You are on page 1of 9

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/294881415

Kajian Praktik Kefarmasian Apoteker pada Tatanan Rumah Sakit

Article · March 2013


DOI: 10.21109/kesmas.v7i8.23

CITATIONS READS

3 2,816

1 author:

Max Joseph Herman


National Institute of Health Research and Development
36 PUBLICATIONS   26 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Riset Kesehatan Dasar 2013 - Riskesdas (Baseline Health Research 2013) View project

All content following this page was uploaded by Max Joseph Herman on 14 November 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Artikel Penelitian

Kajian Praktik Kefarmasian Apoteker pada Tatanan


Rumah Sakit

Analysis of Pharmacy Practice by Pharmacist in Hospital Setting

Max Joseph Herman* Rini Sasanti Handayani* Selma Arsit Siahaan**

*Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, **Pusat
Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Abstrak interviews with pharmacists involving ten hospital pharmacists and four hos-
Undang-undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan pital directors/vice directors, six pharmacy colleges, three regional pharma-
dan peraturan pemerintah No. 51 tahun 2009 menyatakan bahwa tenaga cist associations, three provincial health offices and district health offices
kesehatan harus mempunyai kualifikasi minimum yang ditetapkan oleh pe- and observation of pharmacy practices using check list in each hospital was
merintah. Studi kualitatif secara potong lintang pada tahun 2010 untuk also conducted. Secondary data concerning documentation of drug moni-
mengidentifikasi kualifikasi apoteker rumah sakit dalam memenuhi per- toring and evaluation, patient satisfaction, standard operating procedure
syaratan tersebut di Bandung, Yogyakarta dan Surabaya. Data dikumpulkan and pharmacy college curricula were collected too. Qualitative analysis was
dengan wawancara mendalam terhadap 10 orang apoteker dari enam done descriptively using triangulation method. The study shows that drug
rumah sakit dan empat orang direktur/wakil direktur rumah sakit, masing- procurement, distribution and storage, was well-managed by pharmacist.
masing satu orang apoteker dari enam perguruan tinggi farmasi, tiga peng- Practice in clinical pharmacy and patient safety was still limited for the
urus Ikatan Apoteker Indonesia, tiga dinas kesehatan provinsi dan kabu- reason of human resources and appropriate documentation. Drug infor-
paten/kota. Observasi praktek kefarmasian dengan menggunakan daftar mation and counseling was sometimes conducted without adequate facili-
tilik dilakukan pada tiap rumah sakit dan data sekunder terkait dokumentasi ties and pharmacist was involved in various hospital teams like nosocomial
pemantauan dan evaluasi obat, kepuasan pasien, standar operasional infection control and pharmacy and therapy committee.
prosedur dan kurikulum perguruan tinggi farmasi juga dikumpulkan. Keywords: Pharmacist, pharmacy practice, hospital
Analisis dilakukan dengan metode triangulasi dan hasil menunjukkan
bahwa pengelolaan obat dalam hal pengadaan, distribusi dan penyimpanan
dilaksanakan dengan baik oleh apoteker rumah sakit. Praktek farmasi klinik Pendahuluan
dan keselamatan pasien masih sangat terbatas karena alasan sumber daya Peningkatan jumlah kebutuhan obat, inovasi pro-
manusia dan dokumentasi yang memadai. Informasi obat dan konseling duksi massal, kompetisi dagang, inovasi obat baru,
kadang dilakukan tanpa fasilitas yang cukup dan apoteker juga terlibat dan berbagai penyakit baru memicu perkembangan
dalam berbagai tim di rumah sakit seperti penanggulangan infeksi noso- perubahan mendasar konsep meracik obat. Peran
komial dan komite farmasi dan terapi. apoteker meracik obat diambil alih oleh industri dan
Kata kunci: Apoteker, praktek kefarmasian, rumah sakit dalam evaluasi penggunaan obat memunculkan
banyak masalah. Hal tersebut mengubah arah orientasi
Abstract apoteker dari semula kepada obat (drug-oriented) men-
The Indonesian Health Law No. 36 in 2009 and the Government Regulation jadi kepada pasien (patient-oriented). Peran apoteker
No. 51 in 2009 state that health-care providers, including pharmacist, shall tidak hanya menjual obat tetapi lebih kepada menjamin
have minimum qualification set by the government. A qualitative cross sec- ketersediaan obat berkualitas yang cukup, aman, tepa
tional was conducted to to identify hospital pharmacist qualification as health
care professionals in meeting the requirements was done in 2010 in Alamat Korespondensi: Max Joseph Herman, Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan
Bandung, Yogyakarta and Surabaya. Data were collected through indepth Masyarakat Balitbangkes Kementerian Kesehatan RI, Jl. Percetakan Negara 29,
Jakarta 10560, Hp. 0816713525, e-mail: max_jh@litbang.depkes.go.id

