You are on page 1of 10

Peta Pengembangan Sapi.....

(Ahmad dan Sugiharto)

PETA PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI KABUPATEN BANJARNEGARA


Oleh:
1) 2)
Abdul Aziz Ahmad dan Moch.Sugiharto
1)
Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman
2)
Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman
Email: abdulazizahmad@yahoo.com

ABSTRACT

The main issue of the last years in Indonesian livestock production systems is declining beef cattle
population. The problem always recurs. Another problems that emerge are restrictively of animal
husbandry land, climate uncertainty, the lack of livestock technological adoption, and also insignificant
economic of scale in livestock production. Therefore, en effort to develop beef cattle is optimize potency
of endowment capabilities. Banjarnegara District is a region that could be identified to have the
potencies. For the first stage is a requirement to make potencies mapping analysis to strive for
developing of beef cattle. The mapping is based on expert judgment method. It is grouping of potencies
areas layers is determined by some indicators which is classified into natural or physical resources
(included into pasturage, superior grass, dried rice stalks, marginal terrain, rainfall, livestock density, and
human population density), human resources (experience of cow breeding, and education of breeder),
infrastructure condition and availability (livestock market, transportation, and feed livestock), and also
social endowment (breeder association). The potencies mapping analyses shows that fattening or
cultivation of beef cattle is majority of dairy farming of cow breeder Bajarnegara District, than dairy cattle.
The suitable areas to the cultivation are in the place that there are potencial and sufficient of grass
feeding. There are Subdistrict of Wanayasa, Punggelan, Kalibening, Bawang, Pandanarum,
Purwanegara, Pagedongan, Banjarmangu, and Madukara.

Keywords: livestock, beef cattle, mapping, Banjarnegara District

PENDAHULUAN potong yang dikembangkan merupakan masalah


tersendiri. Misalnya adalah peternakan sapi
Keberlangsungan produksi ternak potong, yang diperhatikan hanya sapi potong,
merupakan isu global yang mengemuka pada namun peluang usaha yang lain kurang
beberapa tahun terakhir. Hal ini terkait dengan diperhatikan misalnya pengolahan kotoran sapi
upaya ketahanan pangan, perlindungan penjadi pupuk organik. Penempatan dan
lingkungan, isu permasalah-an sosial maupun pengelompokan lokasi peternakan kurang
persaingan ekonomi (Sturaro, et al, 2012). diperhatikan sehingga konsentrasi pembinaan
Khususnya di Indonesia, Isu utama dalam tidak dapat dilakukan secara efisien dan efektif.
pengembangan sapi potong adalah turunnya
Salah satu usaha yang dapat dilakukan
populasi ternak yang selalu berlanjut dari tahun ke
untuk pengembangan sapi potong adalah
tahun (Mayulu, et al, 2010). Permasalahan
dengan mengoptimalkan potensi-potensi sumber
selanjutnya adalah permintaan penduduk untuk
daya yang dimiliki, ditambah dengan sarana dan
mengonsumsi protein hewani belum bisa dipenuhi
prasarana serta dukungan pemerintah.
sepenuhnya oleh peternak-peternak domestik,
Pengembangan dapat dimulai dari wilayah-
sehingga masih melakukan impor.
wilayah yang mempunyai potensi sumber daya
Permasalahan dalam produksi ternak sapi besar untuk usaha peternakan sapi potong.
di Indonesia disampaikan oleh Lisson, et al Setelah usaha peternakan sapi potong
(2011). Ia meneliti terjadi defisit stok produksi sapi berkembang, diharapkan dapat mendorong
dalam negeri yang harus ditutupi dengan impor aktivitas ekonomi di wilayah pengembangan
terutama dari Australia. Penurunan jumlah ternak tersebut menjadi lebih maju.
pada beberapa dekade terakhir, keterbatasan
Kabupaten Banjarnegara merupakan
ketersediaan lahan, ketidakpastian iklim,
kabupaten yang mempunyai potensi dalam
rendahnya kemampuan adopsi petani pada pola
bidang peternakan, selain keadaan lingkungan
pengembangan ternak, serta rendahnya skala
yang mendukung juga didukung budaya
ekonomi dalam produksi menjadi permasalahan
masyarakat dalam bertani secara umum
umum dalam pengembangan sapi di Indonesia.
termasuk beternak. Salah satu komoditi ternak
Bank Indonesia (2006) mencatat bahwa yang dapat dikembangkan adalah komoditi
tidak adanya grand strategy (rencana induk) yang unggulan ternak sapi potong. Pola usaha yang
melibatkan pelaku hulu-hilir pada klaster sapi telah menjadi tradisi peternak adalah pola

