You are on page 1of 9

JURNAL ILMU KEFARMASIAN INDONESIA, April 2008, hal. 41-49 Vol. 6, No.

1
ISSN 1693-1831

Pengaruh Proses Pengembangan dan Revisi


Formularium Rumah Sakit
terhadap Pengadaan dan Stok Obat
YUSI ANGGRIANI*1, DWI PUDJANINGSIH2, SRI SURYAWATI3

Magister Managemen Kebijakan Obat UGM,


1

Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta,


2

3
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Diterima 16 Januari 2008, Disetujui 16 April 2008

Abstract: Appropriate selection of medicines is needed to support its rational use. Medicines selection
based upon a hospital formulary is an attempt to uncreate the medicine efficiency management. The
objective of this study was to evaluate and compare the intrinsic value of seven grade C-hospital
formularies in Yogyakarta, also concerning the development and revision of the used formularies.
The result showed that the percentage of purchase of non-formularium medicines and that of the non-
formularium medicines in stock were influenced by the frequency of revision of the formulary itself
and drug policy in relation to the addition and deletion process of the used formulary. Non-formulary
medicines purchase was low in hospitals which frequently revised the formulary, but hospital with no
policy concerning addition and deletion increased the purchase of non formulary medicines. Besides
that the use of brand name products in hospitals of the state was much lesser than that used in non-state
hospitals (296-532 vs 573-1575). Formulary evaluation of state hospitals in comparison with non-state
hospitals were as follows: essential medicines (41-71% vs 20-28%), medicines with primary literature
(73-90% vs 67-73%), drugs with single component (41-71% vs 20-28%). The quality of formulary in
state and non-state grade C-hospitals in Yogyakarta must be improved.

Key words: formulary, drug selection, revised.

PENDAHULUAN menjadi prinsip penting yang harus diperhatikan oleh


Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)(2). Formularium
SEKITAR 70 % dari obat yang ada di dunia merupakan sarana yang sangat baik untuk
merupakan obat-obat kopi (copy drugs) dan non- meningkatkan kualitas dan efisiensi pembiayaan
esensial. Obat baru yang beredar tidak memiliki pengobatan di rumah sakit. Formularium dapat
informasi memadai tentang kemanfaatan dan menunjukkan tingkat keefektifan dalam mencapai
keamanan obat serta tidak sesuai dengan kebutuhan sasaran terapi, ekonomi, dan atau administrasi(3).
kesehatan masyarakat(1). Selain itu, perkembangan Pada umumnya, rumah sakit telah memiliki
obat baru juga diikuti dengan meningkatnya biaya formularium, tetapi pemanfaaatan formularium
pelayanan kesehatan, termasuk pembiayaan obat. sebagai salah satu alat untuk meningkatkan efisiensi
Oleh karena itu, obat sebagai komponen penting pengelolaan obat masih belum optimal. Selama ini,
dalam pelayanan kesehatan harus dikelola sebaik- formularium rumah sakit masih dianggap sebagai
baiknya untuk menciptakan derajat kesehatan yang dokumen yang hanya digunakan untuk keperluan
optimal. Ketidakefisienan dalam pengelolaan obat kegiatan administrasi (sebagai salah satu dokumen
dapat memberikan dampak negatif, baik secara untuk akreditasi rumah sakit). Pada dua rumah sakit
medik maupun ekonomik. kelas B dan beberapa rumah sakit kelas C di Daerah
Seleksi obat merupakan salah satu cara yang Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah menunjukkan
dapat ditempuh untuk mengendalikan pembiayaan bahwa jumlah obat yang terdapat pada formularium
obat. Formularium rumah sakit merupakan landasan rumah sakit sangat bervariasi antara 165-1296.
kebijakan dalam manajemen obat di rumah sakit dan Persentase obat di luar daftar obat esensial bervariasi
antara 5-30%. Pemakaian obat di luar formularium
* Penulis korespondensi, Hp. 08122954935
bervariasi antara 0,39-45%. Panitia Farmasi dan
e-mail: yusi1777@yahoo.com Terapi belum memiliki mekanisme pemasukan dan