365
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 8, Maret 2013

dengan harga terjangkau serta informasi yang memadai Sampai saat ini ada lebih dari 60 perguruan tinggi far-
serta pemantauan dan evaluasi penggunaan. masi di Indonesia memiliki berbagai tingkat akreditasi
Menurut Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 ten- dan sarana, prasarana serta proses pendidikan profesi
tang kesehatan, pemerintah bertanggung jawab terhadap apoteker yang sangat bervariasi sehingga kualitas kelulus-
ketersediaan sumber daya kesehatan dan ketersediaan an bervariasi.8 Penelitian yg berjudul “Kesiapan Tenaga
akses serta fasilitas pelayanan kesehatan untuk memeli- Farmasi Menghadapi Era Globalisasi” menunjukkan
hara derajat kesehatan setinggi-tingginya.1Pelayanan di bahwa standar pelayanan farmasi di rumah sakit belum
fasilitas kesehatan diberikan oleh tenaga kesehatan yang dapat terlaksana sepenuhnya karena keterbatasan kom-
kompeten serta perencanaan, pendayagunaan, pembina- petensi dan bekal ilmu yang masih umum.9 Studi ini
an dan pengawasan mutu tenaga kesehatan diatur oleh bertujuan mengidentifikasi kualifikasi apoteker sebagai
pemerintah.2 tenaga kesehatan di rumah sakit dalam rangka memenuhi
Salah satu jenis tenaga kesehatan adalah tenaga ke- ketentuan Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009.
farmasian antara lain apoteker yang oleh Federasi
Farmasi Internasional (FIP) didefinisikan sebagai ke- Metode
mauan individu apoteker untuk melakukan praktek Penelitian kualitatif deskriptif dilakukan pada tahun
kefarmasian sesuai dengan aturan yang berlaku serta 2010 di Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya. Informan
memenuhi syarat kompetensi dan etik kefarmasian.3 adalah 10 orang apoteker bagian farmasi rumah sakit dan
Setiap tindakan apoteker mempunyai liability yang diper- empat orang direktur/wakil direktur penunjang medis
tanggungjawabkan secara ilmiah dan hukum. Apoteker rumah sakit, enam apoteker bagian kurikulum perguru-
melakukan praktek kefarmasian di fasilitas pelayanan ke- an tinggi farmasi, tiga apoteker Badan Pengurus Daerah
farmasian seperti rumah sakit, puskesmas, apotek, toko Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), tiga apoteker dinkes
obat atau praktek bersama.4 provinsi dan tiga apoteker dinkes kota.
Perkembangan teknologi farmasi dan kedokteran Data kompetensi apoteker dan pokok materi untuk
serta perubahan gaya hidup mengubah tuntutan pelatihan bersertifikasi dikumpulkan melalui wawancara
masyarakat terhadap pelayanan kefarmasian yang lebih mendalam. Observasi juga dilakukan di unit pelayanan
menekankan praktek pengobatan yang aman, pencegah- farmasi rumah sakit menggunakan pedoman wawancara
an kesalahan pengobatan, pelaporan dan pencegahan dan daftar tilik. Data sekunder yang dikumpulkan beru-
efek samping, evaluasi dan tindak lanjut pengobatan, pa dokumentasi monitoring dan evaluasi penggunaan
pemberian informasi klinis praktis dan pelayanan ke obat, survei kepuasan pasien, standar operasional prose-
rumah pasien. Advokasi terhadap masyarakat tidak ter- dur (SOP) yang dilaksanakan dan kurikulum perguruan
batas pada swamedikasi, melainkan juga pada saat sakit tinggi farmasi. Analisis data secara deskriptif dan kuali-
dan harus ditolong di tempat pelayanan kesehatan. tatif dengan metode triangulasi menggunakan berbagai
Undang-Undang RI No. 44 tahun 2009 tentang sumber data dan metode pengumpulan data.
rumah sakit yang diterbitkan hampir bersamaan waktu-
nya dan melengkapi Undang-Undang RI No. 36 tahun Hasil
2009 tentang kesehatan, Undang-Undang RI No. 35 Kualifikasi Apoteker
tahun 2009 tentang narkotika dan peraturan pemerintah Fokus utama pelayanan kefarmasian adalah pelayanan
No. 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian obat dengan orientasi pasien dan meliputi kegiatan
mendefinisikan rumah sakit sebagai bentuk pelayanan perencanaan, pelayanan dan pengajian resep, pemantau-
kesehatan terintegrasi yang melibatkan banyak profesi an efek samping obat, bimbingan mahasiswa praktek
termasuk apoteker.5,6 Landasan hukum tersebut men- yang kadang juga dilibatkan dalam konseling dan infor-
empatkan status hukum farmasi dalam berbagai peng- masi obat. Instalasi farmasi rumah sakit mengelola obat,
aturan pelayanan kesehatan. Apoteker di rumah sakit bahan habis pakai dan bahan baku serta telah memiliki
menjalankan praktek kefarmasian seperti profesi ke- SOP untuk tiap kegiatan meskipun ada yang hanya untuk
sehatan lain meliputi dokter dan perawat serta harus syarat akreditasi, peran pengadaan (bulanan) dan pe-
mempunyai kompetensi yang disyaratkan. Menurut ngelolaan sediaan farmasi, tidak termasuk alat medis.
World Health Organization (WHO) ada empat unsur Perencanaan menggunakan kombinasi metode konsumsi
utama praktek kefarmasian yang baik (good pharmacy dan epidemiologi dengan memerhatikan anggaran, priori-
practice) yang harus dilaksanakan, meliputi promosi ke- tas, formularium, pola penyakit, data yang lalu dan sisa
sehatan dan pencegahan penyakit, pengadaan dan peng- stok. Pengadaan melalui satu pintu. Penyimpanan
gunaan sediaan farmasi, swamedikasi serta faktor penga- berdasarkan bentuk sediaan atau indeks farmakoterapi,
ruh preskripsi dan penggunaan obat yang tiap unsur secara alfabetis, berdasarkan penyakit khusus dengan
membutuhkan standar nasional yang mencakup proses distribusi kombinasi sentralisasi-desentralisasi, atau re-
dan fasilitas.7 sep individual harian karena keterbatasan jumlah pera-