106
EKO-REGIONAL, Vol.9, No.2, September 2014

penggemukan dan pola usaha pembibitan ternak B. Pembentukan Indeks Potensi


dengan output sapi lepas sapih. Berbagai Gambaran kondisi usaha sapi potong di
kebijakan dan upaya terus dilakukan untuk Kabupaten Banjarnegara secara teknis dan
meningkatkan produksi dan populasi sapi potong sosial diperoleh melalui data sekunder dan
melalui kedua pola usaha tersebut. Identifikasi wawancara singkat dengan peternak. Potensi
potensi wilayah yang di dalamnya merupakan sumberd aya alam/teknis, sumber daya manusia
potensi/daya dukung pakan hijauan, sumber daya dan sumber daya sosial tersebut dapat mengurai
manusia, infrastruktur, dan sumber daya sosial lebih jauh tentang potensi wilayah dalam
diyakini menjadi salah satu input policy untuk pengembangan sapi potong di Kabupaten
mengembangkan sapi potong di Kabupaten Banjarnegara.
Banjarnegara.
Proses pengelompokan wilayah
Terkait dengan hal tersebut, kegiatan didasarkan pada beberapa indikator potensi
pemetaan potensi peternakan sapi potong yang terbagi dalam potensi sumber daya
menjadi hal yang signifikan untuk alam/fisik, sumberdaya manusia dan sumber
mengembangkan peternakan sapi potong secara daya sosial. Pembobotan masing masing
lebih efektif dan tepat sasaran serta efisien. indikator berdasarkan prioritas kepentingan akan
Ketidakberhasilan dalam identifikasi wilayah menghasilkan indeks yang digunakan untuk
pengembangan sapi potong dapat menjadikan penyusunan peta potensi.
inefisiensi dan rendahnya akselerasi
Untuk melakukan pemetaan potensi
pengembangan sapi potong. Untuk itu, perlu
peternakan sapi di kabupaten Banjarnegara,
dilakukan pemetaan wilayah-wilayah yang
diagram alir proses pembentukan indeks potensi
potensial untuk pengembangan sapi potong di
ditentukan berdasarkan 4 indikator yang
Kabupaten Banjarnegara.
keseluruhannya terinci atas 13 variabel
(Gambar 1).
METODE PENELITIAN Untuk mendapatkan nilai potensi tersebut,
diperlukan indeks yang bertujuan mengukur
A. Analisis Pemetaan Wilayah kondisi relatif suatu daerah apakah memiliki
potensi dari kategori potensial sampai kurang
Pada tahap analisis ini, data-data berbentuk
potensial. Indeks dari potensi total diperoleh dari
peta data spasial yang diolah secara digital dan
nilai potensi setiap indikator dikalikan dengan
dibaurkan (mixed) dengan data-data dalam
bobot setiap variabel. Pengukuran bobot
bentuk tabel kuantitatif dari variabel yang
dilakukan berdasarkan Expert Judgment. Metode
digunakan dalam analisis. Istilah data spasial
ini merupakan metode yang penting dan banyak
terkait dengan lokasi tertentu yang diekspresikan
dilakukan dalam pengambilan kebijakan
dengan gambaran geometri berupa titik-titik
(Steenberger and Marks, 2007). Expert dalam
(points), garis, ataupun unit area (poligon) di suatu
hal ini didefinisikan sebagai seorang yang
bidang atau suatu permukaan (Anselin, 1992).
memiliki, terlibat langsung, atau memiliki
Pada bidang kajian geografi yang lebih teknis,
keahlian atau pengetahuan khusus yang
data yang menunjukkan lokasi permukaan bumi
diperoleh dari pelatihan atau pengalaman
(seperti koordinat bujur dan lintang) dari suatu
(Shanteau, 1995). Pada penelitian ini, hasil dari
obyek yang diteliti merupakan data spasial
penilaian ahli untuk pencapaian nilai bobot
(Murray, et al, 2006).
potensi tersebut dapat dirinci sebagaimana tabel
Hasil dari metode pemetaan ini adalah 1.
visualisasi peta berdasarkan wilayah administratif
Permasalahan yang muncul dalam
menurut kategori variabel yang telah dipilih dalam
penyusunan indeks potensi tersebut adalah
penelitian. Hasil pola pemetaan ini akan
bahwa besaran dari variabel-variabel pengukur
memberikan kemudahan bagi pengambil
relatif tidak sama. Sebagai misal, ketersediaan
kebijakan karena akan lebih mudah diketahui
pakan ternak yang terukur dalam ton/ha berbeda
sebaran wilayah yang potensial dalam investasi
dengan luas lahan marjinal yang terukur dalam
maupun sebaran wilayah-wilayah yang
ha. Oleh karena itu, sebelum proses penentuan
dikategorikan tidak cocok untuk investasi pada
nilai indeks potensi, dilakukan penyetaraan
usaha tertentu. Pemetaan potensi peternakan
besaran setiap variabel. Metodenya adalah
sapi ini dibedakan antara pembibitan dan
menggunakan ukuran indeks dengan skala ukur
penggemukan atau pembesaran sapi. Secara
antara 0 (0%) sampai 1 (100%). Pengukuran
umum, karakteristik pembibitan sapi potong
indeks tersebut dilakukan dengan formula:
dilakukan di dataran rendah dengan ketersediaan
Indeks variabel Xin =
pakan yang relatif kurang, sedangkan usaha
penggemukan banyak dilakukan di dataran tinggi

