You are on page 1of 14

PENDEKATAN EKOLOGI DALAM PERMUKIMAN KUNO

SITUS DORO MANTO


Ecological Approaches in Ancient Settlement of Doro Manto Site

Nyoman Rema dan Syafrudin


Balai Arkeologi Bali, Dinas Lingkungan Hidup Kab. Dompu
Jl. Raya Sesetan No. 80 Denpasar, 80223 - Jl. Sultan Hasanuddin No. 49
Kel. Karijawa Dompu, NTB
Email: nyomanrema@yahoo.co.id; syafrudindompu@gmail.com

Naskah diterima: 11-02-2019; direvisi: 24-03-2019; disetujui: 30-04-2019

Abstract
The Doro Manto site located in Hu’u District, Dompu Regency, West Nusa Tenggara. It has a
perfected settlement culture that needs to be revealed. This study aims to find out the ancient
settlements at Doro Manto Site through traces that are still found today. This research is qualitative
research with an ecological approach. The data of this study were collected through literature
studies and direct observation at Doro Manto Site. After the data is collected, it is analyzed and
concluded. The results of this study are in the form of the spread of pottery sherds and stone holes
located at the top of Doro Manto; throne of ncuhi on the slope; stone shower, stone stairs, hollow
stones with a platform above it, grave with a cover in the form of a large stone and ‘batu gong’
as grave goods. There are also findings of ceramics and Chinese coin at the base of Doro Manto;
rice fields and rivers downstream. Based on the results of these studies it can be seen that the
Doro Manto Site is an ancient settlement site that utilizes high hills, with the application of local
genius leka dana.
Keywords: ancient settlements, doro manto, ncuhi, leka dana.

Abstrak
Situs Doro Manto terletak di Kecamatan Hu,u, Kabupaten Dompu, Nusa Tengara Barat, memiliki
budaya permukiman yang adiluhung yang perlu diungkap. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui permukiman kuno yang ada di Situs Doro Manto melalui jejak-jejak yang masih
ditemukan saat ini. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan pendekatan ekologi. Data
penelitian ini dikumpulkan melalui studi pustaka dan observasi langsung di Situs Doro Manto.
Setelah data terkumpul, kemudian dianalisis dan disimpulkan. Hasil penelitian ini berupa sebaran
kereweng dan lubang-lubang batu yang terletak di puncak Doro Manto; tahta ncuhi di lereng;
pancuran batu, batu tangga, batu berlubang dengan tonjolan di atasnya, kubur dengan penutup
berupa batu besar dan batu gong dengan bekal kubur, terdapat pula temuan keramik dan uang
kepeng di pangkal Doro Manto; areal persawahan dan sungai pada bagian hilir. Berdasarkan
hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa Situs Doro Manto merupakan situs permukiman
kuno masa ncuhi yang memanfaatkan bukit tinggi, dengan penerapan lokal genius leka dana.
Kata kunci: permukiman kuno, doro manto, ncuhi, leka dana.

Pendekatan Ekologi dalam Permukiman Kuno Situs Doro Manto 25


Nyoman Rema dan Syafrudin
PENDAHULUAN terbentuk sebuah institusi pemerintahan. Salah
Pulau Sumbawa yang luasnya lebih satu tempat yang disebutkan adalah Dompo
dari 14.000 km2 merupakan pulau terbesar di (Utomo 2018, 7-8). Soeryanto menyatakan
Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis bahwa sebelum Dompo (Dompu sekarang)
pulau ini berada di sebelah utara berbatasan mendapatkan pengaruh Hindu-Buddha sesuai
dengan Laut Flores, di sebelah timur berbatasan dengan catatan sejarah Dompu yang disebut
dengan Selat Sape, di sebelah tenggara Bo Sangajikai daerah Dompu dipimpin oleh
berbatasan dengan Selat Sumba, di sebelah tetua adat atau kepala suku yang disebut ncuhi,
selatan berbatasan dengan Samu­dera Indonesia, terdapat 5 Ncuhi yakni Ncuhi Hu’u, Daha,
dan di sebelah barat berbatasan dengan Selat Saneo, Nowa, dan Tonda yang masih menganut
Alas; hampir 2/3 dari wilayahnya meru­pakan kepercayaan anemisme (2013, 5). Masing-
rangkaian pegunungan dan gunung api yang masing Ncuhi tersebut mempunyai daerah
berketinggian se­kitar 700–2.821 meter di atas kekuasaannya, salah satunya Ncuhi Hu’u yang
permukaan laut dengan Gunung Tambora berkuasa di Hu’u.
merupakan gunung tertinggi. Sumbawa sudah Daerah Hu’u secara umum
menginjak masa sejarah pada sekitar abad memperlihatkan kondisi dataran rendah,
ke-7 Masehi. Hal ini mungkin disebabkan dan dataran bergelombang. Sejarah geologi
karena belum ditemukannya tinggalan budaya kawasan Huu di mulai pada kala Miosen yang
dari masa sebelum abad ke-7 Masehi. Namun merupakan suatu cekungan tempat terendapkan
demikian, ada petunjuk bahwa ada sekelompok breksi vulkanik, tufa dan andesit yang Setelah
masyarakat yang masih menganut tradisi kala Miosen terjadi suatu rumpang waktu
megalitik di Dompu. Boleh jadi tradisi megalit atau ketidakselarasan (unconformity), dan
ini waktunya bersamaan dengan masa kehadiran terendapkan batugamping terumbu pada kala
pengaruh kebudayaan India yang ditandai Holosen, selanjutnya terendapkan alluvial
dengan atribut pemujaan ajaran Buddha di Situs sebagai hasil pelapukan batuan penyusun
Wadu Pa’a (Utomo 2018, 1). Kawasan Huu pada kala Holosen. Jenis batuan
Sumbawa pada masa pengaruh budaya yang ada di Situs Doro Manto terdiri atas
India yang ditandai dengan ditemu­ kannya breksi vulkanik, tufa, andesit, yang berumur
artefak-artefak keagamaan, seperti relief Miosen. Dalam hal struktur geologi dan
Buddha, stūpa, dan arca-arca Hindu, tidak tektonika, maka Pulau Sumbawa merupakan
banyak diketahui nama peradabannya yang daerah yang aktif dalam pergerakan-pergerakan
ditandai dengan adanya institusi kerajaan, hanya lempeng, sehingga dapat dikategorikan
baru diketahui dari berita tertuli Nāgarakěr­ sebagai daerah yang tidak stabil. Daerah Hu’u
tāgama yang menyebutkan nama-nama tempat khususnya situs Doro Manto termasuk pada
seperti bima, dompo, sape. Mungkin masih satuan morfologi dataran, yakni pada satuan
banyak lagi tempat yang mengindikasikan morfologi bergelombang lemah. Sungai yang
pengaruh budaya India. Situs tersebut sekaligus ada di kawasan Doro Manto, termasuk pada
menandai awal peradaban di Sumbawa. Dengan kelompok sungai yang berstadia Dewasa-Tua
demikian, ketika Islam masuk ke Sumbawa, (old-mature), berpola pengeringan dendritik.
masyarakatnya telah mengenal suatu tatanan Sedangkan berdasarkan pada klasifikasi atas
peme­rintahan (Utomo 2018, 6). kuantitas air, maka termasuk pada jenis Sungai
Sebagaimana disebutkan nama-nama Periodik/Permanen.
tempat di Sumbawa di dalam Nāgarakěr­ Berdasarkan integrasi struktur geologi
tāgama, di tempat tersebut tinggal kelompok- terhadap situs-situs di Kawasan Huu tersebut,
kelompok masyarakat. Adanya kelompok- maka dihasilkan data mengenai pemilihan
kelompok masyarakat tersebut, dapat saja lokasi situs yang terletak pada bagian yang turun