yusi 41-49.indd 1 5/22/2008 1:43:31 PM


42 ANGGRIANI ET AL. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia

pengeluaran obat dari formularium rumah sakit yang formularium, didapatkan melalui wawancara
dapat mendukung peningkatan manajemen obat di mendalam. Data kualitatif disajikan secara
rumah sakit(4). tekstual. Analisis data kualitatif dilakukan
Persediaan obat non-formularium di Rumah dengan analisis deskriptif dan analisis isi, yaitu
Sakit Panti Rapih selalu naik, namun hal ini tidak dengan mengidentifikasi temuan, dikodifikasi
diagendakan untuk dibahas dalam pertemuan PFT. dan dikelompokkan sesuai dengan isinya. Data
Selain itu, permintaan obat yang telah disetujui kuantitatif disajikan dalam bentuk tabel. Informasi
oleh direktur tidak terdokumentasi(5). Berdasarkan dari data kuantitatif digabung dengan informasi
fakta di lapangan, formularium rumah sakit belum kualitatif untuk menginterpretasikan permasalahan
dimanfaatkan secara optimal sebagai alat yang dapat yang terjadi.
digunakan untuk peningkatan manajemen obat di
rumah sakit. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan HASIL DAN PEMBAHASAN
oleh profil formularium rumah sakit belum baik,
keterlibatan dokter dalam proses penyusunan belum Proses penyusunan formularium rumah sakit
optimal, atau kurangnya sosialisasi formularium kelas C di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
rumah sakit. Berdasarkan kondisi tersebut, maka Dari wawancara mendalam dan observasi dokumen/
menarik untuk diungkap bagaimana proses notulen PFT, secara umum proses pengembangan
penyusunan dan revisi formularium, dan apakah formularium rumah sakit melalui beberapa tahapan:
proses tersebut melibatkan pihak-pihak yang terkait 1) mendata semua obat yang ada dalam stok
dengan pemanfaatan formularium. Tujuan penelitian rumah sakit; 2) mengedarkan daftar stok obat yang
ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang tersedia dan formulir pengajuan obat untuk masuk
proses penyusunan, revisi, dan kriteria seleksi obat. dalam formularium; 3) rapat anggota PFT untuk
Selain itu juga dilihat bagaimana pengaruh proses mendiskusikan masalah pembuatan formularium; 4)
revisi terhadap obat non-formularium rumah sakit. mengundang dokter SMF untuk membahas kriteria
seleksi obat dan usulan obat yang akan dimasukkan
BAHAN DAN METODE ke dalam formularium rumah sakit; 5) menyusun
formularium rumah sakit berdasarkan hasil-hasil
Rancangan yang digunakan adalah penelitian rapat dengan dokter spesialis. Teknis penyusunan
non-eksperimental, berupa studi kasus terhadap formularium di seluruh rumah sakit yang diteliti
formularium rumah sakit dan bersifat eksploratif. dilakukan oleh sekretaris PFT, yang merupakan
Penelitian dilakukan di lima rumah sakit pemerintah seorang farmasis; 6) penetapan formularium rumah
dan dua rumah sakit swasta kelas C yang ada di sakit oleh direktur rumah sakit.
Daerah Istimewa Yogyakarta. Data penelitian Proses penyusunan formularium sudah
tentang proses pengembangan formularium rumah melibatkan dokter di rumah sakit. Meskipun demikian,
sakit merupakan data primer. Data primer diperoleh keterlibatan dokter dalam proses penyusunan belum
dari observasi dan wawancara mendalam kepada optimal. Sekretaris PFT menyatakan bahwa pada
direktur rumah sakit, ketua komite medik, ketua saat rapat pembahasan formularium tidak semua
PFT, sekretaris panitia PFT, dan dokter Staf Medik dokter hadir. Hal ini terjadi karena para dokter
Fungsional (SMF) atau kelompok spesialistik dasar harus melakukan proses pelayanan. Untuk mengatasi
di rumah sakit kelas C yang terdiri dari: kebidanan masalah tersebut, pembahasan jenis obat per kelas
dan kandungan, penyakit anak, penyakit dalam, dan terapi disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing
bedah umum. Alat yang dipakai dalam penelitian ini spesialis medik. Misalnya adalah untuk pembahasan
adalah daftar pertanyaan dan tape recorder untuk kelas terapi anestesi, peserta rapat pembahasan harus
merekam wawancara mendalam. dihadiri oleh dokter dari spesialis bedah. Proses
Data lain yang diambil untuk melihat dampak seperti ini pada umumnya terjadi di semua rumah
proses revisi terhadap ketersediaan obat non- sakit kelas C di DIY.
formularium merupakan data sekunder dan berupa Untuk meningkatkan pemahaman tentang
data kuantitatif. Data sekunder diambil dari pentingnya formularium rumah sakit dan cara
formularium rumah sakit, dokumen kegiatan PFT, menseleksi obat yang tepat, dua rumah sakit (Rumah
dokumen pendukung produk obat formularium Sakit G dan B) melibatkan ahli farmakologi dalam
rumah sakit, faktur pengadaan obat, dan laporan stok proses penyusunan formularium. Proses ini sesuai
obat selama satu tahun. dengan salah satu langkah dalam seleksi obat yang
Data kualitatif berupa peran, pendapat, dan direkomendasikan oleh World Health Organization
informasi tentang proses penyusunan dan revisi dan Management Science and Health (2001),

