You are on page 1of 10

INVENTARISASI BITUMEN PADAT DI DAERAH SAMPOLAWA,

KABUPATEN BUTON, PROPINSI SULAWESI TENGGARA

Oleh
S. M. Tobing
SUBDIT BATUBARA

ABSTRACT
The aims of the oil shale exploration in the Sampolawa area is to study the geological
condition, lithological sequences, the thickness and the distribution of the oil shale seams in the Winto
Formation. More specifically is to study the organic type of the rocks using petrographic analyses and
the oil content of the rocks by retorting analyses.
The results of the geological mapping and the bore hole data show that many of the oil shale
seams are only found in the Winto Formation. The thickness of the oil shale seams ranging from 0.05
– 1.48 m alternating with lime-siltstone and fine-grained lime-sandstone. Only four main oil shale
seams with the thickness more than one metre of which is the base of the oil shale rock resources
calculated.
Petrographic analyses show that all of the samples contain lamalginite (0.5 - 50%). The
maturity of the rocks seems to be immature where the vitrinite reflectance ranging from Rvmean
0.20% – 0.60%. However, the hydrocarbons found expelled not only from the out crops but also from
the oil shales core samples.It is believed that the Winto Formation is the oil shale-bearing rock
formation.
The oil content in the samples retorted range from 5 – 40 l/ton. The oil shale rock resources
calculated up to 100 m depth in the Winto Formation is approximately 4,510,136 ton, and the shale
oil content is 504,208 barrels.

SARI
Maksud dari eksplorasi bitumen padat di daerah Sampolawa, Kabupaten Buton, Provinsi
Sulawesi Tenggara adalah untuk mempelajari keadaan geologi, litologi, ketebalan lapisan bitumen
padat dan distribusi endapan bitumen padat pada Fm. Winto. Lebih khususnya adalah untuk
mengetahui kandungan organik secara petrografis dan kandungan minyak dalam bitumen padat
melalui analisis ‘retorting’.
Hasil pemetaan geologi dan data pemboran dangkal menunjukkan terdapat puluhan lapisan
bitumen padat di dalam Fm. Winto. Ketebalan lapisan-lapisan bitumen padat bervariasi dari 0,05 m –
1,48 m yang berselang-seling dengan batulanau gampingan dan batupasir halus gampingan. Hanya 4
(empat) lapisan utama yang mempunyai ketebalan lebih dari satu meter dan menjadi dasar
perhitungan sumber daya batuan.
Hasil analisa petrografi menunjukkan bahwa semua conto mengandung lamalginit (0,5% –
50%). Tingkat kematangan batuan menunjukkan ‘immature’ yang diperlihatkan oleh vitrinit reflektan
yaitu Rv mean 0,20 – 0,61%. Meskipun demikian, hidrokarbon ditemukan tidak hanya di singkapan
batuan akan tetapi juga pada inti bor. Oleh karena itu, Formasi Winto dipercaya sebagai formasi
pembawa bitumen padat.
Kandungan minyak dalam conto yang di’retorting’ berkisar dari 5 – 40 liter per ton batuan.
Sumber daya batuan bitumen padat sampai kedalaman 100 m yang terdapat dalam Fm. Winto adalah
sekitar 4.510.136 ton batuan dan sumber daya minyak serpih adalah sebesar 504.208 barrel.