366
Herman, Handayani & Siahaan, Kajian Praktek Kefarmasian Apoteker pada Tatanan Rumah Sakit

wat. Pengeluaran obat berdasarkan asas FIFO-FEFO pasien belum dilaksanakan dan status obat belum ada,
(first in first out – first expired first out) serta dilakukan meskipun dalam struktur telah ada farmasi klinis dan
monitoring dan evaluasi triwulanan. apoteker sebagai koordinator. Farmasi klinis yang telah
Pengendalian mutu pelayanan mempertimbangkan berjalan dan ada apoteker yang bertanggung jawab an-
unsur input, proses, lingkungan, dan standar pelayanan tara lain melakukan informasi obat, konseling, kunjung-
melalui peningkatan pelayanan farmasi yang ada, kuali- an mandiri untuk pasien ginjal, hati dan pada peng-
tas sumber daya manusia, sarana dan prasarana yang gunaan obat dengan indeks terapi sempit, ward pharma-
ada, percepatan waktu tunggu (ada yang dengan resep cist (baru sebagian kecil), drug utilization review, pe-
elektronik), menerima kotak saran dan survei kepuasan nanganan sitostatika, monitoring efek Samping obat
berkala. Masih ada rumah sakit yang program pe- telah sampai laporan ke Badan Pengawas Obat dan
ngendalian mutu farmasinya menjadi satu dengan rumah Makanan (BPOM).
sakit melalui unit pengembangan rumah sakit yang Kegiatan farmasi klinis telah didokumentasikan,
melakukan evaluasi dua kali setahun. Ada instalasi far- meskipun ada yang belum atau kurang tertib dan di-
masi rumah sakit yang mengevaluasi kepuasan dengan evaluasi setiap tiga bulan. Evaluasi meliputi efek samping
melakukan sampling lima pasien per hari dari unit rawat obat. Data yang dievaluasi oleh panitia farmasi dan terapi
jalan dan rawat inap dan melakukan evaluasi triwulan sebagai masukan untuk periode berikutnya, misalnya
bersama manajemen rumah sakit. pemberian ketoprofen ke pasien. Jika timbul alergi, akan
Komite farmasi dan terapi atau panitia farmasi dan didiskusikan dalam forum. Di samping itu, secara
terapi, yang meliputi dokter, farmasis dan perawat ber- internal setiap dua minggu dipresentasikan kasus untuk
tugas menetapkan formularium. Namun, ada rumah dipelajari, juga kasus menarik dari sisi manajemen,
sakit yang tidak menggunakan dan belum melakukan dievaluasi dan mengacu pada jurnal terbaru. Kegiatan
evaluasi kepatuhan atau hanya terbatas untuk jam- kunjungan pasien telah dilakukan oleh apoteker, misal
kesmas, dengan jumlah sesuai rencana tahunan dan kunjungan pasien stroke, intensive care unit, jamkesmas.
bulanan melalui banyak pedagang besar farmasi dengan Contoh kasus yang pernah dihadapi adalah pemberian
penunjukan rekanan. Apoteker sebagai sekretaris bekerja klopidogrel untuk pasien stroke dengan empat dosis,
sama dengan ketua komite farmasi dan terapi dengan ternyata menurut jurnal terbaru belum terbukti. Seperti
rapat rutin dan berada di bawah direktur ataupun komite halnya pemberian angkak untuk menaikkan trombosit
medis. pasien dengue high fever (DHF), pemberian simvastatin
Informasi obat oleh apoteker di sebagian rumah sakit pada pasien kolesterol selama satu minggu, kolesterol
telah berjalan secara aktif atau pasif melalui telepon, malah naik; Efek samping obat terutama pada pemakaian
leaflet, buletin, label, konseling dan kadang seminar, obat injeksi seperti kasus melepuh pada pasien yang di-
khusus untuk pasien rujukan dokter, penyakit kronis, suntik injeksi natrium bikarbonat atau polifarmasi.
geriatri dan pediatri, polifarmasi serta pasien yang mau Program patient safety baru dilakukan dalam jumlah
pulang. Namun, ruangan khusus kadang belum tersedia kecil dan biasanya setelah akreditasi. Ada yang masih
dan masih ada yang dilakukan oleh perawat. Doku- dalam proses meskipun ada komite lengkap dengan
mentasi kadang-kadang tidak ada, terutama pasien rawat petunjuk teknis dan prosedur tetap dan apoteker tidak
inap, meskipun struktur pelayanan informasi obat ada termasuk di dalamnya. Rapat rutin tentang kesalahan
dalam informasi tentang indikasi, kontra-indikasi, efek medis pasien jatuh, mati/padam listrik, resep salah, salah
samping obat, stroke, puasa biasanya disampaikan pasien atau dosis dilakukan dan dilaporkan ke kelompok
bersama dengan obat. Kendala yang dihadapi adalah kerja lalu ke komite patient safety nasional.
sarana informasi dan tenaga, keilmuan dan pendidikan Selain di instalasi farmasi rumah sakit dan komite
berkelanjutan. farmasi dan terapi, apoteker terlibat dalam panitia pe-
Rasionalisasi penggunaan obat umumnya telah ada ningkatan mutu pelayanan kesehatan rumah sakit, tim
meskipun belum semua rumah sakit melaksanakan. pengendalian infeksi nosokomial, tim penanggulangan
Skrining resep dilakukan baik secara administratif, far- Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), Severe
masetik dan klinis meskipun kadang oleh asisten apo- Acute Respiratory Syndrome (SARS), flu burung, demam
teker atau bahkan hanya untuk keabsahan resep, belum berdarah, dan rehabilitasi narkoba, tetapi tidak ditemu-
memerhatikan rasionalitas. Irasionalitas yang sering di- kan di seluruh rumah sakit. Di samping itu, apoteker
jumpai antara lain polifarmasi, indikasi dan cara pakai juga terlibat dalam tim pengadaan, tim penerimaan, unit
obat, kombinasi antibiotika. Central Sterile Supply Deparment (CSSD), tetapi ada
Program farmasi klinis masih ada yang belum ber- juga apoteker rumah sakit yang tidak mempunyai peran
jalan sebagaimana mestinya atau sedang diupayakan lain. Apoteker yang terlibat berbagai tim lain meliputi
karena kendala kapasitas sumber daya manusia dan tim stroke, trauma, akreditasi, mutu, patient safety,
beban pekerjaan. Sementara itu, kegiatan kunjungan ke pengembangan, International Standarization Organ-