yusi 41-49.indd 2 5/22/2008 1:43:31 PM


Vol 6, 2008 Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 43

yaitu meminta pendapat ahli untuk pertimbangan dan koordinasi secara komprehensif dalam upaya
rekomendasi. Proses ini harus diperoleh dari dokter penggunaan obat yang rasional di rumah sakit. PFT
atau farmasis yang memiliki pengetahuan memadai harus menjadi pelaku kunci dalam program bidang
tentang obat(6). farmasi di rumah sakit, seperti dalam hal seleksi obat
Rangkap jabatan anggota PFT merupakan melalui formularium rumah sakit, dan merencanakan
salah satu penyebab lambatnya proses penyusunan anggaran obat(6).
fomularium. Secara teknis, pertemuan dalam Kriteria seleksi obat pada rumah sakit pemerintah
proses penyusunan formularium dikoordinir oleh belum ditetapkan secara formal melalui kebijakan
sekretaris PFT yang juga merangkap sebagai rumah sakit, sedangkan pada rumah sakit swasta,
kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Banyaknya kriteria seleksi obat telah ditetapkan melalui
kegiatan lain yang harus dilakukan sebagai kepala kebijakan rumah sakit. Penerapan kriteria seleksi
instalasi farmasi menyebabkan proses penyusunan obat secara formal akan memberikan standar bagi
formularium menjadi terhambat. para dokter untuk mengajukan permintaan obat
Selain itu, hambatan dalam proses penyusunan baru. Dengan adanya kebijakan ini, sebenarnya PFT
formularium banyak berkaitan dengan masalah dapat lebih mengoptimalkan mekanisme pemasukan
komunikasi dan koordinasi untuk mengadakan dan pengeluaran obat dari formularium rumah
suatu pertemuan. Pertemuan PFT tidak terjadwal sakit karena sudah ada batasan yang jelas. Tetapi,
secara teratur. Hambatan lain yang terjadi dalam pemanfaatan kebijakan tentang kriteria obat yang
proses penyusunan formularium adalah kurangnya harus diajukan belum berjalan optimal.
dukungan finansial. Hambatan ini terutama terjadi Ditinjau dari masing-masing kriteria seleksi
di rumah sakit pemerintah. Proses penyusunan obat, untuk kriteria kualitas masih berorientasi
formularium memerlukan dukungan finansial yang pada kualitas fisik dan kimia yang dinyatakan
memadai. Pelaksanaan pertemuan dan pencetakan dalam sertifikat analisis, akan tetapi tidak semua
buku dengan bentuk dan format yang menarik obat memiliki sertifikat analisis. Sekretaris PFT
harus didukung oleh sumber keuangan yang pasti, menyatakan bahwa untuk obat yang tidak memiliki
namun anggaran untuk penyusunan formularium sertifikat analisis, kualitas dinilai berdasarkan industri
sangat terbatas, sehingga secara umum formularium yang telah melakukan proses Cara Pembuatan Obat
rumah sakit pemerintah dicetak dalam bentuk yang yang Baik (CPOB). Diasumsikan apabila industri
sederhana. Sumber daya manusia dapat meningkat telah memiliki sertifikat CPOB, maka obat yang
produktivitasnya jika didukung oleh sumber daya diproduksi memiliki kualitas baik. Beberapa dokter
finansial, sarana, manusia, kemampuan teknologis, menyatakan bahwa kualitas dinilai berdasarkan
serta sistem. kemanfaatan obat dalam memperbaiki kondisi
Untuk mengatasi masalah keterbatasan sumber pasien, namun penilaian ini masih bersifat subyektif.
informasi tentang suatu produk obat dapat dilakukan Data pendukung uji klinik untuk obat baru biasanya
dengan berkonsultasi dan bekerja sama dengan tidak tersedia, walaupun kadangkala untuk obat
pemegang kebijakan yang berwenang atau pusat baru informasi tersebut tersedia tetapi penelaahan
studi yang menyediakan sumber informasi tentang atas informasi tersebut jarang dilakukan karena
produk obat(7). keterbatasan waktu. Keterbatasan sumber informasi
Menurut Hasan (1986), agar PFT dapat bekerja yang mendukung tentang manfaat klinik suatu obat
dengan efektif, diperlukan sejumlah persyaratan. menyebabkan penilaian kulitas obat hanya dinilai
Persyaratan pertama adalah kejelasan tugas PFT. berdasarkan kulitas fisik dan kimia serta penilaian
Anggota PFT sebaiknya dipilih dari kelompok yang klinik secara subyektif dari dokter.
mempunyai hubungan yang jelas dengan kinerja PFT. Perhitungan cost effectiveness dalam
Kedua, PFT sebaiknya bersifat independen. Ketiga, pertimbangan harga obat belum dilakukan. Pada
PFT harus mengalokasikan waktu yang cukup umumnya, pihak instalasi farmasi memilih produsen
untuk membina hubungan antar anggota sebelum yang dapat memberikan potongan harga besar.
melangkah memecahkan masalah penggunaan obat. Obat yang dipilih dapat merupakan obat murah dan
PFT juga memerlukan dukungan semua pihak yang mahal. Hal ini kemungkinan terjadi karena PFT
terkait dengan penggunaan obat(8). belum mendapatkan gambaran pengetahuan yang
Hambatan-hambatan yang terjadi sebenarnya jelas tentang cara penerapan cost effectiveness dalam
dapat diatasi dengan mengoptimalkan peranan seleksi obat formularium rumah sakit.
PFT dan mengatur jadwal pertemuan secara rutin. Kriteria seleksi obat yang meliputi pola penyakit
PFT merupakan struktur vital yang dapat berfungsi setempat, sarana-prasarana yang dapat mendukung
sebagai salah satu strategi untuk implementasi untuk pengelolaan obat, dan kesesuaian dengan

