You are on page 1of 9

Jurnal Ilmu KesehatanMasyarakat

JURNAL ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

VOLUME 2 Nomor 01 Maret 2011 Artikel Penelitian

ANALISIS PERENCANAAN DAN PENGADAAN OBAT


DI PUSKESMAS PEMBINA PALEMBANG

ANALYSIS PLANNING AND PROCUREMENT OF DRUGS AT PUBLIC


HEALTH CENTER (PHC) PEMBINA PALEMBANG
Dian Safriantini, Asmaripa Ainy, Rini Mutahar
Program Studi IKM Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya

ABSTRACT
Background : Planning and procurement of drugs are important step in fulfilling the need for drugs in a
health service. Of the 96 types of demand for drugs and medical equipment, the proposed Pembina
Palembang Public Health Center in January 2010 there are 43 types of drugs that are not being met in
accordance with the request. The purpose of this study is to investigate in-depth information about the
planning and procurement of drugs at Pembina Palembang PHC.
Method : This research is a descriptive qualitative approach. The method used in this study are in-depth
interviews and observation. To see the validity of the data to test the validity of the triangulation. Results of
the interviews are grouped in the same category that is based on the planning and procurement of drugs.
Result : The result showed that in the choice of drugs still have a non-generic drugs. Estimation method of
drugs used in Pharmaceutical Warehouse of Palembang City (PWC) are consumption method and
epidemiology method. Drug procurement system and the way have done at the Pembina PHC are two of the
centralized system (from Palembang City Health Office) and decentralization (direct purchase of specialists
doctor on request.)
Conclusion : Planning and procurement of drugs at the Pembina Palembang PHC has good and most are in
accordance with the applicable rules .Health Department is expected to remain drug use generic drugs and
conducted training on drug management to all officers of pharmacy health centers. Keywords : planning,
procurement

ABSTRAK
Latar Belakang : Perencanaan dan pengadaan obat merupakan tahap yang penting dalam pemenuhan
kebutuhan obat-obatan di suatu pelayanan kesehatan. Dari 96 jenis permintaan obat dan alat kesehatan
(alkes) yang diajukan Puskesmas Pembina Palembang bulan Januari Tahun 2010 terdapat 43 jenis obat yang
tidak terpenuhi sesuai dengan yang diminta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui informasi
mendalam mengenai perencanaan dan pengadaan obat di Puskesmas Pembina Palembang.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam serta observasi. Untuk melihat keabsahan data
dilakukan uji validitas dengan triangulasi. Hasil wawancara dikelompokkan didalam kategori yang sama
yaitu berdasarkan perencanaan dan pengadaan obat.
Hasil Penelitian : Hasil penelitian menunjukkan dalam pemilihan obat masih terdapat adanya obat
nongenerik. Metode perkiraan kebutuhan obat yang digunakan di Gudang Farmasi Kota (GFK) Palembang
yaitu metode konsumsi dan metode epidemiologi. Sedangkan metode perkiraan kebutuhan obat di Puskesmas
Pembina Palembang hanya menggunakan metode konsumsi. Sistem dan cara pengadaan obat yang dilakukan
di Puskesmas Pembina ada dua yaitu sistem sentralisasi (dari Dinas Kesehatan Kota Palembang) dan
desentralisasi (pembelian langsung berdasarkan permintaan dokter spesialis).
Kesimpulan : Perencanaan dan pengadaan obat di Puskesmas Pembina Palembang sudah baik dan sebagian
besar sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Diharapkan bagi Dinas Kesehatan obat tetap menggunakan
obat generik dan dilakukan pelatihan mengenai pengelolaan obat kepada seluruh petugas pengelola obat
puskesmas.
Kata kunci : perencanaan, pengadaan

