarkan (Scaffner et al. 1998; rantai pasok harus dilakukan secara lebih
Asmarantaka 2009; Saptana dan Rahman komprehensif dengan mengintegrasikan aspek
2015). Beberapa alat analisis sistem pemasaran teknis-ekonomi, aspek lingkungan, dan faktor
146 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 34 No. 2, Desember 2016: 143-161

sosial, sehingga memiliki wilayah aplikasi yang selanjutnya menunjukkan bahwa penerapan
lebih luas. Melalui pendekatan SSCM pada manajemen rantai pasok berpengaruh positif
industri perunggasan diharapkan dapat mengu- dan signifikan terhadap kinerja perusahaan yang
rangi dampak negatif terhadap lingkungan dan direfleksikan oleh tingkat produktivitas, pertum-
mengurangi tekanan sosial terhadap eksistensi buhan penjualan, serta pangsa pasar.
industri perunggasan.
Terdapat tiga tahapan dalam analisis rantai
Menurut Kaplinsky dan Morris (2001), nilai, yaitu (a) mengidentifikasi aktivitas rantai
analisis rantai nilai adalah kegiatan lengkap nilai, di mana produsen atau perusahaan
yang diawali dari perumusan konsep, kegiatan pengolah mengidentifikasi aktivitas rantai nilai
produksi, mengirimkan ke pelanggan melalui yang harus dilakukan, mungkin hanya terlibat
pedagang, pengolah, dan distributor; hingga ke dalam aktivitas tunggal, sebagian dari aktivitas,
konsumen akhir, sehingga perusahaan memiliki atau aktivitas keseluruhan; (b) mengidentifikasi
keunggulan kompetitif. Secara ringkas dapat faktor kunci sukses pada setiap aktivitas yang
dikatakan bahwa rantai nilai adalah seluruh menciptakan nilai yang akan menjadi penentu
kegiatan yang membentuk keseluruhan ‘rantai’ dalam proses rantai nilai tersebut; dan (c)
yang menghubungkan produsen dengan mengembangkan keunggulan kompetitif dengan
konsumen, dan tiap kegiatan menambahkan upgrading, baik dalam bentuk process
‘nilai’ pada produk akhir (ACIAR 2012). Dapat upgrading, functional upgrading, dan chain
disimpulkan bahwa terdapat hubungan saling upgrading (Gereffi et al. 2005). Adanya
melengkapi antara konsep manajemen rantai perbaikan standardisasi mutu dan layanan purna
pasok dengan analisis rantai nilai. Dalam jual pada produk industri perunggasan ditun-
pengembangan rantai nilai, Garrett dan Pena jukkan dalam menghasilkan produk DOC
(2016) menekankan pentingnya dampak berkualitas, produk pakan ternak berkualitas,
pengembangan terhadap status gizi. Melalui produk daging ayam, telur ayam ras beta
konsep “nutrition-sensitive value chains”, karoten, produk olahan berbasis daging ayam
pengembangan rantai nilai diharapkan dapat (chicken nugget, sosis, abon, bakso, kaki naga),
meningkatkan status gizi para pelakunya serta berbagai produk industri kuliner terkenal
(terutama petani), yaitu (a) secara tidak (Kentucky Fried Chicken, Ayam Goreng Mbok
langsung melalui peningkatan pendapatan Berek, Ayam Goreng Suharti, Bebek Pak
sehingga meningkatkan daya beli, termasuk Slamet, Bebek Kaliyo, serta produk segar dan
untuk pangan; (b) secara langsung melalui olahan yang dijual Fresh Mart Prima dan meat
peningkatan produksi komoditas pangan yang shop). Kegiatan-kegiatan tersebut meningkatkan
memiliki nilai gizi tinggi. nilai produk secara keseluruhan karena kon-
sumen bersedia membayar lebih mahal untuk
Ada enam hal pokok yang harus diperhatikan mendapatkan produk industri perunggasan yang
dalam manajemen rantai pasok, yaitu dalam berkualitas.
memperhatikan aliran barang/komoditas, aliran
jasa, maupun aliran informasi. Keenam hal Urgensi Penerapan Supply Chain
tersebut adalah (1) aktivitas yang dilakukan Management (SCM) pada Komoditas
apakah menghasilkan nilai tambah; (2) bagai- Perunggasan
mana atau di mana peranan jasa pelayanan di
setiap titik simpul atau mata rantai pasok; (3) Rantai pasok (supply chain) terdiri atas
apa dan siapa yang menentukan harga; (4) semua pelaku yang terlibat, baik secara
hubungan kesepadanan di antara tiap pelaku langsung maupun tidak langsung dalam
usaha dalam rantai pasok; (5) bagaimana nilai pemenuhan permintaan pelanggan, yang
tambah yang tercipta di tiap simpul itu mencakup produsen, pemasok input, jasa
didistribusikan secara adil di antara pelaku rantai transportasi, pergudangan, pengecer, bahkan
pasok; dan (6) siapa saja pemeran utama atau pelanggan sendiri (Chopra dan Meindl 2007).
penentu (key decision-makers) dalam rantai Rantai pasok merupakan jaringan organisasi
pasok (Ilham et al. 2015). bisnis yang dilibatkan dalam pemindahan
material, informasi, dan uang sebagai aliran
Indikator dari kinerja manajemen rantai pasok bahan baku dari sumber masing-masing
mencakup pengembangan produk, kemitraan kemudian melewati proses produksi hingga
strategis dengan pemasok, perencanaan dan bahan baku tersebut dikirimkan sebagai produk
pengendalian, produksi, distribusi, kualitas akhir atau jasa untuk konsumen akhir (Summer
informasi, customer relationship, dan pembelian. 2009). Dalam konsep lama, logistik hanya dilihat
Penerapan manajemen rantai pasok berpenga- sebagai persoalan internal masing-masing
ruh positif dan signifikan terhadap keunggulan perusahaan dan pemecahannya dilakukan
bersaing (Rahmasari 2011). Hasil analisis secara internal; sedangkan dalam konsep baru
PENERAPAN KONSEP MANAJEMEN RANTAI PASOK PADA PRODUK UNGGAS Saptana dan Rangga Ditya Yofa  147

logistik memiliki makna yang lebih luas, dari industri peternakan (Daryanto 2009). Para
bahan baku sampai barang jadi hingga dipakai pelaku usaha rantai pasok produk unggas harus
konsumen akhir, sehingga pemecahan masalah berupaya untuk memenuhi permintaan konsu-
harus dilakukan baik secara internal maupun men, baik dalam jenis, bentuk, styles, features,
eksternal. bagaimana penyampaiannya apakah quick order
fulfillment atau fast delivery, serta bagaimana
Mengapa manajemen rantai pasok itu
kemasannya.
menjadi penting? Di waktu lampau, hanya
produsen atau industri pengolah sajalah yang Kedua, penerapan manajemen rantai pasok
menjadi motor penggerak ekonomi dalam (SCM) produk unggas diyakini dapat mening-
memproduksi barang dan jasa. Pada masa katkan efisiensi pada keseluruhan rantai pasok.
lampau berapa besar jumlah barang dan jasa Pengelolaan bisnis produk unggas melalui
yang akan di produksi, kapan diproduksi, dan ke manajemen rantai pasok terintegrasi vertikal dari
mana akan distribusikan ke konsumen sepe- hulu hingga ke hilir perlu mengakomodasi hal-
nuhnya ditentukan produsen atau industri hal berikut (Saragih 1998): (a) pengelolaan
pengolahan. Dalam konsep baru konsumen atau integrasi vertikal bisnis produk unggas harus
pelanggan memegang peranan kunci dalam mampu mencapai efisiensi tertinggi dan
keseluruhan rantai pasok suatu produk. stabilitas yang dinamis; (b) pengelolaan bisnis
produk unggas yang terintegrasi secara vertikal
Rantai pasok merupakan suatu konsep di
harus mampu menjamin harmonisasi proses dan
mana terdapat sistem pengelolaan yang
produk; dan (c) pengelolaan bisnis produk
berkaitan dengan aliran produk, aliran informasi,
unggas yang terintegrasi secara vertikal harus
maupun aliran keuangan (Emhar et al. 2014).
mampu mengakomodasi kepentingan ekonomi
Pengelolaan yang efektif penting dilakukan
peternak rakyat.
terkait banyaknya mata rantai yang terlibat
dalam rantai pasok produk perunggasan dan Ketiga, penerapan manajemen rantai pasok
melihat karakteristik produk yang mudah rusak. (SCM) pada produk perunggasan diyakini dapat
Hubungan antarbagian dalam manajemen rantai meningkatkan daya saing melalui peningkatan
pasok berperan terhadap nilai pengangkutan efisiensi dan ketepatan pelayanan pada
barang dan nilai produk akhir yang diterima pelanggan. Dalam industri perunggasan, mana-
pelanggan. Hubungan yang berjalan baik dapat jemen rantai pasok perlu ditempatkan sebagai
mendukung efektivitas rantai pasok, sebaliknya usaha untuk membangun dan memperkuat daya
hubungan yang tidak berjalan dengan baik akan saing sektor perunggasan nasional baik di pasar
mengganggu efektivitas keseluruhan rantai domestik maupun di pasar global. Pada era
pasok (Janvier-James 2012). Penerapan SCM perdagangan global dewasa ini, persaingan
pada produk unggas menuntut pelaku rantai yang terjadi bukan saja persaingan antar-
pasok untuk (a) memenuhi kepuasan pelanggan; komoditas atau antarproduk dan antarindividu
(b) mengembangkan produk perunggasan tepat atau antarperusahaan, namun terjadi persaingan
waktu; (c) mengeluarkan biaya yang rendah yang semakin kompetitif antarmana-men rantai
dalam bidang persediaan dan penyerahan pasok.
produk unggas; (d) mengelola industri perung-
gasan secara cermat dan fleksibel. Keempat, penerapan manajemen rantai
pasok (SCM) pada produk perunggasan dapat
Terdapat empat alasan pentingnya pene- meningkatkan akses peternak rakyat untuk
rapan manajemen rantai pasok (SCM) pada memasuki pasar modern dan pasar global
produk unggas (Saptana dan Daryanto 2013). secara lebih luas. Dalam konteks ini penting
Pertama, dewasa ini konsumen yang menen- peran pemerintah dalam mengembangkan
tukan atribut-atribut produk yang diinginkan. kemitraan usaha agribinis perunggasan berdaya
Permintaan konsumen semakin kompleks yang saing dan berkelanjutan yang berpihak pada
menuntut berbagai atribut produk yang lebih peternak rakyat melalui pendekatan manajemen
lengkap dan rinci seperti atribut keamanan
rantai pasok secara terpadu.
produk (safety attributes), atribut nutrisi
(nutritional attributes), atribut nilai (value
attributes), atribut pengepakan (package
DINAMIKA PRODUKSI DAN KONSUMSI
attributes), atribut lingkungan (ecolabel
DAGING UNGGAS
attributes), atribut ketelusuran produk (product
traceability atributes), dan atribut kemanusiaan
(humanistic attributes) (Simatupang et al. 1998). Peranan peternakan dalam perekonomian
Bahkan, negara maju telah memasukkan aspek Indonesia mencakup (a) Produk Domestik Bruto
kesejahteraan hewan (animal welfare) dalam (PDB) subsektor peternakan menyumbang 14%
148 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 34 No. 2, Desember 2016: 143-161