26 Forum Arkeologi Volume 32, Nomor 1, April 2019 (25 - 38)


(graben) dari suatu sesar normal (normal fault) hutan dan areal yang datar, maka pertimbangan
(Intan 2016, 15-19). Situs-situs di Kawasan kondisi topografi sangat diperhatikan oleh
Hu’u terletak pada daerah patahan (fault) masyarakat. Kawasan yang dipilih untuk rasa
pada bagian yang turun (graben). Penempatan (pemukiman) adalah lahan dengan topografi
situs pada daerah patahan, terpaksa dilakukan yang cenderung datar sampai bergelombang.
meskipun wilayah tersebut merupakan daerah Sama halnya dengan kawasan tolo (sawah) juga
relatif tidak stabil, mengingat situs tersebut berada dalam kawasan yang datar yang dekat
memiliki sumberdaya alam yang akan dengan sumber air. Sedangkan untuk kawasan
mendukung kelangsungan hidup mereka, yaitu bergelombang diutamakan sebagai kawasan
air, bahan makanan, dan bahan baku peralatan nggaro (kebun), oma (ladang), serta areal untuk
sehari-hari yaitu batuan untuk alat litik di DAS menggembalakan hewan ternak. Sedangkan
Hu’u dan tanah untuk tembikar. untuk kawasan dengan topografi terjal
Berdasarkan integrasi struktur geologi diperuntukkan sebagai areal hutan (Syafrudin
terhadap situs-situs di Kawasan Huu tersebut, 2016, 78).
maka dihasilkan data mengenai pemilihan Aspek geologi di sini berkaitan dengan
lokasi situs yang terletak pada bagian yang keadaan tanah dan batuan yang ada pada suatu
turun (graben) dari suatu sesar normal (normal lahan, yang berpengaruh terhadap kemudahan
fault). Dengan melihat kondisi bentang alam pengolahannya. Struktur tanah yang dipilih
Doro Manto, yang lebih banyak di kontrol oleh untuk kawasan pemukiman adalah struktur
gejala struktur, maka dapat dikatakan bahwa tanah yang baik dan kuat, bukan kategori tanah
masyarakat memiliki kemampuan adaptasi dengan struktur liat. Ketika akan membuka
dalam memanfaatkan alam di situs ini untuk kawasan pemukiman, maka masyarakat Hu`u
membangun permukiman (Intan 2016, 20). akan menggali tanah dan melihat struktur
Kemampuan adaptasi ini dilakukan tanahnya yang disebut dengan panggita so,
dengan mempertimbangkan kondisi fisik dasar setelah itu baru ditentukan kegiatan apa yang
didasarkan pada konsep kesesuaian lahan cocok dilakukan pada areal tersebut. Areal
yang dijalankan oleh masyarakat yang dikenal tanah yang mempunyai kesuburan tinggi
dengan leka dana, yaitu kegiatan seleksi dipilih sebagai areal pertanian. Selain dari jenis
lahan untuk memperoleh kesesuaian lahan tanah, lokasi atau jenis lahan yang ada juga
berdasarkan pertimbangan beberapa aspek. menjadi pertimbangan penting yang dipilih
Aspek pertama yang dipertimbangkan adalah oleh masyarakat Hu`u dalam mendirikan
berkaitan dengan kondisi topografi wilayah, tempat tinggal. Aspek hidrologi, merupakan
aspek geologi, dan hidrologi. Aspek topografi salah satu aspek penting yang dipertimbangkan
yang dipertimbangkan adalah kemiringan oleh masyarakat Hu`u dalam membangun suatu
lahan. Dimana masing-masing lahan sesuai kawasan. Untuk sumber-sumber air, seperti
kemiringannya berkaitan erat dengan aktifitas mata air dan sungai terdapat ruang karama,
yang sesuai untuk dilaksanakan di atasnya. yaitu ruang khusus yang secara fungsi sama
Masyarakat Hu`u mengenal klasifikasi dengan ruang imajiner, dimana ruang ini
pembagian lahan berdasarkan kemiringannya mempunyai perlakuan khusus di sekeliling
yaitu; dana ma rata, yaitu suatu areal atau lahan atau di pinggirnya, yaitu dilindungi dan
yang datar. Dana ma miri, yaitu suatu areal atau dipertahankan untuk tidak dipergunakan dan
lahan yang bergelombang, serta dana dembi, dimanfaatkan bagi kegiatan terbangun. Untuk
yaitu suatu areal atau lahan yang terjal. Suatu mempertegas dan memperjelas ruang imajiner
lahan yang datar, peruntukkannya adalah untuk ini, biasanya ditanami pohon, dan keberadaan
kegiatan terbangun dan budi daya. Berdasarkan pohon-pohon tersebut dilindungi, yang
karakter wilayah Hu`u yang terdiri atas kawasan diperuntukan dan difungsikan sebagai areal