30
Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

PENDAHULUAN Beberapa kegiatan dalam perencanaan


Puskesmas merupakan salah satu ujung terdiri atas pemilihan/seleksi obat, kompilasi
tombak pelayanan kesehatan dasar dalam sistem pemakaian obat, perhitungan kebutuhan obat,
pelayanan kesehatan di Indonesia. Puskesmas proyeksi kebutuhan obat dll. Berkaitan
sebagai pusat pelayanan kesehatan pertama dengan hal perencanaan, sukses atau gagalnya
mempunyai peran yang sangat besar bagi pengelolaan obat ditentukan oleh kegiatan di
masyarakat. Peran tersebut tidak hanya dari segi dalam siklus tersebut yang paling lemah,
pelayanan preventif dan promotif saja tetapi misalnya pada bagian perencanaan. Jika
juga dari segi pelayanan kuratif dan rehabilitatif. penentuan kebutuhan suatu item barang dalam
Dalam menjalankan perannya, puskesmas satu periode seharusnya kurang lebih 1.000
memiliki banyak program pokok kesehatan.1 unit, tetapi direncanakan sebesar 10.000 unit.
Salah satu program pokok yang ada di Akibatnya akan terjadi pemborosan dalam
Puskesmas adalah program pengobatan. penganggaran, membengkaknya biaya
Program pengobatan di Puskesmas merupakan pengadaan dan penyimpanan. Lalu jika terjadi
bentuk pelayanan kesehatan dasar yang bersifat kejadian tidak tersalurkannya obat/barang
kuratif. Masyarakat pun cenderung tersebut sehingga barang bisa rusak, dan
memanfaatkan pelayanan Puskesmas hanya kadaluarsa maka perlu dilakukan kegiatan
untuk mendapat pelayanan pengobatan.2 penghapusan (terutama untuk obat) yang
Obat merupakan unsur penting dalam berarti kerugian. Apabila barang tidak rusak,
berbagai upaya pelayanan kesehatan. akan menumpuk di gudang yang merupakan
Sebagian besar upaya pelayanan kesehatan opportunity cost.3,7
menggunakan obat dan biaya yang digunakan Salah satu aspek penting lain dan
untuk obat merupakan bagian yang cukup menentukan dalam pengelolaan obat adalah
besar dari seluruh biaya kesehatan. Intervensi pengadaan obat. Sebuah proses pengadaan yang
dengan obat pun merupakan intervensi yang efektif akan menjamin ketersediaan obat yang
paling banyak digunakan dalam tepat dengan kuantitas yang tepat, pada harga
penyelenggaraan upaya kesehatan.3 pantas dan pada standar kualitas diakui.4,5
Ketersediaan obat pada unit Pelayanan Kegiatan penerimaan dan pemeriksaan
Kesehatan sangat mempengaruhi mutu obat merupakan salah satu kegiatan dalam
pelayanan kesehatan. Karena itu perlu adanya tahap pengadaan obat. Selain itu kegiatan
pengelolaan obat yang baik yang bertujuan pemilihan metode pengadaan juga merupakan
menjamin kelangsungan ketersediaan dan salah satu cakupan tahap pengadaan obat.3,5
keterjangkauan pelayanan obat yang efisien, Hal lain yang dianggap perlu diketahui
efektif dan rasional.4 dalam hal pengadaan obat adalah prosedur
Proses pengelolaan obat terdiri dari pengadaan obat. Karena ketidaksesuian
beberapa tahap yaitu tahap perencanaan, tahap prosedur pengadaan obat dengan aturan yang
pengadaan, tahap distribusi dan tahap berlaku merupakan salah satu masalah yang
penggunaan. Karena untuk membatasi terjadi dalam hal pengadaan obat. Dan hal ini
masalah penelitian dan tahap yang dianggap akan berdampak kepada ketersediaan obat di
berperan sangat besar dalam ketersediaan obat suatu unit pelayanan kesehatan.8
di suatu pelayanan kesehatan adalah tahap Puskesmas Pembina merupakan salah satu
perencanaan dan pengadaan obat maka fokus puskesmas besar di Kota Palembang. Puskesmas
penelitian ini lebih kepada masalah tahap yang termasuk kelurahan Silaberanti ini terletak
perencanaan dan pengadaan obat.5 tepat di pinggir jalan raya yang cukup strategis,
Tahap perencanaan merupakan tahap mudah dijangkau masyarakat dan banyak dilalui
yang penting karena faktor perencanaan obat kendaraan umum. Selain itu Puskesmas ini
yang tidak tepat, belum efektif dan kurang dekat dengan beberapa perguruan tinggi
efisien berakibat kepada tidak terpenuhinya (BIDAR, PGRI dan Muhamadiyah) yang
kebutuhan obat – obatan di suatu pelayanan biasanya banyak mahasiswa yang bermukim
kesehatan. Jika suatu perencanaan di disekitar sana. Ditunjang dengan mudahnya
Puskesmas direncanakan tidak baik maka syarat berobat yang hanya menggunakan
akan terjadi kekurangan atau kelebihan fotokopi KTP/KK disertai dengan surat
(pemborosan obat) di suatu puskesmas/UPK.6 pernyataan Lurah bahwa tidak menerima

