You are on page 1of 169

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA TERNAK

SAPI PERAH KOPERASI UNIT DESA (KUD)


BAYONGBONG, KABUPATEN GARUT
JAWA BARAT

SKRIPSI

RAY SEMBARA
H34062698

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ABSTRACT

RAY SEMBARA. Business Development Strategy Analysis of Dairy Cattle


KUD Bayongbong, Garut Regency, West Java. Thesis. Department of
Agribusiness, Faculty of Economics and Management, Bogor Agricultural
University. (Under The Guidance of Rahmat Yanuar, SP, M. Si).

Cooperatives have a strategic role to support dairy development in


Indonesia. KUD Bayongbong is one of the co-located in Garut who run cattle
business as its core business. However, the contribution of dairy cows in terms of
profits and members who are involved varies inversely with the ability KUD
Bayongbong in supplying milk and the level of loyalty of its members in
promoting the dairy cattle business. Based on these problems, it is necessary to fix
an appropriate strategy in solving problems that occur. This research has the goal
(1) identify and analyze factors that influence the external and internal business
development KUD Bayongbong dairy cows, and (2) analyze and recommend
alternative strategies that could be applied in the development of dairy cattle in
accordance with KUD Bayongbong . The analysis tools of environmental
organization analysis through analiysis situation, matrix IFE and EFE, the IE
matrix and SWOT analysis. The results of analysis conducted on dairy cattle
business KUD Bayongbong show, focused strategy to increase capacity and
improve product quality and service required of members. To support the
implementation of these strategies also must seek KUD Bayongbong in setting
organizational goals clear and concrete, improving the quality of human resources
and service to members.

Keywords: KUD Bayongbong, Dairy Cattle Enterprises, and Alternative


Strategies
RINGKASAN

RAY SEMBARA. Analisis Strategi Pengembangan Usaha Ternak Sapi Perah


Koperasi Unit Desa (KUD) Bayongbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Skripsi.
Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
(Di bawah bimbingan RAHMAT YANUAR, SP, M. Si ).

Koperasi mempunyai peran yang cukup strategis untuk menopang


perkembangan persusuan di Indonesia. KUD Bayongbong merupakan salah satu
koperasi yang terdapat di Garut yang menjalankan usaha ternak sebagai bisnis
utamanya. Hal ini ditunjukan dengan besarnya kontribusi perolehan laba usaha yang
diperoleh setiap tahunnya serta banyaknya anggota yang terlibat dalam unit usaha sapi
perah. Namun dalam mengembangkan usaha ternak sapi perah yang dijalankannya
saat ini, KUD Bayongbong belum mampu memasok permintaan susu IPS, kemudian
KUD pun belum maksimal dalam memberikan pelayanan kepada anggota
peternaknya, diikuti dengan masih rendahnya tingkat kedisiplinan dan kesadaran dari
sumberdaya manusia KUD Bayongbong dalam mengelola unit usaha ternak sapinya.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka untuk mengatasinya diperlukan
suatu strategi yang tepat dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Oleh
karena itu, penelitian ini memiliki tujuan (1) mengidentifikasi dan menganalisis
faktor-faktor eksternal dan internal yang berpengaruh dalam pengembangan usaha
ternak sapi perah KUD Bayongbong, dan (2) menganalisis dan merekomendasikan
alternatif strategi yang bisa diterapkan dalam pengembangan usaha ternak sapi perah
yang sesuai dengan KUD Bayongbong. Penelitian yang dilakukan di Koperasi Unit
Desa (KUD) Bayongbong, Kabupaten Garut. Jawa Barat. Kegiatan penelitian
dilakukan pada bulan Mei 2010 hingga Januari 2011. Responden yang digunakakan
dalam penelitian ini terdiri dari pihak internal dan pihak eksternal organisasi usaha
ternak sapi perah KUD Bayongbong. Sedangkan, analisis yang digunakan untuk
merumuskan strategi dalam penelitian ini menggunakan analisis situasi, matriks faktor
internal (IFE), matriks faktor eksternal (EFE), matriks I-E, dan analisis SWOT.
Analisis lingkungan internal dan eksternal usaha ternak sapi perah KUD
Bayongbong menunjukan bahwa kekuatan usaha ternak sapi perah KUD Bayongbong
meliputi: pengorganisasian kerja berjalan dengan baik dan telah berbadan hukum serta
perizinan usaha lainnya, hubungan kerjasama KUD dengan IPS serta pemasok terjalin
baik, KUD memiliki sumber permodalan usaha yang baik, kualitas produk (susu)
yang baik, letak KUD yang strategis dengan pemasok bahan baku dan peternak sapi
perah, fasilitas produksi memadai yang dimiliki KUD, dan intensitas pelaksanaan
litbang yang intensif. Kelemahannya yaitu: masih lemahnya pengontrolan distribusi
susu di lapangan dan rendahnya tingkat pendidikan anggota (peternak), pelayanan
yang diberikan KUD pada anggota kurang maksimal, lokasi IPS yang cukup jauh dari
KUD, masih terdapatnya kredit macet yang terjadi pada anggota, ketersediaan pakan
yang semakin langka dan mahal, kapasitas produksi (susu) yang dihasilkan KUD
belum memenuhi kebutuhan pemasok, belum adanya pengelolaan limbah ternak dan
penggunaan dan sumberdaya pendukung sistem informasi yang masih terbatas.
Peluang usaha ternak sapi perah KUD Bayongbong meliputi: pertumbuhan
ekonomi masyarakat yang baik, harga BBM yang stagnan, perkembangan harga susu
yang meningkat di pasar, pertumbuhan penduduk yang meningkat, adanya kesadaran
masyarakat pentingnya hidup sehat dan Program Makanan Tambahan Anak Sekolah
(PMTAS), kondisi geografis yang mendukung, perkembangan teknologi yang cepat,
dan rendahnya kekuatan tawar-menawar pemasok. Sedangkan ancaman yang
dihadapinya yaitu: peningkatan tingkat inflasi, perkembangan harga pakan yang
meningkat di pasar, peningkatan tarif tol, perubahan cuaca yang tidak menentu,
adanya kebijakan pemerintah tentang impor susu, rendahnya penetapan bea masuk
susu impor, kekuatan tawar menawar IPS yang kuat, adanya pesaing koperasi susu
lainnya, dan keberadaan produk substitusi susu.
Hasil analisis SWOT usaha ternak sapi perah KUD Bayongbong menunjukan
beberapa alternatif strategi yang dapat diterapkan yaitu: meningkatkan kegiatan
produksi dengan proses pengelolaan yang berstandar mulai dari kegiatan penyediaan
input hingga output produk yang dihasilkan, meningkatkan kekuatan permodalan
peternak dengan memfasilitasi pinjaman modal bunga ringan tanpa agunan,
melakukan peningkatan sumberdaya manusia (SDM) peternak dan memaksimalkan
pelayanan KUD dalam memenuhi kebutuhan anggota peternak, meningkatkan
manajemen pengelolaan keuangan, menjaga hubungan kerjasama yang baik yang
telah terbetuk dengan stakeholder dalam sistem agribisnis usaha ternak sapi perah
KUD Mandiri Bayongbong, meningkatkan dan membangun manajemen pengontolan
usaha ternak KUD Bayongbong mulai dari penyediaan input, pengelolaan on farm
hingga kegiatan output, membangun sistem pengelolaan usaha ternak sapi perah yang
tertib dan bersih serta melakukan kerjasama dengan pihak-pihak terkait mengenai
pengembangan teknologi pengelolaan limbah ternak dan peningkatan kompetensi
pelaku usaha ternak sapi perah dalam membangun sistem informasi manajemen (SIM)
untuk meningkatkan kinerja pengelolaan usaha yang dijalankannya.
Dalam upaya mengembangkan usaha ternak sapi perah KUD Bayongbong
perlu memperhatikan tujuan jangka panjang dan jangka pendek organisasi yang jelas
dan kongkrit berdasarkan kebutuhan dan kepentingan anggota, meningkatkan
pelayanan maksimal KUD Bayongbong kepada anggota (peternak) sehingga mampu
meningkatkan kinerja untuk memaksimalkan hasil produk dari usaha ternak sapi
perah yang dijalankan, serta mengoptimalkan peran dan tanggung jawab seluruh
stakeholder usaha ternak sapi perah mulai dari masyarakat, pihak swasta, dan
pemerintah untuk fokus dan serius dalam menjalankan serta mendukung usaha
pengembangan peternakan sapi perah.
ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA TERNAK
SAPI PERAH KOPERASI UNIT DESA (KUD)
BAYONGBONG, KABUPATEN GARUT
JAWA BARAT

RAY SEMBARA
H34062698

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
Judul Skripsi : Analisis Strategi Pengembangan Usaha Ternak Sapi
Perah Koperasi Unit Desa (KUD) Bayongbong
Kabupaten Garut, Jawa Barat
Nama : Ray Sembara
NIM : H34062698

Disetujui,
Pembimbing

Rahmat Yanuar, SP, M.Si


NIP. 19760101 200604 1 010

Diketahui,
Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS


NIP. 19580908 198403 1 002

Tanggal Lulus :
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Strategi
Pengembangan Usaha Ternak Sapi Perah Koperasi Unit Desa (KUD)
Bayongbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat“ adalah karya sendiri dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
bentuk daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2011

Ray Sembara
NIM. H34062698
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 8 Agustus 1988. Penulis merupakan


anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Roy Sudjatmiko dan Ibunda Ety
Srimulyaningsih. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Permata Hijau
pada tahun 2000. Kemudian pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2003
di SLTP Negeri 1 Rancaekek. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMU Negeri 1
Rancaekek pada tahun 2006.
Penulis melanjutkan tingkat pendidikan pada tahun 2006 di Institut Pertanian
Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama satu tahun
pertama di IPB penulis mengikuti Tahap Perkenalan Bersama (TPB) yang merupakan
program pendidikan yang diterapkan IPB. Kemudian pada semester ke tiga penulis
diterima di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Selama mengikuti pendidikan, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan
organisasi ekstra kampus. Pada periode tahun 2008-2009 penulis tercatat sebagai
pengurus Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis (HIPMA) pada Departemen
Peningkatan Pengembangan Sumberdaya Manusia (PPSDM). Kemudian pada periode
tahun 2009-2010 penulis juga merupakan pengurus HIPMA yang menjabat sebagai
Chairman of Money Hunting Department (MHD). Pada tahun 2010 penulis telah meraih
beberapa penghargaan diantaranya Peraih Setara Perak atas penyusunan dan presentasi
Ilmiah PKM-M dengan judul “Program Pengembangan Usaha Bambu Kreatif sebagai
Bisnis Kerajinan Ramah Lingkungan di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya
Kabupaten Bogor”, dalam ajang Pekan Ilmiah Mahasiswa Tingkat Nasional (PIMNAS)
ke XXIII di Bali. Penulis juga merupakan Penerima Dana Penelitian Indofood Riset
Nugraha (IRN) 2010.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat serta
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Analisis Strategi Pengembangan Usaha Ternak Sapi Perah Koperasi Unit
Desa (KUD) Bayongbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor baik internal
maupun eksternal organisasi yang berpengaruh terhadap pengembangan usaha
ternak sapi perah KUD Bayongbong, kemudian memberikan alternatif strategi
yang bisa diterapkan dalam meningkatkan pengembangan usaha ternak sapi perah
KUD Bayongbong.
Penerapan startegi ini diharapkan dapat membantu kinerja koperasi
sebagai organisasi yang memiliki peran penting dalam meningkatkan
kesejahteraan peternak, dan mampu merepresentasikan kepentingan anggota
peternak dalam mengembangkan usaha tenak sapi perah yang dijalankan.
Penulis menyadari dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan dan
keterbatasan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat
bagi semua pihak.

Bogor, Januari 2011


Ray Sembara
UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai
bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kesempatan dan nikmat
yang diberikan-Nya, penulis juga ingin menyampaikan terima kasih dan
penghargaan kepada:
1. Rahmat Yanuar, SP, MSi., selaku dosen pembimbing atas bimbingan,
arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama
penyusunan skripsi ini
2. Eva Yolynda Aviny, SP, MM dan Ir. Harmini, MSi selaku dosen penguji
pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta
memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini
3. Dra. Yusalina, MS., yang telah menjadi pembimbing akademik dan
pembimbing penulisan karya ilmiah yang selalu memberikan masukan,
motivasi dan dukungannya, serta kepada seluruh dosen dan staf
Departemen Agribisnis
4. Orang tua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa
yang diberikan. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik
5. Keluarga Yusuf Kurnia, pihak-pihak KUD Bayongbong, Dinas
Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Garut, Dinas UKM,
Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan, dan BPS Kabupaten Garut atas
waktu, kesempatan, informasi dan dukungan yang diberikan
6. Pihak Indofood dalam kerangka Indofood Riset Nugraha (IRN) 2010 yang
telah memberikan bantuan dana penelitian
7. Teman-teman seperjuangan dan teman-teman Agribisnis angkatan 43, 44,
dan 45 atas semangat, dukungan, bantuan dan sharing selama penelitian
hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan
satu persatu, terima kasih.

Bogor, Januari 2011


Ray Sembara
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................ v
DAFTAR GAMBAR .................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................ vii
I. PENDAHULUAN ....................................................... 1
1.1. Latar Belakang ....................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ............................................... 6
1.3. Tujuan ................................................................... 8
1.4. Manfaat ................................................................. 8
1.5. Ruang Lingkup ...................................................... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................. 10
2.1. Pembangunan Peternakan Indonesia ...................... 10
2.2. Strategi dan Klasifikasinya ..................................... 11
2.3. Koperasi dan Nilai-Nilai Koperasi ......................... 16
2.4. Tujuan dan Jati Diri Koperasi ................................. 18
2.5. Fungsi, Peran dan Pronsip Koperasi ....................... 19
2.6. Organisasi Koperasi ............................................... 20
2.7. Kajian Peneliti Terdahulu ....................................... 23
III. KERANGKA PEMIKIRAN ...................................... 26
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis .................................. 26
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ........................... 36
IV. METODE PENELITIAN ........................................... 40
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................. 40
4.2. Penentuan Responden ............................................ 40
4.3. Desain Penelitian ................................................... 40
4.4. Data dan Instrumentasi ........................................... 41
4.5. Metode Pengumpulan Data .................................... 41
4.6. Metode Pengolahan Data ....................................... 41
V. DESKRIPSI KUD MANDIRI BAYONGBONG ....... 49
5.1. Sejarah KUD Mandiri Bayongbong ....................... 49
5.2. Visi dan Misi KUD Mandiri Bayongbong .............. 50
5.3. Kegiatan KUD Mandiri Bayongbong ..................... 50
VI. IDENTIFIKASI LINGKUNGAN ORGANISASI ..... 58
6.1. Analisis Situasi ..................................................... 58
6.2. Lingkungan Internal Unit Ternak Sapi Perah
KUD Mandiri Bayongbong ................................... 63
6.3. Lingkungan Eksternal Unit Ternak Sapi Perah
KUD Mandiri Bayongbong ................................... 78
VII. FORMULASI STRATEGI ......................................... 90
7.1. Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan Unit Ternak
Sapi Perah KUD Mandiri Bayongbong ................. 90
7.2. Identifikasi Peluang dan Ancaman Unit Ternak
Sapi Perah KUD Mandiri Bayongbong .................. 96
7.3. Analisis Matriks Internal-Eksternal (I-E) ............... 103
7.4. Analisis Matriks SWOT ......................................... 104
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ................................... 108
8.1. Kesimpulan ............................................................ 108
8.2. Saran ..................................................................... 109
DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 111
LAMPIRAN ................................................................................. 114

iv
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1. Jumlah Populasi Sapi Perah dan Produksi Susu Segar
Nasional Tahun 2005-2008 ...................................................... 2
2. Jumlah Ekspor dan Impor Susu Indonesia Periode
Tahun 2003-2008 .................................................................... 2
3. Peringkat 10 Besar Daerah Penghasil Susu Jawa Barat ............ 3
4. Perkembangan Populasi dan Produksi Berdasarkan Wilayah
Koperasi Persusuan di Jawa Barat Tahun 2004 ........................ 4
5. Perolehan Laba Unit-Unit Usaha di KUD Bayongbong
Tahun 2004-2008 .................................................................... 6
6. Perkembangan Anggota KUD Bayongbong
Tahun 2004-2008 .................................................................... 6
7. Jumlah Penyaluran Susu Sapi Perah KUD Bayongbong
Tahun 2004-2008 .................................................................... 7
8. Analisis Stakeholders .............................................................. 42
9. Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal Perusahaan .............. 43
10. Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal Perusahaan ............ 46
11. Persentasi Penerimaan Susu KUD Bayongbong oleh IPS ......... 61
12. Analisis Pengaruh Stakeholders terhadap Usaha Ternak Sapi
Perah KUD Bayongbong ......................................................... 62
13. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Garut Atas Dasar
Harga Konstan pada Tahun 2006-2008 .................................... 79
14. Faktor-Faktor Lingkungan Internal .......................................... 90
15. Faktor-Faktor Lingkungan eksternal ........................................ 97

v
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
1. Model Strategik Generik Menurut Porter (1991) ...................... 12
2. Struktur Sederhana Organisasi Koperasi .................................. 22
3. Model Komprehensif Manajemen Strategis ............................. 26
4. Model Lima Kekuatan Porter ................................................... 33
5. Kerangka Pemikiran Operasional Strategi Pengembangan
KUD Bayongbong ................................................................... 39
6. Struktur Organisasi KUD Mandiri Bayongbong ....................... 52
7. Perkembangan Anggota KUD Mandiri Bayongbong
Tahun 2004-2009 .................................................................... 53
8. Perkembangan Jumlah Pedet Sapi KUD Mandiri
Bayongbong Tahun 2004-2009 ................................................ 55
9. Denah KUD Bayongbong ........................................................ 59
10. Perkembangan Penjualan Susu KUD Bayongbong ke IPS
Tahun 2004-2009 .................................................................... 68
11. Perkembangan Harga Susu KUD Bayongbong di Tingkat
Peternak Tahun 2006-2009 ...................................................... 69
12. Proses Pengontrolan Distribusi Susu KUD Mandiri
Bayongbong ............................................................................ 70
13. Perkembangan SHU Keseluruhan KUD Bayongbong
Tahun 2004-2009 .................................................................... 73
14. Perkembangan SHU Unit Usaha KUD Mandiri
Bayongbong Tahun 2004-2009 ................................................ 73
15. Proses Produksi Susu Sapi Perah ............................................. 74
16. Perkembangan Produksi Susu KUD Bayongbong
Tahun 2004-2009 .................................................................... 75
17. Matriks I-E Usaha Ternak Sapi Perah KUD Mandiri
Bayongbong ............................................................................ 103

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
1. Matriks IFE dan EFE ............................................................... 115
2. Daftar Tarif tol ........................................................................ 117
3. Data Populasi Ternak Sapi Perah KUD Mandiri Bayongbong
Tahun 2009 ............................................................................. 118
4. Produk Domestik dan Laju Pertumbuhan Regional Bruto
Kab, Garut adh Konstan *2000 Menurut Lapangan Usaha
Tahun 2005-2008 .................................................................... 129
4. Indeks Harga Konsumen dan Inflasi Bulanan Indonesia Tahun
2005- 2010 .............................................................................. 120
5. Indeks Harga Perdagangan Besar Indonesia Tahun 2010 ......... 121
6. Laju Pertumbuhan Penduduk Per Tahun Menurut Provinsi ...... 122
7. Hasil Pengisian Kuesioner Penentuan Faktor Eksternal dan
Internal, Rating dan Pembobotan Responden 1 ........................ 123
8. Hasil Pengisian Kuesioner Penentuan Faktor Eksternal dan
Internal, Rating dan Pembobotan Responden 2 ........................ 127
9. Hasil Pengisian Kuesioner Penentuan Bobot Responden 3 ....... 131
10. Hasil Pengisian Kuesioner Penentuan Bobot Responden 4 ....... 133
11. Analisis SWOT ....................................................................... 135
12. Daftar Penelitian Terdahulu ..................................................... 137
13. Form Kuisoner Faktor-Faktor Eksternal ................................... 140
14. Form Kuisoner Faktor-Faktor Internal ..................................... 146
15. Dokumentasi Penelitian ........................................................... 153

vii
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Peternakan merupakan bagian dari pertanian yang menghasilkan pangan.
Pangan yang dihasilkan dari peternakan dikenal sebagai penghasil protein hewani
yang bernilai gizi tinggi seperti daging, telur, dan susu. Peternakan memiliki peran
yang penting dalam memajukan pertanian Indonesia. Hal ini ditunjukan melalui
pengembangan beberapa subsektor peternakan yang merupakan bagian dari
program pemerintah dalam rangka meningkatkan pengembangan sektor pertanian
nasional dalam arti luas.
Pembangunan peternakan merupakan tanggung jawab bersama antara
pemerintah, masyarakat dan swasta. Pemerintah menyelenggarakan pengaturan,
pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap ketersediaan produk
peternakan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, bergizi, beragam
dan merata. Swasta dan masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan seluas-
luasnya dalam mewujudkan kecukupan produk peternakan, dapat berupa
melaksanakan produksi, perdagangan dan distribusi produk ternak.
Jumlah penduduk Indonesia saat ini yang mencapai 223 juta orang dengan
tingkat pertumbuhan populasi 1,01 persen pertahun1, merupakan target pasar
potensial yang ingin dibidik oleh banyak negara produsen pangan di dunia
termasuk produk pangan peternakan. Dari ketiga macam produk pangan utama
asal ternak, terdapat beberapa komoditas yang telah mampu berswasembada dan
yang masih sangat bergantung pada ketersediaan melalui impor.
Indonesia sebenarnya mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan ternak
sendiri dan berpotensi menjadi negara pengekspor produk peternakan. Hal
tersebut sangat mungkin diwujudkan karena ketersediaan sumber daya lahan
dengan berbagai jenis tanaman pakan dan keberadaan SDM yang cukup
mendukung. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa pembangunan peternakan di
Indonesia masih belum berhasil dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri,
termasuk rentan terhadap serangan penyakit hewan berbahaya. Hal ini disebabkan
oleh berbagai kelemahan struktural dalam sistem pengembangan peternakan. Oleh
karena itu perlu diupayakan untuk mencari model pengembangan dan

1
Direktorat Jenderal Peternakan (Ditjennak), 2006
kelembagaan yang tepat dan secara ekonomis menguntungkan dalam
penerapannya2.
Pengembangan peternakan sapi perah dilakukan dalam rangka
meningkatkan produksi susu nasional, namun berdasarkan data yang diperoleh
dari Ditjennak, perkembangan peternakan nasional dari tahun 2005 hingga 2008
jumlah populasi sapi perah dan tingkat produksi susu dalam negeri tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Rata-rata laju perkembangan jumlah
populasi maupun produksi susu tahun 2005-2008 tidak lebih dari 20 persen.

Table 1. Jumlah Populasi Sapi Perah dan Produksi Susu Segar Nasional Tahun
2005 – 2008
Tahun Sapi Perah (ekor) Produksi Susu (ton) Konsumsi (kg)
2005 361.351 535.960 845.744*
2006 369.008 616.548 2.534.960
2007 374.067 567.682 2.555.270
2008 457.577 646.953 2.277.200
Ket : * Tidak termasuk dalam beberapa provinsi
Sumber : Ditjen Peternakan Deptan, Tahun 2009

Berdasarkan Tabel 1, secara nasional jumlah populasi susu sapi perah


nasional dari tahun 2005 hingga 2008 mengalami peningkatan, namun jumlah
produksi susu dari tahun 2005 hingga 2008 mengalami fluktuasi dari tahun ke
tahun. Hal tersebut menunjukan tidak sejalannya perkembangan, antara produksi
susu yang dihasilkan dengan jumlah populasi semakin meningkat. Kemudian,
produksi susu nasional baru memenuhi 30 persen kebutuhan nasional, dan
sisanya Indonesia masih harus mengimpor dari beberapa negara seperti Australia,
Selandia Baru dan Belanda.

Tabel 2. Jumlah Ekspor dan Impor Susu Indonesia Periode Tahun 2003 - 2008
Ekspor Susu Olahan Impor Susu Bubuk
Tahun
(Kg) Nilai (US $) (Kg) Nilai (US $)
2003 46.027.220 53.172.102 117.318.145 207.475.321
2004 36.725.220 59.664.476 165.411.493 329.382.793
2005 45.018.446 90.150.666 173.084.444 399.165.422
2006 35.241.220 71.541.786 188.128.220 416.183.463
2007 30.739.140 68.138.949 198.217.220 637.007.025
2008* 52.243.810 211.296.157 170.307.160 625.985.803
Ket : * Data sampai dengan November 2008
Sumber : BPS, diolah Dit. PI, Tahun 2009

2
Ilham. 2006. Analisa sosial ekonomi dalam rangka pencapaian swasembada daging 2010.
Direktorat Ruminansia, Ditjenak, Jakarta. Unpublished 2
Pada Tabel 2, terlihat bahwa ekspor susu mengalami pekembangan yang
cukup fluktuatif, sedangkan impor susu mengalami tren peningkatan dari tahun ke
tahun. Volume ekspor susu olahan tertinggi dicapai pada tahun 2008 sebesar
52.243.810 Kg dengan nilai US $ 211.296.157, sedangkan volume impor tertinggi
dicapai pada tahun 2007 sebesar 198.217.220 Kg dengan nilai US $ 637.007.025.
Tingginya volume impor disebabkan karena rendahnya produktivitas peternak dan
produksi susu nasional yang belum memenuhi permintaan Industri Pengolahan
susu (IPS) dan kebutuhan masyarakat.
Salah satu provinsi yang cocok untuk pengembangan peternakan sapi
perah adalah Provinsi Jawa Barat. Menurut Amaliah (2008) wilayah yang cocok
untuk pengembangan usaha sapi perah di Indonesia adalah daerah pegunungan
dengan ketinggian minimum 800 meter di atas permukaan laut. Penelaah
hubungan produksi susu sapi perah dengan topografi wilayah memperlihatkan
bahwa selisih ketinggian 100 meter berkaitan erat dengan perbedaan produksi
rata-rata empat persen. Provinsi Jawa Barat memiliki pegunungan dan dataran
tinggi yang merupakan iklim yang cocok untuk peternakan sapi perah. Di samping
itu Provinsi Jawa Barat masih memiliki lahan yang relatif luas untuk ketersediaan
pakan hijau (rumput) sehingga pasokan pakan akan tetap terjamin. Beberapa
daerah di Jawa Barat telah menjadi sentra persusuan. Berikut ini 10 daerah yang
menjadi sentra persusuan sapi perah di Provinsi Jawa Barat.

Tabel 3. Peringkat 10 Besar Daerah Penghasil Susu Jawa Barat Tahun 2003-2006
Tahun Jumlah
Kab/ Kota
No. Produksi
2003 2004 2005 2006
(2003-2006)
1. Bandung 94.860,29 97.232,34 109.580,1 115.780 417.452,73
2. Garut 50.785,53 51.799,94 27.859,63 30.808,38 161.253,78
3. Kuningan 15.337,81 14.793,77 13.414,06 12.711,15 56.256,79
4. Sumedang 10.739,52 11.814,56 12.719,85 14.301,95 49.575,88
5. Bogor 11.207,40 11.655,69 11.827,61 11.148,64 45.839,34
6. Sukabumi 6.907,24 7.864,76 8.260,83 9.137,84 32.170,67
7. Cianjur 3.834,45 3.965,03 4.062,95 4.145,65 16.008,08
8. Tasikmalaya 3.107,60 3.307,81 3.357,87 3.414,45 13.187,73
9. Kota Bogor 3.190,30 3.508,02 2.263,24 1.431,45 10.393,5
10. Kota Depok 1.310,07 1.921,58 1.971,63 2.169,67 7.372,95
Sumber : Dinas Peternakan Jawa Barat, Tahun 2008

3
Dari Tabel 3, dapat dilihat bahwa Kabupaten Bandung memiliki total
produksi paling besar dari tahun 2003 hingga 2006, yaitu sebesar 417.452,73 liter
susu. Sedangkan Kabupaten Garut yang menjadi lokasi penelitian menempati
urutan ke dua dengan jumlah 161.253,78 liter susu.
Koperasi mempunyai peran yang cukup strategis untuk menopang
perkembangan persusuan di Indonesia. Perkembangan dari koperasi persusuan
tergantung pada mekanisme yang terjadi di koperasi tersebut. Koperasi peternakan
sapi perah berperan sebagai tempat pengumpul susu dari peternakan rakyat yang
merupakan anggota koperasi. Oleh karena itu, peranan koperasi sangat penting
untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Adapun perkembangan populasi
sapi perah dan produksi susu dari seluruh koperasi persusuan yang ada di Jawa
Barat dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perkembangan Populasi dan Produksi Berdasarkan Wilayah Koperasi


Pesusuan di Jawa Barat Tahun 2004
Jumlah Peternak Total Populasi Total Produksi
No. Nama Koperasi
(orang) (ekor) Susu (ton)
1. KPSBU Lembang 4.618 14.816 34.689,435
Cikajang (Karya Utama
1.683 4.089 9.639,830
2. Sejahtera)
3. Cisurupan 1.372 3.711 5.753,710
4. Bayongbong 1.504 4.064 8.129,493
5. Cilawu 534 1.717 2.385,660
6. Tani Mukti Ciwidey 855 1.028 3.227,356
7. Dewi Sri Kuningan 1.228 3.777 5.086,156
8. Sinar Jaya Ujung Berung 533 2.683 2.934,320
9. Tandang Sari 1.589 5.159 10.183,082
10. Ciparay 338 639 1.194,126
11. Cipanas, Cianjur 120 794 619,220
12. KPS, Gunung Gede 86 877 1.241,259
13. Gemah Ripah 200 1.122 1.174,663
14. Makmur, Selabintana 50 496 1.009,581
15. Bakti Sukaraja I 13 152 308,107
16. Cipta Karya, Samarang 55 90 77,803
17. KPBS Pangalengan 6.704 15.286 29.253,260
18. Mitrayasa, Pageur Ageung 400 1.157 1.478,770
19. Balebat, Banjaran Majalengka 126 437 354,043
20. Giri Tani, Bogor 694 956 1.582,410
21. Sarwa Mukti 1.200 3.215 12.304,308
22. Pasir Jambu 1.800 1.298 2.414,066
23. Puspa Mekar 1.030 3.779 11.586,121
24. KPS Bogor 268 2.868 4.233,540
Jumlah 27.000 74.210 150.860,319
Sumber : GKSI Jawa Barat, Tahun 2004

4
Berdasarkan Tabel 4, dapat dilihat bahwa koperasi-koperasi seperti
KPSBU Lembang, KSU Tandangsari, KPBS Pangalengan, KUD Puspa Mekar,
KUD Sarwa Mukti, KUD Cikajang, dan KUD Bayongbong merupakan koperasi
yang mempunyai jumlah produksi susu segar lebih dari 8 ribu ton. Data tersebut
menunjukkan bahwa peternak rakyat mendominasi usaha ternak sapi perah di
Jawa Barat. Berikut tabel mengenai perkembangan dan produksi berdasarkan
wilayah koperasi persusuan di Jawa Barat pada tahun 2004.
Koperasi diupayakan sebagai pilar yang kokoh bagi penggerak ekonomi
rakyat yang tangguh, kuat, dan mandiri dalam upaya memajukan sektor pertanian.
Menurut Baga (2005) secara umum terdapat banyak alasan yang menyebabkan
koperasi menjadi hal yang dibutuhkan bagi pengembangan pertanian. Pertama,
petani menjalankan usaha yang relatif kecil dibandingkan partner-nya, sehingga
memiliki posisi rebut tawar yang lemah. Kedua, pasar produk pertanian yang
pada umumnya dikuasai oleh pembeli yang jumlahnya relatif sedikit dibandingkan
petani yang jumlahnya banyak. Ketiga, besarnya permintaan pembeli produk
umumnya baru dapat dipenuhi dari penggabungan volume produksi banyak
petani. Keempat, keragaman kualitas produk pertanian menyulitkan proses
pemasaran apabila dilakukan secara individu. Kelima, karakter sektor pertanian
yang secara geografis menyebar menyebabkan hanya sedikit petani menjangkau
berbagai alternatif pembeli. Keenam, kualitas sumberdaya manusia petani pada
umumnya relatif rendah sehingga menyulitkan ekspansi usaha. Ketujuh, cara
hidup petani yang identik dengan prinsip gotong royong berpengaruh terhadap
proses pemecahan masalah.
Adanya peran kelembagaan koperasi dalam peternakan ini memberikan
peluang besar terhadap sektor peternakan untuk mampu berkembang dengan baik.
Upaya pengembangan peternakan ini tentunya membutuhkan sarana dan
prasarana yang memadai, mulai dari penerapan pengelolaan teknis peternakan
yang baik serta peran kelembagaan yang berjalan dengan efektif. Hal ini akan
berdampak terhadap perkembangan populasi sapi perah dan produksi susu dari
sektor peternakan tersebut.

5
1.2. Perumusan Masalah
KUD Bayongbong merupakan salah satu koperasi yang terdapat di
Kabupaten Garut yang memiliki beberapa unit usaha yang menjadi pilar
penyanggah kegiatan koperasi, diantaranya meliputi Unit usaha sapi perah, Unit
Waserda, Unit makanan ternak, Unit Kredit Candak Kulak (KCK), Unit Listrik,
Unit SP PUK, dan Unit simpan pinjam. Sejak awal berdirinya KUD Bayongbong
bisnis utamanya adalah unit usaha sapi perah. Pada unit usaha sapi perah KUD
Bayongbong memiliki 22 kelompok peternak yang tersebar dalam enam wilayah
kerja KUD Bayongbong yang meliputi dua kecamatan yaitu Kecamatan
Bayongbong dan Cigedug.

Tabel 5. Perolehan Laba Unit-Unit Usaha di KUD Bayongbong Tahun 2005-2008


(satuan dalam : rupiah)
Tahun
No Unit Usaha
2005 2006 2007 2008
1. Sapi Perah 158.087.814,32 209.509.428,21 244.996.055,17 300.121.413,70
2. Simpan Pinjam 242.290.000,00 269.200.000,00 270.606.000,00 334.480.000,00
3. SP PUK 54.300.767,00 65.800.000,00 70.938.000,00 78.820.000,00
4. Waserda 2.533.611,00 (3.721.650,00) 2.179.400,00 4.348.600,00
5. Makanan Ternak 37.833.550,00 39.238.650,00 45.080.300,00 46.836.625,00
6. Pelayanan Listrik 35.300.406,00 40.121.238,00 50.572.382,00 68.315.093,00
Kredit Candak Kulak
809.020,00 1.027.380,00 1.373.300,00 1.101.900,00
7. (KCK)
Jumlah 531.155.168,32 621.175.046,21 685.745.437,17 834.023.631,70
Sumber : KUD Bayongbong, Tahun 2009

Peran yang diberikan unit usaha susu perah KUD Bayongbong dalam
memajukan koperasi sangat dominan. Hal ini ditunjukan dengan besarnya
kontribusi perolehan laba usaha yang diperoleh setiap tahunnya serta banyaknya
anggota yang terlibat dalam unit usaha sapi perah.

Tabel 6. Perkembangan Anggota KUD Bayongbong Tahun 2004-2008


(satuan dalam : orang)
Tahun
No. Anggota Aktif
2004 2005 2006 2007 2008
1. Unit Usaha Sapi perah 3011 2429 1463 1643 1530
2. Unit Simpan Pinjam dan PKK 198 211 226 216 300
3. Karyawan 112 103 107 108 110
Jumlah 3321 2743 1796 1967 1940
Sumber : KUD Bayongbong, Tahun 2009

6
Berdasarkan Tabel 6, sebagian besar anggota yang tergabung dalam KUD
Bayongbong merupakan para peternak sapi yang bertanggung jawab dalam
mengelola dan menjalankan usaha ternak sapi perah.
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian pengembangan usaha ternak
sapi perah KUD Bayongbong adalah belum mampunya KUD Bayongbong
memasok susu secara konstan permintaan IPS baik secara kualitas dan kuantitas.
Berdasarkan data Laporan Tahunan KUD Bayongbong tahun 2004-2008 KUD
Bayongbong telah memasok produk susunya ke beberapa IPS seperti: PT.
Indomilk, PT. Frisian Flag Indonesia (FFI), dan PT Isam (Diamond).

Tabel 7. Jumlah Penyaluran Susu KUD Bayongbong ke IPS Tahun 2004-2008


(satuan dalam : liter)
Tempat Tahun
No.
Penyaluran 2004 2005 2006 2007 2008
1. PT. Indomilk 2858700 3932080 2235160 133320 -
2. PT.FFI 5430910 2434265 3146350 6814600 8234150
3. PT. Isam - 149820 609500 - -
4. Keperluan KUD 2325 1870 2029 2320 2320
Jumlah 8291935 6518035 5993039 6950240 8236470
Sumber : KUD Bayongbong, Tahun 2009

Pemenuhan kuantitas dan standar kualitas susu oleh KUD Bayongbong


yang tidak konsisten disebabkan rendahnya kedisplinan dan kesadaran
sumberdaya manusia peternak dalam mengelola usaha peternakan sapi perahnya.
Peternak masih belum memahami arti pentingya kesehatan dan kebersihan dalam
mengelola usaha. Pakan yang diberikan pada sapi masih belum berdasarkan
standar pakan yang baik, selain itu lambatnya pengelolaan susu hasil perahan ke
tempat penampungan menyebabkan penurunan dari kualitas susu tersebut akibat
rentan terjadinya penambahan bakteri. Kemudian dari sisi populasi sapi perah di
KUD Bayongbong saat ini belum terjadi peningkatan yang signifikan, hal ini
disebabkan penjualan sapi lama dilakukan bersamaan dengan datangnya kiriman
sapi baru yang akan dikelola, akibatnya tidak terjadi penambahan pada sisi
populasi sapi perah.
Permasalahan lain yang juga berpengaruh adalah kurang maksimalnya
pelayanan yang diberikan KUD Bayongbong dalam memfasilitasi peternak sapi
perah menjalankan usaha ternaknya, yang berdampak pada kinerja para peternak

7
dalam mengelola usahanya. Hal ini ditunjukan dengan masih mahalnya harga
pakan tambahan serta langkanya pakan hijauan mengakibatkan peternak kurang
maksimal dalam memberikan pakan tambahan tersebut. Kemudian terkait dengan
harga susu yang diterima pada tingkat peternak pun masih dirasa kurang sesuai
dengan besarnya biaya yang dikeluarkan oleh peternak.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka untuk memperbaharui dan
mengatasinya diperlukan suatu strategi yang tepat dalam menyelesaikan
permasalahan yang terjadi. Perumusan strategi yang akan dibentuk membutuhkan
analisis dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh dalam KUD
Bayongbong, baik faktor eksternal maupun faktor internal. Faktor eksternal
organisasi meliputi peluang dan ancaman yang dihadapi oleh organisasi,
sedangkan faktor internal meliputi kelemahan dan kekuatan yang dimiliki oleh
organisasi tersebut. Rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini,
yaitu:
1. Faktor lingkungan internal dan eksternal apa saja yang berpengaruh terhadap
pengembangan usaha ternak sapi perah di KUD Bayongbong?
2. Alternatif strategi apakah yang dapat diterapkan dalam pengembangan usaha
ternak sapi perah yang sesuai dengan KUD Bayongbong?