Kolokium Hasil Lapangan – DIM, 2005 29-1


PENDAHULUAN Direktorat Inventarisasi Sumber Daya
Latar Belakang Mineral, Bandung.
Pemerintah Indonesia melalui
Direktorat Inventarisasi Sumber Daya KEADAAN GEOLOGI
Mineral, Direktorat Jenderal Geologi dan Daerah Buton telah dikenal sejak dulu
Sumber Daya Mineral, Departemen Energi sebagai daerah penghasil aspal alam yang
dan Sumber Daya Mineral, berupaya untuk terdapat di Indonesia. Subarnas, A., dkk.,
menginventarisasi energi alternatif seperti (2001) telah melakukan inventarisasi bitumen
bitumen padat yang tersebar di wilayah padat di daerah Pasarwajo. Suryana, A., dkk.,
Indonesia. (2002) melakukan pemetaaan endapan
Bitumen padat yang terdapat di Daerah bitumen padat di Buton Selatan menyebutkan
Sampolawa Kabupaten Buton, Propinsi bahwa bitumen padat terdapat tidak hanya
Sulawesi Tenggara dieksplorasi berdasarkan pada Fm. Winto tapi juga terdapat pada Fm.
informasi penyelidik terdahulu (Suryana, A., Sampolakosa dan Fm. Tondo berupa
2002). rembesan-rembesan aspal.
Bitumen padat didefinisikan sebagai
endapan minyak/hidrokarbon atau cairan Geologi Regional
seperti minyak berbentuk padat/semipadat Secara regional daerah inventarisasi
yang terbentuk secara natural di dalam media termasuk bagian dari Peta Geologi Lembar
porous atau rekahan batuan. Bitumen padat Buton, Sulawesi Tenggara (Sikumbang, N.,
juga dapat ditemukan di dalam batuan Sanyoto, P., Supandjono, R. J. B., dan Gafoer,
sedimen berbutir halus yang mengandung S., 1995).
material organik (oil shale) dan bila diproses
dengan cara pemanasan (retorting) akan Tatanan Tektonik
menghasilkan minyak Daerah inventarisasi termasuk bagian
dari Anjungan Tukangbesi - Buton, dimana
Maksud dan Tujuan para ahli berpendapat sering bersentuhan
Maksud dari inventarisasi endapan dengan Mandala Sulawesi Timur. Anjungan
bitumen padat ini adalah untuk mengetahui Tukangbesi - Buton dicirikan oleh kelompok
keadaan geologi formasi pembawa bitumen batuan sedimen pinggiran benua serta batuan
padat dengan melakukan pemboran dangkal. malihan berumur Permo-Karbon sebagai
Tujuannya adalah untuk mengetahui arah batuan alasnya. Mandala Sulawesi Timur
pelamparan, ketebalan, kuantitas dan tipe dicirikan oleh gabungan dari batuan
kandungan organik (maseral) dalam batuan ultramafik, mafik dan malihan.
bitumen padat. Tektonik yang terjadi di daerah Buton
dimulai sejak pra-Eosen, dimana pola
Lokasi tektoniknya sukar ditentukan disebabkan oleh
Daerah inventarisasi secara seluruh batuannya telah mengalami beberapa
administratif adalah wilayah pemerintahan kali perlipatan dan pensesaran.
Kecamatan Sampolawa, Kabupaten Buton, Gerak tektonik utama yang membentuk
Provinsi Sulawesi Tenggara. Secara geografis pola struktur hingga sekarang diperkirakan
terletak di dalam Lembar Peta No. 2210-33 terjadi pada Eosen - Oligosen yang
(Lembar Mambulu, Bakosurtanal skala 1 : membentuk struktur imbrikasi berarah
50.000), dengan batas koordinat antara Timurlaut – Baratdaya. Tektonik ini
122o30’00’’ - 122o 45’00’’ BT dan 05o30’00’’ - menyebabkan terjadinya sesar mendatar antara
05o45’00’’ LS (Gambar 1). Buton Utara dan Buton Tengah sepanjang
Bubu - Matewe yang diperkirakan
Metoda Penyelidikan berhubungan dengan sesar mendatar Palu -
Metoda penyelidikan yang dilakukan Koro. Kegiatan tektonik berikutnya terjadi
adalah pemboran dangkal dan pemetaan antara Pliosen – Plistosen yang
geologi/singkapan. mengakibatkan terlipatnya batuan pra-Pliosen.
Conto dianalisis dengan cara ‘retorting’ Kegiatan tektonik terakhir terjadi sejak
untuk mengetahui kandungan minyak di Plistosen dan masih berlangsung hingga saat
dalam batuan, dan petrografi organik untuk ini. Tektonik ini mengakibatkan terangkatnya
mengetahui jenis material organik, komposisi P. Buton dan P. Muna secara perlahan.
