Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
The rate of growth is very rapid development in Indonesia, especially public buildings as a
community service center in a wide range of activities and interests. But as an increasing number of
public buildings is not supported by aspects of safety and security in the building and its environment.
Because most of the buildings generally are not met standards of fire protection. Lack of community
understanding of the importance of fire prevention may lead to greater fire risk again. The lack of
preparation of human resources from both the government and team building outage can threaten the
security and safety of buildings. Therefore, the required number of fire protection strategies in order to
anticipate the risk of fire hazard, especially in public buildings.
New facilities and renovation projects need to be designed to incorporate efficient, cost-effective
passive and automatic fire protection systems. These systems are effective in detecting, containing,
and controlling and/or and extinguishing a fire event in the early stages. Fire protection engineers
must be involved in all aspects of the design in order to ensure a reasonable degree of protection of
human life from fire and the products of combustion as well as to reduce the potential loss from fire
(i.e., real and personal property, information, organizational operations). Planning for fire protection
in/around a building involves knowing the four sources of fire: natural, manmade, wildfire and
incidental and taking an integrated systems approach that enables the designer to analyze all of the
building's components as a total building fire safety system package.
1. PENDAHULUAN
Pada perkembangan pembangunan gedung di Indonesia yang semakin pesat terutama
di dalam bangunan umum banyak sekali aspek-aspek keselamatan yang kurang
diperhatikan yaitu perlindungan terhadap kebakaran. Padahal dalam sebuah bangunan
dituntut harus memiliki standarisasi proteksi terhadap kebakaran.
Dari kondisi tersebut dapat diidentifikasi beberapa permasalahan dalam bangunan
umum:
a. Belum terpenuhi berbagai alat penyelamatan di luar bangunan terhadap tinggi
bangunan.
b. Kurangnya pemahaman tentang fleksibilitas desain bangunan tinggi khususnya
perkantoran yang mampu mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran.
c. Kurangnya pemenuhan terhadap standart yang ditetapkan akibat adanya
pertumbuhan kebutuhan yang sangat kompleks.
d. Tidak adanya persiapan pada SDM dalam rangka penanggulangan kebakaran baik
dari tim pemadam kebakaran dari pihak pemerintah maupun tim pemadam
kebakaran gedung juga menentukan keamanan dan keselamatan bangunan.
2. KAJIAN PUSTAKA
Klasifikasi Bangunan
Kelas bangunan adalah pembagian bangunan atau bagian bangunan sesuai dengan
jenis penggunaan bangunan sebagai berikut :
Sarana Penyelamatan
Adapun komponen sarana penyelamatan dalam sebuah bangunan antara lain :
1. Sumber daya listrik darurat ( Emergency Power )
Beberapa sumber daya listrik darurat yang digunakan. : batre dan generator (PU,
Kepmeneg PU No.10/KPTS 2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap
Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, 2000). Dengan asumsi
harus dapat bekerja secara otomatis terlebih saat sumber listrik utama sedang padam
dan sumber daya listrik darurat dapat digunakan setiap saat.
2. Pencahayaan darurat ( Emergency Light )
Proses evakuasi pastinya memerlukan penerangan atau pencahayaan(PU, Kepmeneg
PU No.10/KPTS 2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya
Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, 2000), yakni suatu sistem
pencahayaan darurat harus dipasang di setiap jalur keselamatan.
3. Pintu darurat ( Fire Door )
Dalam sarana penyelamatan, peran pintu darurat sangat penting. Beberapa syarat yang
harus dipenuhi pada pintu darurat (Juwana, 2005), yakni :
a. tahan terhadap api sekurang – kurangnya dua jam.
10. Hydrant
Hidran kebakaran adalah suatu alat yang dilengkapi dengan siang dan mulut pancar (
nozzel ) untuk mengalirkan air bertekanan, yang digunakan bagi keperluan pemadaman
kebakaran (PU, Kepmeneg PU No.10/KPTS 2000 tentang Ketentuan Teknis
Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan,
2000).
Berdasarkan lokasi penempatan (Juwana, 2005), jenis hidran dibagi atas :
a. Hidran Bangunan ( Box Hydrant – Kotak Hidran ), ditempatkan pada jarak 35 meter,
ditambah 5 meter jarak semprotan air.
b. Hidran Halaman ( Pole Hydrant ), diletakkan di luar bangunan pada lokasi yang aman
dari api.
11. Detektor
Alat ini bertugas untuk mendeteksi adanya sinyal – sinyal bahaya. Beberapa jenis alat
detektor ada 3 macam (Poerba, 2007), yakni :
a. Alat deteksi asap ( Smoke Detector )
b. Alat deteksi nyala api ( Flame Detector )
c. Alat deteksi panas ( Heat Detector )
12. Sistem Alarm
Adanya alarm kebakaran, dapat meminimalkan jumlah korban yang terjadi pada bahaya.