1.3. Tujuan
Berdasarkan permasalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor eksternal dan internal
yang berpengaruh dalam pengembangan usaha ternak sapi perah KUD
Bayongbong
2. Menganalisis dan merekomendasikan alternatif strategi yang bisa
diterapkan dalam pengembangan usaha ternak sapi perah yang sesuai
dengan KUD Bayongbong

1.4. Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian yang dilakukan, antara lain:
1. Sebagai referensi dan masukan bagi KUD Bayongbong untuk mengambil
keputusan dalam rangka menyelesaikan permasalahan eksternal dan
internal organisasi

8
2. Sebagai sumber rujukan, bahan kajian, perolehan data dan informasi bagi
pemerintah, perguruan tinggi, dan bagi pihak-pihak yang mendalami
bidang kajian penerapan strategi pengembangan koperasi dan
kelembagaan agribisnis
3. Sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan dan wawasan peneliti
dalam melakukan analisis permasalahan khususnya penerapan strategi
pengembangan koperasi dan kelembagaan agribisnis.

1.5. Ruang Lingkup


Penelitian ini hanya mencakup pengkajian strategi pengembangan usaha
ternak sapi perah KUD Bayongbong yang didasarkan pada analisis faktor-faktor
lingkungan internal dan eksternal yang dimiliki KUD Bayongbong.

9
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembangunan Peternakan Indonesia


2.1.1. Pembangunan Peternakan
Saragih (1998) menyatakan paradigma pembangunan peternakan yang
mampu memberikan peningkatan pendapatan peternak yang relatif tinggi dan
menciptakan daya saing global adalah paradigma pembangunan agribisnis
berbasis peternakan. Dengan memandang peternakan sebagai sistem agribisnis
berbasis peternakan perlu lebih terintegrasi, simultan, komprehensif dan terarah.
Pembangunan agribisnis peternakan berbasis peternakan yang bersifat
makro ini harus didukung oleh struktur, perilaku dan kinerja mikro peternakan itu
sendiri. Pembangunan peternakan yang tangguh memiliki ciri yaitu mampu
memanfaatkan sumber daya secara optimal menangkal gejolak teknis maupun
ekonomis, mengembangkan struktur produksi memenuhi tuntutan pasar dan
berperan dalam pembangunan nasional, daerah, dan kawasan3.
Pengembangan agribinis peternakan ini bukan saja pengembangan
komoditas peternakan saja tetapi lebih dari itu, yakni pembangunan ekonomi
(wilayah) yang berbasis pertanian yang didalamnya termasuk peternakan4. Konsep
kawasan dalam pembangunan peternakan adalah:
a. Suatu konsep mengenai pengembangan sistem pemanfaatan ternak lahan.
b. Suatu pendekatan yang mengintegrasikan ternak dengan tanaman sehingga
ternak lebih berbasis lahan dari pada sebagai bagian dari suatu sistem produksi
perkotaan
c. Fokusnya adalah pada pemanfaatan lahan dan sumber daya secara lebih baik,
pelestarian lingkungan, ketahanan pangan, dan pengentasan kemiskinan.

Kawasan peternakan terdiri dari atas kawasan khusus peternakan,


merupakan daerah prioritas dengan komoditas unggulan, dengan memperhatikan
kesesuaian agroekosistem dan agriklimat serta tata ruang wilayah. Kawasan
terpadu merupakan sistem integrasi ternak dengan tanaman pangan hortikultura,
perkebunan dan perikanan (program lintas sektor). Kawasan agropolitan
merupakan kota pertanian yang dihela oleh desa-desa hinterland. Pembangunan
sistem agropolitan meliputi industri pengolahan makanan dan pakan, industri

3
Soehadji, 1994. Membangun Peternakan yang Tangguh. Bandung. Departemen Pendidikan dan
kebudayaan Universitas Padjajaran. Orasi Ilmiah
4
Saragih, 1998. Agribisnis Berbasis Peternakan, Kumpulan Pemikiran. Bogor. Pusat
studi Pembangunan Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor.
pengolahan pertanian lain, peralatan dan input-input pertanian, serta barang
konsumsi lain.

2.2. Strategi dan Klasifikasinya


2.2.1 Pengertian Strategi
Menurut David (2006), strategi adalah alat untuk mencapai tujuan jangka
panjang. Strategi bisnis dapat mencakup ekspansi geografis, diversifikasi, akuisisi,
pengembangan produk, penetrasi pasar, pengurangan bisnis, divestasi, likuidasi,
dan joint venture. Strategi adalah tindakan potensial yang membutuhkan
keputusan manajemen tingkat atas dan sumberdaya perusahaan dalam jumlah
yang besar. Selain itu, strategi memiliki konsekuensi yang multifungsi dan
multidimensi serta perlu mempertimbangkan faktor-faktor internal dan eksternal
yang dihadapi perusahaan.
Tjipto (1997) menyatakan bahwa strategi dapat dilihat dari dua perspektif.
Persepektif pertama, strategi adalah apa yang ingin dilakukan (intends to do),
program untuk menentukan dan mencapai tujuan organisasi dan
mengimplementasikan misinya. Hal ini bermakna bahwa manajer memainkan
peranan yang aktif, sadar dan rasional dalam merumuskan strategi organisasi.
Perspektif kedua, strategi merupakan apa yang organisasi akhirnya lakukan
(eventually does), artinya pola tanggapan atau respon organisasi terhadap
lingkungannya sepanjang waktu. Purwanto (2006), mengemukakan bahwa strategi
menjadi suatu kerangka yang fundamental tempat suatu organisasi akan mampu
menyatakan kontinuitasnya yang vital, sementara pada saat yang bersamaan ia
akan memiliki kekuatan untuk menyesuaikan terhadap lingkungan yang selalu
berubah.
Yoshida (2006), mengemukakan bahwa strategi merupakan cara-cara yang
digunakan oleh organisasi untuk mencapai tujuannya melalui pengintegrasian
segala keunggulan organisasi dalam menghadapi tantangan dan ancaman potensial
untuk dihadapi di masa datang oleh organisasi yang bersangkutan. Selain itu, Hax
dan Majluf, diacu dalam Yoshida (2006) menyatakan bahwa strategi yang
komprehensif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

11
1. Strategi bersifat koheren, menyatu dan menunjukan pola keputusan yang
integratif
2. Strategi menentukan dan menyatakan secara tersurat arah organisasi terutama
dalam hal tujuan jangka panjang, program-program kegiatan yang akan
dilakukan dan prioritas alokasi sumberdaya.
3. Strategi digunakan untuk memilih bisnis apa yang akan dimasuki oleh
organisasi saat ini atau yang akan ditekuni oleh organisasi tersebut di masa
yang akan datang
4. Strategi merupakan usaha organisasi untuk mencapai keunggulan jangka
panjang secara terus menerus dalam setiap bisnis yang dimasukinya dan dari
ancaman yang berasal dari lingkungan bisnis yang dihadapinya
5. Strategi menentukan kontribusi natural ekonomi dan non ekonomis bagi para
stakeholders yang bersangkutan.

2.2.2. Klasifikasi Strategi


Berdasarkan teori manajemen strategi maka strategi perusahaan dapat
diklasifikasikan atas dasar tingkatan tugas, yaitu strategi generik (generic
strategy), strategi utama atau strategi induk (grand strategy), dan strategi
fungsional. Menurut Porter (1991), mengemukakan bahwa terdapat model
startegik generik yang dapat diterapkan oleh suatu organisasi.

Kepemimpinan
Diferensiasi
Biaya Menyeluruh
(Differentiation)
(Cost Leadership)

Fokus Biaya Fokus Diferensiasi

Gambar 1. Model Strategi Generik Menurut Porter (1991)


Sumber : Porter, Tahun 1991

12
1. Strategi kepemimpinan biaya menyeluruh (Cost Leadership)
Strategi bersaing biaya rendah ditujukan untuk mencapai sasaran pasar di
keseluruhan industri. Strategi ini memerlukan konstruksi agresif dari fasilitas
skala yang efisien, pengurangan harga secara gencar, pengendalian biaya dan
overhead yang ketat, penghindaran pelanggan yang marginal, dan minimisasi
biaya dalam bidang-bidang seperti litbang, pelayanan armada penjualan,
periklanan, dan lain-lain. Dengan memiliki posisi biaya rendah
memungkinkan perusahaan untuk tetap mendapat laba pada masa-masa
persaingan ketat. Selain itu, pangsa pasarnya yang tinggi memungkinkan
memberikan kekuatan penawaran yang menguntungkan terhadap pemasoknya
karena perusahaan membeli dalam jumlah besar. Oleh karena itu, harga yang
murah berfungsi sebagai hambatan pesaing untuk masuk ke dalam industri dan
hanya sedikit yang dapat menandingi keunggulan biaya memimpin.
2. Strategi Diferensiasi (Diferentiation)
Strategi ini diarahkan kepada pasar luas dan melibatkan penciptaan sebuah
produk baru yang dirasakan oleh keseluruhan industri sebagai hal yang unik.
Pendekatan untuk melakukan diferensiasi dapat bermacam-macam bentuknya,
yaitu citra rancangan atau merek, teknologi, keistimewaan, atau ciri khas,
pelayanan pelanggan, jaringan penyalur, dan lain-lain. Jika penerapan strategi
diferensiasi tercapai maka strategi ini merupakan strategi aktif untuk
mendapatkan laba di atas rata-rata dalam suatu bisnis karena adanya loyalitas
merek dari pelanggan akan membuat sensitivitas konsumen terhadap harga
menjadi lebih rendah. Oleh karena itu, loyalitas pelanggan berfungsi sebagai
penghalang masuk industri karena perusahaan-perusahaan baru harus
mengembangkan kompetensi tersendiri untuk membedakan produk mereka
melalui cara-cara tertentu.
3. Strategi Fokus (Focus)
Strategi fokus dibangun untuk melayani target tertentu secara spesifik. Strategi
fokus dibagi dua, yaitu strategi fokus biaya dan strategi fokus diferensiasi.
Strategis fokus biaya mencari keunggulan biaya pada segmen sasarannya dan
didasarkan atas pemikiran bahwa perusahaan dapat melayani target
strategisnya yang sempit secara lebih efektif dan efisien daripada pesaing yang

13
bersaing lebih luas. Sedangkan strategi fokus diferensiasi berkonsentrasi pada
kelompok pembeli, segmen lini produk, atau pasar geografis tertentu dimana
segmen sasaran tersebut harus memiliki salah satu pembeli dengan kebutuhan
tidak lazim atau sistem produksi dan penyaluran yang melayani pasar berbeda
dari pesaing lainnya.

Menurut David (2006) strategi generik dibagi menjadi empat, yaitu


strategi integrasi vertikal, strategi intensif, strategi diversifikasi, dan strategi
dipensif.
1) Strategi Integrasi Vertikal
Strategi integrasi vertikal merupakan suatu strategi yang memungkinkan
perusahaan untuk mendapatkan kontrol atas distributor, pemasok, dan atau
pesaing. Strategi ini dibagi menjadi tiga, yaitu :
a) Strategi Integrasi ke Depan (Forward Strategy)
Strategi ini melibatkan akusisi kepemilikan atau peningkatan control atas
distributor atau pengecer.
b) Startegi Integrasi ke Belakang (Backward Strategy)
Strategi ini merupakan strategi untuk mencari kepemilikan atau
meningkatkan kontrol atas pemasok perusahaan. Intergrasi ke belakang
sangat cocok ketika pemasok perusahaan saat ini tidak dapat diandalkan,
terlalu mahal atau tidak dapat memenuhi kebutuhan perusahaan.
c) Strategi Integrasi Horisontal
Integrasi horisontal mengacu pada strategi yang mencari kepemilikan atau
meningkatkan kontrol atas pesaing perusahaan

2) Strategi Intensif
Strategi intensif biasanya digunakan perusahaan ketika posisi kompetitif
perusahaan dengan produk yang ada saat ini akan membaik. Strategi ini dibagi
tiga menjadi :
a) Strategi Penetrasi Pasar (Market Penetration)
Strategi ini berusaha meningkatkan pangsa pasar untuk produk/ jasa saat
ini melalui upaya pemasaran yang lebih besar. Penetrasi pasar termasuk

14
meningkatkan jumlah tenaga penjual, jumlah belanja iklan, menawarkan
promosi penjualan yang ekstensif, atau meningkatkan usia publisitas.
b) Strategi Pengembangan Pasar (Market Development)
Strategi ini melibatkan perkenalan produk yang ada saat ini ke area
geografi yang baru
c) Startegi Pengembangan Produk (Product Development)
Strategi ini merupakan strategi yang mencari peningkatan penjualan
dengan memperbaiki atau memodifikasi produk/jasa saat ini.
Pengembangan produk biasanya melibatkan biaya penelitian dan
pengembangan yang besar.

3) Strategi Diversifikasi
Terdapat tiga tipe umum dari strategi diversifikasi, yaitu :
a) Startegi Konsentrik
Strategi ini dilakukan perusahaan dengan cara menambah produk atau jasa
baru yang masih berhubungan.
b) Startegi Horisontal
Strategi ini dilakukan perusahaan dengan cara menambah produk atau jasa
baru yang tidak berkaitan untuk pelanggan saat ini. Tujuan strategi ini
adalah menambah produk baru yang tidak berhubungan untuk memuaskan
pelanggan yang sama.
c) Strategi Konglomerat
Strategi ini dilakukan perusahaan dengan cara menambah produk atau jasa
baru yang tidak berkaitan dengan produk atau jasa lama. Tujuan strategi
ini adalah menambah produk baru yang tidak saling berhubungan untuk
pasar yang berbeda.

4) Strategi Dipensif
Strategi ini dibagi menjadi tiga, yaitu strategi retrechment, divestasi, dan
likuidasi.
a) Strategi Retrechment
Strategi ini terjadi ketika suatu organisasi mengelompokan ulang melalui
pengurangan aset dan biaya untuk membalikan penjualan dan laba yang

15
menurun. Kadang-kadang strategi ini disebut sebagai strategi berputar
(reorganisasi).
b) Strategi Divestasi
Strategi ini dilakukan dengan menjual satu divisi atau bagian dari suatu
organisasi yang bertujuan meningkatkan modal untuk akuisisi strategis
atau investasi lebih lanjut. Divestasi dapat menjadi bagian dari
keseluruhan startegi retrechment untuk menyingkirkan bisnis perusahaan
yang tidak menguntungkan, membutuhkan banyak modal, atau yang tidak
cocok dengan aktivitas perusahaan lainnya.
c) Strategi Likuidasi
Strategi ini dilakukan dengan menjual seluruh aset perusahaan baik secara
terpisah-pisah atau sepotong-potong untuk nilai riil-nya.

2.3. Koperasi dan Nilai-Nilai Koperasi


2.3.1 Koperasi
Latar belakang lahirnya koperasi adalah keinginan dari para pendiri
koperasi yang berusaha untuk membebaskan diri dari kesulitan ekonomi secara
bersama-sama. Robert Owen adalah pelopor lahirnya koperasi yang telah
memberikan inspirasi terbentuknya koperasi pertama kali di kota Rochdale pada
tahun 1844.
Secara harfiah koperasi berarti bekerja sama. Koperasi terdiri atas dua kata
yaitu co yang berarti bersama dan operation berarti bekerja. Dengan kata lain,
koperasi merupakan suatu alat untuk memperbaiki kehidupan berdasarkan
menolong diri sendiri (self help) dan otoaktivitas dalam bentuk kerjasama.
Koperasi pada asasnya bukan merupakan perkumpulan yang mencari keuntungan
tetapi mencapai perbaikan hidup dan kesejahteraan anggota (Mahmud, 1986).
Menurut Undang-Undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian.
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan
hukum koperasi dengan berlandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan,
sedangkan perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan
koperasi.

16
Visi masyarakat koperasi dunia dalam menghadapi millenium ketiga,
sebagaimana hasil Kongres 100 tahun International Cooperation Alliance (ICA)
di Manchaster 1995, adalah bahwa perekonomian akan memerlukan lebih banyak
unsur percaya pada diri sendiri, demokratis, dan partisipatif agar setiap orang
lebih mampu menguasai kehidupan ekonomi dan sosialnya. Dengan demikian
perekonomian akan menjadi makin penting bagi kehidupan banyak orang di masa
mendatang. Soedjono (2000), salah seorang pakar koperasi mendefinisikan
koperasi sebagai perkumpulan otonom dari orang-orang yang bersatu secara
sukarela untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi-aspirasi ekonomi,
sosial dan budaya bersama melalui perusahaan yang mereka miliki bersama dan
mereka kendalikan secara demokratis.
Sifat ganda pada koperasi, menurut UU Nomor 25 tahun 1992 tentang
Perkoperasian, antara lain dicirikan oleh bentuknya sebagai badan usaha sekaligus
sebagai pengguna jasa. Dengan sifat gandanya itu tujuan koperasi tidak hanya
untuk mensejahterakan kehidupan anggotanya, tetapi juga untuk mendorong
tumbuhnya partisipasi dalam mewujudkan demokrasi ekonomi. Oleh karena itu,
kehidupan koperasi tidak hanya pada dimensi ekonomi saja tetapi juga berada
pada dimensi ideologi politik dan sosial budaya. Di samping itu dalam
melaksanakan kegiatannya, koperasi juga dilandasi oleh nilai dan prinsip-prinsip
yang mencirikannya sebagai lembaga ekonomi yang syarat dengan nilai etika
bisnis. Dengan demikian, jika mendefinisikan suatu koperasi atau organisasi
koperasi tidak cukup hanya mendefinisikan karakter sosial, tetapi juga harus
mendefinisikan karakter ekonomi, dan sebaliknya.

2.3.2. Pengertian Koperasi


Koperasi diartikan sangat beragam oleh para pakar. Secara umum
pengertian koperasi tidak terlepas dari asas, landasan, tujuan dan prinsip-prinsip
koperasi. Oleh karena itu, pengertian koperasi menjadi sangat penting agar setiap
individu memiliki pemahaman yang benar tentang lembaga koperasi. Berikut ini
adalah beberapa pengertian koperasi :
1. ”Koperasi berdiri sebagai persekutuan kaum yang lemah untuk membela
keperluan hidupnya. Mencapai keperluan hidupnya dengan ongkos yang

17
semurah-murahnya, itulah yang dituju. Pada koperasi didahulukan keperluan
bersama, bukan keuntungan” (Hatta, 1954).
2. ”Koperasi adalah lembaga ekonomi rakyat yang menggerakan perekonomian
rakyat dalam memacu kesejahteraan sosial masyarakat” (Swasono, 1992).
3. ”Koperasi dipahami sebagai perkumpulan orang yang secara sukarela
mempersatukan diri untuk memperjuangkan peningkatan kesejahteraan
ekonomi mereka, melalui pembentukan sebuah perusahaan yang dikelola
secara demokratis” (Baswir, 1997).
4. ”Koperasi adalah perkumpulan otonom dari orang-orang yang bergabung
secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial,
budaya dan budaya mereka yang sama melalui perusahaan yang dimiliki dan
diawasi secara demokratis” (ICA dalam Hendrojogi, 2004)
5. ”Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan
hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip
koperasi sekaligus sebagai gerakan rakyat yang berdasarkan atas dasar asas
kekeluargaan” (UU No. 25 Tahun 1992 Pasal 1).

2.3.3. Nilai-Nilai Koperasi


Nilai-nilai dalam koperasi merupakan salah satu aspek penting yang
membedakan koperasi dengan badan usaha ekonomi lainnya. Karena dalam nilai-
nilai koperasi terkandung unsur moral dan etika yang tidak semua dimiliki oleh
badan usaha ekonomi lainnya. Soedjono (2000), mengemukakan bahwa koperasi-
koperasi berdasarkan nilai-nilai menolong diri sendiri (self help), demokratis,
persamaan, keadilan, dan kesetiakawanan, kejujuran, keterbukaan, tanggung
jawab sosial serta kepedulian terhadap orang lain.

2.4. Tujuan dan Jatidiri Koperasi


Berdasarkan UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, koperasi
bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka
mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945. Menurut Presiden Soeharto bahwa, ”masih ada
yang berpendapat bahwa koperasi tertinggal jauh dibandingkan BUMN dan

18
perusahaan swasta, karena tidak ada koperasi yang memiliki bangunan megah
atau usaha berskala besar. Tujuan koperasi bukanlah untuk mendirikan usaha
besar serta gedung mewah, tetapi yang jelas tugas utama koperasi adalah tetap
berusaha meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran anggotanya”.
Sesuai dengan pengertian koperasi, maka dapat dikemukakan jatidiri
koperasi sebagai berikut :
1. Anggota koperasi (pemilik/pemodal) adalah juga pengguna jasa dari koperasi
2. Koperasi dibentuk untuk :
a. Mencapai tujuan bersama dengan cara memanfaatkan organisasi yang
dimodali bersama
b. Memenuhi kepentingan bersama dan mengawasi secara demokratis oleh
anggota
c. Anggota koperasi disebut pemilik dan pengguna jasa koperasi yang
bersangkutan (UU Nomor 25 tahun 1992).

Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa jati diri koperasi adalah :
”Berfungsinya anggota sebagai pemilik/pemodal sekaligus sebagai pelanggan atau
pengguna jasa perusahaan koperasi” (Nasution, 2002).

2.5. Fungsi, Peran, dan Prinsip Koperasi


Fungsi dan peran koperasi sesuai dengan Undang-Undang No. 25 tahun
1992 sebagai berikut :
1. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota
pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan
kesejahteraan ekonomi dan sosialnya
2. Berperan secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia
dan masyarakat
3. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan
perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokoguru-nya
4. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional
yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan
demokrasi ekonomi.

19
Prinsip koperasi merupakan dasar kerja koperasi sebagai badan usaha serta
menjadi ciri khas dan jatidiri koperasi yang membedakannya dari badan usaha
lainnya. Namun apabila terdapat organisasi lain yang memiliki nama selain
koperasi namun ia menjalankan prinsip-prinsip tersebut maka ia layak disebut
koperasi. Adapaun prinsip-prinsip kerja koperasi antara lain sebagai berikut :
1. Keanggotaan sukarela dan terbuka
2. Pengawasan demokratis oleh anggota (one man one vote)
3. Partisipasi anggota dalam kegiatan ekonomi
4. Otonomi dan kemandirian
5. Pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan
6. Kerjasama antar koperasi
7. Kepedulian terhadap masyarakat

Prinsip-prinsip koperasi di atas merupakan hasil Kongres 100 tahun ICA


di Manchaster tahun 1995 yang berbeda dengan prinsip koperasi yang telah
ditetapkan dalam pasal 5 Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian secara eksplisit masih menegaskan adanya prinsip pembagian sisa
hasil usaha masing-masing anggota secara adil dan sebanding dengan besarnya
jasa usaha masing-masing anggota serta prinsip pemberian balas jasa yang
terbatas terhadap modal. Sementara itu hasil Kongres 100 tahun ICA tersebut
lebih menekankan pada pentingnya prinsip partisipasi anggota dalam kegiatan
ekonomi serta prinsip kepedulian terhadap masyarakat.

2.6. Organisasi Koperasi


Organisasi koperasi dibentuk atas kepentingan dan kesepakatan anggota
pendirinya dan memiliki tujuan utama untuk lebih mensejahterakan anggotanya.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian menyatakan
bahwa perangkat organisasi koperasi terdiri dari tiga unsur, yaitu Rapat Anggota,
Pengurus dan Pengawas. Rapat anggota sebagai badan tertinggi dalam koperasi
dimana setiap anggota mempunyai hak suara yang sama akan melakukan evaluasi
prestasi dari tahun sebelumnya dan menetapkan arah dan kebijakan dasar
manajemen yang menyeluruh bagi koperasi di masa yang akan datang. Tugas dan
peran Rapat Anggota koperasi diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun

20
1992 tentang Perkoperasian, pasal 22 sampai pasal 27. Hak dan suara Rapat
Anggota umumnya berlaku untuk satu suara (one man one vote) dan tidak boleh
diwakilkan (no voting by proxy). Hal ini dilakukan untuk mendorong anggota
dalam menghadiri rapat sehingga ikut berpartisipasi dalam manajemen koperasi
secara tidak langsung.
Pada setiap Rapat Anggota ditetapkan kebijaksanaan-kebijaksanaan
pokok, yaitu bagaimana koperasi seharusnya menjalankan usahanya untuk
mencapai tujuannya. Kebijaksanaan yang ditetapkan tersebut merupakan pagar
yang tidak boleh dilanggar oleh setiap pelaksana kebijakan. Rapat Anggota
melimpahkan wewenangnya kepada pengurus untuk melaksanakan
kebijaksanaan-kebijaksanaan dan berbagai keputusan lainnya. Selain itu Rapat
Anggota juga mendelegasikan wewenangnya kepada pengurus untuk menjalankan
kegiatan koperasi dan kepada badan pengawas untuk melakukan pengawasan
terhadap setiap kegiatan yang dilakukan oleh koperasi.
Unsur kedua dalam organisasi koperasi adalah pengurus. Pengurus
bertanggung jawab mengambil keputusan yang menyangkut kebijakan strategis
berdasarkan keputusan Rapat Anggota (supreme decision centre function), serta
bertanggung jawab mengendalikan pelaksanaanya. Undang-Undang Nomor 25
tahun 1992 tentang Perkoperasian menyatakan bahwa pengurus koperasi
merupakan personifikasi atau pengejawantahan badan hukum koperasi. Fungsi
dan peran diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian pasal 29 sampai pasal 37.
Dalam operasi koperasi di Indonesia dikenal adanya Badan Pengawas.
Pengawas koperasi dipilih dari dan oleh anggota koperasi dalam Rapat Anggota
dan bertanggung jawab kepada Rapat Anggota. Pengawas Koperasi bertugas
terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan koperasi serta membuat laporan
tertulis tentang hasil pengawasannya. Pengawas koperasi berwenang untuk
meneliti catatan yang ada pada koperasi serta mendapatkan segala keterangan
yang diperlukan dan merahasiakan hasil pengawasannya terhadap pihak ketiga.
Dalam menjalankan tugasnya, pengawas diberi wewenang khusus oleh Undang-
Undang. Tugas peranan, wewenang, dan tanggung jawab badan pengawas adalah
tunggal atau kesemuanya bersumber dari Rapat Anggota yang memiliki

21
kekuasaan tertinggi pada koperasi dan bersumber dari hukum yang berlaku pada
koperasi.Sejalan dengan tumbuh kembang dan kemajuan-kemajuan yang dicapai
koperasi, maka diperlukan perangkat tambahan seperti manajer dan karyawan
untuk membantu pengurus dalam melaksanakan kegiatan koperasi. Prof. Ewel
Paul Roy, Ph. D. dari Agricultural Economics and agribusiness Lousiana State
University menyebutkan bahwa terdapat empat unsur (perangkat) manajemen dari
koperasi, yaitu : Anggota, Badan Pengawas, Pengurus, Manajer, dan Karyawan
yang berperan sebagai penghubung antara manajemen dan anggota (Hendrojologi,
2002). Berikut ini adalah gambaran struktur sederhana organisasi koperasi.

Rapat Anggota Tahunan (RAT)

Badan Pengawas Pengurus

Manajer

Unit Bisnis

Anggota Koperasi

Gambar 2. Struktur Sederhana Organisasi Koperasi


Keterangan :
: Garis Komando/Pendelegasian
: Garis Tanggung Jawab
: Pelayanan
Pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi adalah Rapat Anggota.
Rapat Anggota sedikitnya dilakukan satu kali dalam setahun. Dalam Rapat
anggota ditetapkan beberapa hal strategis yang berkaitan dengan aktivitas
koperasi. Beberapa hal strategi tersebut antara lain :
1. Anggaran Dasar
2. Kebijaksaan umum di bidang organisasi, manajemen, dan usaha organisasi
3. Pemilihan, pengangkatan, dan pemberhentian pengurus dan pengawas
4. Rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi, serta
pengesahan laporan keuangan
5. Pengesahan pertanggungjawaban pengurus dalam pelaksanaan tugasnya

22
6. Pembagian sisa hasil usaha
7. Penggabungan, peleburan, pembagian dan pembubaran koperasi

Sementara itu badan pengawas dan pengurus ditetapkan di dalam Rapat


Anggota. Badan pengawas dan pengurus harus senantiasa mematuhi keputusan
yang ditetapkan dalam rapat anggota. Adapun wewenang dari badan pengawas
adalah mengawasi jalannya aktivitas kegiatan yang dilakukan oleh pengurus.
Sementara itu badan pengurus bertugas untuk menjalankan aktivitas koperasi
secara umum termasuk menetapkan hal-hal teknis seputar aktivitas kegiatan
koperasi. Badan pengurus ini membawahi beberapa unit bisnis koperasi yang
dipimpin oleh manajer unit bisnis. Selanjutnya unit bisnis yang terdapat pada
koperasi terdiri dari anggota yang merupakan pemegang modal utama dari
koperasi.

2.7. Kajian Penelitian Terdahulu


Penelitian mengenai strategi pengembangan usaha telah cukup banyak
dilakukan. Pada umumnya tujuan peneliti-peneliti yang mengkaji penelitian
mengenai strategi pengembangan usaha adalah untuk (1) mengidentifikasi faktor-
faktor internal dan eksternal suatu perusahaan/organisasi, (2) memformulasikan
strategi untuk perusahaan/organisasi yang diteliti. Terdapat beberapa penelitian
terdahulu baik yang terkait secara langsung mengenai penelitian koperasi atau
penelitian mengenai strategi pengembangan usaha peternakan yang yang dapat
dikaji pada penelitian ini. Beberapa peneliti itu diantaranya adalah Linawati
(2009), mengenai Formulasi Strategi Pengembangan Usaha Ayam Arab Petelur di
Trias Farm Kabupaten Bogor, Jawa Barat; Ikhsan (2009) mengenai Strategi
Pengembangan Usaha Peternakan Domba Agrifarm Desa Cihideung Udik,
Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat; Rahman (2009) mengenai
Analisis Strategi Pengembangan KUD (Koperasi Unit Desa) Giri Tani; Dharmanti
(2009) mengenai Analisis Strategi Pengembangan Usaha pada Primer Koperasi
Produsen Tempe Tahu Indonesia (PRIMKOPTI) Kota Bogor; Brimkar (2008)
mengenai Strategi Pengembangan Koperasi Perikanan Mina Jaya Muara Angke,
Jakarta Utara; Karyadi (2008) mengenai Strategi Pengembangan Usaha
Peternakan Domba Rakyat; Malawat (2008) mengenai Strategi Pengembangan

23
Usaha KUD Minasari di Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Provinsi
Jawa Barat.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yang terkait langsung
dengan topik strategi pengembangan yakni teletak pada objek kajian, tempat
penelitian dan hasil dalam penelitian. Adapun persamaannya terletak pada tujuan
penelitian dalam menganalisis lingkungan internal dan eksternal perusahaan serta
merumuskan alternatif strategi bagi perusahaan berdasarkan analisis lingkungan
internal dan eksternal tersebut. Dalam melakukan penelitian dibutuhkan analisa
terhadap penelitian terdahulu sebagai referensi untuk menggambarkan dan
menyimpulkan sesuatu yang terkait dengan penelitian strategi pengembangan
yang dilakukan. Analisa menunjukan bahwa penelitian yang dilakukan memiliki
kecenderungan hasil yang sama dalam menentukan strategi pengembangan yang
dilakukan. Seperti pada penelitian Malawat (2008), Brikmar (2008), Karyadi
(2008), Ikhsan (2009) dan Dharmanthi (2009) menunjukan analisis strategi
dengan menggunakan analisis matriks I-E menghasilkan kecenderungan sel yang
sama yaitu pada sel V matriks I-E, sehingga secara umum strategi yang diterapkan
perusahaan atau organisasi adalah strategi untuk bertahan dan memelihara.
Sedangkan pada penelitian Linawati (2008) dan Ramadhan (2009), hasil matriks
I-E menunjukan secara berurutan analisis berada pada sel IV dan sel II, artinya
secara umum strategi yang diterapkan untuk perusahaan atau organisasi yang
diteliti adalah tumbuh dan membangun. Kemungkinan kecenderungan yang
terjadi diakibatkan oleh pengaruh pembobotan yang dilakukan oleh masing-
masing responden. Responden sebagian besar memberikan besar pembobotan
yang hampir sama, yang mampu membentuk perusahaan pada kondisi penerapan
strategi umum untuk memelihara dan mempertahankan perusahaan atau untuk
tumbuh dan membangun perusahaan.
Dengan mempelajari penelitian sebelumnya diharapkan peneliti memiliki
gambaran bagaimana hasil penelitian yang dilakukan untuk menganalisis strategi
pengembangan unit usaha sapi perah di KUD Bayongbong, penelitian ini
diharapkan dapat membantu KUD agar dapat memanfaatkan peluang, mencapai
tujuan dan memperoleh keuntungan. Penelitian strategi pengembangan unit usaha
sapi perah ini menitikberatkan pada upaya memaksimalkan potensi sumberdaya

24
yang dimiliki untuk dapat mengambil peluang dan meminimalkan dampak
ancaman yang ada pada lingkungan operasional perusahaan. Upaya tersebut
ditujukan untuk dapat mencapai tingkat produksi yang menentukan perolehan
keuntungan organisasi di tengah persaingan dan lingkungan industri. Dalam
menganalisis strategi pengembangan ini dilakukan pengumpulan input dengan
menganalisis lingkungan internal dan eksternal perusahaan/organisasi.
Penyusunan alternatif strategi menggunakan integrasi matriks I-E dan matriks
SWOT untuk merangsang pengembangan strategi yang akan diterapkan dalam
perusahaan atau organisasi yang diteliti.

25
III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis


3.1.1. Konsep Manajemen Strategis
Manajemen strategi didefinisikan sebagai sekumpulan keputusan dan
tindakan yang menghasilkan perumusan (formulasi) dan pelaksanaan
(implementasi) rencana-rencana yang dirancang untuk mencapai sasaran-sasaran
perusahaan (Pearce dan Robinson, 1997).
Menurut David (2002) manajemen strategi dapat didefinisikan sebagai
seni dan pengetahuan untuk merumuskan, mengimplementasikan, dan
mengevaluasi keputusan lintas fungsional yang membuat organisasi mampu
mencapai objektifnya. Sebagai suatu proses, pelaksanaan manajemen strategi
terdiri dari tiga tahap, yaitu: 1) Tahapan perumusan strategi; 2) Tahapan
penerapan strategi; 3) Tahapan evaluasi strategi.

Melakukan
Audit
Eksternal

Menetap Mencipta Menerap Menerapkan


Mengembang kan kan, kan Strategi Mengukur
kan Tujuan- Mengeva Startegi Pemasaran, dan
Pernyataan tujuan luasi, dan Isu-Isu Keuangan, Mengevaluasi
Visi dan Misi Jangka Memilih Manajem Akuntansi, Kinerja
Panjang Strategi en Litbang, dan
SIM

Melakukan
Audit
Internal

Perumusan Penerapan Evaluasi


Strategi Strategi Strategi

Gambar 3. Model Komprehensif Manajemen Startegis


Sumber : David (2009)
Pada Gambar 3, menunjukan bahwa proses manajemen strategi meliputi
tiga tahap, yaitu:
1. Perumusan Strategi
Perumusan strategi mencakup kegiatan mengembangkan visi dan misi
perusahaan, mengidentifikasi peluang dan ancaman ekternal serta kekuatan
dan kelemahan internal, menetapkan tujuan jangka panjang, membuat
sejumlah alternatif strategi, dan memilih strategi tertentu untuk dijalankan.
2. Penerapan Strategi
Pelaksanaan strategi mengharuskan perusahaan untuk menetapkan sasaran
tahunan, memotivasi karyawan, dan mengalokasikan sumber daya, sehingga
perumusan strategi dapat dilaksanakan. Termasuk pengembangan budaya
yang mendukung, penciptaan struktur yang efektif, pengarahan strategi
pemasaran, penyiapan anggaran, pemanfaatan sistem informasi, serta
menghubungkan kompensasi karyawan dengan kinerja.
3. Evaluasi Strategi
Evaluasi strategi adalah tahap terakhir dalam manajemen strategi. Di dalam
tahap ini akan mengevaluasi hasil pelaksanaan dan strategi yang telah
dirumuskan dalam mencapai tujuan perusahaan. Tiga kekuatan pokok dalam
evaluasi strategi adalah: 1) mengkaji ulang faktor-faktor eksternal dan internal
berdasarkan strategi yang telah ada, 2) mengukur kinerja, 3) melakukan
tindakan korektif.

3.1.2. Hirarki Strategi


Manajemen strategi merupakan suatu aktifitas yang dijalankan oleh
seluruh level manajemen dalam perusahaan. Ditinjau dari tugas dan fungsinya,
manajemen strategi membentuk sebuah hirarki. Pearce dan Robinson (1997)
membagi strategi menjadi tiga tingkatan, antara lain:
1. Strategi tingkat korporasi yang disusun berdasarkan sasaran dan strategi
jangka panjang yang mencakup bidang fungsional. Manajer pada tingkat
korporasi berusaha memanfaatkan kompetensi perusahaan dengan
menerapkan portofolio bisnis dan mengembangkan rencana.
2. Strategi tingkat bisnis yang menerjemahkan rumusan arah dan keinginan
di tingkat korporasi ke dalam sasaran dan strategi yang nyata untuk

27
masing-masing divisi. Para manajer pada tingkat bisnis menentukan
bagaimana perusahaan akan bersaing di arena pasar produk tertentu.
3. Strategi tingkat fungsional yang disusun berdasarkan sasaran tahunan dan
strategi jangka pendek di tingkat fungsional. Strategi fungsional ini lebih
bersifat operasional, karena akan langsung diimplementasikan oleh fungsi-
fungsi manajemen yang berada pada tingkat bawah.

3.1.3. Strategi Pengembangan Usaha


Strategi bisnis berkaitan dengan cara-cara yang digunakan perusahaan
untuk mendapatkan keunggulan persaingan di dalam bisnis utamanya. Pentingnya
keputusan strategi berkaitan dengan sumberdaya perusahaan. Sebagaimana kita
ketahui bahwa strategi memberikan stabilitas arah dan orientasi yang konsisten
dengan memungkinkan fleksibilitas untuk beradaptasi dengan lingkungannya.
Strategi yang berhasil pada umumnya dengan mengkombinasikan beberapa hal
berdasarkan perencanaan yang telah dilakukan yaitu:
1) Sasaran Sederhana Jangka Panjang
Setiap strategi bisnis harus merupakan kejelasan dari sasaran, jika tidak
strategi tidak dapat memberikan stabilitas dan kesatuan arah perusahaan.
Sasaran ini harus jelas dan konsisten serta tetap berorientasi pada tanggung
jawab terhadap pemegang saham, para pegawai, dan konsumen.
2) Analisis Lingkungan Persaingan
Kemampuan dalam mengidentifikasi kebutuhan yang umum dari konsumen
dapat berpengaruh pada penentuan posisi pasar. Kemampuan dalam
memahami lingkungan bisnis ini dapat berupa pemahaman tentang penilaian
pasar saham, pandangan terhadap potensi kemungkinan akuisisi serta
kemampuan dalam mengidentifikasi dan memotivasi sumberdaya manusia
perusahaan.
3) Penilaian Sumberdaya yang Objektif
Kesadaran akan kondisi sumberdaya dan kemampuan perusahaan, termasuk
reputasi yang berhubungan dengan nama perusahaan dan merek produk,
kemampuan untuk memotivasi pegawai, keefektifan dalam menangani
kemitraan dengan para pemasok, serta kemampuan dalam menangani dan
mengendalikan mutu produk.

28
4) Penerapan yang Efektif
Strategi yang paling tepat bagi perusahaan mungkin tidak akan berguna jika
tidak diterapkan secara efektif. Penerapan strategi yang efektif memerlukan
pembentukan kepemimpinan, struktur organisasi dan sistem manajemen yang
mampu memegang komitmen dengan baik serta koordinasi seluruh pegawai
dan mobilisasi sumberdaya sebagai pelengkap strategi.