367
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 8, Maret 2013

ization (ISO), multi systemic therapy, dan asupan gizi, baik, baru menjalankan program farmasi klinis dan
bagian sistem pengawasan internal. pelayanan informasi obat. Manajemen rumah sakit juga
Menurut beberapa apoteker di instalasi farmasi berharap apoteker mempunyai pengetahuan manajemen
rumah sakit, yang penting untuk bekerja di rumah sakit rumah sakit dan tidak hanya terfokus pada pekerjaan far-
adalah kemampuan komunikasi secara profesional, masi. Sementara, apoteker masih fokus pada pelaksanaan
hubungan antar profesi, manajemen finansial mulai dari pelayanan kefarmasian yang seharusnya termasuk
penganggaran sampai target yang akan dicapai, peng- pelayanan farmasi klinis dan tidak direpotkan oleh urus-
ambil keputusan di lapangan, peduli pasien, farmasi kli- an administrasi rumah sakit.
nis, sikap dan karakter yang sopan dan ulet, moral yang Hasil wawancara mendalam dengan perguruan tinggi
baik, dan tuntutan mengembangkan ilmu pengetahuan. farmasi menunjukkan beberapa materi telah sesuai de-
Pelatihan yang pernah diikuti cukup banyak antara ngan kebutuhan, khususnya pada perguruan tinggi negeri
lain farmasi klinis, pelayanan informasi obat, finansial yang terakreditasi A, program sarjana telah terpisah
dan program kunjungan, pencampuran obat steril, pa- untuk peminatan industri dan rumah sakit. Perusahaan
tient safety, manajemen, komunikasi profesi, seminar farmasi tertentu memisahkan secara lebih tegas program
mengenai off label drug dan seminar sistem farmasi sarjana dan apoteker untuk farmasi komunitas dan klinis,
satu pintu, di samping pengenalan alat kesehatan, farmasi industri dan farmasi bahan alam sehingga
pelayanan persalinan, manajerial dan birokrasi. hampir seluruh materi yang diberikan telah mengacu
kepada peminatan tersebut. Apabila mereka memilih
Praktek Kefarmasian di Pelayanan Rumah Sakit program studi farmasi klinik dan komunitas, materi yang
Berdasarkan hasil pengamatan praktek kefarmasian diberikan sudah spesifik, contohnya: farmakoterapi
dan data sekunder di fasilitas pelayanan kefarmasian sistem saraf, sistem renal, sistem kardiovaskuler, sistem
rumah sakit, berbagai kegiatan yang tidak dilakukan hormon dan endokrin, sistem pencernaan dan perna-
antara lain dokumentasi pemantauan dan evaluasi peng- pasan, nutrisi, konseling dan lain sebagainya. Kemudian
elolaan sediaan farmasi, wawancara riwayat obat secara mereka melanjutkan ke program profesi apoteker dengan
rutin dan terdokumentasi, dokumentasi survei kepuasan materi yang seluruhnya terkait farmasi klinik dan komu-
pasien dalam pelayanan obat, dispensing khusus, nitas dan tidak ada materi terkait industri atau bahan
kunjungan secara rutin dan terdokumentasi dalam sistem alam. Pada perguruan tinggi farmasi lain, pemisahan
dispensing khusus (obat steril, sitostatika) dan kunjung- baru terjadi pada tugas akhir.
an, pemantauan terapi obat dan monitoring efek samping Proses pengendalian mutu pelayanan farmasi pada
obat secara rutin, kajian penggunaan obat secara rutin umumnya belum berjalan rutin dan sebagian masih
dan terdokumentasi, laporan evaluasi kepatuhan ter- melekat pada program rumah sakit. Umumnya survei
hadap formularium, pemantauan kadar obat dalam darah kepuasan pelanggan rumah sakit termasuk di instalasi
dalam pemantauan dan evaluasi, konseling pasien rawat farmasi rumah sakit mencakup waktu tunggu, kenyaman-
inap maupun rawat jalan secara rutin terjadwal dan ter- an, keramahan dan kejelasan informasi. Aspek ketepatan
dokumentasi, ruang khusus untuk konseling dan infor- pemberian obat, kesalahan racik atau aspek kesalahan
masi obat, serta dokumentasi dan laporan evaluasi kon- medis masih sangat kurang. Secara ringkas, pendapat
seling dan informasi obat dalam konseling dan informasi berbagai institusi terkait tentang kualifikasi apoteker
obat. Secara ringkas kualifikasi dan pelaksaan apoteker yang melakukan praktek kefarmasian di fasilitas pe-
di rumah sakit terdapat pada Tabel 1. layanan kefarmasian rumah sakit dapat dilihat dalam
Tabel 2.
Pendapat Institusi Terkait
Dalam aspek pengelolaan/administrasi obat dan far- Pembahasan
masi, apoteker telah mempunyai pengetahuan yang baik Farmasi klinis di rumah sakit belum berjalan baik
dan mampu melakukan fungsi penyimpanan dan dis- atau bahkan belum berjalan di sebagian rumah sakit
tribusi obat serta pengendalian mutu obat, tetapi dalam karena fokus utama pihak manajemen rumah sakit masih
pengetahuan dan pelaksanaan farmasi klinis terutama pada pelayanan kefarmasian secara umum meliputi
mengenai konsep drug related problem interaksi obat dan pelayanan resep, obat tersedia dan percepatan waktu
farmako-kinetika klinik, therapeutic drug monitoring, to- tunggu. Padahal, farmasi klinis bermanfaat untuk
tal parenteral nutrition dan analisa data laboratorium kepuasan pasien. Pasien pulang setelah konseling, ke-
serta drug safety masih harus banyak ditingkatkan. amanan dan hasil terapi lebih baik, masalah dapat di-
Ada sedikit perbedaan ekspektasi antara manajemen pantau dan diantisipasi serta rasionalisasi harga obat.
rumah sakit dan apoteker. Manajemen rumah sakit Kepuasan pasien akan meningkatkan jumlah pasien dan
berpendapat pelayanan obat ke pasien cepat dan baik cakupan resep mungkin naik menjadi 100% bahkan
adalah yang utama, apabila hal tersebut telah berjalan lebih karena ada salinan resep. Di samping itu, kapasitas