yusi 41-49.indd 3 5/22/2008 1:43:31 PM


44 ANGGRIANI ET AL. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia

standar pengobatan di rumah sakit belum ada. minggu sekali, hari kamis. Tiap bulan sekali kita
Penyesuaian dengan standar pengobatan pada gunakan untuk rapat PFT, kalau banyak masalah
umumnya tidak dilakukan. Menurut ketentuan yang harus dibahas, 2 minggu sekali. Pendekatan itu
Depkes RI tahun 1998, penyusunan formularium pendekatan komunikasi, jadi dokter tidak dikekang,
rumah sakit harus mengacu pada standar pengobatan kalau dikekang ya tidak mau”.
yang berlaku. Mekanisme penambahan dan pengeluaran
Proses revisi formularium rumah sakit kelas obat dari fomularium rumah sakit belum berjalan
C di DIY. Tugas PFT adalah melakukan penilaian dengan baik. Hal ini berakibat pada tingginya daftar
ulang secara berkala terhadap obat yang tercantum obat non-formularium. Pengadaan obat baru yang
dalam formularium, menambah, dan menghapus diminta oleh dokter di empat rumah sakit dapat
daftar obat yang ada dalam formularium. Revisi langsung dilakukan tanpa melalui proses pertemuan
seharusnya dilakukan paling sedikit setiap dua PFT. Penelitian yang telah dilakukan oleh Utami
tahun atau lebih sering jika diperlukan. Tetapi, pada (2000) pada rumah sakit di DIY dan Jawa Tengah
beberapa rumah sakit, proses revisi formularium juga menunjukkan bahwa masalah pemasukan dan
belum dilakukan secara berkala. Penyebab yang pengeluaran obat dari formularium rumah sakit
paling sering dinyatakan oleh sekreteris PFT adalah belum menjadi perhatian dan prioritas utama(4).
keterbatasan waktu untuk melakukan evaluasi. Dari tiga rumah sakit yang melakukan
Secara umum, Sekeretaris PFT menyatakan bahwa pembahasan terhadap permintaan obat, evaluasi,
untuk revisi formularium diperlukan waktu khusus dan revisi per bagian, hanya dua RSUD yang
dan cukup lama. Sebagian besar rumah sakit baik menerbitkan suplemen atas hasil pembahasan
pemerintah maupun swasta tidak mempunyai forum dan revisi. Sosialisasi hasil revisi formularium
pertemuan Panitia Farmasi dan Terapi yang terjadwal rumah sakit juga belum berjalan dengan baik.
secara teratur, sehingga pada saat pertemuan PFT Formularium rumah sakit yang telah direvisi tidak
diadakan, banyak agenda tentang pengelolaan disosialiasikan secara menyeluruh kepada pihak
obat yang harus dibahas. Hal ini menyebabkan yang terkait (dokter, perawat). Hanya dokter SMF
pembahasan materi tentang evaluasi penggunaan dan anggota PFT yang hadir dalam pertemuan yang
atau revisi formularium tidak terfokus. dapat mengetahui bahwa formularium rumah sakit
Secara ideal, pertemuan PFT harus dilakukan telah direvisi. Apabila sosialisasi formularium rumah
setiap sebulan sekali atau paling sedikit setiap empat sakit tidak dilakukan secara menyeluruh, maka
bulan sekali. Pertemuan yang tidak teratur atau jarang kemungkinan dapat berakibat pada obat yang baru
dilaksanakan mengakibatkan terlalu banyak agenda masuk formularium hanya digunakan oleh dokter
yang harus dibahas. Hal ini dapat menyebabkan tertentu saja. Hal ini dapat berakibat pada resiko
kegiatan atau evaluasi yang perlu dilaksanakan tidak menumpuknya stok obat non-formularium karena
mencapai hasil yang optimal. Setiap pertemuan harus pemakaian yang tidak berlanjut.
memiliki agenda yang dideskripsikan secara jelas Menurut Santoso (1995), formularium rumah
dan dikemukakan dalam pertemuan. Dokumentasi sakit yang telah disusun wajib ditaati oleh setiap
pertemuan diperlukan untuk evaluasi kegiatan dokter yang melaksanakan pelayanan kesehatan di
dan sebagai bahan pertimbangan untuk agenda rumah sakit. Hal ini bisa dicapai apabila pihak yang
pertemuan berikutnya(6). bersangkutan terlibat dalam proses perencanaan dan
Proses komunikasi yang terbentuk antara formularium disosialisasikan kepada semua dokter
anggota PFT dan dokter di rumah sakit melalui yang ada di rumah sakit(7).
forum pertemuan komite medik atau pertemuan PFT Pengaruh proses revisi dan evaluasi
berpengaruh terhadap proses revisi formularium formularium secara berkala terhadap pengadaan
rumah sakit. Semakin baik proses komunikasi yang dan stok obat non-formularium. Hasil evaluasi
terjalin antara anggota PFT dan dokter melalui terhadap pengadaan dan stok obat di rumah sakit
pertemuan PFT di rumah sakit akan memudahkan menunjukkan adanya obat non-formularium rumah
sosialisasi masalah yang terjadi dalam pengelolaan sakit. Secara umum, pada rumah sakit yang sering
obat, termasuk proses revisi formularium rumah melakukan revisi formularium memiliki persentase
sakit, seperti pendapat dari salah satu direktur rumah pengadaan dan stok obat non-formularium relatif
sakit berikut ini: rendah. Sedangkan pada rumah sakit yang jarang
“Jadi begini, dokter itu punya otoritas tinggi, atau tidak pernah melakukan evaluasi dan revisi,
makanya yang kita tekankan ya komunikasi, jadi maka obat non-formularium dalam pengadaan dan
saya tidak menggunakan pendekatan yang terlalu stok menjadi tinggi (Tabel 1).
kaku. Kita ada jadwal rapat komite medik tiap Perkembangan obat baru yang beredar sangat

yusi 41-49.indd 4 5/22/2008 1:43:31 PM


Vol 6, 2008 Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 45

Tabel 1. Pengaruh frekuensi revisi formularium rumah sakit terhadap obat non-formularium.

Rumah sakit pemerintah Rumah sakit swasta


Indikator
A B C D E F G
% pengadaan obat non-formularium 31 34 24 7 1 65 3
% stok obat non-formularium 41 27 36 28 1 64 9
Frekuensi revisi 1 4 3 1 4 0 1
Tahun formularium terbaru 1995 2000 1999 2001 2001 1996 2001