Pendekatan Ekologi dalam Permukiman Kuno Situs Doro Manto 27


Nyoman Rema dan Syafrudin
konservasi untuk menjaga ketersediaan sumber kuno di Situs Doro Manto diungkap dengan
air tersebut. Aspek kesuburan lahan sangat pendekatan ekologi. Penelitian ini diharapkan
diperhatikan oleh masyarakat Hu`u ketika dapat dijadikan salah satu referensi dalam
memilih lahan untuk kegiatan pemukiman, mempelajari permukiman kuno para Ncuhi di
dimana panggita so, akan menilai berdasarkan Dompu umumnya dan Hu’u khususnya.
jenis, struktur dan kandungan unsur haranya Untuk membahas permukiman kuno
melalui proses ngilu wou dana, sehingga bisa Situs Doro Manto digunakan teori permukiman.
diketahui lahan yang subur atau kurang subur. Kajian permukiman di Situs Doro Manto
Berdasarkan pertimbangan kondisi lahan ini menggunakan artefak, fitur, dan situs sebagai
maka diputuskan bahwa pada lahan subur data utama. Dalam ilmu arkeologi, kajian
digunakan sebagai areal pertanian, karena akan permukiman dapat dibagi ke dalam tiga
berpengaruh pada melimpahnya produksi atau tingkatan ruang lingkup, yang meliputi: 1)
hasil pertanian nantinya. Oleh masyarakat aktivitas di dalam sebuah struktur atau sebuah
sendiri, akan terus mempertahankan dan “permukaan aktivitas tertentu” (occupation
menjaga areal yang subur tersebut untuk tidak surface). 2) susunan dari aktivitas dan fitur di
dibangun atau dipergunakan sebagai lokasi dalam sebuah permukiman atau situs; dan 3)
tempat tinggal. Untuk areal yang kurang subur, distribusi situs di dalam suatu wilayah (Jeffrey
biasanya difungsikan untuk kegiatan berkebun R 1972, 127, 137, 150). Situs permukiman
atau berladang, atau juga sebagai areal hutan arkeologi dapat ditunjukkan oleh beberapa
dan pada areal yang tidak subur dijadikan indikator seperti bekas penggunaan api seperti
sebagai areal untuk pemukiman atau untuk arang, abu, sampah atau limbah rumah tangga,
mendirikan uma (rumah). perlengkapan dapur, alat rumah tangga, bekas
Masing-masing perilaku membutuhkan jalan, bangunan, dan perlengkapan lainnya
ruang dan berpengaruh pada ruang yang (Subroto 1983, 1176-1177).
dibentuk tersebut. Hal ini karena, perilaku Permukiman merupakan suatu proses
merupakan suatu bentuk interaksi antara suatu bermukimnya manusia di suatu tempat dengan
kegiatan dengan tempat yang spesifik untuk menyesuaikan keadaan sumberdaya alam
mendukung kegiatan tersebut. Selain itu, seperti sumber air, kesuburan tanah atau yang
perilaku mengandung unsur-unsur kelompok dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka,
orang yang melakukan suatu kegiatan, aktivitas yang pada akhirnya akan mempengaruhi aspek
atau perilaku dari sekelompok orang tersebut, ekonomi. Permukiman Doro Manto muncul
dimana kegiatan itu dilakukan, serta waktu pada bentang alam dengan kawasan yang
spesifik saat kegiatan tersebut dilaksanakan. bergelombang, berupa dataran tinggi, dataran
Bukit-bukit batu dimanfaatkan untuk tempat- rendah, daerah aliran sungai Hu’u, dan pantai.
tempat permukiman/aktivitas-aktivitas manusia Daerah-daerah permukiman itu dipilih karena
masa lampau, mereka menuntut tempat-tempat pertimbangan ketersediaan sumberdaya alam
yang tinggi, di samping faktor keamanan, untuk menjamin kelangsungan hidup sehari-
juga adanya konsepsi untuk mendekatkan diri hari. Daerah tepian sungai, dan pantai akan
terhadap para leluhur yang bersemayam di atas menyediakan sumberdaya alam berupa ikan.
bukit atau gunung (Syafrudin 2016, 80-82; Daerah dataran rendah, meyediakan lahan
Kusumawati 2012, 11). pertanian, perkebunan, dan sumber air. Daerah
Berdasarkan latar belakang di dataran tinggi menyediakan fauna, flora yang
atas permasalahan yang diungkap adalah cukup dan tempat bermukim untuk menunjang
bagaimanakah ekologi permukiman kuno kelangsungan hidupnya (Nitihaminoto 1999,
di Situs Doro Manto? Tujuan penelitian 52-53).
ini adalah untuk mengetahui permukiman