dan tingkat kematangan batuan.
Semua analisis batuan dilakukan di Stratigrafi Regional
Laboratorium Kimia dan Fisika Mineral,
Kolokium Hasil Lapangan – DIM, 2005 29-2
Daerah Buton disusun oleh kelompok
batuan Mesozoikum berumur Trias hingga Formasi Winto
Kapur Atas bahkan hingga Paleosen dan Formasi Winto, ciri litologi dari
kelompok batuan Kenozoikum berumur formasi ini terdiri atas perselingan serpih,
Tersier dan Kuarter. batugamping kalkarenit dan batupasir
Kelompok batuan Mesozoikum terdiri gampingan dengan lingkungan pengendapan
atas Fm. Winto, Fm. Ogena, Fm. Rumu dan neritik hingga laut dalam.
Fm. Tobelo. Kelompok batuan sedimen yang Formasi ini tersingkap utamanya akibat
termasuk batuan Kenozoikum kemudian sesar naik dimana batas bagian Baratdaya dan
menutupi sebagian besar P. Buton yang terdiri Timurlaut diperkirakan merupakan sesar
atas Fm. Tondo, Fm. Sampolakosa dan Fm. normal.
Wafulaka yang diendapkan pada Miosen Awal
hingga Pliosen Akhir – Plistosen (Gambar 2). Formasi Tondo
Formasi Tondo sebagian besar
Struktur Geologi Regional tersingkap di bagian selatan dan sedikit di
Peristiwa tektonik yang terjadi pada bagian utara yang dicirikan oleh perselingan
Anjungan Tukangbesi – Buton menyebabkan antara konglomerat, batupasir, batulanau dan
terjadinya struktur lipatan yang terdiri dari batulempung, serta di bagian bawah
antiklin dan sinklin, serta struktur sesar yang batugamping terumbu.
terdiri dari sesar naik, sesar normal dan sesar Anggota batugamping Fm. Tondo
geser mendatar. Umumnya struktur berarah dicirikan oleh batugamping terumbu,
Timurlaut – Baratdaya di Buton Selatan, mengandung banyak foraminifera bentos dan
kemudian berarah Utara – Selatan di Buton koral. Anggota ini menempati bagian paling
Tengah, dan Utara - Baratlaut hingga Selatan - bawah dari Fm. Tondo yang kemudian ditutup
Tenggara di Buton Utara. oleh konglomerat dan batupasir kerikilan.
Peristiwa tektonik yang terjadi
berulang-ulang menyebabkan batuan-batuan Formasi Sampolakosa
yang berumur lebih tua mengalami beberapa Formasi Sampolakosa terutama terdiri
kali aktifitas struktur, sehingga batuan tua atas napal dan batupasir gampingan dengan
umumnya ditemukan dengan kemiringan sisipan kalkarenit berlapis tipis. Napal
lapisan yang relatif tajam. berwarna abu-abu terang, kompak dan
umumnya masif sampai berlapis, dipisahkan
GEOLOGI DAERAH INVENTARISASI oleh sisipan tipis kalkarenit.
Daerah inventarisasi adalah wilayah Fm. Sampolakosa diendapkan pada
tersingkap dan terdapatnya Fm. Winto dan lingkungan neritik hingga batial, dengan umur
merupakan daerah berbukit-bukit yang Miosen Atas hingga Pliosen Bawah.
dikelilingi secara geologi oleh Fm. Tondo di
bagian barat dan utara; Fm. Sampolakosa di Endapan Aluvium
bagian utara – timur; dan Anggota Aluvium merupakan endapan termuda
Batugamping Fm. Tondo di bagian selatan. terdiri atas kerakal, kerikil, pasir dan lumpur
Morfologi sebagian besar dibentuk dan masih terus berlangsung hingga kini
oleh batugamping, batupasir gampingan, sebagai hasil dari pengikisan sungai-sungai.
batulempung, batuan serpih gampingan dan
konglomerat yang membentuk perbukitan Struktur Geologi
bergelombang. Hampir semua permukaan Fm. Struktur geologi umumnya merupakan
Winto di daerah inventarisasi tertutup oleh struktur antiklin dan sinklin serta beberapa
lapukan batuan formasi itu sendiri yang cukup struktur sesar yang terdiri atas sesar naik dan
tebal. sesar normal, serta sesar mendatar.
Struktur antiklin – sinklin berarah
Stratigrafi Baratdaya – Timurlaut hingga Utara – Selatan.
Satuan batuan tertua adalah Fm. Winto Struktur ini hampir mempengaruhi seluruh
berumur Trias, yang kemudian ditutup secara formasi dimana terlihat bahwa seluruh formasi
