You are on page 1of 15

STEP 1

Pseudo portio : sebuah massa yang ditemukan saat rectal toucher/colok dubur
metallic sound : suara bising seperti dentingan metal
red current jelly stool : feses yang berdarah dan berlendir
STEP 2
1. Explain the Anatomy, physiology, and histology of intraabdominal organs?
2. What are the etiology of the cases?
3. Why can be found sausage shape mass and the sense of emptiness on abdominal examination ?
4. Why the children has vomit yellow greenish color ?
5. Why the children feel bloating?
6. Why the children shows symptoms intermittent abdominal pain, fever and decreasing urine output ?
7. What are the causes nausea and vomit ?
8. Why the children had a frequent diarrhea ten days before ?
9. Why the children has not passed stool and fart 2 days ago with only red current jelly stool?
10. Why from RT found pseudo portio and blood on the glove?
11. What the pathophysiology and pathogenesis of ileus obstructif and intususeption scenario ?
12. What the Diagnosis and DD of scenario ?
13. How to treat the case of the scenario?
14. Why can be found abdominal distention, bowel movement increasing, and metallic sound and hypertympany to
percussion?
15. What are the clinical manifestion of scenario?
16. How to diagnosis the case of scenario?
17. What are the complication of case?

STEP 3
1. Explain the Anatomy, physiology, and histology of intraabdominal organs?
Anatomy : gaster  it has mayor curvature and minor curvature, the organ is like J letter, it has 2 facies anterior and
posterior it divided into 4 parts : Cardiac parts, body, fundus, and pylori. This organ continued to intestinum tenue
which is duodenum. In the duodenum there are 4 parts : superior, desending parts, horizontal, and ascending part.
On desending parts there is orifice of pancreatic duct. Jejunum and ileum were the other parts of intestinum tenue
which is jejunum on the proximal and ileum is on the distal parts. Ileum has the aggregation of lymphoid nodes that
called plaque peyer. Ileum will make a junction to intestinum crassum (caecum). Caecum is a big sac of the colon that
use receive the fecal before it takes to ascending colon. The fecal move to ascending colon  transversal colon
decending colonAnd accumulate on sigmoid colon, if the sigmoid colon is full it can distends and giving the signal to
SSP to defecation
Physiology :
Gaster  bolus  sfingter cardiac dicerna makanan yang mengandung lemak dan protein yang mana sel G
merangsang gastrin dikeluarkan olel sel parietal  HCL  merubah pepsinogen (sel utama) pepsin Memecah
protein dan protease. Lipase trigleserid sebagian  trigleserid sepenuhnya. Renin  menggumpalkan protein
(bayi). Kimus  duodenum melewati sfingter pilorica ( makanan dikirim sebagian)adanya amylase pancreas
(memecah disakarida sebagian  disakarida sepenuhnya), lipase pancreas ( triglesrid sepenuhnya  as, lemak dan 2
monogliserol) jejunum ( disakaridase  disakarida  monosakarida (maltase, sukrase, lactase), ribonuklease,
deoksinuklease nukleotida2, endopetidase ( tripsin dan kemotripsin hidrolisis pepton dan protease 
polipeptida  eksopeptidase  peptide)
Lemak sebelum dicerna olh lipase pancreas dimulsikan oleh empedu pancreas  merangsang getah pancreas 
menghasilkan enzim. --> ada pemilahan air dan zat tida berguna dibawa keintestinum crissum  caecum --> kenapa
sering terjadi obstruksi Karenaperbedaan motilitas, intestinum crissum lebih lambat > intestinum tenue. Adanya
absorb si air dan Na, supaya terbentuk fese yang semi padat dibantu bakteri flora normal ( manfaat :imunitas (
melawan pathogen), membantu pembusukan makanan sisa) Konstipasi : air dan Na yang diserap terlalu banyak 
Feses keras atau kolonisasi bakteri terlalu banyak  diare

Macam E.coli (Perbedaan)


Diare mengandug darah : EHEC dan EIEC
Diare tidak mengandung darah : EPEC dan ETEC
Disentri ( bakteri dan amoeba)

Histology :
Gaster ; sel chief ( penghasil pepsinogen yang aktif rangsang HCL), sel parietal ( menghasilkan HCL dan faktor intrinsic
 glikoprotein yang mengikat vit. B12 ), mucus (surface dan neck  menghasilkan mucus), sel G (menghasilkan
gastrin + AcH merangsang ECL  histamine), sel D ( somatostatin  menekan produksi HCL tidak berlebih), stem
cell (regenersi mukusa lambung 1-3 hari)
Usus halus : sel epitel kolumner simplek ( absorbs), sel goblet, sel paneth(menjaga flora normal/bakteriostatik), sel
enteroendokrin( menghasilkan enzim dan hormone), kripte lieberkuhn ( penyerapan 3 x ada kripte, 10x vili, 20x
mikrovili)
Usus besar samapi rectum : sel goblet
Anus : epitel squamous kompleks non keratin