terhadap PDB pertanian; (b) kontribusi daging Produksi telur unggas dunia pada periode yang
ayam mencapai 64% dari total produksi daging panjang didominasi oleh telur ayam, terutama
nasional, lebih besar dari daging sapi; (c) ayam ras petelur dan telur unggas lainnya. Telur
Indonesia pada saat ini telah mencapai ayam ras secara berturut-turut didominasi
swasembada di bidang produk unggas, baik produksi China, Uni Eropa, dan Amerika Serikat.
daging ayam maupun telur; (d) tingkat konsumsi Negara penting lainnya sebagai produsen telur
daging ayam masih rendah baru 5,1 kg/kapita/ ayam ras adalah Jepang, Rusia, Meksiko, dan
tahun dan hanya 67 butir/kapita/tahun, namun India. Telur dari unggas lain berasal dari telur
tren konsumsi daging ayam dan telur terus itik, angsa, dan telur puyuh terutama banyak di
meningkat (Magister Bisnis IPB 2012). diproduksi di negara-negara Asia, secara
berturut-turut China, Thailand, Indonesia, dan
Produksi Produk Perunggasan Filipina.
Sepuluh negara dengan produksi daging Tiga negara utama penghasil daging ayam di
ayam terbesar pada tahun 2012 menurut negara dunia adalah Amerika Serikat, China, dan Brazil.
secara berturut-turut adalah Amerika Serikat Sementara itu, untuk produksi telur di dunia
sebesar 17.456 ribu ton (38,13%), China 13.700 secara berturut-turut adalah China, Uni Eropa,
ribu ton (29,93%), Brazil 13.020 ribu ton dan Amerika Serikat. Hasil kajian Daryanto
(28,44%), Uni Eropa-27 9.900 ribu ton (21,63%), 2010 dan Puska Dagri 2013) menunjukkan
India 3.625 ribu ton (7,92%), Federasi Rusia bahwa negara-negara penghasil utama daging
3.300 ribu ton (7,21%), Meksiko 3.045 ribu ton ayam dan telur di dunia juga merupakan negara
(6,65%), Argentina 2.100 ribu ton (4,59%), Turki penghasil jagung utama di dunia. Ketiga negara
1.820 ribu ton (3,98%), dan Thailand sebesar tersebut (Amerika Serikat, China, dan Brazil)
1.625 ribu ton (3,35%) (Puska Dagri 2013). mengekspor broiler sekaligus juga jagung. Hal
Dalam produksi daging ayam Indonesia ini menjadi pelajaran betapa pentingnya
menduduki peringkat kesebelas dari produksi membangun industri perunggasan harus sejalan
dunia, yaitu sebesar 1.565 ribu ton (3,42%). dengan pengembangan bahan baku pakan
Pertumbuhan produksi daging unggas dunia domestik terutama jagung.
menurut negara maju dan negara sedang Hasil penelitian Fadwiwati et al. (2013)
berkembang menunjukkan peningkatan yang menunjukkan bahwa penggunaan varietas
tinggi. Pada tahun 1970–1995 produksi unggas unggul baru pada usaha tani jagung lebih efisien
dunia didominasi oleh negara maju dengan dibandingkan dengan penggunaan varietas
pangsa produksi 52–74%. Pada periode 2000– unggul lama dengan tingkat efisiensi teknis,
2012 pangsa produksi daging unggas dunia alokatif dan ekonomi masing-masing 84%, 40%,
mulai didominasi oleh negara sedang berkem- dan 34% untuk VUB, sedangkan untuk VUL
bang dengan pangsa produksi 53–60%. masing-masing 75%, 36%, dan 26%. Hasil
Kecenderungan pertumbuhan produksi daging kajian Suryana dan Agustian (2014) mengung-
unggas dunia masih terus mengalami perge- kapkan bahwa usaha tani jagung secara
seran secara bertahap yang lebih besar pada nasional juga memiliki daya saing kuat yang
kontribusi negara sedang berkembang ditunjukkan oleh nilai koefisien DRCR sebesar
dibandingkan di negara maju. 0,48 dan PCR sebesar 0,54, yang merefleksikan
bahwa usaha tani jagung memiliki keunggulan
Berdasarkan hasil proyeksi yang dilakukan komparatif dan kompetitif. Kedua hasil kajian
Puska Dagri (2016), diketahui bahwa produksi empiris tersebut dapat dijadikan acuan dalam
daging ayam (broiler) di tingkat global peningkatan produksi jagung untuk mendukung
diperkirakan akan terus meningkat pada tingkat pengembangan industri perunggasan domestik
yang tergolong rendah dan stabil, hanya yang berdaya saing.
meningkat sebesar 2,05%/tahun. Pergerakan
volume produksi daging ayam global pada Daging unggas merupakan salah satu
periode 2015–2019 berkisar antara 89.113– sumber protein hewani dengan kinerja produksi
96.662 ribu ton. yang cukup tinggi selama lima tahun terakhir.
Produk industri perunggasan memberi kontribusi
Peran produk unggas semakin meningkat terhadap konsumsi protein sebesar 11,00%, dan
baik domestik maupun global. Peningkatan berkontribusi terhadap konsumsi protein hewani
peran produk unggas di pasar domestik lebih sebesar 60,73% (Bahri et al. 2012). Namun,
cepat dibandingkan di pasar global. Perubahan struktur produksi industri perunggasan di
struktur tersebut disebabkan makin tingginya Indonesia dalam kondisi sangat timpang (Yusdja
produksi daging ayam sejalan dengan mening- et al. 2004), di mana pangsa produksi dikuasai
katnya industri perunggasan Indonesia yang oleh perusahaan peternakan skala besar (60%),
lebih cepat dibandingkan produksi dunia. skala menengah (20%), dan skala kecil tinggal
PENERAPAN KONSEP MANAJEMEN RANTAI PASOK PADA PRODUK UNGGAS Saptana dan Rangga Ditya Yofa  149

(20%). Hasil kajian Puska Dagri (2016) ton (30,77%), China 13.555 ribu ton (29,61%),
menunjukkan bahwa pangsa produksi broiler Uni Eropa-27 9.465 ribu ton (20,67%), Brazil
yang dikuasai perusahaan peternakan dan 9.396 ribu ton (20,52%), Federasi Rusia 3.765
pemodal besar mencapai (85%) dan peternak ribu ton (8.22%), Meksiko 3.730 ribu ton
mandiri hanya menguasai pangsa produksi (8,15%), India 3.621 ribu ton (7,91%), Jepang
(15%). 2.155 ribu ton (4,71%), Afrika secara
keseluruhan 1.755 ribu ton (3,83%), dan
Berdasarkan data produksi daging dari Ditjen
Argentina sebesar 1.747 ribu ton (3,82%).
PKH (2015) diketahui bahwa produksi daging
Indonesia berada pada ranking kesebelas dalam
ayam ras pedaging pada tahun 2010 sebesar
jumlah total konsumsi daging ayam sebesar
1,21 juta ton, meningkat menjadi 1,52 juta ton
1.565 ribu (3,42%) ton. Tampak bahwa secara
pada tahun 2014 dengan kenaikan rata-rata per
umum negara-negara dengan total produksi
tahun sebesar 5,9%. Peningkatan juga terjadi
daging ayam besar maka total konsumsinya juga
pada daging ayam buras di mana pada tahun
besar. Hasil proyeksi Puska Dagri (2016)
2010 sebesar 0,27 juta ton menjadi 0,33 juta ton
terhadap konsumsi daging ayam global
pada tahun 2014 dengan peninggkatan rata-rata
menunjukkan bahwa konsumsi daging ayam di
per tahun sebesar 5,84%. Daging itik juga
tingkat global diperkirakan terus meningkat pada
mengalami peningkatan dari 26 ribu ton pada
level rendah, yaitu sebesar 2,03%/tahun.
tahun 2010 menjadi 32,5 ribu ton pada tahun
Pergerakan volume konsumsi daging ayam
2014 dengan kenaikan rata-rata per tahun
global pada periode 2015–2019 berkisar antara
sebesar 5,77%. Hasil proyeksi yang dilakukan
87.232–94.529 ribu ton.
Puska Dagri (2016) menunjukkan bahwa
produksi daging ayam (broiler) di pasar domestik Konsumsi daging unggas di Indonesia jika
diperkirakan akan terus meningkat pada level dibandingkan dengan beberapa negara Asia
yang tergolong rendah dan cukup stabil, hanya masih tergolong rendah. Konsumsi daging
meningkat sebesar 2,50%/tahun. Pergerakan unggas Indonesia baru sebesar 6 kg/kap/tahun,
volume produksi daging ayam secara nasional sementara konsumsi daging unggas di Malaysia
pada periode (2013–2019) berkisar antara sudah mencapai 39 kg/kap/tahun, Singapura 28
1.422–1.649 ribu ton. kg/kap/tahun, Thailand 21,5 kg/kap/tahun, dan
Hasil kajian Tangendjaja (2013) mengung- Filipina 13 kg/kap/tahun. Gambaran yang relatif
kapkan, jika dibandingkan beberapa negara sama dijumpai pada produk telur. Konsumsi
ASEAN lainnya seperti Malaysia, Thailand, dan telur di Indonesia hanya 67 butir/kap/tahun,
Filipina; maka harga biaya produksi broiler di sedangkan Malaysia 311 butir/kap/tahun, China
Indonesia relatif lebih tinggi. Sebagai ilustrasi, 304 butir/kap/tahun, dan Thailand 93 butir/kap/
biaya untuk memproduksi 1 kg daging ayam di tahun (Daryanto 2011a; Daryanto 2011b).
Indonesia membutuhkan biaya sebesar Gambaran konsumsi tersebut merefleksikan
US$0,80, sedangkan di Malaysia hanya masih tingginya potensi pengembangan produk
US$0,63, Thailand US$0,50, dan Filipina unggas di Indonesia dari sisi permintaan pasar.
sebesar US$0,62. Selanjutnya, diungkapkan Dari aspek permintaan, tingkat kebutuhan
bahwa harga pasar per 1 kg broiler bobot hidup masyarakat terhadap produk unggas terutama
di Indonesia mencapai US$0,91, sedangkan di daging ayam cenderung naik rata-rata sekitar
Malaysia hanya US$0,71, Thailand US$0,75, 9,3% per tahun (Susenas 2013, diolah Puska
dan Filipina sebesar US$1,0. Artinya, Indonesia Dagri 2013). Berdasarkan hasil proyeksi Puska
hanya memiliki keunggulan bersaing terhadap Dagri (2016), diketahui bahwa konsumsi daging
Filipina dalam menghasilkan produk unggas dan ayam secara nasional diperkirakan terus
kalah bersaing terhadap Malaysia dan Thailand. meningkat pada level rendah, hanya meningkat
sebesar 1,89%/tahun. Pergerakan volume
Konsumsi Produk Perunggasan konsumsi daging ayam secara nasional pada
Konsumsi produk perunggasan terbesar periode 2013–2019 berkisar antara 1,961–2.194
secara berturut-turut adalah Amerika Serikat, ribu ton.
Brazil, Argentina, Mauritus, Rusia, Uni Eropa, Peluang dan prospek produk unggas, baik
Jepang, China, dan Rwanda (Puska Dagri daging ayam maupun telur, menunjukkan tren
2013). Konsumsi per kapita di Amerika Serikat konsumsi yang terus meningkat, baik di
sudah di atas 45 kg, Brazil 38 kg, Argentina 30 Indonesia (Taha 2003; Ilham 2006) maupun di
kg, Mauritius 23 kg, Rusia 18 kg, Jepang 15 kg, pasar dunia (Puska Dagri 2013). Pertumbuhan
China 7,5 kg, Indonesia 5,9 kg, dan India 2 konsumsi daging dan telur di negara-negara
kg/kapita/tahun (FAO 2008). Sepuluh negara berpendapatan menengah adalah yang paling
dengan konsumsi daging ayam terbesar
tinggi (China, India, Brazil, Meksiko, Argentina,
berturut-turut adalah Amerika Serikat 14.087 ribu
150 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 34 No. 2, Desember 2016: 143-161