tidak selaras oleh satuan batuan yang berumur yang ada mengalami perlipatan dengan sudut
Tersier, yaitu: Anggota Batugamping Tondo, kemiringan lapisan batuan di bagian timur
kemudian di atasnya berturut-turut diendapkan relatif lebih terjal dibanding dengan di bagian
Fm. Tondo, Fm. Sampolakosa dan Endapan barat.
Aluvium. Stratigrafi daerah inventarisasi dapat Sesar mendatar umumnya dijumpai di
dilihat dalam Gambar 3. bagian selatan dan memotong Fm. Winto, Fm.
Kolokium Hasil Lapangan – DIM, 2005 29-3
Tondo dan Fm. Sampolakosa. Arah sesar yang mewakili lapisan batuan yang
mendatar umumnya tegak lurus terhadap bersangkutan.
sumbu lipatan yaitu Baratlaut – Tenggara. Hasil analisis petrografi menunjukkan
Sesar normal merupakan struktur yang bahwa semua conto batuan mengandung unsur
terbentuk paling akhir sebagai struktur organik (maseral) lamalginit yang menjadi ciri
patahan sekunder. khas bitumen padat (oil shale). Kandungan
lamalginit berkisar dari 0,5% - 50%.
HASIL PENYELIDIKAN Tingkat kematangan batuan
Geologi Endapan Bitumen Padat ditunjukkan oleh nilai vitrinit reflektan, yaitu
Dalam upaya mendapatkan data lebih Rv mean 0,20% – 0,61%.
rinci formasi batuan pembawa bitumen padat
(oil shale) dilakukan pemboran dangkal Interpretasi
singkapan bitumen padat dengan alat bor inti. Penyebaran lapisan batuan/formasi
Menurut penyelidik terdahulu (Suryana, A., pada Fm. Winto adalah Baratdaya –
2002) endapan bitumen padat di daerah Timurlaut. Interpretasi hasil data lapangan dan
Sampolawa terdapat dalam formasi batuan data pemboran, lapisan endapan bitumen
yang lebih tua (Fm. Winto). padat pada formasi juga mempunyai arah yang
sama. Arah umum kemiringan lapisan relatif
Endapan Bitumen Padat (Bentuk, Variasi ke arah Tenggara.
Lateral dan Vertikal) Lapisan bitumen padat umumnya
Selain singkapan-singkapan bitumen ditemukan berselang-seling dengan batulanau
padat, lapisan-lapisan endapan bitumen padat gampingan atau batupasir halus gampingan.
ditemukan dari hasil pemboran pada Fm. Semua conto lapisan bitumen padat (oil
Winto. Misalnya lokasi titik bor MBL-01 shale) menghasilkan minyak. Kandungan
dengan total kedalaman 26,95 m, sedikitnya minyak yang terdapat dalam lapisan bitumen
terdapat 24 lapisan bitumen padat dengan padat tersebut diinterpretasikan sebagai hasil
ketebalan mulai dari 0,10 – 1,20 m. Tiga dari material organik dalam batuan. Oleh
lapisan bitumen padat dalam titik bor ini yang karena conto batuan merupakan komposit,
agak tebal, masing-masing 1,12 m; 1,20 m; maka besar-kecilnya kandungan minyak
dan 1,05 m. Sedangkan lapisan bitumen padat dalam conto dipengaruhi oleh abundansi
pada singkapan hasil korelasi hanya satu kandungan organik (maseral) dan ketebalan
lapisan dengan ketebalan 1,20 – 1,48 m. lapisan.
Lapisan bitumen padat (oil shale) Hasil analisis petrografi menunjukkan
umumnya berupa batulempung lanauan bahwa semua conto yang mewakili lapisan-
menyerpih berselang-seling dengan batulanau lapisan mengandung lamalginit berkisar dari
gampingan yang padat dan keras. Arah 0,5 – 50%. Kandungan organik lain yang
sebaran lapisan mengikuti pola arah formasi ditemukan adalah kutinit, sporinit dan
Baratdaya – Timurlaut. liptodetrinit berkisar dari 0,1 – 2%. Sedangkan
kandungan organik yang tersebar dalam
Kadar dan Kualitas Bitumen Padat batuan (dispersed organic matter) berupa
Untuk mengetahui kandungan minyak maseral-maseral vitrinit, liptinit, inertinit dan
dilakukan analisa ‘retorting’ dan analisa turunannya sangat bervariasi, dari 0,5 – 50%.
petrografi untuk mengetahui material organik Fragmen-fragmen fosil jarang ditemukan
dalam batuan. hingga absen. Sedangkan kandungan oksida
besi dan pirit yang kenampakannya sangat
Analisa Retorting jelas juga banyak ditemukan berkisar dari 0,5