2. Why can be found sausage shape mass and the sense of emptiness on abdominal examination ?
3. Why the children has vomit yellow greenish color ?
Mengapa pasien mengalami muntah berwarna kuning kehijauan?
Jawab :
Muntah yang keluar berwarna hijau mengandung cairan empedu, artinya dicurigai adanya hambatan usus dibagian bawah
muara saluran empedu.

PENYEBAB MUNTAH :
Mual muntah dapat disebabkan oleh banyak faktor yaitu:
a. Kondisi tertentu
misalnya kehamilan ataupun bau yang menyengat

b. Penyakit penyakit tertentu


Misal penyakit di daerah saluran cerna karena adanya peradangan/inflamasi,atau infeksi. Migrain dan gangguan
keseimbangan juga dapat memicu mual muntah.

c. Psikologis
misalnya saja pada gangguan kecemasan yang berlebihan, atau ketakutan,atau pada kasus anorexia nervosa
(seseorang takut sekali gemuk, akhirnya menjadikebiasaan dan berkembang menjadi memuntahkan makanan yang
dimakan)

d. Diinduksi terapi/obat tertentu


Seseorang yang pernah menjalani kemoterapi pada pengobatan kanker ataumenggunakan obat sitostatika (obat
untuk terapi kanker) terutama cisplatin, seringmengalami mual. Mual pun juga dapat dialami oleh pasien yang
mendapatkan terapiopiat, dan mungkin terjadi pada pemberian antibiotik, teofilin ataupunantikonvulsan.

Penyebab penyebab tersebut akan menginduksi pusat muntah seperti terlihat pad gambar berikut :
PATOFISIOLOGI MUNTAH
Muntah dipicu oleh adanyaimpuls afferentyang menuju pusat muntah, yang terletak di medulla otak. Impuls tersebut
diterima dari pusat sensori sepertichemoreceptor trigger zone (CTZ), korteks serebral, sertavisceral afferent dari faring
dan saluran cerna. Impuls afferent yang sudah terintegrasi dengan pusat muntah, akan menghasilkanimpuls
efferentmenuju pusat salivasi, pusat pernafasan, daerah saluran cerna, faring, dan otot otot perut yang semuanya
bersinergi memicu proses muntah. Nahdari sini terlihat alasan ketika muntah terjadi nafas tidak beraturan, terengah-
engah, keringat, kontraksi perut, ataupun keluar saliva/air liur.Penyebab dan proses terjadinya muntah dapat dilihat
pada gambar berikut:

CTZ merupakan daerah kemosensori utama pada proses emesis/muntah dansering dipicu oleh senyawa senyawa
kimia. Obat obat sitotoksik pun memicu emesismelalui mekanisme berinteraksi dengan CTZ. Beberapa
neurotransmiter dan reseptor terdapat di pusat muntah, CTZ, dan saluran cerna, meliputi kolinergik,
histaminik,dopaminergik, opiat, serotonergik, neurokinin, serta benzodiazepin. Nah dari sini jugaterlihat bahwa
adanya stimulasi pada satu ataupun beberapa reseptor ini akan memicu muntah. Itulah sebabnya, mekanisme kerja
obat antiemetik akan berkutat dalammenghambat ataupun mengantagonis reseptor emetogenik tersebut seperti
terlihat pada gambar berikut :

4. Why the children feel bloating?


5. Why the children shows symptoms intermittent abdominal pain, fever and decreasing urine output ?
6. What are the causes nausea and vomit ?
7. Why the children had a frequent diarrhea ten days before ?
8. Why the children has not passed stool and fart 2 days ago with only red current jelly stool?
Mengapa anak-anak belum buang air besar dan kentut 2 hari yang lalu hanya dengan bangku jelly merah?
Jawab :
KONSTIPASI (SULIT BAB)
Penyebab konstipasi :
KONSTIPASI ORGANIK/IDIOPATIK KONSTIPASI FUNGSIONAL
Kurangnya asupan serat, kurangnya minum, INTESTINAL
kurang aktivitas fisik, stress dan perubahan
aktivitas rutin, ketersediaan toilet dan Penyakit Hirschprung, Stenosis ano- rektal,
masalah psikososial. Striktur, Volvulus, Pseudo- obstruksi, penyakit
Chagas.