Safriantini, Ainy, Mutahar, Analisis Perencanaan dan Pengadaan Obat • 31


Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

jaminan kesehatan manapun, para mahasiswa sekunder pada penelitian ini adalah data yang
itu pun banyak memanfaatkan pelayanan diperoleh dari Laporan Pemakaian dan
kesehatan Puskesmas Pembina. Lembar Permintaan Obat (LPLPO)
Perencanaan dan pengadaan obat di Puskesmas dan data yang terkait dengan
Puskesmas Pembina Palembang melibatkan perencanaan dan pengadaan obat.
banyak pihak yaitu Dinas Kesehatan Kota
Palembang dan Gudang Farmasi Kota HASIL PENELITIAN
Palembang. Karena itu penelitian ini juga Pemilihan Obat
dilakukan di Dinas Kesehatan Kota Palembang Dari hasil wawancara diketahui
dan Gudang Farmasi Kota Palembang bahwa pemilihan obat oleh Dinas Kesehatan
Berdasarkan Laporan Pemakaian dan Kota Palembang didasarkan atas Daftar Obat
Lembar Permintaan Obat (LPLPO) di Esensial Nasional (DOEN). Akan tetapi
Puskesmas Pembina pada Triwulan pertama berdasarkan hasil observasi LPLPO bulan
Bulan Januari Tahun 2010, dari 96 jenis obat Januari 2010 diketahui bahwa pengadaan obat
dan alat kesehatan (alkes) yang diminta hanya yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota
terdapat 36 jenis obat dan alkes yang diterima Palembang tidak hanya obat generik saja
sesuai permintaan, sisanya sebanyak 43 jenis tetapi juga obat non generik.
obat dan alkes yang tidak terpenuhi sesuai yang
diminta dan sebanyak 17 jenis obat dan alkes Kompilasi Pemakaian Obat
yang diberi berlebih jumlahnya. Perbedaan Di Gudang Farmasi Kota (GFK)
antara jumlah yang diminta dan diterima ini Palembang terdapat adanya data kompilasi obat.
dipengaruhi oleh perencanaan dan pengadaan Data ini dibuat berdasarkan LPLPO dari seluruh
obat yang di lakukan oleh Puskemas Pembina. puskesmas Kota Palembang. Lalu melalui
Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti tertarik LPLPO tersebut disusunlah data kompilasi obat
untuk meneliti perencanaan dan pengadaan obat yang di rekap dalam komputer oleh staf GFK.
di Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2010. Data ini di buat per item jenis obat misalnya
Tujuan penelitian ini adalah untuk data kompilasi pemakaian obat amoksisilin, data
mengetahui informasi mendalam mengenai kompilasi pemakaian obat metformin, dan data
perencanaan dan pengadaan obat di kompilasi pemakaian obat parasetamol
Puskesmas Pembina Palembang.
Perhitungan Perkiraan Kebutuhan Obat
BAHAN DAN CARA PENELITIAN Perhitungan perkiraan kebutuhan obat yang
Penelitian ini merupakan penelitian dilakukan GFK adalah dengan kombinasi antara
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. metode konsumsi dan metode morbiditas. Dari
Penelitian ini menggambarkan pengelolaan obat hasil observasi ditemukan adanya perhitungan
puskesmas khususnya tahap perencanaan dan nilai kompilasi pemakaian obat/pemakaian rata-
pengadaan obat terhadap penerimaan obat yang rata untuk masing – masing puskesmas yang
didapatkan puskesmas dengan cara berguna dalam hal perencanaan obat untuk
diidentifikasi dan dianalisis secara kualitatif dan metode konsumsi. Selain itu, ditemukan juga
kuantitatif. Sumber informasi dalam penelitian bahwa dalam hal dana pengadaan obat, adanya
ini adalah informan yang berjumlah empat dana khusus yang dipergunakan untuk jenis
orang, terdiri atas tiga orang informan kunci penyakit tertentu misalnya penyakit malaria dan
(Kepala Seksi Farmasi Kota Palembang, TBC serta adanya data sepuluh penyakit
Pengelola Gudang Obat Puskesmas Pembina terbanyak di Puskesmas Pembina.
dan staf Gudang Farmasi Kota (GFK) Sedangkan di Puskesmas Pembina
Palembang) dan satu informan biasa yaitu perhitungan perkiraan kebutuhan obat hanya
Pimpinan Puskesmas Pembina Palembang. dilakuan dengan metode konsumsi yang
Data yang diperlukan dalam penelitian ini didasarkan atas data pemakaian obat bulan
adalah data primer adalah data yang diperoleh sebelumnya atau pemakaian rata – rata obat
secara langsung dari hasil penelitian di bagian selama tiga bulan berturut-turut. Dalam
pengelolaan obat Puskesmas Pembina perhitungan metode konsumsi dikenal adanya
Palembang Dinas Kesehatan Kota Palembang lead time/waktu tunggu. Dari hasil wawancara,
dan UPTD Farmasi Kota Palembang. Data lead time yang digunakan untuk menghitung