368
Herman, Handayani & Siahaan, Kajian Praktek Kefarmasian Apoteker pada Tatanan Rumah Sakit

Tabel1. Praktik Kefarmasian di Rumah Sakit

Kualifikasi Apoteker Pelaksanaan Kualifikasi Materi Pengembangan

Pengelolaan (pengadaan, penyimpanan, Apoteker telah mengelola sediaan farmasi Komunikasi antarprofesi,
distribusi) serta pengendalian kualitas termasuk penyimpanan dan distribusi dengan manajemen finansial, farma-
obat dan perbekalan kesehatan lain. baik meskipun ada standar operasional prosedur si klinis, patient safety, farmasi
yang hanya untuk akreditasi dan dokumentasi analisis, manajemen logistik,
kurang tertib. Kendali mutu obat terbatas global logistic properties,
organoleptis, mutu pelayanan telah ada meskipun peraturan perundang-
kadang tidak mandiri. undangan
Farmasi klinik : Farmasi klinis seperti pusat informasi obat, DRP, interaksi obat terutama
Partisipasi dalam pengambilan keputusan konseling, dankunjungan belum semua melakukan parenteral, dokumentasi riwa-
pemberian obat pada penderita, pemilihan karena kendala kapasitas sumber daya manusia yat pengobatan pasien, farma-
obat yang tepat, pemberian dan penyediaan dan dokumentasi yang kurang tertib. Rasionalisasi obat, pemantauan efek obat,
dan pendidikan penderita obat dan patient safety baru sebagian kecil. kokinetika klinik, patofisiologi,
Theurapeutic drug monitoring belum ada yang analisis data lab, theurapeu-
melaksanakan tic drug monitoring, total
parenteral nutrtion, dan studi
kasus
Konsultasi, informasi dan edukasi yang Informasi obat telah berjalan meski kadang Komunikasi, farmakoterapi,
berkaitan dengan pengunaan obat tanpa ruangan khusus dan dokumentasi evaluasi sumber literatur, psi-
kurang tertib dan tanpa laporan evaluasi. kologi
pusat informasi obat berjalan dengan kendala
sarana, sumber daya manusia, pendidikan,
kadang pasif
Partisipasi dan kontribusi dalam penelitian Apoteker terlibat dalam berbagai tim seperti Ilmu kefarmasian, toksikologi
yang dilakukan di rumah sakit. Pengendalian infeksi nosokomial dan penyakit
tertentu, peningkatan mutu pelayanan rumah sakit,
penanggulangan keracunan
Peran dalam komite farmasi dan terapi Fungsi komite farmasi dan terapi telah berjalan, Farmasi klinik, komunikasi
namun kepatuhan formularium ada yang belum
dilakukan

Tabel 2. Pendapat Institusi Terkait Kualifikasi Apoteker di Rumah Sakit pelayanan kesehatan primer menemukan bahwa konsul-
tasi oleh apoteker yang mencerminkan penerimaan
Informan Kualifikasi Apoteker Materi Pengembangan
pasien dapat meningkatkan efisiensi peresepan dan
Perguruan Tinggi Praktek kefarmasian oleh Farmasi klinis, komitmen merupakan umpan balik informasi yang penting bagi
Farmasi apoteker bervariasi antar diri, pembagian peminatan anggota tim kesehatan lain untuk memahami persepsi
rumah sakit terutama dalam farmasi rumah sakit, far
farmasi klinis, sekarang masih makoterapi,humaniora, pasien yang pada gilirannya dapat memfasilitasi manaje-
dalam masa transisi komunikasi personal, il- men pasien. 10 Studi lain pada pelayanan kesehatan
mu perilaku, manaje- primer menunjukkan bahwa perawatan langsung pasien
men
Badan Pengurus Sesuai dengan Peraturan Pelatihan asuhan kefar- dengan penekanan pada manajemen kebutuhan pasien
Daerah Ikatan Pemerintah No. 51, kuali- masian, koordinasi him- yang terkait dengan medikasi merupakan fokus utama
Apoteker Indonesia tas baik, perlu penyesuaian punan seminat, standar apoteker pada pelayanan kesehatan primer yang mem-
sinkronisasi dengan kebutuh- kompetensi, sertifikasi
an pengguna berkala butuhkan kemampuan komunikasi, kolaborasi, dan
Dinkes provinsi Apoteker telah melakukan Sosialisasi pembinaan profesionalisme.11
praktek pelayanan kefarma- dan pengawasan Per- Masih banyak kegiatan yang belum dilaksanakan
sian dengan baik, tetapi apo- aturan Pemerintah No.
teker belum mendapat penga- 51, kerja sama dengan dalam praktek kefarmasian antara lain dokumentasi
kuan organisasi profesi, far- monitoring dan evaluasi, wawancara riwayat obat secara
masi klinis rutin, dokumentasi survei kepuasan pasien, dispensing
Dinkes kota Apoteker telah melakukan t Farmakologi obat, farmasi
praktek pelayanan kefarmasi- klinis khusus, kunjungan secara rutin dan terdokumentasi, pe-
an sesuai Peraturan Peme- mantauan terapi obat dan monitoring efek samping obat
rintah No. 51 secara rutin, kajian penggunaan obat, evaluasi kepatuhan
terhadap formularium, pemantauan obat dalam darah,
konseling yang terjadwal dan rutin. Hal ini menunjukkan
apoteker di bidang farmasi klinis juga masih terbatas, standar pelayanan farmasi di rumah sakit yang dikeluar-
mengingat kurikulum farmasi klinis baru diberikan/ kan Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun
diperkenalkan perguruan tinggi dalam beberapa tahun 2007 belum dapat dilaksanakan secara penuh.
terakhir. Standar pelayanan minimal pelayanan kesehatan
Suatu penelitian terhadap apoteker yang bekerja pada khususnya yang berkaitan dengan pengadaan obat ter-