3.1.4. Visi, Misi, dan Tujuan Perusahaan


Purwanto (2007), mengemukakan bahwa visi perusahaan adalah citra nilai
dan kepercayaan ideal. Visi merupakan wawasan luas ke masa depan dan dari
manajemen dan merupakan kondisi ideal yang hendak dicapai oleh perusahaan di
masa yang akan datang. Visi memberi arah dan ide aktual kepada manajemen
dalam pembuatan proses keputusan agar setiap tindakan yang akan dilakukan
senantiasa berlandaskan visi perusahaan dan memungkinkan untuk
mewujudkannya. Yoshida (2006) mengemukakan bahwa visi merupakan rumusan
tentang cita-cita yang ingin dicapai oleh organisasi yang bersangkutan. Pandangan
yang lain menyatakan visi sebagai arah yang dituju. Sedangkan, misi dalah dasar
kegiatan atau peranan yang diharapkan masyarakat dari suatu usaha, misi
merupakan hal-hal yang melegitimasi keberadaan badan usaha. Misi dapat
dikatakan sebagai cara-cara yang ditempuh untuk mencapai visi. Visi dan misi
mampu mempengaruhi tujuan badan usaha karena hal-hal tersebut merupakan
karakteristik khas perusahaan. Misi dipengaruhi beberapa unsur seperti:
lingkungan perusahaan, kekuatan dan kelemahan perusahaan, perkembangan
perusahaan serta nilai-nilai manajemen. Jika dirinci lebih detail misi memberikan
makna (1) mengejawantahkan alasan dan keberadaan perusahaan; (2) tidak selalu
mencerminkan suatu kinerja; (3) tanpa dimensi waktu atau tolak ukur tertentu; (4)
mengejawantahkan kegiatan usaha yang sedang dilakukan dan yang akan
diupayakan, baik menyangkut produk, konsumen, maupun pasar sasaran.
Purwanto (2007) menyatakan bahwa tujuan perusahaan merupakan
pernyataan tentang keinginan yang akan dijadikan pedoman bagi manajemen
perusahaan untuk meraih hasil tertentu atas kegiatan yang dilakukan dengan
dimensi waktu tertentu. Dengan demikian tujuan memiliki karakteristik yang
berbeda dengan visi maupun misi diantaranya (1) sesuai tujuan, selaras dengan

29
visi dan misi; (2) berdimensi waktu, tujuan harus konkrit dan bisa diantisipasi
kapan terjadinya; (3) layak, tujuan hendaknya merupakan suatu tekad yang bisa
diwujudkan; (4) fleksibel, tujuan senantiasa bisa disesuaikan atau peka terhadap
perubahan situasi dan kondisi; (5) mudah dipahami.

3.1.5. Formulasi Strategi


Dalam menetapkan formulasi strategi pengembangan usaha, pihak
perusahaan harus mengetahui latar belakang dan permasalahan utama yang
terjadi. Apabila dapat teridentifikasi dengan jelas maka proses penerapan strategi
pengembangan usaha tersebut akan berjalan dengan baik.

3.1.6. Analisis Situasi


Analisis situasi adalah proses untuk mengetahui status, kondisi, trend, dan
isu kunci yang mempengaruhi stakeholder dalam sektor tertentu dan kondsi
geografisnya. Komponen Sistem dari identifikasi status, kondisi, trend dan isu
yang mempengaruhi stakeholder. Faktor yang mencakup analisis situasi meliputi:
a. Lingkungan Biofisik
Lingkungan biofisik merupakan lingkungan yang terdiri dari komponen biotik
dan komponen abiotik yang berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama
lainnya5. Komponen biotik meliputi makhluk hidup seperti tanaman, hewan,
dan manusia, sedangkan komponen abiotik mencakup benda mati seperti
tanah, angin, cahaya matahari dan sebagainya. Kualitas lingkungan biofisik
dikatakan baik jika terdapat interaksi antar komponen secara seimbang.
b. Infrastruktur
Infrastruktur merupakan suatu sistem fasilitas publik baik yang di danai oleh
pemerintah maupun swasta, disediakan untuk memberikan pelayanan dan
memenuhi standar hidup yang berkelanjutan (Hudson et.al, 1997).
Infrastruktur meliputi transportasi, air dan air limbah, pengolahan limbah,
produksi dan distribusi energi, bangunan gedung, fasilitas rekreasi, dan
komunikasi.
c. Stakeholder
Stakeholders merupakan orang dari kelompok yang secara langsung atau tidak
langsung dipengaruhi oleh proyek, serta mereka yang mungkin memiliki

5
Suhendar S, 2006. Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Bandung. Grafindo
30
kepentingan dalam proyek dan/atau kemampuan untuk mempengaruhi
hasilnya baik positif atau negatif6.
d. Institusi
Institusi merupakan setiap struktur atau mekanisme dari tatanan sosial dan
kerjasama yang mengatur perilaku dari himpunan individu dalam komunitas
manusia yang diberikan7.

3.1.7. Analisis Lingkungan Perusahaan


Analisis lingkungan diperlukan dalam rangka menilai lingkungan
organisasi secara keseluruhan, yaitu meliputi faktor-faktor yang berada di luar
(eksternal) maupun di dalam (internal) perusahaan yang dapat mempengaruhi
kemajuan perusahaan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Secara umum
lingkungan bisnis perusahaan meliputi dua bagian besar yang terdiri dari
lingkungan eksternal dan internal sebagaimana dijelaskan sebagai berikut :

3.1.7.1. Lingkungan Eksternal


Lingkungan eksternal perusahaan terdiri dari semua keadaan dan kekuatan
yang mempengaruhi pilihan strateginya dan menentukan situasi pesaingnya.
Model manajemen strategi memperlihatkan lingkungan eksternal ini sebagai tiga
segmen yang berinteraksi: 1) lingkungan operasional; 2) lingkungan industri; 3)
dan lingkungan yang jauh. (Pearce dan Robinshon, 1997)
Manajemen strategis eksternal terkadang disebut pemindaian lingkungan
atau analisis industri. Audit eksternal berfokus pada upaya identifikasi atau
evaluasi tren dan kejadian yang berada di luar kendali suatu perusahaan. Audit
eksternal dapat mengungkap peluang-peluang dan ancaman-ancaman besar yang
dihadapi suatu organisasi. Tujuan audit eksternal adalah untuk mengembangkan
sebuah daftar dari peluang yang dapat menguntungkan perusahaan dan ancaman
yang harus dihindari. Kekuatan eksternal dapat dibagi menjadi: (1) kekuatan
ekonomi; (2) kekuatan sosial, budaya, demografis, dan lingkungan; (3) kekuatan
politik, pemerintahan, dan hukum; (4) kekuatan teknologi; dan (kekuatan
kompetitif.

6
Internasional finance Corporation (IFC), 2007. Stakeholders Engagement. Washington D.C.
2121 pennsylvania Aveue, N.W. 31
7
Weber S. 2001. Institution and Interpretation. California. Stanford University Press
a) Kekuatan ekonomi
Kondisi ekonomi suatu daerah atau negara dapat mempengaruhi iklim
berbisnis suatu perusahaan. Semakin buruk kondisi ekonomi, semakin buruk
pula iklim berbisnis. Pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat hendaknya
bersama-sama mempertahankan bahkan meningkatkan kondisi ekonomi
menuju lebih baik. Beberapa faktor kunci yang perlu diperhatikan dalam
menganalisis ekonomi suatu daerah atau negara adalah siklus bisnis,
ketersediaan energi, inflasi, suku bunga, investasi, harga-harga produk dan
jasa, produktivitas, dan tenaga kerja.
b) Kekuatan sosial, budaya, demografi dan lingkungan
Kondisi sosial masyarakat yang berubah-ubah dapat mempengaruhi
perusahaan. Aspek kondisi sosial seperti sikap, gaya hidup, adat-istiadat, dan
kebiasaan dari orang-orang di lingkungan eksternal perusahaan, sebagai yang
dikembangkan misalnya dari kondisi kultural, ekologis, demografis, religius,
pendidikan dan etnis.
c) Kekuatan politik, pemerintah dan hukum
Arah, kebijakan, dan stabilitas politik pemerintah menjadi faktor penting bagi
para pengusaha untuk berusaha. Situasi politik yang tidak kondusif akan
berdampak negatif bagi dunia usaha, begitu pula sebaliknya. Beberapa hal
utama yang perlu diperhatikan dari faktor politik adalah undang-undang
tentang lingkungan dan perburuhan, peraturan tentang perdagangan luar
negeri, stabilitas pemerintahan, peraturan tentang keamanan dan kesehatan
kerja, dan sistem perpajakan.
d) Kekuatan teknologi
Dewasa ini perkembangan teknologi mengalami kemajuan yang pesat, baik di
bidang bisnis maupun di bidang yang mendukung kegiatan bisnis. Teknologi
tidak hanya mencakup penemuan-penemuan baru, tetapi juga meliputi cara-
cara pelaksanaan atau metode-metode baru dalam mengerjakan suatu
pekerjaan.
e) Kekuatan Kompetitif (Analisis Lingkungan Industri)
Model lima kekuatan porter tentang analisis kompetitif adalah pendekatan
yang digunakan secara luas untuk mengembangkan strategi dalam banyak

32
industri. Model lima kekuatan porter dapat dilihat dalam Gambar 4. Menurut
Porter, Persaingan suatu industri dapat dilihat sebagai kombinasi atas lima
kekuatan yaitu kemungkinan masuknya pesaing baru, kekuatan tawar-
menawar penjual/pemasok, kekuatan tawar-menawar pembeli/konsumen,
tekanan dari produk subtitusi, dan persaingan antar perusahaan sejenis.

Potensi Pengembangan Produk-


Produk Pengganti

Daya Tawar Persaingan antar Perusahaan Daya Tawar


Pemasok Saingan Konsumen

Potensi Masuknya
Pesaing Baru

Gambar 4. Model Lima Kekuatan Porter


Sumber: David (2009)

3.1.7.2. Lingkungan Internal


Semua perusahaan mempunyai kekuatan dan kelemahan dalam berbagai
fungsional bisnis. Analisis lingkungan internal mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan yang menjadi landasan bagi strategi perusahaan (Pearce dan Robinson,
1997). Tidak satu pun perusahaan yang sama kuat atau lemah di semua bidang
(David, 2002). Lingkungan internal perusahaan merupakan faktor-faktor yang
mempengaruhi arah dan tindakan perusahaan yang berasal dari intern perusahaan.
Kekuatan adalah sumberdaya, keterampilan, atau keunggulan-keunggulan
lain relatif terhadap pesaing dan kebutuhan pasar yang dilayani atau ingin dilayani
oleh perusahaan. Kelemahan adalah keterbatasan atau kekurangan dalam
sumberdaya, keterampilan dan kapabilitas secara serius menghambat kinerja
efektif perusahaan. (Pearce dan Robinson, 1997). Faktor-faktor internal
perusahaan pada umumnya dibagi atas faktor: 1) Manajemen, 2) Sumberdaya
manusia, 3) Produksi dan operasi, 4) Pemasaran dan distribusi, 5) Permodalan dan
keuangan, serta 6) Penelitian dan pengembangan (David, 2009).

33
a. Manajemen
Manajemen merupakan suatu tingkatan sistem pengaturan organisasi yang
mecakup sistem produksi, pemasaran, pengelolaan sumberdaya manusia, dan
keuangan. Fungsi manajemen terdiri dari: perencanaan, pengorganisasian,
pemotivasian, penyusunan staf dan pengontrolan.
b. Pemasaran
Pemasaran dapat diuraikan sebagai proses menetapkan, menciptakan, dan
memenuhi kebutuhan, dan keinginan pelanggan akan produk. Terdapat tujuh
fungsi dasar pemasaran, yaitu: (1) analisis pelanggan, (2) menjual produk, (3)
merencanakan produk dan jasa, (4) menetapkan harga, (5) distribusi, (6) riset
pemasaran, (7) analisis peluang.
c. Keuangan
Kondisi keuangan sering dianggap ukuran tunggal terbaik dari posisi bersaing
perusahaan dan daya tarik bagi investor. Menetapkan kekuatan dan kelemahan
keuangan amat penting untuk merumuskan strategi secara efektif.
d. Produksi dan Operasi
Fungsi produksi terdiri atas aktivitas mengubah masukan menjadi barang dan
jasa. Manajemen produksi dan operasi menangani masukan perubahan dan
keluaran yang bervariasi antar industri dan pasar.
e. Penelitian dan Pengembangan (Litbang)
Istilah litbang digunakan untuk menggambarkan beragam kegiatan. Dalam
beberapa institusi, para ilmuan melakukan penelitian dan pengembangan dasar
di laboratorium dan berkonsentrasi pada masalah teoritis. Sementara di
perusahaan, para ahli melakukan pengembangan produk dengan
berkonsentrasi pada peningkatan kualitas produk.
f. Sistem Informasi Manajemen (SIM)
Sistem Informasi Manajemen (SIM) bertujuan untuk meningkatkan kinerja
perusahaan dengan cara meningkatkan kualitas keputusan manajerial. SIM
yang efektif berusaha mengumpulkan, memberi kode, menyimpan,
mensintesa, dan menyajikan informasi database, sehingga dapat
melaksanakan kegiatan operasional dan menyusun strategi yang tepat.

34
3.1.8. Matriks Internal-Eksternal (I-E)
Matriks I-E menggunakan parameter yang meliputi parameter kekuatan
internal dan pengaruh eksternal perusahaan yang masing-masing akan
diidentifikasi ke dalam elemen eksternal dan internal melalui matriks Eksternal
Factor Evaluation (EFE) dan Internal Factor Evaluation (IFE). Tujuan
penggunaan matriks I-E adalah untuk memperoleh strategi bisnis ditingkat
perusahaan yang lebuh detail (Rangkuti, 2000).
Menurut David (2004), tujuan melakukan audit eksternal dalam suatu
matriks EFE adalah untuk mengembangkan daftar terbatas peluang yang dapat
dimanfaatkan perusahaan dan ancaman yang harus dihindari. Audit eksternal
tersebut meliputi aspek ekonomi, sosial budaya, politik, pemerintah, teknologi,
persaingan, dan konsumen.
Sementara audit internal dalam matriks I-E dilakukan dengan
mengidentifikasi dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan internal perusahaan
dibidang-bidang fungsional, termasuk manajemen, pemasaran,
keuangan/akunting, produksi/operasi, pendidikan dan pengembangan dan sistem
informasi komputer (David, 2009).
Pengembangan kedua matriks tersebut menghasilkan matriks internal-
eksternal (I-E) yang menghasilkan sembilan macam sel yang diperlihatkan
kombinasi total nilai terboboti dari matriks IFE-EFE. Tetapi, pada prinsipnya
kesembilan sel dapat dikelompokan menjadi tiga strategi utama yang memiliki
implikasi strategi yang berbeda.
Pertama, Growth Strategy, dapat disebut tumbuh dan membangun. Divisi
ini berbeda dengan sel I, II, atau IV. Dalam hal ini perusahaan biasanya mengejar
pertumbuhan dalam keuntungan, pangsa pasar, dan tujuan primer lain. Strategi
Intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk).
Kedua, Stability Strategy, dapat dikelola dengan strategi pertahankan dan
pelihara. Divisi ini berada pada sel III, V, VII. Perusahaan menerapkan strategi
tanpa mengubah arah strategi yang telah ditetapkan. Tujuannya relatif dipensif,
yaitu menghindari kehilangan penjualan dan kehilangan profit.
Ketiga, Retrechment Strategy, dapat pula disebut strategi panen atau
divestasi. Divisi ini masuk ke dalam sel VI, VII, IX. Pada saat kelangsungan

35
hidup perusahaan terancam dan tidak lagi dapat bersaing secara efektif. Seringkali
strategi ini menekankan pada penghematan.

3.1.9. Analisis Strenghts, Weakness, Opportunity, and Threats (SWOT)


Menurut Rangkuti, (2003) SWOT merupakan singkatan dari Strenghts
(Kekuatan), Weakness (Kelemahan), Opportunity (Peluang), dan Threats
(Ancaman). Kekuatan dapat dijelaskan sebagai sisi positif organisasi yang dapat
membimbing ke arah peluang yang lebih luas, sehingga dapat dimanfaatkan untuk
pengembangan. Kelemahan adalah setiap kekurangan di dalam hal keahlian dan
sumberdaya perusahaan. Adapun cara untuk mengatasi berbagai kelemahan ini
antara lain dengan pengambil alihan, penggabungan atau pelatihan dan
pengembangan.
Peluang kesempatan menggambarkan peristiwa-peristiwa di lingkungan
luar dimana memungkinkan organisasi mendapat keuntungan. Hal ini timbul dari
perubahan-perubahan teknologi, pasar, dan produk, perundang-undangan dan
sebagainya. Ancaman adalah bahaya atau atau masalah yang dapat
menghancurkan kedudukan organisasi. Contohnya, peluncuran produk baru,
pesaing, perubahan standar keamanan, perubahan model, atau permasalahan yang
timbul dari pemasok dan pelanggan.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional


KUD Bayongbong merupakan suatu organisasi koperasi yang memiliki
peran penting dalam mewakili peternak mendistribusikan susunya ke Industri
Pengolahan Susu (IPS). Berdasarkan peran KUD Bayongbong tersebut peneliti
mengangkat permasalahan yang berkaitan dengan pengembangan usaha ternak
sapi perah yang dijalankannya. Saat ini, KUD Bayongbong belum maksimal
memberikan pelayanan kepada anggota (peternak), belum mampu memasok
permintaan susu secara konstan baik dari segi kualitas maupun kuantitas, serta
masih rendahnya tingkat kedisiplinan dan kesadaran dari sumberdaya manusia
KUD Bayongbong anggota peternak. Visi dan misi dari KUD Bayongbong yaitu
tetap memegang prinsip dan nilai dalam koperasi yaitu memberikan pelayanan
dan berupaya untuk mensejahterakan anggotanya. Melalui visi serta potensi yang
dimiliki oleh KUD Bayongbong, organisasi ini memiliki peluang yang bisa

36
dikembangkan untuk menjadi organisasi yang mampu mencapai tujuannya,
dengan menerapkan strategi pengembangan usaha yang tepat KUD Bayongbong
mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan suatu metode analisis
yang mampu memberikan beberapa alternatif strategi yang bisa dilakukan. Dalam
merumuskan strategi pengembangan yang dilakukan peneliti menggunakan
landasan teori yang dikemukakan oleh David yaitu, bahwa terdapat tiga tahapan
analisis yang bisa dilakukan dalam mengembangkan strategi. Tahapan tersebut
meliputi tahap input, tahap pencocokan, dan tahap pengambilan keputusan. Tahap
input merupakan tahapan dengan menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap suatu organisasi dalam menjalankan usahanya. Faktor-faktor tersebut
meliputi faktor internal dan faktor eksternal organisasi.
Pada tahap input dilakukan beberapa analisis diantaranya analisis situasi,
analisis faktor internal dan eksternal perusahaan. Analisis situasi meliputi analisis
terhadap faktor biofisik, infrastruktur, stakeholders, dan institusi. Sedangkan,
untuk analisis faktor internal perusahaan meliputi faktor-faktor yang
mempengaruhi organisasi dari dalam organisasi tersebut. Faktor internal yang
dapat dianalisis yakni manajemen pemasaran, keuangan/akuntansi, produksi dan
operasi, sumberdaya manusia serta riset dan pengembangan. Selanjutnya hasil
analisa faktor internal tersebut kemudian dianalisis faktor-faktor mana saja yang
merupakan kekuatan dan kelemahan organisasi. Setelah mengetahui faktor
kekuatan dan kelemahan tersebut langkah selanjutnya adalah
memformulasikannya ke dalam matriks IFE.
Faktor eksternal merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan
organisasi dari luar organisasi tersebut. Hal yang dianalisa dari faktor eksternal
yakni lingkungan umum dan lingkungan industri. Lingkungan umum meliputi
sosioekonomi (ekonomi, sosial, demografi, dan iklim), teknologi, dan pemerintah.
Sedangkan lingkungan industri meliputi persaingan antar perusahaan, masuknya
pesaing baru, produk substitusi, kekuatan tawar menawar penjual/pemasok, dan
kekuatan tawar menawar pembeli/konsumen. Analisa terhadap faktor eksternal
tersebut kemudian diidentifikasi mana yang termasuk ancaman dan peluang bagi
organisasi, untuk diformulasikan ke dalam matriks EFE.

37
Hasil dari matriks IFE dan EFE kemudian digambarkan dalam matrik I-E
untuk diperoleh posisi perusahaan saat ini, sehingga dapat diketahui strategi
alternatif mana saja yang digunakan dengan kondisi organisasi saat ini. Sedangkan
analisis SWOT berfungsi untuk merumuskan alternatif strategi sebagai hasil
analisis dari kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang menghasilkan
alternatif strategi SO (kekuatan-peluang), ST (kekuatan-ancaman), WO
(kelemahan-peluang), WT (kelemahan-ancaman). Alternatif strategi yang
dihasilkan merupakan upaya untuk mengembangkan KUD Bayongbong yang
didasarkan pada kondisi lingkungan baik internal maupun eksternal organisasi.
Strategi alternatif yang dihasilkan pun tetap mengacu pada visi dan misi dari
organisasi sehingga tidak terjadi penyimpangan tujuan yang akan dicapai oleh
KUD Bayongbong sebagai organisasi yang mampu memberikan pelayanan
terbaik kepada anggotanya.

38
KUD Bayongbong

Identifikasi Permasalahan :
1. KUD Bayongbong belum mampu memasok permintaan susu
secara konstan baik dari segi kualitas maupun kuantitas
2. KUD Bayongbong belum maksimal dalam memberikan
pelayanan kepada anggotanya (peternak)
3. Rendahnya tingkat kedisiplinan dan kesadaran dari
sumberdaya manusia peternak KUD Bayongbong dalam
mengelola unit usaha sapi perah

Visi dan Misi Organisasi

Startegi Pengembangan Usaha

Tahap 1: Tahap Input

Analisis Situasi
Biofisik; Infrastruktur; Stakeholders; Institution

Analisis Lingkungan Eksternal Analisis Lingkungan Internal


Organisasi Organisasi

Lingkungan Umum :  Pemasaran


Sosioekonomi, Teknologi,  Keuangan/ akuntansi
Pemerintahan  Produksi dan operasi
Lingkungan Industri :  Sumberdaya manusia
Persaingan dan masuknya  Riset dan pengembangan
pesaing baru, produk substitusi  Sistem Informasi
kekuatan tawar menawar baik Manajemen
antar penjual/pemasok dan
pembeli/konsumen

Tahap 2: Tahap Pencocokan

Matriks I-E Analisis SWOT

Alternatif Strategi

Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional Strategi Pengembangan KUD


Bayongbong.

39
IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Koperasi Unit Desa (KUD) Bayongbong, yang


beralamat di Jl. Raya Timur Bayongbong, Kecamatan Bayongbong, Kabupaten
Garut. Kegiatan penelitian dilakukan pada bulan Mei 2010 hingga Januari 2011,
kegiatan yang dilakukan meliputi penyusunan dan pembuatan proposal,
pengambilan data (turun lapang), pengolahan data dan penyerahan skripsi.

4.2. Penentuan Responden


Responden yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari pihak internal
dan pihak eksternal organisasi KUD Bayongbong. Pihak internal meliputi
karyawan tetap yakni manajer, karyawan, atau anggota dari KUD Bayongbong.
Pihak eksternal meliputi pihak atau instansi yang berada di luar organisasi KUD
Bayongbong seperti: Kepala Bagian Dinas atau lembaga yang memiliki
keterkaitan dengan koperasi dan mengetahui gambaran tentang kondisi KUD
Bayongbong. Pemilihan responden eksternal didasarkan bahwa pihak tersebut
mengetahui kondisi atau lingkungan eksternal yang berkaitan dengan organisasi
ini. Adanya keterlibatan pihak eksternal diharapkan mampu menghasilkan strategi
yang lebih objektif. Jumlah responden ditentukan berdasarkan desain penelitian
yang digunakan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kasus sehingga
besarnya sampel tidak ditentukan.

4.3. Desain Penelitian


Desain penelitian merupakan rancangan pelaksanaan penelitian yang
dilakukan. Desain penelitian menunjukan cara menggunakan variabel-variabel
secara efisien dan ekonomis. Desain penelitian ini menggunakan metode
deskriptif yaitu dengan melakukan pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat
terhadap suatu kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem
pemikiran, atau suatu kelas peristiwa. Metode deskriptif mempelajari masalah-
masalah masyarakat atau organisasi, termasuk tentang hubungan kegiatan-
kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses yang sedang berlaku
dan pengaruh-pengaruh dari fenomena. Tujuan metode deskriptif adalah untuk
membuat deskripsi, gambaran, lukisan secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, hubungan antar fenomena yang diselidiki.

4.4. Data dan Instrumentasi


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data
kuantitatif yang diperoleh dalam organisasi maupun dari luar organisasi. Data
kualitatif diantaranya meliputi visi organisasi, pola kegiatan organisasi dalam
menjalankan kegiatan usahanya, rencana dan realisasi kegiatan usaha organisasi,
saluran distribusi, kebijakan organisasi, area pemasaran, kualitas produk dan
pelayanan, kebijakan organisasi terhadap pesaing dalam industri. Data kuantitatif
diantaranya meliputi jumlah produksi, jumlah permintaan, jumlah karyawan dan
anggota, jumlah penjualan, jumlah pesaing, kapasitas produksi dan pangsa pasar.
Bentuk data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer
meliputi data yang diperoleh melalui observasi dan wawancara secara langsung
kepada pihak internal maupun eksternal organisasi, sedangkan data sekunder
diperoleh dari data-data organisasi, artikel, literatur, dari instasi-instansi yang
terkait dengan topik penelitian.

4.5. Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data penelitian dilakukan pada saat turun langsung berada di
lokasi penelitian hingga perolehan data berdasarkan sample telah terpenuhi.
Kegiatan turun lapang dilakukan pada bulan April sampai September 2010 dengan
lokasi penelitian di KUD Bayongbong. Teknik pengumpulan data yang digunakan
yaitu melalui wawancara secara langsung, observasi, brainstorming, dan browsing
internet.

4.6. Metode Pengolahan Data


Metode pengolahan dan analisis data terdiri dari analisis deskriptif dan
analisis lingkungan perusahaan melalui analisis tiga tahap formulasi strategi. Alat
bantu analisis yang digunakan untuk merumuskan strategi adalah analisis situasi
matriks faktor internal (IFE), matriks faktor eksternal (EFE), matriks I-E, dan
analisis SWOT.

41
Perumusan strategi dalam penelitian ini menggunakan analisis tiga tahap
perumusan strategi untuk mengevaluasi keragaan umum perusahaan serta
mengidentifikasi situasi organisasi, faktor internal dan faktor eksternal
perusahaan. Selanjutnya pengembangan alternatif strategi yang akan dijalankan
oleh perusahaan atau organisasi. Menurut David (2009), tiga tahap formulasi
strategi yang dapat dilakukan adalah :
1) Tahap Input
a) Analisis Situasi
Analisis situasi bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis faktor
biofisik, infrasturktur, stakeholders, dan institusi yang mempengaruhi
terhadap perencanaan dan desain pengambilan keputusan penerapan
strategi suatu organisasi atau perusahaan. Pada analisis lingkungan
biofisik, digambarkan bagaimana pengaruh dan interaksi antara
lingkungan dan usaha yang dijalankan. Kemudian pada analsis
infrastruktur, dilihat bagaimana infrastruktur yang ada mampu menunjang
usaha yang dilakukan. Sedangkan pada analisis stakeholders melihat
bagaimana kepentingan serta pengaruh stakeholders yang ada terhadap
usaha yang dilakukan dengan menggunakan tabel analis sebagai berikut.

Tabel 8. Analisis Stakeholders


Kepentingannya Kekuatan &
Pengaruhnya
Stakeholders Peran yang terkait
(+) (-) Kuat Lemah

Sumber : Engel (1997)

Analisis institusi dilakukan untuk melihat pengaruh adanya lembaga


terkait, dalam menunjang kelancaran usaha yang dijalankan.

b) Analisis Lingkungan Internal


Analisis internal bertujuan untuk mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan perusahaan dari aspek pemasaran, riset dan pengembangan,

42
operasional produksi, keuangan, dan sumberdaya manusia. Hasil dari
analisis lingkungan internal kemudian diolah dengan menggunakan
matriks IFE. Matrik IFE digunakan untuk mengetahui faktor-faktor
internal perusahaan berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang
dianggap penting. Berikut ini adalah tahapan kerjanya :
i) Identifikasi faktor internal perusahaan, kemudian dilakukan dengan
wawancara atau diskusi dengan responden terpilih dengan
menetukan apakah faktor-faktor tersebut telah sesuai dengan
kondisi internal perusahaan saat ini.
ii) Penentuan bobot pada analisis internal perusahaan dilakukan
dengan cara mengajukan pertanyaan kepada responden terpilih
dengan menggunakan metode paired comparison. Untuk
menentukan bobot setiap variabel menggunakan skala 1, 2, dan 3.
1 = Jika indikator horisontal kurang penting daripada indikator
vertikal
2 = Jika indikator horisontal sama penting daripada indikator
vertikal
3 = Jika indikator horisontal lebih penting daripada indikator
vertikal

Tabel 9. Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal Perusahaan


Faktor Strategi
A B C D ... Total Bobot
Internal
A
B
C
D
...
Total
Sumber : Kinnear dan Taylor (2001)

Bobot setiap variabel diperoleh dengan membagi jumlah nilai


setiap vairabel terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel dengan
menggunakan rumus :

43
Xi Keterangan :
αi = αi = bobot variable ke -i
n Xi = nilai variable ke -i
∑ Xi
i=1 i = 1, 2, 3, …
n = jumlah variable

Adapun bobot yang diberikan berkisar 0,0 (tidak penting) hingga


1,0 (sangat penting) untuk masing-masing faktor. Bobot yang
diberikan kepada masing-masing faktor. Bobot yang diberikan
kepada masing-masing faktor mengidentifikasi tingkat penting dari
relatif dari faktor terhadap keberhasilan perusahaan dalam industri.
Tanpa memandang apakah faktor kunci itu adalah kekuatan dan
kelemahan internal, faktor yang dianggap memiliki pengaruh
paling besar dalam kinerja perusahaan harus diberikan bobot yang
paling tinggi. Jumlah seluruh bobot harus sama dengan 1,0.
iii) Berikan peringkat 1 sampai 4 untuk masing-masing faktor yang
mengindikasikan apakah faktor tersebut menunjukan kelemahan
utama (peringkat = 1) atau kelemahan minor (peringkat = 2),
kekuatan minor (peringkat = 3) atau kekuatan utama (peringkat =
4). Perhatikan bahwa kekuatan harus mendapat peringkat 3 atau 4,
dan kelemahan harus mendapat peringkat 1 atau 2. Peringkat
adalah berdasarkan perusahaan, dimana bobot dilangkah dua
adalah berdasarkan industri.
iv) Nilai dari pembobotan kemudian dikalikan dengan peringkat pada
tiap faktor dan semua hasil kali tersebut dijumlahkan secara
vertikal untuk memperoleh total skor pembobotan. Total skor
pembobotan akan berkisar antara 1 sampai 4 dengan rata-rata 2,5.
jika total skor pembobotan IFE 3,0-4,0 berarti kondisi internal
perusahaan tinggi atau kuat, kemudian jika 2,0-2,99 berarti kondisi
internal perusahaan rata-rata atau sedang dan jika 1,0-1,99 berarti
kondisi internal perusahaan rendah atau lemah.

44
c) Analisis Lingkungan Eksternal
Analisis eksternal bertujuan untuk mengidentifikasi ancaman dan peluang
yang mungkin dihadapi oleh perusahaan. Analisis lingkungan eksternal
dapat dilihat dari lingkungan umum dan lingkungan industri. Lingkungan
umum terdiri dari sosioekonomi (ekonomi, sosial, demografi, iklim)
teknologi dan pemerintahan. Lingkungan industri terdiri dari kekuatan
persaingan dalam industri, kekuatan kemungkinan masuknya pendatang
baru, kekuatan tawar menawar pemasok, kekuatan tawar menawar
pembeli, dan potensi pengembangan produk substitusi. Dari analisis
lingkungan eksternal ini kemudian diolah dengan menggunakan matriks
EFE. Matriks EFE digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor eksternal
perusahaan dalam lingkungan eksternal perusahaan. Hal ini penting karena
faktor eksternal berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung
terhadap perusahaan. Berikut ini adalah tahapan kerjanya :
i) Identifikasi faktor eksternal perusahaan, kemudian dilakukan
wawancara atau diskusi dengan responden terpilih untuk
menentukan apakah faktor-faktor tersebut telah sesuai dengan
kondisi eksternal perusahaan saat ini.
ii) Penentuan bobot pada analisis eksternal perusahaan dilakukan
dengan cara mengajukan pertanyaan kepada responden terpilih
dengan menggunakan metode paired comparation. Untuk
menentukan bobot setiap variabel menggunakan skala 1, 2, dan 3.
1 = Jika indikator horisontal kurang penting daripada indikator
vertikal
2 = Jika indikator horisontal sama penting daripada indikator
vertikal
3 = Jika indikator horisontal lebih penting daripada indikator
vertikal

45
Tabel 10. Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal Perusahaan
Faktor Strategi
A B C D ... Total Bobot
Internal
A
B
C
D
...
Total
Sumber : Kinnear dan Taylor (2001)

Bobot setiap variabel diperoleh dengan membagi jumlah nilai


setiap variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel dengan
menggunakan rumus :
Xi Keterangan :
αi = αi = bobot variable ke -i
n
∑ Xi = nilai variable ke -i
i=1 i = 1, 2, 3, …
n = jumlah variable

Adapun bobot yang diberikan berkisar 0,0 (tidak penting) hingga


1,0 (sangat penting) untuk masing-masing faktor. Bobot yang
diberikan kepada masing-masing faktor untuk mengidentifikasikan
tingkat penting relatif dari faktor terhadap keberhasilan perusahaan
dalam industri. Tanpa memandang apakah faktor kunci itu adalah
peluang dan ancaman, faktor yang dianggap memiliki pengaruh
yang paling besar dalam kinerja perusahaan harus diberikan bobot
yang paling tinggi. Jumlah seluruh bobot harus sama dengan 1,0.

iii) Berikan peringkat 1 sampai 4 untuk masing-masing faktor peluang


atau ancaman, yaitu :
1 = Sangat rendah, respon perusahaan dalam meraih peluang atau
mengatasi ancaman tersebut rendah
2 = Rendah, respon perusahaan dalam meraih peluang atau
mengatasi ancaman tersebut sedang (respon sama dengan
rata-rata)
3 = Tinggi, respon perusahaan dalam meraih peluang atau
mengatasi ancaman tersebut di atas rata-rata

46
4 = Sangat tinggi, respon perusahaan dalam meraih dan
mengatasi ancaman tersebut superior

iv) Nilai dari pembobotan kemudian dikalikan dengan peringkat pada


tiap faktor dan semua hasil kali tersebut dijumlahkan secara
vertikal untuk memperoleh total skor pembobotan. Total skor
pembobotan akan berkisar antara 1 sampai 4 dengan rata-rata 2,5.
Jika total skor pembobotan EFE 3,0-4,0, berarti perusahaan
merespon kuat terhadap peluang dan ancaman yang mempengaruhi
perusahaan, kemudian jika 2,0-2,99 berarti perusahaan merespon
sedang terhadap peluang dan ancaman yang ada dan 1,0-1,99
berarti perusahaan tidak dapat merespon peluang dan ancaman
yang ada.

2) Tahap Pencocokan
Hasil dari tahap input kemudian dilanjutkan ke dalam tahap pencocokan.
Tahap pencocokan ini terdiri dari :
a) Matriks Internal-Eksternal (I-E)
Matriks I-E bermanfaat untuk memperoleh berbagai alternatif strategi
yang mungkin dapat dilakukan oleh perusahaan. Matriks I-E terdiri dari
dua dimensi, yaitu total skor dari matriks IFE pada sumbu X dan Matriks
EFE pada sumbu Y. Sumbu X pada I-E matriks, skornya 3 yaitu : 1,0-1,99
menyatakan bahwa posisi internal adalah lemah, skor 2,0-2,99 posisinya
adalah rata-rata, dan skor 3,0-4,0 adalah kuat. Dengan cara yang sama,
pada sumbu Y yang dipakai pada matriks EFE, skor 1,0-199 adalah
rendah, 2,0-2,99 posisinya adalah sedang, dan skor 3,0-4,0 adalah tinggi.
Perusahaan yang dianggap paling sukses adalah perusahaan yang mampu
menghasikan bisnis yang berada pada sel satu (1).
b) Matriks SWOT atau TOWS
Matriks Strenghts- Weakness- Opportunity- Threats (SWOT) merupakan
salah satu matching tool yang membantu para manajer dalam
mengembangkan empat tipe strategi. Keempat strategi yang dimaksud
adalah SO (kekuatan peluang- strenghts opportunity), WO (kelemahan

47
peluang- weakness opportunity), ST (kekuatan ancaman- strenght threats)
dan WT (kelemahan ancaman- weakness threaths). Matriks SWOT terdiri
dari sembilan sel. Terdapat empat key success factor, empat sel untuk
strategi dan satu sel yang selalu kosong. Keempat sel strategi berlabelkan
S-O, W-O, S-T, W-T yang dikembangkan melalui key success factor pada
sel yang berlabelkan S, W, O, T. Berikt ini adalah tahapan matriks SWOT:
1) Buat daftar peluang eksternal perusahaan
2) Buat daftar ancaman eksternal perusahaan
3) Buat daftar kekuatan internal perusahaan
4) Buat daftar kelemahan internal perusahaan
5) Cocokan kekuatan-kekuatan internal dan peluang-peluang eksternal
dan catat hasilnya dalam strategi SO
6) Cocokan kelemahan-kelemahan internal dan peluang-peluang eksternal
dan catat hasilnya dalam strategi WO
7) Cocokan kekuatan-kekuatan internal dan ancaman-ancaman eksternal
dan catat hasilnya dalam strategi ST
8) Cocokan kelemahan-kelemahan internal dan ancaman-ancaman
eksternal dan catat hasilnya dalam strategi WT.

Perlu diketahui bahwa kegunaan dari setiap alat pada matching stage
adalah untuk membangkitkan strategi alternatif yang fisibel untuk
dilaksanakan, bukan untuk memilih dan menentukan strategi mana yang
terbaik. Jadi, tidak semua strategi dikembangkan dalam matriks SWOT.