Iran, Rusia, Mesir, Malaysia, dan Polandia), Salah satu aspek penting adalah informasi
disusul negara-negara berpendapatan tinggi tentang sertifikasi halal produk industri pertanian
(Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, Kanada), termasuk produk perunggasan, baik produk
dan stagnan untuk negara-negara berpenda- segar maupun produk olahannya (Prabowo dan
patan rendah. Rachman 2016). Hal ini disebabkan Indonesia
menerapkan sertifikasi halal bagi produk
Defisit Neraca Perdagangan peternakan dari luar negeri yang masuk ke
wilayah Indonesia sehingga Indonesia juga
Kondisi industri perunggasan di Indonesia
harus menerapkannya bagi produk peternakan
belum mencapai tahapan keunggulan kompetitif.
domestik yang akan diekpor ke luar negeri.
Indonesia termasuk negara yang tergolong net
Hingga kini masih terbatas pasokan produk
importer, di mana nilai impor masih lebih besar
unggas yang terjamin kehalalannya. Ini
dari pada nilai ekspornya. Pertumbuhan
merupakan peluang pasar halal yang masih
produksi unggas cukup tinggi dan cenderung
sangat terbuka luas dan dapat dimanfaatkan
naik dari tahun ke tahun. Pada tahun 2014,
produksi ayam broiler dari perusahaan besar oleh industri perunggasan, baik peternak
(terintegrasi) yang menguasai pasar lebih dari mandiri, peternak mitra, maupun perusahaan
85% telah mencapai lebih dari 2,5 juta ton besar.
(GPPU 2014) yang juga diacu Puska Dagri
(2016). Sementara, kebutuhan hanya sebesar
2,3 juta ton. Hal ini berarti kebutuhan daging KINERJA MANAJEMEN RANTAI PASOK
ayam broiler dapat dipenuhi dari dalam negeri. PRODUK PERUNGGASAN
Hasil kajian outlook unggas 2015–2019 yang
dilakukan Puska Dagri (2013) menunjukkan Lambert et al. (1998) yang juga diacu oleh
neraca perdagangan produk peternakan selalu Muhammad dan Sumarau (2014) menyatakan
mengalami defisit dalam tiga tahun terakhir. bahwa manajemen rantai pasok merupakan
Defisit neraca perdagangan mencapai 2,1 miliar integrasi atas proses-proses bisnis dari
dolar dalam tahun 2012, di mana impor pengguna akhir melalui pemasok awal yang
peternakan mencapai 2,7 miliar dolar sedangkan menyediakan produk, jasa, dan informasi dan
ekspor produk/hasil samping peternakan hanya memberikan nilai tambah bagi pelanggan.
kurang dari 0,6 miliar dolar (Ditjen PKH 2013).
Russell dan Taylor (2006) mengemukakan
Berdasarkan hasil proyeksi 2015–2019 bahwa kinerja manajemen rantai pasok (SCM)
diperkirakan bahwa selama lima tahun ke depan fokus pada bagaimana mengintegrasikan dan
Indonesia mengalami surplus produksi daging mengelola aliran barang dan jasa, serta infor-
unggas dan telur. Adanya surplus produksi hasil masi melalui rantai pasok untuk membuatnya
unggas broiler dan telur perlu dicarikan jalan responsif terhadap kebutuhan pelanggan dan
keluarnya melalui perluasan tujuan pasar untuk secara simultan berupaya menurunkan biaya
ekspor, memenuhi pasar yang makin terseg- total. Sejalan dengan dinamika perkembangan
mentasi, pendalaman agroindustri melalui pasar produk perunggasan saat ini, di mana
pengembangan produk berbasis hasil unggas, kebutuhan pelanggan semakin kompleks, maka
serta membangun koordinasi vertikal melalui pengguna memerlukan atribut produk yang lebih
manajemen rantai pasok secara terpadu. lengkap dan rinci. Oleh karena itu, dibutuhkan
Tangendjaja (2014) terkait defisit neraca peran serta pemasok dalam pengelolaan dan
perdagangan mengemukakan agar pemerintah pendistribusian produk sampai ke pelanggan
menyediakan informasi yang cepat dan akurat akhir. Salah satu kunci sukses di setiap
tentang berbagai hal yang berkaitan dengan organisasi bisnis adalah kemampuan untuk
industri perunggasan, sehingga perusahaan mengukur kinerja, yang dalam konteks ini adalah
yang sudah ada dapat mempelajari dan kinerja rantai pasok produk perunggasan
memanfaatkan peluang yang ada dalam rangka (Budiman 2013).
membangun kapasitas produksi unggas yang
tidak hanya untuk kepentingan domestik tetapi Kinerja SCM pada Contract Farming
juga untuk ekspor. Selanjutnya, bagi perusa- Perusahaan Peternakan dengan Peternak
haan peternakan yang sudah ada didorong Menurut Gunasekaran (2001), pengukuran
untuk mampu menembus pasar ekspor dengan kinerja pada rantai pasok bertujuan untuk
meningkatkan produktivitas dan efisiensi pada mendukung tujuan, evaluasi, kinerja, dan
keseluruhan rantai pasok agar mampu bersaing penentuan ke depan. Beberapa hal pokok yang
di pasar global.
harus diperhatikan dalam melihat kinerja
manajemen rantai pasokan adalah (a)
PENERAPAN KONSEP MANAJEMEN RANTAI PASOK PADA PRODUK UNGGAS Saptana dan Rangga Ditya Yofa  151

fleksibilitas rantai pasokan, yaitu perusahaan kualitas dan hasil produksi. Pengiriman, sering
harus mampu beradaptasi sehingga mampu kali disebut juga logistik merupakan sebuah
merespon perubahan yang terjadi, terutama proses bisnis yang melibatkan pergerakan fisik
dinamika permintaan pasar dan preferensi dari komoditas broiler hidup, daging ayam, dan
konsumen; (b) kualitas kemitraan, yaitu dalam telur yang berada dalam satu jalur rantai pasok.
membangun manajemen rantai pasok harus Dalam analisis manajemen rantai pasok sering-
memiliki mitra kerja yang dapat diandalkan dan kali muncul seperti broiler telah berubah menjadi
memberikan kinerja yang terbaik; (c) integrasi produk daging ayam atau produk olahan dan
rantai pasokan, yaitu keseluruhan aktivitas baik selanjutnya ditujukan untuk memenuhi permin-
keorganisasian, pemasok, produksi, dan kon- taan konsumen. Penyedia jasa logistik memberi
sumen harus terintegrasi dengan baik; dan (d) tambahan layanan seperti pergudangan, persi-
kecepatan perusahaan dalam merespons apan untuk promosi produk, dan pengepakan
permintaan pasar dan preferensi konsumen. kembali.

Terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan Ketiga, mengidentifikasi tingkat kepuasan


dalam melakukan analisis kinerja rantai pasok masing-masing pelaku rantai pasok. Empat
(Ilham et al. 2015). Pertama, mengidentifikasi indikator yang digunakan adalah ketepatan
berbagai bentuk rantai pasok dan pelaku yang waktu, jumlah, kualitas, kontinuitas, dan lokasi.
terlibat serta pola aliran produk, uang, dan Keempat, melakukan analisis rantai nilai
informasi. Pelaku rantai pasok diidentifikasi untuk mengetahui besarnya nilai tambah pada
beberapa pihak yang benar-benar memiliki masing-masing pelaku rantai pasok. Indikator
derajat kepentingan dan pengaruh cukup tinggi yang digunakan adalah apakah penambahan
sampai tinggi. Analisis ini dipergunakan untuk nilai telah didistribusikan secara adil di antara
mengkaji seberapa besar tingkat pengaruh dan pelaku rantai pasok sesuai kontribusinya
tingkat kepentingan dari setiap pelaku rantai masing-masing.
pasok terhadap kelembagaan manajemen rantai
pasok produk perunggasan. Tahapan dalam Kelembagaan kemitraan usaha rantai pasok
analisis pelaku rantai pasok produk perung- (contract farming) broiler antara perusahaan
gasan adalah: (1) mengidentifikasi pelaku kunci peternakan dengan peternak rakyat dilaksa-
dalam keseluruhan rantai pasok; (2) menga- nakan oleh beberapa perusahaan peternakan
nalisis kepentingan dan dampak potensial pada dengan peternak rakyat. Perusahaan peter-
pelaku-pelaku rantai pasok; dan (3) menga- nakan yang melakukan kemitraan usaha internal
nalisis tingkat pengaruh dan tingkat kepentingan dengan peternak rakyat terdiri dari perusahaan
pada masing-masing pelaku rantai pasok. multinasional (PMN) maupun perusahaan
nasional (PN). Sebagian besar perusahaan
Kedua, mengidentifikasi tingkat penerapan tersebut merupakan pabrik pakan ternak dan
manajemen rantai pasok produk unggas pada memiliki industri pembibitan. Terdapat beberapa
setiap pelaku usaha. Ada lima komponen perusahaan yang melakukan integrasi vertikal
manajemen pada masing-masing pelaku rantai dari hulu hingga hilir. Perusahaan multinasional
pasok produk unggas yang akan diidentifikasi, beroperasi lintas batas negara dan perusahaan-
yaitu perencanaan, sumber barang, pengolahan, perusahaan nasional beroperasi lintas batas
pengiriman, dan penerimaan barang pada pulau di Indonesia.
masing-masing rantai pasok. Manajemen peren-
canaan diarahkan untuk pengembangan sebuah Hasil kajian Puska Dagri (2016) menemukan
strategi untuk mengatur seluruh sumber daya pola kemitraan internal antara perusahaan
yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk peternakan dengan peternak rakyat, seperti
unggas sesuai permintaan pelanggan. yang terjadi di Sumatera Barat, Jawa Barat,
Manajemen perolehan komoditas broiler hidup Jawa Timur, Bali, dan Kalimantan Barat. Dalam
dan telur merupakan proses memilih pemasok kelembagaan kemitraan usaha rantai pasok,
yang mengirim komoditas broiler dan telur yang perusahaan mitra (inti) berkewajiban: (a) menye-
dibutuhkan sesuai dengan spesifikasi yang diakan bibit ayam (DOC) dengan kualitas
dibutuhkan. Analisis manajemen sumber pero- standar; (b) menyediakan pakan yang biasa di
lehan mencakup juga masalah penentuan harga, produksi perusahaan inti/induk perusahaan;
pengiriman, dan proses pembayaran dengan (c) menyediakan vaksin dan obat-obatan; (d)
pemasok dan bagaimana menjaga dan menyediakan input lainnya seperti bahan
meningkatkan hubungan yang harmoni. Mana- pemanas (gas atau batu bara); (e) melakukan
jemen pengolahan mencakup kegiatan produksi, bimbingan dan pengawasan melalui manajer,
tes produk, pengemasan, dan persiapan untuk supervisor, dan teknisi yang biasanya sebagai
pengiriman. Tolok ukur terpenting yang menjadi dokter hewan; dan (e) menampung dan mema-
bagian insentif rantai pasok adalah tingkat sarkan seluruh hasil produksi (Saptana et al.
2016; Puska Dagri 2016).
152 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 34 No. 2, Desember 2016: 143-161

Peternak plasma berkewajiban (a) menye- dengan peternak plasma menguntungkan


diakan lahan dan kandang dengan kapasitas dengan keuntungan sebesar Rp3.427/kg/siklus;
4.000–6.000 ekor; (b) menyediakan tenaga kerja (b) peternak mitra menghadapi struktur pasar
baik tenaga kerja keluarga maupun tenaga yang oligopsonistik, baik di pasar input maupun
upahan; (c) menyediakan minyak tanah dan pasar output; (c) pedagang ayam menghadapi
sekam; (d) menyediakan listrik dan air bersih struktur pasar yang oligopolistik dalam berha-
untuk keperluan minum ayam dan kebersihan; dapan dengan perusahaan inti melalui penen-
(e) menjamin atau menjaga keamanan usaha tuan harga Posko; (d) pedagang pengecer
ternaknya; (f) setelah panen diharapkan men- menerima rata-rata margin keuntungan terbesar
capai standar tertentu dengan parameter indeks mencapai Rp1.250/kg, pedagang besar antar-
prestasi yang ditentukan feed convertion ratio wilayah menerima margin sebesar Rp975/kg;
(FCR), di mana semakin kecil FCR semakin dan (e) pedagang besar pasar menerima margin
baik, dan mortalitas <5%; dan (g) menjual keuntungan sebesar Rp875/kg. Hasil kajian
seluruh hasil produksi broiler ke perusahaan inti, menunjukkan bahwa pasar komoditas broiler
di mana harga ditetapkan atau disepakati tidak terintegrasi dengan baik. Meskipun usaha
sebelum DOC masuk kandang (Saptana et al. ternak broiler pada kemitraan usaha internal
2016; Puska Dagri 2016). menguntungkan, namun rantai pasok komoditas
broiler dan produk daging ayam pada pola
Mongilala et al. (2016) melakukan kajian
kemitraan internal belum efisien.
tentang koordinasi distribusi rantai pasokan
ayam pedaging yang merupakan studi kasus
Kinerja SCM pada Contract Farming Poultry
pada peternak di Desa Tounelet Satu, Keca-
Shop dengan Peternak
matan Sonder, Kabupaten Minahasa. Pihak-
pihak yang terlibat dalam aliran distribusi rantai Kelembagaan kemitraan usaha rantai pasok
pasok ayam pedaging adalah peternak, broiler antara poultry shop (PS) dengan peternak
perusahaan mitra (PT Charoen Pokphan rakyat di Kabupaten Bogor mengalami penu-
Indonesia, PT CUS, PT Celebes), pemborong, runan. Sebelum krisis ekonomi sebagian besar
pedagang pemborong, pedagang pengecer, poultry shop melakukan kemitraan usaha
rumah makan, supermarket/swalayan, dan dengan peternak rakyat, sedangkan pada tahun
konsumen akhir. Aliran distribusi dalam rantai 2005 hanya tinggal tujuh poultry shop, yaitu
pasok ayam pedaging adalah peternak menjual Sahabat Poultry Shop, Prumpung Poultry Shop,
hasil produksi peternakan kepada perusahaan, Sue Eng Farm, Cun Lih, Rudi Poultry Shop, PT
kemudian perusahaan menjual kepada pembo- Arena Jaya Poultry Shop, dan Bogor Unggul
rong mitra yang telah mengorder¸ selanjutnya Sejahtera Poultry Shop (Disnakkan Bogor 2005).
pemborong memproses ayam pedaging hidup Kemitraan usaha broiler antara poultry shop
menjadi daging ayam yang selanjutnya disalur- dengan peternak rakyat pada tahun 2005 hanya
kan kepada pedagang pemborong, pedagang melibatkan 115 peternak dengan usaha ternak
pengecer, rumah makan, supermarket/swalayan, mencapai 493 ribu ekor, sedangkan sebelum
serta dijual langsung ke konsumen. Produk krisis ekonomi melibatkan banyak sekali peter-
daging ayam oleh pedagang pemborong, nak dan usaha ternak yang sangat besar.
pedagang pengecer serta pasar supermarket/ Sementara itu, di Kabupaten Tangerang ter-
swalayan akan dijual kembali kepada konsumen dapat enam poultry shop yang melakukan
di pasar tradisional maupun pasar swalayan/ kemitraan usaha, yaitu Bima Poultry Shop,
supermarket, rumah makan/restoran. Para pe- Abadi Poultry Shop, Cikupa Poultry Shop, Rama
ternak mengoordinasikan seluruh hasil produksi Sakti Poultry Shop, Curug Sakti Poultry Shop,
peternakan kepada perusahaan, sedangkan Cisoka Poultry Shop dengan jumlah peternak
para mitra kerja dari pemborong mengoordina- dan populasi ayam sedikit di bawah Kabupaten
sikan permintaan kebutuhan kepada pembo- Bogor.
rong, kemudian pemborong mengoordinasikan Hak dan kewajiban masing-masing pihak
seluruh kebutuhan dari pemborong dan mitra yang bermitra hampir sama dengan pola
kerjanya kepada perusahaan, selanjutnya peru- kemitraan internal dan eksternal. Hal yang
sahaan mengoordinasikan kepada peternak. membedakan adalah biasanya harga jual
Hasil penelitian Saptana et al. (2016) tentang mengikuti harga pasar, namun ditetapkan sedikit
di bawah harga pasar. Selain itu, batas skala
analisis produksi dan pemasaran komoditas
usaha yang ditetapkan lebih rendah jika
broiler pada berbagai pola kemitraan rantai
dibandingkan kemitraan internal dan eksternal,
pasok di Jawa Barat menunjukkan bahwa
yaitu dengan kapasitas 2.000–2.500 ekor/siklus.
(a) usaha ternak broiler pada pola kemitraan
internal, yaitu antara perusahaan peternakan
PENERAPAN KONSEP MANAJEMEN RANTAI PASOK PADA PRODUK UNGGAS Saptana dan Rangga Ditya Yofa  153