369
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 8, Maret 2013

masuk penyimpanan sebagian belum terpenuhi di rumah jumlah sumber daya manusia sebagai apoteker.
sakit umum daerah dan dibutuhkan pelatihan pengelola- Tiap negara membutuhkan tenaga kefarmasian untuk
an obat yang lebih intensif.12 Di Pakistan, meskipun pro- pelayanan dan pendampingan preskripsi obat dan peng-
fesi farmasi terus berkembang, sistem pelayanan kesehat- gunaan obat yang rasional, manajemen unit farmasi dan
an belum mengenal peran apoteker. Hal ini disebabkan formularium untuk menjamin akses terhadap obat,
oleh interaksi apoteker dengan publik yang kurang dan pengembangan pedoman klinis dan pelayanan informasi
hanya mementingkan peran profesional dalam sistem serta konseling. Komposisi, kompetensi dan ukuran pe-
pelayanan kesehatan. Masalah utama adalah kekurangan tugas yang dibutuhkan untuk tiap peran berbeda-beda
jumlah apoteker di instalasi farmasi/apotek dan bergantung kebutuhan. Pedoman kebijakan sangat ku-
pelayanan lebih mengutamakan manajemen daripada rang dan masa depan farmasi rumah sakit bergantung
pasien.13 Di dua puluh enam kabupaten di Indonesia, se- pada kemampuan profesi untuk memberikan bukti nyata
lain prasarana terbatas, juga ditemukan kekurangan perencanaan tenaga farmasi rumah sakit yang ber-
tenaga kefarmasian apoteker atau asisten apoteker pada kesinambungan dan terintegrasi yang penting. 20 Di
unit pengelola obat publik.14 Pelayanan informasi obat di samping itu, kapasitas apoteker di bidang farmasi klinis
apotek belum berjalan sebagaimana mestinya dan ana- juga masih terbatas, mengingat kurikulum farmasi klinis
lisis Strength Weakness Opportunity Threat (SWOT) baru diberikan/diperkenalkan perguruan tinggi dalam
menunjukkan komunikasi, informasi dan edukasi pasien beberapa tahun terakhir sehingga apoteker-apoteker
merupakan titik terlemah.15 Sebaliknya, di negara maju lulusan lama belum menguasai ilmu tersebut. Konse-
seperti Amerika Serikat, suatu survei terhadap direktur kuensinya apoteker masih memerlukan pendidikan
farmasi dari 1.364 rumah sakit di Amerika Serikat me- berkelanjutan yang mengacu kepada kebutuhan lapang-
nunjukkan bahwa farmasis sangat terlibat dalam moni- an seperti farmasi klinis dan drug safety.
toring terapi obat dan kurang terlibat dalam kegiatan International Pharmaceutical Federation menyatakan
pendidikan, praktek kefarmasian rumah sakit makin ter- apoteker akan tetap berperan penting dalam penyediaan
integrasi dan farmasis terlibat dalam peran distribusi informasi obat yang tepat dan dapat dipertanggung
juga klinis.16 jawabkan baik lisan maupun tertulis kepada pasien.
Penurunan kejadian kesalahan medis serius dari se- Dengan akses informasi dari internet yang makin
belumnya (29 per 1.000 pasien hari) di intensive care meningkat, apoteker dapat bertindak sebagai pemandu
unit menjadi 6 per 1.000 pasien hari dengan menem- dan penerjemah. Penjelasan lisan tetap menjadi prioritas
patkan apoteker klinis unit base di bangsal, sedangkan bagi pasien, tetapi harus terkait erat dengan informasi ter-
apoteker paruh waktu di bagian umum tidak menurun- tulis. Keduanya harus mencerminkan pemahaman ke-
kan kejadian kesalahan.17 Di Indonesia, rata-rata dua sehatan pasien dan perawat. Harus dipastikan bahwa in-
drug related problem per pasien yang sebagian besar formasi tertulis bukanlah substitusi diskusi dan pasien di-
melibatkan anti infeksi. Apoteker paling mungkin dorong untuk menggunakan informasi tertulis serta
melakukan intervensi pada kasus drug related problem, mengajukan pertanyaan yang timbul. Apoteker juga
meskipun kadang usul intervensi tidak disetujui penulis harus bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain untuk
resep.18 Kejadian kesalahan pelayanan obat di rumah menjamin pasien menerima informasi yang memadai,
sakit, terutama yang menyangkut peresepan yang tidak tepat dan konsisten. Lebih jauh lagi apoteker dapat
mencantumkan usia pasien atau berat badan, kesalahan memberikan dokumen tertulis bersama obat sebagai
aturan pakai dan dosis, peracikan dan penyerahan obat, pengingat untuk mendukung informasi lisan yang
sesungguhnya dapat dicegah apabila apoteker melakukan diberikan.21 Manajemen penyakit kronis yang efektif
penilaian pasien dengan menggali keterangan tentang harus melibatkan pastisipasi aktif pasien karena peran
nama, usia, berat badan, keadaan hamil, riwayat alergi, apoteker tidak dibatasi pada obat dan perlu diperluas
riwayat penyakit, dan kontrasepsi bila ada.19 dalam sistem pelayanan kesehatan primer. Lebih jauh,
Kualitas apoteker berhubungan erat dengan beban dibutuhkan dukungan pemerintah dengan meningkat-
kerja apoteker di rumah sakit. Apabila di rumah sakit, kan peran apoteker dalam pelayanan kesehatan dan
apoteker bekerja terlalu banyak dan waktu tersita untuk pengembangan kerjasama pemerintah dan swasta de-
mengurusi aspek administrasi rumah sakit, kemampuan ngan apoteker komunitas.22
apoteker untuk pekerjaan pelayanan kefarmasian yang Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun
berhubungan dengan farmasi klinis dan drug safety ku- 2009, apoteker berkewajiban untuk menyerahkan obat
rang berkembang. Sebaiknya, standar pelayanan ke- langsung kepada pasien. Suatu penelitian terhadap pe-
farmasian rumah sakit yang dikeluarkan oleh kementeri- ngunjung apotek di kota Depok menunjukkan bahwa
an kesehatan yang mensyaratkan satu apoteker untuk konsumen membutuhkan pelayanan informasi obat
tiga puluh tempat tidur supaya diikuti. Pada kenyataan- meskipun mereka kurang mengetahui siapa yang berhak
nya, hal tersebut belum berjalan akibat keterbatasan memberikan informasi obat tersebut. 23 Ternyata di