pesat, sehingga formularium yang jarang dievaluasi RSUD B, ternyata implementasi kebijakan rumah
dan direvisi dapat mengakibatkan permintaan dokter sakit tentang pengelolaan obat dapat menimbulkan
terhadap obat non-formularium sering terjadi. kontradiksi dengan tujuan penetapan formularium
Seorang direktur rumah sakit menyatakan dalam rumah sakit.
wawancara mendalam : Penerapan kebijakan penggantian obat sejenis
“Menurut saya, formularium yang terakhir dengan nama dagang lain diharapkan dapat
tahun 1995 sudah out of date, karena sudah banyak menurunkan pengadaan dan stok obat non-
ilmu-ilmu yang berkembang di kedokteran, farmasi, formularium. Rumah sakit pemerintah maupun
atau malah teknologinya. Kalau Formularium rumah sakit swasta telah mempunyai kebijakan
sudah terlalu lama tidak baiklah, compliencenya yang menyatakan bahwa pihak instalasi farmasi
nanti tidak ada lagi”. dapat mengganti dengan obat sejenis dengan merk
Untuk mengatasi hal ini, peranan PFT dalam lain. Meskipun demikian, baik di rumah sakit
melaksanakan tugas evaluasi penggunaan obat di swasta maupun beberapa rumah sakit pemerintah,
rumah sakit harus ditingkatkan. PFT yang efektif kewenangan ini belum dimanfaatkan secara optimal,
harus mempunyai waktu untuk kegiatan penambahan karena ada sebagian besar dokter yang tidak setuju
dan penghapusan obat. Penambahan obat baru dengan penggantian merk obat.
seharusnya diikuti dengan pengurangan obat yang Penggantian obat dengan nama dagang sejenis
sejenis dari formularium, meninjau kembali kelas tidak dapat dilakukan di Rumah Sakit F. Kebijakan
terapi dalam formularium oleh dokter dan farmasis Rumah Sakit F menyatakan bahwa obat dengan
yang kompeten, dan meninjau kembali program nama dagang tidak boleh diganti dengan obat sejenis
untuk mengidentifikasi dan mengatasi problem dengan nama dagang lain tanpa persetujuan dokter.
penggunaan obat. Tanpa ketiga proses tersebut, Kebijakan ini dapat menyebabkan stok obat non-
formularium akan mengkoleksi obat tua yang formularium rumah sakit menjadi tinggi, karena
sudah tidak sesuai dengan kriteria kemanfaatan dan umumnya permintaan dokter yang tertulis dalam
keamanan(6). resep disediakan di rumah sakit.
Di rumah sakit B, walaupun formularium rumah Pada rumah sakit yang menerapkan kebijakan
sakit secara rutin direvisi, tetapi pengadaan dan tentang penggantian obat sejenis yang diresepkan
stok obat non-formularium cukup tinggi. Hal ini dokter dengan nama dagang lain dan yang tidak
terjadi karena adanya kebijakan yang menyatakan menerapkan, ternyata tetap terjadi pengadaan obat
bahwa dokter boleh meminta obat sejenis dengan non-formularium. Hal ini kemungkinan terjadi
nama dagang lain maksimal 5 macam. Dalam karena obat masih merupakan sumber utama
formularium rumah sakit B, macam obat per jenis zat pemasukan rumah sakit, apabila resep banyak yang
aktif pada umumnya kurang dari 5 macam, namun tidak terlayani, maka pendapatan rumah sakit akan
pengadaan obat non-formularium tinggi. Sekretaris menurun.
PFT dan direktur menyatakan walaupun pengadaan Perkembangan obat baru di dunia sangat pesat,
obat non-formularium cukup tinggi, namun stok apabila formularium rumah sakit tidak dievaluasi
maksimal yang ada dalam persediaan maskimal dan direvisi secara rutin, maka formularium rumah
500 macam. Ditinjau dari segi pengelolaan jumlah sakit tersebut akan out of date. Untuk mengatasi hal
stok yang cukup rendah akan menguntungkan, ini, peranan PFT dalam melaksanakan tugas evaluasi
namun apabila peresepan obat di rumah sakit penggunaan obat di rumah sakit harus ditingkatkan.
dievaluasi, maka indikator peresepan obat yang Hal ini sesuai dengan usulan para direktur rumah
sesuai dengan formularium rumah sakit akan sakit yang diteliti, mereka menyatakan bahwa untuk
menjadi rendah. Berdasarkan fakta yang terjadi di mengevaluasi penggunaan obat di rumah sakit, salah

yusi 41-49.indd 1 5/22/2008 1:43:31 PM


46 ANGGRIANI ET AL. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia

satu cara yang dapat dilakukan adalah meningkatkan formularium rumah sakit kelas C di DIY disajikan
peranan dan fungsi PFT. pada Tabel 2.
Profil formularium rumah sakit kelas C di Pada rumah sakit swasta, jumlah macam nama
Daerah Istimewa Yogyakarta.Hasil penelitian dagang obat tinggi (> 1000 macam). Di Rumah
menunjukkan, seluruh rumah sakit kelas C di DIY telah Sakit G, dokter hanya mengusulkan nama zat aktif
memiliki formularium. Berdasarkan hasil penelitian obat, sedangkan penentuan pilihan nama dagang obat
ini, menarik untuk dicermati bahwa pada semua dilakukan oleh pihak manjemen rumah sakit (kepala
indikator terdapat perbedaan yang sangat bermakna instalasi farmasi, direktur, wakil direktur, dan PFT).
antara rumah sakit pemerintah dengan rumah sakit Dalam Formularium Rumah Sakit Panti Rapih, zat
swasta. Dari setiap indikator secara keseluruhan, aktif yang tersedia adalah 1575 macam, jumlah
rumah sakit pemerintah lebih baik dibandingkan ini sangat besar bila dibandingkan dengan enam
dengan rumah sakit swasta. Perbandingan profil rumah sakit lainnya. Hal ini terjadi karena dalam

Tabel 2. Perbandingan profil formularium rumah sakit kelas C di DIY.