48
V. DESKRIPSI KUD BAYONGBONG

5.1. Sejarah KUD Bayongbong


Koperasi Unit Desa (KUD) Bayongbong berdiri pada tanggal 24
Desember 1973 dengan modal sendiri sebesar Rp. 38.000,-/orang, dimana
anggotanya berjumlah 38 orang. Pada tanggal 14 april 1974 memperoleh badan
hukum dengan nomor 5948/ BH/ PAD/ PWK-10/ IV. Pada tahun tersebut KUD
Bayongbong mendapatkan suntikan dana dari pemerintah sebesar Rp. 500.000,-.
Bidang usaha yang dikelola saat itu hanya bergerak di sektor pangan, baru
kemudian pada tahun 1975 pihak KUD mengadakan kerja sama dengan yayasan
Budi Harapan untuk mendapatkan RMU. Pada tahun 1979 diadakan lagi
penambahan unit usaha meliputi sektor pangan, pupuk, KCK, simpan pinjam, dan
RMU. Pada tahun 1981 sapi perah gelombang pertama datang sebanyak 950 ekor
untuk dikreditkan kepada anggota. Pada tahun 1981-1984 hasil produksi susu
belum bisa ditampung dan dipasarkan oleh KUD Bayongbong tetapi masih
disetorkan ke KUD Cikajang. Pada tahun 1989 KUD Bayongbong tercatat sebagai
KUD mandiri pertama di Jawa Barat.
Periode 1973 sampai dengan 1984 merupakan kondisi yang masih labil
bagi KUD Bayongbong karena kesulitan mencari karyawan apalagi yang ingin
menjadi pengurus. Solusi yang diambil pada rapat khusus tahun 1973 adalah
masing-masing pengurus diwajibkan minimal satu orang dari keluarganya untuk
menjadi karyawan KUD. Pada rentang waktu tersebut juga terjadi banyak masalah
yang hampir menghancurkan KUD Bayongbong antara lain: adanya kredit macet
yang sulit ditagih kembali, sebagian masyarakat ada yang tidak senang dengan
kedatangan sapi dengan alasan sebelumnya pada tahun 1961 pemerintah pernah
membantu masyarakat dengan mendatangkan sapi perah dengan sistem pulang,
dan adanya rongrongan dan ancaman dari pihak ketiga yang tidak senang dengan
kemajuan KUD Bayongbong.
Berkat kerja sama dan keyakinan yang kuat dari para pengurus, pengelola
dan anggota, KUD Bayongbong mampu menjadi KUD yang tangguh. Hal ini
dibuktikan dengan predikat yang diberikan oleh pemerintah sebagai KUD Terbaik
Tingkat Kabupaten Priangan, Jawa Barat dan sebagai KUD Teladan Utama
Tingkat Nasional yang ke lima kalinya secara berturut-turut. KUD Bayongbong
telah membuktikan visi dan misinya yang utama yaitu ”Mensejahterakan
anggotanya pada khususnya dan masyarakat pada umumnya”.

5.2. Visi dan Misi KUD Bayongbong


Visi dan misi suatu organisasi merupakan suatu sarana untuk menjaga
hubungan komunikasi pihak manajemen, antar anggota serta para stakeholder
yang memiliki kepentingan dalam kegiatan organsasi tersebut. Manfaat terbesar
dari dua pernyataan ini dapat dijadikan sebagai alat manajemen strategis yang
berasal dari spesifikasi mereka terhadap tujuan akhir organisasi.
Visi adalah suatu pernyataan singkat yang merupakan tujuan jangka
panjang suatu organisasi yang mampu menggambarkan bentuk atau jatidiri dari
organisasi yang dijalankan. Misi merupakan suatu deklarasi sikap dan pandangan.
Misi yang baik memungkinkan penciptaan dan pengembangan beragam tujuan
dan strategi alternatif tanpa kemudian menghambat kreativitas manajemen. Selain
itu pernyataan misi perlu luas agar dapat secara efektif merekonsiliasi perbedaan
dikalangan, dan menarik bagi para pemangku kepentingan (stakeholders), yaitu
individu-individu dan kelompok-kelompok individu yang memiliki kepentingan
atau tuntutan khusus pada organisasi atau perusahaan.
KUD Bayongbong hingga saat ini belum memiliki visi dan misi yang
tertulis secara jelas. Namun berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu
pengurusnya visi KUD Bayongbong adalah . ”Tiada hari tanpa masuk anggota
baru” sedangkan arahan misi organisasi yang digunakan KUD Bayongbong untuk
mencapai tujuannya didasarkan pada konsep koperasi yaitu ”Mensejahterakan
anggotanya pada khususnya dan masyarakat pada umumnya”, artinya KUD
Bayongbong memiliki tujuan untuk berupaya memberikan pelayanan terbaik
kepada anggotanya melalui unit usaha yang dijalankan, guna meningkatkan
kesejahteraan anggota dan masyarakat disekitarnya

5.3. Kegiatan Koperasi Unit Desa (KUD) Mandiri Bayongbong


Kegiatan KUD Bayongbong yang direalisasikan setiap tahunnya memiliki
dua jenis kegiatan yaitu kegiatan bidang organisasi yang merupakan kegiatan
yang menyangkut upaya peningkatan manajemen KUD Bayongbong dan kegiatan

50
tujuh unit usaha yang dikelolanya seperti unit usaha ternak sapi perah, unit usaha
makanan ternak, unit usaha warseda, unit usaha simpan pinjam, SP PUK, dan
KCK, serta unit usaha listrik.

5.3.1. Bidang Organisasi


5.3.1.1. Profil Singkat dan Struktur Organisasi KUD Bayongbong
Koperasi Unit Desa (KUD) Mandiri Bayongbong beralamat Jl. Raya
Timur Bayongbong Km.11 Kecamatan Bayongbong Kabupaten Garut. KUD
Bayongbong telah berbadan hukum didasarakan pada No. 5948 A/ BH/ KWK-10/
14, selain izin berbadan hukum KUD Bayongbong telah memiliki SPKM
didasarkan pada No. 343/ DK/ KPTS/ A-VIII/ 80/ I dan SIUP didasarkan pada
No. 026/ 026/ E/ PK/ 10-2/ NAS. Pada tanggal 24 Desember 1973 merupakan
tanggal pendirian KUD Bayongbong.
Saat ini KUD Bayongbong dipimpin oleh Muztahid sebagai ketua dan
jabatan sekretaris oleh Bambang serta Maman Ar sebagai bendahara. KUD
Bayongbong memiliki pihak pengawas yang dipimpin oleh Yaya Soenarya, Sp.
Selaku ketua pengawas yang dibantu oleh A. Uyun Ls dan Drs. KH. Zainal
Abidin selaku anggotanya yang mengawasi jalannya kegiatan usaha KUD
Bayongbong. Dalam menjalankan usahanya manajemen KUD Bayongbong
dibantu oleh 99 orang karyawan yang terdiri dari dua orang tim manajemen, dua
puluh dua orang karyawan staf, dua puluh tiga orang karyawan lapangan, dua
belas orang karyawan lepas, delapan orang karyawan laboratorium, tiga belas
orang karyawan IB/Keswan, delapan orang karyawan unit listrik, satu orang
karyawan Waserda, dua orang karyawan bengkel, empat orang
Satpam/Keamanan, dua orang Dapur/Mesjid, dan tiga orang Kernet.
Untuk mempermudah pengawasan terhadap anggotanya KUD
Bayongbong membentuk kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari kelompok
peternak sapi perah dan kelompok SP/KCK. Untuk kelompok peternak sapi perah
terdapat dua puluh dua kelompok dan kelompok SP/KCK terdapat lima
kelompok. Pembentukan kelompok untuk mengefisienkan pengelolaan organisasi
yang dilakukan KUD Mandiri Boyongbong baik antar pengurus dengan anggota
maupun antara anggota dengan anggota lainnya. Kelompok ini dapat dijadikan

51
sebagai media informasi dan konsultasi yang dilakukan antara anggota dengan
pengurus KUD Bayongbong.

Rapat Anggota

Pengawas Pengurus

Manajer Utama

Manajer Divisi Manajer Divisi Manajer Divisi Akuntansi


Peternakan dan Perdagangan, Usaha dan dan Perbankan
Kendaraan umum

Bagian MC Unit Waserda Bagian Akuntansi

Bagian
Makanan Bagian Bagian USP
Ternak Personalia
Keanggotaan
Bagian Kredit
Bagian Populasi
Sapi Bagian Umum
UUO

Kasubag
Sekretariat

Pengurus Kelompok Anggota

Anggota

Gambar 6. Struktur Organisasi KUD Bayongbong


Keterangan :
: Garis Komando/ Pendelegasian
: Garis Tanggung Jawab
: Pelayanan

KUD Bayongbong memiliki sturuktur organisasi dengan Rapat Anggota


Tahunan (RAT) sebagai pengambil keputusan tertinggi. Berikut struktur

52
organisasi yang diterapkan KUD Bayongbong. Kegiatan yang berkaitan dalam
bidang organisasi lainnya adalah kegiatan penyuluhan, pelatihan dan studi
banding yang dilakukan KUD Mandiri Bayongbong dengan beberapa instansi
seperti gerakan koperasi, dinas pemerintahan setempat, mitra usaha, organisasi
atau lembaga sosial dan instansi pendidikan yaitu perguruan tinggi dan SLTA.

5.3.1.2. Keanggotaan KUD Bayongbong


Partisipasi merupakan faktor yang paling penting dalam mendukung
keberhasilan atau perkembangan suatu organisasi. Melalui partisipasi segala aspek
yang berhubungan dengan pelaksanaan kegiatan pencapaian tujuan dapat
direalisasikan. Semua program yang akan dilaksanakan oleh manajemen
memperoleh dukungan dari semua unsur atau komponen dalam organisasi. Dalam
koperasi semua program manajemen bukan hanya perlu mendapat dukungan dari
anggota saja namun merupakan kebutuhan bagi anggotanya.

Perkembangan Anggota KUD Mandiri Bayongbong Tahun 2004-2009

5000

4000

3000
Orang

2000

1000

0
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Tahun

Banyak Anggota

Gambar 7. Perkembangan Anggota KUD Bayongbong Tahun 2004-2009

Berdasarkan Laporan Tahunan KUD Bayongbong Tahun Buku 2004-


2009, Perkembangan Anggota KUD Bayongbong cukup fluktuatif. Pada tahun
2006 jumlah anggota KUD Bayongbong mengalami penurunan drastis yang
diakibatkan oleh kondisi ekonomi yang buruk serta perubahan cuaca yang tidak
menentu mengakibatkan jumlah dan kualitas susu yang dihasilkan rendah. Hal ini
berdampak pada rendahnya harga susu di tingkat peternak, dan memancing para

53
peternak untuk menjual produksi susunya ke tempat yang mampu membayar
produksi susunya lebih tinggi dari KUD Bayongbong. Walaupun pada saat itu
telah terdapat kebijakan rayonisasi antar koperasi di Kabupaten Garut, tetapi
karena kebijakan tersebut belum berjalan dengan baik mengakibatkan banyak
anggota KUD Bayongbong yang beralih pada organisasi lain sejenis yang mampu
menampung produksi susu hasil ternaknya dengan harga yang lebih baik.
Pada tahun 2007, KUD Bayongbong mulai melakukan pembenahan
sedikit demi sedikit pada manajemen koperasinya. Hal tersebut pun berdampak
pada peningkatan kembali jumlah anggota secara berangsur-angsur diikuti dengan
meningkatnya kapasitas dan kualitas produksi susu yang dihasilkan.

5.3.2. Bidang Unit Usaha


5.3.2.1. Unit Ternak Sapi Perah
Unit ternak sapi perah merupakan kegiatan usaha koperasi yang memiliki
kontribusi besar dalam memberikan kesejahteraan bagi anggota KUD
Bayongbong. Hal ini dibuktikan dengan sumbangan SHU terbesar yang dihasilkan
dari unit ternak sapi perah dibandingkan dengan unit usaha lainnya. Selain itu,
sebagian besar anggota yang tergabung dalam KUD Bayongbong merupakan
peternak sapi perah. Unit ternak sapi perah dapat dikatakan sebagai pilar utama
bagi kemajuan KUD Bayongbong.
Kegiatan yang dilaksanakan dalam unit ternak sapi perah meliputi upaya
menjaga ketersediaan pakan ternak, menjaga kebersihan, kesehatan dan
pelestarian keturunan ternak, menjaga kapasitas dan kualitas produksi susu,
hingga pada pemasaran susu yang dihasilkan ke Industri Pengolahan Susu (IPS).
Untuk menjaga ketersediaan pakan KUD Mandiri bekerja sama denga PT.
Radiana untuk dapat memasok ketersediaan bahan baku pakan konsentrat,
sedangkan pakan hijauan para peternak memperoleh dari daerah sekitar, dan jika
pakan hijauan masih kurang memenuhi kebutuhan KUD Bayongbong
memfasilitasi melalui penyediaan kendaraan operasional khusus untuk mencari
pakan hijauan.
Kegiatan lainnya yang juga berpengaruh terhadap pekembangan ternak
sapi perah adalah menjaga kebersihan, kesehatan dan pelestarian keturunan
ternak. Upaya menjaga kebersihan, kesehatan dan pelestarian ternak merupakan

54
tanggung jawab peternak, yang kemudian dibantu dengan pelayanan yang
diberikan KUD Bayongbong melalui penyuluhan, pemeriksaan kesehatan hewan
dan Inseminasi Buatan (IB) melalui penyediaan dokter hewan keliling. Kemudian
untuk menjaga kapasitas dan kualitas sangat bergantung terhadap upaya kerjasama
peternak dalam menjaga kebersihan dan kesehatan ternaknya. Disamping
pemberiaan penyuluhan upaya pengontrolan secara berkala pun dilakukan untuk
mengetahui kondisi pengelolaan ternak dilapangan.
Populasi ternak sapi perah KUD Mandri Bayongbong saat ini mencapai
4.325 ekor sapi dengan jumlah peternak kurang lebih 1761 orang5. Berdasarkan
Laporan Tahunan KUD Bayongbong Tahun Buku 2004-2009 berikut
perkembangan jumlah pedet KUD Bayongbong.

Perkembangan Jumlah Pedet KUD Bayongbong Tahun 2004-2009

3500
3000
Jumlah Populasi

2500
2000
1500
1000
500
0
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Tahun

Perkembangan Kelahiran Sapi

Gambar 8. Perkembangan Jumlah Pedet KUD Bayongbong Tahun 2004-2009

Tingkat kelahiran sapi dari tahun 2004-2009 mengalami perkembangan


yang cukup fluktuatif. Hal ini dapat dilihat adanya penurunan pada tahun 2006
hingga 2007 disebabkan terjadinya krisis ekonomi dan kondisi iklim yang tidak
mendukung, dan terjadi peningkatan kembali pada tahun 2008 hingga saat ini.
Saat ini IPS menetapkan standar kualitas susu yang akan diterima dari
peternak lokal, jika standar tersebut tidak dipenuhi akan dikenakan sanksi
penolakan terhadap susu yang dipasok atau penalti terhadap harga susu, dan
penalti biasanya dilakukan jika kandungan bakteri yang terdapat dalam susu

5
Data populasi ternak sapi perah KUD Bayongbong 2009 (Lampiran 3 ).
55
melebihi standar yang ditentukan. Hal ini berdampak pada penurunan harga susu
yang diberikan IPS. Untuk memenuhi standar tersebut KUD Bayongbong
menerapkan SOP dalam pengelolaan susu mulai penerimaan dari peternak hingga
pada pengiriman ke IPS yang menjadi target pemasaran susu segar KUD
Bayongbong.

5.3.2.2. Unit Makanan Ternak


Unit makanan ternak merupakan kegiatan usaha koperasi dalam memenuhi
ketersediaan pakan ternak untuk sapi perah. Saat ini KUD Bayongbong sudah
mampu mengolah sendiri produksi pakan konsentrat yang digunakan untuk
memberikan asupan tambahan pakan ternak. Sedangkan untuk pakan hijauan
KUD Bayongbong memfasilitasi kendaraan operasional untuk mencari kebutuhan
pakan hijauan. Untuk mengolah pakan hijauan dibutuhkan bahan baku pembentuk
pakan konsentrat yang meliputi dedak, polat, kopra, sawit, jagung, tepung telur,
mineral, garam, dan roti. Bahan baku tersebut diperoleh dengan melakukan
kerjasama dengan beberapa pemasok yang merupakan pengumpul yang terdapat
di sekitar KUD Bayongbong, pihak GKSI serta pemasok bahan mineral
Perusahaan Lembah Hijau Multifarm dari Solo.

5.3.2.3. Unit Waserda


Unit waserda merupakan kegiatan usaha koperasi dalam bentuk warung
yang menyediakan berbagai produk kebutuhan anggota, seperti peralatan rumah
tangga, penyediaan sembilan bahan pokok, makanan kecil dan minuman, pakaian,
dan produk-produk lainnya yang menjadi kebutuhan anggota. Pelayanan yang
diberikan oleh unit waserda selain menyediakan produk dan peralatan kebutuhan
anggota adalah pada sistem pembayaran yang diperkenankan untuk meminjam
terlebih dahulu. Kemudian dari sisi harga produk yang disediakan unit waserda
KUD Mandiri Bayongbong relatif lebih murah dibandingkan dengan warung-
warung pada umumnya sehingga mampu bersaing.

5.3.2.4. Unit Simpan Pinjam, SP PUK, dan KCK


Unit simpan pinjam, SP PUK dan KCK merupakan kegiatan usaha
koperasi dalam memfasilitasi anggotanya untuk dapat melakukan penyimpanan

56
serta peminjaman dana untuk kepentingan anggota. Unit usaha ini memberikan
kemudahan bagi anggotanya untuk memperoleh pinjaman modal dengan tingkat
bunga yang rendah serta prosedur yang sederhana. Sumber permodalan unit
simpan pinjam berasal dari anggota sendiri, serta bantuan instansi lain yang
kemudian dikelola oleh KUD Bayongbong untuk digunakan untuk kepentingan
anggota.

5.3.2.5. Unit Listrik


Unit Listrik merupakan kegiatan usaha koperasi dalam melayani
pembayaran tagihan listrik masyarakat. Unit listrik yang dikelola KUD
Bayongbong dilaksanakan di tiga loket pelayanan yaitu loket di KUD
Bayongbong sendri, kemudian di Sukamanah dan Cisurupan. Unit Listrik muncul
karena adanya kerjasama antara KUD Bayongbong dengan PT. Raharja untuk
memberikan kemudahan anggota dalam menjangkau lokasi pembayaran.

57
VI. IDENTIFIKASI LINGKUNGAN ORGANISASI

6.1. Analisis Situasi


6.1.1. Biofisik
KUD Bayongbong menempati dua kecamatan yaitu Kecamatan
Bayongbong dan Cigedug, Kecamatan Bayongbong terletak ± 13 km dari Kota
Garut dengan luas areal 4.763,27 ha dengan bentuk wilayah berbukit-bukit dan
pegunungan. Daerah Bayongbong ini terletak pada ketinggian 700-1200 m di atas
permukaan laut dengan temperatur rata-rata per hari 25-30°C serta curah hujan
rata-rata 1.250 mm/hari. Jumlah kepala keluarga di wilayah Kecamatan
Bayongbong sebanyak 18.561 orang dengan mata pencahariannya berupa bertani
± 9.046 orang, beternak ± 2.988 orang, berdagang ± 2.168 orang dan pegawai
negeri sipil ± 679 orang. Sedangkan Kecamatan Cigedug terletak ± 26 km dari
Kota Garut dengan luas areal 3.445,25 ha dengan bentuk wilayah berbukit-bukit
dan pegunungan. Daerah Cigedug terletak pada ketinggian 700-1200 m di atas
permukaan laut dengan temperatur 25-30°C serta curah hujan rata-rata 1.250
mm/hari. Jumlah kepala keluarga di wilayah Kecamatan Cigedug sebanyak
21.432 orang dengan mata pencaharian berupa bertani ± 16.751 orang, beternak ±
3.188 orang, berdagang ± 1.168 orang dan pegawai negeri sipil ± 325 orang.
Keadaan tanah yang subur, cuaca sejuk dan curah hujan yang cukup tinggi
merupakan faktor utama yang menunjang keberhasilan daerah Bayongbong dan
Cigedug ini di sektor peternakan sapi perah. Hal ini dibuktikan dengan adanya
pengembangan usaha ternak sapi perah sebagai unit usaha utama yang dijalankan
KUD Bayongbong. Berdasarkan Laporan Tahunan Tahun Buku 2009 KUD
Bayongbong memiliki populasi sapi perah mencapai 4.325 ekor dengan jumlah
peternak sebanyak 1.761 orang. Hal ini didukung juga dengan potensi lahan
pengembangan usaha ternak mencapai 7.883 hektar.
Dalam menjalankan usaha ternak sapi, kondisi lingkungan merupakan
salah satu indikator penting dalam menentukan keberhasilan usaha. Kondisi
lingkungan memiliki pengaruh terhadap kesehatan sapi perah, serta produksi susu
yang dihasilkan. Kondisi cuaca yang ekstrim dan tidak menentu saat ini, menjadi
suatu kendala bagi para peternak dalam menjalankan usaha ternak sapi perah.
Selain itu, belum adanya pengelolaan serta pemanfaatan terhadap kotoran ternak
(limbah) menjadi suatu ancaman terhadap rawan timbulnya penyakit serta
pencemaran lingkungan.

6.1.2. Infrastruktur
Infrastruktur yang dimiliki KUD Mandiri Bayongbong meliputi
pemenuhan fasilitas pendukung kegiatan usaha yang dijalankan. Fasilitas yang
dimiliki meliputi fasilitas kantor/ gedung, kendaraan operasional, ruang produksi
dan pengolahan, ruang laboratorium dan pengecheckan, ruangan konsultasi dan
pelayanan anggota dan fasilitas umum lainnya. Dalam Unit usaha ternak sapi
perah KUD Mandiri Bayongbong fasilitas yang mendukung berjalannya distribusi
usaha ternak adalah kendaraan operasional yang terdiri dari kendaraan pengangkut
susu dari peternak, kendaraan penyalur susu ke IPS, kendaraan pengangkut pakan,
dan kendaraan kesehatan hewan.

Keterangan:
11 12 13
1. Loket Pembayaran
Listrik
10 2. Gudang Pakan
Konsentrat
3. Ruang Keswan dan
9 IB
2
4. Waserda
5. Ruang Satpam
6. Mushola
7. Taman
8. Gedung Kantor
KUD Bayongbong
9. Ruang Staf Susu
10. Lab. Rusu
8 11. Ruang Pengetesan
Susu
6 12. Ruang Chilling
13. Gudang
1
5
4

3
7

Gambar 9. Denah KUD Bayongbong

59
Pada kegiatan produksi dan pengolahan KUD Bayongbong memiliki ruang
chilling pengolahan susu, ruang laboratorium dan pengontrolan susu, dan ruang
staf khusus pengelola susu. Selain itu, dalam mengelola produksi susu KUD
Bayongbong didukung oleh peralatan dan perlengkapan yang memadai sesuai
standar baku. Pemenuhan fasilitas ini ditujukan untuk mendukung kelancaran
pengelolaan produksi susu yang memiliki kualitas yang baik.

6.1.3. Stakeholders
Stakeholders merupakan seseorang, kelompok, organisasi, atau sistem
yang mempengaruhi atau dapat dipengaruhi oleh tindakan organisasi.
Stakeholders KUD Mandiri Bayongbong terdiri dari stakeholder input,
stakeholder on farm, dan stakeholder output. Stakeholder input merupakan pihak
yang memiliki kepentingan dengan KUD Bayongbong dengan usaha ternaknya
dalam hal penyediaan input seperti modal, dan bahan pakan ternak. Dalam
memenuhi sumber permodalan KUD melakukan kerjasama dengan beberapa
lembaga keuangan seperti bank. Bank yang bekerjasama dengan KUD Mandiri
Bayongbong dalam membantu unit ternak sapi perah yaitu Bank Harapan Saudara
(BHS), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank
Central Asia (BCA), Bank Mandiri, dan Bank Pendapatan Daerah (BPD).
Untuk memenuhi kebutuhan pakan khususnya bahan pakan konsentrat
KUD Bayongbong bekerjasama dengan beberapa pemasok seperti pengumpul
yang mampu mensuplai kebutuhan sawit, jagung, dedak, tepung telur, garam dan
roti. Sedangkan, GKSI merupakan pemasok tetap kopra dan polard dan untuk
mineral dipasok oleh perusahaan penyediaan bahan mineral dari daerah Solo.
KUD Mandiri Bayongbong memiliki daya tawar lebih kuat terhadap bebrapa
pemasok usaha ternak sapi perah KUD Mandiri Bayongbong. Hal ini ditunjukan
dengan tidak bergantungnya KUD Mandiri Bayongbong terhadap salah satu
pemasok.
Stakeholders yang terlibat dalam kegiatan on farm adalah peternak yang
juga merupakan anggota dari KUD Bayongbong. Peternak merupakan pihak yang
penting dalam hal pengelolaan ternak sapi perah, karena peternak merupakan
pelaku utama dari usaha ini. Cepat lambatnya perkembangan usaha ternak sangat
bergantung dari keinginan untuk maju dari para peternak.

60
Stakeholders output merupakan pihak yang terlibat dalam menyerap hasil
produksi dari usaha ternak sapi perah yaitu susu. Saat ini susu segar yang
dihasilkan oleh KUD Bayongbong hanya ditampung oleh IPS, IPS yang
menampung susu KUD Bayongbong meliputi PT. Indomilk dan PT. Frisian Flag
Indonesia (FFI).

Tabel 11. Persentasi Penerimaan Susu KUD Bayongbong oleh IPS


Tahun
Rekapitulasi
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Pembelian Susu
dari Peternak
(Kg) 8.370.146 6.572.094 8.247.329 8.247.329 8.247.329 8.123.241
Penjualan Susu
ke IPS (Kg) 8.289.610 6.366.345 8.234.150 8.234.150 8.234.150 8.057.870
Selisih 80.536 205.749 13.179 13.179 13.179 65.371
Presentasi
Penerimaan
Susu ke IPS
(%) 99,03782 96,86935 99,8402 99,8402 99,8402 99,19526
Sumber : KUD Bayongbong, Tahun 2009

Berdasarkan Tabel 11, Produksi susu yang dihasilkan KUD Bayongbong


mencapai lebih dari delapan ribu ton setiap tahunnya, sedangkan rata-rata
presentasi penyerapan susu yang dilakukan IPS setiap tahunnya terhadap susu
segar KUD Bayongbong mencapai 98,5 persen. Hal tersebut menunjukan kualitas
susu KUD Bayongbong cukup terjamin untuk diterima oleh IPS.
Stakeholders dalam usaha ternak sapi perah KUD Bayongbong memiliki
peran dan kepentingan yang berbeda-beda. Stakeholders memiliki kepentingan
dalam mempengaruhi hasil usaha baik secara positif atau negatif. Mereka pun
memiliki kekuatan tawar menawar dalam dalam menentukan pengaruhnya dalam
usaha yang dijalankan. Berikut rincian stakeholders yang memiliki peran,
kepentingan serta memberikan pengaruh terhadap kegiatan usaha ternak sapi
perah KUD Bayongbong.

61
Tabel 12. Analisis Pengaruh Stakeholders terhadap Usaha Ternak Sapi Perah
KUD Bayongbong
Kepentingannya Kekuatan &
Pengaruhnya
Stakeholders Peran yang terkait
(+) (-) Kuat Lemah
GKSI Pemasok Kopra, dan Polard v - v -
Pemasok, Dedak, Jagung,
Pengumpul v - - v
Tepung telu, Bubuk Roti
Lembah Hijau Pemasok Garam dan
v - v -
Multifarm Mineral
Bank Pinjaman Modal Keuangan v - v
Peternak Pengelola Hewan Ternak v - - v
IPS Penerima Susu Segar v - v -

Tabel 12, menunjukan bahwa masing-masing stakeholders terkait


memberikan kepentingan positif terhadap berjalannya usaha ternak sapi perah
KUD Bayongbong hal ini ditunjukan dengan upaya saling melengkapi dan
menunjang kebutuhan diantara stakeholders. Pengaruh kekuatan tawar menawar
stakeholders masing-masing berbeda. GKSI, Lembah Multifarm, Bank dan IPS
memiliki pengaruh yang kuat terhadap usaha ternak sapi perah KUD Bayongbong
karena pihak-pihak tersebut memiliki ketentuan yang disepakati bersama yang
harus dipenuhi KUD Bayongbong untuk menjaga keberlanjutan usaha ternaknya.
KUD Bayongbong memiliki pengaruh kuat pada pihak pengumpul dan peternak
karena KUD Bayongbong memiliki kemampuan dalam mengelola dan mengatur
kepentingan yang terkait dalam menjalankan usaha ternaknya.

6.1.4. Institusi
Intitusi merupakan suatu organisasi atau lembaga yang mampu menunjang
serta mendukung sistem agribisnis usaha ternak sapi perah KUD Bayongbong.
Institusi yang terkait dalam usaha ternak sapi perah KUD Bayongbong terdiri dari
lembaga keuangan, asosiasi peternak atau koperasi susu, dan lembaga
pemerintahan. Lembaga keuangan merupakan suatu institusi yang mampu
mendukung KUD Bayongbong dalam memberikan modal keuangan, dan institusi
keuangan dapat berasal dari perbankan atau non perbankan. Dalam menunjang
permodalan, masing-masing institusi keuangan memiliki kententuan yang harus
dipenuhi dalam menjaga kelancaran kerjasama yang dilakukan. Bentuk dukungan

62
yang diberikan institusi keuangan dapat berupa pinjaman modal (kredit) dengan
bunga ringan tanpa agunan.
KUD Bayongbong sebagai salah koperasi susu di Jawa Barat tentunya
menginduk sebagai anggota dari Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Jawa
Barat. Peran GKSI merupakan suatu lembaga yang mampu menunjang
kepentingan dan kebutuhan koperasi susu yang merupakan wakil dari para
peternak lokal. Bentuk dukungan yang diberikan GKSI berupa penyuluhan dan
pembinaan, pemenuhan kebutuhan input peternak serta sebaga media konsultasi
terhadap permasalahan dan kendala yang dihadapi peternak.
Lembaga pemerintahan merupakan pihak yang menetapkan kebijakan-
kebijakan yang berkaitan dengan perkembangan usaha ternak. Kebijakan yang
ditetapkan seharusnya mampu mendukung dan menunjuang terhadap kemajuan
usaha ternak yang dijalankan oleh para peternak dan perindustri susu di Indonesia.
Saat ini perkembangan industri susu Indonesia berkembangan dengan pesat,
namun pemerintah masih kurang memperhatikan kondisi para peternak lokal. Hal
ini dikarenakan kebijakan-kebijakan yang ada kurang mengangkat dan kurang
mewakili kepentingan para peternak lokal.

6.2. Lingkungan Internal Unit Ternak Sapi Perah KUD Bayongbong


Analisis lingkungan internal organisasi adalah analisis berdasarkan faktor-
faktor yang berasal dari dalam organisasi dan umumnya dapat dikendalikan oleh
manajemen organisasi. Analisis lingkungan internal organisasi digunakan untuk
mengetahui kemampuan organisasi dalam mencapai kinerja dan mampu
mengungguli para pesaing (competitor). Dalam menganalisis lingkungan internal
organisasi perlu memperhatikan beberapa bidang/fungsional organisasi yang
meliputi manajemen, pemasaran, keuangan, produksi dan operasi, penelitian dan
pengembangan serta sistem informasi manajemen.

6.2.1. Manajemen
Fungsi manajemen terdiri atas lima aktivitas pokok yaitu, perencanaan,
pengorganisasian, pemotivasian, penempatan staf, dan pengontrolan atau
pengendalian (David, 2009).

63
6.2.1.1. Perencanaan
Perencanaan selalu dilakukan KUD Bayongbong setiap tahunnya guna
meningkatkan kinerja unit ternak sapi perah. Penyusunan rencana untuk tahun
selanjutnya merupakan hasil evaluasi usaha ternak sapi perah RUA sebelumnya.
Berdasarkan Laporan Tahunan KUD Bayongbong Tahun Buku 2009, dalam
rangka peningkatan kualitas dan kuantitas susu, KUD Bayongbong merencanakan
upaya-upaya pada tahun 2010 sebagai berikut: meningkatkan harga susu di tingkat
peternak, meningkatkan kualitas pakan ternak dan penyerapannya, pembinaan
kepada para anggota dalam perbaikan kulitas susu, mempertahankan populasi
sekaligus mencegah penjualan sapi ke luar wilayah kerja KUD Bayongbong,
bekerjasama dengan pihak perbankan yaitu Bank Mandiri untuk pinjaman modal
anggota dalam penambahan populasi ternak, melengkapi sarana yang masih
kurang seperti tangki lapangan, dan alat-alat laboratorium, serta bekerjasama
dengan pemerintah dalam upaya meningkatkan penanganan usaha sapi perah
sehingga menghasilkan usaha yang optimal.

6.2.1.2. Pengorganisasian
Pengambil keputusan tertinggi dalam pengorganisasian KUD Bayongbong
adalah Rapat Anggota Tahunan (RAT). Oleh karena itu segala keputusan yang
berkaitan dengan kebijakan di KUD harus berdasarkan kesepakatan anggota.
Dalam manajemen pengelolaannya unit ternak sapi perah dikelola oleh pengurus
dibawah koordinasi manajer divisi peternakan dan kendaraan yang membawahi
sub divisi bagian MC, sub divisi bagian makanan ternak, dan bagian populasi
sapi. Sub divisi MC bertanggung jawab terhadap pengontrolan kualitas susu yang
dihasilkan peternak serta menjamin pemasaran susu ke IPS agar kualitas susu
yang diminta sesuai dengan standar kebutuhan IPS. Pada sub divisi bagian
makanan ternak pengelolaan difokuskan pada keterjaminan makanan ternak sapi
perah. Upaya menjaga ketersediaan makanan ternak dikelola melalui unit
makanan ternak dimana unit ini mampu menyediakan fasilitas kendaraan
operasional untuk penyediaan pakan hijauan dan mampu memproduksi makan
ternak konsentrat secara mandiri. Kemudian untuk sub divisi bagian populasi sapi
menjamin pelestarian ternak, kebersihan serta kesehatan ternak. Sub divisi ini

64
memiliki tenaga penyuluh lapang dan dokter hewan yang melakukan aktivitas
menjaga kebersihan, kesehatan dan pelestarian ternak sapi perah.

6.2.1.3. Pemberian Motivasi Anggota


Pemberian motivasi KUD Bayongbong terhadap peternak sapi perah
dilakukan melalui upaya penyuluhan secara intensif serta pemberian penghargaan
terhadap peternak yang dapat memberikan prestasi dalam mengelola hewan
ternak, menjaga kualitas serta kuantitas susu yang dihasilkannya. Penghargaan
diberikan setiap tahunnya bersamaan dengan penyelenggaraan Rapat Anggota
Tahunan (RAT).

6.2.1.4. Pengelolaan Anggota


Pengelolaan anggota yang dilakukan KUD Bayongbong berbeda dengan
konsep perusahaan yang dilakukan pada umumnya. Upaya perekrutan anggota
yang dilakukan KUD tidak terdapat kriteria khusus, selama memiliki keinginan,
komitmen serta tujuan yang sama yaitu ingin untuk mengembangkan usaha ternak
sapi perah.
Pelatihan dan pengembangan anggota yang dilakukan KUD Bayongbong
dalam mengembangkan unit ternak sapi perah yaitu melalui upaya penyuluhan
berkala mengenai cara berternak sapi yang sehat dan tertib. Hal ini dilakukan
untuk menghasilkan kualitas dan kuantitas susu yang baik. Untuk sistem
kompensasi yang diberikan kepada anggota bergantung pada peran dari anggota
dalam berkontribusi menghasilkan kapasitas susu yang tinggi, sedangkan tingkat
harga yang diterima oleh setiap peternak sapi perah sama.

6.2.1.5. Pengendalian/Kontrol
Pengendalian mengacu pada semua aktivitas manajerial yang diarahkan
untuk memastikan bahwa hasil aktual sesuai dengan hasil yang direncanakan.
Dalam unit ternak sapi perah pengendalian dilakukan melalui pengontrolan ke
lapangan mulai dari penyediaan makanan ternak hingga susu tersebut dipasarkan
ke IPS. Pengendalian dalam penyediaan makanan ternak dilakukan pada
pemilihan pemasok bahan baku pakan konsentrat guna menghasilkan pakan ternak
berkualitas. Kemudian pengontrolan dalam kegiatan budidaya sapi perah

65
dilakukan melalui pengontrolan oleh tim penyuluh dan dokter hewan yang secara
berkala berkeliling pada setiap peternak.
Pengontrolan pun dilakukan pada saat proses pengambilan susu oleh KUD
Bayongbong dari peternak terdapat prosedur pengontrolan susu yang akan
dilakukan di lapangan menggunakan peralatan pengukur standar kualitas susu.
Pengontrolan dilakukan standar kualitas susu tidak hanya dilakukan dilapangan
saja, pengontrolan dilakukan juga saat susu diterima di KUD Bayongbong hingga
susu akan dipasarkan ke IPS. Kegiatan pengontrolan susu tersebut selanjutnya
diinput dan diolah untuk mengetahui kadar di dalam susu yang telah dihasilkan,
kemudian data hasil olahan diterbitkan setiap harinya sebagai bahan evaluasi
terhadap kualitas susu yang dihasilkan.
Selain pengecheckan lapangan terkait kualitas susu, terdapat juga
pengontrolan pendistribusian susu. Pengontrolan ini terkait dengan adanya
kebijakan rayonisasi yang disepakati oleh masing-masing KUD yang terdapat di
Kabupaten Garut. Kebijakan rayonisasi merupakan kebijkan yang mengatur
wilayah kerja KUD di daerah setempat. Pengontrolan terkait wilayah kerja ini
sering mengalami kendala, kondisi dilapangan menunjukan terdapat
penyelewengan yang dilakukan peternak. Kadang kala demi memperoleh
keuntungan yang lebih baik peternak sering mengabaikan aturan akan adanya
wilayah kerja masing-masing KUD. Hal ini sangat rawan terjadi pada daerah-
daerah perbatasan antar KUD. Akibat rendahnya pengontrolan yang dilakukan
KUD Bayongbong sering kali terjadi pendistribusian susu ke luar wilayah kerja.

6.2.2. Pemasaran
Sasaran pemasaran koperasi berbeda dengan perusahaan yang pada
umunya. Dalam koperasi sasaran pemasaran tidak hanya memaksimumkan
keuntungan saja, melainkan perlu memaksimumkan output, meminimumkan
biaya rata-rata, keseimbangan kompetitif, dan memaksimumkan deviden (SHU)
per anggota guna memberikan pelayanan dan kesejahteraan terhadap anggota.
Untuk mencapai pemasaran yang optimal organisasi perlu memperhatikan
konsumen, penjualan produk, perencanaan produksi, penetapan harga, distribusi,
riset pemasaran dan analisis peluang pasar.

66
6.2.2.1. Analisis Pelanggan
Pelanggan produk unit ternak sapi perah KUD Bayongbong merupakan
industri pengolahan susu (IPS) yang membutuhkan konsumsi susu segar dalam
jumlah yang besar. Konsumsi terhadap susu segar tersebut, selanjutnya akan
diolah menjadi berbagai macam produk olahan susu.
PT. Indomilk, dan PT. Frisian Flag Indonesia merupakan industri
pengolahan susu yang menampung hasil susu KUD Bayongbong. Dalam proses
menyerap susu segar dari peternak, IPS menetapkan standar kualitas susu yang
harus dipenuhi KUD. Hal ini berkaitan dengan upaya perusahaan dalam menjaga
citra perusahaan terhadap produk olahan susu yang dihasilkan, melihat kondisi
masyarakat yang semakin selektif dan kritis dalam menggunakan produk olahan
susu. Namun, di sisi lain adanya penetapan standar penerimaan susu IPS ini
hanyalah strategi yang di terapkan oleh perusahaan untuk memberi peluang besar
konsumsi susu impor serta menghambat penyerapan susu lokal.
Secara umum saat ini standar kualitas susu yang diterapkan perusahaan
meliputi komponen Total Solid (TS), Total Plate Count (TPC), Fat (Lemak Susu),
Solid Non Fat (SNF), Freezing Point, Lactose, Ph, dan Antibiotik. Berikut rincian
standar kualitas susu yang diterapkan :
- TPC : < 5 juta/ ml susu
- TS : > 11.3
- Fat : +/- 4 %
- SNF : +/- 8 %
- Freezing Point : < 0.565
- Lactose : < 4.6
- Ph : < 6.9
- Antibiotik :-

Hingga saat ini produksi akan susu segar dari peternak dalam negeri masih
belum memenuhi kebutuhan produksi perusahaan. Masing-masing perusahaan
hanya mampu menyerap kurang lebih 400-475 ton per hari susu segar dari
peternak. Jumlah itu hanya memenuhi 20-25 persen (%) dari kebutuhan
perusahaan, sedangkan sisanya IPS menyerap dari susu impor.