NEUROMUSKULER

Retardasi psikomotor, tidak ada otot perut,


distrofi miotonik, Lesi tulang belakang (tumor,
spina bifida, diastematomielia) Amiotonia
kongenital.

METABOLIK

Dehidrasi, Fibrosis kistik, Hipotiroidisme,


Hipokalemi, Asidosis tubuler ginjal,
Hiperkalsemia

OBAT-OBATAN

Narkotik, Antidepresan, Psikoaktif, Vinkristin

Patofisiologi Konstipasi
Konstipasi fungsional pada anak berhubungan dengan kebiasaan anak menahan defekasi. Kebiasaan menahan tinja
yang berulang akan meregangkan rektum dan kemudian kolon sigmoid yang menampung tinja berikutnya. Statis tinja
di kolon akan terus mengalami reabsorbsi air dan elektrolit yang menyebabkan proses pengeringan tinja yang
berlebihan, membentuk skibala dan kegagalan untuk memulai reflek dari rektum, yang normalnya memicu evakuasi.
Pengosongan rektum melalui evakuasi spontan tergantung pada reflek defekasi yang dicetuskan oleh reseptor otot-
otot rektum. Seluruh proses akan berulang dengan sendirinya, tinja yang keras dan besar menjadi lebih sulit
dikeluarkan melalui kanal anus, menimbulkan rasa sakit dan kemudian menimbulkan retensi tinja selanjutnya.Dalam
proses defekasi terjadi tekanan yang berlebihan dalam usus besar. Tekanan tinggi ini dapat memaksa bagian dari
dinding usus besar (kolon) keluar dari sekitar otot, membentuk kantong kecil yang disebut divertikula. Hemoroid juga
bisa sebagai akibat dari tekanan yang berlebihan saat defekasi.

Terdapat pengaruh makanan yang dikonsumsi terhadap konstipasi, ketika serat cukup dikonsumsi,
kotoran/feses akan menjadi besar dan lunak karena serat-serat tumbuhan dapat menarik air, kemudian
akan menstimulasi otot dan pencernaan dan akhirnya tekanan yang digunakan untuk pengeluaran feses
menjadi berkurang. Ketika serat yang dikonsumsi sedikit, kotoran akan menjadi kecil dan keras.

Retensi tinja juga dapat disebabkan oleh lesi yang melibatkan otot-otot rektum, serabut –serabut aferen
dan eferen dari tulang belakang bagian sakrum atau otot-otot perut dan dasar panggul.Kelainan pada
relaksasi sfingter anus bisa juga menyebabkan retensi tinja.

Pengisian rektum yang tidak sempurna terjadi bila peristaltik kolon tidak efektif, misalnya pada kasus-kasus
hipotiroidisme atau pemakaaian opium, dan bila ada obstruksi besar yang disebabkan oleh kelainan
struktur atau karena penyakit Hirschprung.
MEKANISME DEFEKASI
 Pada dasarnya rektum lebih banyak dalam keadaan kosong, disebabkan oleh adanya spinkter dan angulasi antara
kolon sigmoid dan rektum. Namun bila terjadi gerakan massa yang mendorong feses ke rektum, rasa ingin buang air
besar (defekasi) akan timbul.

 Proses defekasi terjadi secara volunter dan involunter/refleks. Gerakan yang mendorong feses ke anus
terhambat oleh adanya konstriksi tonik dari spinkter ani interna dan spinkter ani eksterna. Spinkter ani
eksterna berada di bawah kesadaran karena merupakan otot rangka dan diinervasi oleh saraf somatik yaitu
nervus pudendus

 Diawali oleh refleks defekasi yang terjadi sebagai berikut : saat feses memasuki rektum, distensi dinding rektum
menimbulkan refleks rektospinkter yang mengirim sinyal dan menyebar sepanjang pleksus mienterikus dan memulai
terjadinya gelombang peristaltik pada kolon desendens, kolon sigmoid, dan rektum, sehingga feses terdorong ke
anus.
 Setelah gelombang peristaltik mencapai anus, spiknter ani interna berelaksasi oleh adanya sinyal yang
menghambat dari pleksus mienterikus; dan bila saat itu spinkter ani eksterna relaksasi secara sadar maka
terjadilah defekasi.

 Kontraksi otot abdomen dan diafragma dapat membantu mendorong feses ke arah anus oleh karena
peningkatan tekanan intra abdominal.
 Defekasi dapat ditahan bila secara sadar kita kontraksikan spinkter ani eksterna yang berakibat tertutupnya
spinkter ani interna dan relaksasi dari rektum.