Rumah sakit Pemerintah Swasta

Indikator A B C D E F G

∑ Zat aktif 525 441 382 532 296 513 1575


∑ Nama dagang 619 570 388 686 308 1002 2153
% Ketersediaan obat generik 37 35 26 34 50 17 18
% Ketersediaan obat non-generik 63 65 74 66 50 83 82
% Obat esensial 61 41 49 41 71 28 20
% Obat non-esensial 39 59 51 59 29 72 80
% Obat dengan literatur primer 61 41 49 41 71 28 20
% Obat tanpa literatur primer 39 59 51 59 29 72 80
% Obat nama dagang generik 31 26 29 27 48 16 13
% Obat nama dagang non-generik 69 74 71 73 52 84 87
% Obat sediaan tunggal 90 77 73 80 90 67 73
% Obat sediaan kombinasi 10 23 27 20 10 33 27

formularium Rumah Sakit Panti Rapih, setiap satu usulan dokter yang harus diakomodasi. Adanya
jenis zat disediakan berbagai macam bentuk sediaan kecenderungan untuk mengakomodasi permintaan
dan kekuatan dosis. Dengan jumlah zat aktif yang obat oleh dokter. Hal ini terungkap dalam hasil
sangat besar maka obat nama dagang yang masuk wawancara dengan seorang direktur rumah sakit
dalam formularium rumah sakit menjadi besar. berikut ini:
Antar rumah sakit pemerintah, variasi jumlah “Kebutuhan obat biasanya disusun berdasarkan
macam nama dagang cukup besar. Dari lima rumah kebutuhan di rumah sakit seperti apa dan kita
sakit pemerintah, jumlah macam nama dagang di memfasilitasinya. Kita tidak terlalu strict (ketat)
empat rumah sakit dua kali lebih besar dibandingkan dengan formularium yang penting obatnya nanti
dengan Rumah Sakit E. Berdasarkan wawancara rasional dan memang ada hak keahlian dari
dengan sekretaris PFT Rumah Sakit E, terungkap masing-masing dokter itu. Ya namanya dokter
bahwa jumlah macam obat yang cukup rendah khan ada otoritasnya, jadi negosiasilah. Jadi ya
terjadi karena dengan jumlah tersebut kebutuhan banyak diwarnai oleh kebutuhan di rumah sakit
pengobatan di Rumah Sakit E sudah tercukupi. dan kepentingan masing-masing dokter. Ya memang
Kerjasama dan komunikasi yang terjalin dengan ada kepentingan idealisme dan pragmatiseme,
baik merupakan faktor yang mendukung jumlah jadi bagaimana memang harus diatur bagaimana
macam obat tidak terlalu besar. Sedangkan di rumah keduanya bisa tercakup semua”.
sakit lain, dinyatakan jumlah macam obat sedikit Seorang dokter SMF menyatakan:
tidak mencukupi kebutuhan terapi. Jumlah dokter “Seharusnya aitem obat itu lebih banyak lebih
yang lebih banyak menyebabkan semakin banyak baik, dokter itu harus diberi kewenangan sedemikian

