You are on page 1of 10

UNMET NEED KELUARGA BERENCANA

DI DAERAH PERKOTAAN DAN PERDESAAN


DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Domas Anggoro Putro


domasanggoro@gmail.com

Umi Listyaningsih
Listyaningsih_umi@yahoo.com

Abstract
Unmet need for family planning indicates that women’s reproductive right is not fulfilled
because of their inability to use contraception. Unmet need for family planning in each
region differs due to regional conditions. This research aimed to assessing the difference of
unmet need level of urban and rural areas, describing the characteristic of women unmet
need for family planning in urban and rural areas, and determining factors that affect unmet
need for family planning in urban and rural areas. This research is a quantitative research
using secondary data. The result shown that unmet need level in rural area is higher than
urban area. However, the chi square test shown that there is no difference of unmet need
level on urban and rural areas. This is because the charactheristics of women in urban and
rural areas are not too different. Characteristic of women who don’t fulfill the need for
family planning in rural area is almost the same as in urban area. Factor tha affecting unmet
need for family planning in rural area is husband education, while in urban area, the
research variables have not significant to determine the factors that affect unmet need for
family planning.

Keywords: Unmeet Need for family planning, urban, rural, characteristic, determinant

Abstrak
Unmet need KB menandakan tidak terpenuhinya hak reproduksi perempuan karena
ketidakmampuan menggunakan kontrasepsi. Fenomena unmet need KB di setiap daerah
memiliki perbedaan karena kondisi daerah yang berbeda. Tujuan penelitian ini mengkaji
perbedaan tingkat unmet need KB, menenemukenali karakteristik perempuan unmet need KB,
dan mengetahui faktor yang mempengaruhi unmet need KB di daerah perkotaan dan
perdesaan. Penelitian bersifat kuantitatif dengan menggunakan data sekunder. Tingkat unmet
need KB di daerah perdesaan lebih tinggi daripada daerah perkotaan. Namun, hasil uji chi
square menunjukkan tidak adanya perbedaan tingkat unmet need KB antara daerah perkotaan
dan daerah perdesaan. Hal ini dikarenakan karakteristik PUS daerah perkotaan dan perdesaan
tidak terlalu bebeda. Karekteristik perempuan unmet need KB daerah perkotaan dan
perdesaan juga tidak terlalu berbeda. Faktor yang mempengaruhi unmet need KB di daerah
perdesaan ialah tingkat pendidikan suami, sedangkan di daerah perkotaan, variabel penelitian
yang digunakan tidak ada yang signifikan terhadap unmet need KB.