RED CURRANT JELLY STOOL

9. Why can be found abdominal distention, bowel movement increasing, and metallic sound and hypertympany to
percussion?
10. Why from RT found pseudo portio and blood on the glove?
11. How to diagnosis the case of scenario?
Untuk menegakkan diagnosis intususepsi didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium dan radiologi.

ANAMNESIS
Gejala klinis yang menonjol dari intususepsi adalah suatu trias gejala yang terdiri dari :

1. Nyeri perut yang datangnya secara tiba-tiba, nyeri bersifat hilang timbul. Nyeri menghilang selama 10-20
menit, kemudian timbul lagi serangan baru.

2. Teraba massa tumor di perut bentuk curved sausage pada bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah, kiri
bawah atau kiri atas.

3. Buang air besar campur darah dan lendir yang disebut red currant jelly stool.

Bila penderita terlambat memeriksakan diri, maka sukar untuk meraba adanya tumor, oleh karena itu untuk
kepentingan diagnosis harus berpegang kepada gejala trias intususepsi. Mengingat intususepsi sering terjadi pada
anak berumur di bawah satu tahun, sedangkan penyakit disentri umumnya terjadi pada anak-anak yang mulai
berjalan dan mulai bermain sendiri maka apabila ada pasien datang berumur di bawah satu tahun, sakit perut
yang bersifat kolik sehingga anak menjadi rewel sepanjang hari/malam, ada muntah, buang air besar campur
darah dan lendir maka pikirkanlah kemungkinan intususepsi.

The Brighton Collaboration Intussuseption Working Group mendirikan sebuah diagnosis klinis menggunakan
campuran dari kriteria minor dan mayor. Strasifikasi ini membantu untuk membuat keputusan berdasarkan tiga
level dari pembuktian untuk membuktikan apakah kasus tersebut adalah intususepsi.

KRITERIA MAYOR
1. Adanya bukti dari obstruksi usus berupa adanya riwayat muntah hijau, diikuti dengan distensi abdomen dan
bising usus yang abnormal atau tidak ada sama sekali.

2. Adanya gambaran dari invaginasi usus, dimana setidaknya tercakup hal-hal berikut ini: massa abdomen,
massa rectum atau prolaps rectum, terlihat pada gambaran foto abdomen, USG maupun CT Scan.

3. Bukti adanya gangguan vaskularisasi usus dengan manifestasi perdarahan rectum atau gambaran feses “red
currant jelly” pada pemeriksaan “Rectal Toucher“.

KRITERIA MINOR

 Bayi laki-laki kurang dari 1 tahun


 Nyeri abdomen
 Muntah
 Lethargy
 Pucat
 Syok hipovolemi
 Foto abdomen yang menunjukkan abnormalitas tidak spesifik.

Berikut ini adalah pengelompokkan berdasarkan tingkat pembuktian, yaitu :

1. LEVEL 1 – DEFINITE (DITEMUKANNYA SATU KRITERIA DI BAWAH INI)

1. Kriteria Pembedahan – Invaginasi usus yang ditemukan saat pembedahan

2. Kriteria Radiologi – Air enema atau liquid contrast enema menunjukkan invaginasi dengan manifestasi spesifik
yang bisa dibuktikan dapat direduksi oleh enema tersebut.

3. Kriteria Autopsi – Invagination dari usus

2. LEVEL 2 – PROBABLE (SALAH SATU KRITERIA DI BAWAH)

1. Dua kriteria mayor

2. Satu kriteria mayor dan tiga kriteria minor

3. LEVEL 3 – POSSIBLE

Empat atau lebih kriteria minor

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Meskipun hasil laboratorium tidak spesifik untuk menegakkan diagnosis intususepsi, sebagai proses dari
progresivitas, akan didapatkan abnormalitas elektrolit yang berhubungan dengan dehidrasi, anemia dan atau
peningkatan jumlah leukosit (leukositosis >10.000/mm3).
2. PEMERIKSAAN RADIOLOGI

1. Foto polos abdomen


Didapatkan distribusi udara di dalam usus tidak merata, usus terdesak ke kiri atas, bila telah lanjut terlihat tanda-
tanda obstruksi usus dengan gambaran “air fluid level”. Dapat terlihat “free air” bila terjadi perforasi.

Literatur lain menyebutkan bahwa foto polos hanya memiliki akurasi diagnostik 45% untuk menegakkan
diagnosis intususepsi sehingga penggunaannya tidak diindikasikan jika ada fasilitas USG.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hooker et al tahun 2008 dalam Radiographic Evaluation of
Intussusception, tampilan foto polos abdomen dengan posisi left side down decubitus meningkatkan
kemampuan untuk diagnosis atau menyingkirkan intususepsi.