dengan ketersediaan pakan yang mencukupi

(Hadi dan Ilham, 2002). ℎ −

107
Peta Pengembangan Sapi..... (Ahmad dan Sugiharto)

dibalik menjadi [ 1 – Xin ]. Dengan menyamakan


Secara khusus untuk variabel kepadatan ukuran indeks tersebut, maka analisis
penduduk, dengan pertimbangan bahwa penghitungan indeks akhir dapat dilakukan.
kepadatan penduduk berkorelasi negatif dengan
potensi peternakan, maka penghitungan indeks
Rumput lapang (ton)

Rumput unggul (ton) Ketersediaan


Pakan
Jerami padi (ton) Ternak

Lahan marjinal (ha)


Sumber
Curah hujan (mm/th) Daya
Fisik
Kepadatan ternak

Kepadatan penduduk

Pengalaman beternak Sumber


Daya
Pendidikan peternak Manusia
POTENSI

Pasar hewan  Paling potensial


 Cukup potensial
Kondisi transportasi Infrastruktur
 Kurang potensial

Pabrik pakan  Potensi rendah

Kelompok ternak Sumber Daya


Sosial
Gambar 1. Indikator Penyusunan Peta Potensi Peternakan Sapi

Tabel 1. Nilai Bobot Variabel dan Kondisi 8,45%


Indikator Potensi Transportasi
Pabrik 4,23%
Bobot Bobot pakan
Variabel
Variabel Indikator total Kelompok 2,82% Sumber
Rumput 5,63% Sumber Total ternak Daya Sosial
lapang Daya Fisik Bobot = 2,82%
Rumput 11,27% = 67,61% = HASIL DAN PEMBAHASAN
Unggul 100,00%
Jerami padi 5,63% Luas wilayah Kabupaten Banjarnegara
Lahan 16,90% adalah 106.970,997 Ha atau sebesar 3,29 % dari
marjinal luas seluruh wilayah Propinsi Jawa Tengah,
Curah hujan 11,27% terdiri dari 20 Wilayah Kecamatan, 12 Kelurahan,
Kepadatan 11,27% 266 Desa. Suhu udara di Kabupaten
ternak Banjarnegara berkisar antara 20°C-26°C dengan
Kepadatan 5,63% temperatur terdingin yaitu 3°C-18°C, dengan
penduduk kelembaban udara berkisar 80%-85%. Musim
Pengalaman 4,23% Sumber hujan dan musim kemarau silih berganti
beternak Daya sepanjang tahun, bulan - bulan basah (hujan)
Pendidikan 4,23% Manusia lebih banyak dari pada bulan-bulan kering
peternak = 8,45% (kemarau). Adapun curah hujan rata-rata 22,495
Pasar 8,45% Infrastruktur mm.
hewan 21,13%