6.2.2.2. Penjualan Produk


KUD Bayongbong merupakan koperasi yang mampu memproduksi susu
dan menjualnya dalam bentuk susu segar melalui unit ternak sapi perahnya kepada

67
IPS. Penjualan susu KUD Bayongbong dilakukan kepada dua perusahaan IPS di
Indonesia yaitu PT. Indomilk dan PT. Frisian Flag Indonesia. Perkembangan
penjualan susu KUD Bayongbong mengalami tren peningkatan pada salah satu
IPS dan tren penurunan pada IPS lainnya. Namun saat ini, KUD Bayongbong
hanya mampu memasok satu IPS yaitu Frisian Flag Indonesia. Kondisi ini
disebabkan karena permintaan terhadap susu di masing-masing IPS semakin
meningkat sedangkan produksi susu yang dihasilkan peternak KUD Bayongbong
belum mampu memenuhi kapasitas permintaan yang dibutuhkan.

Perkembangan Penjualan Susu KUD Mandiri Bayongbong Ke IPS Tahun 2004-2009

9000000
8000000
7000000
6000000
Liter Susu

5000000 PT. Indomilk


4000000 PT. FFI
3000000
2000000
1000000
0
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Tahun

Gambar 10. Perkembangan Penjualan Susu KUD Bayongbong ke


IPS Tahun 2004-2009

Berdasarkan Manajer Komunikasi Frisian Flag Indonesia, Anton


mengatakan bahwa ”Kebutuhan bahan baku susu Frisian Flag sebesar 1.900 ton
per hari, hanya 25% nya atau sekitar 475 ton yang disuplai dari dalam negeri.
Sisanya, sekitar 1.425 ton bahan baku susu Frisian Flag masih diimpor”8. Oleh
karena itu saat ini KUD Bayongbong harus terus berupaya untuk melakukan
peningkatan produksi susu baik dari sisi kualitas maupun kuantitasnya untuk
memenuhi permintaan IPS tersebut.

6.2.2.3. Perencanaan Produksi


Perencanaan produksi unit ternak sapi perah KUD Bayongbong saat ini
difokuskan pada pemenuhan standar kualitas susu yang diterapkan oleh IPS serta

8
Harga Susu Bubuk Dunia Naik, Harga Frisian Flag Masih Bertahan. 20 Oktober 2010.
http://indocashregister.com/. (Diakses 9 November 2010) 68
peningkatan kuantitas susu yang dihasilkan oleh sapi perah. Fokus rencana
tersebut dilakukan karena semakin ketatnya standar kualitas susu yang diterapkan
IPS, serta gencarnya akses impor susu yang dipermudah dengan penerapan bea
masuk nol persen.
Jumlah kapasitas susu yang dihasilkan KUD Bayongbong pun perlu
mendapat perhatian khusus. Hal ini disebabkan semakin meningkatnya
permintaan akan susu, sebagai dampak dari peningkatan jumlah penduduk dan
pola hidup masyarakat yang sadar akan pentingnya kesehatan9. Dalam mencapai
rencana produksi tersebut KUD Bayongbong menerapkan motto ”Sapiku Sehat,
Susunya Enak, Peternakku Kuat”. Upaya yang dilakukan berbentuk kegiatan
penyuluhan dan pengontrolan kesehatan ternak, dan pemenuhan kelengkapan
fasilitas pengontrolan kualitas susu dengan berstandar industri.

6.2.2.4. Penetapan Harga


Penetapan harga susu IPS kepada KUD bergantung pada kualitas susu
yang dihasilkan. Saat ini susu yang disalurkan KUD Bayongbong ke IPS
mencapai harga rata-rata Rp 3.400 - 3.600 per liter. Sedangkat tingkat harga rata-
rata susu di tingkat peternak mencapai Rp. 2.700 – 3000 per liter. Berikut data
harga susu di tingkat peternak berdasarkan Laporan Tahunan KUD Bayongbong
Tahun Buku 2006-2009.

Perkembangan Harga Susu KUD Mandiri Bayongbong Tahun 2006-2009

3000
2500
Rupiah (Rp)

2000

1500
1000
500
0
2006 2007 2008 2009
Tahun

Perkembangan Harga Susu

Gambar 11. Perkembangan Harga Susu KUD Bayongbong di Tingkat Peternak


Tahun 2006-2009

9
Indonesi Perlu Genjot Produksi Susu Nasional. 5 Maret 2010. http://www.kontan.co.id/
(Diakses 20 Oktober 2010) 69
Gambar 11, menunjukan bahwa tren perkembangan harga susu KUD
Bayongbong di tingkat peternak semakin meningkat. Hal ini menunjukan bahwa
kualitas susu yang dihasilkan semakin baik. Jaminan kualitas susu ini yang
membuat KUD Mandiri Bayongbong semakin percaya diri untuk terus
mengembangkan usaha ternak sapi perah.

6.2.2.5. Distribusi
Saluran distribusi susu yang dilakukan KUD Bayongbong yaitu dimulai
dari peternak, kemudian dilakukan proses dan pengechekan standar industri oleh
KUD, hingga pada penyaluran langsung ke IPS. Dalam pendistribusian susu ini,
KUD Bayongbong menyediakan beberapa unit kendara operasional pada masing-
masing wilayah peternak untuk mengangkut susu, dan kendaraan operasional
penyalur ke IPS. Dalam pendistribusian susu dari peternak hingga ke IPS terdapat
proses pengecheckan dan pengolahan susu yang dilakukan KUD Bayongbong
guna menjamin kualitas susu yang disalurkan ke IPS. Proses pengontrolan
pertama berawal dari pengambilan susu dari peternak yang dilakukan pada pos-
pos penampungan susu KUD di daerah setempat. Pengontrolan ini meliputi tes
total solid (TS), berat jenis, serta suhu susu. Setelah susu dinyatakan lolos check
maka susu dimasukan kedalam tangki penampungan untuk kemudian dibawa ke
KUD dilakukan proses berikutnya.

Peternak Pos Check 1 Tangki KUD


Penampungan Penampungan 1

IPS Check 3 Tangki Chilling Check 2


Penampungan 2

Gambar 12. Proses Pengontrolan Distribusi Susu KUD Bayongbong

Setelah tiba di KUD susu kemudian dilakukan pengontrolan kedua yang


mencakup test TS, berat jenis dan suhu susu, kemudian susu diambil sample
(contoh susu) ke laboratorium untuk kemudian dicheck kandungan susu yang
meliputi: TPC, Fat, TS, Laktosa, Protein dan sebagainya. Proses lanjutan dari

70
tangki penampungan pertama adalah proses chilling, proses ini merupakan
kegiatan pengolahan susu untuk sterilisasi susu yang dihasilkan. Setelah proses
chilling susu kemudian dimasukan ke tangki penampungan kedua dan dilakukan
pengecheckan terakhir sebelum susu disalurkan ke IPS, di dalam tangki
penampungan susu dikondisikan pada suhu lima hingga enam derajat celcius
untuk menghambat perkembangan bakteri selama perjalanan.
Susu yang telah mengalami proses pengecheckan dan pengolahan
berdasarkan standar industri selanjutnya dikirim ke IPS. Distribusi susu dari
koperasi menuju IPS cukup memakan banyak risiko pengurangan susu mulai dari
penyusutan, dan tumpah lapang. Jarak KUD dengan IPS kurang lebih mencapai
209 - 221 Km. Lokasi IPS terletak di Jl. Raya Bogor Km. 5, Pasar Rebo -
Cijantung, Jakarta yang merupakan alamat dari PT. FRISIAN FLAG
INDONESIA serta PT. INDOLAKTO (factory Jakarta) atau PT. INDOMILK
yang terletak di Jl. Raya Bogor Km.26,6 Jakarta.

6.2.3. Keuangan/ Akuntansi


Pada KUD Bayongbong kondisi keuangan dapat dilihat dari sumber
permodalan yang dimiliki KUD dengan Sisa Hasil Usaha (SHU) yang diberikan
kepada anggotanya.

6.2.3.1. Sumber Permodalan


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian, modal koperasi terdiri atas modal sendiri dan modal pinjaman.
Sebagai badan usaha, koperasi harus memiliki ekuitas sebagai modal perusahaan.
Atas dasar itu kedudukan dan status modal koperasi secara hukum dipertegas
dengan menetapkan modal sendiri yang merupakan modal ekuitas, sedang modal
pinjaman merupakan modal penunjang.
Dalam pasal 41 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian menyebutkan bahwa 1) Modal koperasi terdiri atas modal sendiri
dan modal pinjaman; 2) Modal sendiri dapat berasal dari simpanan pokok,
simpanan wajib, dana cadangan dan hibah; 3) Modal pinjaman dapat berasal dari
anggota, koperasi lainnya dan/atau anggotanya, bank dan lembaga keuangan
lainnya, penerbit obligasi dan surat utang lainnya dan sumber lainnya yang sah.

71
Berdasarkan Laporan Tahunan KUD Bayongbong Tahun Buku 2009,
modal kerja yang dimiliki KUD Bayongbong sebagai sumber yang digunakan
untuk kegiatan usahanya, antara lain:
1. Simpanan Pokok dan Wajib : Rp. 568.566.115,00
2. Modal Donasi : Rp. 750.000,00
3. Cadangan : Rp. 1.102.444.202,58
4. Investasi : Rp. 1.718.643.041,00
5. Dana Pemupukan Modal : Rp. 2.919.662.661,53
6. SHU Tahun 2009 : Rp. 743.451.302,60 +
Jumlah Rp. 7.053.517.322,71

Dalam memenuhi permodalannya KUD Bayongbong khususnya unit


ternak sapi perah bekerjasama dengan beberapa lembaga keuangan seperti bank-
bank negeri maupun swasta. Bank yang bekerjasama dengan KUD Bayongbong
dalam membantu unit ternak sapi perah yaitu Bank Harapan Saudara (BHS), Bank
Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Central Asia
(BCA), Bank Mandiri, dan Bank Pendapatan Daerah (BPD).

6.2.3.2. Sisa Hasil Usaha (SHU)


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian, Sisa Hasil Usaha Koperasi merupakan pendapatan koperasi yang
diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan biaya penyusutan, dan
kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan. SHU
setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding dengan
jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan koperasi, serta
digunakan untuk keperluan pendidikan perkoperasian dan keperluan lain dari
koperasi sesuai dengan keputuan Rapat Anggota. Laporan Tahunan KUD
Bayongbong Tahun Buku 2004-2009, perkembangan SHU dari Keseluruhan
KUD Bayongbong mengalami tren yang meningkat.

72
Perkembangan SHU Keseluruhan KUD Bayongbong Tahun 2004-2009

900000000

800000000
700000000
Besar SHU (Rp)

600000000

500000000
400000000

300000000

200000000

100000000

0
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Tahun

Perkembangan SHU KUD

Gambar 13. Perkembangan SHU Keseluruhan KUD Mandiri Bayongbong


Tahun 2004-2009

Sedangkan perkembangan perolehan untuk masing-masing unit usaha


yang dikelola oleh KUD Bayongbong bervariatif. Tren Peningkatan terjadi pada
beberapa unit usaha seperti unit ternak sapi perah, unit listrik, unit makanan
ternak, dan unit KCK. Namun terjadi tren penurunan pada beberapa unit usaha
seperti unit simpan pinjam dan unit SP PUK.

Perkembangan SHU Unit Usaha KUD Bayongbong Tahun 2004-2009

600000000

500000000

400000000 Sapi Perah


Makanan Ternak
Besar SHU (Rp)

300000000 Listrik
Waserda
200000000 Simpan Pinjam
KCK
100000000 SP PUK

0
2004 2005 2006 2007 2008 2009
-100000000
Tahun

Gambar 14. Perkembangan SHU Unit Usaha KUD Mandiri Bayongbong Tahun
2004-2009

73
Gambar 14, menunjukan bahwa unit usaha ternak sapi perah merupakan
unit usaha yang memberikan kontribusi SHU terbesar untuk KUD Bayongbong.
Laporan Tahunan KUD Bayongbong Tahun Buku 2009 menunjukan perolehan
SHU unit ternak sapi perah mencapai Rp. 508.733.278,60. Sedangkan untuk unit
usaha makanan ternak Rp. 66.354.350,-, untuk unit simpan pinjam, SP PUK, dan
KCK, masing-masing mencapai Rp. 59.016.920,-; Rp. 16.208.494,-; Rp.
594.000,-. Kemudian Waserda 13.549.200,- dan Jasa Rekening Listrik Rp.
78.995.060,-.

6.2.4. Produksi/ Operasi


Kegiatan produksi susu yang dilakukan KUD Bayongbong mencakup
pengelolaan input, pengelolaan budidaya sapi perah, hingga kegiatan pemerahan
untuk menghasilkan susu, yang kemudian akan disalurkan ke IPS. Fungsi dasar
manajemen produksi meliputi proses produksi, kapasitas produksi, persediaan
bahan baku, tenaga kerja, dan kualitas produk yang dihasilkan.

6.2.4.1. Proses Produksi


Dalam pengelolaan usaha ternak sapi perah terdapat beberapa proses
produksi yang dilakukan oleh KUD Bayongbong diantaranya penyediaan input,
kegiatan teknik budidaya, panen, hingga kegiatan pasca panen. Pada penyediaan
pakan terdapat proses produksi pakan konsentrat, dimana konsentrat yang
diproduksi terdiri dari beberapa bahan seperti dedak, polat, kopra, sawit, jagung,
tepung telur, mineral, garam, dan roti, yang kemudian diolah menjadi satu untuk
menghasilkan konsentrat.

Penyediaan Pakan Teknis Budidaya Panen Pasca Panen

Pakan Hijauan Penyiapan Sarana Pemerahan Susu Pengawetan Susu

Pakan Konsentrat Pembibitan

Pemeliharaan

Gambar 15. Proses Produksi Susu Sapi Perah KUD Bayongbong

74
Untuk teknis budidaya kegiatan yang perlu diperhatikan yaitu mulai dari
penyediaan sarana dan peralatan, kegiatan pembibitan, dan pemeliharaan yang
meliputi sanitasi dan tindakan preventif, pemeliharan kesehatan sapi, pakan sapi
dan kandang sapi. Untuk kegiatan panen mencakup kegiatan pemerahan susu,
namun sebelum melakukan kegiatan pemerahan perlu memperhatikan sapi yang
akan diperah serta persiapan alat yang steril dipergunakan dalam kegiatan
pemerahan. Selanjutnya adalah kegiatan pascapanen, karena KUD Bayongbong
hanya menyalurkan produksi susu segar saja sehingga pada kegiatan pascapanen
hanya meliputi pengawetan susu. Pengawetan ini mencakup kegiatan yaitu
penyaringan susu, penanganan mutu dan pendinginan susu.

6.2.4.2. Kapasitas Produksi


Rata-rata produksi susu yang dihasilkan perekor sapi oleh masing-masing
peternak mencapai empat belas hingga enam belas liter perhari, sedangkan untuk
produksi susu yang diterima KUD Bayongbong dari peternak mencapai dua puluh
empat hingga dua puluh lima ton perharinya. Berdasarkan laporan tahunan KUD
Bayongbong tahun 2004-2009, perkembangan produksi susu cukup fluktuatif.

Perkembangan Produksi Susu KUD Bayongbong Tahun 2004-2009

9000000
8000000
Produksi Susu (Liter)

7000000
6000000
5000000
4000000
3000000
2000000
1000000
0
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Tahun

Jumlah Produksi Susu (Liter)

Gambar 16. Perkembangan Produksi Susu KUD Bayongbong


Tahun 2004-2009

Berdasarkan data Laporan Tahunan KUD Bayongbong Tahun Buku 2009,


saat ini KUD Bayongbong mengalami penurunan kapasitas produksi susu

75
dibandingkan dengan jumlah produksi susu yang dihasilkan pada tahun
sebelumnya. Tahun 2008 produksi susu mencapai 8.247.329 liter, sedangkan pada
tahun 2009 susu hanya mencapai 8.072.991 liter artinya terdapat penurunan
jumlah produksi sebesar 1.07 persen dari tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan
faktor cuaca yang ekstrim dan tidak menentu serta penggunaan pakan yang kurang
terjamin berdampak pada kualitas dan kuantitas susu yang dihasilkan.

6.2.4.3. Persediaan Bahan Baku


Bahan baku yang disediakan KUD Bayongbong dalam menjalankan usaha
ternak sapi adalah ketersediaan pakan ternak. Pakan yang diberikan terdiri dari
pakan hijauan dan pakan konsentrat. Untuk pemenuhan persediaan pakan hijauan
para peternak KUD Bayongbong memperoleh dari wilayah sekitar, sedangkan
pakan konsentrat membutuhkan beberapa bahan baku yang diperoleh dari para
pengumpul daerah sekitar, pihak GKSI dan dan pengumpul bahan baku lainnya.
Untuk konsumsi pakan hijauan yang dikonsumsi oleh setiap sapinya
mencapai satu karung per harinya. Sehingga persediaan pakan hijauan yang harus
dipenuhi disesuaikan dengan jumlah sapi yang dipelihara peternak. Untuk
persediaan pakan konsentrat yang dikelola oleh KUD Mandiri setiap bulannya
diperlukan 400-430 ton konsentrat. Konsentrat yang diberikan di kemas dalam
bentuk karungan dengan harga jual Rp. 1.630 per kilonya. Pengolahan pakan
konsentrat meliputi beberapa langkah kegiatan dengan menggunakan alat bantu
mesin giling dan mixer.

6.2.4.4. Tenaga Kerja


Tenaga kerja yang dikelola KUD Bayongbong sebagian besar merupakan
anggota yang juga memanfaatkan pelayanan yang diberikan koperasi. Pengelolaan
tenaga kerja di KUD Bayongbong berbeda dengan perusahaan biasanya yang
sangat ketat dalam menetapkan spesifikasi dan karakteristik pekerjanya. Tenaga
kerja yang mengelola unit usaha sapi perah pada umumnya adalah orang-orang
yang memiliki tujuan yang sama untuk membangun usaha ternak sapi perah
dengan komitmen serta memegang tanggung jawab yang diamanahkannya.
Karakteristik tenaga kerja teknis usaha ternak sapi perah sebagian besar
adalah orang-orang menjadikan pengalaman beternak sebagai dasar pengelolaan

76
ternak sapi mereka. Selain itu, sebagian besar angkatan kerja hanya mengenyam
pendidikan hingga SMP, SD bahkan terdapat yang tidak mengenyam pendidikan.
Dampak keterbatasan pendidikan tersebut mengakibatkan sulitnya merubah pola
pikir lama para anggota untuk melakukan teknis pengelolaan yang lebih maju
serta penggunaan teknologi modern.

6.2.4.5. Kualitas Produk


Penanganan kualitas produk menjadi penanganan utama yang dilakukan
KUD Bayongbong untuk bisa memberikan susu dengan kualitas yang sesuai
dengan standar penerimaan susu IPS. Penanganan kualitas dilakukan melalui
upaya pengontrolan, pengujian dan pengambilan sample dengan penggunaan
fasilitas berstandar. Upaya pengontrolan dilakukan mulai dari proses pemerahan,
penerimaan susu dari peternak hingga ke KUD, kemudian dari KUD hingga
penyaluran ke IPS. Dalam upaya pengontrolan tersebut terdapat kegiatan
pengujian standar kualitas susu yang dibutuhkan IPS. Pengujian dilakukan untuk
mengetahui tingkat Total Solid (TS), Total Plate Count (TPC), Fat (Lemak Susu),
Solid Non Fat (SNF), Freezing Point, Lactose, Ph, dan Antibiotik yang terdapat
dalam susu yang dihasilkan peternak. Pengujian dilakukan melalui pengambilan
sampel susu hasil produksi untuk diamati kelayakan standar kualitas susu yang
sesuai dengan kebutuhan IPS.

6.2.5. Penelitian dan Pengembangan


Pada bidang penelitian dan pengembangan, KUD Bayongbong memiliki
fasilitas yang cukup memadai, hal ini didukung dengan disediakannya ruang
laboratorium dan ruang pengetesan susu serta dilengkapi oleh beberapa
perlengkapan dan peralatan uji kualitas susu seperti, milkina, alat uji berat jenis
(laktometer) , alat uji suhu, alat tembak susu (gun milk) dan sebagainya.
Upaya penelitian dan pengembangan yang dilakukan KUD Bayongbong
telah menjalin kerjasama dengan pihak Laboratotium Fakultas Peternakan
UNPAD untuk melakukan uji serta penelitian terhadap susu. KUD Bayongbong
pun melakukan kerjasama dengan instansi pendidikan lainnya guna mendukung
upaya pengembangan usaha ternak sapi perah.

77
6.2.6. Sistem Informasi Manajemen
Sistem informasi manajemen berkaitan dengan upaya suatu organisasi
dalam mengumpulkan data dan informasi yang kemudian diolah untuk dapat di
implementasikan dan dijadikan sebagai informasi tambahan dalam penetapan
pengambilan keputusan. Pengelolaan sistem informasi manajemen akan lebih
efektif jika menggunaan sofware dan hardware dengan beragam analisis dan basis
data. Pengelolaan sistem manajemen yang diterapkan KUD Bayongbong belum
berjalan secara efektif dan maksimal. Hal ini ditunjukan dengan masih terbatasnya
peralatan pendukung untuk mengelola informasi yang ada, walaupun upaya
pencatatan data dan informasi dilakukan secara rutin. Selain itu, sumberdaya
manusia yang terbatas akan penggunaan teknologi menjadi kendala penggunaan
perangkat olah data sistem informasi.

6.3. Lingkungan Eksternal Unit Ternak Sapi Perah KUD Bayongbong


Analisis lingkungan eksternal bertujuan untuk mengidentifikasi dan
mengevaluasi kecenderungan serta kejadian yang berada di luar kontrol
perusahaan. Analisis lingkungan eksternal berfokus pada penentuan faktor-faktor
kunci yang menjadi ancaman dan peluang bagi KUD Bayongbong. Lingkungan
eksternal yang mampu mempengaruhi pengembangan usaha organisasi atau
perusahaan meliputi kekuatan ekonomi; kekuatan politik pemerintahan dan
hukum; kondisi sosial, budaya, demografi dan lingkungan; kekuatan teknologi;
dan lingkungan persaingan industri.

6.3.1. Kekuatan Ekonomi


Kekuatan ekonomi yang mampu menjadi peluang dan ancaman usaha
ternak KUD Bayongbong meliputi:

1) Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dari tahun ke tahun ditunjukan dengan
nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan. PDRB
atas dasar harga konstan menunjukan nilai tambah barang dan jasa dihitung
menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai dasar, dimana dalam perhitungan

78
ini digunakan harga dasar tahun 2000. Untuk PDRB Kabupaten Garut dapat
dilihat pada Tabel 12 berikut.

Tabel 13 . Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Garut Atas Dasar Harga
Konstan pada Tahun 2006 – 2008

Nilai PDRB Atas Dasar Harga Konstan


Tahun
(Milyar Rp)
2006 9.128,81
2007* 9.563,13
2008** 10.011,29
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Garut (2009)
Keterangan :
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara

Table 13 menunjukan bahwa nilai PDRB atas dasar harga konstan yang
dihasilkan oleh Kabupaten Garut mengalami tren yang meningkat. Laju
pertumbuhan PDRB Kabupaten Garut pada tahun 2008 sebesar 4.69 persen,
sedangkan pada tahun 2007 sebesar 4.76 persen. Sementara untuk kontribusi
ekonomi terhadap PDRB masih didominasi oleh oleh sektor pertanian10. Hal
tersebut menjelaskan bahwa perekonomian di Kabupaten Garut bercorak agraris
(pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan). Kondisi ini menunjukan
penduduk Kabupaten Garut sebagian besar berprofesi sebagai petani dan peternak.
Hal ini diharapkan menjadi peluang serta mampu mendukung kelancaran
pengembangan usaha ternak sapi perah KUD Bayongbong.

2) Tingkat Inflasi
Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (BPS) Desember 2009 angka
inflasi mencapai 2.78 persen dimana angka tersebut merupakan angka terendah
dalam satu dekade terakhir, dengan Indeks Harga Konsemen 117.03. Berita
Statistik BPS Indonesia Desember 2009 pun menunjukan terdapat lima kelompok
dari enam kelompok mengalami inflasi, kelompok tertinggi terjadi pada kelompok
makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 7.81 persen, disusul
kelompok sandang 6.00 persen, kelompok kesehatan dan pendidikan dan rekreasi
dan olahraga mencapai 3.89 persen, kelompok bahan makanan 3.88 persen dan
kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar sebesar 1.83 persen,

10
Data PDRB & Lajunya adh 2000 Menurut Lapangan Usaha Th 2005-2008 (Lampiran 4 )
79
sementara kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan mengalami
deflasi sebesar -3.67 persen11.
Data BPS 2010 menunjukan angka inflasi Indonesia hingga Oktober 2010
mencapai 5.35 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) 123.29, kemudian
data Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) dari kelompok pertanian pada tahun
2009 rata-rata IHPB mencapai 209 persen sedangkan data IHPB hingga Juli 2010
rata-rata mencapai 226 persen12. Adanya peningkatan inflasi berdampak pada
peningkatan secara umum produk-produk, ini mengakibatkan terjadinya
peningkatan harga baik produk impor maupun produk dalam negeri. Kondisi ini
mendorong IPS untuk lebih mengefisienkan biaya produksi, salah satunya dengan
menurunkan harga susu yang diserap dari peternak lokal melalui koperasi. Hal ini
tentunya menjadi suatu permasalahan bagi para peternak karena penetapan harga
susu yang dihasilkannya semakin rendah, ditambah dampak dari inflasi
mengakibatkan harga pakan ternak semakin mahal.

3) Harga Bahan Bakar Minyak (BBM)


Perkembangan Harga BBM merupakan salah satu faktor yang perlu
diperhatikan dalam penganggaran biaya operasional usaha ternak KUD
Bayongbong, karena berdampak juga pada besar kecilnya biaya yang dikeluarkan.
Harga BBM pada tahun 2009 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2008.
Turunnya harga BBM ini tercermin dari Peraturan Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral. Permen No. 41 Tahun 2008 menetapkan bahwa harga jual eceran
Bensin Premium dan Minyak Solar (Gas Oil) untuk Usaha Kecil, Usaha
Perikanan, Transportasi dan Pelayanan Umum untuk setiap liter adalah Bensin
Premium Rp. 5.000,- dan Minyak Solar Rp. 4.800,-. Sedangkan Permen No. 1
Tahun 2009 menetapkan harga jual per liter Bensin Premium Rp. 4.500,- dan
Minyak Solar Rp. 4.500,-.
Pada tahun 2010 didasarkan pada siaran pers Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (ESDM) No: 30/HUMAS
KESDM/2010 tanggal 13 Juni 2010 dan No. 52/ HUMAS KESDM/2010 tanggal
13 Oktober 2010 bahwa ketentuan mengenai Harga Jual Eceran Bahan Bakar
Minyak Jenis Minyak Tanah (Kerosene), Bensin Premium dan Minyak Solar (Gas
Oil) untuk Keperluan Rumah Tangga, Usaha Kecil, Usaha Perikanan,

11
Data IHK dan Inflasi Indonesia 2010 (Lampiran 5)
12
Data IHPB Indonesia 2010 (Lampiran 6) 80
Transportasi dan Pelayanan Umum tidak mengalami perubahan. Harga jual eceran
BBM tertentu, yaitu Bensin Premium, Minyak Solar (Gas Oil) dan Minyak Tanah
(Kerosene) dinyatakan tidak berubah dan tetap mengacu kepada Peraturan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 tahun 2009, tanggal 12
Januari 2009 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Tanah
(Kerosene), Bensin Premium dan Minyak Solar (Gas Oil) untuk Keperluan
Rumah Tangga, Usaha Kecil, Usaha Perikanan, Transportasi dan Pelayanan
Umum, yaitu untuk Bensin Premium sebesar Rp. 4.500,- (empat ribu lima ratus
rupiah) per liter, Minyak Solar (Gas Oil) sebesar Rp. 4.500,- (empat ribu lima
ratus rupiah) per liter dan Minyak Tanah (Kerosene) sebesar Rp. 2.500,- (dua ribu
lima ratus ribu rupiah) per liter. Tidak adanya perubahan harga pada BBM dapat
dijadikan sebagai kesempatan untuk KUD Bayongbong terus mengembangkan
usaha ternaknya karena dengan pertumbuhan ekonomi yang membaik biaya untuk
BBM masih pada kondisi yang tetap.

4) Tarif Tol
Tarif tol merupakan salah satu komponen yang berpengaruh terhadap
biaya operasional. Hal ini berkaitan dengan kegiatan distribusi susu yang
menggunakan truk tangki susu yang termasuk pada jenis kendaraan golongan 3
(IIA). Tarif tol untuk golongan 3 relatif cukup tinggi, untuk jalur Padalarang-
Cikampek mencapai Rp. 55.000,-13. Kemudian berdasarkan Keputusan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 397/KPTS/M/2010 dan Nomor 398/KPTS/M/2010 dan
akan mulai berlaku tujuh hari setelah tanggal ditetapkan, yakni tepatnya Senin, 12
Juli 2010 pukul 00.00 WIB, tarif tol mengalami kenaikan sebesar 9.5 hingga 10
persen pada beberapa jalur tol di Jakarta dikarenakan adanya peningkatan
pelayanan. Walupun besar kenaikan tarif tol tidak terlalu signifikan, besarnya
biaya tol tetap menjadi hal yang perlu diperhatikan pada biaya operasional dalam
kegiatan distribusi susu .

5) Harga Susu
Harga susu dunia memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga susu
di tingkat peternak karena saat ini sebagian besar IPS masih mengacu pada tingkat
harga susu dunia untuk menetapkan harga. Hal tersebut mengakibatkan harga susu

13
Daftar Tari Tol. (Lampiran 2)
81
responsif walaupun perubahan yang terjadi tidak terlalu signifikan. Tinggi
rendahnya susu di tingkat peternak bergantung juga pada naik turunya harga susu
dunia. Saat ini harga susu dunia mengalami tren yang meningkat, sehingga
berdampak pada tingkat harga susu lokal yang semakin baik. Hal ini diperjelas
oleh Fonterra Cooperative Group Ltd. Yang menyatakan, harga susu bubuk di
pasar internasional sudah mulai diperdagangkan di level antara US$ 3.250 hingga
US$ 3.600 per ton sejak awal Januari 2010 lalu. Dalam yang digelar awal April
2010 lalu harga susu bubuk itu menyentuh US$ 4.092 per ton. Level itu
merupakan yang paling tinggi sejak Juli 2008 sekaligus lompatan harga yang
paling tinggi sejak September 200914. Kondisi ini berpengaruh positif terhadap
peningkatan penerimaan harga susu di tingkat peternak, dan menjadi peluang
untuk para peternak meningkatkan kinerjanya dalam mengembangkan usaha
ternak sapi perah.

6) Harga Pakan Ternak Sapi


Harga Pakan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
besarnya biaya produksi yang dibutuhkan serta kualitas susu dihasilkan. Harga
pakan saat ini banyak dikeluhkan oleh para peternak karena harganya yang mahal.
harga pakan ternak alternatif yang masih tinggi. Harga ongok atau ampas
mencapai Rp 18.000/karung atau setara 25 kg dan pakan konsentrat tambahan
yang diproduksi oleh KUD Bayongbong seharga Rp. 1.630 kilogram (kg) yang
dijual dalam bentuk karungan berkapasitas 50 kg. Biaya konsentrat ini sangat
dipengaruhi oleh bahan-bahan pembentuknya seperti jagung, dedak, polard,
kopra, sawit, tepung telur, mineral, garam, dan roti bubuk.
Harga jagung lokal saat ini mencapai Rp 2.800 per kg, dan diperkirakan
akan terus naik hingga mencapai harga sekitar Rp 3000 per kg pada akhir tahun.
Kemudian, pakan dedak pada kondisi normal dijual Rp2.000 per kg, kini naik
Rp500 per kg menjadi Rp2.500 per kg, hal ini disebabkan karena langkanya
perolehan dedak. Harga bahan lainnya masih tetap bertahan seperti polard dengan
harga Rp 1900 per kg, kapur Rp 190 per kg dan garam Rp 300 per kg. Semakin
tingginya harga pakan ini sangat berdampak terhadap terhambatnya optimalisasi
penggunaan pakan berkualitas yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha ternak
sapi perah.

14
Harga Susu Bubuk Dunia Naik, Harga Frisian Flag Masih Bertahan. 20 Oktober 2010.
http://indocashregister.com/. (Diakses 9 November 2010) 82
6.3.2. Kekuatan Sosial, Budaya, Demografi, dan Lingkungan
Indonesia merupakan negara sedang berkembang yang memiliki
karakteristik laju pertumbuhan ekonomi yang cukup baik diikuti dengan laju
pertumbuhan yang pesat 15. Peningkatan jumlah penduduk saat ini memberikan
dampak yang besar terhadap peningkatan permintaan (demand) produk pangan
masyarakat. Selain itu, perkembangan masyarakat saat ini lebih ke arah yang lebih
maju baik dari segi pendapatan maupun tingkat pengetahuan masyarakat
mengenai pentingnya nilai gizi pangan. Hal ini membuat masyarakat cenderung
lebih meningkatkan konsumsi pangan yang mengandung gizi tinggi. Salah satu
produk pangan yang terus mengalami peningkatan permintaan setiap tahunnya
adalah susu. Peningkatan tersebut ditandai dengan meningkatnya konsumsi susu
per kapita dari tahun ke tahun, mulai dari 5,79 kg per kapita pada tahun 2001 dan
meningkat menjadi 6,8 kg per kapita pada tahun 2005 (Ditjen Bina Produksi
Peternakan, 2009).
Menurut Ditjennak, Peningkatan konsumsi susu nasional tidak diimbangi
dengan peningkatan produksi susu nasional. Dimana konsumsi susu masyarakat
Indonesia terus meningkat dari 883.758 ton pada tahun 2001 menjadi 1.758.243
ton pada tahun 2007 atau terjadi peningkatan sebesar 98.9% selama kurun waktu 6
tahun dan diprediksikan akan terus meningkat pada tahun-tahun selanjutnya.
Produksi susu yang tidak berkembang tersebut dapat kita lihat dari jumlah
populasi sapi yang relatif tetap (stagnan), bahkan produksi dan produktivitas susu
menunjukkan tren yang menurun dari tahun ke tahun akibat terbatasnya
kemampuan produksi susu nasional.
Pengembangan sektor peternakan khususnya usaha ternak sapi perah di
Indonesia saat ini perlu dilakukan karena kemampuan pasok susu peternak lokal
saat ini baru mencapai 25 persen sampai 30 persen dari kebutuhan susu nasional
(Direktorat Jenderal Peternakan, 2007). Besarnya volume impor susu menunjukan
prospek pasar yang sangat besar dalam usaha peternakan sapi perah untuk
menghasilkan susu sapi segar sebagai produk substitusi susu impor16.
Pada sisi budaya, minum susu saat ini belum menjadi kebiasaan bagi
bangsa Indonesia. Susu hanyalah salah satu makanan bergizi yang sampai saat ini
masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Karena harga susu mahal dan

15
Data Laju Pertumbuhan Penduduk Indonesia (Lampiran 6 )
16
Revitalisasi Peternakan Sapi Perah Harus Digalakan. 10 November 2009. 83
http://www.iasa-pusat.org/. (Diakses 6 November 2010)
budaya minum susu belum tertanam di kalangan masyarakat. Saat ini, tingkat
konsumsi susu segar masyarakat Indonesia terus meningkat. Meski begitu,
dibandingkan dengan konsumsi susu di banyak negara lain, Indonesia masih
tertinggal jauh. Saat ini tingkat konsumsi susu segar masyarakat Indonesia adalah
10,47 liter per kapita per tahun. Konsumsi susu tersebut meningkat dibandingkan
dengan tahun 2009 yang baru mencapai 7,7 liter per kapita pertahun.
Peningkatan konsumsi susu itu masih jauh tertinggal dibandingkan dengan
konsumsi susu penduduk Malaysia serta di negara-negara maju seperti Jepang dan
AS. Saat ini tingkat konsumsi susu segar masyarakat Malaysia mencapai 27 liter
per kapita per tahun, Jepang 37 liter per kapita per tahun, AS 83,9 liter per kapita
per tahun, dan Belanda 120 liter per kapita per tahun17.
Untuk menanggulangi permasalahan rendahnya konsumsi susu serta
tingkat gizi masyarakat pemerintah melaksanakan program Pemberian Makanan
Tambahan Anak Sekolah (PMTAS). Program ini bertujuan untuk memperbaiki
asupan gizi peserta didik di tingkat TK dan SD, sehingga diharapkan dapat
meningkatkan ketahanan fisik, minat, dan kemampuan belajar. Program ini
merupakan realisasi dari Inpres No. 1 Tahun 2010 itu rencananya menjangkau 27
kabupaten di 27 provinsi yang merupakan kabupaten tertinggal dan persentase
penduduk miskinnya besar. Sasarannya adalah 1,2 juta siswa TK dan SD, serta
185 ribu siswa Raudhatul Athfal (RA) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang
setingkat TK dan SD. Total anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan tersebut
sebesar Rp 218 miliar dari APBNP. Biaya per siswa sekali makan adalah Rp
2.250 untuk kawasan Indonesia barat, dan Rp 2.600 untuk kawasan Indonesia
18
timur . Kondisi sosial, demografi, budaya dan lingkungan masyarakat saat ini
dapat dijadikan suatu peluang bagi para pelaku usaha ternak sapi perah untuk
terus menggenjot produksi serta menjaga kualitas produk yang dihasilkan, guna
memasok kebutuhan susu yang masih tinggi serta sebagai upaya mendukung dan
mensukseskan peningkatan gizi masyarakat Indonesia.

6.3.3. Kekuatan Politik, Pemerintahan, dan Hukum


Kekuatan politik, pemerintahan dan hukum memiliki pengaruh yang besar
dalam kelangsungan usaha sapi perah KUD Bayongbong. Kebijakan-kebijakan
yang dilaksanakan pemerintah sangat menentukan maju mundurnya usaha ternak

17
Konsumsi Susu Segar Masih Rendah. 1 Juni 2010. http://bataviase.co.id/.
18
(Diakses 10 November 2010) 84
Program Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah diluncurkan. 13 Agustus 2010.
http://www.tempointeraktif.com. (Diakses 10 November 2010)
sapi perah di Indonesia. Saat ini kebijakan yang menjadi pusat perhatian peternak
adalah adanya kebijakan impor susu dan tarif bea masuk susu yang meresahkan
peternak dalam negeri dalam menjalankan usahanya. Kebijakan Inpres No. 4
Tahun 1998, tentang koordinasi pembinaan dan pengembangan persusuan
nasional menetapkan bahwa penghapusan rasio jumlah susu impor yang diserap
IPS untuk melindungi peternak lokal. Data Direktorat Jenderal Peternakan (2007),
perkembangan ekspor susu olahan dan impor susu bubuk (Skim Milk Powder-
SMP) mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan data dari tahun
2003-2006, volume ekspor dan produk susu olahan tertinggi dicapai pada tahun
2003 sebesar 49.593.646 kg dengan nilai US $54.830.373. Sedangkan, volume
impor tertinggi juga dicapai pada tahun 2005 sebesar 173.084.444 kg dengan nilai
US $399.165.422. Dari angka tersebut, terlihat bahwa volume impor susu jauh
lebih besar daripada volume ekspornya19.
Pada tahun 2010, untuk meningkatkan daya saing kompetitif di pasar
global pemerintah memberi peluang untuk pembebasan bea masuk bahan baku
olahan susu. Dasar Hukum Penghapusan Bea Masuk didasarkan pada Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) No. 07/PMK.011/2010 tahun 2010 tentang Bea Masuk
Ditanggung Pemerintah Atas Impor Barang Dan Bahan Untuk memproduksi
Barang dan/atau Jasa Guna Kepentingan Umum Dan Peningkatan Daya Saing
Industri Sektor Tertentu Untuk Anggaran 201020.
Kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah berdampak
pada tingginya jumlah impor susu serta rendahnya pajak masuk impor susu yang
diterapkan telah menekan produksi di Indonesia serta proses produksi semakin
tidak efisien. Hal ini tentunya menjadi suatu ancaman bagi para peternak sebagai
pelaku usaha sapi perah kurang terperhatikan kepentingannya oleh pemerintah.