3. BARIUM ENEMA
Dikerjakan untuk tujuan diagnosis dan terapi, untuk diagnosis dikerjakan bila gejala-gejala klinik
meragukan. Pada barium enema akan tampak gambaran cupping, coiled spring appearance.

4. ULTRASONOGRAFI ABDOMEN
Penggunaan USG abdomen untuk evaluasi intususepsi pertama kali digambarkan pada tahun 1977. Sejak
itu, banyak institusi yang mengadopsi penggunaannya sebagai alat skrining karena tidak adanya paparan
radiasi dan rendah biaya. Intususepsi biasanya ditemukan di sisi kanan abdomen..

Pada tampilan transversal USG, tampak konfigurasi usus berbentuk ‘target’ atau ‘donat’ yang terdiri dari
dua cincin echogenisitas rendah yang dipisahkan oleh cincin hiperekoik, tidak ada gerakan pada donat
tersebut dan ketebalan tepi lebih dari 0,6 cm. Ketebalan tepi luar lebih dari 1,6 cm menunjukkan perlunya
intervensi pembedahan. Pada tampilan logitudinal tampak pseudokidney sign yang timbul sebagai
tumpukan lapisan hipoekoik dan hiperekoik .

Pemeriksaan USG selain sebagai diagnostik, juga dapat digunakan untuk membantu mendiferensiasikan
tipe dari intususepsi. Park et al (2007) melaporkan bahwa intususepsi transien dari usus kecil lebih sering
terlokalisir pada kuadran kanan bawah atau region periumbilikal, memiliki diameter anteroposterior yang
lebih kecil (1,38 cm vs 2,53 cm), memiliki garis luar yang lebih tipis (0,26 cm vs 0,53 cm), dan tidak memiliki
nodus limfatikus, dimana berbanding terbalik dengan intususepsi ileocolic.

Sebuah studi oleh Munden et al (2007) mendukung penemuan ini, dengan diameter anteroposterior rata-
rata adalah 1,5 cm pada intususepsi ileoileal dan 3,7 cm pada intususepsi ileocolic dan panjang rata-
ratanya berkisar 2,5 cm dan 8,2 cm secara respektif.
5. CT SCAN
Intususepsi yang digambarkan pada CT scan merupakan gambaran klasik seperti pada USG yaitu target sign.
Intususepsi temporer dari usus halus dapat terlihat pada CT maupun USG, dimana sebagian besar kasus ini
secara klinis tidak signifikan.

12. What the Diagnosis and DD of scenario ?


DX :OBSTRUKSI ILEUS ET CAUSA INTUSUSEPSI

DD
1. Gastroenteritis
bila diikuti dengan intususepsi dapat ditandai jika dijumpai perubahan rasa sakit, muntah dan perdarahan.

2. Divertikulum Meckel
dengan perdarahan, biasanya tidak ada rasa nyeri.

3. Disentri amoeba
disini diare mengandung lendir dan darah, serta adanya obstipasi, bila disentri berat disertai adanya nyeri di
perut, tenesmus dan demam.

4. Enterokolitis
tidak dijumpai adanya nyeri di perut yang hebat.

5. Prolapsus recti atau Rectal prolapse


dimana biasanya terjadi berulang kali dan pada colok dubur didapati hubungan antara mukosa dengan kulit
perianal, sedangkan pada intususepsi didapati adanya celah.

13. What the pathophysiology and pathogenesis of ileus obstructif and intususeption scenario ?
 Patogenesis dari intususepsi diyakini akibat sekunder dari ketidakseimbangan pada dorongan longitudinal
sepanjang dinding intestinal. Ketidakseimbangan ini dapat disebabkan oleh adanya massa yang bertindak
sebagai “lead point” atau oleh pola yang tidak teratur dari peristalsis (contohnya, ileus pasca operasi).

 Gangguan elektrolit berhubungan dengan berbagai masalah kesehatan yang dapat mengakibatkan motilitas
intestinal yang abnormal, dan mengarah pada terjadinya invaginasi.

 Beberapa penelitian terbaru pada binatang menunjukkan pelepasan nitrit oksida pada usus, suatu
neurotransmitter penghambat, menyebabkan relaksasi dari katub ileocaecal dan mempredisposisi
intususepsi ileocaecal.

 Penelitian lain telah mendemonstrasikan bahwa penggunaan dari beberapa antibiotik tertentu dapat
menyebabkan hiperplasia limfoid ileal dan dismotilitas intestinal dengan intususepsi.