32 • Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 2, Nomor 01 Maret 2011


Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

adalah 5 bulan. Sedangkan lama datangnya obat Penerimaan dan Pemeriksaan Obat
setelah dipesan (waktu tunggu) di Puskesmas Untuk setiap penambahan obat/
Pembina adalah tidak sampai satu bulan. penerimaan obat dari GFK ke Puskesmas
Pembina tidak ada buku catatan khusus seperti
Proyeksi Kebutuhan Obat buku penerimaan obat di Puskesmas Pembina.
Data yang diperlukan dalam menentukan Pihak GFK pun menuliskan banyaknya jumlah
proyeksi kebutuhan obat adalah lembar kerja obat yang diberikan ke puskesmas di kolom
perhitungan perencanaan pengadaan obat. pemberian pada LPLPO. Untuk pengecekan/
Berdasarkan hasil observasi di GFK terdapat pemeriksaan obat yang diberikan oleh GFK ke
adanya lembar kerja perencanaan pengadaan Puskesmas dilakukan sebelum obat masuk ke
obat. Lembar kerja perencanaan pengadaan mobil Puskesmas Pembina.
ini terdiri atas kolom nama obat, kemasan,
harga kemasan, sisa stok GFK per Januari PEMBAHASAN
2010, pemakaian rata-rata perbulan, total Pemilihan Obat
pemakaian kemasan, usulan dana, total usulan Puskesmas Pembina selaku salah satu unit
kebutuhan dan total harga. pelaksana dari Dinas Kesehatan Kota
Berkaitan dengan dasar perencanaan Palembang menerima obat yang telah
pengadaan adalah dana. Untuk tahun 2010 direncanakan atau dipilih oleh Dinas Kesehatan
sumber dana pengadaan obat berasal dari Kota Palembang. Berdasarkan hasil penelitian,
DAK. Sedangkan untuk tahun 2008 dan tahun Puskesmas Pembina Palembang menggunakan
2009 sumber dana pengadaan obat memang obat generik yang sesuai dengan DOEN dan non
banyak macamnya seperti ASKES, program generik pada penggunaan pelayanan
pengobatan, buffer stok kabupaten dan DAU. kesehatannya. Persentase obat generik itu
sendiri adalah 66,67% dari 90 jenis obat yang
Pemilihan Cara Pengadaan Obat (Sistem diterima pada bulan Januari 2010. Sisanya
dan Cara Pengadaan) adalah obat non generik. Padahal menurut
Berdasarkan hasil penelitian, sistem Peraturan Menteri Kesehatan Republik
pengadaan obat GFK melakukan sistem Indonesia Nomor HK 02.02/Menkes/068/I/2010
desentralisasi dan dan cara pengadaannya pengggunaan obat generik di fasilitas pelayanan
dengan tender/pelelangan kepada perusahaan kesehatan pemerintah adalah wajib.9
farmasi dalam memenuhi ketersediaan obat Tetapi setelah diteliti dalam LPLPO Bulan
tingkat kota. Sedangkan untuk sistem dan Januari 2010, ternyata obat yang non generik
metode pengadaan di Puskesmas Pembina tersebut kebanyakan merupakan obat yang
karena penyediaan obatnya berasal dari Dinas berasal dari ASKES. Hal ini serupa dengan
Kesehatan dan GFK maka pihak puskesmas penelitian lain yang menyatakan bahwa jenis
tinggal menerima obatnya saja. Selain itu, obat yang tidak termasuk DOEN kebanyakan
Puskesmas Pembina juga melakukan adalah obat obat ASKES dan obat Pelayanan
pengadaan obat sendiri yang diminta dari Kesehatan Dasar dari dana Retribusi.10
dokter spesialisnya. ASKES itu sendiri memiliki formularium
atau standar pelayanan obat yang dikenal
Prosedur Pengajuan Obat dengan nama DPHO (Daftar Plafon dan Harga
Pengadaan obat di puskesmas Pembina Obat). Umumnya obat-obat yang tercantum
diajukan oleh Pimpinan Puskesmas Pembina dalam DPHO adalah gabungan obat-obat
kepada Dinas Kesehatan Kota Palembang branded dan branded generic (esensial). Khusus
melalui GFK dengan menggunakan format untuk DPHO tahun 2010, komposisi obat terdiri
Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan dari 1.012 item obat bermerek dan 410 item obat
Obat (LPLPO). generik . Pada prinsipnya, penyusunan DPHO
Semua LPLPO dari seluruh Puskesmas di dilakukan oleh tim independen yang terdiri dari
Kota Palembang disimpan di lemari arsip di pakar di bidang obat-obatan, perwakilan Dokter
GFK dan dikelompokkan/disusun berdasarkan Spesialis dan para akademisi dari berbagai
bulan. LPLPO ini di cek kembali oleh staff universitas terkenal di Indonesia melibatkan
yang berada di GFK untuk digunakan dasar perwakilan pihak regulator yaitu Kementrian
dalam pemberian obat di suatu puskesmas kesehatan dan Badan POM.11