Hasil penelitian Saptana et al. (2016) tentang produksi broiler; dan (7) harga mengikuti harga
analisis produksi dan pemasaran komoditas pasar, namun ditetapkan sedikit lebih rendah
broiler di Jawa Barat menemukan pola peternak (Rp200–500) (Puska Dagri 2016).
mandiri yang berhubungan dengan poultry shop
Peternak plasma berkewajiban: (1) menye-
dalam pengadaan input dan menjual output
diakan lahan dan kandang dengan kapasitas
secara bebas. Usaha ternak broiler pada pola
tidak dibatasi, berkisar antara 500-10.000 ekor;
peternak mandiri menguntungkan dengan keun-
(2) menyediakan tenaga kerja baik tenaga kerja
tungan sebesar Rp4.576/kg/siklus. Peternak
keluarga maupun tenaga luar keluarga (anak
mandiri menghadapi struktur pasar yang
kandang); (3) menyediakan minyak tanah;
oligopsonistik baik di pasar input dalam
(4) menyediakan sekam; (5) menyediakan listrik;
berhadapan dengan poultry shop maupun pasar
(6) menyediakan air bersih; (7) menjamin atau
output dalam berhadapan dengan pedagang
menjaga keamanan usaha ternaknya; (8) men-
besar ayam hidup. Pedagang ayam menghadapi
jual seluruh hasil produksi broiler ke perusahaan
struktur pasar yang oligopolistik dalam
inti; dan (9) menerima harga sedikit di bawah
berhadapan dengan perusahaan peternakan
harga pasar, namun ada jaminan pemasarannya
skala besar melalui penentuan harga Posko.
(Puska Dagri 2016).
Pedagang pengecer menerima rata-rata margin
keuntungan terbesar yaitu sebesar Rp975/kg, Secara empiris di lapang ditemukan juga pola
pedagang besar antarwilayah menerima margin “maklun” pada kemitraan usaha antara CV
sebesar Rp800/kg, dan pedagang besar pasar Pitikku dengan peternak. Biasanya pola ini
menerima margin keuntungan sebesar terjadi pada peternak yang kekurangan modal
Rp850/kg. Dapat disimpulkan bahwa meskipun dan tidak berani mengambil risiko kerugian
usaha ternak broiler pada pola peternak mandiri melalui pola bagi hasil. Pada pola “maklun” ini
menguntungkan, namun rantai pasok belum semua biaya ditanggung perusahaan inti dan
efisien dan tidak terintegrasi dengan baik. pengelola ayam mendapatkan upah kerja
Rp350/ekor dan sewa kandang Rp350/ekor.
Kinerja SCM pada Contract Farming Peternak Jadi pada pola ini dapat dikatakan peternak
Skala Besar dengan Peternak sebagai buruh dan menyewakan kandangnya
kepada perusahaan inti. Pola “maklun” juga
Kelembagaan kemitraan usaha rantai pasok
dijumpai di Tangerang, Depok, Cianjur, dan
pada broiler antara pemodal besar dengan
Sukabumi.
peternak rakyat dilaksanakan oleh dua peternak
skala besar masing-masing dengan skala usaha Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan
pada peternak plasma 275.000 ekor (Disnakkan Cahyono dan Devianto (2013) tentang rantai
Bogor 2005). Sementara itu, di Kabupaten pasok agribisnis ayam pedaging di Kabupaten
Tangerang terdapat peternakan skala 30.000 Kediri diperoleh beberapa hasil sebagai berikut:
ekor yang melakukan kemitraan usaha dengan (1) terdapat beberapa industri sebagai pemasok
tiga peternak plasma dengan jumlah ternak bahan baku (DOC, pakan, obat, vaksin, dan
ayam ras yang diusahakan sebanyak 29.500 peralatan ternak), para peternak, pengepul,
ekor (Disnak Tangerang 2005). Namun di prosesor mitra, pedagang pengecer, dan
lapang, ditemukan kemitraan yang dibangun pedagang di pasar tradisional; (2) peternak mitra
antara peternak besar CV Tunas Mekar Farm mempunyai persentase keuntungan sebesar
(CV TMF) dengan peternak yang jumlahnya 100%, peternak mandiri mempunyai persentase
mencapai 25–30 peternak dan cukup menyebar keuntungan sebesar 100%, pengepul mempu-
di wilayah Bogor dengan populasi broiler tidak nyai persentase keuntungan sebesar 99,99%,
kurang dari 150 ribu ekor dan CV Pitikku dengan dan pengolah sosis mempunyai persentase
peternak yang jumlahnya kurang lebih 30 keuntungan sebesar 99,99%. Artinya, baik pada
peternak dengan populasi tidak kurang dari 150 peternak mitra maupun peternak mandiri layak
ribu ekor. terus diusahakan karena memberikan pangsa
keuntungan yang besar.
Dalam kelembagaan kemitraan usaha rantai
pasok antara pemodal dengan peternak rakyat, Hasil kajian Muhammad dan Sumarau (2014)
peternak skala besar sebagai inti berkewajiban: tentang evaluasi kinerja manajemen rantai
(1) menyediakan bibit ayam (DOC) produk peru- pasok pada pemasok daging ayam Jeky PM
sahaan tertentu; (2) menyediakan pakan (feed) yang berlokasi di Taas, Manado menyimpulkan
produksi perusahaan tertentu; (3) menyediakan bahwa kinerja manajemen rantai pasok
vaksin, dan obat-obatan; (4) menyediakan input- tergolong sudah baik, namun masih ada
input lainnya seperti bahan pemanas (gas atau beberapa hal yang dapat dilakukan perbaikan,
batu bara); (5) melakukan bimbingan teknis dan yaitu> (a) untuk mengatasi keterlambatan bahan
manajemen; (6) menampung dan seluruh hasil pokok dan mencegah jika peternak tidak dapat
154 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 34 No. 2, Desember 2016: 143-161

memenuhi permintaan bahan pokok, dengan antarkemitraan usaha internal dan eksternal,
adanya peternak cadangan sebagai alternatif; serta peternak mandiri relatif sama yaitu melalui
(b) meminimalkan waktu produksi dengan cara pedagang pengumpul dan agen atau pemasok,
menambah pekerja di bagian produksi agar selanjutnya pedagang pengumpul menjual RPA
lebih cepat dan bisa menekan waktu keter- atau pedagang besar (middle man), selanjutnya
lambatan; dan (c) menjaga permintaan daging sebagian besar ditujukan untuk pedagang besar
ayam agar selalu terpenuhi dengan cara pasar dan pengecer di pasar-pasar tradisional
menyeimbangkan permintaan dan pengadaan dan sebagian dijual ke agen atau pemasok,
pasokan produk. selanjutnya ke RPA (jasa pemotongan),
kemudian sebagian besar dijual untuk tujuan
Saptana et al. (2016) melakukan kajian
pasar becek (wet market) dan sebagian lainnya
tentang analisis produksi dan pemasaran
melalui pemasok untuk tujuan pasar modern dan
komoditas broiler di Jawa Barat pada pola
konsumen institusi. Baik pada pola kemitraan
kemitraan eksternal. Hasil kajian menunjukkan
internal maupun eksternal harga ditentukan
bahwa usaha ternak broiler pada pola kemitraan
melalui harga Posko yang merupakan organisasi
eksternal, yaitu antara peternak skala besar
perusahaan peternakan besar dan pemodal,
dengan peternak mitra menguntungkan dengan
sedangkan peternak mandiri mengikuti harga
keuntungan sebesar Rp3.281/kg/siklus. Peter-
pasar.
nak mitra menghadapi struktur pasar yang
oligopsonistik baik di pasar input maupun pasar Secara holistik struktur kelembagaan kemi-
output. Pedagang ayam menghadapi struktur traan rantai pasok produk perunggasan dari
pasar yang oligopolistik dalam berhadapan hulu, on farm, hingga hilir yang mencakup
dengan perusahaan peternakan skala besar kemitraan industri, poultry shop, serta kemitraan
melalui penentuan harga Posko. Pedagang mandiri dan peternak mandiri dapat disimak
pengecer menerima rata-rata margin keun- pada Gambar 1. Terdapat tiga pola kemitraan
tungan terbesar yaitu sebesar Rp1.250/kg, usaha, yaitu kemitraan internal antara peru-
pedagang besar antarwilayah menerima margin sahaan peternakan dengan peternak rakyat,
sebesar Rp1.000/kg, dan pedagang besar pasar kemitraan poultry shop dengan peternak rakyat,
menerima margin keuntungan sebesar Rp875/ dan kemitraan eksternal antara peternak mandiri
kg. Dapat disimpulkan bahwa meskipun usaha skala besar (pemodal besar) dengan peternak
ternak broiler pada kemitraan usaha eksternal rakyat. Ketiga pola kemitraan yang ada saling
menguntungkan, namun rantai pasok belum terkait, terutama dalam pasokan sapronak
efisien dan pasar tidak terintegrasi dengan baik. (DOC, pakan, obat, dan vaksin) dan dalam
penjualan output (broiler hidup, daging beku,
dan daging segar).
PENERAPAN KONSEP SCM TERPADU Bagaimana meningkatkan keterpaduan pada
tiga pola kemitraan yang ada memiliki strategi
Penerapan manajemen rantai pasok yang berbeda. Pada kemitraan internal di mana
ditujukan untuk memastikan agar pelanggan perusahaaan bergerak dari hulu hingga hilir,
mendapat produk-produk perunggasan dengan namun yang terjadi pada dasarnya adalah
jenis, jumlah, kualitas, serta waktu yang tepat masing-masing anak perusahaan memiliki PT/
dengan biaya serendah mungkin. Manajemen CV sendiri dengan manajemen organisasi yang
rantai pasok produk-produk perunggasan terpisah. Artinya, masing-masing perusahaan
berbeda dengan produk manufaktur karena bersifat mengambil keuntungan (profit center)
beberapa argumen berikut (Saptana dan pada setiap tahap kegiatan usahanya sehingga
Daryanto 2012): (1) industri perunggasan, menimbulkan masalah margin ganda. Tingkat
khususnya ayam ras pedaging dan ayam ras integrasi belum sampai ke tingkat pedagang
petelur merupakan industri biologi bernilai pengecer. Pada pasar eceran persaingan bebas
ekonomi tinggi; (2) produk peternakan khusus- terjadi antarpola kemitraan rantai pasok yang
nya produk perunggasan bersifat mudah rusak; ada sehingga cenderung yang kuat yang
(3) proses pemasukan DOC, pemeliharaan, dan memenangkan persaingan. Strategi manajemen
pemanenan tergantung pada kondisi iklim dan rantai pasok pada pola ini dapat dilakukan
lingkungan, serta tergantung harga pasar; (4) melalui integrasi vertikal secara penuh di mana
hasil panen produk perung-gasan memiliki semua anak perusahaan harus berada dalam
bentuk dan ukuran yang cukup bervariasi; dan satu manajemen pengambilan keputusan
(5) produk-produk perunggasan bersifat kamba dengan biaya yang terpusat (cost centre).
sehingga sulit ditangani. Melalui kemitraan usaha terintegrasi secara
penuh dalam satu manajemen pengambilan
Hasil kajian Saptana et al. (2016) menyim- keputusan diharapkan dapat meningkatkan
pulkan bahwa pola rantai pasok broiler produktivitas dan efisiensi dalam keseluruhan
PENERAPAN KONSEP MANAJEMEN RANTAI PASOK PADA PRODUK UNGGAS Saptana dan Rangga Ditya Yofa  155