6.3.4. Kekuatan Teknologi


Teknologi memiliki peran penting dalam meningkatkan efisiensi kerja.
Adanya teknologi mampu memberikan efisiensi pada sisi waktu, tenaga kerja dan
biaya yang dipergunakan. Pesatnya perkembangan teknologi saat ini menuntut
sumber daya manusia yang ahli dalam menguasai perangkat teknologi tersebut.
Teknologi yang berkembang saat ini dalam mengelola usaha ternak meliputi
teknologi pengolahan pakan ternak, teknologi budidaya dan perbanyakan,

19
Revitalisasi Peternakan Sapi Perah Harus Digalakan. 10 November 2009.
http://www.iasa-pusat.org/. (Diakses 6 November 2010) 85
20
Harga Susu Impor Lebih Murah dari Susu Lokal. 7 Mei 2010. http://bataviase.co.id.
(Diakses 10 November 2010)
teknologi pemerahan, teknologi pengolahan kotoran dan teknologi pengelolaan
administrasi dan informasi. Seperti pada pengolahan pakan sapi terdapat alat
pencampur pakan basah, kemudian pada budidaya dan perbanyakan terdapat
teknologi Inseminasi Buatan (IB) dan Embrio Transfer (ET) serta berbagai
teknologi yang memberikan kemudahan dalam mengelola usaha ternak sapi perah.
Berbagai teknologi yang berkembang dalam mendukung kegiatan usaha ternak
sapi perah menjadi peluang yang besar untuk mendapatkan hasil produksi susu
yang maksimal, tentunya diimbangi dengan kemampuan sumberdaya manusianya
dalam menggunakan dan mengelola teknologi tersebut.

6.3.5. Kekuatan Kompetitif


Analisis kompetitif adalah pendekatan yang digunakan secara luas untuk
mengembangkan strategi di banyak industri. Menurut Porter hakikat persaingan
industri tertentu dapat dipandang sebagai perpaduan dari lima kekuataan yaitu:
persaingan antar perusahaan saingan, potensi masuknya pendatang baru, potensi
pengembangan produk-produk pengganti, daya tawar pemasok, dan daya tawar
konsumen.

6.3.5.1. Persaingan antar Perusahaan Saingan


Persaingan antar perusahaan saingan biasanya merupakan kekuatan
persaingan yang paling berpengaruh dibandingkan dengan kekuatan lainnya
dalam model kekuatan kompetitif. Dalam usaha ternak sapi perah yang dijalankan
KUD Bayongbong di Kabupaten Garut, terdapat beberapa pesaing yang juga
menjalankan usaha pada bidang yang sama.
Persaingan terjadi antara koperasi susu yang terdapat di Kabupaten Garut.
Koperasi susu yang terdapat di Garut meliputi Koperasi Susu Garut Selatan
(KPGS), KUD Mandiri Bayongongbong, KUD Cisurupan, dan KUD Cilawu.
Masing-masing koperasi memiliki potensi peternakan masing-masing yaitu
Kecamatan Cikajang memiliki 5.537 ekor sapi berpotensi lahan 12.495 hektar,
disusul di Cisurupan 2.984 ekor sapi dengan potensi lahan 11.606 hektar,
Bayongbong/Cigedug terdapat 3.996 ekor sapi dengan 7.883 hektar serta Cilawu
1.800 ekor sapi berpotensi lahan 7.763 hektar21.

21
Populasi Sapi Perah Garut Capai 15.015 Ekor. 10 November 2009.
http://www.garutkab.go.id/. (Diakses 10 November 2010) 86
Dalam menjalankan bidang usaha yang sama banyak celah yang mampu
menimbulkan terjadinya persaingan. Persaingan terjadi dalam menjaga
ketersedian pakan yang semakin terbatas dan harga yang tinggi, kemudian
persaingan juga terjadi pada sisi pelayanan yang diberikan kepada anggota
peternak. Pelayanan yang diberikan kepada anggota peternak merupakan faktor
yang paling penting dalam menjaga kestabilan usaha ternak untuk mampu
bersaing. Sistem koperasi yang terbuka memungkinkan anggota dengan mudah
dapat beralih keanggotaan pada koperasi susu yang lain.

6.3.5.2. Ancaman Pendatang Baru


Pendatang baru dapat menjadi ancaman terhadap perusahaan yang telah
ada, baik dalam perebutan pangsa pasar atau perebutan sumber daya produksi.
Ancaman masuknya pendatang baru tergantung dari hambatan masuk dan
kemampuan para pendatang baru tersebut dalam merespon hambatan masuk yang
ada. Hambatan baru bagi masuknya perusahaan baru dapat mencakup kebutuhan
untuk mencapai skala ekonomi, kebutuhan menguasai teknologi, pengalaman,
loyalitas konsumen, permodalan, saluran distribusi dan sebagainya.
Untuk menjalankan usaha ternak dibutuhkan skala ekonomi yang cukup
besar karena bukan hanya permodalan yang besar yang dibutuhkan tetapi
membutuhkan sumber daya lahan, hewan ternak serta sumber daya manusia yang
banyak untuk mengelola usaha ternak sapi perah. Kemudian, untuk menghasilkan
kapasitas dan kualitas susu yang baik secara efisien usaha ternak dibutuhkan
teknologi pengolah susu untuk menjaga sterilisasi dari susu yang dihasilkan oleh
peternak. Untuk mengelola hal tersebut dibutuhkan pengalaman serta permodalan
yang cukup kuat sehingga kegiatan pengolahan dapat berjalan dengan baik.
Pada sisi distribusi dan pemasaran yang dilakukan kepada industri
pengolahan susu (IPS) merupakan proses yang tidak mudah, karena penerimaan
susu yang dilakukan membutuhkan prosedur mulai dari perizinan usaha, kualitas
susu serta kontinuitas pasokan dari susu yang dihasilkan. Oleh karena itu, bagi
pendatang baru yang akan masuk dalam industri usaha susu membutuhkan
sumberdaya permodalan yang besar serta pengalaman yang baik dalam
menjalankan usaha ternak sapi perah.

87
6.3.5.3. Ancaman Produk Subtitusi
Produk substitusi dari susu yang dihasilkan KUD Bayongbong yang
kemudian di pasarkan ke IPS adalah susu impor. Susu impor merupakan ancaman
bagi para pelaku usaha susu lokal. Karena hingga saat ini sebagian besar pasokan
kebutuhan susu nasional dan IPS masih di dominasi oleh susu impor. Kebutuhan
susu segar nasional yang mencapai 5.200 ton hingga 5.600 ton per hari,
sedangkan produksi susu nasional baru bisa memenuhi seperempatnya, atau
sekitar 1.300 ton - 1.400 ton per hari, padahal 95 persen dari produksi susu segar
tersebut dipasok untuk industri susu.
Untuk PT. Frisian Flag hingga saat ini masih mengimpor susu untuk
memenuhi sebagian besar bahan bakunya. Karena pasokan dari pasar domestik
hanya mampu memenuhi 20% -25% kebutuhan bahan baku Frisian Flag. Menurut
Manajer Komunikasi Frisian Flag Anton Susanto, setiap hari, Frisian Flag hanya
mendapat suplai susu segar sebanyak 475 ton. Susu segar itu dipasok dari 21.600
peternak yang tergabung dalam 21 koperasi yang tersebar di Jawa Barat, Jawa
Timur dan Jawa Tengah."Jumlah tersebut baru mencukupi sekitar 20%-25%
kebutuhan bahan baku kita," jelasnya. Untuk susu impor sisanya didatangkan dari
Belanda, Australia dan Selandia Baru. Namun, imbuh Anton. Setiap tahunnya PT.
Frisian Flag meningkatkan penyerapan susu segar dari lokal sebesar 14 persen22.
Kebergantungan kebutuhan susu nasional dan IPS terhadap susu impor tersebut
menjadi suatu perhatian khusus yang perlu segera ditangani oleh pemerintah guna
melindungi keberlangsungan usaha ternak lokal.

6.3.5.4. Daya Tawar Pemasok


Dalam menjalankan usaha ternak sapi perah KUD Bayongbong menerima
pasokan bahan-bahan untuk memproduksi pakan konsentrat. Bahan- bahan
konsentrat tersebut meliputi: dedak, polard (gandum), kopra, sawit, jagung,
tepung telur, mineral, garam, mineral, dan bubuk roti. Masing-masing bahan
berasal dari pemasok tetap yang merupakan mitra usaha ternak KUD Bayongbong
serta pemasok tidak tetap untuk beberapa bahan tertentu yang berasal dari
pemasok yang berbeda-beda. Untuk bahan baku pakan polard dan kopra dipasok
langsung dari GKSI yang merupakan mitra usaha ternak sapi perah, begitupula
pasokan mineral bermerk ‘lebah hijau’ yang bekerjasama dengan Perusahaan

22
Indonesia Perlu Genjot Produksi Susu Segar Nasional. 5 Maret 2010.
http://www.kontan.co.id/. (Diakses 20 Oktober 2010) 88
Lembah Hijau Multifarm penyedia bahan mineral di Solo. Untuk bahan baku
lainnya KUD Bayongbong memperoleh pasokan dari pemasok yang berada di
sekitar daerah wilayah kerja KUD Bayongbong atau setidaknya masih berada di
daerah Garut. Sebagian besar pemasok merupakan para pengumpul yang
mengambil bahan-bahannya dari hasil pertanian.
Terdapatnya beberapa pemasok bahan baku pakan yang dimiliki KUD
Bayongbong menunjukan bahwa daya tawar pemasok lemah terhadap usaha
ternak sapi perah KUD Bayongbong. Hal ini ditunjukan dengan tidak
bergantungnya KUD Bayongbong terhadap salah satu pemasok. KUD
Bayongbong dan dapat memilih pemasok mana yang dapat diambil bahan
pasokannya. KUD Bayongbong selektif dalam memilih bahan pakan karena selain
memperhatikan kualitas pakan, faktor harga bahan pakan pun menjadi
pertimbangan.

6.3.5.5. Kekuatan Tawar-menawar Pembeli


Konsumen dari susu segar yang dihasilkan oleh KUD Bayongbong adalah
Industri Pengolahan Susu (IPS). KUD Bayongbong memiliki beberapa IPS yang
merupakan konsumen akhir meliputi PT. Isam (Diamond), PT. Indomilk, dan PT.
Frisian Flag. Namun saat ini, KUD Bayongbong hanya mampu memasok kepada
salah satu IPS yaitu PT. Frisian Flag. Setiap harinya pasokan KUD Bayongbong
mencapai 24-25 ton susu segar, pasokan tersebut masih jauh dari kebutuhan PT.
Frisian Flag yang mencapai 400-475 ton perharinya.
Dalam memenuhi pasokan susunya ke IPS, KUD Bayongbong pun harus
tetap menjaga kualitas dari susu yang disalurkan sesuai dengan standar susu yang
ditetapkan oleh IPS. Karena jika susu tidak sesuai dengan standar IPS, maka KUD
Bayongbong akan dikenai risiko penolakan susu atau penalti terhadap harga susu
yang disalurkan. Kondisi ini menunjukan bahwa kekuatan tawar pembeli memiliki
pengaruh yang besar terhadap KUD Bayongbong.

89
VII. FORMULASI STRATEGI

7.1. Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan Unit Ternak Sapi Perah KUD
Mandiri Bayongbong
Identifikasi kekuatan dan kelemahan unit ternak sapi perah KUD
Bayongbong didasarkan pada hasil analisis lingkungan internalnya. Berikut
faktor-faktor lingkungan internal usaha ternak sapi perah KUD Bayongbong.

Tabel 14. Faktor-Faktor Lingkungan Internal


Faktor Kekuatan Kelemahan
1. Masih lemahnya
pengontrolan distribusi
1. Pengorganisasian kerja susu di lapangan
berjalan dengan baik, 2. Masih rendahnya tingkat
Manajemen 2. Bentuk usaha yang telah pendidikan anggota
berbadan hukum dan (peternak)
perizinan usaha lainnya, 3. Pelayanan yang diberikan
KUD pada anggota kurang
maksimal
3. Hubungan Kerjasama
4. Lokasi IPS yang cukup
Pemasaran KUD dengan IPS yang
jauh dari KUD
baik
4. KUD memiliki sumber 5. Masih terdapatnya kredit
Keuangan/Akuntansi permodalan usaha yang macet yang terjadi pada
baik anggota
5. Kualitas produk (susu)
yang terjamin dihasilkan
KUD 6. Ketersediaan pakan yang
6. Letak KUD yang semakin langka dan mahal
strategis dengan 7. Kapasitas Produksi (Susu)
pemasok bahan baku yang dihasilkan KUD
7. Letak KUD yang dekat belum memenuhi
Produksi/Operasi
dengan Peternak Sapi kebutuhan pemasok
Perah 8. Belum adanya
8. Fasilitas produksi yang pengelolaan Limbah
dimiliki KUD ternak
9. Hubungan kerjasama
yang baik dengan
pemasok bahan baku
Penelitian dan 10. Intensitas pelaksanaan
-
Pengembangan Litbang yang intensif
9. Penggunaan dan
Sistem Informasi sumberdaya pendukung
-
Manajemen sistem informasi yang
masih terbatas
Faktor-faktor internal yang menjadi kekuatan bagi usaha ternak sapi perah
KUD Bayongbong yaitu :
1. Pengorganisasian yang berjalan dengan baik
Pengorganisasian yang dilakukan oleh KUD Bayongbong telah berjalan
sebagaimana mestinya. Hal ini dibuktikan dengan telah terbentuknya struktur
organisasi, serta pembagian kerja yang jelas pada masing-masing elemen
pembentuk KUD Bayongbong. Komponen kepengurusan organisasi terdiri dari
anggota, pengurus, pengawas dan rapat umum anggota (RAT). Adanya
pembagian kerja yang jelas mampu memberikan keteraturan pada masing-masing
elemen terhadap tugas yang menjadi tanggung jawabnya.

2. Bentuk usaha yang telah berbadan hukum dan perizinan usaha lainnya
Perizinan usaha merupakan faktor penting bagi suatu organisasi yang akan
menjalankan usahanya secara resmi. Izin usaha bermanfaat dalam memberikan
kemudahan, jika organisasi ingin melakukan hubungan kerjasama atau kemitraan
dengan pihak tertentu. KUD Mandiri merupakan suatu organisasi yang
memperoleh badan hukum didasarakan pada No. 5948 A/ BH/ KWK-10/ 14,
selain izin berbadan hukum KUD Bayongbong telah memiliki SPKM didasarkan
pada No. 343/ DK/ KPTS/ A-VIII/ 80/ I dan SIUP didasarkan pada No. 026/ 026/
E/ PK/ 10-2/ NAS. Pada tanggal 24 Desember 1973 merupakan tanggal pendirian
KUD Bayongbong. Adanya izin usaha serta badan hukum yang dimiliki
memberikan kemudahan KUD Bayongbong untuk melakukan hubungan
kerjasama (bermitra) dengan pemasok dan IPS, perolehan program bantuan
pengembangan usaha ternak dari pemerintah, bantuan permodalan dengan
lembaga keuangan dan kegiatan lainnya yang bersangkutan pemenuhan syarat
perizinan usaha.

3. Hubungan kerjasama yang baik dengan IPS


Menjaga hubungan kerjasama dengan konsumen merupakan suatu
keharusan bagi produsen agar produk yang dihasilkan dapat diterima untuk
dipasarkan. Begitu pun yang dilakukan oleh KUD Bayongbong guna menjaga
keterjaminan pasar susu yang dihasilkannya, menjalin hubungan baik dengan IPS
menjadi salah satu kunci utama perkembangan usaha ternak sapi perahnya.

91
Adanya hubungan baik antara produsen dan konsumen mampu menciptakan suatu
kepercayaan diantara kedua belah pihak. Kepercayaan yang diberikan IPS kepada
KUD Bayongbong dapat dijadikan suatu keunggulan bersaing dalam menjalankan
usaha ternak sapi perah dibandingkan dengan pesaingnya.

4. Sumber permodalan usaha yang baik


Ketersediaan modal yang terjamin merupakan kekuatan finansial bagi
suatu organisasi. KUD Bayongbong merupakan salah satu organisasi dengan
sumber permodalan yang baik. Sumber permodalan KUD Bayongbong berasal
dari modal sendiri dan modal pinjaman. Modal sendiri diperoleh dari simpanan
pokok, simpanan wajib, dana cadangan dan hibah. Sedangkan modal pinjaman
dapat berasal dari anggota, koperasi lainnya dan/atau anggotanya, bank dan
lembaga keuangan lainnya, penerbit obligasi dan surat utang lainnya dan sumber
lainnya yang sah. Hal ini menunjukan permodalan KUD Bayongbong yang tidak
bergantung terhadap pihak lain, dan kondisi tersebut menjadi suatu kekuatan
organisasi dalam menjalankan usahanya.

5. Menghasilkan kualitas produk susu yang terjamin


Kualitas produk yang baik merupakan suatu kekuatan organisasi dalam
mengungguli para pesaingnya, selain itu keterjaminan kualitas memberikan
kemudahan organisasi dalam memasarkan produknya kepada konsumen. Saat ini
IPS menerapkan standar kualitas penerimaan susu bagi pemasok, dan hal tersebut
memacu pemasok untuk menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan IPS.
KUD Bayongbong mampu menjamin kualitas susu yang dihasilkannya untuk
disalurkan kepada IPS. Kualitas susu yang terjamin menjadi kekuatan KUD
Bayongbong dalam menjalankan usaha ternak sapi perah, karena mampu menjaga
keterjaminan pasar susu, dan memberikan keuntungan peternak dengan penetapan
harga susu yang baik.

6. Letak KUD yang mudah dijangkau oleh pemasok


Letak yang strategis merupakan salah satu faktor yang penting dalam
meningkatkan efisiensi kerja baik dari sisi waktu dan biaya. Letak KUD yang
berada dekat dengan jalan raya memberikan kemudahan bagi para pemasok dalam

92
mengakses dan mengantarkan bahan yang dibutuhkan oleh KUD Bayongbong.
Kondisi tersebut memberikan keuntungan baik dari sisi pemasok yang tidak
merasa sulit dalam mengantar pesan dan sisi KUD Bayongbong yang memperoleh
bahan-bahan yang dibutuhkan dengan secara mudah dan cepat.

7. Letak KUD yang dekat dengan peternak sapi


Letak KUD Bayongbong yang dekat dengan peternak merupakan suatu
keuntungan bagi KUD dalam mempermudah akses pengambilan susu dan
distribusi susu dari peternak. Hal ini juga berpengaruh terhadap kualitas susu yang
dihasilkan, karena mampu meminimalisir perkembangan bakteri di dalam susu.
Kedekatan lokasi peternak KUD dengan peternak menjadikan proses pengolahan
sterilisasi susu menjadi semakin cepat dan efisien.

8. Fasilitas produksi KUD yang memadai


Ketersediaan fasilitas yang memadai merupakan faktor penting dalam
mempermudah dan melancarkan usaha yang dijalankan. KUD Bayongbong dalam
menjalankan usaha ternak sapi perah memiliki fasilitas cukup memadai mulai dari
fasilitas transportasi untuk distribusi, fasilitas alat pengontrol kualitas susu dan
fasilitas untuk kegiatan sterilisasi susu yang akan disalurkan ke IPS. Fasilitas
produksi KUD Bayongbong yang memadai ini mampu memacu peningkatkan
kualitas susu yang dihasilkan.

9. Hubungan kerjasama yang baik dengan pemasok


Pemasok merupakan pihak yang menentukan baik buruknya kualitas
bahan yang digunakan KUD Bayongbong dalam menghasilkan produknya.
Kualitas bahan yang kurang baik akan berdampak pada produk yang diciptakan
memiliki kualitas rendah. Dalam hal ini produk yang dihasilkan KUD adalah
pakan ternak dan susu yang disalurkan ke IPS. Sehingga menjadi suatu kewajiban
KUD Bayongbong dalam menjaga hubungan baik dengan pemasok baik pemasok
bahan baku pakan ataupun peternak selaku pemasok susu.

10. Intensitas pelaksanaan litbang yang intensif


Upaya penelitian dan pengembangan merupakan salah satu faktor penting
dalam menghasilkan suatu inovasi serta peningkatan mutu produk. Kegiatan

93
penelitian menentukan cepat atau lambatnya perkembangan suatu organisasi.
Dalam melakukan penelitian dan pengembangan KUD Bayongbong melakukan
kerjasama dengan beberapa instansi pendidikan guna meningkatkan pengendalian
terhadap perkembangan susu yang dihasilkan peternak.

Faktor-faktor internal yang menjadi kelemahan usaha ternak sapi perah


KUD Bayongbong yaitu:
1. Lemahnya pengontrolan distribusi di lapangan
Permasalahan yang terjadi pada kegiatan distribusi adalah adanya
penjualan susu ke luar wilayah kerja KUD Bayongbong yang dilakukan oleh
peternak, karena kurangnya pengontrolan yang diklakukan oleh pihak KUD
terhadap anggota peternak. Hal tersebut tentunya sangat merugikan kegiatan
usaha ternak KUD Bayongbong, dan berdampak pada berkurangnya jumlah
produksi susu yang dihasilkan. Penjualan ke luar ini sangat rawan terjadi di daerah
perbatasan wilayah kerja antar Koperasi Unit Desa (KUD).

2. Rendahnya tingkat pendidikan anggota (peternak)


Tingkat pendidikan anggota peternak sangat berpengaruh terhadap
perkembangan usaha ternak sapi perah KUD Bayongbong. Peternak sebagai
sumberdaya pengelola ternak sapi perah sangat menentukan cepat lambatnya
perkembangan usaha yang dilakukannya, dan tingkat pendidikan yang baik akan
berdampak pada kualitas peternak serta responnya dalam menghadapi
perkembangan. Kondisi dari para peternak KUD Bayongbong sebagian besar
hanya menganyam pendidikan hingga tingkat SD atau SLTP. Hal ini berdampak
pada sukarnya peternak dalam memahami dan merespon perubahan yang terjadi,
khususnya dalam hal perkembangan pola beternak dan penggunaan teknologi
pendukung usaha ternak.

3. Pelayanan yang diberikan KUD kurang maksimal


Pelayanan yang ditawarkan merupakan faktor utama para anggota
memiliki keinginan bergabung untuk bekerjasama melaksanakan usaha yang
dikelola KUD. Karena melalui pelayanan tersebut anggota mampu memperoleh
manfaat yang diharapkannya. Permasalahan yang terjadi terkait dengan rendahnya

94
loyalitas anggota adalah kurang maksimalnya upaya pelayanan serta perhatian
yang diberikan KUD Bayongbong terhadap anggotanya. Hal ini menjadi sesuatu
yang perlu mendapat perhatian khusus guna menjaga keberlangsungan usaha
ternak sapi perah KUD Bayongbong.

4. Lokasi IPS yang cukup jauh dari KUD Bayongbong


Wilayah pemasaran yang jauh dari letak pemasok sangat berpengaruh pada
faktor biaya, distribusi dan kualitas dari produk yang dihasilkan, khususnya
produk yang sangat rentan dengan pengaruh kondisi lingkungan. Susu sebagai
salah satu produk yang rentah terhadap pengaruh lingkungan perlu mendapatkan
perlakuan khusus untuk menjaga kualitasnya. Letak IPS yang berada di wilayah
Jakarta, memakan biaya dan waktu yang cukup lama untuk mendistribusikan susu
dari KUD Bayongbong. Selain itu, faktor pengurangan kualitas dan kapasitas susu
serta risiko tumpah lapang rawan terjadi.

5. Kredit macet yang terjadi di tingkat peternak


Kredit macet yang terjadi pada peternak merupakan masalah yang sering
terjadi dihadapi oleh KUD Bayongbong. Hal ini disebabkan karena sebagaian
besar anggota belum mampu mengembalikan pinjaman dengan berbagai alasan.
Kondisi tersebut di dukung dengan kurang tegasnya pihak KUD dalam
mengontrol serta menindak para anggota yang bermasalah dengan pinjamannya.
Masalah ini sangat berdmapak pada kondisi serta kelancaran keuangan KUD
Bayongbong khususnya keberlangsungan usaha ternak sapi perahnya.

6. Ketersedian pakan yang semakin langka dan mahal


Kondisi pakan yang semakin langka serta harga pakan yang semakin
meningkat akan berdampak pada peningkatan penggunaan biaya produksi.
Kelangkaan pakan yang terjadi pada usaha ternak adalah akibat semakin
sempitnya lahan hijauan serta mahalnya bahan-bahan yang dibutuhkan untuk
menghasilkan pakan konsentrat. Pada pakan konsentrat yang dihasilkan KUD
Bayongbong terdapat pertentangan dalam hal pemasarannya kepada peternak,
disisi lain harga yang ditawarkan harus dapat dijangkau peternak sedangkan biaya
produksi yang dibutuhkan semakin tinggi.

95
7. Kapasitas susu yang dihasilkan masih terbatas
Pasokan susu yang diberikan KUD Bayongbong masih jauh dari
kebutuhan IPS. Hal ini disebabkan jumlah susu yang dihasilkan oleh KUD
Bayongbong masih terbatas. Perkembangan produksi susu KUD Bayongbong
tidak mengalami perubahan yang signifikan, hal ini disebabkan oleh berbagai
faktor mulai dari penggunaan pakan, teknik pengelolaan ternak, cuaca populasi
sapi dan sebagainya. Faktor yang sangat berpengaruh terhadap keterbatasan
jumlah susu yang dihasilkan adalah perkembangan populasi dari ternak yang
lambat dan cenderung stagnan.

8. Belum adanya teknologi pengelolaan limbah ternak


Pengelolaan kotoran ternak merupakan salah satu faktor yang perlu
mendapat perhatian juga dalam menjalankan usah ternak sapi perah. Karena hal
ini berkaitan dengan kondisi kesehatan dan kebersihan dari ternak yang
diusahakan. Saat ini, KUD Bayongbong masih belum memiliki teknologi
pengelolaan dari kotoran ternak tersebut, dan hal ini menjadi masalah khususnya
kebersihan dan kesehatan ternak. Seringkali kotoran yang dihasilkan menjadi
permasalahan lingkungan akibat pencemarannya serta berdampak pada timbulnya
penyakit yang dialami oleh ternak.

9. Keterbatasan fasilitas dan sumberdaya pendukung sistem informasi


manajemen
Sistem informasi manajemen yang diterapkan oleh KUD Bayongbong
masih belum berjalan secara optimal. Hal ini disebabkan karena belum adanya
fasilitas yang mendukung serta kondisi sumberdaya yang belum menguasai
pengelolaan sistem informasi manajemen tersebut. Sebagian besar pengelolaan
informasi manajemen yang berkaitan dengan usaha ternak sapi perah masih
dilakukan secara manual.

7.2. Identifikasi Peluang dan Ancaman Unit Ternak Sapi Perah KUD
Mandiri Bayongbong
Beberapa faktor lingkungan eksternal usaha ternak sapi perah KUD
Bayongbong dijelaskan pda Tabel 15.

96
Tabel 15. Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal
Faktor Peluang Ancaman
1. Pertumbuhan ekonomi
1. Peningkatan Tingkat
masyarakat yang baik
Inflasi
2. Harga BBM yang
2. Perkembangan harga
Ekonomi stagnan
pakan yang meningkat
3. Perkembangan harga
di pasar
susu yang meningkat di
3. Peningkatan Tarif Tol
pasar
4. Pertumbuhan Penduduk
yang meningkat
5. Adanya kesadaran
masyarakat pentingnya
Sosial, Budaya,
hidup sehat 4. Perubahan cuaca yang
Demografi, dan
6. Adanya Program tidak menentu
Lingkungan
Makanan Tambahan
Anak Sekolah (PMTAS)
7. Kondisi Geografis yang
mendukung
5. Adanya kebijakan
pemerintah tentang
Politik, Pemerintah,
- impor susu
dan Hukum
6. Rendahnya penetapan
bea masuk susu impor
8. Perkembangan
Teknologi -
Teknologi yang cepat
7. Kekuatan tawar
menawar IPS yang kuat
9. Rendahnya kekuatan 8. Adanya pesaing
Kompetitif
tawar-menawar pemasok koperasi susu lainnya
9. Keberadaan produk
substitusi susu

Faktor-faktor eksternal yang menjadi peluang bagi usaha ternak sapi


perah KUD Bayongbong yaitu :
1. Pertumbuhan ekonomi masyarakat yang baik
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Garut tahun 2009,
perkembangan nilai Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Garut atas harga
dasar pada tahun 2006-2008 mengalami peningkatan dengan didominasi oleh
produk-produk pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Hal tersebut
menunjukan bahwa perekonomian Kabupaten Garut bercorak agraris, dimana
sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani atau peternak.
Potensi tersebut tentunya menjadi peluang untuk fokus dalam mengembangkan
usaha ternak sapi perah khususnya di KUD Bayongbong.

97
2. Harga BBM yang stagnan
Perkembangan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada tahun 2010 dapat
dikatakan stagnan atau tetap. Hal ini didasarkan pada siaran pers Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (ESDM) No: 30/HUMAS
KESDM/2010 tanggal 13 Juni 2010 dan No. 52/ HUMAS KESDM/2010 tanggal
13 Oktober 2010 bahwa ketentuan mengenai Harga Jual Eceran Bahan Bakar
Minyak Jenis Minyak Tanah (Kerosene), Bensin Premium dan Minyak Solar (Gas
Oil) untuk Keperluan Rumah Tangga, Usaha Kecil, Usaha Perikanan, Transportasi
dan Pelayanan Umum tidak mengalami perubahan. harga jual eceran BBM
tertentu, yaitu Bensin Premium, Minyak Solar (Gas Oil) dan Minyak Tanah
(Kerosene) dinyatakan tidak berubah dan tetap mengacu kepada Peraturan Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 tahun 2009, tanggal 12 Januari 2009
tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Tanah (Kerosene),
Bensin Premium dan Minyak Solar (Gas Oil) untuk Keperluan Rumah Tangga,
Usaha Kecil, Usaha Perikanan, Transportasi dan Pelayanan Umum, yaitu untuk
Bensin Premium sebesar Rp. 4.500,- (empat ribu lima ratus rupiah) per liter,
Minyak Solar (Gas Oil) sebesar Rp. 4.500,- (empat ribu lima ratus rupiah) per liter
dan Minyak Tanah (Kerosene) sebesar Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus ribu
rupiah) per liter. Kondisi tersebut dapat dijadikan peluang untuk bisa
mengefisienkan biaya produksi usaha ternak KUD Bayongbong.

3. Perkembangan harga susu yang meningkat di pasar


Perkembangan harga susu dunia saat ini mengalami tren yang meningkat,
sehingga berdampak pada tingkat harga susu lokal yang semakin baik. Hal ini
dibuktikan dengan tren penerimaan harga rata-rata susu ditingkat peternak KUD
Bayongbong meningkat setiap tahunnya. Perkembangan susu tersebut dapat
menjadi peluang untuk memacu perkembangan usaha ternak KUD Bayongbong,
serta sebagai pemacu dalam meningkatkan jumlah produksi susu yang dihasilkan.

4. Pertumbuhan Penduduk yang meningkat


Perkembangan penduduk setiap tahunnya mengalami peningkatan.
Peningkatan jumlah penduduk saat ini memberikan dampak yang besar terhadap
peningkatan permintaan (demand) produk pangan masyarakat. Kondisi tersebut

98
sangat mendukung perkembangan usaha ternak sapi perah dalam meningkatkan
kapasitas produksi susunya.

5. Kesadaran masyarakat pentingnya hidup sehat


Perkembangan masyarakat saat ini lebih ke arah yang lebih maju baik dari
segi pendapatan maupun tingkat pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya
nilai gizi pangan. Hal ini membuat masyarakat cenderung lebih meningkatkan
konsumsi pangan yang mengandung gizi tinggi. Salah satu produk pangan yang
terus mengalami peningkatan permintaan setiap tahunnya adalah susu.
Peningkatan tersebut ditandai dengan meningkatnya konsumsi susu per kapita dari
tahun ke tahun, mulai dari 5,79 kg per kapita pada tahun 2001 dan meningkat
menjadi 6,8 kg per kapita pada tahun 2005. Hal tersebut menjadi peluang industri
susu dalam meningkatkan produksi olahan susu untuk memenuhi kebutuhan pasar,
yang juga berdampak positif terhadap perkembangan usaha ternak sapi perah.

6. Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMTAS)


Adanya Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMTAS) yang
diselenggarakan oleh pemerintah dalam rangka memperbaiki asupan gizi peserta
didik di tingkat TK dan SD, sehingga diharapkan dapat meningkatkan ketahanan
fisik, minat, dan kemampuan belajar dapat dijadikan sebuah pintu masuk untuk
memenuhi kebutuhan pasar akan konsumsi makanan bergizi. Hal tersebut dapat
menjadi peluang yang baik bagi usaha ternak sapi perah untuk bekerjasama
dengan pemerintah dalam mensukseskan program yang diselenggarakan
pemerintah tersebut.

7. Kondisi Geografis yang mendukung


Wilayah yang cocok untuk pengembangan usaha sapi perah di Indonesia
adalah daerah pegunungan dengan ketinggian minimum 800 meter di atas
permukaan laut. Penelaah hubungan produksi susu sapi perah dengan topografi
wilayah memperlihatkan bahwa selisih ketinggian 100 meter berkaitan erat
dengan perbedaan produksi rata-rata empat persen. Kabupaten Garut yang
merupakan salah satu daerah di Jawa Barat memiliki pegunungan dan dataran
tinggi yang merupakan iklim yang cocok untuk peternakan sapi perah. Kondisi

99
geografis yang cocok untuk pengembangan usaha ternak sapi perah ini,
merupakan peluang yang baik untuk KUD Bayongbong terus menjalankan usaha
ternak sapi perah yang dikelolanya.

8. Perkembangan teknologi yang cepat


Perkembangan teknologi yang terjadi saat ini dapat dijadikan peluang bagi
para pelaku usaha ternak salah satunya ternak sapi perah. Berbagai alat dan mesin
serta metode pengelolaan telah diciptakan untuk membantu mempermudah
pelaksanaan kegiatan usaha ternak. Perkembangan teknologi yang pesat ini
tentunya diimbangi dengan kemampuan sumberdaya manusianya dalam
menggunakan dan mengelola teknologi tersebut, dengan begitu pengelolaan
ternak dapat dilakukan dengan lebih efisien dan menghasilkan produk ternak yang
berkualitas.

9. Rendahnya kekuatan tawar-menawar pemasok


Daya tawar pemasok bahan baku lemah terhadap KUD Bayongbong,
kondisi tersebut merupakan suatu peluang bagi KUD Bayongbong untuk bisa
mencari pemasok yang berkualitas namun dapat memberikan harga yang
terjangkau. Kondisi tersebut akan membantu perkembangan usaha ternak sapi
perah dalam menjaga kualitas pakan ternak serta efisiensi biaya produksi usaha
ternak sapi perah KUD Bayongbong.

Faktor-faktor eksternal yang menjadi ancaman bagi usaha ternak sapi


perah KUD Bayongbong yaitu :
1. Peningkatan Tingkat Inflasi
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2010 hingga bulan Oktober
tingkat inflasi Indonesia mencapai 5.35 persen. Kondisi ini menunjukan terjadi
peningkatan yang cukup tinggi, dimana tahun sebelumnya pada tahun 2009
tingkat inflasi mencapai 2.79 persen. Beberapa kelompok yang mencapai tingkat
inflasi tertinggi meliputi kelompok makanan jadi, rokok, dan tembakau, disusul
oleh kelompok sandang, kelompok kesehatan, pendidikan dan rekreasi, kemudian
perumahan, air, listrik dan gas serta kelompok bahan makanan. Kondisi ini akan
mengancam keberlangsungan usaha ternak sapi perah karena mendorong IPS

100
untuk menetapakan harga rendah terhadap susu yang diserap dari peternak lokal
serta meningkatkan biaya produksi yang dibutuhkan dalam menjalankan usaha
ternaknya

2. Perkembangan harga pakan yang meningkat di pasar


Dampak terjadinya peningkatan inflasi hampir pada setiap kelompok
bahan makanan dan makanan jadi berpengaruh terhadap peningkatan harga bahan-
bahan yang digunakan untuk pembuatan pakan konsentrat. Hal tersebut tentunya
menjadi kendala KUD Bayongbong dalam memproduksi pakan konsentrat yang
relatif terjangkau bagi peternak. Kondisi tersebut menjadi ancaman bagi KUD
Bayongbong yang menyebabkan terjadinya peningkatan biaya produksi usaha
ternak sapi perahnya.

3. Peningkatan Tarif Tol


Biaya tarif tol yang dikeluarkan untuk mendistribusikan susu KUD
Baongbong ke IPS cukup tinggi. Setaip harinya KUD Bayongbong harus
menyalurkan kurang lebih 24-25 ton susu segar ke IPS dengan menggunakan 5
unit truk tangki susu. Penyaluran susu dilakukan 2 kali dalam sehari yaitu pada
pagi dan sore hari, dengan melewati dua jalur tol yaitu Tol Cipularang dan Tol
Jakarta-Cikampek. Besarnya biaya yang dihabiskan untuk melewati satu kali jalur
tol dari KUD menuju IPS mencapai 74.500 per truk tangki susu. Kondisi tersebut
tentunya perlu menjadi perhatian karena berdampak terhadap peningkatan biaya
operasional distribusi susu.

4. Perubahan cuaca yang tidak menentu


Kondisi cuaca Indonesia saat ini yang sukar diprediksi dan tidak menentu
berdampak pada risiko ketidakpastian pada bidang pertanian yang salah satunya
adalah peternakan. Cuaca mempengaruhi kondisi ternak, khususnya dalam
menghasilkan susu baik pada sisi kualitas dan kuantitas. Saat ini cuaca yang
terjadi cenderung menunjukan tingkat intensitas curah hujan yang tinggi, dan ini
berdampak pada kualitas susu yang dihasilkan sapi menjadi terlalu banyak
mengandung air akibat konsumsi pakan hijauan yang mengandung banyak air. Hal

101
tersebut tentunya akan merugikan usaha ternak sapi perah terkait risiko penolakan
dari IPS atau penalti akibat tidak sesuai standar yang dibutuhkan.

5. Kebijakan pemerintah tentang impor susu


Kebijakan impor susu yang diberlakukan oleh pemerintah sangat
meresahkan para peternak sapi perah lokal. Hal tersebut berdampak pada
penyerapan susu dari peternak semakin rendah dikarenakan belum mampu
bersaing dengan susu impor. Kondisi tersebut menjadi ancaman besar bagi para
pelaku usaha ternak sapi perah lokal.

6. Rendahnya penetapan bea masuk susu impor


Kebijakan pemerintah yang juga merugikan para peternak lokal adalah
rendahnya penetapan bea masuk susu impor, yang berdampak pada terbukanya
peluang impor susu yang lebih besar. Kondisi tersebut menunjukan pemerintah
kurang memperhatikan para peternak lokal yang semakin terjepit dan berimbas
pada semakin berkurangnya populasi serta jumlah peternak yang mengusahakan
susu sapi perah.