Hasil ‘retorting’ conto inti bor dan – 50%.
conto singkapan menunjukkan bahwa masing- Lamalginit adalah salah satu sub
masing conto inti bor mengandung minyak maseral dari alginit (berasal dari ganggang)
bervariasi dari 5 – 40 liter per ton batuan, yang menjadi ciri khas dari bitumen padat (oil
sedangkan kandungan minyak dalam conto shale) menurut Hutton, 1987. Oleh karena itu,
singkapan berkisar dari 20 – 40 liter per ton. lapisan-lapisan endapan bitumen padat dalam
Conto batuan yang dianalisis merupakan conto Fm. Winto dapat dikategorikan sebagai
komposit. bitumen padat (oil shale) dengan lingkungan
pengendapan dipengaruhi oleh marin. Kondisi
Analisa Petrografi ini juga terlihat dari banyaknya pirit yang
Semua conto yang dianalisi petrografi ditemukan dalam conto batuan.
adalah komposit dari masing-masing lapisan
Kolokium Hasil Lapangan – DIM, 2005 29-4
Tingkat kematangan batuan pada conto Berdasakan hasil peta sebaran bitumen
direfleksikan oleh nilai vitrinit reflektan padat (Gambar 4), daerah inventarisasi dibagi
berkisar dari Rv mean 0,20% – 0,61%, dan menjadi tiga blok perhitungan sumber daya
dapat disebut belum matang (immature). masing-masing Blok I dengan luas daerah
Rendahnya tingkat kematangan batuan dapat sekitar 126 Ha, Blok II dengan luas daerah
dipengaruhi oleh rendahnya ‘gradient sekitar 106 Ha dan Blok III dengan luas
geothermal’ formasi tersebut. Nilai vitrinit daerah sekitar 131 Ha. Total luas daerah
reflektan yang diberikan oleh conto-conto inventarisasi seluruhnya adalah 343 Ha.
batuan belum mewakili tingkat kematangan Hasil rekonstruksi yang dapat
batuan secara keseluruhan dalam Fm. Winto. dilakukan terdapat empat lapisan utama
Akan tetapi, ditemukannya rembesan minyak bitumen padat dengan ketebalan >1,0 m.
tidak hanya pada conto inti bor tapi juga di Sumber daya batuan lapisan bitumen padat
beberapa singkapan ditemukan lelehan (oil shale) dihitung berdasarkan beberapa
minyak/aspal yang juga menjadi indikator batasan sebagai berikut:
telah terjadi ‘hydrocarbon expulsion’ dari - Tebal lapisan adalah tebal rata-rata dari
batuan yang disebut bitumen padat (oil shale) seluruh bitumen padat yang termasuk dalam
dengan kata lain telah terjadi kematangan lapisan tersebut dan yang dihitung >1,0 m
organik pada kondisi dan kedalaman tertentu. - Penyebaran ke arah jurus tiap lapisan yang
Secara regional, distribusi Fm. Winto dapat dikorelasikan dibatasi sampai sejauh
tersebar hingga ke tengah dan ke bagian utara 1000 meter dari singkapan terakhir.
P. Buton. Di beberapa tempat, seperti di - Penyebaran ke arah kemiringan (lebar)
daerah-daerah Lawele Ereke, Kabungka, lapisan dibatasi sampai kedalaman 100 m
Kapontori dan Lasalimu (Suryana, 2003; dihitung tegak lurus dari permukaan
Subarnas, 2001; Triyono, 2004), ditemukan singkapan, sehingga lebar singkapan
singkapan-singkapan berupa rembesan- adalah: L = 100 sin α, dimana α adalah
rembesan minyak, baik berupa cairan kental sudut kemiringan lapisan bitumen padat.
maupun berupa batu aspal (cairan minyak
merembes dan meresap ke dalam lapisan Sehingga sumber daya bitumen padat
batuan-batuan, umumnya pada batuan-batuan pada Blok I = 1.406.148 ton batuan; Blok II =
yang berumur lebih muda seperti pada Fm. 1.316.987,2 ton batuan; dan Blok III =
Tondo dan Fm. Sampolakosa. 1.787.000,32 ton batuan.
Dapat ditambahkan bahwa hasil Total sumber daya dari daerah
analisis petrografi conto bitumen padat dari inventarisasi hingga kedalaman 100 m adalah
singkapan Fm. Winto dari daerah Kalisusu, P. 4510136,32 ton batuan dan sumber daya
Buton bagian Utara (Kab. Muna) (Triyono, minyak serpih sebesar 504208,11 barrel.
2004) juga menunjukkan hasil petrografi dan
hasil ‘retorting’ relatif sama dengan di daerah KESIMPULAN
Sampolawa. Oleh karena itu, dapat Hasil inventarisasi endapan bitumen