28 Forum Arkeologi Volume 32, Nomor 1, April 2019 (25 - 38)


METODE HASIL DAN PEMBAHASAN
Permukiman Doro Manto terletak Situs Doro Manto, memiliki banyak
di Dusun Mamboa, Desa Huu, Kec. Huu. tinggalan arkeologi dari masa prasejarah dan
Ekskavasi di situs ini dilaksanakan di situs So klasik. Tinggalan tersebut tersebar di atas,
Langgodu, yang terletak di lereng Utara bukit lereng, pangkal, dan hilir bukit Doro Manto,
Doro Manto. Situs ini terletak lebih kurang 50 ada yang tersimpan di dalam tanah berupa
km, ke arah Selatan dari kota Kabupaten Dompu, kubur, ada pula yang ditemukan di permukaan,
terletak pada koordinat S. 08° 46´ 32.0´´, dan berupa elemen megalitik dalam bentuk kubur
E. 118° 24´ 10.1´´ dengan ketinggian 48 mdpl batu berlubang, batu dakon, tahta batu, kubur
(gambar 1). Selain ekskavasi dilaksanakan pula lumpang batu, rangka manusia, anting-anting
survei, di atas, lereng, pangkan, maupun hilir perunggu, pecahan gerabah, uang kepeng,
bukit Doro Manto. Penelitian ini menggunakan dan keramik asing. Megalitik Hu’u dengan
pendekatan ekologi untuk mengungkap lumpang-lumpang batu, batu dakon, tahta
permukiman masa lalu di situs ini. Sumber data batu, jelas mencerminkan hasil budaya yang
penelitian ini terdiri atas sumber primer dan terbentuk karena adanya pengaruh dari daratan
sekunder. Sumber primer dikumpulkan melalui Asia, yang dibawa oleh bangsa penutur bahasa
observasi lapangan yakni melalui ekskavasi Austronesia. Bejana-bejana batu seperti yang
dan survei, sedangkan sumber sekunder melalui ditemukan di Hu’u, juga ditemukan di luar
penelusuran pustaka yang relevan. Berdasarkan kawasan Indonesia, seperti dilembah Mekong,
sifat datanya, jenis penelitian ini digolongkan Jepang, dan Annam (Kusumawati 2012, 49).
ke dalam penelitian kualitatif. Analisis temuan Megalitik Hu’u pada awalnya muncul
arkeologi di Situs Doro Manto dilakukan karena kontak budaya dan ras yang datang
dengan dua cara: (1) analisis terhadap satuan- dari daratan Asia, yang memiliki kepercayaan
satuan temuan arkeologi secara individual; pemujaan terhadap arwah leluhur. Dengan
(2) analisis terhadap suatu himpunan temuan pengetahuan yang tinggi dan pola pikir yang
yang memperhatikan hubungan antara artefak dinamis, nenek moyang yang pernah menghuni
dengan artefak, artefak dengan fitur, artefak perbukitan Doro Manto dan di sekitar DAS Hu’u
dengan ekofak, dan artefak dengan sumber (gambar 2), dengan mudah merespon budaya
daya lingkungan dan situs disekitarnya
(Puslitbangarkenas 2008, 4-5).

Gambar 1. Lokasi Penelitian. Gambar 2. Daerah Aliran Sungai Hu’u.


(Sumber: Diolah google earth) (Sumber: Dokumen Balai Arkeologi Bali)

Pendekatan Ekologi dalam Permukiman Kuno Situs Doro Manto 29


Nyoman Rema dan Syafrudin
luar. Melalui ekskavasi dapat diketahui bahwa bertahan hidup dalam jangka waktu yang lama.
inidkasi ini, mayat yang dikubur dengan sistem Berdasarkan kebutuhan non material, lokasi
terlipat/jongkok atau menyerupai bayi dalam lembah pada umumnya terpencil dan cukup
kandungan, dan pada saat dikubur disertakan terlindung karena bentuk alamnya dikelilingi
pula benda-benda bekal kubur. Benda-benda oleh tebing yang terjal sehingga memberikan
yang diperkirakan sebagai bekal kubur adalah rasa aman bagi penghuninya (Bagus 2014, 94).
berupa manik-manik, uang kepeng, gerabah, Berbeda dengan kondisi permukiman
cepuk, anting-anting dari logam perunggu. masyarakat Hu’u sekarang yang
Budaya Hu’u memberikan bukti adanya menggantungkan kehidupannya pada
konsepsi kepercayaan terhadap arwah nenek kegiatan nelayan di laut dan pariwisata yang
moyang berupa cara-cara penguburan mayat menyebabkan mereka tinggal dekat dengan
dalam kubur duduk, tahta batu yang biasanya pantai Lekey. Masyarakat Hu’u dahulu, lebih
dipergunakan sebagai sarana pemujaan dan memilih tinggal di Doro Manto karena bebas dari
dianggap sebagai tempat duduk arwah nenek berbagai gangguan, dan air pasang, mengingat
moyang pada saat pelaksanaan upacara permukiman Doro Manto dekat dengan laut,
di samping juga merupakan tempat untuk karena berada di Teluk Cempi. Dengan kondisi
mengukuhkan seseorang sebagai pemimpin demikian, mereka dapat mengerjakan berbagai
seperti kepala desa, ketua adat dan sebagainya. hal dalam melangsungkan kehidupannya,
Pemilihan Doro Manto sebagai tempat termasuk bidang kepercayaan. Berdasarkan
permukiman berdasarkan pemikiran yang kepercayaan masa prasejarah, mereka meyakini
sangat mendalam yang berhubungan dengan bahwa roh orang yang meninggal bersemayam
kebutuhan, baik material maupun non material. di puncak bukit atau gunung, sehingga mereka
Berdasarkan kebutuhan material, lembah merasa dekat dengan arwah leluhurnya. Hal
Bukit Doromanto adalah sebuah bentuk ini diwujudkan dengan membuat peralatan
alam yang memiliki lingkungan yang cukup hidup dari gerabah, dan mendirikan bangunan-
menguntungkan karena memiliki sungai bangunan atau sarana-sarana batu besar/kecil,
dengan air yang melimpah dan tanah yang yang tersebar di puncak, lereng, pangkal,
subur. Manusia memilih untuk bermukim di maupun hilir Doro Manto (Kusumawati 2012,
kawasan lembah bukit tersebut karena dapat 2).
memanfaatkan lahan untuk pertanian dan
perkebunan serta sungai untuk mencari ikan. Puncak Doro Manto
Selain itu mereka bisa memelihara hewan Pada bagian puncak Situs Doro Manto
seperti sapi, kerbau, kambing, dan ayam. (gambar 3) terdapat sebaran fragmen gerabah,
Dengan potensi seperti ini, manusia dapat yang diduga sebagai sisa aktivitas rumah

Gambar 3. Tinggalan Budaya di Puncak Doro Manto.