Kata kunci: Unmet Need KB, Perkotaan, Perdesaan, Karakteristik, Faktor yang
Mempengaruhi
PENDAHULUAN Penelitian unmet need KB yang
terdahulu telah banyak disebutkan bahwa
Program keluarga berencana tidak karakteristik daerah, dalam artian
selalu mengalami keberhasilan. Salah satu perdesaan dan perkotaan, akan
indikator kurang berhasilnya program mempengaruhi tingkat unmet need KB.
keluarga berencana ialah masih Westoff (2006) mengatakan bahwa
terdapatnya kebutuhan keluarga berencana mayoritas negara berkembang di dunia
yang tidak terpenuhi atau yang disebeut memiliki tingkat unmet need KB yang
unmet need KB. tertinggi di daerah perdesaan dibandingkan
Unmet need KB didefinisikan dengan daerah perkotaan. Sejalan dengan
sebagai persentase perempuan usia subur hasil penelitian Westoff (2006), Hamid
yang tidak menggunakan kontrasepsi, (2002) juga menunjukkan bahwa di
tetapi tidak menginginkan anak lagi atau Indonesia peluang terjadinya unmet need
ingin menjarangkan kehamilan (Bradley et KB lebih besar di daerah perdesaan. Oleh
al, 2012). Unmet need menjadi bahasan karena itu, dalam penelitian terkait unmet
yang sangat penting dalam keluarga need keluarga berencana, karakteristik
berencana. Unmet need KB menurut daerah menjadi relevan untuk diperhatikan.
Markippudin (2011) dapat diartikan Aksesibiltas di tiap daeah dalam
sebagai tidak terpenuhinya hak reproduksi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
perempuan karena ketidakmampuan sangat bervariasi, ada yang tinggi sampai
menggunakan alat kontrasepsi. yang rendah. Aksesibiltas yang tinggi
dapat dijumpai pada daerah perkotaan,
Tingkat unmet need KB di setiap sedangkan aksesibiltas yang renda pada
daerah memiliki tingkatan yang berbeda. perdesaan. Oleh karena itu, masih adanya
Besarnya tingkt unmet need KB di suatu daerah dengan aksesibiltas yang rendah
daerah sangat dipengaruhi oleh kondisi dapat membuat fenomena unmet need KB
daerah tersebut. Indonesia memiliki masih banyak dijumpai. Berdasarkan urain
heterogenitas yang tinggi di setiap tersebut, maka tujuan penelitian meliputi:
daerahnya. Kondisi ekonomi, pendidikan, 1. Mengkaji perbedaan tingkat unmet
dan infrastrukrur Indonesia bagian timur need KB daerah perkotaan dan daerah
secara umum tidak lebih baik dibanding perdesaan Provinsi Daerah Istimewa
dengan kondisi Indonesia bagian barat, Yogyakarta.
sehingga tingkat unmet need KB lebih 2. Menemukenali karakteristik
tinggi di wilayah Indonesia bagian timur. perempuan unmet need KB daerah
Hasil SDKI tahun 2012 perkotaan dan perdesaan Provinsi
menunjukkan sebagain besar wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Indonesia bagian timur memiliki tingkat 3. Mengkaji faktor penyebab unmet need
unmet need KB yang lebih tinggi dari KB daerah perkotaan dan perdesaan
angka nasional. Tingkat unmet need KB Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
tertinggi juga terletak di wilayah indonesia
bagian timur, yaitu Provinsi Papua dengan
tingkat unmet need KB mencapai 23,8%
(BPS-BKKBN-KemenKes-ICF
Internasional, 2013).
METODE PENELITIAN berstatus kawin, tinggal bersama pasangan,
masih subur, baik yang menggunakan
Lokasi penelitian daerah perkotaan kontrasepsi ataupun tidak menggunakan
berada pada RW 10, Kelurahan kontrasepsi yang terdapat dalam hasil
Panambahan, Kecamatan Kraton, Kota penelitian Listyaningsih (2016). Hasil
Yogyakarta, sedangkan lokasi penelitian penelitian Listyaningsih (2016) di RW 10,
perdesaan berada pada Dusun Gunung Keluarahan Panembahan terdapat
Kukusan, Desa Hargorejo, Kecamatan sebanyak 168 keluarga dan yang termasuk
Kokap, Kabupaten Kulon Progo. dalam PUS sebanyak 49 keluarga.
Pemilihan lokasi penelitian dilakukan Sedangkan Dusun Gunung Kukusan, Desa
dengan beberapa tahapan atau multi stage Hargorejo, terdapat sebanyak 167 keluarga,
dengan pertimbangan kondisi fisik, sosial, dimana yang termasuk dalam PUS
dan ekonomi. Berdasarkan hasil pemilihan sebanyak 60 keluarga.
lokasi, perbedaan lokasi penelitian antara Teknik analisis data menggunakan
perkotaan dan perdesaan terlihat pada analisis deskriptif dan analisis inferensial.
Gambar 1 dan Gambar 2 berikut ini. Analisis deskriptif menggunakan distribusi
frekuensi dan tabulasi silang. Distribusi
frekuensi digunakan untuk mengetahui
karakteristik perempuan unmet need KB,
sedangkan tabulasi silang untuk
membandingkan antara daerah perkotaan
dan perdesaan. Analisis inferensial
menggunakan regresi logistik biner dan chi
square. Regersi logistik biner digunakan
untuk mencari faktor yang mempengaruhi
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian unmet need KB, sedangkan Chi Square
Perkotaan untuk mengetahui perbedaan tingkat unmet
Sumber: Hasil Analisis, 2017 need KB antara perkotaan dan perdesaan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbedaan Tingkat Unmet need KB