yusi 41-49.indd 2 5/22/2008 1:43:32 PM


Vol 6, 2008 Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 47

rupa dalam memberi masukan untuk formularium”. kualitas pengobatan yang lebih baik. PFT di rumah
Umumnya, dokter atau profesi kesehatan lain sakit harus mempunyai tanggung jawab untuk
secara rutin hanya menggunakan kurang dari 200 mengadopsi Daftar Obat Esensial Nasional(6) .
jenis macam obat(9). Dengan konsep ini, sebenarnya Persentase ketersediaan obat generik dalam
adopsi DOEN secara komprehensif ke dalam formularium rumah sakit Kelas C di DIY masih
formularium rumah sakit dapat digunakan sebagai rendah (<50%). Hanya Rumah Sakit E yang memiliki
salah satu cara untuk mencapai efisiensi pengelolaan ketersediaan obat generik dalan formulariumnya
obat dan penggunaan obat yang rasional. Di rumah sebesar 50%. Untuk mencapai hasil yang optimal,
sakit pemerintah, standar jumlah obat sebenarnya standar ketersediaan obat generik di rumah sakit
hanya berkisar 500-600 macam, tetapi di salah dapat diasumsikan dengan konsep sebagai berikut:
satu rumah sakit swasta, jumlah zat aktif jauh lebih satu jenis zat aktif obat idealnya dapat disediakan 3
besar dibanding dengan jumlah obat yang ada dalam macam nama dagang dengan pertimbangan harga
DOEN 1998(10). yang murah, mahal, dan obat generik. Dengan asumsi
Jumlah macam nama dagang obat pada rumah ini, maka ketersediaan obat generik di rumah sakit
sakit pemerintah tidak terlalu jauh dengan daftar minimal adalah 34%. Berdasarkan asumsi ini, dan
obat esensial, yaitu sekitar 600 macam. Tetapi, dari hasil evaluasi yang telah dilakukan, maka hanya
jumlah macam nama dagang pada rumah sakit swasta empat rumah sakit yang memenuhi standar tersebut,
2-4 kali lebih besar dibandingkan dengan DOEN yaitu Rumah Sakit A, Rumah Sakit B, Rumah Sakit
1998. Sebagai perbandingan di negara lain seperti C, dan Rumah Sakit E, sedangkan pada tiga rumah
Denmark (Danish), besarnya jumlah macam obat sakit lainnya, ketesediaan obat generiknya belum
yang direkomendasikan oleh komite farmasi rumah memenuhi asumsi standar.
sakit hanya berkisar antara 200-600 macam. Jumlah Beberapa rumah sakit memiliki kebijakan
obat tersebut disesuaikan dengan tipe rumah sakit tentang penggunaan obat generik bagi pasien yang
tersebut, seperti rumah sakit universitas, rumah sakit tidak mampu, yaitu Rumah Sakit F, Rumah Sakit
regional, atau lokal(9). G, dan Rumah Sakit B. Tetapi, walaupun sudah ada
Jika ditinjau dari segi pengelolaan obat, kebijakan tentang penggunaan obat generik di rumah
persediaan dan jumlah macam obat yang besar sakit, persentase penggunaannya masih rendah.
dapat menimbulkan in-efisiensi dalam pengelolaan Sebagai contoh, penggunaan obat generik di Rumah
obat. Apabila semua macam obat tersebut tersedia Sakit C sebesar 52%(11), sedangkan di Rumah Sakit
di rumah sakit, maka akan diperlukan sumber daya PKU Muhammadiyah Yogyakarta, penggunaan obat
manusia, sarana, dan biaya yang cukup besar untuk generik hanya sekitar 29%(12). Hal ini kemungkinan
mengelola obat tersebut(1). Hal ini sesuai dengan terjadi karena ketersediaan obat generik dalam
pernyataan sekretaris PFT Rumah Sakit E, bahwa formularium rumah sakit masih rendah.
jumlah obat yang sedikit memudahkan dalam Hal sebaliknya terjadi di Rumah Sakit E.
pengelolaannya baik fisik maupun administrasi. Berdasarkan evaluasi peresepan yang dilakukan
Dari tujuh rumah sakit kelas C di DIY, enam sekretaris PFT Rumah Sakit E (tahun 2001),
rumah sakit masih mengacu pada DOEN tahun 1994. rata-rata peresepan obat generik per tahun adalah
Formularium yang ada saat ini seharusnya mengacu 70%. Besarnya persentase peresepan obat generik
pada DOEN edisi tahun 1998, karena DOEN tahun kemungkinan dapat terjadi karena ketercakupan obat
1994 sudah mengalami perubahan yaitu sebanyak generik dalam fomularium Rumah Sakit E cukup
10 macam obat dihapus dan ditambah 61 macam tinggi, yaitu sebesar 50%.
obat. Hasil pengamatan terhadap ketersediaan data
Ditinjau dari persentase Daftar Obat Esensial pendukung obat yang masuk dalam formularium
Nasional yang masuk dalam formularium di empat rumah sakit menunjukkan bahwa obat di luar Daftar
rumah sakit pemerintah dan dua rumah sakit swasta Obat Esensial Nasional (DOEN) tidak memiliki data
masih rendah. Dari hasil wawancara terungkap pendukung yang berupa data uji klinik. Sumber
bahwa obat esensial yang terdapat dalam DOEN informasi yang tersedia pada umumnya bersifat
belum memenuhi kebutuhan untuk terapi di rumah tersier. Hasil wawancara mendalam dengan dokter
sakit. Para dokter SMF dan pihak manajemen rumah SMF dan anggota PFT mengungkapkan bahwa selama
sakit menyatakan tidak semua obat yang dibutuhkan ini, data pendukung yang digunakan oleh rumah
tercantum dalam DOEN, sehingga rumah sakit sakit berasal dari sumber informasi yang diberikan
harus menyediakan obat lain di luar DOEN. Obat oleh industri dan bersifat komersial. Informasi lain
esensial yang dipilih berdasarkan pada kemanfaatan, didapatkan dari buku-buku informasi obat yang juga
keamanan, dan cost effectiveness akan memberikan bersifat komersial (Informasi Spesialit Obat, Daftar