108
EKO-REGIONAL, Vol.9, No.2, September 2014

Menurut Sarwono (2001) bangsa sapi unggul. Selain itu, Kecamatan Wanayasa juga
Peranakan Ongole, sapi Brahman, sapi Bali dan dinilai memiliki potensi utama. Rata-rata potensi
sapi Madura dapat berdaptasi dengan sangat baik produksi rumput unggul dari keempat wilayah
pada lokasi dengan ketinggian 25 – 100 m di atas Kecamatan tersebut sebesar 80.267.742 ton per
permukaan laut serta suhu antara 27o C hingga tahun. Hal ini berbeda jika dibandingkan dengan
o
34 C, tetapi kurang beradaptasi pada lokasi rata-rata produksi dari seluruh kecamatan di
dengan ketinggian > 100 m di atas permukaan Banjarnegara yang terhitung sebesar 47.973.110
o
laut dengan suhu di bawah 24 C. ton per tahun. Untuk ketersediaan jerami,
Kecamatan Mandiraja dan Purwanegara
Penampilan ternak merupakan manifestasi
diperhitungkan memiliki potensi jerami tertinggi
pengaruh genetik dan lingkungan ternak secara
dibandingkan kawasan lainnya. Produksi jerami
bersama. Penampilan ternak dalam setiap waktu
di dua kecamatan ini masing-masing sebesar
adalah perpaduan dari sifat genetik dan
26.404 dan 22.596 ton per tahun.
lingkungan yang diterimanya. Bahkan telah
diketahui bahwa dalam membentuk penampilan, Untuk sisi lahan marjinal,
lingkungan berpengaruh lebih besar dari pada Pengembangan lahan marjinal bukan saja
sifat genetik ternak. sekedar untuk meningkatkan tutupan lahan
dalam bentuk penanaman pohon namun lahan
Iklim adalah merupakan kombinasi dari
marjinal juga bermanfaat untuk penanaman
suhu, kelembaban udara, kecepatan angin,
tanaman untuk tujuan pakan ternak, pengolahan
penyinaran, curah hujan,kecepatan angin,tekanan
biogas dari kotoran ternak, dan untuk konservasi
udara,dan debu. Iklim juga merupakan salah satu
air. Di wilayah Banjarnegara, lahan marjinal
faktor lingkungan yang berpengaruh langsung
tersebar di berbagai Kecamatan dengan total
terhadap ternak dan juga berpengaruh tidak
luas mencapai 16.046 ha. Rata-rata luas lahan
langsung melalui pengaruhnya terhadap faktor
marjinal untuk setiap kecamatan sekitar 802 ha.
lingkungan yang lain. Suhu udara, kelembaban
Diklasifikasikan wilayah lahan marjinal paling
dan penyinaran berpengaruh besar terhadap
potensial adalah Kecamatan Punggelan dan
pertanian pada umumnya dan peternakan pada
Kalibening. Kecamatan Wanayasa, Purwanegara
khususnya. Namun yang paling berpengaruh bagi
dan pagedngan dapat dikategorikan wilayah
ternak di antara unsur-unsur tersebut adalah suhu
potensial pada urutan berikutnya.