Safriantini, Ainy, Mutahar, Analisis Perencanaan dan Pengadaan Obat • 33


Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

Namun jika kembali meninjau Permenkes tersebut lalu dibagi tiga, hasilnya lalu dikalikan
Nomor HK 02.02/Menkes/068/I/2010 tentang lima. Hasil perkalian kemudian digunakan
“Kewajiban menggunakan obat generik di sebagai jumlah permintaan obat yang diajukan
fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah “ maka ke GFK setelah dikurangi dengan sisa stok.
penggunaan obat non generik yang berasal dari Perkalian lima tersebut merupakan lead
DPHO itu bertentangan dengan peraturan time (waktu tunggu) yang ditetapkan oleh
Menkes. GFK kepada Puskesmas. Tetapi dalam
kenyataanya waktu tunggu pihak puskesmas
Kompilasi Pemakaian Obat setelah mengajukan permintaan ke GFK
Dalam data kompilasi pemakaian obat ini adalah tidak sampai satu bulan.
terdapat data pemakaian jenis obat berdasarkan Berdasarkan hasil penelitian yang dilihat
data masing-masing puskesmas setiap bulannya. dari lembar LPLPO Puskesmas Pembina dari
Kemudian di totalkan dan dibuat rata-ratanya bulan April-Juni 2010, pemakaian obat Antasida
dalam satu tahun. Lalu dibuatkan persentase DOEN tablet untuk tiga bulan berturut turut
pemakaian jenis obat per masing- masing yaitu 850 tablet, 1500 tablet, dan 1550 tablet
puskesmas. Hal ini sesuai dengan pernyataan dengan sisa stok 5.550 tablet. Dengan
Dinkes Prov. Sumsel (2006a) yang menyatakan menggunakan metode konsumsi, jumlah
bahwa informasi yang didapat dari kompilasi permintaan obat yang diajukan Puskesmas
pemakaian obat adalah jumlah pemakaian tiap Pembina untuk bulan Juli-September yaitu:
jenis obat pada masing-masing unit pelayanan 1) Total pemakaian 3 bulan = 3.900 tablet
kesehatan/puskesmas dan persentase pemakaian 2) Rata – rata pemakaian = 3.900: 3 = 1.300
tiap jenis obat terhadap total pemakaian setahun tablet
seluruh unit pelayanan kesehatan/puskesmas. 3) Live saving 1 bulan = 1 x 1.300 = 1.300
Selain itu data kompilasi pemakaian obat ini tablet
nantinya akan diperlukan dalam perhitungan 4) Lead time 1 bulan = 1 x 1.300 = 1.300
perencanaan pengadaan obat Kota Palembang tablet
per tahunnya 5) Sisa stok = 5.550 bulan tablet
6) Jadi jumlah permintaan = (1) + 3) + 4) – 5)
Perhitungan Perkiraan Kebutuhan Obat = (3.900 + 1.300+ 1.300) – 5.550 = 950
Perhitungan jumlah kebutuhan obat di unit tablet
pelayanan kesehatan dapat dilaksanakan dengan
menggunakan metode konsumsi dan atau Jumlah ini sama dengan jumlah yang
metode epidemiologi/morbiditas. Metode dihitung berdasarkan cara penghitungan yang
konsumsi didasarkan kepada analisa data dilakukan pihak puskesmas seperti berikut ini:
penggunaan obat tahun – tahun sebelumnya, 1) Total pemakaian 3 bulan = 3.900 tablet
sedangkan metode epidemiologi didasarkan 2) Rata – rata pemakaian = 3.900: 3 =
kepada frekuensi penyakit dan atau jumlah 1.300 tablet
penduduk yang akan dilayani dan pengobatan 3) Lead time 5 bulan = 1.300 x 5 = 6.500
yang digunakan. Kedua metode ini mempunyai tablet
kelebihan dan kekurangan, namun kedua-duanya 4) Sisa stok = 5.550 tablet
dapat dipakai bersamaan agar hasilnya dapat 5) Jumlah permintaan = jumlah pemakaian
dibandingkan dan disesuaikan dengan jumlah rata-rata dikali 5 dikurangi sisa stok =
alokasi dana yang tersedia.12 Berdasarkan hasil (1.300 x 5)- 5.550= 950 tablet
penelitian, di GFK menggunakan kedua metode Jadi perhitungan yang dilakukan oleh
tersebut sedangkan di Puskesmas Pembina Puskesmas Pembina selama ini yang
hanya menggunakan metode konsumsi. dilakukan dengan mengalikan pemakaian rata
Perhitungan perkiraan kebutuhan obat di –rata dengan lima tidak menjadi masalah
Puskesmas Pembina dilakukan dengan cara karena hasil yang didapatkan sama jumlahnya
menghitung pemakaian obat selama tiga bulan dengan aturan perhitungan metode konsumsi.
berturut- turut (misalnya untuk perkiraan Tetapi penggunaan istilah lead time untuk 5
kebutuhan obat bulan Juli, jumlah pemakaian bulan itu adalah salah karena seperti yang
obat dari bulan April, Mei sampai Juni yang disebutkan di atas tadi, lama datangnya obat yang
digunakan), pemakaian obat selama tiga bulan dipesan oleh puskesmas adalah tidak sampai