 Sebagai hasil dari ketidakseimbangan, area dari dinding usus terinvaginasi ke dalam lumen.

 Proses ini terus berjalan, dengan diikuti area proximal dari intestinal, dan mengakibatkan intususeptum
berproses sepanjang lumen dari intususipiens. Apabila terjadi obstruksi sistem limfatik dan vena
mesenterial, akibat penyakit berjalan progresif dimana ileum dan mesenterium masuk ke dalam caecum
dan colon, akan dijumpai mukosa intussusseptum menjadi oedem dan kaku. Mengakibatkan obstruksi yang
pada akhirnya akan dijumpai keadaan strangulasi dan perforasi usus.

 Pembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit mengakibatkan gangguan venous return sehingga
terjadi kongesti, oedem, hiperfungsi goblet sel serta laserasi mukosa usus. Hal inilah yang mendasari
terjadinya salah satu manifestasi klinis intususepsi yaitu BAB darah lendir yang disebut juga red currant jelly
stool.

14. What are the etiology of the cases?


ETIOLOGI OBSTRUKSI USUS
1) Perlekatan usus atau adhesi, dimana pita fibrosis dari jaringan ikat menjepit usus.
2) Jaringan parut karena ulkus, pembedahan terdahulu atau penyakit crohn.
3) Hernia inkarserata, usus terjepit di dalam pintu hernia.
4) Neoplasma
5) Intususepsi
6) Volvulus
7) Benda asing, kumpulan cacing askaris
8) Batu empedu yang masuk ke usus melalui fistula kolesisenterik.
9) Penyakit radang usus, striktur, fibrokistik, dan hematoma.
(mansjoer, 2000)

ETIOLOGI INTUSUSEPSI
Etiologi dari intususepsi terbagi menjadi 2, yaitu idiopatik dan kausal.
1. IDIOPATIK
Menurut kepustakaan, 90-95 % intususepsi pada anak di bawah umur satu tahun tidak dijumpai penyebab
yang spesifik sehingga digolongkan sebagai “infantile idiophatic intussusceptions”. Kepustakaan lain
menyebutkan di Asia, etiologi idiopatik dari intususepsi berkisar antara 42-100%.

Definisi dari istilah intususepsi ‘idiopatik’ bervariasi di antara penelitian terkait intususepsi. Sebagian
besar peneliti menggunakan istilah ‘idiopatik’ untuk menggambarkan kasus dimana tidak ada
abnormalitas spesifik dari usus yang diketahui dapat menyebabkan intususepsi seperti diverticulum
meckel atau polip yang dapat diidentifikasi saat pembedahan. Dalam kasus idiopatik, pemeriksaan yang
teliti dapat mengungkapkan hipertrofi jaringan limfoid mural (Peyer patch), yang disebabkan oleh infeksi
adenovirus atau rotavirus.

Intususepsi idiopatik memiliki etiologi yang tidak jelas. Salah satu teori untuk menjelaskan kemungkinan
etiologi intususepsi idiopatik adalah bahwa hal itu terjadi karena Peyer patch yang membesar; hipotesis
ini berasal dari 3 pengamatan:
(1) penyakit ini sering didahului oleh infeksi saluran pernapasan atas
(2) wilayah ileokolika memiliki konsentrasi tertinggi dari kelenjar getah bening di mesenterium
(3) pembesaran kelenjar getah bening sering dijumpai pada pasien yang memerlukan operasi.
Apakah Peyer patch yang membesar adalah reaksi terhadap intususepsi atau sebagai penyebab
intususepsi, masih tidak jelas.

2. KAUSAL
Pada penderita intususepsi yang lebih besar (lebih dua tahun), adanya kelainan usus dapat menjadi
penyebab intususepsi atau “lead point” seperti: inverted Meckel’s diverticulum, polip usus, leiomioma,
leiosarkoma, hemangioma, blue rubber blep nevi, lymphoma dan duplikasi usus. Divertikulum Meckel
adalah penyebab paling utama, diikuti dengan polip seperti peutz-jeghers syndrome, dan duplikasi
intestinal. Lead point lain diantaranya lymphangiectasias, perdarahan submukosa dengan Henoch-
Schönlein purpura, trichobezoarsdengan Rapunzel syndrome, caseating granulomas yang berhubungan
dengan tuberkulosis abdominal.
Lymphosarcoma sering dijumpai sebagai penyebab intususepsi pada anak yang berusia di atas enam
tahun. Intususepsi dapat juga terjadi setelah laparotomi, yang biasanya timbul setelah dua minggu pasca
bedah, hal ini terjadi akibat gangguan peristaltik usus, disebabkan manipulasi usus yang kasar dan lama,
diseksi retroperitoneal yang luas dan hipoksia lokal.