dan kelembaban udara.
Dari sisi curah hujan, wilayah atas
Setiap hewan mempunyai kisaran
merupakan wilayah Banjarnegara bagian atas
temperature lingkungan yang paling sesuai
adalah dengan daya dukung air paling penting.
dengan keadaan tubuhnya (Comport Zone).
Kecamatan Punggelan, Pandanarum,
Comfort Zone bagi ternak tropik berkisar antara
o Kelibening, Wanayasa, Karangkobar, Batur,
10 – 27 C. Lokasi ideal untuk usaha sapi potong
Pajawaran, Pagentan dan Madukara adalah
adalah lokasi yang bercurah hujan 800 – 1500
daerah dengan curah hujan tinggi dan dapat
mm/tahun. Kelembaban ideal bagi sapi potong
dikatakan merupakan daerah paling potensial
adalah 60 – 80 %.
pengembangan sapi berdasarkan variabel
Berdasarkan kondisi tersebut dapat diamati ketersediaan air hujan.
secara umum bahwa Kabupaten Banjarnegara
Di sisi lain, tingkat kepadatan penduduk
dikategorikan mempunyai konstruksi iklim yang
memiliki korelasi negatif dengan pengembangan
sesuai untuk pengembangan agribisnis sapi
peternakan. Kecamatan Pandanarum tercatat
potong (suhu <27oC dan kelembaban 80%-85%).
merupakan daerah paling rendah tingkat
kepadatan penduduknya dengan tingkat
A. Peta Sumber Daya Fisik kepadatan 382.000 orang per ha.
Sumber daya fisik yang menjadi ukuran dari Berbeda dengan kepadatan penduduk,
potensi peternakan sapi di wilayah kabupaten tingkat kepadatan ternak sapi memiliki korelasi
Banjarnegara terdiri dari potensi ketersediaan positif bagi pengembangan ternak sapi.
pakan ternak, ketersediaan lahan marjinal, Kepadatan ternak juga mencerminkan budaya
ketersediaan air, kepadatan penduduk, serta ternak dari masyarakat. Kecamatan Wanayasa
kepadatan ternak. Kecamatan Punggelan, merupakan satu-satunya daerah paling padat
Kalibening dan Pandanarum adalah 3 Kecamatan ternak sapinya.
yang mampu memiliki potensi menghasilkan
Dari setiap layer peta variabel dalam
rumput lapang terbesar. Ketiga wilayah tersebut
indikator sumber daya alam (fisik) dapat
berpotensi menghasilkan 24,82% dari total
digabungkan dalam 1 peta potensi berbasis
ketersediaan rumput lapang seluruh wilayah
sumber daya alam. Hasil dari pemetaan potensi
Kabupaten Banjarnegara. Tidak berbeda jauh
sapi berbasis potensi SDA tersebut ditunjukkan
dengan potensi pengembangan rumput lapang,
pada Gambar 2. Kecamatan Puggelan,
Kecamatan Punggelan, Kalibening dan
Pandanarum, Kalibening dan Wanayasa memiliki
Kecamatan Pandanarum merupakan wilayah
potret sebagai daerah potensial pengembangan
paling potensial untuk pengembangan rumput