7. Daya tawar menawar IPS yang kuat


Daya tawar menawar IPS terhadap KUD Bayongbong berpengaruh
terhadap penetapan haraga susu yang disalurkan KUD kepada IPS. Selain itu, IPS
pun memiliki standart penerimaan susu yang menuntut KUD untuk memenuhi
standar tersebut. Konsekuensi dari ketidaksesuaian standar susu yang dibutuhkan
adalah penolakan atau penalti terhadap harga susu. Kondisi tersebut tentunya
menjadi ancaman bagi KUD yang tidak mampu memenuhi standar kualitas IPS.

8. Adanya pesaing koperasi susu lainnya


Adanya organisasi yang juga sama-sama menjalankan usaha ternak sapi
perah dengan lokasi yang tidak terlalu jauh, tentunya akan menjadi pesaing dalam
usaha tersebut. Persaing terjadi pada pemenuhan pakan, pelayanan terhadap
anggota, harga susu, serta pasar dari susu tersebut. Adanya persaingan tersebut
menjadi ancaman bagi KUD Bayongbong dan menuntut untuk unggul dalam
bersaing jika ingin bertahan pada usaha ternak yang dijalankannya.

102
9. Keberadaan produk substitusi susu
Susu impor merupakan produk substitusi dari susu lokal untuk memenuhi
kebutuhan nasional. Keberadaan susu impor tersebut tentunya menjadi ancaman
para pelaku usaha ternak sapi perah lokal dalam bersaing dengan susu impor baik
pada sisi kualitas dan kuantitas guna memenuhi kebutuhan susu nasional dan IPS.

7.3. Matriks Internal-Eksternal (I-E)


Dengan menggabungkan hasil analisis matriks IFE dan EFE 23, maka akan
diperoleh matriks I-E yang menunjukan kondisi internal dan eksternal usaha
ternak sapi perah KUD Bayongbong. Total skor IFE adalah 2.5411 yang
menggambarkan bahwa usaha ternak KUD Bayongbong berada pada kondisi
internal rata-rata, dan total skor EFE adalah 2.8227 yang menggambarkan bahwa
usaha ternak sapi perah KUD Bayongbong berada dalam kondisi eksternal
menengah. Pada Matriks I-E ditunjukkan bahwa posisi usaha ternak sapi perah
KUD Bayongbong berada pada sel V yang artinya usaha tersebut berada dalam
kondisi internal dan eksternal menengah atau rata-rata. Strategi yang dapat
dikelola adalah strategi Hold and Maintain (Pertahankan dan Pelihara) dengan
menerapkan strategi Market Penetration (penetrasi pasar) dan Product
Development (pengembangan produk).

Kuat Sedang Lemah


3.0 – 4.0 2.0 – 2.99 1.0 – 1.99
4. 3. 2. 1.
0 0 0 0
Tinggi
3.0 – 4.0
3.
0
Sedang
2.0 – 2.99
2.
Rendah 0
1.0 – 1.99
1.
0
Gambar 17. Matriks I-E Usaha Ternak Sapi Perah KUD Bayongbong

23
Matriks IFE dan EFE. (Lampiran 1)
103
Srategi penetrasi pasar adalah berusaha meningkatkan pangsa pasar untuk
produk/jasa saat ini melalui upaya pemasaran yang lebih besar. Penetrasi pasar
mencakup meningkatkan jumlah belanja iklan atau menawarkan promosi
penjualan dan penetapan harga yang kompetitif. Pengembangan produk adalah
strategi yang ditujukan untuk mencari peningkatan penjualan dengan
memperbaiki atau memodifikasi produk atau jasa saat ini.
Alternatif strategi yang dihasilkan matriks I-E masih bersifat umum dan
menempatkan strateginya sebagai suatu cara sebuah perusahaan dalam
memelihara dan mempertahankan kondisi perusahaan saat ini. Pada kasus
pengembangan usaha ternak sapi perah KUD Bayongbong alternatif strategi yang
dihasilkan matriks I-E kurang cocok untuk diterapkan dalam sebuah koperasi,
karena peran koperasi berbeda dengan suatu perusahaan yang hanya berorientasi
pada perolehan maksimisasi keuntungan. Koperasi memiliki peran tidak hanya
berorientasi pada keuntungan saja, tetapi juga bagaimana koperasi mampu
memberikan pelayanan (service) maksimal terhadap anggotanya. Berdasarkan
hasil analisis yang dilakukan terhadap alternatif strategi yang dihasilkan dari
matriks I-E menyebabkan rawan terjadinya ketidakkonsistenan dengan alternatif
strategi yang dihasilkan dengan alat analisis lainnya.

7.4. Analisis Matriks SWOT


Berdasarkan faktor-faktor kekuatan dan kelemahan hasil analisis internal,
serta faktor peluang, dan ancaman yang diperoleh melalui analisis eskternal, maka
dapat diformulasikan alternatif-alternatif strategi dengan menggunakan matriks
SWOT. Beberapa alternatif strategi yang dapat diterapkan oleh usaha ternak sapi
perah KUD Bayongbong, yaitu:
1) Strategi S-O (Strengths - Opportunities)
Strategi S-O (Aggressive Strategy) adalah menyusun strategi yang
menggunakan kekuatan internal usaha ternak sapi perah KUD Bayongbong untuk
memperoleh profit dari memanfaatkan peluang. Strategi yang dapat diterapkan
pada KUD adalah meningkatkan kegiatan produksi dengan proses pengelolaan
yang berstandar mulai dari kegiatan penyediaan input, kegiatan on farm, hingga
kegiatan output produk yang dihasilkan (S1). Penerapan strategi ini berguna untuk
menjaga kualitas susu yang sudah baik dengan ketersediaan fasilitas produksi

104
yang memadai serta untuk meningkatkan kapasitas susu yang dihasilkan yang
hingga saat ini kebutuhan susu IPS belum terpenuhi oleh KUD Bayongbong.
Menjaga kualitas dan meningkatkan kapasitas susu ini diharapkan mampu
memaksimalkan perolehan pendapatan KUD Bayongbong yang juga berdampak
pada peningkatan perolehan keuntungan bagi para peternak.
Strategi lain yang dapat diterapkan adalah dengan meningkatkan kekuatan
permodalan peternak dengan memfasilitasi pinjaman modal bunga ringan tanpa
agunan (S2). Adanya perhatian lebih KUD Bayongbong dalam memfasilitasi
permodalan peternak dengan memanfaatkan hubungan kerjasama dengan
beberapa lembaga keuangan diharapkan mampu membatu kebutuhan permodalan
peternak yang saat ini dirasakan masih kurang mencukupi serta guna memacu
semangat dan memotivasi para peternak untuk fokus dalam mengembangkan
usaha ternak sapi perah yang dijalankannya karena memiliki prospek yang baik
bila dijalankan dengan sungguh-sungguh.

2) Strategi W-O (Weaknesses - Opportunities)


Strategi W-O (Turn-arround Strategy) adalah menyusun strategi yang
ditujukan untuk mengatasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang eksternal.
Strategi W-O yang dapat diterapkan oleh usaha ternak sapi perah KUD
Bayongbong yaitu, dengan melakukan peningkatan sumberdaya manusia (SDM)
peternak melalui pembinaan intensif dan berkelanjutan serta memaksimalkan
pelayanan KUD dalam memenuhi kebutuhan anggota peternak (S3). Penerapan
strategi tersebut diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan
peternak dalam mengelola usaha ternak sapi perah yang baik. Kemudian adanya
pembinaan intensif dan berkelanjutan dapat meningkatkan hubungan baik antara
KUD Bayongbong dan peternak dalam bekerjasama mencapai tujuan usaha yang
dijalankan, yang berdampak positif terhadap partisipasi dan maksimalisasi kinerja
yang dijalankan oleh peternak. Selain itu, dengan adanya maksimalisasi pelayanan
yang diberikan oleh KUD pun berdampak pada peningkatan hubungan emosional
peternak guna menjaga loyalitas anggota peternak terhadap KUD Bayongbong.
Usaha ternak sapi perah KUD Bayongbong perlu meningkatkan
manajemen pengelolaan keuangan yang berbasiskan prinsip rasa kepemilikan
bersama dan tanggung jawab (S4). Penerapan strategi ini dilakukan untuk

105
mengantisipasi serta menangani permasalah yang sering terjadi pada bidang
manajemen keuangan KUD Bayongbong. KUD Bayongbong perlu menerapkan
sistem mengenai proses pengelolaan keluar masuknya keuangan guna
mengefisienkan biaya produksi, kemudian mengatur juga terkait sistem
peminjaman dan pengembaliannya sehingga risiko kredit macet anggota dapat
dihindari.

3) Strategi S-T (Strengths - Threats)


Strategi S-T (Diversification Strategy) adalah menyusun strategi yang
menggunakan kekuatan organisasi untuk menghindari atau mengurangi dampak
ancaman eksternal. Beberapa strategi S-T yang dapat dijalankan usaha ternak sapi
perah KUD Bayongbong adalah menjaga hubungan kerjasama yang telah terbetuk
dengan baik bersama pihak stakeholder dan lembaga penunjang lainnya mulai
dari penyediaan input, kegiatan on farm hingga kegiatan outputnya, dalam
menjaga keberlangsungan sistem agribisnis usaha ternak sapi perah KUD
Bayongbong (S5). Terjalinnya hubungan kerjasama yang baik akan memberikan
keuntungan terhadap kedua belah pihak atau lebih. Hal ini karena terciptanya rasa
kepercayaan dan tanggung jawab, yang berdampak pada upaya dalam
memberikan kinerja dan produk terbaiknya antara masing-masing pihak yang
bekerjasama.

4) Strategi W-T (Weaknesses - Threats )


Strategi W-T (Defensive Startegy) adalah menyusun strategi yang
ditujukan untuk mengurangi kelemahan internal yang dimiliki dan menghindari
ancaman eksternal yang ada. Strategi W-T yang dapat dijalankan usaha ternak
sapi perah KUD Bayongbong yaitu meningkatkan dan membangun manajemen
pengontrolan usaha ternak KUD Bayongbong mulai dari penyediaan input,
pengelolaan on farm hingga kegiatan output (S6). Strategi ini dilakukan untuk
mengawasi dan mengevaluasi kendala yang terjadi dalam menjalankan kegiatan
usaha ternak sapi perah. Pengontrolan bermanfaat untuk meminimalisir terjadinya
kesalahan dan penyelewengan kerja yang dilakukan oleh pengurus dan anggota
atau pelaku usaha ternak sapi perah KUD Bayongbong lainnya. Upaya

106
peningkatan pengontrolan ini pun perlu diikuti dengan peningkatan fasilitas sarana
dan prasarana yang mendukung upaya pengontrolan.
Membangun sistem pengelolaan usaha ternak sapi perah yang tertib dan
bersih serta melakukan kerjasama dengan pihak terkait mengenai pengembangan
teknologi pengelolaan limbah ternak (S7). Penerapan strategi ini diharapkan
mampu menciptakan lingkungan ternak yang sehat dan bersih. Saat ini kondisi
lingkungan para peternak KUD Bayongbong kurang memperhatikan mengenai
kebersihan sehingga berdampak pada cukup tingginya tingkat penyakit yang
menjangkit hewan ternak. Selain itu, pengelolaan limbah (kotoran) ternak belum
terorganisir dengan baik. Kotoran ternak belum mampu dimanfaatkan atau
dikelola dengan baik, bahkan para peternak membuang kotoran ternaknya masih
berada disekitar lingkungan ternak atau ke aliran kali yang akan menjadi sesuatu
yang menggangu (polusi). Oleh karena itu, permasalahan pengelolaan limbah
harus segera ditangani melalui kerjasama KUD Bayongbong dengan lembaga
pendidikan, pihak swasta atau pemerintah dalam membantu mengatasi
pengelolaan limbah ternak tersebut.
Strategi lainnya yang dapat diterapkan KUD Bayongbong adalah
peningkatan kompetensi pelaku usaha ternak sapi perah dalam membangun sistem
informasi manajemen (SIM) untuk meningkatkan kinerja pengelolaan usaha yang
dijalankannya (S8). Peningkatan dan pembangunan SIM ini dilakukan karena
penanganan dan pengelolaan data dan informasi saat ini sangat terbatas, yang
mengakibatkan lambatnya respon KUD Bayongbong dalam menanggapi kondisi
pasar global dan persaingan industri yang ada karena keterbatasan informasi.
Upaya pembangunan SIM tentunya perlu didukung dengan kualitas pengelola
yang berkompetensi dalam mengatur jalannya SIM, sehingga diperlukan pelatihan
terhadap pelaku usaha baik pengurus maupun anggota dalam memahami SIM
yang dilakukan oleh KUD Bayongbong.

107
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan serta hasil dan pembahasan penelitian ini, dapat
disimpulkan hasil analisis lingkungan internal dan eksternal usaha ternak sapi
perah KUD Bayongbong dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki
serta peluang dan ancaman yang dihadapi usaha ternak sapi perah KUD
Bayongbong. Kekuatan usaha ternak sapi perah KUD Bayongbong meliputi:
pengorganisasian kerja berjalan dengan baik, bentuk usaha yang telah berbadan
hukum dan perizinan usaha lainnya, hubungan kerjasama KUD dengan IPS yang
baik, KUD memiliki sumber permodalan usaha yang baik, kualitas produk (susu)
yang terjamin dihasilkan KUD, letak KUD yang strategis dengan pemasok bahan
baku, letak KUD yang dekat dengan peternak sapi perah, fasilitas produksi
memadai yang dimiliki KUD, hubungan kerjasama yang baik dengan pemasok
bahan baku, dan intensitas pelaksanaan litbang yang intensif. Sedangkan
kelemahannya yaitu: masih lemahnya pengontrolan distribusi susu di lapangan,
masih rendahnya tingkat pendidikan anggota (peternak), pelayanan yang diberikan
KUD pada anggota kurang maksimal, lokasi IPS yang cukup jauh dengan KUD,
masih terdapatnya kredit macet yang terjadi pada anggota, ketersediaan pakan
yang semakin langka dan mahal, kapasitas produksi (susu) yang dihasilkan KUD
belum memenuhi kebutuhan pemasok, belum adanya pengelolaan limbah ternak
dan penggunaan dan sumberdaya pendukung sistem informasi yang masih
terbatas.
Peluang usaha ternak sapi perah KUD Bayongbong meliputi: pertumbuhan
ekonomi masyarakat yang baik, harga BBM yang stagnan, perkembangan harga
susu yang meningkat di pasar, pertumbuhan penduduk yang meningkat, adanya
kesadaran masyarakat pentingnya hidup sehat, adanya Program Makanan
Tambahan Anak Sekolah (PMTAS), kondisi geografis yang mendukung,
perkembangan teknologi yang cepat, dan rendahnya kekuatan tawar-menawar
pemasok. Sedangkan ancaman yang dihadapinya yaitu: peningkatan tingkat
inflasi, perkembangan harga pakan yang meningkat di pasar, peningkatan tarif tol,
perubahan cuaca yang tidak menentu, adanya kebijakan pemerintah tentang impor
susu, rendahnya penetapan bea masuk susu impor, kekuatan tawar menawar IPS
yang kuat, adanya pesaing koperasi susu lainnya, dan keberadaan produk
substitusi susu.
Berdasarkan hasil analisis SWOT usaha ternak sapi perah KUD
Bayongbong menunjukan beberapa alternatif strategi yang dapat diterapkan yaitu:
meningkatkan kegiatan produksi dengan proses pengelolaan yang berstandar
mulai dari kegiatan penyediaan input hingga output produk yang dihasilkan,
meningkatkan kekuatan permodalan peternak dengan memfasilitasi pinjaman
modal bunga ringan tanpa agunan, melakukan peningkatan sumberdaya manusia
(SDM) peternak melalui pembinaan intensif dan berkelanjutan dan
memaksimalkan pelayanan KUD dalam memenuhi kebutuhan anggota peternak,
meningkatkan manajemen pengelolaan keuangan yang berbasiskan prinsip rasa
kepemilikan bersama dan tanggung jawab, menjaga hubungan kerjasama yang
baik yang telah terbetuk dengan stakeholder pendukung mulai dari penyediaan
input, kegiatan on farm peternakan sapi perah KUD Bayongbong hingga kegiatan
output usaha ternak, untuk menjaga keberlangsungan sistem agribisnis usaha
ternak sapi perah KUD Bayongbong, meningkatkan dan membangun manajemen
pengontolan usaha ternak KUD Bayongbong mulai dari penyediaan input,
pengelolaan on farm hingga kegiatan output, membangun sistem pengelolaan
usaha ternak sapi perah yang tertib dan bersih serta melakukan kerjasama dengan
lembaga-lembaga pendidikan dan pemerintahan terkait pengembangan teknologi
pengelolaan limbah ternak dan peningkatan kompetensi pelaku usaha ternak sapi
perah dalam membangun sistem informasi manajemen (SIM) untuk meningkatkan
kinerja pengelolaan usaha yang dijalankannya.

8.2. Saran

1. KUD Bayongbong harus menetapkan tujuan jangka panjang dan jangka


pendek organisasi yang jelas dan kongkrit berdasarkan kebutuhan dan
kepentingan anggota untuk memperkuat dan menciptakan keteraturan
organisasi dalam mengembangkan usaha menghadapi persaingan usaha yang
semakin kompleks.
2. KUD Bayongbong harus meningkatkan pelayanan kepada anggota (peternak)
melalui perhatian akan pemenuhan kebutuhan ternak dan menambah kapasitas

109
serta kualitas susu yang dihasilkan untuk meningkatkan keuntungan (profit)
dan pendapatan peternak usaha ternak sapi perah, diikuti dengan pengontrolan
secara intensif untuk meminimalisasi kesalahan dan ketidaksesuaian dalam
pengelolaan usaha ternak sapi perah.
3. Mengoptimalkan peran dan tanggung jawab seluruh stakeholder usaha ternak
sapi perah mulai dari masyarakat untuk fokus dan tertib dalam mengelola
usaha ternak yang sesuai dengan standar pengelolaan ternak yang baik,
kemudian pihak swasta yang juga turut memperhatikan dan membantu
kebutuhan akan peternak, sehingga mulai dari bahan baku hingga proses
pengelolaan mampu menjamin terciptanya kualitas susu yang baik untuk
ditampung oleh pihak swasta khususnya IPS, serta peran pemerintah untuk
intensif memperhatikan dan mendukung para pelaku usaha pengembangan
peternakan sapi perah nasional, khususnya dalam mengangkat posisi tawar
para peternak lokal.

110
DAFTAR PUSTAKA

Amaliah, S. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Saing dan


Impor Susu Indonesia Periode 1976-2005. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi
dan Manajemen

Baga, L. 2005. ”Revitalisasi Koperasi Petani”. Agrimedia, 10: 38-46

Baga L, Yanuar R, W. K Feriyanto, Aziz K. 2009. Revitalisasi Peran Koperasi


Persusuan Nasional (Studi Kasus Pada Daya Saing Koperasi Persusuan
di Provinsi Jawa Barat). Bogor. Departemen Pertanian Republik
Indonesia

Baswir, R. 1997. Agenda Ekonomi Kerakyatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Brikmar, E. 2008. Strategi Pengembangan Koperasi Perikanan Mina Jaya Muara


Angke, Jakarta Utara [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
IPB. Bogor

David FR. 2002. Manajemen Strategi : Konsep-konsep. Edisi Ketujuh. Jakarta:


PT. Prehillindo

David FR. 2004. Manajemen Strategi : Konsep-konsep. Edisi Kesembilan.


Jakarta: PT. Prehillindo

David FR. 2006. Strategic Management. Edisi 10. Jakarta: Salemba Empat

David FR. 2009. Strategic Management. Edisi 12. Jakarta: Salemba Empat

Dharmanti, R. 2009. Analisis Strategi Pengembangan Usaha pada Primer


Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (PRIMKOPTI) Kota Bogor
[Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. IPB. Bogor

Engel, 1997. The Social Of Inovation: A Focus On Stakeholder Interaction.


Amsterdam. Royal Tropical Institute

Hatta, M. 1954. Kumpulan Karangan. Jilid Ketiga. Jakarta: Balai Buku Indonesia

Hendrojologi. 2004. Koperasi: Azas, Teori, dan Praktek. Jakarta. Rajawali Press

Hudson et, al. 1997. Infrastructure Management. Mc-Graw-Hill,. New York

Ikhsan, M. 2009. Strategi Pengembangan Usaha Peternakan Domba Agrifarm


Desa Cihideung Udik Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
[Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. IPB. Bogor
Karyadi, D. 2008. Strategi Pengembangan Usaha Peternakan Domba Rakyat
(Studi Kasus Desa Cigudeg, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor).
[Skripsi]. Fakultas Peternakan. IPB. Bogor

Kinnear TC, Taylor IR. 1991. Marketing Research an Applied Approach. Mc


Graw-Hill International Edition.

Linawati. 2009. Formulasi Strategi Pengembangan Usaha Ayam Arab Petelur di


Trias Farm Kabupaten Bogor [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan
Manajemen. IPB. Bogor

Mahmud, S. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Ekonomi dan Koperasi. PT. Intermasa.


Banda Aceh

Malawat, A. 2008. Strategi Pengembangan Usaha KUD Minasari di Kecamatan


Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat [Skripsi]. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor

Nasution, M. 2002. Pengembangan Kelembagaan Koperasi Pedesaan Untuk


Agroindustri. IPB Press. Bogor

Pearce, J A & Robinson B. 1997. Manajemen Strategi: Formulasi Implementasi


dan Pengendalian. Jilid 1. Jakarta. PT. Bina Rupa Aksara.

Porter, M.E. 1991. "Towards a Dynamic Theory of Strategy", Strategic


Management Journal, 12. Winter Special Issue. pp. 95-117.

Purwanto, I. 2007. Manajemen Strategis. Jakarta: Bina Rupa Aksara

Ramadhan, D R. 2009. Analisis Strategi Pengembangan KUD (Koperasi Unti


Desa) Giri Tani, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat
[Skripsi]. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Institut Pertanian Bogor. Bogor

Rangkuti. 2003. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis: Reorientasi


Konesp Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.

Saragih, 1998. Agribisnis Berbasis Peternakan, Kumpulan Pemikiran. Bogor.


Pusat studi Pembangunan Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor.

Soedjono, 2000. Membangun Koperasi Pertanian Berbasis Anggota. LSP2I.


Jakarta

Soehadji, 1994. Membangun Peternakan yang Tangguh. Bandung. Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Padjajaran. Orasi Ilmiah

112
Swasono, 1992 Undang-Undang Perkoperasian No. 25 Tahun 1992 Tentang
Perkoperasian

Tjipto, F. 1997. Startegi Pemasaran. (edisi 2). Jakarta: Andi

Yoshida, D T. 2006. Arsitektur Strategi. Jakarta: PT. Gramedia

113
LAMPIRAN
Lampiran 1

Matriks Internal Factor Evaluation (IFE)


Rating Rata- Bobot Rata-
No. Faktor-Faktor Strategis Internal Rata Rata Skor Total
Kekuatan
Pengorganisasian kerja berjalan
1. dengan baik 4 0.0519 0.2076
Bentuk usaha yang telah berbadan
2. hukum dan perizinan lainnya 4 0.0534 0.2135
3. Hubungan kerjasama dengan IPS 4 0.0552 0.2208
KUD memiliki sumber permodalan
4. yang baik 4 0.0585 0.2339
Kualitas produk (susu) yang terjamin
5. dihasilkan KUD 4 0.0581 0.2325
Letak KUD dengan pemasok bahan
6. baku 4 0.0424 0.1696
7. Letak KUD dengan peternak 3.5 0.0387 0.1356
Fasilitas produksi yang dimiliki
8. KUD 4 0.0541 0.2164
Hubungan kerjasama dengan
9. pemasok bahan baku 4 0.0537 0.2149
10. Intensitas pelaksanaan litbang 4 0.0541 0.2164
Total Kekuatan 2.0612

Kelemahan
Masih lemahnya pengontrolan
11. distribusi susu di lapangan 1 0.0515 0.0515
Masih rendahya tingkat pendidikan
12. anggota 1 0.0556 0.0556
Pelayanan yang diberikan KUD pada
13. anggota kurang maksimal 1 0.0581 0.0581
14. Lokasi IPS yang jauh dari KUD 1 0.0424 0.0424
Masih terdapat kredit macet yang
15. terjadi pada anggota 1 0.0545 0.0545
Ketersediaan pakan yang semakin
16. langka dan mahal 1 0.0592 0.0592
Kapasitas produksi susu yang
dihasilkan belum memenuhi
17. kebutuhan pasokan 1 0.0556 0.0556
18. Pengelolaan Limbah produksi 1 0.0515 0.0515
Penggunaan dan sumberdaya
pendukung sistem informasi
19. manajemen masih terbatas 1 0.0515 0.0515
Total Kelemahan 0.4799
Total 1.000 2.5411
Matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE)
No. Rating Rata- Bobot Rata-
Faktor-Faktor Strategis Eksternal Rata Rata Skor Total
Peluang
Pertumbuhan ekonomi masyarakat
1 0.0494 0.0494
1 yang baik
2 Harga BBM yang stagnan 1 0.0408 0.0408
Perkembangan harga susu yang
2 0.0633 0.1266
3 meningkat
Pertumbuhan masyarakat yang
1.5 0.0515 0.07725
4 meningkat
5 Kesadaran masyarakat pentingnya
1.5 0.0486 0.0729
hidup sehat
6 Program makanan tambahan anak
2 0.0462 0.0924
sekolah (PMTAS)
7 Kondisi Geografis 4 0.0547 0.2188
8 Perkembangan teknologi 2.5 0.0560 0.14
Rendahnya kekuatan tawar menawar
3.5 0.0527 0.18445
9 pemasok
Total Peluang 1.0026

Ancaman
10 Peningkatan tingkat inflasi 3 0.0552 0.1656
11 Perkembangan harga pakan yang
4 0.0601 0.2404
meningkat di pasar
12 Peningkatan tarif tol 1 0.0429 0.0429
13 Kondisi cuaca yang tidak menentu 2.5 0.0560 0.14
14 Kebijakan pemerintah tentang impor
4 0.0699 0.2796
susu
15 Rendahnya penerapan bea masuk
4 0.0694 0.2776
susu impor
16 Kekuatan tawar menawar IPS 4 0.0588 0.2352
17 Adanya pesaing koperasi susu lainnya 3 0.0596 0.1788
18 Keberadaan produk substitusi susu 4 0.0650 0.26
Total Ancaman 1.8201
Total 1.000 2.8227

116
Lampiran 2

Daftar Tarif Tol Jalur Cipularang


Asal Tujuan Gol 1 Gol 2 Gol 3 Gol 4 Gol 5
SS Dawuan Sadang 5000 7500 10000 12500 14500
Jatiluhur 9000 13500 18000 22500 27000
SS Padalarang 27500 41500 55000 69000 82500
Sadang SS Dawuan 5000 7500 10000 12500 14500
Jatiluhur 400 6000 8000 10000 12000
SS Padalarang 22500 34000 45500 56500 68000
SS Dawuan 9000 13500 1800 22500 27000
Jatiluhur Sadang 4000 6000 8000 10000 12000
SS Padalarang 18500 28000 37000 46500 56000
SS Dawuan 27500 41500 55000 69000 82500
SS Padalarang Sadang 22500 34000 45500 56500 68000
Jatiluhur 18500 28000 37000 46500 56000
SS Padalarang Cikamuning 2500 3500 5000 6000 7500
Sumber : Jasa Marga, Tahun 2010

Daftar Tarif Tol Jalur Jakarta-Cikampek


Asal Tujuan Gol 1 Gol 2 Gol 3 Gol 4 Gol 5
Tambun Jakarta IC 3500 6000 7500 9000 11000
Cikunir IC 2000 3500 4000 5000 6000
Bekasi Barat 1500 2500 3000 3500 4000
Bekasi Timur 1000 2500 3000 3500 4000
Cibitung 1000 1000 1000 1500 1500
Cikarang Barat 1500 3000 3500 4500 5000
Cikarang Timur 2500 4500 5500 6500 8000
Karawang Barat 4500 7500 9000 11000 13500
Karawang Timur 5500 9500 11500 14500 17000
Dawuan IC 8000 13500 15500 19500 23500
Kalihurip 9000 15000 17500 22000 26500
Cikampek 9000 15000 17500 22000 26500
Sumber : Jasa Marga, Tahun 2010

117
Lampiran 3

Data Populasi Ternak Sapi Perah KUD Bayongbong Tahun 2009


Sapi Dewasa Laktasi Dara Pedet Jumlah
Nama Jumlah
Tidak Tidak Peternak
Kelompok Bunting Kering Jantan Bunting Jantan Jantan Betina (ekor)
Bunting Bunting (orang)
Bayongbong 26 16 8 2 19 5 3 8 12 99 41
Pamalayan 83 168 18 0 57 74 4 40 87 531 223
Sindangsari 108 37 17 12 52 20 13 18 50 327 106
Ciburuy 66 18 12 0 74 35 1 14 41 261 122
Bebedahan 77 33 18 3 21 10 0 29 39 230 84
Pabrik 92 212 71 0 53 77 1 36 68 610 227
Sengklek 66 14 8 1 32 17 1 3 16 158 75
Cibelendung 45 27 6 0 8 16 9 9 17 137 68
Negla 81 22 9 0 46 22 12 4 23 219 92
Cipondok I 83 17 0 0 19 13 0 7 20 159 83
Cipondok II 124 28 4 18 6 6 1 0 33 220 83
Cipondok III 171 0 8 1 52 6 3 0 49 290 135
Cirata 51 40 7 0 16 3 0 8 10 135 44
Ciharu 20 14 2 0 10 2 0 3 4 55 24
Sukahurip 79 16 8 0 12 10 6 0 24 155 63
Barukai 41 19 10 0 11 4 0 6 9 100 60
Barusuda 31 19 7 0 25 15 0 8 9 114 43
Cibitung 36 8 5 0 49 16 5 4 9 132 53
Olan 74 47 8 0 27 36 2 18 19 231 76
Ciroyom 30 29 2 0 28 11 0 2 15 117 47
Legok Pulus 23 3 1 0 8 0 4 4 2 45 12
Jumlah 1407 787 229 37 625 398 65 221 556 4325 1761
Lampiran 4

Produk Domestik Regional Bruto Kab. Garut adh Konstan *2000


Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005-2008

Lapangan Usaha 2005 2006 2007* 2008**


Pertanian, Peternakan,
Kehutanan dan Perikanan 4,273,831.95 4288059.19 4454980.6 4606534.23
Pertambangan dan
Penggalian 10,842.97 11479.99 12644.15 12979.45
Industri Pengolahan 540,520.21 586622.28 633128.85 690726.16
Listrik, Gas dan Air Bersih 41,060.27 44329.47 47836.68 50748.73
Bangunan 226729.36 245604.58 260998.06 275975.39
Perdagangan, Hotel dan
Restoran 2249295.52 2427097.78 2586022.17 2720501.55
Angkutan dan Komunikasi 255173.4 270842.05 282598.97 292442.68
Keuangan, Persewaan dan
Jasa Perusahaan 251278.07 360015.6 348396.89 374977.86
Jasa-jasa 819678.75 894756.96 936522.1 986410.13
PDRB 8,668,410.50 9,128,807.90 9,563,128.47 10,011,296.18
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Garut (2009)
Keterangan :
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara

Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Kab. Garut adh


Konstan *2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005-2008

Lapangan Usaha 2005 2006 2007* 2008**


Pertanian, Peternakan,
Kehutanan dan Perikanan 4.40 0.33 3.89 3.4
Pertambangan dan Penggalian 1.66 5.87 10.14 2.65
Industri Pengolahan 5.15 8.53 7.93 9.1
Listrik, Gas dan Air Bersih 4.75 7.96 7.91 6.09
Bangunan 2.94 8.33 6.27 5.74
Perdagangan, Hotel dan Restoran 4.94 7.9 6.55 5.2
Angkutan dan Komunikasi 5.17 6.14 4.34 3.48
Keuangan, Persewaan dan Jasa
Perusahaan -4.38 2.49 -3.23 7.63
Jasa-jasa 4.14 9.16 4.67 5.33
PDRB 4.16 4.11 4.76 4.69
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Garut (2009)
Keterangan :
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
Lampiran 5

Indeks Harga Konsumen dan Inflasi Bulanan Indonesia,


2005, 2006, 2007, Jan-Mei 2008 ( 2002=100 ), Juni - Desember 2008, 2009, 2010 ( 2007 = 100 )
2005 2006 2007 2008 2009 2010
Bulan
IHK Inflasi IHK Inflasi IHK Inflasi IHK Inflasi IHK Inflasi IHK Inflasi

Januari 118.53 1.43 138.72 1.36 147.41 1.04 158.26 1.77 113.78 -0.07 118.01 0.84

Februari 118.33 -0.17 139.53 0.58 148.32 0.62 159.29 0.65 114.02 0.21 118.36 0.30

Maret 120.59 1.91 139.57 0.03 148.67 0.24 160.81 0.95 114.27 0.22 118.19 -0.14

April 121.00 0.34 139.64 0.05 148.43 -0.16 161.73 0.57 113.92 -0.31 118.37 0.15

Mei 121.25 0.21 140.16 0.37 148.58 0.10 164.01 1.41 113.97 0.04 118.71 0.29

Juni 121.86 0.50 140.79 0.45 148.92 0.23 110.08*) 2.46*) 114.10 0.11 119.86 0.97

Juli 122.81 0.78 141.42 0.45 149.99 0.72 111.59 1.37 114.61 0.45 121.74 1.57

Agustus 123.48 0.55 141.88 0.33 151.11 0.75 112.16 0.51 115.25 0.56 122.67 0.76

September 124.33 0.69 142.42 0.38 152.32 0.80 113.25 0.97 116.46 1.05 123.21 0.44

Oktober 135.15 8.70 143.65 0.86 153.53 0.79 113.76 0.45 116.68 0.19 123.29 0.06

November 136.92 1.31 144.14 0.34 153.81 0.18 113.90 0.12 116.65 -0.03

Desember 136.86 -0.04 145.89 1.21 155.50 1.10 113.86 -0.04 117.03 0.33
Tingkat Inflasi 17.11 6.6 6.59 11.06 2.78 5.35
*) Sejak Juni 2008, IHK didasarkan pada pola konsumsi pada survei biaya hidup di 66 kota tahun 2007 (2007=100)
Lampiran 6

Indeks Harga Perdagangan Besar (2005=100) Indonesia, 2010


2010
Rata- Rata Rata-rata
Kelompok Komoditi
(Desember ’09) Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli (Juli ’10)

1. Pertanian (37) 209 222 224 224 225 225 229 233 226
2. Pertambangan dan Penggalian (7) 206 210 210 211 211 212 212 212 211
3. Industri (176) 165 169 170 170 170 171 171 172 170
4. Impor (48) 157 160 158 158 161 161 159 159 159
5. Total Expor (46) 134 135 135 135 138 139 139 137 137
a. Expor Non Migas (44) 142 139 139 139 140 143 144 143 141
b. Expor Migas (2) 108 125 122 121 129 128 121 117 123
Indeks Umum (314) 163 167 167 168 169 170 170 170 169
Indeks Umum Tanpa Ekspor Migas (312) 166 170 170 170 171 172 173 173 171
Indeks Umum Tanpa Ekspor (268) 171 177 177 177 178 179 179 180 178
Indeks Umum Tanpa Impor (266) 164 169 169 170 171 171 172 172 171
Indeks Umum Tanpa Impor dan Ekspor Migas (264) 168 172 173 173 173 174 176 176 174
Indeks Umum Tanpa Impor dan Ekspor (220) 175 182 182 183 183 183 185 186 183

121
Lampiran 7

Laju Pertumbuhan Penduduk Per Tahun Menurut Provinsi


Annual Rate of Growth by Province
Sumber/Source : Sensus penduduk (1971,1980,1990,2000) dan Supas 2005
Provinsi Periode / Period
Province 1971-1980 1980-1990 1990-2000 2000-2005
00. Indonesia 2.3 1.97 1.49 1.3
11. Nanggroe Aceh Darussalam 2.93 2.72 1.46 0.52
12. Sumatera Utara 2.6 2.06 1.32 1.35
13. Sumatera Barat 2.21 1.62 0.63 1.49
14. Riau 3.11 4.22 4.35 4.05
15. Jambi 4.07 3.39 1.84 1.84
16. Sumatera Selatan 3.32 3.15 2.39 1.78
17. Bengkulu 4.39 4.38 2.97 1.26
18. Lampung 5.77 2.67 1.17 1.38
19. Kep. Bangka Belitung na na 0.97 3.05
20. Kepulauan Riau na na na 4.99
31. DKI Jakarta 3.93 2.38 0.17 1.2
32. Jawa Barat 2.26 2.57 2.03 1.75
33. Jawa Tengah 1.64 1.17 0.94 0.48
34. DI Yogyakarta 1.1 0.57 0.72 1.39
35. Jawa Timur 1.49 1.08 0.7 0.86
36. Banten na na 3.21 2.2
51. Bali 1.69 1.18 1.31 1.46
52. Nusa Tenggara Barat 2.36 2.14 1.82 0.86
53. Nusa Tenggara Timur 1.95 1.79 1.64 2.27
61. Kalimantan Barat 2.31 2.65 2.29 0.18
62. Kalimantan Tengah 3.43 3.88 2.99 0.63
63. Kalimantan Selatan 2.16 2.32 1.45 1.99
64. Kalimantan Timur 5.73 4.41 2.81 3.12
71. Sulawesi Utara 2.31 1.6 1.33 1.25
72. Sulawesi Tengah 3.86 2.82 2.57 1.07
73. Sulawesi Selatan 1.74 1.42 1.49 0.96
74. Sulawesi Tenggara 3.09 3.66 3.15 2.02
75. Gorontalo na na 1.59 2.13
76. Sulawesi Barat na na na 2.33
81. Maluku 2.88 2.76 0.08 1.6
82. Maluku Utara na na 0.48 1.64
91. Irian Jaya Barat na na na 3.95
92. Papua 2.67 3.34 3.22 2.17
Lampiran 8
Responden 1 (Bapak Yusuf Kurnia, Kepala Personalia KUD Bayongbong)

Faktor-Faktor Strategis
No. Internal Kekuatan Kelemahan 1 2 3 4
Pengorganisasian kerja berjalan
1 dengan baik v v
Bentuk usaha yang telah
berbadan hukum dan perizinan
2 lainnya v v
Masih lemahnya pengontrolan v
3 distribusi susu di lapangan v
Masih rendahya tingkat
4 pendidikan anggota v v
Pelayanan yang diberikan KUD v
5 pada anggota kurang maksimal v
Hubungan kerjasama dengan
6 IPS yang baik v v
7 Lokasi IPS yang jauh dari KUD v v
KUD memiliki sumber
8 permodalan yang baik v v
Masih terdapat kredit macet
9 yang terjadi pada anggota v v
Kualitas produk (susu) yang v
10 terjamin dihasilkan KUD v
Letak strategis KUD dengan
11 pemasok bahan baku v v
Letak KUD dekat dengan v
12 peternak v
Fasilitas produksi yang
13 memadai dimiliki KUD v v
Hubungan kerjasama dengan
14 pemasok bahan baku yang baik v v
Ketersediaan pakan yang v
15 semakin langka dan mahal v
Kapasitas produksi susu yang
dihasilkan belum memenuhi
16 kebutuhan pasokan v v
Belum adanya pengelolaan v v
17 Limbah ternak
18 Intensitas pelaksanaan litbang v v
19 Penggunaan dan sumberdaya
pendukung sistem informasi
manajemen masih terbatas v v