GPS

Industri Industri pakan


obat/vaksin PS
ternak

FS

Kemitraan Poultry Kemitraan Kemitraan Farm


Company
industri/ shop PS mandiri/ mandiri/
farm
internal (PS) eksternal pemodal

Cool
RPA Ayam beku
storage

TPA Pasar Ayam segar


tradisional

Sumber: GPMT (2013), dimodifikasi penulis

Gambar 1. Kelembagaan kemitraan rantai pasok terpadu pada unggas komersial

rantai pasok sehingga menghasilkan produk dan segmen pasar output baik untuk pasar
unggas yang berdaya saing baik di pasar tradisional, pasar modern, serta konsumen
domestik maupun di pasar global. Perusahaan institusional.
yang sudah terintegrasi penuh perlu didorong
Terhadap peternak skala kecil, pemerintah
dan difasilitasi untuk mampu menembus pasar
perlu mendorong dan memfasilitasi agar peter-
ekspor.
nak kecil mampu memelihara skala 5.000 ekor
Pada kemitraan poutry shop dengan untuk menjamin kesejahteraan keluarganya.
peternak rakyat skala kecil belum ada integrasi Pemerintah dapat memberikan bimbingan teknis
secara memadai karena poutry shop menda- dan manajemen, pelatihan penerapan bio-
patkan pasokan sapronak dari perusahaan security, bantuan kredit lunak (Kredit Usaha
pembibitan, perusahaan pakan ternak, serta Rakyat/KUR), mediasi kemitraan yang berke-
perusahaan obat dan vaksin, selanjutnya adilan, serta jaminan harga pasar output. Ilham
menjualnya ke pada peternak skala kecil. Pada (2015) mengemukakan pentingnya keterlibatan
sisi output, PS menjual seluruh outputnya ke pemerintah dalam bidang perunggasan melalui
pasar tradisional. Strategi yang dapat diterapkan pengembangan usaha unggas skala kecil yang
pada pola ini dapat dilakukan terhadap dua berwawasan lingkungan, pentingnya kebijakan
sasaran pelaku usaha, yaitu poultry shop dan restrukturisasi perunggasan, dan pengem-
peternak rakyat skala kecil. Poultry shop perlu bangan klaster produksi perunggasan (poultry
didorong untuk mampu mengakses ke production cluster/PPC) di perdesaan.
perusahaan peternakan yang dapat menjamin
sapronak dari sisi jumlah, kualitas dan Pada kemitraan eksternal, perusahaan
kontinyuitas pasokannya. Poultry shop juga peternakan baru bergerak dari on farm ke hilir
perlu didorong untuk mengembangkan tujuan dengan manajemen yang sudah berada dalam
satu kesatuan, namun tingkat integrasi belum ke
156 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 34 No. 2, Desember 2016: 143-161

hulu (breeding farm, feed mill, serta obat dan dalam manajemen rantai pasok, sehingga
vaksin), dan belum sampai ke pedagang tercipta inovasi dan kreativitas dalam
pengecer. Strategi manajemen rantai pasok meningkatkan kinerja rantai pasok; (13) Perlu
pada pola ini dapat dilakukan melalui integrasi pempertimbangkan aspek teknis-ekonomi,
vertikal dengan mendorong pemodal besar ini lingkungan, dan faktor sosial dalam membangun
untuk membangun industri hulu (breeding farm manajemen rantai pasok terpadu; (14) pengem-
dan feed mill) dan industri hilirnya (RPA, meat bangan sistem informasi manajemen yang
shop, industri pengolahan). Dengan demikian, handal, sehingga pihak manajemen dapat
secara bertahap akan masuk pelaku usaha baru mengambil keputusan secara akurat; dan (15)
yang terintegrasi yang efisien dan berdaya kebijakan pemerintah yang dapat mendorong
saing. Perusahaan yang baru membutuhkan terbangunnya manajemen rantai pasok dalam
perlindungan dan fasilitasi dari pemerintah, satu kawasan secara terpadu.
maka pemerintah harus memberikan proteksi
Strategi kebijakan yang dapat dilakukan
dalam jangka waktu tertentu untuk kemudian
antara lain sebagai berikut. Pertama, perlu
dibebaskan sehingga mampu bersaing baik di
dibentuk kelembagaan manajemen rantai pasok
pasar domestik maupun global. Fasilitasi yang
secara terpadu dengan tetap memperhatikan
dapat diberikan berupa kemudahan investasi,
spesifikasi lokasi atau klaster, komoditas atau
kemudahan perizinan, dan memperbaiki
produk, serta segmen dan tujuan pasar, di mana
infrastruktur yang dibutuhkan industri perung-
semua pihak yang terkait harus mampu
gasan (pembebasan lahan, tata ruang, air
membangun sinergi optimum yang bersifat
bersih, dan energi).
saling membutuhkan, saling memperkuat dan
Berdasarkan hasil analisis dan sintesis dari saling menguntungkan. Dalam membangun
tinjauan pustaka di atas terdapat beberapa kelembagaan rantai pasok secara terpadu
faktor yang perlu dipertimbangkan dalam diperlukan adanya saling berkontribusi dalam
membangun rantai pasok produk unggas secara manfaat dan biaya. Dengan demikian, akan
terpadu: (1) pemahaman bahwa industri perung- terbangun keterpaduan antarpelaku dan
gasan merupakan industri biologis bernilai keterpaduan proses produk unggas guna
ekonomi tinggi yang perlu penanganan secara mencapai efisiensi dan daya saing.
cepat dan tepat dari hulu hingga hilir; (2)
Kedua, pentingnya pemberdayaan kelem-
membangun manajemen rantai pasok secara
bagaan kelompok peternak dan peternak mitra.
terpadu harus dilakukan melalui proses sosial
Untuk memberdayakan peternak, tahap awal
yang matang; (3) pentingnya transformasi dari
yang harus dilakukan adalah membentuk
tipe hubungan bisnis dari yang bersifat
kelembagaan berupa kelompok peternak dan
transaksional ke tipe partnership, sehingga
gabungan kelompok peternak/asosiasi/koperasi
terbangun koordinasi vertikal dengan baik; (4)
perunggasan. Dalam konteks pengembangan
pentingnya membangun saling kepercayaan
kelembagaan manajemen rantai pasok pada
antarpihak yang tercakup dalam rantai pasok;
komoditas unggas yang berdaya saing, pende-
(5) pembagian manfaat dan biaya secara adil di
katan kelompok dipandang lebih relevan,
antara pelaku rantai pasok dengan biaya
misalnya kelompok peternak ayam ras broiler,
transaksi ekonomi minimal; (6) perencanaan dan
kelompok peternak ayam ras petelur, kelompok
pengaturan produksi sesuai dengan dinamika
peternak ayam kampung, kelompok peternak
permintaan pasar dan preferensi konsumen; (7)
itik. Dalam perkembangannya, kelompok komo-
pentingnya pendekatan kluster (poultry
ditas perunggasan tersebut dapat diwadahi
production cluster/PPC) yang terintegrasi dari
dalam kelembagaan gabungan kelompok ternak/
hulu hingga hilir sehingga dapat meningkatkan
asosiasi/koperasi/Badan Usaha Milik Desa
daya saing produk perunggasan; (8) pentingnya
(Bumdes).
pemahaman terhadap jaringan distribusi dan
pemasaran secara utuh; (9) adanya jaminan Ketiga, pentingnya menjalin kelembagaan
pasar dan kepastian harga bagi pihak yang manajemen rantai pasok dengan perusahaan
tercakup dalam manajemen rantai pasok; swasta (inti) yang memiliki jiwa kewirausahaan,
(10) konsolidasi kelembagaan di tingkat profesional, dan memiliki akses pasar secara
peternak, baik dari aspek kepengurusan dan luas, baik pasar tradisional, pasar modern, dan
keanggotaan, manajemen, serta administrasi konsumen institusional, serta pasar global.
dan permodalan; (11) meletakkan koordinasi Keterkaitan dan kerja sama dengan pihak
vertikal secara tepat sehingga terbangun perusahaan mitra dapat terjalin dengan baik bila
koordinasi yang harmonis dan arus barang, terdapat hubungan yang bersifat saling
uang, dan informasi berjalan lancar; (12) kan- membutuhkan, memperkuat dan mengun-
dungan jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) tungkan.
yang tinggi bagi pihak-pihak yang tergabung
PENERAPAN KONSEP MANAJEMEN RANTAI PASOK PADA PRODUK UNGGAS Saptana dan Rangga Ditya Yofa  157

Keempat, mengoptimalkan peran lembaga produsen hingga ke konsumen sebagai pelang-