109
Peta Pengembangan Sapi..... (Ahmad dan Sugiharto)

sapi berdasarkan kondisi alamiah. Kecamatan


yang dapat menjadi opini pengembangan
selanjutnya untuk pengembangan sapi
berdasarkan sumber daya fisik ini adalah
Kecamatan Batur, Pajewaran, Karangkobar,
Madukara, Pagedongan, Bawang dan
Purwanegara. Kecamatan Banjarmangu,
Wonodadi, Sigaluh, Mandiraja dan Keacamatan
Sigaluh tergolong kurang potensial untuk
dikembangkan. Sementara, Kecamatan Purworejo
Klampok, Rakit serta Banjarnegara diperhitungkan
sebagai daerah yang kurang memenuhi syarat
kondisi sumber daya fisik untuk pengembangan
sapi potong.

110
EKO-REGIONAL, Vol.9, No.2, September 2014

B. Sumber Daya Manusia (SDM) rata-rata indeks SDM di seluruh kecamatan


Potensi pengembangan ternak sapi Banjarnegara sebesar 0,017.
berdasarkan potensi sumber daya manusia dapat Wilayah dengan kategori SDM peternak
diukur dengan dua variabel: lama atau cukup baik tersebar di 9 kecamatan.Wilayah
pengalaman beternak serta tingkat pendidikan. tersebut meliputi Kecamatan Mandiraja,
Keduanya berkorelasi positif dengan potensi Pagedongan, Wanadadi, Punggelan,
pengembangan ternak Banjarmangu, Madukara, Pandanarum,
Hasil penggabungan layer pengalaman Wanayasa, serta Pajawaran. Untuk wilayah
beternak dan lama pendidikan peternak diperoleh dengan kategori SDM peternak kurang potensial
gambaran potensi sumber daya manusia peternak meliputi Kecamatan Banjarnegara, Purworejo
di wilayah Kabupaten Banjarnegara. Gambar 3 Klampok, karangkobar, Kalibening, dan
menyajikan peta potensi sumber daya manusia Kecamatan Batur. Sementara, wilayah
peternak tersebut. Hasil pemetaan menunjukkan Kecamatan Sigaluh, Susukan dan Purwanegara
Kecamatan paling potensial adalah Kecamatan terhitung merupakan daerah dengan potensi
Pagentan, Rakit dan Bawang. Perhitungan indeks SDM paling rendah.
potensi SDM untuk ketiga wilayah tersebut
sebesar 0,031; 0,025; serta 0,0278. Sementara

Gambar 2. Peta Potensi Pengembangan Ternak Berdasarkan Sumber Daya Fisik

111
Peta Pengembangan Sapi..... (Ahmad dan Sugiharto)

Gambar 3. Peta Potensi Pengembangan Ternak Berdasarkan Sumber Daya Manusia

Gambar 4. Potensi Pengembangan Ternak Berdasarkan Jumlah Kelompok Peternak

C. Sumber Daya Sosial


Sumber daya sosial merupakan salah satu D. Infrastruktur
elemen penting untuk upaya pengembangan
Indikator keempat untuk menentukan
peternakan. Variabel yang dipergunakan adalah
potensi pengembangan ternak sapi adalah faktor
berapa banyak kelompok ternak sapi yang
infrastruktur. Tiga variabel digunakan sebagai
terdapat di satu wilayah kecamatan. Keberadaan
media ukurnya, yaitu ketersediaan pabrik pakan
kelompok ternak penting untuk mendorong
ternak, ketersediaan pasar hewan dan kondisi
munculnya kerja sama dan inisiatif antar peternak
infrastruktur transportasi jalan raya. Variabel
untuk mengatasi masalah peternakan dan bagi
pakan ternak dan pasar hewan tersebut
pemerintah daerah penting sebagai sasaran
berkorelasi positif dengan potensi peternakan
paling cepat dalam menginformasikan dan
sapi di lokasi terkait. Demikian pula korelasi
mengaplikasikan kebijakan di bidang peternakan.
positif dari kondisi infrastruktur transportasi.
Bagi potensi pengembangan ternak sapi, makin
banyaknya kelompok peternak menjadi indikator Dari penggabungan 3 variabel tersebut
makin diperlukannya aspek kelembagaan oleh (ketersediaan pabrik pakan ternak, ketersediaan
para peternakan dalam proses budi daya pasar hewan, serta kondisi infrastruktur jalan
ternaknya. raya), hasil indeks potensi infrastruktur
memperlihatkan terdapat 3 kecamatan paling
Di kabupaten Banjarnegara, rata-rata
potensial untuk pengembangan sapi, yaitu
jumlah kelompok peternak sebanyak 5 – 6
Kecamatan Banjarnegara, Bawang dan
kelompok. Wilayah paling banyak jumlah
Karangkobar (Gambar 5). Wilayah dengan
kelompok ternaknya adalah Kecamatan Rakit
kondisi cukup potensial adalah Kecamatan Rakit
sebanyak 16 kelompok dan Kecamatan bawang
dan Madukara. Selebihnya merupakan daerah
sebanyak 15 kelompok. Wilayah lain yang
dengan kondisi kurang potensial serta daerah
tergolong cukup banyak kelompok ternaknya
dengan potensi rendah. Kecamatan Susukan,
adalah Kecamatan Purwanegara (11 kelompok),
Purworejo Klampok, Punggelan, Pandanarum,
Madukara (10 kelompok ternak), Kalibening (9
Kalibening, Pagentan dan Pejawaran merupakan
kelompok), serta Pagentan (8 kelompok), Wilayah
daerah-daerah dengan klasifikasi daya dukung
lain tergolong dengan jumlah kelompok ternak
infrastruktur paling rendah untuk pengembangan
lebih sedikit.
ternak sapi.