(Sumber: Dokumen Balai Arkeologi Bali)

30 Forum Arkeologi Volume 32, Nomor 1, April 2019 (25 - 38)


tangga, hal ini mengindikasikan bahwa pada lahan pertanian yang ada di lembah bukit karena
masa lalu di puncak bukit dengan ketinggian daerahnya masih sangat subur. Selain sebagai
200 mdpl. ini pernah terjadi aktivitas manusia. petani, masyarakat juga bermatapencaharian
Selain temuan sebaran gerabah juga ditemukan sebagai nelayan. Penduduk bertempat tinggal
lubang-lubang batu yang besar dan kecil di rumah panggung yang merupakan arsitektur
yang tampaknya berfungsi untuk penguburan tradisional warisan budaya nenek moyang.
kedua (sekunder), untuk upacara dan untuk Pada masa ncuhi, yang menjadi core
menumbuk biji-bijian, untuk menyimpan air, area dari kawasan pemukiman masyarakat
dan untuk tempat tinggal. Hu’u adalah rumah ncuhi. Hal ini berkaitan
Adanya fragmen gerabah tersebut, dengan keberadaan ncuhi sebagai pimpinan
memunculkan dugaan bahwa situs Doro Manto masyarakat dan rumah ncuhi menjadi tempat
merupakan permukiman. Alasannya mengapa berasalnya semua perintah dalam menjalankan
tempat ini dipergunakan sebagai tempat tatanan kehidupan bagi masyarakat Hu’u pada
permukiman dan penguburan, hal ini karena masa itu. Rumah ncuhi selalu memilih areal
adanya unsur kepercayaan terhadap leluhur, yang tinggi, biasanya di atas bukit atau dataran
yang oleh masyarakat pada masa prasejarah tinggi, yang dikelilingi oleh rumah penduduk.
menganggap bahwa, dunia arwah bersemayam Secara makro pola ruang pemukiman
di atas bukit atau pegunungan. Dengan adanya yang ada di Doro Manto, Desa Hu`u terbentuk
tempat-tempat pemukiman atau penguburan dari budaya lokal yang diyakini dan dijalankan
di atas bukit yang dianggap sakral, hal itu oleh masyarakat Hu`u sebagai sebuah sistem
merupakan suatu usaha pendekatan kepada tata nilai yang bersifat abstract sehingga
arwah leluhur, sebagai zat tertinggi yang memberikan pengaruh pada penataan kawasan
menentukan kehidupan masyarakat di dunia pemukiman, yang ada dalam agama dan
(Kusumawati 2012, 10-11). kepercayaan yang dijalankan oleh masyarakat
Permukiman tersebut ditinggalkan oleh Hu`u yang memberikan arahan dalam
masyarakatnya dengan berbagai pertimbangan, kehidupan masyarakat sehari-hari, sebagai
seperti tempat tinggal di lereng bukit yang rawan sebuah kepatuhan dan ketaatan terhadap
bencana alam. Masyarakat kemudian memilih arwah nenek moyang/marafu-parafu. Sistem
lokasi bermukim dekat dengan Pantai Lekey kepercayaan marafu-parafu ini adalah sebuah
(gambar 4), tetapi mereka masih mengelola keyakinan dari masyarakat Hu`u terhadap

Gambar 4. Pantai Lekey.


(Sumber: Dokumen Balai Arkeologi Bali)

Pendekatan Ekologi dalam Permukiman Kuno Situs Doro Manto 31


Nyoman Rema dan Syafrudin
arwah para leluhur yang mendiami beberapa yang keramat atau sebagai dunia arwah yang
tempat yang dianggap keramat oleh masyarakat, dihormati. Sejalan dengan pemikiran ini, maka
yang secara langsung memberikan pengaruh timbullah penghormatan dan pemujaan kepada
dalam kehidupan masyarakat Hu`u terutama kekuatan alam atau kekuatan supernatural
dalam menjaga kesehatan, keselamatan, dan yang tidak terjangkau oleh masyarakat luas,
rejeki. Tempat-tempat tersebut adalah mada oi yaitu pemujaan kepada kekuatan alam seperti
(mata air), diwu (muara), kengge sori (sungai) kekuatan gunung dan kekuatan pemberi
dan kengge moti (tepi pantai), yang semuanya kemakmuran. Adanya suatu kepercayaan
diyakini didiami oleh parafu dan mempunyai bahwa roh orang yang meninggal bersemayam
perlakuan khusus, di mana pada waktu-waktu di tempat-tempat yang tinggi, bukit dan gunung,
tertentu, seperti pada saat bulan purnama, atau dapat diketahui melalui tinggalan-tinggalan
ketika masyarakat ada yang sakit, hilang atau manusia prasejarah yang berhubungan dengan
mengalami musibah, maka akan dilakukan tradisi pemujaan nenek moyang yang umumnya
ritual toho ra dore, yaitu suatu kegiatan dijumpai di daerah dataran tinggi.
memberikan persembahan berupa janga puru Konsepsi pemujaan nenek moyang ini
siwe mone (ayam bakar jantan dan betina), melahirkan tata cara yang menjaga tingkah
kalo (pisang) dan beberapa jajanan khas yang laku masyarakat di dunia fana supaya sesuai
diletakkan pada tempat-tempat tersebut. dengan tuntutan hidup di dunia akhirat selain
Pada masa ini, keberadaan ncuhi (kepala menambah kesejahteraan di dunia fana. Hal ini
suku) sangat berpengaruh, karena diyakini menjiwai tradisi pendirian bangunan-bangunan
mempunyai kemampuan dan ilmu-ilmu khusus, megalitik terkait dengan hubungan antara yang
sehingga dipercaya sebagai titisan Marafu. hidup dengan yang mati, terutama kepercayaan
Ncuhi mempunyai peran sebagai pemimpin akan adanya pengaruh kuat dari yang telah
masyarakat, yang mengatur tatanan kehidupan mati terhadap kepercayaan masyarakat dan
masyarakat pada saat itu. Ncuhi sendiri yang kesuburan tanaman (Poesponegoro 2008, 251,
menentukan kapan masa tanam dimulai, 248).
upacara persembahan, juga sebagai sando Pemilihan lokasi yang tinggi adalah sesuai
(tabib). Karena perannya tersebut, maka uma dengan kepercayaan dan keyakinan masa itu,
ncuhi (tempat tinggal ncuhi) berada ditengah- bahwa tempat yang tinggi adalah tempat yang
tengah kawasan pemukiman. Di sekelilingnya terlindungi, terjaga dari serangan binatang buas
adalah rumah para penduduk, kemudian maupun musuh, mudah mengamati keadaan,
areal bercocok tanam serta hutan. Kawasan serta terjaga dari cuaca, dengan membuat
pemukiman cukup tertutup karena berada di rumah hasil adaptasi dengan lingkungan
atas gunung (Syafrudin 2016, 87, 100, 101). berupa uma panggu atau rumah panggung.
Sesuai pendapat di atas Sutaba (2014, 60) Uma panggu didirikan berdasarkan konsep
menguraikan bahwa pada masa prasejarah ada meso yaitu wati tuba doro. Pada pembahasan
anggapan bahwa tanah-tanah yang meninggi sebelumnya, konsep ini berupa bangunan uma
seperti bukit dan gunung merupakan tempat panggu yang didirikan tidak menusuk gunung
para arwah leluhur yang telah suci, sehingga atau tidak berlawanan dengan arah gunung.
dianggap keramat dan suci. Pada masa itu Uma Panggu sendiri merupakan bangunan
manusia mempunyai kepercayaan, bahwa roh tradisonal masyarakat Hu’u dengan struktur
orang yang meninggal akan hidup abadi di alam dan bahan utama dari kayu. Paja rewo tuka risu
yang berlainan dengan tempat manusia hidup. merupakan pola ruang mikro yang dilaksanakan
Arwah nenek moyang dianggap bertempat oleh masyarakat Hu’u pada bangunan tempat
tinggal di puncak gunung atau bukit terdekat, tinggalnya, yaitu uma panggu. Uma panggu
maka puncak gunung dianggap sebagai tempat adalah bangunan tradisonal Dompu yang