keuangan (bank) sebagai lembaga yang mem- gan; (f) kontrak tertulis dalam kelembagaan
bantu pembiayaan (kredit) untuk peternak dan manajemen rantai pasok produk unggas menjadi
perusahaan, seperti pada kasus kemitraan dasar perlindungan secara legal terhadap pihak-
internal dan kemitraan eksternal pada usaha pihak yang bermitra; (g) kontinuitas pasokan
ternak broiler. Bank dapat membantu peternak produk unggas adalah kunci keberlanjutan
dan perusahaan dalam mendapatkan kredit, baik kelembagaan manajemen rantai pasok secara
kredit program (Kredit Usaha Rakyat/KUR) dan terpadu; (h) sistem pencatatan data dan infor-
kredit komersial dengan prosedur dan per- masi dilakukan secara sistematis dan
syaratan yang mudah, di mana perusahaan berkelanjutan sebagai basis pengambilan
swasta (inti) dapat bertindak sebagai avalis. keputusan dan perencanaan sistem kelem-
Partisipasi lembaga perbankan dalam kegiatan bagaan manajemen rantai pasok terpadu;
ini mutlak diperlukan dalam rangka membiayai (i) ketersediaan dan akses terhadap informasi
kegiatan sektor riil dan pertanggungjawaban pasar; (j) diversifikasi dan pengembangan
bank kepada publik. produk unggas untuk mengantisipasi perubahan
preferensi konsumen; (k) urgensi dukungan
Kelima, dukungan kebijakan pemerintah fasilitasi pengembangan produk dan promosi
terhadap pengembangan kelembagaan mana- produk; dan (l) peningkatan efisiensi distribusi
jemen rantai pasok produk perunggasan secara dan pemasaran pada semua lini rantai pasok
terpadu melalui: (a) pengembangan poultry produk unggas.
production cluster (PPC) atau klaster industri
perunggasan untuk jangka menengah–panjang;
(b) pengembangan dan perbaikan infrastruktur PENUTUP
perdesaan bagi tumbuh kembangnya manaje-
men rantai pasok produk unggas, seperti jalan
desa, sumber air bersih, listrik, energi, tata Manajemen rantai pasok produk unggas
ruang, infrasruktur penanganan pascapanen dan komersial sebagian besar dilakukan melalui
pengolahan hasil, serta perizinan; (c) perlin- kelembagaan kemitraan usaha internal,
dungan peternak rakyat dari eksploitasi pihak- kemitraan usaha eksternal, dan hanya sebagian
pihak tertentu yang terlibat dalam kelembagaan kecil pola usaha ternak mandiri melalui pola
manajemen rantai pasok sehingga mampu dagang umum. Sebaliknya, manajemen rantai
menghasilkan bisnis perunggasan yang pasok unggas lokal sebagian besar mengikuti
menguntungkan bagi semua pihak secara adil; pola dagang umum. Manajemen rantai produk
(d) meningkatkan kekuatan rebut tawar dan unggas antara peternak dengan perusahaan
kemampuan negosiasi peternak dalam kelem- peternakan dan pemodal besar dengan peternak
bagaan manajemen rantai pasok terpadu; dan rakyat umumnya adalah pola contract farming,
(e) mediasi, pendampingan, dan pengawasan sedangkan antara peternak mandiri dengan
dari pemerintah dalam perencanaan, pelak- pedagang pengumpul dan pedagang besar
sanaan kontrak, dan penegakan kontrak. adalah pola mekanisme pasar. Pada sebagian
kecil kasus ditemukan kontrak pemasaran
Dalam pengembangan kelembagan manaje- antara peternak mandiri skala menengah–besar
men rantai pasok komoditas dan produk dengan pasar modern (hypermarket dan super
perunggasan yang terpadu dan berdaya saing, Market), serta hotel, restoran, dan katering.
diperlukan adanya pedoman umum penerapan
kelembagaan manajemen rantai pasok produk Berdasarkan hasil review produksi dan
perunggasan yang mencakup: (a) pentingnya konsumsi produk perunggasan Indonesia dapat
pemahaman kelembagaan manajemen rantai dikatakan bahwa Indonesia telah swasembada
pasok sebagai sistem dan sebagai usaha; (b) produk unggas, meskipun hingga kini masih
pengembangan kelembagaan manajemen rantai mengalami defisit perdagangan, namun dalam
pasok produk unggas harus didasarkan asas- jumlah dan nilai yang relatif kecil. Berdasarkan
asas ekonomi dalam pengembangan bisnis; beberapa hasil proyeksi produksi, konsumsi, dan
(c) penetapan standar mutu atau kualitas secara perdagangan yang telah dilakukan oleh FAO
jelas dan transparan pada produk unggas yang dan Puska Dagri, diperkirakan bahwa ke depan
dihasilkan oleh peternak dan industri pengo- Indonesia mengalami surplus produksi daging
lahan; (d) penanganan produk harus dilakukan unggas dan telur. Adanya kelebihan produksi
dengan saksama dan sesuai baku kelaziman hasil unggas broiler dan telur perlu dicarikan
penanganan produk unggas; (e) fasilitas jalan keluarnya melalui perluasan tujuan pasar,
transportasi berpendingin disiapkan sesuai segmentasi pasar, dan pendalaman industri
dengan upaya mempertahankan kualitas produk pengolahan melalui pengembangan dan promosi
perunggasan sejak dari peternak sebagai produk.
158 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 34 No. 2, Desember 2016: 143-161

Bisnis industri perunggasan memiliki prospek promosi produk; dan (6) pengen-dalian
yang baik. Hal ini didukung oleh: (a) karakteristik keamanan produk pangan asal produk unggas
produk unggas yang dapat diterima oleh melalui penahapan manajemen produksi dengan
masyarakat Indonesia; (b) meskipun riskan menerapkan good farm practices, pascapanen
terhadap gejolak eksternal, namun memiliki daya dengan menerapkan good post- harvest
lentur yang tinggi dalam penyesuaian dan practices, serta industri pengolahan hasil dan
pemulihan; (c) potensi pasar domestik yang industri kuliner dengan menerapkan manajemen
besar; (d) memiliki keunggulan kompetitif dalam mutu dan standar kualitas, menghasilkan produk
komponen biaya lahan dan tenaga kerja; dan bersertifikat halal, serta produk yang ramah
(e) berpotensi menciptakan nilai tambah baik terhadap lingkungan fisik dan sosial.
pada industri hulu dan pada industri hilirnya,
terutama pada industri pengolahan dan industri
kulinernya. UCAPAN TERIMA KASIH
Industri perunggasan di Indonesia harus
didorong untuk melakukan koordinasi secara Penulis menyampaikan penghargaan yang
vertikal melalui manajemen rantai pasok setinggi-tingginya kepada (1) Tim Kajian Analisis
terpadu. Perusahaan perunggasan yang belum Kebijakan “Kajian situasi pasar komoditas
terkoordinasi secara vertikal harus didorong broiler: akar permasalahan dan prospek
untuk membangun SCM terpadu. Peternak pengembangannya” yang telah secara konsisten
mandiri skala kecil harus didorong untuk melakukan pengumpulan data terkait dengan
bergabung dalam kelembagaan kelompok situasi pasar komoditas broiler; (2) Tim Kajian
peternak/koperasi peternak yang secara “Persaingan usaha di sektor perunggasan”
bertahap menguasai industri hulu dan hilir dalam Puska Dagri, BP2KP, Kemendag yang telah
skala kecil–menengah. Apabila tidak berminat memberi kesempatan kepada penulis sebagai
mengembangkan usaha terintegrasi, maka tim ahli dan melakukan survei di beberapa
peternak mandiri disarankan untuk menjadi provinsi sentra produksi maupun pusat konsumsi
peternak mitra dengan perusahaan terintegrasi unggas di Indonesia; (3) Dr. Arief Daryanto
atau pemodal besar melalui contract farming. yang telah berkenan menulis buku bersama
Peternak mandiri yang sudah mempunyai usaha dengan judul “Dinamika kelembagaan kemitraan
dengan skala tertentu dapat mengembangkan usaha yang berdayasaing dan berkelanjutan”;
usahanya untuk membuat pembibitan ayam dan (4) Dr. Nyak Ilham yang telah memberikan
pabrik pakan skala kecil–menengah sehingga inspirasi dan masukan dalam melakukan kajian
akhirnya akan terbentuk perusahaan terin- bersama terkait kajian “Pengembangan industri
tegrasi. peternakan mendukung peningkatan produksi
Strategi pengembangan melalui manajemen daging”; (5) Mitra Bestari dan Dewan Redaksi
rantai pasok terpadu dapat dilakukan melalui: FAE serta semua pihak yang berpartisipasi
(1) pengembangan industri pakan nasional, di dalam penerbitan Forum Penelitian Agro
mana dalam jangka pendek–menengah Ekonomi sehingga naskah ini dapat diselesaikan
dilakukan melalui peningkatan efisiensi produksi dengan baik.
dan distribusi pakan ternak berbahan baku
impor, jangka panjang melalui pengembangan
pakan ternak berbahan baku domestik; (2) DAFTAR PUSTAKA
pengembangan sistem pembibitan unggas,
impor untuk unggas komersial diprioritaskan Asmarantaka RW. 2009. Pemasaran produk-produk
dalam bentuk GPS dan mendorong pengem- pertanian. Dalam: Kusnadi K, Fariyanti F,
bangan breeding farm dalam menghasilkan PS Rachmina D, Jahroh S, editors. Bunga rampai
maupun FS secara efisien, serta mengem- agribisnis: seri pemasaran. Bogor (ID): Institut
bangkan pembibitan unggas lokal; (3) pengen- Pertanian Bogor, Fakultas Ekonomi dan
dalian dan pencegahan wabah penyakit ternak Manajemen, Departemen Agribisnis.
(kasus AI) terutama melalui penerapan bio- [ACIAR] Australian Centre for Agricultural Research.
security yang standar; (4) peningkatan efisiensi 2012. Membuat rantai nilai lebih berpihak pada
dan daya saing produk unggas komersial dan kaum miskin. Kusumawardani MH, penerjemah.
unggas lokal melalui manajemen rantai pasok Canberra (AU): Australian Centre for Agricultural
dari tingkat usaha ternak, industri pengolahan, Research.
dan industri kuliner; (5) perluasan pasar baik Bahri DI, Fanani Z, Nugroho BA. 2012. Analisis
untuk pasar lokal, regional, maupun ekspor serta struktur biaya dan perbedaan pendapatan usaha
melalui pendalaman industri pengolahan dan ternak ayam ras pedaging pada pola dan skala
industri kuliner untuk pengembangan dan usaha ternak yang berbeda di Kota Kendari
PENERAPAN KONSEP MANAJEMEN RANTAI PASOK PADA PRODUK UNGGAS Saptana dan Rangga Ditya Yofa  159

Provinsi Sulawesi Tenggara. J Ternak Tropika. Emhar A, Aji JMM, Agustin T. 2014. Analisis rantai
13:1:35-46. pasokan daging sapi di Kabupaten Jember.
Berkala Ilmiah Pertanian. 1(3):53-61.
Brandenburg M, Rebs T. 2015. Sustainable supply
chain management: a modeling perspective. Ann Fadwiwati AY, Hartoyo S, Kuncoro SU, Rusastra IW.
Oper Res. (229:213-252. 2013. Analisis efisiensi teknis, efisiensi alokatif,
dan efisiensi ekonomi usahatani jagung
Budiman EV. 2013. Evaluasi kinerja supply chain berdasarkan varietas di Provinsi Gorontalo. J
pada UD. Maju Jaya di Desa Tiwoho Kabupaten Agro Ekonomi. 32(1):1-12.
Minahasa Utara. J EMBA. 1(4):443-452.
Fitriani A. 2006. Analisis Struktur, perilaku, dan kinerja
Cahyono WE, Devianti IGAS. 2013. Analisis dan industri pakan ternak ayam di Propinsi Lampung
kajian rantai pasok agribisnis ayam pedaging dan Jawa Barat [Tesis Magister Sains]. [Bogor
dengan DEA (Data Envelopment Analysis). (ID): Institut Pertanian Bogor, Program
Prosiding Seminar Nasional Ke-8 Tahun 2013: Pascasarjana.
Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi.
Surabaya (ID): Universitas WR Supratman, Fitriani A, Daryanto HK, Nurmalina R, Susilowati SH.
Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Industri. hlm. 2014. Struktur, perilaku, dan kinerja industri broiler
193-197. Indonesia: pendekatan model simultan. J Agro
Ekon. 32(2):167-186.
Chopra S, Meindl P. 2007. Supply chain
management: strategy, planning, & operations. 3rd [FAO] Food and Agriculture Organization of the United
ed. New Jersey (US): Pearson Education. Nations. 2008. Climate change and food security:
a framework document. Rome (IT): Food and
Daryanto A. 2009. Peningkatan nilai tambah Agriculture Organization of the United Nations.
perunggasan melalui supply chain management.
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [GPMT] Gabungan Perusahaan Makanan Ternak.
2013. Skema produksi rantai pasok broiler. Tidak
Daryanto A. 2010. Perspektif pengembangan dipublikasikan. Jakarta (ID): Gabungan
agribisnis yang berdayasaing. Dinamika Perusahaan Makanan Ternak.
Dayasaing Industri Peternakan. Purwokerto (ID):
Universitas Jenderal Sudirman. Garrett J, Pena IDL. 2016. Nutrition-sensitive value
chains: piloting aframework and approach for
Daryanto A. 2011a. Poultry checkoff system: program project design. Rome (IT): International Fund for
pemasaran bersama perunggasan. Trobos. Agricultural Development.
13(145):64-65.
Gereffi G, Humphrey J, Sturgeon T. 2005. The
Daryanto A. 2011b. The agricultural levy system: governance of global value chains. Rev Polit
pengalaman Australia. Trobos. 13(147):82-83. Econ. 13:78-104.
Delgado C, Rosegrant MW, Meijer S. 2001. Livestock Gunasekaran. 2001. Model evaluasi kinerja rantai
to 2020: the revolution continues [Internet]. pasok [Internet]. [diunduh 2016 Jan 11]. Tersedia
International Trade in Livestock Products dari: http://digilip.itb.ac.id/files/disk1/68
Symposium; 2001 Jan 18-19, 2001, Auckland,
New Zealand. [cited 2006 Jan 12]. Available from: Harland CM. 1996. Supply chain management:
https://ideas.repec.org/s/ags/iatr01.html relationships, chains and networks. Br J Manag.
7(s1):S63-S80.
Delgado C, Rosegrant MW, Steinfield H, Ehui S,
Courbois C. 1999. Livestock to 2020: the next food Heizer J, Render B. 2006. Operations management.
revolution. Washington, DC (US): International 8th ed. Upper Saddle River (US): Pearson
Food Policy Research Institute. Education, Inc.