yusi 41-49.indd 3 5/22/2008 1:43:32 PM


48 ANGGRIANI ET AL. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia

Obat Indonesia). Hasil wawancara dengan beberapa yang jelas tentang efek negatif (14). Kekurangan
responden adalah sebagai berikut: sumber informasi yang memadai tentang suatu
“Sumber informasi yang digunakan biasanya produk dapat menyebabkan obat yang dipilih kurang
dari buku IMS, ISO atau literatur yang ada di tepat dan dapat mengakibatkan pengobatan menjadi
Rumah Sakit, kadang- kadang juga informasi dari tidak rasional. Sayangnya, informasi ilmiah yang
pabriknya”. Disampaikan oleh seorang Sekretaris tidak bias seringkali sukar diperoleh oleh fasilitas
PFT. pelayanan kesehatan yang membutuhkan.
“Untuk informasi selain buku yang tersedia di Di rumah sakit pemerintah, penyebab hal tersebut
Rumah Sakit, kadang-kadang kami juga melakukan adalah kurangnya dukungan sarana, prasarana, dan
browsing di internet, tetapi kami sering kesulitan sumber daya manusia. Di rumah sakit swasta, sarana dan
untuk mendapatkan informasi yang valid dan dukungan finansial cukup memadai, tetapi kemampuan
kadang-kadang kami sulit untuk menilai informasi sumber daya manusia untuk menelaah sumber informasi
yang kami dapatkan, ya menilai journal itu baik atau yang diperoleh masih belum memadai.
tidak”. Disampaikan oleh seorang Sekretaris PFT. Ditinjau dari bentuknya, hanya dua rumah sakit
“Saya dapat informasi tentang obat dari detailer, yang mempunyai bentuk buku formularium cukup
ada juga literatur, brosur obat dan seminar-seminar praktis (kecil dan mudah dibawa) dan menarik,
tentang obat baru”. Disampaikan oleh seorang yaitu Rumah Sakit Panti Rapih dan Rumah Sakit B.
dokter SMF. Sedangkan untuk lima rumah sakit lain bentuk buku
“Informasi yang didapat ya dari produsen, formularium terlalu besar dan tidak praktis untuk
seminar atau pertemuan ilmiah tentang obat, karena dibawa. Format formularium seharusnya mudah
kita tidak melakukan penelitian sendiri, maka masih digunakan dan mempunyai bentuk yang atraktif.
subyektif sekali”. Disampaikan oleh seorang dokter Informasi yang relevan dari dokter berkaitan
SMF. dengan suatu produk dapat dimuat dalam bentuk
Berdasarkan kondisi tersebut, maka persentase tabel atau teks(7). Bentuk dan format formularium
data pendukung uji klinik hanya dihitung dari dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk
obat esensial yang ada di rumah sakit, karena meningkatkan kepatuhan dalam penggunaannya(1).
obat esensial merupakan obat yang dipilih dengan
berdasarkan kriteria seleksi obat dan memiliki bukti SIMPULAN
manfaat klinik yang memadai. Ternyata, di semua
rumah sakit, data pendukung uji klinik untuk obat Mekanisme penyusunan dan pengembangan
non-esensial tidak tersedia. Ada beberapa literatur formularium rumah sakit kelas C di DIY belum
sekunder atau tersier, namun literatur tersebut berjalan dengan baik karena panitia farmasi dan
belum dimanfaatkan sebagai sumber informasi terapi tidak memiliki jadwal pertemuan yang
untuk melihat kemanfaatan dan keamanan pada saat teratur karena kesibukan melaksanakan kewajiban
seleksi obat. tugas pelayanan. Frekuensi revisi formularium dan
Ketersediaan informasi uji klinik atau informasi kebijakan tentang pemasukan dan pengeluaran obat
primer yang mendukung tentang kemanfaatan dari formularium rumah sakit dapat mempengaruhi
dan keamanan dalam seleksi obat di luar DOEN pengadaan dan stok obat non formularium.
masih sedikit. Informasi yang didapatkan selama
ini umumnya berasal dari industri yang biasanya UCAPAN TERIMAKASIH
bersifat komersial. Fakta yang terjadi di sektor
farmasi baik swasta atau pemerintah adalah sebagian Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
besar dokter tidak mendapatkan informasi yang sebesar-besarnya kepada Direktur dan Kepala
cukup tentang kemanfaatan obat secara menyeluruh Instalasi Farmasi RSUD Kota Yogyakarta, RSUD
dari industri yang memproduksinya. Padahal Sleman, RSUD Bantul, RSUD Wates, RSUD
dokter dan konsumen bergantung pada semua atau Wonosari, RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta,
sebagian besar informasi tentang efek suatu obat dan RS Panti Rapih, serta seluruh pihak yang banyak
dari industri yang memproduksi. Beberapa industri membantu penelitian ini.
memanfaatkan kelemahan ini dengan menyediakan
sumber informasi yang bias untuk meningkatkan DAFTAR PUSTAKA
penjualan dan keuntungan bagi industri(13).
Selain itu, sumber informasi yang berasal dari 1. Quick JD, Ranjin JR, Laing RO, O’Connor R,
industri hanya menekankan pada aspek positif dari Hogerzeil HV, Dukes MNG, Garnet A. Managing drug
suatu produk tetapi tidak memberikan informasi supply. 2nd ed. West Hartford: Kumarian Press; 1997.

yusi 41-49.indd 4 5/22/2008 1:43:32 PM


Vol 6, 2008 Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 49

2. Madrid I, Velazquez G, Fefer. Pharmaceuticals and 9. World Health Organization. The use of essential
health sector reform im the Americas: an economic drugs. Technical Report Series no. 850. Geneva:
perspective. Geneva: World Health Organization; World Health Organization; 1995.
1998. 10. Departemen Kesehatan RI. Daftar obat esensial
3. Rucker TD, Schiff G. Drug formularies: mythts-in- nasional. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan
formation. Medical Care. 1990.28(10). Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik
4. Utami JNW. Pengembangan indikator kinerja panitia Indonesia; 1998.
farmasi dan terapi rumah sakit [tesis]. Yogyakarta: 11. Indriawati CS. Analisis pengelolaan obat di rumah
Program Pasca Sarjana Manajemen Kebijakan Obat sakit umum daerah Wates [tesis]. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada; 2000. Program Pasca Sarjana Manajemen Kebijakan Obat
5. Lasmintosasi R. Evaluasi pengadaan obat di Rumah Universitas Gadjah mada; 2001.
Sakit Panti Rapih [tesis]. Yogyakarta: Program Pasca 12. Yuniarti. Analisis biaya obat pasien rawat jalan melalui
Sarjana Manajemen Kebijakan Obat Universitas substitusi generik di RSU PKU Muhammadiyah
Gadjah Mada; 2000. Yogyakarta [tesis]. Yogyakarta: Program Pasca
6. World Health Organization, Management Science Sarjana Manajemen Kebijakan Obat Universitas
and Health. Drug and therapeutics committee. Gadjah Mada; 2001.
Modul on International Training Course, Centre For 13. World Health Organization. Public-private role in the
Clinical Pharmacology and Drug Policy Gadjah Mada pharmaceutical sector. WHO/DAP/97.12. Geneva:
University, Yogyakarta, 2001. World Health Organization; 1997.
7. Santoso B. Hospital pharmacy and therapeutic 14. Wolrd Health Organization. Guide to good prescribing.
commitees in Southeast Asia. Medical Progress. A practical manual. WHO/DAP/94.1. Geneva: World
1995. Health Organization; 1994.
8. Hasan WE. Hospital pharmacy. 5th ed. Philadelphia:
Lea and Febiger; 1986.

yusi 41-49.indd 5 5/22/2008 1:43:32 PM

You might also like