diperkirakan bahwa semua Fm. Winto di P. padat di daerah Sampolawa dapat diambil
Buton mempunyai karakter yang relatif sama. beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Selain endapan bitumen padat berupa 1. Endapan bitumen padat merupakan
lapisan-lapisan yang terdapat dalam Fm. lapisan-lapisan serpih dengan ketebalan
Winto, ditemukan juga endapan bitumen padat bervariasi dari 0,05 m – 1,48 m.
berupa aspal di daerah Desa Rongi (Timurlaut 2. Formasi pembawa bitumen padat adalah
daerah inventarisasi) pada lapisan batupasir Fm. Winto dan lapisan batupasir
gampingan (Fm. Sampolakosa). Ketebalan gampingan pada Fm. Sampolakosa
lapisan batupasir gampingan ini mencapai bertindak sebagai ‘reservoir aspal’.
lebih dari 10 meter dengan arah penyebaran 3. Arah sebaran endapan bitumen padat
hampir Baratdaya - Timurlaut. adalah Baratdaya - Timurlaut sesuai
Terdapatnya aspal dalam batuan dengan arah penyebaran formasi
merupakan endapan sekunder hidrokarbon pembawa batuannya.
yang diduga sumbernya adalah Fm. Winto, 4. Kandungan minyak hasil ‘retorting’
sehingga aspal yang terdapat dalam Fm. dalam conto batuan berkisar dari 5 – 40
Sampolakosa atau batuan formasi lain di P. l/ton batuan.
Buton layak disebut sebagai batuan kaya 5. Hasil analisis petrografi menunjukkan
bitumen (reservoir). bahwa alginit/lamalginit terdapat pada
semua conto dengan volume antara 0,5%
Sumber Daya Bitumen Padat - 50%.
Kolokium Hasil Lapangan – DIM, 2005 29-5
6. Nilai vitrinit reflektan berkisar dari Rv Occurrence. Second Revised and
mean 0,20% - 0,60% menunjukkan enlarged edition. Springer – Verlag,
bahwa batuan masih dalam tingkat Berlin. 699 pp.
‘immature’. Triyono, U., (2004). Laporan pemetaan
7. Sumber daya bitumen padat (oil shale) endapan bitumen padat di daerah
yang terdapat di daerah Sampolawa dan Kalisusu, Kab. Muna, Prop. Sulawesi
sekitarnya adalah sebesar 4.510.136,32 Tenggara. Dit. Inventarisasi Sumber
ton batuan, setara dengan 504208,11 Daya Mineral, Bandung.
barrel minyak mentah. Yen, The Fu., and Chilingarian (1976), Oil
Shale, Development in Petroleum
DAFTAR PUSTAKA Science, 5. Elsevier Science
Publishing Company, Amsterdam –
Cornelius, G. D., (1984). Classification of
Oxford.
natural bitumen, a physical and
chemical approach. In, Meyer, R. F.,
(Ed.). Exploration for Heavy Crude
Oil and Natural Bitumen. AAPG
Studies in Geology # 25. pp. 165 –
174.
Hunt, J. M., (1984). Primary and secondary
migration of oil. In, Meyer, R. F.,
(Ed.). Exploration for Heavy Crude
Oil and Natural Bitumen. AAPG
Studies in Geology # 25. pp. 345 –
349.
Hutton, A. C., (1987). Petrographic
Classification of Oil Shales.
International Journal of Coal
Geology, 8, pp. 203 – 231.
Sikumbang, N., Sanyoto, P., Supandjono, R. J.
B. dan Gafoer, S., (1995), Peta
Geologi Lembar Buton, Sulawesi
Tenggara skala 1 : 250.000. Pusat
Penelitian Dan Pengembangan
Geologi.
Subarnas, A., (2001). Laporan Inventarisasi
Pendahuluan Endapan Bitumen Padat
Di Daerah Pasar Wajo dan
Sekitarnya, Kab. Buton, Provinsi
Sulawesi Tenggara (Lembar Peta:
2210-62). Direktorat Inventaisasi
Sumber Daya Mineral, Bandung.
Suryana, A. (2002). Laporan Inventarisasi
Endapan Bitumen Padat di Daerah
Sampolawa dan sekitarnya,
Kabupaten Buton, Propinsi Sulawesi
Tenggara (Lembar Peta: 2210-33).
Direktorat Inventaisasi Sumber Daya
Mineral, Bandung.
Suryana, A. (2003). Laporan Inventarisasi
Endapan Bitumen Padat dengan
‘Outcrop Drilling’ di Daerah Buton
Selatan, Kabupaten Buton, Provinsi
Sulawesi Tenggara. Direktorat
Inventarisasi Sumber Daya Mineral,
Bandung.
Tissot, B. P., and Welte, D. H., (1984).
Petroleum Formation and
Kolokium Hasil Lapangan – DIM, 2005 29-6
Gambar 1. Peta Lokasi Daerah Inventarisasi Daerah Sampolawa dan Sekitarnya