32 Forum Arkeologi Volume 32, Nomor 1, April 2019 (25 - 38)


banyak terdapat di Hu’u. Pada masa Ncuhi, Lereng dan Pangkal Doro Manto
ciri bangunan tempat tinggal atau uma adalah Pada bagian lereng Doro Manto terdapat
berbentuk panggung, tetapi hanya terbagi atas sebuah batu besar yang dipahat berbentuk
atap dan kaki/tiang saja. Hal ini dikarenakan tahta atau singgasana, dibawahnya pada bagian
lokasi pemukiman masa itu berada di atas pangkal bukit terdapat temuan batu tangga,
ketinggian (bukit/gunung) (Syafrudin 2016, batu bercerat sebagai saluran air, batu besar
80,98, 102). dengan tonjolan di atasnya yang berlubang
Pada masa ncuhi, pola ruang pemukiman pada bagian pinggirnya yang diduga sebagai
sangat dipengaruhi oleh keberadaan dan batu dakon, terdapat pula kuburan dan bagian
pendirian rumah ncuhi, dimana area inti dari hilirnya terdapat persawahan yang luas dan
kawasan pemukiman adalah rumah ncuhi, sungai yang besar. Hal ini memberikan
yang berada di tengah-tengah. Kemudian alasan bahwa tempat tersebut sangat cocok
rumah penduduk mengelilingi rumah ncuhi dengan kehidupam manusia masa lampau.
dengan pola yang teratur. Kawasan pemukiman Diletakkannya singgasana atau tahta batu untuk
berada di ketinggian biasanya di atas bukit di lereng ini adalah untuk mengawasi kegiatan
atau gunung, sesuai dengan kepercayaan pertanian, aktifitas keseharian, serta kegiatan
yang diyakini. Selanjutnya pada areal yang pemerintahan di Doro Manto (Syafrudin 2016,
memiliki kemiringan tertentu, di bawah 102).
kawasan pemukiman diletakkan tahta atau Tahta batu ini terletak pada ketinggian 25
kursi yang dijadikan sebagai singgasana ncuhi meter di atas permukaan tanah, dipahat pada
untuk menjalankan pemerintahan, mengawasi tebing batu yang dapat dikelompokkan pada
kegiatan masyarakat, dan kebutuhan lainnya, jenis batuan pasir, berwarna keputih-putihan.
selanjutnya adalah areal pemakaman/kuburan Tahta batu ini dibuat sangat sempurna, yang
yang diletakkan sedikit jauh dari kawasan dipahat sangat halus (gambar 5). Dilengkapi
pemukiman, yang mengelompok dengan dengan tempat pijakan kaki sebanyak empat
batasan fisik yang jelas. Dan terakhir adalah buah. Sementara di sebelah tahta batu pada batu
areal bercocok tanam, yang berada pada besar dipahat dengan rapi, bila dilihat secara
kawasan dengan topografi datar dan dekat sepintas menyerupi bentuk tangga, dan diduga
dengan sumber air (Syafrudin 2016, 117-118). dipergunakan sarana naik pada bagian-bagian
yang lebih tinggi atau lebih ke atas pada tempat

Gambar 5. Tahta Ncuhi.


(Sumber: Dokumen Balai Arkeologi Bali)

Pendekatan Ekologi dalam Permukiman Kuno Situs Doro Manto 33


Nyoman Rema dan Syafrudin
yang sakral. Tahta batu tersebut merupakan permukaan, terdapat lubang-lubang kecil yang
tahta batu yang langsung dipahat/dibentuk pada belum dapat diketahui fungsinya, dan batuan
lereng bukit, dengan kemiringan 45 drajat yang tersebut merupakan batuan pasir. Variabel-
cukup sulit dicapai karena keadaannya licin. variabel tersebut membuktikan adanya situs
Selain itu ditemukan juga batu tangga pemujaan, yakni adanya pancoran batu sebagai
berjumlah dua buah, berukuran besar dan sarana penyucian badan sebelum melakukan
kecil (merupakan bentuk monolit) dalam upacara. Ditemukannya tangga-tangga untuk
posisi miring dan pada permukaan yang menaiki tempat yang lebih sakral. Adanya media
miring tersebut terdapat lubang-lubang yang pemujaan yang berupa tahta batu atau kursi
dipergunakan sebagai tempat pijakan. Lubang- batu. Ditemukannya batu-batu berlubang kecil
lubang berbentuk setengah lingkaran dan sebagai sarana upacara. Batu berlubang disebut
bagian bawah dipahat lurus. Dugaan sementara “batu dakon” dan terdapat beberapa dugaan
batu-batu tangga ini memiliki fungsi profan, terkait fungsinya seperti untuk menempatkan
untuk kepentingan praktis, bukan untuk sajian pada upacara pemujaan arwah leluhur,
memenuhi kebutuhan religius. Tidak jauh melakukan permainan dakon dalam upacara
dari letak batu tangga, lebih kurang 100 m., kematian sebagaimana di Sulawesi Selatan, dan
ke arah Barat, ditemukan megalit yang masih di Matesih Solo batu dakon di sekitar bangunan
sulit diidentifikasi antara lain; batu bercerat megalitik difungsikan sebagai kuburan.
(pancuran batu), batu berlubang, batu tonjolan Selain itu diduga juga bahwa batu ini untuk
seperti batu gong (gambar 6). menghitung hari baik dan hari tidak baik untuk
Batu bercerat adalah sebuah monolit, yang melaksanakan upacara, serta penolak bala. Di
bentuknya mendekati persegi empat panjang, samping itu diuraikan pula oleh Kusumawati
pada bagian salah satu sisinya menyempit. (2012, 12, 13, 47; (Poesponegoro 2008, 253)
Bagian atas batu dan bagian tengah terdapat cerat bahwa kursi batu atau singgasana pada masa
memanjang seakan membelah permukaan batu lalu berfungsi juga untuk penobatan seorang
tersebut. Batu bercerat ini diduga merupakan pemimpin masyarakat, baik sebagai ketua adat,
batu pancuran, dan memegang peranan dalam ketua suku atau kepala suku dan sebagai media
pemanfaatan air dalam menyucikan diri/mandi. pemujaan leluhur.
Batu berlubang ini sebagian batuya terkubur
di dalam tanah, sedangkan pada bagian Rade/Kuburan