112
EKO-REGIONAL, Vol.9, No.2, September 2014

Gambar 5. Peta Potensi Ternak Sapi Berdasarkan Fasilitas Infrastruktur

E. Wilayah Potensial Pengembangan Usaha (kireteria 4) dan sedang (criteria 3). Ke-14
Penggemukan dan Pembibitan Sapi Potong kecamatan tersebut adalah sebagaimana tabel
4.
Dengan mengukur indeks potensi, di mana indeks
potensi yang dihasilkan adalah diukur pada Tabel 4. Nilai Indeks Potensi Total Untuk
rentang nilai 0 – 1, diperoleh indeks potensi total Setiap Kecamatan
atau seluruh indikator. Indeks nol menunjukkan
variabel bernilai nol atau tidak memiliki potensi Nilai
sama sekali. Sebaliknya, nilai indeks 1 Ranking Kecamatan Kriteria
Indeks
mencerminkan potensi sempurna. Hasil 1 Wanayasa 0,597 4
penghitungan indeks potensi total diperoleh
2 Punggelan 0,593 4
besaran indeks dengan rentang indeks terendah
sebesar 0,132 dan tertinggi adalah 0,597. Dengan 3 Bawang 0,528 4
rentang nilai indeks tersebut, 4 kriteria indeks 4 Kalibening 0,527 4
dapat disusun. Tabel 3 menyajikan 4 kriteria
5 Purwanegara 0,478 4
indeks tersebut
6 Pandanarum 0,467 4
Tabel 3. Kriteria Indeks dan Nilai batas Atas 7 Pagedongan 0,458 4
Indeks Potensi Total 8 Madukara 0,449 4
9 Karangkobar 0,424 3
Kriteria Identifikasi Batas Atas Indeks
10 Pagentan 0,403 3
4 Paling potensial 0,597 11 Mandiraja 0,392 3
3 Cukup potensial 0,448 12 Pejawaran 0,352 3
2 Kurang potensial 0,298 13 Banjarnegara 0,345 3
1 Potensi rendah 0,149 14 Banjarmangu 0,328 3
15 Batur 0,296 2
Terkait dengan kondisi tersebut, dapat
digambarkan bahwa agribisnis sapi potong secara 16 Susukan 0,292 2
umum dapat dikembangkan secara potensial di 14 17 Rakit 0,273 2
kecamatan yang mempunyai potensi tinggi 18 Sigaluh 0,270 2