34 • Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 2, Nomor 01 Maret 2011


Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

satu bulan. Hal ini berarti 5 bulan itu adalah desentralisasi menurut Prahasto (2008)13 yaitu
jumlah waktu perencanaan dimana 5 bulan itu puskesmas (LPLPO) direkap di tingkat Kota,
terdiri dari 3 bulan kebutuhan ditambah 1 kota melakukan perencanaan dan kontrak
bulan live saving dan 1 bulan lead time. dengan perusahaan farmasi/PBF untuk
pengadaan. Obat lalu siap didistribusikan ke
Proyeksi Kebutuhan Obat tingkat puskesmas.
Berdasarkan hasil penelitian, data yang Untuk cara pengadaan logistik, menurut
diperlukan dalam proyeksi kebutuhan obat bagi Dwiantara dan Sumarto (2004) ada delapan cara
seluruh puskesmas di Kota Palembang adalah yaitu membeli, meminjam, menyewa, membuat
didasarkan pada data lembar perencanaan sendiri, menukarkan, subtitusi, pemberian hadiah
pengadaan obat. Hal ini sesuai dengan Dinkes dan perbaikan. Sedangkan menurut Quick et al
Prov. Sumsel (2006a) yang menyatakan bahwa (1997), Obat dapat diminta/diadakan melalui
untuk menentukan proyeksi kebutuhan obat, pembelian, sumbangan, atau manufaktur.
data yang diperlukan adalah data lembar kerja Berdasarkan hasil penelitian di Dinas
perhitungan perencanaan pengadaan. Dari data Kesehatan Kota Palembang, sistem pengadaan
lembar kerja perencanaan pengadaan akan obat yang dilakukan adalah sistem
diketahui : desentralisasi dan cara pengadaan obatnya
a. Jumlah kebutuhan pengadaan obat tahun dilakukan dengan cara tender/pelelangan
yang akan datang (pembelian). Tetapi jika dikaitkan dengan
b. Jumlah persediaan obat di Gudang Farmasi pengertian sistem sentralistik itu sendiri di
Kabapaten / Kota mana kewenangan pengadaan logistik
c. Jumlah obat yang akan diterima pada tahun diserahkan pada masing-masing unit kerja
anggaran berjalan maka sistem desentralistik ini tidaklah tepat
d. Rencana pengadaan obat untuk tahun karena pengadaan obat bagi seluruh
anggaran berikutnya berdasarkan sumber Puskesmas Kota Palembang dilakukan oleh
anggaran Dinas Kesehatan Kota Palembang yang
e. Tingkat kecukupan setiap jenis obat. berarti sistem pengadaan obatnya adalah
Berkaitan dengan sumber anggaran yang sistem sentralistik. Namun bila dilihat dari
terdapat dalam lembar perencanaan pengadaan, alur pengadaannya yang tidak ke Pemerintah
sumber dana/anggaran pengadaan obat untuk Pusat lagi maka alurnya disebut desentralistik.
tahun 2010 di Kota Palembang bersumber dari Berdasarkan hasil penelitian, di
Dana Alokasi Khusus (DAK). Tetapi sebelumnya Puskesmas Pembina sistem pengadaan
untuk tahun 2008 sampai tahun 2009 sumber dana obatnya ada dua yaitu sistem sentralisistik
pengadaan obat didapat dari berbagai sumber. (obat dari dinas) dan sistem desentralistik.
Menurut Djuliani, Dwiprahasto dan Kristin (2006), Dikatakan sistem desentralistik karena
sebelum desentralisasi obat untuk kebutuhan Puskesmas Pembina juga mengadakan obat
pelayanan kesehatan dasar serta program yang diminta oleh dokter spesialisnya dengan
kesehatan dibiayai melalui berbagai sumber menggunakan dana dari ASKES.
anggaran yaitu Inpres Bantuan Sarana Kesehatan, Cara pengadaan obat yang dilakukannya
APBN, APBD Tingkat I, APBD Tingkat II, PT di Puskesmas Pembina juga ada dua yaitu
Asuransi Kesehatan Indonesia, BKKBN, pembelian dan obat yang didapatkan dari
Departemen Transmigrasi dan sumber-sumber pihak Dinas Kesehatan Kota Palembang.
lain. Setelah desentralisasi, maka pembiayaan obat Karena sebagai salah satu Unit Pelaksana
diperoleh dari Dana Alokasi Umum (DAU). Teknis Dinas Kesehatan (UPTD), puskesmas
hanya menerima obat yang diajukannya
kepada pihak Dinas Kesehatan tanpa ikut
Pemilihan Cara Pengadaan Obat (Sistem dalam proses cara pengadaan obat.
dan Cara Pengadaan) Jadi dalam hal sistem dan cara pengadaan
Sistem pengadaan obat ada tiga macam obat yang dilakukan oleh Puskesmas Pembina
yaitu sistem sentralisasi, sistem desentralisasi dan Dinas Kesehatan Kota Palembang, telah
dan sistem kombinasi. Untuk otonomi daerah sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan
saat ini, pengadaan obat dilakukan secara dan dengan penelitian yang dilakukan oleh
desentralisasi. Adapun alur pengadaan obat era peneliti lain.