Hal ini dikarenakan pada saat ada bahaya seperti kebakaran, maka alarm ini akan
berdering keras, memberi tanda pada penghuni gedung bahwa ada bahaya yang
mengancam, sehingga para penghuni dapat melakukan proteksi dini.
13. FSM ( Fire System Management )
Dalam suatu keamanan pada banguanan gedung, selain didukung oleh peralatan atau
komponen – komponennya ( utilitas ), perlu juga adanya sistem manajemen yang
mengatur secara aktif tentang jalannya semua peralatan, teknis untuk keamanan
bangunan gedung tersebut. Manajemen seperti ini sering disebut sebagai Fire System
Management ( FSM ).
3. METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini kita mengambil beberapa sampel dari bangunan umum di Indonesia
terutama terhadap komponen sarana penyelamatan :
1. Jalur Evakuasi (koridor) dan Jarak Tempuh
Jalur evakuasi atau koridor berfungsi sebagai penghubung antar ruangan, hal ini
bertujuan untuk menghubungkan ruangan umum menuju ke ruangan aman atau area
aman.
Berikut tabel mengenai Evaluasi Jarak tempuh dengan pembanding Peraturan menteri
Pekerjaan Umum No.26/PRT/M/2008,tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi
Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan
2. Tangga darurat
Tangga darurat terbuat dari bahan yang tidak mudah terbakar (Tanggoro, 2006)
Selain itu juga terdapat pegangan besi baja pada tangga darurat. Pada ruang tangga
juga terdapat pencahayaan darurat seperti lampu emergency. Namun pada tangga
atau ruang tangga tidak terdapat sistem kendali asap (exhaust fan dan pressure fan).
(R)=176 mm
Jumlah (2R+G)=652 Tidak lebih dari 700 M
mm mm dan tidak kurang
dari 550 mm
otomatis
Perlengka Basement Terpendek = 43,20 Mudah dijangkau, TM
pan Terpanjang = 76,90 tidak lebih dari 60 m
Lower Terpendek = 45,90 jarak antar eksit.
Ground Terpanjang = 76,80 Jarak dari sentral
Ground Terpendek = 44,50 kegiatan tidak lebih
Terpanjang = 76,40 dari 30 m. Tangga
1 st Floor Terpendek = 38,90 berada dalam
Terpanjang = 74,40 ruangan tahan api.
2 nd Floor Terpendek = 39,10
Terpanjang = 73,90
3 rd Floor Terpendek = 38,70
Terpanjang = 74,80
(PU, Kepmeneg PU No.10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap
Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, 2000)
Keterangan : M =Memenuhi, TM= Tidak memenuhi
3. APAR
4. Detektor
Detektor yang digunakan adalah Heat Detector. Sistem detektor juga berhubungan
dengan sistem alarm. Alarm dihubungkan oleh Panel Fire Alarm.
5. Hidrant Box
Hydrant box berwarna merah. Berikut pengukuran fisik hydrant box ;
6. Sumber Listrik
Yaitu daya listrik yang dipasok untuk mengoperasikan sistem daya listrik darurat
diperoleh sekurang – kurangnya dari dua sumber tenaga listrik (PU, Kepmeneg PU
No.10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya
Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, 2000) berikut :
a) PLN,
b) Sumber daya listrik darurat berupa batere, generator, dan lain-lain.
Sumber lisrik pada gedung Paragon Mall menggunakan 2 sumber listrik yakni
PLN dan Genset.
7. Sistem Komunikasi Darurat
Pada beberapa bangunan ini sistem komunikasi darurat menggunakan HT yang
dibawa security, dan pada gedungnya menggunakan speaker sound pressure. Hal ini
untuk memberikan informasi pada pengunjung jika sewaktu-waktu terjadi keadaaan
darurat yang membahayakan.
8. Sprinkler
Pada beberapa bangunan sudah terdapat beberapa spingkler pada tiap ruang dan
koridor
Gambar 8. Sprinkler
5. KESIMPULAN
6. DAFTAR PUSTAKA
1. Juwana, J. S. (2005). Panduan Sistem Bangunan Tinggi Untuk Arsitek dan Praktisi
Bangunan. Jakarta: Erlangga.
2. Poerba, H. (2007). Utilitas Bangunan. Jakarta: Djambatan.
3. PU, K. M. (2000). Kepmeneg PU No.10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis
Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.
4. PU, K. M. (2008). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.26/PRT/M/2008 Tanggal 30
Desember 2008 Tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada
Bangunan dan Lingkungan.
5. Tanggoro, D. (2006). Utilitas Bangunan. Jakarta: UI Press.