[Disnak Tangerang] Dinas Peternakan Kab. Ilham N. 2006. Analisis sosial ekonomi dan strategi
Tangerang. 2005. Laporan Tahunan. Tangerang pencapaian swasembada daging 2010. Anal
(ID): Dinas Peternakan Kabupaten Tangerang. Kebijak Pertan. 4(2):131-145.

[Disnakkan Bogor] Dinas Peternakan dan Perikanan Ilham N. 2015. Kebijakan pemerintah terhadap usaha
Kab. Bogor. 2005. Laporan Tahunan. Bogor (ID): unggas skala kecil dan kesehatan lingkungan di
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Indonesia. Wartazoa. 25(2):95-105.
Bogor. Ilham N, Saptana, Purwoto A, Supriyatna Y, Nurasa
[Ditjen PKH] Direktorat Jenderal Peternakan dan T. 2015. Kajian pengembangan industri
Kesehatan Hewan. 2013. Statistik peternakan dan peternakan mendukung peningkatan produksi
kesehatan hewan. Jakarta (ID): Direktorat daging. Laporan Penelitian. Bogor (ID): Pusat
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

[Ditjen PKH] Direktorat Jenderal Peternakan dan Janvier-James AM. 2012. A new introduction to
Kesehatan Hewan. 2015. Statistik peternakan dan supply chains and supply chain management:
kesehatan hewan. Jakarta (ID): Direktorat definitions and theories perspective. Int Bus Res.
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 5(1):194-207.
160 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 34 No. 2, Desember 2016: 143-161

Kaplinsky R, Morris M. 2001. A handbook for value Russell RS, Taylor BW. 2006. Operation
chain research. Brighton (UK): Institute of management; quality and competitiveness in a
Development Studies, University of Sussex. global environment. 5th ed. Hoboken (US): John
Wiley & Sons, Inc.
Kariyasa K, Sinaga BM. 2003. Analisis perilaku pasar
pakan dan daging ayam ras di Indonesia: Saptana. 2010. Tinjauan konseptual mikro-makro
pendekatan model ekonometrika simultan dayasaing dan strategi pembangunan pertanian.
[Internet]. [diunduh 2015 Feb 24]. Tersedia dari: Forum Penelit Agro Ekon. 28(1):1-18.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article
=13074&val=926 Saptana, Daryanto A. 2012. Manajemen rantai pasok
(supply chains management) melalui strategi
Lambert DM, Cooper MC, Pagh JD. 1998. Supply kemitraan pada industri broiler. Dalam: Lokollo
chain management: implementation issues and EM, editor. Bunga rampai rantai pasok komoditas
research opportunities. Int J Log Manag. 9(2):1-19. pertanian Indonesia. Bogor (ID): IPB Press.
Li L. 2007. Supply chain management: concept, Saptana, Daryanto A. 2013. Dinamika kemitraan
techniques and practices enhancing value through usaha agribisnis berdayasaing dan berkelanjutan.
collaboration. Singapore (SG): World Scientific Bogor (ID): Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Publishing Co. Pte. Ltd. Pertanian.
Lokollo EM. 2012. Supplpy chain management (SCM) Saptana, Maulana, R Rahayu. 2016. Analisis produksi
atau Manajemen rantai pasok. Dalam: Lokollo EM, dan pemasaran komoditas broiler di Jawa Barat. J
editor. Bungai rampai rantai pasok komoditas Manaj Agribis. 14(2):152-154.
pertanian Indonesia. Bogor (ID): IPB Press.
Saptana, Rahman HPS. 2015. Tinjauan konseptual
Magister Bisnis IPB. 2012. Studi kelayakan makro-mikro pemasaran dan implikasinya bagi
penerapan commodity check off programs pada pembangunan pertanian. Forum Penelit Agro
industri perunggasan. Bogor (ID): Magister Bisnis Ekon. 33(2):127-148.
IPB bekerja sama dengan US Grains Counsul.
Saptana, Sayuti R, Noekman KM. 2002. Industri
Marimin, Maghfiroh N. 2013. Teknik dan analisis perunggasan: memadukan pertumbuhan dan
pengambilan keputusan fuzzy dalam manajemen pemerataan. Forum Penelit Agro Ekon. 20(1):50-
rantai pasok. Bogor (ID): IPB Press. 64.
Mongilala GP, Kawet L, Pondaag JJ. 2016. Saptana, Sejati WK, Wahyuni S, Situmorang J, Yofa
Koordinasi distribusi rantai pasokan ayam RD, Sartika T. 2013. Analisis manajemen rantai
pedaging (Studi kasus pada peternakan ayam pasok (supply chain management) komoditas
Desa Tounelet Satu Kecamatan Sonder unggas lokal. Laporan Akhir Penelitian. Bogor
Kabupaten Minahasa). J Berkala Ilmiah Efisiensi. (ID): Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan
16(04):794-805. Pertanian.
Muhammad MR, Sumarauw JSB. 2014. Evaluasi Saragih B. 1998. Agribisnis berbasis peternakan.
kinerja manajemen rantai pasok pada pemasok Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor, Pusat Studi
daging ayam. J EMBA. 2(4):117-232. Pembangunan-Lembaga Penelitian Institut
Pertanian Bogor.
Prabowo S, Rahman AA. 2016. Sertifikasi halal sektor
industri pengolahan hasil pertanian. Forum Penelit Scaffner DJ, Schroder WR, Earle MD. 1998. Food
Agro Ekon. 34(1):57-70. Juga tersedia dari: marketing: an international perspective. 2nd ed.
http://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/fae/ New York (US): WCB/McGraw-Hill.
article/view/7311
Septiani M, Alexandi MF. 2013. Struktur perilaku
[Puska Dagri] Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam kinerja dalam persaingan industri pakan ternak di
Negeri. 2013. Outlook unggas 2015–2019. Jakarta Indonesia periode tahun 1986–2010. J Manaj
(ID): Kementerian Perdagangan, Badan Pengka- Agribis. 11(2):77-88.
jian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan,
Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri. Simatupang P, Muharminto, Purwoto A, Syam A,
Hardono GS, Indraningsih KS, Jamal E, Elizabeth
[Puska Dagri] Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam R. 1998. Koordinasi vertikal sebagai strategi
Negeri. 2016. Kajian kebijakan persaingan usaha untuk meningkatkan dayasaing dan pendapatan
di sektor perunggasan. Laporan Akhir Penelitian. dalam era globalisasi ekonomi (kasus agribisnis
Jakarta (ID): Kementerian Perdagangan, Badan kopi). Bogor (ID): Pusat Penelitian Sosial
Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perda- Ekonomi Pertanian.
gangan, Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam
Negeri. Siregar H. 2009. Makro-mikro pembangunan:
kumpulan makalah dan esai. Bogor (ID): IPB
Rahmasari L. 2011. Pengaruh supply chain Press.
management terhadap kinerja perusahaan dan
keunggulan bersaing (Studi kasus pada industri Summer DA. 2009. Recent commodity price
kreatif di Provinsi Jawa Tengah). Informatika. movements in historical perspective. Am J Agric
2(3):89-103. Econ. 91(5):1250-1256.
PENERAPAN KONSEP MANAJEMEN RANTAI PASOK PADA PRODUK UNGGAS Saptana dan Rangga Ditya Yofa  161

Suryana A, Agustian A. 2014. Analisis dayasaing Tangendjaja B. 2013. Global competitiveness of


usahatani jagung di Indonesia. Anal Kebijak poultry production in South East Asia Countries.
Pertan. 12(2):143-156. Wartazoa. 20(4):161-171.
Taha AF. 2003. The poultry sector in middle-income Tangendjaja B. 2014. Usaha meningkatkan daya
countries and its feed requirement: the case of saing perunggasan Indonesia. Dalam: Haryono,
Egypt. Agriculture and Trade Report WRS-03-02. Pasandaran E, Suradisastra K, Ariani M, Sutrisno
Washington, DC (US): United State Department of N, Prabawati S, Prama Yufdy M, Hendriadi A,
Agriculture. editors. Memperkuat daya saing produk pertanian.
Jakarta (ID): IAARD Press. hlm. 307-340.
Tangendjaja B, Soedjana TjD. 1998. The impact of
economic crisis on poultry industry of the Weng T. 2013. The dynamic of the US broiler
Indonesian livestock subsector: challenges and industry (Dissertation). [Raleigh (US)]: North
opportunities. International Seminar on Carolina State University, Graduate Faculty.
Agricultural Sector during the Turbulence of
Yusdja Y, Ilham N, Sayuti R. 2004. Tinjauan
Economic Crisis: Lesson and Future Direction.
penerapan kebijakan industri ayam ras: antara
Bogor (ID): Center for Agro-Socioeconomic
tujuan dan hasil. Forum Penelit Agro Ekon. 22(1):
Research.
22-36.

You might also like