Safriantini, Ainy, Mutahar, Analisis Perencanaan dan Pengadaan Obat • 35


Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

Prosedur Pengadaan/Permintaan Obat adalah Dinkes Kota Palembang. Sedangkan


Berdasarkan hasil penelitian, pengadaan/ Puskesmas Pembina Palembang tidak
permintaan obat di Puskesmas Pembina membuat buku penerimaan barang ini
diajukan oleh Pimpinan Puskesmas Pembina dikarenakan merupakan salah satu dari unit
kepada Dinas Kesehatan Kota Palembang kerja Dinkes Kota Palembang dan mereka pun
melalui GFK dengan menggunakan format bukan yang melakukan transaksi pembelian
Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan obat (dropping obat dari GFK/ UPTD Farmasi
Obat (LPLPO). Hal ini sesuai dengan pedoman Palembang).
pengelolaan obat di puskesmas, dimana dalam Berkaitan dengan penerimaan obat,
hal permintaan obat, permintaan diajukan oleh menurut Depkes RI (2006), dalam hal
Pimpinan Puskesmas kepada Kepala Dinas penerimaan obat jika terdapat kekurangan,
Kesehatan Kota dengan menggunakan format penerima obat wajib menuliskan jenis yang
LPLPO. Dengan pertimbangan efisiensi dan kurang (rusak, jumlah kurang dan lain – lain)
ketepatan waktu penyerahan obat kepada dan setiap penambahan obat-obatan, dicatat
Puskesmas, Kepala Dinas Kesehatan Kota dapat dan dibukukan pada buku penerimaan obat
menyusun petunjuk lebih lanjut mengenai alur dan kartu stok. Namun berdasarkan hasil
permintaan dan penyerahan obat secara penelitian, obat yang diterima oleh Puskesmas
langsung.14 Pembina jarang ada yang rusak atau kurang
Berdasarkan alur logistik obat – obatan di dan lain – lain karena pihak puskemas
puskesmas, prosedur permintaan obat langsung melakukan cek ulang lagi sebelum
ditujukan kepada Dinkes/GFK. Jadi prosedur menerima obat. Kalaupun ada obat yang
permintaan/ pengadaan obat yang dilakukan expire atau kadaluarsa di Puskesmas hal ini
oleh Puskesmas Pembina memang telah bukan didapatkan sewaktu menerima obat
mengikuti aturan yang berlaku. melainkan obat itu sendiri yang sudah terlalu
lama di Puskesmas dan tidak digunakan.
Penerimaan dan Pemeriksaan Obat Berdasarkan observasi di Puskesmas
Berdasarkan hasil penelitian, penerimaan Pembina, obat yang sudah kadaluarsa (obat
obat dari GFK ke Puskesmas Pembina tidak program flu burung) oleh pengelola gudang
ada buku catatan khusus seperti buku obat diberikan ke Pimpinan Puskesmas
penerimaan obat. Jika ada penerimaan obat Pembina, lalu Pimpinan Puskesmas Pembina
dari GFK, hal itu hanya ditulis dalam LPLPO mengembalikan obat tersebut ke Dinas
dan kartu stok. Padahal menurut Depkes RI Kesehatan Kota Palemban yang berdasarkan
(2006), semua penerimaan obat dicatat dan pedoman pengelolaan obat Depkes RI (2006)
dibukukan pada buku penerimaan obat dan hal ini telah sesuai.
kartu stok.
Namun menurut Dwiantara dan Sumarto KESIMPULAN DAN SARAN
(2004) setelah transaksi jual beli antara supplier Kesimpulan hasil penelitian ini dapat
sebagai penjual dan perusahaan sebagai pembeli dilihat sebagai berikut :
selesai, bagian pembelian harus mencatat 1. Dalam pemilihan obatnya masih terdapat
seluruh pembelian ke dalam buku penerimaan adanya obat nongenerik. Persentase obat
barang. Lalu barang tersebut disimpan dan generik itu sendiri adalah 66,67% dari 90
didistribusikan kepada unit-unit kerja yang jenis obat yang diterima pada bulan
membutuhkan dan yang telah melakukan Januari 2010. Sisanya adalah obat non
permintaan barang. Bagian unit kerja yang generik.
bertugas dan berwenang mendistribusikan 2. Data kompilasi pemakaian obat di GFK
logistik harus membuat dan mengisi bukti Palembang di dapat dari LPLPO puskesmas
penyerahan barang yang dapat berupa Surat yang kemudian di rekap dalam komputer
Penyerahan Barang ataupun Bon Gudang oleh staf GFK. Lembar data kompilasi
(lembar usulan dan permintaan barang yang pemakaian obat ini di buat per item jenis
sekaligus dijadikan bukti penyerahan barang). obat dimana dalam data tersebut diketahui
Hal ini berarti bahwa buku penerimaan barang pemakaian obat dari seluruh Puskesmas di
itu dibuat oleh pihak yang melakukan pembelian Palembang setiap bulannya lalu ditotalkan
yang dalam hal ini dan dibuat rata-ratanya per tahun.