15. What are the clinical manifestion of scenario?


16. How to treat the case of the scenario?

AKUT ABDOMEN : suatu keadaan akut pd abdomen yang perlu penangan operasi segera, jika tidak dioperasi akan
terjadi kematian

Pada bayi maupun anak yang dicurigai intususepsi atau invaginasi, penatalaksanaan lini pertama sangat penting
dilakukan untuk mencegah komplikasi yang lebih lanjut. Selang lambung (Nasogastric tube) harus dipasang sebagai
tindakan kompresi pada pasien dengan distensi abdomen sehingga bisa dievaluasi produksi cairannya. Setelah itu,
rehidrasi cairan yang adekuat dilakukan untuk menghindari kondisi dehidrasi dan pemasangan selang catheter untuk
memantau ouput dari cairan. Pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit darah dapat dilakukan.

“Pneumatic” atau kontras enema masih menjadi pilihan utama untuk diagnosa maupun terapi reduksi lini pertama
pada intususepsi di banyak pusat kesehatan. Namun untuk meminimalisir komplikasi, tindakan ini harus dilakukan
dengan memperhatikan beberapa panduan. Salah satunya adalah menyingkirkan kemungkinan adanya peritonitis,
perforasi ataupun gangrene pada usus. Semakin lama riwayat perjalanan penyakitnya, semakin besar kemungkinan
kegagalan dari terapi reduksi tersebut.

1. TINDAKAN NON OPERATIF


 Hydrostatic Reduction
Metode reduksi hidrostatik tidak mengalami perubahan signifikan sejak dideskripsikan pertama kali pada
tahun 1876. Meskipun reduksi hidrostatik dengan menggunakan barium di bawah panduan fluoroskopi telah
menjadi metode yang dikenal sejak pertengahan 1980-an, kebanyakan pusat pediatrik menggunakan
kontras cairan saline (isootonik) karena barium memiliki potensi peritonitis yang berbahaya pada perforasi
intestinal.

Berikut ini adalah tahapan pelaksanaannya :


1. Masukkan kateter yang telah dilubrikasi ke dalam rectum dan difiksasi kuat diantara pertengahan
bokong.

2. Pengembangan balon kateter kebanyakan dihindari oleh para radiologis sehubungan dengan risiko
perforasi dan obstruksi loop tertutup.

3. Pelaksanaannya memperhatikan “Rule of three” yang terdiri atas :


(1) reduksi hidrostatik dilakukan setinggi 3 kaki di atas pasien
(2) tidak boleh lebih dari 3 kali percobaan
(3) tiap percobaan masing-masing tidak boleh lebih dari 3 menit.

4. Pengisian dari usus dipantau dengan fluoroskopi dan tekanan hidrostatik konstan dipertahankan
sepanjang reduksi berlangsung.

5. Reduksi hidrostatik telah sempurna jika media kontras mengalir bebas melalui katup ileocaecal ke ileum
terminal. Reduksi berhasil pada rentang 45-95% dengan kasus tanpa komplikasi.

Selain penggunaan fluoroskopi sebagai pemandu, saat ini juga dikenal reduksi menggunakan air (dilusi antara
air dan kontras soluble dengan perbandingan 9:1) dengan panduan USG. Keberhasilannya mencapai 90%,
namun sangat tergantung pada kemampuan expertise USG dari pelakunya.

Teknik non pembedahan ini memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan reduksi secara operatif.
Diantaranya yaitu : penurunan angka morbiditas, biaya, dan waktu perawatan di rumah sakit.
 Pneumatic Reduction
Reduksi udara pada intususepsi pertama kali diperkenalkan pada tahun 1897 dan cara tersebut telah
diadopsi secara luas hingga akhir tahun 1980. Prosedur ini dimonitor secara fluroskopi sejak udara
dimasukkan ke dalam rectum. Tekanan udara maksimum yang aman adalah 80 mmHg untuk bayi dan 110-
120 mmHg untuk anak. Penganut dari model reduksi ini meyakini bahwa metode ini lebih cepat, lebih aman
dan menurunkan waktu paparan dari radiasi. Pengukuran tekanan yang akurat dapat dilakukan, dan tingkat
reduksi lebih tinggi daripada reduksi hidrostatik. Berikut ini adalah langkah-langkah pemeriksaannya :

1) Sebuah kateter yang telah dilubrikasi ditempatkan ke dalam rectum dan direkatkan dengan kuat.