Gambar 6. Batu Tangga, pancuran batu, batu tonjolan seperti batu gong, batu berlubang.
(Sumber: Dokumen Balai Arkeologi Bali)

34 Forum Arkeologi Volume 32, Nomor 1, April 2019 (25 - 38)


Penguburan merupakan suatu peristiwa limbah peralatan rumah tangga masyarakat,
yang sangat penting, dalam kehidupan manusia. yang pernah tinggal di tempat tersebut, dengan
Penguburan anggota masyarakat pada masa berbagai bentuk wadah seperti mangkuk, piring,
prasejarah merupakan suatu penghormatan cepuk, dan buli-buli. Tinggalan arkeologi lain
pada seseorang baik pada saat orang itu masih yang memperkuat dugaan ini adalah uang
hidup maupun setelah mati. Perlakuan terhadap kepeng dan kereweng dengan beberapa bentuk
mayat, bentuk-bentuk kubur, bekal kubur, sangat seperti tempayan, periuk, kendi, dan pasu. Hasil
menentukan dalam menjaga kelangsungan analisis terhadap pecahan keramik, berasal dari
kehidupan di dunia dan akherat (dunia arwah). Cina Dinasti Yuan–Ming abad ke-13 sampai 14
Penguburan di situs ini menggunakan tutup Masehi, dan Cing abad ke17 sampai 19 Masehi
kubur batu dalam istilah lokal disebut rade (gambar 8). Hal ini juga diperkuat dengan hasil
doho (kubur duduk) dan dimpa (kubur batu analisis uang kepeng yang berasal dari Dinasti
besar) dengan bentuk bervariasi seperti batu Ming pada abad ke-14 Masehi. Keramik di situs
gong, batu bulat, batu berbentuk limas, batu ini ditemukan menyebar pada setiap stratigrafi
segi empat, batu pipih, berjarak kurang lebih sehingga Bagus (2014, 92, 96) mengasumsikan
100 m. ke hilir dari tahta ncuhi (gambar 7) bahwa keramik tersebut tidak digunakan sebagai
(Kusumawati 2012, 21, 30, 47). bekal kubur, tetapi diduga sebagai peralatan

Gambar 7. Areal Kubur dan Bentuk Batu Penutup Kubur.


(Sumber: Dokumen Balai Arkeologi Bali)

Hasil ekskavasi di areal rade/kuburan rumah tangga masyarakat yang bermukim di


ini berhasil menemukan rangka manusia, situs tersebut. Mengacu pada pendapat di atas,
kereweng, manik-manik, fragmen logam, kehadiran keramik asing di Situs So Langgodu
uang kepeng, anting-anting perunggu, dan kemungkinan besar merupakan barang
keramik. Manik-manik dan anting perunggu dagangan yang diperoleh melalui pembelian
diduga sebagai bekal kubur yang berasal dari atau pertukaran barang. Masuknya keramik
masa perundagian yang berkembang di Bukit asing ke Dompu kemungkinan besar dibawa
Doro Manto. Hasil identifikasi temuan pecahan oleh pedagang-pedagang asing. Pemasokan
keramik asing di situs ini diyakini sebagai keramik ke Dompu diduga melalui pelabuhan

Pendekatan Ekologi dalam Permukiman Kuno Situs Doro Manto 35


Nyoman Rema dan Syafrudin
Gambar 8. Anting-Anting Perunggu, Manik-manik, Buli-buli, Uang Kepeng.
(Sumber: Dokumen Balai Arkeologi Bali)

Bima, selanjutnya disebarkan ke desa-desa Areal Bercocok Tanam


yang ada di Dompu. Masyarakat Dompu Areal hilir dari tempat penguburan,
yang wilayahnya terkenal sebagai gudang terdapat persawahan dengan tanaman padi, yang
beras menukarkan hasil pertaniannya untuk merupakan tanaman pokok dari para petani,
mendapatkan keramik yang memiliki daya tarik tanaman kacang tanah dan jagung merupakan
cukup tinggi. tanaman musiman. Sementara di Situs Doro
Adanya keramik di Situs So Langgodu Manto sendiri, merupakan areal yang sangat
memberikan gambaran bahwa masyarakat gersang, dengan berbagai tanaman seperti jambu
masa lalu telah mengenal dan menggunakan mete, jambu biji, jeruk nipis, mangga, pisang,
produk impor yang berarti telah menjalin jarak, kelapa, pohon turi, dan sebagainya.
hubungan dengan dunia luar. Pada masa itu Lingkungan alam yang luas, terdapat sungai
masyarakat nusantara belum mampu membuat yang besar dengan hamparan tanah sawah
benda-benda keramik sehingga benda tersebut pertanian (gambar 9), secara langsung dapat
didatangkan dari luar, seperti Cina, Vietnam, berdampak pada masyarakatnya, yang hidup
Thailand, dan Eropa. Selain itu, keberadaan sebagai petani (Kusumawati 2012, 7-8).
keramik asing berkaitan erat dengan status Mata pencaharian masyarakat Doro
sosial dan ekonomi masyarakat karena tidak Manto yang dominan masa itu menurut
setiap orang memilikinya (Bagus 2014, 97). Syafrudin (2016, 101, 108, 109) adalah

Gambar 9. Lingkungan Persawahan Doro Manto.