123
Responden 1

Faktor
Strategis Total
Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Xi Bobot
1 2 2 2 2 2 3 2 3 2 3 3 2 2 2 2 3 2 2 41 0.05994
2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 3 3 2 2 2 2 3 2 2 41 0.05994
3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 39 0.05702
4 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 39 0.05702
5 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 3 40 0.05848
6 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 3 2 2 2 2 3 2 3 41 0.05994
7 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 1 1 2 3 1 1 25 0.03655
8 2 2 2 2 2 2 3 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 39 0.05702
9 1 1 2 2 2 2 3 2 1 3 3 2 2 2 2 2 2 2 36 0.05263
10 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 2 2 2 3 3 2 2 41 0.05994
11 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 3 2 2 2 2 2 2 2 28 0.04094
12 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 2 2 1 2 1 2 23 0.03363
13 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 37 0.05409
14 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 37 0.05409
15 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 37 0.05409
16 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 3 2 2 2 3 2 2 37 0.05409
17 1 1 2 2 2 1 1 2 2 1 2 2 2 2 2 1 2 2 30 0.04386
18 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 38 0.05556
19 2 2 2 2 1 1 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 35 0.05117
Total 684 1
Responden 1

No. Faktor-Faktor Strategis


Eksternal Peluang Ancaman 1 2 3 4
Pertumbuhan ekonomi
v v
1 masyarakat yang baik
2 Harga BBM yang stagnan v v
Perkembangan harga susu yang
v v
3 meningkat
4 Peningkatan tingkat inflasi v v
5 Perkembangan harga pakan yang
v v
meningkat di pasar
6 Peningkatan tarif tol v v
7 Pertumbuhan masyarakat yang
v v
meningkat
8 Kesadaran masyarakat
v v
pentingnya hidup sehat
9 Program makanan tambahan
v v
anak sekolah (PMTAS)
10 Kondisi Geografis yang
v v
mendukung
11 Kondisi Cuaca yang tidak
v v
menentu
12 Kebijakan pemerintah tentang
v v
impor susu
13 Rendahnya penerapan bea
v v
masuk susu impor
14 Perkembangan teknologi yang
v v
cepat
15 Rendahnya kekuatan tawar
v v
menawar pemasok
16 Daya tawar menawar IPS yang
v v
kuat
17 Adanya Pesaing koperasi susu
v v
lainnya
18 Keberadaan produk substitusi
v v
susu
Responden 1

Faktor
Strategis Total
Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Xi Bobot
1 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 1 1 28 0.04575
2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 1 1 1 27 0.04412
3 3 3 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 39 0.06373
4 2 2 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 37 0.06046
5 3 3 2 2 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 40 0.06536
6 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 1 1 29 0.04739
7 2 2 1 1 1 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 1 1 27 0.04412
8 2 2 1 1 1 2 2 2 2 2 1 1 1 2 1 1 1 25 0.04085
9 2 2 1 1 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 22 0.03595
10 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 1 1 2 2 2 2 2 33 0.05392
11 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 1 1 2 2 2 1 1 31 0.05065
12 3 3 2 2 2 3 3 3 3 3 3 2 3 2 2 2 2 43 0.07026
13 3 3 2 2 2 3 3 3 3 3 3 2 3 2 2 2 2 43 0.07026
14 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 1 1 2 1 1 1 31 0.05065
15 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 35 0.05719
16 2 3 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 3 2 2 2 38 0.06209
17 3 3 2 2 2 3 3 3 3 2 3 2 2 3 2 2 2 42 0.06863
18 3 3 2 2 2 3 3 3 3 2 3 2 2 3 2 2 2 42 0.06863
Total 612 1
Lampiran 9

Responden 2 (Bapak Aso Supriatna, Ketua Kelompok Peternak Daerah Bayongbong)

Faktor-Faktor Strategis
No. Internal Kekuatan Kelemahan 1 2 3 4
Pengorganisasian kerja berjalan
1 dengan baik v v
Bentuk usaha yang telah
berbadan hukum dan perizinan
2 lainnya v v
Masih lemahnya pengontrolan v
3 distribusi susu di lapangan v
Masih rendahya tingkat
4 pendidikan anggota v v
Pelayanan yang diberikan KUD v
5 pada anggota kurang maksimal v
Hubungan kerjasama dengan
6 IPS v v
7 Lokasi IPS yang jauh dari KUD v v
KUD memiliki sumber
8 permodalan yang baik v v
Masih terdapat kredit macet
9 yang terjadi pada anggota v v
Kualitas produk (susu) yang v
10 terjamin dihasilkan KUD v
Letak KUD dengan pemasok
11 bahan baku v v
12 Letak KUD dengan peternak v v
Fasilitas produksi yang dimiliki
13 KUD v v
Hubungan kerjasama dengan
14 pemasok bahan baku v v
Ketersediaan pakan yang v
15 semakin langka dan mahal v
Kapasitas produksi susu yang
dihasilkan belum memenuhi
16 kebutuhan pasokan v v
17 Pengelolaan Limbah produksi v v
18 Intensitas pelaksanaan litbang v v
Penggunaan dan sumberdaya
pendukung sistem informasi
19 manajemen masih terbatas v v
Responden 2

Faktor
Strategis Total
Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Xi Bobot
1 2 2 1 1 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 32 0.04678
2 2 2 1 1 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 32 0.04678
3 2 2 2 1 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 34 0.04971
4 3 3 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 36 0.05263
5 3 3 3 2 2 3 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 42 0.0614
6 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 34 0.04971
7 2 2 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 33 0.04825
8 3 3 3 3 2 3 3 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 44 0.06433
9 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2 2 34 0.04971
10 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 38 0.05556
11 2 2 2 2 1 2 2 1 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 32 0.04678
12 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 33 0.04825
13 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 36 0.05263
14 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 36 0.05263
15 3 3 2 3 2 3 3 2 3 2 3 3 2 2 2 3 2 3 46 0.06725
16 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 36 0.05263
17 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 3 36 0.05263
18 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 36 0.05263
19 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 2 34 0.04971
Total 684 1
Responden 2

No. Faktor- Faktor Strategis


Eksternal Peluang Ancaman 1 2 3 4
Pertumbuhan ekonomi
v v
1 masyarakat yang baik
2 Harga BBM yang stagnan v v
Perkembangan harga susu
v v
3 yang meningkat
4 Peningkatan tingkat inflasi v v
5 Perkembangan harga pakan
v v
yang meningkat di pasar
6 Peningkatan tarif tol v v
7 Pertumbuhan masyarakat
v v
yang meningkat
8 Kesadaran masyarakat
v v
pentingnya hidup sehat
9 Program makanan
tambahan anak sekolah v v
(PMTAS)
10 Kondisi Geografis v v
11 Kondisi Cuaca yang tidak
v v
menentu
12 Kebijakan pemerintah
v v
tentang impor susu
13 Rendahnya penerapan bea
v v
masuk susu impor
14 Perkembangan teknologi v v
15 Rendahnya kekuatan tawar
v v
menawar pemasok
16 Kekuatan tawar menawar
v v
IPS
17 Adanya Pesaing koperasi
v v
susu lainnya
18 Keberadaan produk
v v
substitusi susu
Responden 2

Faktor
Strategis Total
Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Xi Bobot
1 2 1 2 1 2 2 2 2 1 1 1 1 2 2 2 2 1 27 0.04412
2 2 1 1 1 2 2 2 2 1 1 1 1 2 2 2 2 2 27 0.04412
3 3 3 2 2 3 3 3 3 2 2 2 2 3 3 3 3 2 44 0.0719
4 2 3 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 2 2 2 2 2 31 0.05065
5 3 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 38 0.06209
6 2 2 1 2 1 2 2 2 1 1 1 1 2 2 2 2 2 28 0.04575
7 2 2 1 2 2 2 2 2 1 1 1 1 2 2 2 2 2 29 0.04739
8 2 2 1 2 2 2 2 2 1 1 1 1 2 2 2 2 1 28 0.04575
9 2 2 1 2 2 2 2 2 1 1 1 1 2 2 2 2 1 28 0.04575
10 3 3 2 3 2 3 3 3 3 2 1 1 2 2 2 2 1 38 0.06209
11 3 3 2 3 2 3 3 3 3 2 1 1 2 2 2 2 1 38 0.06209
12 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 2 3 2 2 2 2 44 0.0719
13 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 2 3 2 2 2 2 44 0.0719
14 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 1 29 0.04739
15 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 32 0.05229
16 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 33 0.05392
17 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 33 0.05392
18 3 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 2 2 3 3 2 2 41 0.06699
Total 612 1
Responden 3 (Bapak Asep Hamdani, Kepala Seksi Pelestarian Bibit Lokal dan Hewan Kesayangan)

Faktor
Strategis Total
Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Xi Bobot
1 2 2 1 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 1 1 1 2 2 31 0.04532
2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 1 2 2 2 34 0.04971
3 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 1 1 2 2 2 33 0.04825
4 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 38 0.05556
5 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 36 0.05263
6 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 37 0.05409
7 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 1 2 1 1 1 2 2 30 0.04386
8 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 38 0.05556
9 2 2 2 2 2 2 3 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 3 40 0.05848
10 3 3 3 2 2 2 3 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 42 0.0614
11 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 2 2 2 1 2 2 2 1 31 0.04532
12 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 2 1 1 1 1 2 2 1 28 0.04094
13 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 38 0.05556
14 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 37 0.05409
15 3 2 3 2 2 2 3 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 41 0.05994
16 3 3 3 2 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 41 0.05994
17 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 38 0.05556
18 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 36 0.05263
19 2 2 2 1 2 1 2 2 1 2 3 3 2 2 2 2 2 2 35 0.05117
Total 684 1

131
Responden 3

Faktor
Strategis Total
Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Xi Bobot
1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 34 0.05556
2 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 23 0.03758
3 2 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 37 0.06046
4 2 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 37 0.06046
5 2 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 37 0.06046
6 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 23 0.03758
7 2 3 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 36 0.05882
8 2 3 2 2 2 3 2 2 1 1 1 1 2 2 2 2 2 32 0.05229
9 2 3 2 2 2 3 2 2 1 1 1 1 2 2 2 2 1 31 0.05065
10 2 3 2 2 2 3 2 3 3 2 1 1 2 2 2 2 1 35 0.05719
11 2 3 2 2 2 3 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 38 0.06209
12 2 3 2 2 2 3 2 3 3 3 2 2 2 3 2 2 2 40 0.06536
13 2 3 2 2 2 3 2 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 39 0.06373
14 2 3 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 36 0.05882
15 2 2 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 30 0.04902
16 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 34 0.05556
17 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 34 0.05556
18 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 36 0.05882
Total 612 1

132
Responden 4 (Drs. Asep Dedi Setiadi, MM. , Kepala Bidang Kelembagaan Dinas UKM, Koperasi, Perindustian dan Perdagangan Kab. Garut)

Faktor
Strategis Total
Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Xi Bobot
1 2 2 2 1 2 3 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 38 0.05556
2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 39 0.05702
3 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 35 0.05117
4 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 39 0.05702
5 3 2 3 2 2 3 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 41 0.05994
6 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 39 0.05702
7 1 1 2 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 28 0.04094
8 2 2 2 2 2 2 3 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 39 0.05702
9 2 2 2 2 2 2 3 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 39 0.05702
10 2 2 2 2 2 2 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 38 0.05556
11 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 2 2 2 1 1 2 1 2 25 0.03655
12 1 1 2 1 1 1 2 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 22 0.03216
13 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 37 0.05409
14 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 37 0.05409
15 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 38 0.05556
16 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 38 0.05556
17 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 37 0.05409
18 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 38 0.05556
19 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 37 0.05409
Total 684 1

133
Responden 4

Faktor
Strategis
Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Total Xi Bobot
1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 32 0.0523
2 2 1 2 1 2 1 1 1 2 2 1 1 1 2 1 1 1 23 0.0376
3 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 35 0.0572
4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 2 2 2 1 30 0.049
5 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 2 2 2 2 32 0.0523
6 2 2 2 2 2 1 1 1 2 2 1 1 1 2 1 1 1 25 0.0408
7 2 3 2 2 2 3 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 34 0.0556
8 2 3 2 2 2 3 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 34 0.0556
9 2 3 2 2 2 3 2 2 2 2 1 1 2 2 1 2 1 32 0.0523
10 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 2 1 1 1 28 0.0458
11 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 2 2 2 1 30 0.049
12 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 44 0.0719
13 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 44 0.0719
14 2 3 2 3 3 3 2 2 2 3 3 2 2 3 2 2 2 41 0.067
15 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 32 0.0523
16 2 3 2 2 2 3 2 2 3 3 2 2 2 2 3 2 2 39 0.0637
17 2 3 2 2 2 3 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 37 0.0605
18 2 3 2 3 2 3 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 2 40 0.0654
Total 612 1

134
Analisis SWOT
Kekuatan (S) Kelemahan (W)
1. Pengorganisasian kerja berjalan dengan baik (S1) 1. Masih lemahnya pengontrolan distribusi susu
2. Bentuk usaha yang telah berbadan hukum dan di lapangan (W1)
Internal perizinan lainnya (S2) 2. Masih rendahya tingkat pendidikan anggota
3. Hubungan kerjasama yang baik dengan IPS (S3) (W2)
4. KUD memiliki sumber permodalan yang baik (S4) 3. Pelayanan yang diberikan KUD pada anggota
5. Kualitas produk (susu) yang terjamin dihasilkan kurang maksimal (W3)
KUD (S5) 4. Lokasi IPS yang jauh dari KUD (W4)
6. Letak KUD strategis dengan pemasok bahan baku 5. Masih terdapat kredit macet yang terjadi pada
(S6) anggota (W5)
7. Letak KUD dekat dengan peternak (S7) 6. Ketersediaan pakan yang semakin langka dan
8. Fasilitas produksi yang memadai dimiliki KUD mahal (W6)
Eksternal (S8) 7. Kapasitas produksi susu yang dihasilkan
9. Hubungan kerjasama yang baik dengan pemasok belum memenuhi kebutuhan pasokan (W7)
bahan baku (S9) 8. Belum adanya pengelolaan limbah ternak
10. Intensitas pelaksanaan litbang yang intensif (S10) (W8)
9. Penggunaan dan sumberdaya pendukung
sistem informasi manajemen masih terbatas
(W9)
Peluang (O) Strategi S-O Strategi W-O
1. Pertumbuhan ekonomi masyarakat yang baik (O1) (S1) = Meningkatkan kegiatan produksi dengan (S3) = peningkatan kualitas sumberdaya manusia
2. Harga BBM yang stagnan (O2) proses pengelolaan yang berstandar mulai dari (SDM) peternak melalui pembinaan intensif dan
3. Perkembangan harga susu yang meningkat (O3) kegiatan penyediaan input, kegiatan on farm hingga berkelanjutan serta memaksimalkan pelayanan
4. Pertumbuhan masyarakat yang meningkat (O4) kegiatan output produk yang dihasilkan (S1, S2, S3, KUD dalam memenuhi kebutuhan anggota
5. Kesadaran masyarakat pentingnya hidup sehat S4, S5, S6, S7, S8, S9, S10, O1, 02, O3, O4, O5, O6, peternak (W1, W2, W3, W6, W7, O1, O3, O4,
(O5) O7, O8, O9) O5, O7, O8)
6. Program makanan tambahan anak sekolah
(PMTAS) (O6) (S2) = Meningkatkan kekuatan permodalan peternak (S4) = meningkatkan manajemen pengelolaan
7. Kondisi Geografis yang mendukung (O7) dengan memfasilitasi pinjaman modal bunga ringan keuangan yang berbasiskan prinsip rasa
8. Perkembangan teknologi yang cepat(O8) tanpa agunan (S1, S2, S4, S7, O7, O8) kepemilikan bersama dan tanggung jawab (W5,
9. Rendahnya kekuatan tawar menawar pemasok O1, O2, O3, O8, 09)
(O9)

135
Ancaman (T) Strategi S-T Strategi W-T
1. Peningkatan tingkat inflasi (T1) (S5) = menjaga hubungan kerjasama yang telah (S6) = meningkatkan dan membangun
2. Perkembangan harga pakan yang meningkat di terbetuk dengan baik bersama stakeholder mulai dari manajemen pengontrolan usaha ternak KUD
pasar (T2) penyediaan input, kegiatan on farm hingga kegiatan Bayongbong mulai dari penyediaan input,
3. Peningkatan tarif tol (T3) outputnya, dalam menjaga keberlanjutan sistem pengelolaan on farm hingga kegiatan output (W1,
4. Kondisi cuaca yang tidak menentu (T4) agribisnis usaha ternak sapi perah KUD Bayongbong W2, W3, W4, W5, W6, W7, W8, T1, T2, T3, T4,
5. Kebijakan pemerintah tentang impor susu (T5) (S1, S2, S3, S4, S6, S7, S9, S10, T1, T2, T3, T5, T6, T5, T6, T7, T8, T9)
6. Rendahnya penerapan bea masuk susu impor (T6) T7, T8)
7. Kekuatan tawar menawar IPS yang kuat (T7) (S7) = membangun sistem pengelolaan usaha
8. Adanya pesaing koperasi susu lainnya (T8) ternak sapi perah yang tertib dan bersih serta
9. Keberadaan produk substitusi susu (T9) melakukan kerjasama dengan pihak terkait
mengenai pengembangan teknologi pengelolaan
limbah ternak (W8, T4)

(S8) = peningkatan kompetensi pelaku usaha


ternak sapi perah dalam membangun sistem
informasi manajemen (SIM) untuk meningkatkan
kinerja pengelolaan usaha yang dijalankannya.
(W1, W2, W3, W5, W6, W7, W8, W9, T2, T4,
T5, T6, T7, T8, T9)

136
Lampiran 13. Daftar Referensi Skripsi Peneliti Terdahulu

No Peneliti Judul Penelitian Tujuan Metode/ Alat Analisis Hasil Analisis


1. Amalia Malawat Strategi Pengembangan Usaha  Mengetahui perkembangan KUD Minasari  Analisis IFE dan Berdasarkan analisis matriks
(2008) KUD Minasari di Kecamatan  Mengidentifikasi dan menganalisis faktor EFE matriks I-E diketahui KUD
Pangandaran, Kabupaten internal dan eksternal yang dapat  Matriks I-E Minasari berada pada
Ciamis, Provinsi Jawa Barat mempengaruhi perkembangan KUD  Analisis SWOT kuadaran sel V atau berada
Minasari pada posisi pelihara dan
 Merumuskan alternatif-alternatif dan pertahankan. Dengan
prioritas strategi yang dapat diterpakan prioritas strategi yang
dalam rangka pengembangan KUD dihasilkan adalah
Minasari mengembangakan dan
menambha unit usaha yang
terdapat pada KUD
Minasari dengan
2. Elsiana Brikmar Strategi Pengembangan  Mengetahui perkembangan Koperasi  Analisis IFE dan Analisis matrik yang
(2008) Koperasi Perikanan Mina Jaya Perikanan Mina jaya, Muara Angke, EFE dihasilkan menunjukan
Muara Angke, Jakarta Utara Jakarta Utara  Matriks I-E kopersai berada pada posisi
 Mengidentifikasi dan mengevaluasi faktor  Analisis SWOT kuadran sel ke V atau
internal dan eksternal yang dapat  Matriks QSP berada posisi pelihara dan
mempengaruhi perkembangan koperasi pertahankan. Strategi
Perikanan Mina Jaya, Muara Angke, lternatif yang dilakukan
Jakarta Utara adalah dengan mendaya
 Merumuskan alternatif strategi yang dapat gunakan sumberdaya yang
diterapkan dalam rangka pengembangan ada dalam koperasi
Koperasi Perikanan Mina Jaya, Muara
Angke, Jakarta Utara

137
3. Didik Karyadi Strategi Pengembangan Usaha  Mempelajari manajemen usaha ternak  Analisis IFE dan Analisis matriks I-E
(2008) Peternakan Domba Rakyat domba rakyat di Desa Cigudeg, Kecamatan EFE menunjukan bahwa usaha
(Studi Kasus Desa Cigudeg, Cigudeg, Kabupaten Bogor  Matriks I-E peternakan domba rakyat
Kecamatan Cigudeg,  Menganalisis faktor internal (kekuatan dan  Analisis SWOT berada pada posisi pelihara
Kabupaten Bogor) kelemahan) dan faktor eksternal (peluang  Matriks QSP dan pertahankan atau berada
dan ancaman) yang terdapat pada usaha pada kuadran sel ke V. dan
ternak domba di Desa Cigudeg, Kecamatan prioritas strategi yang
Cigudeg, Kabupaten Bogor. disarankan adalah dengan
 Merumuskan alternatif strategi melakukan perbaikan
pengembangan usaha yang cocok untuk manajemen usaha untuk
Desa Cigudeg, Kecamatan Cigudeg, menghadapi
Kabupaten Bogor persaingan dengan
berdasarkan nilai STAS
yang tertinggi

4. Mohammad Strategi Pengembangan Usaha  Menganalisis lingkungan internal dan  Analisis IFE dan Analisis matriks I-E
Ikhsan (2009) Peternakan Domba Agrifarm eksternal usaha ternak domba Agrifarm EFE menunjukan bahwa usaha
Desa Cihideung Udik  Merumuskan strategi pengembangan bisnis  Matriks I-E peternakan domba Agrifarm
Kecamatan Ciampea, usaha ternak domba Agrifarm  Analisis SWOT berada pada kuadran sel ke
Kabupaten Bogor, jawa Barat  Matriks QSP V atau berada pada posisi
pelihara dan pertahankan.
Sedangkan prioritas strategi
yang disarankan adalah
menjalin kontrak kerjasama
dengan pengusaha aqiqah
lainnya

138
5. Ria Dharmanthi Analisis Strategi  Mengidentifikasi lingkungan internal yang  Analisis IFE dan Berdasarkan hasil analisis
K. W. A (2009) Pengembangan Usaha pada menjadi kekuatan dan kelemahan serta EFE matrik I-E menunjukan
Primer Koperasi Produsen lingkungan eksternal yang menjadi peluang  Matriks I-E bahwa usaha primer
Tempe Tahu Indonesia dan ancaman bagi usaha PRIMKOPTI  Analisis SWOT koperasi PRIMKOPTI
(PRIMKOPTI) Kota Bogor Kota Bogor berada pada posisi kuadran
 Merumuskan beberapa alternatif strtegi sel ke V atau berada pada
pengembangan usaha yang dapat strategi pelihara dan
diterapkan oleh PRIMKOPTI Kota Bogor pertahankan. Dengan
menerapkan strategi budaya
analisis data dan informasi

6. Linawati (2009) Formulasi Strategi  Mengidentifikasi faktor-faktor internal  Analisis IFE dan Analisis matriks I-E
Pengembangan Usaha Ayam (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal EFE menunjukan usaha ayam
Arab Petelur di Trias Farm (peluang dan ancaman) yang dihadapi oleh  Matriks I-E arab petelur di Trias Farm
Kabupaten Bogor peternak Trias Farm  Analisis SWOT berada pada kuadran sel ke
 Merumuskan alternatif strategi bagi II atau pada posisi tumbuh
peternkan Trias Farm berdasarkan faktor dan membangun dalam
eksternal dan internal perusahaan menjalankan strategi yang
 Menentukan prioritas strategi yang tepat dilakukannya
dalam mengembangkan usaha

7. De Aulia Analisis Strategi  Menggambarkan keragaan Koperasi Unit  Analisis IFE dan Berdasarkan analisis matriks
Ramadhan (2009) Pengembangan KUD Desa (KUD) Giri Tani EFE I-E KUD Giri Tani berada
(Koperasi Unit Desa) Giri  Menganalisis faktor-faktor eksternal dan  Matriks I-E pada posisi untuk
Tani (Kecamatan Cisarua, internal yang menjadi kekuatan (strengths)  Analisis SWOT menerapkan strategi tumbuh
Kabupaten Bogor, Jawa Barat) dan kelemahan (weakness) serta peluang dan membangun atau pada
(opportunity) dan ancaman (threats) bagi kuadaran sel ke II.
KUD Giri Tani
 Merekomendasikan strategi yang
dilakukan oleh KUD Giri Tani untuk
menyelesaikan permasalahn intenal dan
eksternal organisasi

139
Lampiran 14. Form Kuisoner Faktor-Faktor Eksternal

KUESIONER

Penentuan Faktor-Faktor Eksternal (Peluang dan Ancaman)


Pembobotan Faktor-Faktor Eksternal
Penentuan Peringkat Faktor-Faktor Eksternal

Kuisoner ini digunakan sebagai Bahan Penyusunan Skripsi


Analisis Strategi Pengembangan Usaha Ternak Sapi Perah
KUD Bayongbong , Kabupaten Garut, Jawa Barat

Oleh :
Ray Sembara
H34062698

Program Sarjana Departemen Agribisnis


Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
2010
Nama Responden :
Jabatan :
Hari/ Tanggal :

PENENTUAN FAKTOR EKSTERNAL

Tujuan :
Menentukan faktor-faktor startegis yang akan dimasukan ke dalam kelompok
peluang dan ancaman dalam strategi pengembangan KUD Bayongbong
Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Petunujuk Pengisian :
1. Berikan Tanda (x ) pada kolom peluang pada tabel berikut ini, apabila faktor-
faktor tersebut menjadi peluang dalam penelitian ini
2. Berikan Tanda (x ) pada kolom ancaman pada tabel berikut ini, apabila faktor-
faktor tersebut menjadi ancaman dalam penelitian ini

Tabel. Faktor-Faktor Strategis Eksternal

No. Faktor Strategis Eksternal Peluang Ancaman

1 Pertumbuhan ekonomi masyarakat yang baik


2 Harga BBM yang stagnan
3 Perkembangan harga susu yang meningkat
4 Peningkatan tingkat inflasi
5 Perkembangan harga pakan yang meningkat di pasar
6 Peningkatan tarif tol
7 Pertumbuhan masyarakat yang meningkat
8 Kesadaran masyarakat pentingnya hidup sehat
9 Program makanan tambahan anak sekolah (PMTAS)
10 Kondisi Geografis yang mendukung
11 Kondisi Cuaca yang tidak menentu
12 Kebijakan pemerintah tentang impor susu
13 Rendahnya penerapan bea masuk susu impor
14 Perkembangan teknologi yang cepat
15 Rendahnya kekuatan tawar menawar pemasok
16 Kekuatan tawar menawar IPS yang kuat
17 Adanya asosiasi atau koperasi susu lainnya
18 Keberadaan produk substitusi susu

141
PENENTUAN PERINGKAT (RATING) FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL

Petujuk Umum :
1. Dalam pengisisan kuesioner ini, responden diharapakan secara langsung (tidak
menunda) untuk menghindarai terjadinya inkonsistensi jawaban
2. Penentuan nilai peringkat (rating) terhadap faktor-faktor eksternal, baik faktor
peluang dan ancaman harus konsisten dengan tabel sebelumnya.

Tujuan :
Penentuan tingkat (rating) dimaksudkan untuk mengukur pengaruh masing-
masing variabel terhadap kondisi lingkungannya. Variabel faktor eksternal ini
terdiri dari faktor peluang yang dapat dimanfaatkan dan faktor ancaman yang
mungkin dapat diatasi dalam upaya strategis pengembangan KUD Bayongbong.

Petunjuk Pengisisan :
1. Pemberian nilai pada seberapa besar pengaruh faktor kekuatan yang dapat
dimanfaatkan dalam strategi pengembangan KUD Bayongbong
2. Tentukan nilai peringkat (rating) terhadap faktor-faktor peluang dan ancaman
dalam strategi pengembangan KUD Bayongbong, berikut ini dengan
menggunakan tanda (x ) pada penelitian Bapak/ Ibu.
3. Penentuan nilai rating berdasarkan keterangan berikut :

Tabel. Identitas Kepentingan dalam penentuan nilai rating


Identitas Kepentingan Definisi Nilai
Jika faktor tersebut responnya sangat bagus
4
bagi perusahaan
Jika faktor tersebut responnya di atas rata-rata
3
bagi perusahaan
Jika faktor tersebut responnya rata-rata bagi
2
perusahaan
Jika faktor tersebut di bawah rata-rata bagi
1
perusahaan

Menurut Bapak/ Ibu bagaimanan kondisi startegi pengembangan KUD


Bayongbong, terhadap faktor-faktor berikut :

Tabel. Penentuan Peringkat (Rating) Faktor Eksternal Strategis


Peringkat
No. Faktor Eksternal Strategis
1 2 3 4
1. Pertumbuhan ekonomi masyarakat yang baik
2. Harga BBM yang stagnan
3. Perkembangan harga susu yang meningkat
4. Peningkatan tingkat inflasi
5. Perkembangan harga pakan yang meningkat di pasar
6. Peningkatan tarif tol
7. Pertumbuhan masyarakat yang meningkat
8. Kesadaran masyarakat pentingnya hidup sehat
9. Program makanan tambahan anak sekolah (PMTAS)

142
10. Kondisi Geografis yang mendukung
11. Kondisi Cuaca yang tidak menentu
12. Kebijakan pemerintah tentang impor susu
13. Rendahnya penerapan bea masuk susu impor
14. Perkembangan teknologi yang cepat
15. Rendahnya kekuatan tawar menawar pemasok
16. Kekuatan tawar menawar IPS yang kuat
17. Adanya asosiasi atau koperasi susu lainnya
18. Keberadaan produk substitusi susu

PEMBOBOTAN FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL


(Peluang dan Ancaman)

Tujuan :
Mendapatkan penilaian para responden terhadap faktor eksternal mengenai tingkat
kepentingan suatu faktor-faktor strategis dalam strategi pengembangan KUD
Bayongbong. Tingkat kepentingan yang dimaksud adalah berupa pemberian bobot
terhadap seberapa besar faktor strategi tersebut menentukan strategi
pengembangan KUD Bayongbong.

Petunjuk Pengisian :
1. Pemberian Nilai diberikan berdasarkan pada perbandingan berpasangan antara
dua faktor secara relatif berdasarkan kepentingan atau pengaruhnya terhadap
strategi pengembangan KUD Bayongbong
2. Untuk menentukan bobot setiap variabel digunakan skala 1, 2, dan 3. Skala
yang digunakan untuk pengisian kolom adalah :
1 = Jika indikator horisontal kurang penting daripada indikator vertikal
2 = Jika indikator horisontal sama penting daripada indikator
3 = Jika indikator horisontal lebih penting daripada indikator

143
Tabel. Matriks Perbandingan Berpasangan Faktor Eksternal

Faktor
Strategis
Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Total Xi Bobot
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Keterangan :
1 = Pertumbuhan ekonomi masyarakat yang baik
2 = Harga BBM yang stagnan
3 = Perkembangan harga susu yang meningkat
4 = Peningkatan tingkat inflasi
5 = Perkembangan harga pakan yang meningkat di pasar
6 = Peningkatan tarif tol
7 = Pertumbuhan masyarakat yang meningkat
8 = Kesadaran masyarakat pentingnya hidup sehat
9 = Program makanan tambahan anak sekolah (PMTAS)
10 = Kondisi Geografis yang mendukung
11 = Kondisi Cuaca yang tidak menentu
12 = Kebijakan pemerintah tentang impor susu
13 = Rendahnya penerapan bea masuk susu impor
14 = Perkembangan teknologi yang cepat
15 = Rendahnya kekuatan tawar menawar pemasok
16 = Kekuatan tawar menawar IPS yang kuat
17 = Adanya asosiasi atau koperasi susu lainnya
18 = Keberadaan produk substitusi susu
Lampiran 15. Form Kuisoner Faktor-Faktor Internal

KUESIONER

Penentuan Faktor-Faktor Internal (Kekuatan dan Kelemahan)


Pembobotan Faktor-Faktor Internal
Penentuan Peringkat Faktor-Faktor Internal

Kuisoner ini digunakan sebagai Bahan Penyusunan Skripsi


Analisis Strategi Pengembangan Usaha Ternak Sapi Perah
KUD Bayongbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat

Oleh :
Ray Sembara
H34062698

Program Sarjana Departemen Agribisnis


Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
2010
Nama Responden :
Jabatan :
Hari/ Tanggal :

PENENTUAN FAKTOR INTERNAL

Tujuan :
Menentukan faktor-faktor startegis yang akan dimasukan ke dalam kelompok
kekuatan dan kelemahan dalam strategi pengembangan KUD Bayongbong
Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Petunujuk Pengisian :
1. Berikan Tanda (x ) pada kolom kekuatan pada tabel berikut ini, apabila faktor-
faktor tersebut menjadi kekuatan dalam penelitian ini
2. Berikan Tanda (x ) pada kolom kelemahan pada tabel berikut ini, apabila
faktor-faktor tersebut menjadi kelemahan dalam penelitian ini

Tabel. Faktor-Faktor Strategis Internal

No. Faktor-Faktor Strategis Internal Kekuatan Kelemahan

1. Pengorganisasian kerja berjalan dengan baik


Bentuk usaha yang telah berbadan hukum dan
2. perizinan lainnya
Masih lemahnya pengontrolan distribusi susu
3. di lapangan
4. Masih rendahya tingkat pendidikan anggota
Pelayanan yang diberikan KUD pada anggota
5. kurang maksimal
6. Hubungan kerjasama dengan IPS yang baik
7. Lokasi IPS yang jauh dengan KUD
8. KUD memiliki sumber permodalan yang baik
Masih terdapat kredit macet yang terjadi pada
9. anggota
Kualitas produk (susu) yang terjamin
10. dihasilkan KUD
Letak KUD strategis dengan pemasok bahan
11. baku
12. Letak KUD dekat dengan peternak
Fasilitas produksi yang memadai dimiliki
13. KUD
Hubungan kerjasama dengan pemasok bahan
14. baku yang baik
Ketersediaan pakan yang semakin langka dan
15. mahal
16. Kapasitas produksi susu yang dihasilkan

147
belum memenuhi kebutuhan pasokan
17. Belum adanya pengelolaan limbah produksi
18. Intensitas pelaksanaan litbang yang intensif
Penggunaan dan sumberdaya pendukung
19. sistem informasi manajemen masih terbatas

PENENTUAN PERINGKAT (RATING) FAKTOR-FAKTOR INTERNAL

Petujuk Umum :
1. Dalam pengisisan kuesioner ini, responden diharapakan secara langsung (tidak
menunda) untuk menghindarai terjadinya inkonsistensi jawaban
2. Penentuan nilai peringkat (rating) terhadap faktor-faktor internal, baik faktor
kekuatan dan kelemahan harus konsisten dengan tabel sebelumnya.

Tujuan :
Penentuan tingkat (rating) dimaksudkan untuk mengukur pengaruh masing-
masing variabel terhadap kondisi lingkungannya. Variabel faktor internal ini
terdiri dari faktor kekuatan yang dapat dimanfaatkan dan faktor kelemahan yang
mungkin dapat diatasi dalam upaya strategis pengembangan KUD Bayongbong.

Petunjuk Pengisisan :
1. Pemberian nilai pada seberapa besar pengaruh faktor kekuatan yang dapat
dimanfaatkan dalam strategi pengembangan KUD Bayongbong
2. Tentukan nilai peringkat (rating) terhadap faktor-faktor kekuatan dan
kelemahan dalam strategi pengembangan KUD Bayongbong, berikut ini
dengan menggunakan tanda (x ) pada penelitian Bapak/ Ibu.
3. Penentuan nilai rating berdasarkan keterangan berikut :

Tabel. Identitas Kepentingan dalam penentuan nilai rating


Identitas Kepentingan Definisi Nilai
Jika faktor tersebut berpengaruh sangat besar
4
(kekuatan utama) bagi perusahaan
Jika faktor tersebut berpengaruh besar
3
(kekuatan kecil) bagi perusahaan
Jika faktor tersebut kurang berpengaruh
2
(kelemahan) bagi perusahaan
Jika faktor tersebut sangat kurang berpengaruh
1
(kelemahan besar) bagi perusahaan

Menurut Bapak/ Ibu bagaimanan kondisi startegi pengembangan KUD


Bayongbong, terhadap faktor-faktor berikut :

148
Tabel. Penentuan Peringkat (Rating) Faktor Internal Strategis
Peringkat
No. Faktor Internal Strategis
1 2 3 4
1. Pengorganisasian kerja berjalan dengan baik
Bentuk usaha yang telah berbadan hukum dan
2.
perizinan lainnya
Masih lemahnya pengontrolan distribusi susu di
3.
lapangan
4. Masih rendahya tingkat pendidikan anggota
Pelayanan yang diberikan KUD pada anggota
5.
kurang maksimal
6. Hubungan kerjasama dengan IPS yang baik
7. Lokasi IPS yang jauh dengan KUD
8. KUD memiliki sumber permodalan yang baik
Masih terdapat kredit macet yang terjadi pada
9.
anggota
Kualitas produk (susu) yang terjamin dihasilkan
10.
KUD
11. Letak KUD strategis dengan pemasok bahan baku
12. Letak KUD dekat dengan peternak
13. Fasilitas produksi yang memadai dimiliki KUD
Hubungan kerjasama dengan pemasok bahan baku
14.
yabg baik
Ketersediaan pakan yang semakin langka dan
15.
mahal
Kapasitas produksi susu yang dihasilkan belum
16.
memenuhi kebutuhan pasokan
17. Belum adanya pengelolaan Limbah ternak
18. Intensitas pelaksanaan litbang yang intensif
Penggunaan dan sumberdaya pendukung sistem
19.
informasi manajemen masih terbatas

149
PEMBOBOTAN FAKTOR-FAKTOR INTERNAL
(Kekuatan dan Kelemahan)

Tujuan :
Mendapatkan penilaian para responden terhadap faktor internal mengenai tingkat
kepentingan suatu faktor-faktor strategis dalam strategi pengembangan KUD
Bayongbong. Tingkat kepentingan yang dimaksud adalah berupa pemberian bobot
terhadap seberapa besar faktor strategi tersebut menentukan strategi
pengembangan KUD Bayongbong.

Petunjuk Pengisian :
1. Pemberian Nilai diberikan berdasarkan pada perbandingan berpasangan antara
dua faktor secara relatif berdasarkan kepentingan atau pengaruhnya terhadap
strategi pengembangan KUD Bayongbong
2. Untuk menentukan bobot setiap variabel digunakan skala 1, 2, dan 3. Skala
yang digunakan untuk pengisian kolom adalah :
1 = Jika indikator horisontal kurang penting daripada indikator vertikal
2 = Jika indikator horisontal sama penting daripada indikator
3 = Jika indikator horisontal lebih penting daripada indikator

150
Tabel. Matriks Perbandingan Berpasangan Faktor Internal

Faktor
Strategis
Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Total Xi Bobot
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Keterangan :
1 = Pengorganisasian kerja berjalan dengan baik
2 = Bentuk usaha yang telah berbadan hukum dan perizinan lainnya
3 = Masih lemahnya pengontrolan distribusi susu di lapangan
4 = Masih rendahya tingkat pendidikan anggota
5 = Pelayanan yang diberikan KUD pada anggota kurang maksimal
6 = Hubungan kerjasama dengan IPS yang baik
7 = Lokasi IPS yang jauh dari KUD
8 = KUD memiliki sumber permodalan yang baik
9 = Masih terdapat kredit macet yang terjadi pada anggota
10 = Kualitas produk (susu) yang terjamin dihasilkan KUD
11 = Letak KUD strategis dengan pemasok bahan baku
12 = Letak KUD dekat dengan peternak
13 = Fasilitas produksi yang memadai dimiliki KUD
14 = Hubungan kerjasama dengan pemasok bahan baku yang baik
15 = Ketersediaan pakan yang semakin langka dan mahal
16 = Kapasitas produksi susu yang dihasilkan belum memenuhi kebutuhan pasokan
17 = Belum adanya pengelolaan Limbah produksi
18 = Intensitas pelaksanaan litbang yang intensif
19 = Penggunaan dan sumberdaya pendukung sistem informasi
manajemen masih terbatas
Lampiran 16. Dokumentasi Penelitian

153
154

You might also like