36 • Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 2, Nomor 01 Maret 2011


Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

3. Metode perkiraan kebutuhan obat yang Puskesmas Pembina kepada Dinas


digunakan di GFK Palembang yaitu Kesehatan Kota Palembang melalui GFK
metode konsumsi dan metode dengan menggunakan format Laporan
epidemiologi. Sedangkan metode Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat
perkiraan kebutuhan obat di Puskesmas (LPLPO).
Pembina Palembang hanya menggunakan 7. Penerimaan dan pemeriksaan obat dari
metode konsumsi. GFK ke Puskesmas Pembina Palembang
4. Dasar menentukan proyeksi kebutuhan langsung di cek sebelum obat masuk ke
obat seluruh Puskesmas di Kota mobil puskesmas. Ketika menerima obat,
Palembang menggunakan data lembar pihak puskesmas tidak mempunyai buku
kerja perencanaan pengadaan obat. catatan khusus seperti buku penerimaan
Berkaitan dengan perencanaan pengadaan obat. Obat yang diberi oleh di GFK ditulis
obat, sumber dana pengadaan obat untuk di LPLPO kemudian disalin kembali di
tahun 2010 adalah berasal dari Dana kartu stok obat.
Alokasi Khusus (DAK).
5. Sistem pengadaan obat yang dilakukan di Adapun saran yang dapat diberikan
Dinas Kesehatan Kota Palembang adalah adalah sebagai berikut:
sistem sentralisasi dan cara pengadaan 1. Diharapkan bagi Dinas Kesehatan Kota
obatnya dilakukan dengan cara Palembang dalam hal pengadaan obatnya
tender/pelelangan dalam hal ini pelelangan tetap menggunakan obat generik dan
umum. Sedangkan sistem pengadaan obat memberikan pelatihan mengenai
yang dilakukan di Puskesmas Pembina pengelolaan obat di puskesmas kepada
adalah dengan sistem sentralisasi dan seluruh petugas pengelola obat seluruh
sistem desentralisasi. Cara pengadaan obat puskesmas yang ada di Kota Palembang.
di Puskesmas Pembina melalui pembelian 2. Terkait dengan pengadaan obat yang
langsung dan dari obat yang didapatkan dilakukan oleh pihak puskesmas
dari Dinas Kesehatan/GFK. berdasarkan permintaan dokter
spesialisnya maka diharapkan pengadaan
6. Prosedur pengadaan obat di Puskesmas obat tersebut juga tetap menggunakan obat
Pembina diajukan oleh Pimpinan generik.

DAFTAR PUSTAKA
1. Azwar, Azrul. Pengantar Administrasi and Use of Pharmaceutical, Kumarin
Kesehatan. Binarupa Aksara, Jakarta. Press,Inc., West Hardford. 1997.
1996. 6. Depkes RI. Pedoman Kerja Puskesmas,
2. Muninjaya, A.A. Gde. Manajemen Jilid 1. Depkes RI, Jakarta. 1991.
Kesehatan. EGC, Jakarta. 2004. 7. Seto, Soerjono. Manajemen Apoteker;
3. Dinkes Prov.Sumsel. aPedoman Teknis Untuk Pengelola: Apotek, Farmasi
Pengadaan Obat Publik dan Rumah Sakit, Pedagang Besar Farmasi,
Perbekalan Kesehatan Untuk Pelayanan Industri Farmasi. Airlangga University
Kesehatan Dasar (PKD). Dinkes Press, Surabaya. 2001.
Prov.Sumsel, Palembang. 2006. 8. Dwiantara, Lukas dan Sumarto, Rumasari
4. Djuliani, Hardiah., Dwiprahasto, Iwan., Hadi. Manajemen Logistik; Pedoman
Kristin, Erna. ’Dampak Desentralisasi Praktis Bagi Sekretaris dan Staf
Terhadap Pengadaan Obat di kabupaten Administrasi. Grasindo, Jakarta. 2004.
Bantul’, KMPK Universitas Gadjah 9. Permenkes No. HK 02.02/Menkes/068/I/
Mada Working Paper Series No. 5, April 2010 tentang Kewajiban Menggunakan
2006, First Draft, [on line] pp 04. Obat Generik di Fasilitas Pelayanan
http://lrc-kmpk.ugm.ac.id. [20 Mei 2010]. Kesehatan Pemerintah. http://
2006. www.depkes.go.id/ [20 Juni 2010].
5. Quick, J.D, et all. Managing Drug Supply, 10. Djuliani, Hardiah., Dwiprahasto, Iwan.,
The Selection, Procurement, Distribution Kristin, Erna. ’Dampak Desentralisasi

Safriantini, Ainy, Mutahar, Analisis Perencanaan dan Pengadaan Obat • 37


Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

Terhadap Pengadaan Obat di kabupaten PertemuanTahunanke-7


Bantul’, KMPK Universitas Gadjah Desentralisasi Kesehatan 2008,
Mada Working Paper Series No. 5, April Yogyakarta, 6-8 Agustus 2008, [on l i n
2006, First Draft, [on line] pp e ] , p p. 2 - 4. D a r i : h t t p: / /
04. http://lrc-kmpk.ugm.ac.id. [20 Mei www.desentralisasi-kesehatan.net/ [18
2010] 2006. Mei 2010]. 2008.
11. Askes. ‘DPHO Pelayanan Obat Terbaik 14. Depkes RI. Direktorat Jenderal Pelayanan
Bagi Peserta’, Info Askes, edisi Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
September 2010., pp 6-12. 2010. Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan
12. Depkes RI. Pedoman Kerja Puskesmas, Perbekalan Kesehatan di Puskesmas.
Jilid 1. Depkes RI, Jakarta. 1991. Depkes RI, Jakarta. 2006.
13. Prahasto, Iwan Dwi. ‘Sistem Manajemen
Suplai Obat di Kabupaten/Kota’

38 • Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 2, Nomor 01 Maret 2011

You might also like