113
Peta Pengembangan Sapi..... (Ahmad dan Sugiharto)

19 Wanadadi 0,243 2
20 Purworejo 0,132 1
Klampok

Secara umum kecamatan potensial (pada DAFTAR PUSTAKA


criteria 4 dan 3) mempunyai potensi pakan,
infrastruktur, sumberdaya manusia dan sosial Anselin, L 1992, Spatial Data Analyses with GIS:
yang mencukupi. Pada kecamatan kecamatan An Introduction to Application in The
tersebut sangat ideal untuk pengembangan sapi Social Sciences, National Center for
potong dengan pola usaha penggemukan. Geographic Information and Analysis
Ketersediaan pakan sebagai variable penting Technical Report 92-10, August 1992,
dalam pengembangan usaha penggemukan University of California, Santa Barbara.
dimiliki oleh kecamatan tersebut dengan prioritas Bank Indonesia, 2006, Kajian Pembiayaan
utama di Kecamatan Wanayasa, Punggelan, dalam Rangka Pengembangan Klaster
Kalibening, Bawang, Pandanarum, Purwanegara, Biro Kredit, Tim Penelitian dan
Pagedongan, Banjarmangu, dan Madukara. Pengembangan Biro Kredit bank
Pola usaha pembibitan sangat ideal Indoensia, Jakarta
dilaksanakan pada lokasi dengan transportasi Hadi, P.U, Ilham, N 2002, Problem dan Prospek
yang lancar, mudah, serta ketersediaan pakan Pengembangan Usaha Pembibitan Sapi
yang tidak optimal. Di samping itu, kualitas Potong di Indonesia, Jurnal Litbang
hijauan yang mengandung mineral untuk Pertanian, 21 (4).
penguatan reproduksi banyak tersedia di dataran
rendah. Terkait dengan hal tersebut dapat Lisson, S, MacLeod, N, McDonald, C, Corfield, J,
dikategorikan bahwa pola usaha pembibitan lebih Rahman, R, Wirajasadi, L 2011, Case
sesuai dilakukan di wilayak kecamatan Susukan, Study 1: Crop-Livestock Farming System
Mandiraja, Purwanegera, Bawang, Sigaluh, Rakit, in Eastern Indonesia, in Winter, b (Editor),
Wanadadi, dan Banjarnegara. Beef Production in Crop-Livestock
Systems: Simple Approaches for
Complekx Problems, Australian Centre for
KESIMPULAN International Agriculture Research
(ACIAR), Australian Government,
Dari penelitian mengenai pemetaan potensi Canberra
pengembangan sapi potong di Kabupaten Mayulu, H, Sunarso, Sutrisno, C.I, Sumarsono
Banjarnegara, kesimpulan dari penelitian ini 2010, Kebijakan Pengembangan
adalah sebagai berikut: Peternakan Sapi Potong di Indonesia,
1. Berdasarkan ketersediaan potensi pakan Jurnal Litbang Pertanian, 29 (1)
hijauan, infrastruktur, potensi teknis, Murray, C, Abugov, D, Alexander, N, Blackwell,
sumberdaya manusia dan sosial, wilayah B, Blowney, J, Geringer, D, Godfrind, A,
Kabupaten Banjarnegara secara umum Horhammer, M, Kothuri, R, Pitts, R, Rao,
potensial untuk pengembangan sapi potong V, Ravada, S, Wang, J, Yang, J 2006,
kecuali Purwareja Klampok. Oracle Spatial User’s Guide & Reference,
2. Pola usaha penggemukan sapi potong 10g Release 2 (10,2), Oracle Corporation,
merupakan pola usaha mayoritas di peternak Redwood City.
sapi potong Kabupaten Banjarnegara. Lokasi Shanteau, J 1995, Expert Judgment and
yang sesuai untuk pengembangan sapi potong Financial Decesion Making, paper
berada pada wilayah dengan ketersediaan prepared for Green, B (Editor), Risky
hijauan memadai dan potensial. Kecamatan Business: Risk Behavior and Risk
Wanayasa, Punggelan, Kalibening, Bawang, Management, Stockholm University
Pandanarum, Purwanegara, Pagedongan,
Banjarmangu, dan Madukara merupakan Pirelli, G.J, Weedman-Gunkel, S, Weber, D.W
wilayah yang potensial untuk pengembangan 2000, Beef Production for Small Firms An
sapi potong dengan pola penggemukan. Overview, EC 1514, January 2000,
Extention & Station Communications,
Oleh karena itu, mengacu pada Pirelli et al Service Oregon State University
(2000), pengembangan usaha kecil dalam
Steenbergen, M.R, Marks, G 2007, Evaluating
peternakan sapi di Banjarnegara perlu
Expert Judgments, European Journal of
mempertimbangkan beberapa upaya;
Political Research, 46: 347-366
perencanaan yang hati-hati, pengelolaan
manajemen yang baik, optimalisasi peran ahli Sturaro, E, Cassandro, E, Cozzi, G 2012,
th
hewan dan kesehatan ternak, maupun pemilihan ustainibility of Cattle Farms in Italy, 20
bibit ternak yang berkualitas.

114
EKO-REGIONAL, Vol.9, No.2, September 2014

Int. Symp. “Animal Science Days”, Kranjska


th st
gora, Slovenia, Sept. 19 – 21

115

You might also like