(Sumber: Dokumen Balai Arkeologi Bali)

36 Forum Arkeologi Volume 32, Nomor 1, April 2019 (25 - 38)


bersawah, dengan kondisi lahan yang relatif terdapat areal makam yang ditutup dengan
datar dan dekat dengan sumber air untuk batu gong, batu limas, dan batu besar, dengan
pengairan, berupa sungai. Selain itu dapat berbagai bekal kubur berupa uang kepeng
juga dengan berladang dan berkebun yang abad 13-14 dan keramik abad 17-19 Masehi.
dilakukan areal yang mempunyai topografi Hal ini mengindikasikan bahwa permukiman
bergelombang, dan kadang lokasinya ini digunakan dari masa ke masa. Tinggalan
berbatasan dengan kawasan hutan. Selain itu budaya megalitik yang kaya tersebut dengan
dapat juga diduga bahwa masyarakat Hu’u didukung lingkungan abiotik yang terdiri dari
yang tinggal di Doro Manto juga melakukan sungai, gunung atau bukit, dan dataran serta
kegiatan jual beli dan berhubungan dengan adanya bahan batuan yang melimpah menjadi
pedagang asing mengingat banyak ditemukan faktor pendorong yang potensial, dalam
keramik dan lokasinya dekat dengan teluk pembentukan budaya tersebut, disertai dengan
Cempi. Dalam radius tertentu di sekeliling mata kemampuan beradaptasi, dan keluwesan untuk
air, muara, tepi sungai ataupun tepi pantai tidak menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
boleh dipergunakan untuk kegiatan terbangun
dan keramaian. Ruang tersebut dikeramatkan DAFTAR PUSTAKA
dan menjadi ruang imajiner. Ruang yang Bagus, A.A. 2014. “Keramik Situs So Langgodu,
dimaksudkan ini merupakan bagian dari bentuk Dompu: Indikasi Permukiman Masa Lalu”.
intangible karena terbentuk dari produk budaya Forum Arkeologi. 27 (2): 89-98.
Intan, Fadlan S. 2016. “Struktur Geologi Kawasan
masyarakat Hu`u yang bukan berbentuk benda.
Huu dalam Kaitannya dengan Pemilihan
Secara khusus kepercayaan ini memberikan Lokasi Situs Megalitik”. Walennae. 14 (1):
pengaruh terhadap beberapa ruang yang ada 11-22.
pada kawasan pemukiman. Jeffrey R. 1972. “Archaeological Settlement
Patterns.” Annual Review of Anthropology 1:
KESIMPULAN 127–50
Permukiman kuno Situs Doro Manto Kusumawati, Ayu. 2012. “Pusat Peradaban di
dilandasi oleh kearifan lokal leka dana dengan Pulau Sumbawa Perkembangan Hunian dan
mempertimbangkan kondisi topografi, aspek Budaya: Penelitian Kubur Prasejarah di Hu’
geologi dan hidrologi. Aspek kesuburan u Dompu.” Laporan Penelitian Arkeologi,
lahan menjadi pertimbangan utama dalam Balai Arkeologi Denpasar, Denpasar.
Nitiaminoto, Goenadi. 1999. “Karakter dan
membangun pemukiman, di mana lahan yang
Perkembangan Permukiman Situs Prasejarah
subur dekat dengan sumber air dijadikan
Gunung Wingko.” Berita Penelitian
lahan pertanian, sedangkan areal yang kurang Arkeologi (Balai Arkeologi Yogyakarta).
subur difungsikan sebagai tempat berkebun Poesponegoro, Marwati Djoened, Nugroho
atau berladang, atau juga sebagai areal hutan. Notosusanto. 2008. Sejarah Nasional
Areal yang tidak subur dan tinggi seperti di Indonesia I. Zaman Prasejarah di Indonesia.
puncak Doro Manto dijadikan sebagai areal Jakarta: Balai Pustaka.
pemukiman untuk mendirikan rumah, dimana Purwasito, Andrik. 2002. Imajeri India.Studi Tanda
rumah Ncuhi di puncak bukit sebagai zona Dalam Wacana.Surakarta: Pustaka Cakra.
inti, kemudian dikelilingi oleh pemukiman Puslitbangarkenas. 2008. Metode Penelitian
penduduk. Pada bagian lereng Doro Manto Arkeologi. Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Arkeologi Nasional, Badan
terdapat tahta sebagai tempat ncuhi memimpin,
Pengembangan Sumber Daya Kebudayaan
melaksanakan upacara, pemerintahan, dan dan Pariwisata, Departemen Kebudayaan dan
mengawasi kegiatan pertanian, yang didukung Pariwisata.
oleh megalit seperti pancuran batu, batu
tangga, batu berlubang. Setelah areal tahta

Pendekatan Ekologi dalam Permukiman Kuno Situs Doro Manto 37


Nyoman Rema dan Syafrudin
Subroto, PH. 1983. “Studi Tentang Pola Pemukiman Syafrudin. 2016. Pola Ruang Pemukiman Berbasis
Arkeologis Kemungkinan-kemungkinan Budaya Lokal Dompu Di Desa Hu’u. Dompu:
Penerapannya di Indonesia.” Dalam Bappeda dan Litbang Kab. Dompu.
Pertemuan Ilmiah Arkeologi III: 1176- Utomo, Bambang Budi. 2018. Peradaban Di Pulau
1185. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Sumbawa pada Abad ke-7-19 Masehi.
Kebudayaan. Makalah yang disampaikan “Focus Group
Soeryanto, H.R.M. Agus. 2013. Sejarah Kabupaten Discussion Penelitian Arkeologi Doro Bata”
Dompu. Dompu: Pemerintah Kabupaten di Dompu pada tanggal 17-19 April 2018.
Dompu. Diselenggarakan oleh Balai Arkeologi Bali.
Sutaba, I Made. 2014. Tahta Batu Prasejarah di
Bali; Telaah tentang Bentuk dan Fungsinya.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
(Disertasi konsentrasi Ilmu Sastra).

38 Forum Arkeologi Volume 32, Nomor 1, April 2019 (25 - 38)

You might also like