370
Herman, Handayani & Siahaan, Kajian Praktek Kefarmasian Apoteker pada Tatanan Rumah Sakit

rumah sakit pun hal ini masih belum berjalan sepenuh- Sebaliknya, apoteker tidak terlalu dibebani dengan fungsi
nya. Hal tersebut mungkin terjadi, apoteker rumah sakit administratif dan kuantitasnya ditambah sesuai dengan
harus rela menyerahkan pekerjaan administrasi yang beban kerja kefarmasian di rumah sakit.
dapat dilimpahkan kepada tenaga nonfarmasi, misalnya
pembelian dan pembiayaan sehingga dapat konsentrasi Kesimpulan
penuh pada pelayanan farmasi. Dalam aspek pengelolaan/administrasi obat dan
Kurikulum pendidikan sarjana farmasi dan apoteker sediaan farmasi, apoteker yang melakukan praktek ke-
yang memenuhi kebutuhan pekerjaan kefarmasian di farmasian di rumah sakit telah mempunyai pengetahuan
rumah sakit perlu dikaji. Sebaiknya perusahaan farmasi yang baik, tetapi dalam hal pengetahuan mengenai far-
melakukan pemisahan secepat mungkin agar materi yang masi klinis dan patient safety masih harus banyak di-
diberikan dapat lebih fokus terhadap peminatan yang tingkatkan. Apoteker khususnya lulusan lama masih
sesuai agar apoteker yang dihasilkan siap untuk bekerja perlu pendidikan lebih lanjut yang mengacu kepada ke-
di rumah sakit. Surat Keputusan Kementerian Kesehatan butuhan lapangan seperti farmasi klinis dan patient safe-
No.1197/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar ty. Pelaksanaan fungsi farmasi klinis dan patient safety
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit harus direvisi dengan serta komunikasi, informasi dan edukasi oleh apoteker
Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009. Sebaiknya, membutuhkan peningkatan pengetahuan farmakoterapi,
standar tersebut lebih rinci dan menyebutkan bahwa be- farmasi klinis termasuk drug related problem, pato-
berapa perbedaan kompetensi pada jenis rumah sakit, fisiologi dan komunikasi, dokumentasi riwayat peng-
misalnya pelayanan total parenteral nutrisi dibutuhkan obatan pasien, farmakokinetik klinik dan interaksi obat,
untuk rumah sakit kelas A dan B yang mempunyai fasi- theurapeutic drug monitoring, dan total parenteral nutri-
litas ruangan produksi steril. Penentuan kadar obat tion serta studi kasusnya. Peningkatan pengetahuan
dalam darah juga perlu dipertimbangkan apakah masih dapat dilakukan melalui ceramah interaktif, diskusi
perlu dilakukan oleh apoteker rumah sakit atau tidak, se- kelompok ataupun studi kasus. Apoteker juga jangan ter-
lain hal tersebut membutuhkan keahlian yang spesifik, lalu dibebani dengan fungsi administratif dan kuantitas-
dalam penelitian ini tidak dijumpai satupun adanya nya ditambah sesuai dengan beban kerja kefarmasian di
praktik tersebut di rumah sakit. Perlu ada pembagian rumah sakit.
kompetensi pelayanan kefarmasian antara rumah sakit
kelas A, B, C dan rumah sakit khusus. Saran
Keberadaan apoteker pada unit CSSD juga masih Berdasarkan hal-hal tersebut, pendidikan minimal yang
perlu dikaji ulang. Pada umumnya, unit CSSD di rumah dicapai kepala instalasi farmasi rumah sakit sebaiknya yang
sakit merupakan unit terpisah dari instalasi farmasi dan memiliki jenjang pendidikan magister farmasi klinis atau
kepala CSSD umumnya juga apoteker. Pelaksanaan rumah sakit agar dapat menjalankan program-program
Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 belum berjalan pelayanan farmasi rumah sakit dengan baik.
sepenuhnya karena fokus pekerjaan apoteker masih
terbagi. Oleh sebab itu, lebih baik seluruh apoteker yang Daftar Pustaka
ada di rumah sakit diutamakan pada unit farmasi agar 1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Undang-Undang Republik
pelayanan kefarmasian dapat berjalan baik. Apabila Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan. Jakarta: Sekretariat
pelayanan farmasi telah baik dan jumlah serta kualitas Negara Republik Indonesia Kementerian Kesehatan Republik
apotekernya telah lebih dari cukup baru mengurus Indonesia; 2010.
CSSD. 2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri
Akreditasi rumah sakit juga mendukung kelangsung- Kesehatan Republik Indonesia No. 161/Menkes/Per/I/2010 tentang
an pelayanan farmasi rumah sakit yang baik, tetapi kon- registrasi tenaga kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
sep akreditasi sering hanya berjalan pada waktu seputar Indonesia; 2010.
penilaian akreditasi. Setelah lulus akreditasi, pola lama 3. International Pharmaceutical Federation. Federation of International
yang kurang baik berjalan lagi. Dalam upaya peningkatan Pharmaceutical reference guide on good pharmacy practice in commu-
pelaksanaan fungsi farmasi klinis dan patient safety nity and hospital settings. 1st ed. The Hague (The Netherlands):
serta komunikasi, informasi dan edukasi dibutuhkan pe- Federation of International Pharmaceutical; 2009.
ningkatan pengetahuan farmakoterapi, farmasi klinis ter- 4. Sekretariat Negara Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah No. 51
masuk konsep drug related problem, patofisiologi dan tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian. Jakarta: Keseketariatan
analisa data laboratorium, komunikasi, farmakokinetik Negara Republik Indonesia; 2009.
klinik dan interaksi obat, theurapeutic drug monitoring 5. Sekretariat Negara Republik Indonesia. Undang-Undang Republik
dan total parenteral nutrition serta studi kasus-kasusnya. Indonesia No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, 2009. Jakarta:
Peningkatan pengetahuan dapat dilakukan melalui ce- Keseketariatan Negara Republik Indonesia; 2009.
ramah interaktif, diskusi kelompok maupun studi kasus. 6. Sekretariat Negara Republik Indonesia. Undang-Undang Republik