2) Sebuah manometer dan manset tekanan darah dihubungkan dengan kateter, dan udara dinaikkan
perlahan hingga mencapai tekanan 70-80 mmHg (maksimum 120 mmHg) dan diikuti dengan
fluoroskopi. Kolum udara akan berhenti pada bagian intususepsi, dan dilakukan sebuah foto polos.

3) Jika tidak terdapat intususepsi atau reduksinya berhasil, udara akan teramati melewati usus kecil dengan
cepat. Foto lain selanjutnya dibuat pada sesi ini, dan udara akan dikeluarkan duluan sebelum kateter
dilepas.

4) Untuk melengkapi prosedur ini, foto post reduksi (supine dan decubitus/upright views) harus dilakukan
untuk mengkonfirmasi ketiadaan udara bebas.

5) Reduksi yang sulit membutuhkan beberapa usaha lebih. Penggunaan glucagon (0.5 mg/kg) untuk
memfasilitasi relaksasi dari usus memiliki hasil yang beragam dan tidak rutin dikerjakan.

2. TINDAKAN OPERATIF
Apabila diagnosis intususepsi yang telah dikonfirmasi oleh x-ray, mengalami kegagalan dengan terapi reduksi
hidrostatik maupun pneumatik, ataupun ada bukti nyata akan peritonitis difusa, maka penanganan operatif
harus segera dilakukan.

Prosedur operatif:

 Insisi
1) Antibiotik intravena preoperatif profilaksis harus diberikan 30 menit sebelum insisi kulit.

2) Pasien diposisikan terlentang dan sayatan kulit sisi kanan perut melintang dibuat sedikit lebih rendah
daripada umbilikus (Gambar 12). Sayatan bisa dibuat sejajar, di bawah atau di atas umbilikus, tergantung
pada derajat intususepsi.

 Diseksi
Teknik pemisahan otot dimulai dari eksternal, obliqus internus, dan fascia transversalis.

1) Usus yang mengalami intususepsi secara hati-hati dijangkau dari luka operasi dan reduksi dilakukan
dengan lembut, meremas usus distal ke apex bersamaan dengan tarikan lembut dari usus proksimal
untuk membantu reduksi (Gambar 13). Traksi yang kuat atau menarik usus intususeptum dari intususipien
harus dihindari, karena ini dapat dengan mudah mengakibatkan cedera lebih lanjut pada usus besar.

2) Setelah reduksi, kondisi umum ileum terminal yang mengalami intususepsi harus dinilai dengan hati-hati
(Gambar 14).

Kadang-kadang, reseksi usus segmental diperlukan jika reduksi tidak dapat dicapai atau usus nekrotik
diidentifikasi setelah reduksi. Umumnya, ileum terminal yang direduksi muncul kehitaman dan menebal
pada palpasi. Penempatan spons yang hangat dan lembab selama beberapa menit dapat meningkatkan
perfusi jaringan lokal, sehingga, berpotensi menghindari reseksi bedah yang tidak perlu. Appendektomi
standar dilakukan jika dinding cecal berdekatan adalah normal (Gambar 15).

3) Menutup
4) Setelah reduksi dicapai atau reseksi dilakukan (jika diperlukan) dan hemostasis dipastikan, penutupan
fasia perut dilakukan di lapisan menggunakan benang absorbable 3-0.

5) Kulit reapproximated dengan jahitan subcuticular 5-0 yang diserap.

17. What are the complication of case?


Jawab :
Intususepsi dapat menyebabkan :
1) terjadinya obstruksi usus.
2) dehidrasi dan aspirasi dari emesis yang terjadi
3) Iskemia dan nekrosis usus dapat menyebabkan perforasi dan sepsis
4) Nekrosis yang signifikan pada usus dapat menyebabkan komplikasi yang berhubungan dengan “short bowel
syndrome”
5) Meskipun di terapi dengan reduksi operatif maupun radiografik, striktur dapat muncul dalam 4-8 minggu pada
usus yang terlibat

Emesis (muntah):suatu proses mengeluarkan isi lambung secara paksa melalui relaksasi otot/ sphincter esophagus
bagian dan terbukanya mulut atau semburan dengan paksa isi lambung melalui lambung

Short bowel syndrome: suatu kondisi di mana nutrisi tidak benar diserap (malabsorpsi) akibat penyakit usus yang
parah atau operasi pengangkatan sebagian besar usus kecil. Ketika sebagian usus kecil dihilangkan dengan
pembedahan, atau karena cacat yang terjadi sebelum lahir (cacat bawaan), kemungkinan permukaaan usus tidak
cukup luas untuk menyerap nutrisi makanan.

You might also like