Kolokium Hasil Lapangan – DIM, 2005 29-7


ZAMAN 10 6
BUTON BURU SERAM
PERIODE TH S N C W E
HOLOSEN aluvial aluvial aluvial
PLEISTOSEN r e e f r e e f r e e f
PLIOSEN SAMPOLAKOSA TUFA
5.5
KENOZOIKUM FOLDING
TONDO
MIOSEN
TERSIER
22.5
DIASTROPISME
OLIGOSEN

36

WANI ?
EOSEN
FOLDING FOLDING
55

PALEOSEN
65

TOBELO MITING

KAPUR

? ? ?
MESOZOIKUM

130

KARTINA
RUMU
SASIFU KE
AC
? W
MEFA EY
GR
?
JURA

OGENA No data No data

195

TRIAS
DIASTROPISME
225

METAMORPHIK
PALEOZOIKUM (S C H I S T, P H Y L L I T E)

Serpih, Napal Batupasir, Konglomerat Karbonat

Gambar 2. Stratigrafi Regional Daerah Inventarisasi

Kolokium Hasil Lapangan – DIM, 2005 29-8


Gambar 3. Susunan Stratigrafi Daerah Inventarisasi

UMUR FORMASI PEMERIAN LITOLOGI

RESENT ALUVIUM Pasir, kerikil, kerakal, lumpur.

PLIOSEN

SAMPOLAKOSA Napal, abu-abu terang, masif, sisipan kalkarenit, kuning


kecoklatan. Batugamping pasiran, halus, coklat kehitaman,
kompak - keras, mengandung aspal/bitumen.
AKHIR

Batupasir berlapis tebal, abu-abu terang - kehitamam,


TENGAH sebagian mengandung rembesan aspal, berselingan dengan
TONDO
batulanau dan batulempung, abu-abu gelap.
Konglomerat, abu-abu gelap, terdiri dari batugamping,
MIOSEN

batuan beku, kerikil-kerakal.

AWAL
Anggota Batugamping terumbu, abu-abu kekuningan, mengandung
BATUGAMPING banyak foraminifera.
Fm. TONDO

Perselingan serpih, batugamping kalkarenit dan batupasir


TRIAS AKHIR Fm. WINTO halus gampingan dengan lingkungan pengendapan neritik
hingga laut dalam.

Kolokium Hasil Lapangan – DIM, 2005 29-9


Gambar 4. Peta Geologi dan Sebaran Endapan Bitumen Padat Daerah Inventarisasi

Kolokium Hasil Lapangan – DIM, 2005 29-10

You might also like