371
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 8, Maret 2013

Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang narkotika. Jakarta: Sekretariat Manajemen Pelayanan Kesehatan. 2009; 12(4): 209-17.
Negara Republik Indonesia; 2009. 15. Herman MJ, Sasanti R, Raharni, Siahaan S. Analisis faktor internal dan
7. World Health Organization. Good pharmacy practice in community and eksternal yang terkait dengan model pelayanan prima di apotek. Buletin
hospital pharmacy settings, 1996 [cited 2010 Jan 5]. Available from: Penelitian Sistem Kesehatan. 2008; 11(2): 145-55.
whqlibdoc.who.int/hq/1996/WHO_PHARM_DAP_96.1.pdf. 16. Pedersen CA, Schneider PJ, Scheckelhoff DJ. ASHP national survey of
8. Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia. Keputusan Majelis pharmacy practice in hospital settings: monitoring and patient educa-
Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia No. 13/APTFI/MA/2010 tion-2009. American Journal of Health System Pharmacy. 2010; 67; 542-
tentang standar praktik kerja profesi apoteker. Jakarta: Asosiasi 58.
Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia; 2010. 17. Kaushal R, Bates DW, Abramson EL, Soukup JR, Goldmann DA. Unit-
9. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri based clinical pharmacists’ prevention of serious medication errors in
Kesehatan Republik Indonesia No. 1197/MENKES/SK/X/2004 ten- pediatric inpatients. American Journal of Health System Pharmacy.
tang standar pelayanan farmasi di rumah sakit. Jakarta: Departemen 2008; 65: 1254-60.
Kesehatan Republik Indonesia; 2004. 18. Herman MJ, Sari ID. Analisys of drug related problem in five hospital
10. Chen J, Britten N. Strong medicine: an analysis of pharmacist consulta- conducted in 2010. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 2012; 10(2):
tions in primary care. Family Practice. 2000; 17: 480-3. 163-9.
11. Kennie-Kaulbach N, Farrel B, Ward N, Johnston S, Gubbels A, Equale 19. Purba AV, Soleha M, Sari ID. Kesalahan dalam pelayanan obat (me-
T, et al. Pharmacist provision of primary health care: a modified Delphi dication error) dan usaha pencegahannya. Bulletin Penelitian Sistem
validation of pharmacists’ competencies. BMC Family Practice. 2012; Kesehatan. 2007; 10(1): 31-6.
13: 27. 20. Wuliji T. Current status of human resources and training in hospital
12. Herman MJ, Handayani RS, Yuniar Y. Drug management reviews in pharmacy. American Journal of Health System Pharmacy. 2009; 66(5):
district drug management unit and general hospital. Makara Seri S56-60.
Kesehatan. 2009; 13(2): 59-62. 21. International Pharmaceutical Federation. Federation of International
13. Azhar S, Hassali MA, Ibrahim MI, Ahmad M, Masood I, Shafie AA. The Pharmaceutical statement of policy medicines information for patients,
role of pharmacists in developing countries: the current scenario in 2008. The Hague (The Netherlands): Federation of International
Pakistan. Human Resources for Health [serial on the Internet]. 2009; 7: Pharmaceutical; 2008.
54 [cited 2010 Jun 5]. Available from: http://www.human-resources- 22. Wong FY, Chan FW, You JH, Wong EL, Yeoh EK. Patient self-
health.com/content/7/1/54. management and pharmacist-led patient self-management in Hong
14. Herman MJ, Sasanti R. Eksistensi unit pengelola obat public di bebera- Kong: a focus group study from different healthcare professionals’ per-
pa kabupaten/kota suatu analisis paska desentralisasi. Jurnal spectives. BMC Health Services Research. 2011; 11: 121.

372

View publication stats

You might also like