Hasil analisis menunjukkan bahwa


daerah perkotaan dan perdesaan di
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
masih terdapat kejadian unmet need KB.
Daerah perkotaan terdapat 12 kejadian
unmet need KB, sedangkan di daerah
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian perdesaan terdapat 18 kejadian unmet need
Perdesaan KB. Jumlah kejadian tersebut memang
Sumber: Hasil Analisis, 2017
sangat kecil apabila dilihat secara kasat
Populasi dalam penelitian ialah mata. Namun berdasarkan persentase
perempuan usia subur 14-49 tahun, kejadian unmet need KB, kondisi ini perlu
mendapatkan perhatian khusus. Persentase Tabel 1. Karakteristik Demografi
unmet need KB di daerah perkotaan Perempuan unmet need KB
sebesar 24,49%, sedangkan di daerah Daerah Daerah
perdesaan mencapai 30%. Tingkat unmet Karakteristik Perkotaan Perdesaan Total
need KB tersebut dapat dikatagorikan n % n %
sebagai tingkatan yang tinggi. Umur Istri
Tingkat unmet need KB daerah < 25 0 0 2 11,11 2
perkotaan dan pedesaan dari hasil 25–35 5 41,67 5 27,78 10
penelitian dilihat secara angka memiliki > 35 7 58,33 11 61,11 18
perbedaan. Namun, secara statistika AMH
tingkat unmet need KB daerah perkotaan 1 2 16,67 9 50 11
2 4 33,33 6 3,33 10
dan daeah perdesaan tidak berbeda. Hal ini >2 6 50 3 16,67 9
terlihat pada nilai χ2 hitung lebih kecil Pengalaman
dibandingkan dengan nilai χ2 tabel (0,18 < Pernah 6 50 7 38,89 13
3,841 atau 0,18 < 6,635). Tidak Pernah 6 50 11 61,11 17
Sumber: Listyaningsih, 2016
Hasil penelitian Makripuddin
(2011) menunjukkan tidak ada perbedaan Perempuan unmet need KB di
yang signifikan antara perempuan unmet daerah perkotaan dan perdesaan
need KB di perdesaan dan perkotaan menunjukan pola yang sama untuk
Kabupaten Lombok Timur. Tidak adanya karakteristik umur, dimana jumlah unmet
perbedaan ini disebabkan karena rata-rata need KB meningkat sejalan dengan
umur, lama kawin, jumlah anak masih peningkatan umur. Menurut Bhusnan
hidup yang dimiliki perempuan, dan status (1997) perempuan menganggap semakin
bekerja perempuan juga tidak tinggi usia maka risiko untuk kehamilan
menunjukkan adanya perbedaan antara semakin kecil. Hal ini terbukti berdasarkan
daerah perkotaan dan daerah perdesaan. rata-rata penuturuan perempuan unmet
Sejalan dengan Makripuddin need KB pada usia atas menyebutkan
(2011), tidak adanya perbedaan tingkat bahwa umur yang tua sudah tidak mungkin
unmet need KB di daerah perkotaan dan hamil lagi, sehingga tidak perlu
daerah perdesaan dalam penelitian karena menggunakan kontrasepsi.
karakteristik PUS antara daerah perkotaan Jumlah perempuan unmet need KB
dan daerah perdesaan tidak terlalu berbeda. di perkotaan lebih banyak pada perempuan
Karakteristik umur, jumlah anak masih yang memiliki jumlah anak lebih dari dua
hidup, pengalaman penggunaan anak yng masih hidup. Berbeda dengan
kontrasepsi, persetujuan istri terhadap daerah perkotaan, jumlah perempuan
kontrasepsi, pengambilan keputusan KB, unmet need KB di daerah perdesaan
persepsi suami, status pekerjaan, dan didominasi oleh mereka yang hanya
estimasi biaya KB antara daerah perkotaan memiliki satu anak yang masih hidup.
dan perdesaan tidak terlalu jauh berbeda. Apabila dilihat dari usia perempuan unmet
need KB di daerah perdesaan yang
Karakteristik Perempuan Unmet need
mememiliki satu anak yang masih hidup,
KB
44,44% diantaranya telah berusia lebih
dari 35 tahun. Hasil penelitian
menunjukkan perempuan unmet need KB Hal ini menandakan bahwa tingkat
pada usia tersebut beranggapan tidak pengetahuan perempuan terkait
mungkin hamil lagi karena usia mereka kontrasepsi masih belum cukup baik.
yang sudah tua, sehingga memutuskan
untuk tidak menggunakan kontrasepsi. Tabel 2. Karakteristik Sosial Perempuan
Selain itu, dilihat dari latar belakang Unmet Need KB
Daerah Daerah
ekonomi keluarga, perempuan unmet need
Karakteristik Perkotaan Perdesaan Total
KB yang memiliki satu anak yang masih
hidup didominasi oleh mereka yang N % n %
berpendapatan kurang dari dua juta per Pendidikan Istri
SD 1 8,33 0 0 1
bulan. Hal tersebut yang memungkinkan SMP 2 16,67 8 44,44 10
terjadinya unmet need KB. SMA 2 16,67 9 50 11
Menurut pengalaman penggunaan PT 7 58,33 1 5,56 8
Pendidikan Suami
kontrasepsi, tingkat perempuan unmet
SD 0 0 8 44,44 8
need KB di perdesaan paling banyak SMP 2 16,67 2 11,11 4
ditemui pada perempuan yang belum SMA 7 58,33 7 38,89 14
PT 3 25 1 5,56 4
pernah menggunakan kontrasepsi
Persetujuan Kontrasepsi
sebelumnya, sedangkan di perkotaan
Setuju 10 83,33 11 61,11 21
tingkat unmet need KB pada perempuan Tidak Setuju 2 16,67 7 38,89 9
yang belum pernah dan sudah pernah Pengambilan Keputusan KB
menggunakan kontrasepsi memiliki jumlah Orang Lain 1 8,33 0 0 1
Suami Saja 1 8,33 1 5,56 2
yang sama. Istri Saja 9 75 16 88,89 25
Hasil peneltian menunjukkan Suami-Istri 1 9,33 1 5,56 2
bahwa terdapat unmet need KB pada Persepsi Suami
Setuju 11 91,67 18 100 29
perempuan yang sudah pernah Tidak Setuju 1 8,33 0 0 1
menggunakan kontrasepsi. Jain (1999) Sumber: Listyaningsih, 2016
yang menyatakan bahwa pengalaman yang
Tingkat perempuan unmet need KB
kurang menyenangkan terhadap
yang berlatar belakang pendidikan SMP ke
kontrasepsi di masa lalu membuat
bawah yang masih ditemui dapat dikatakan
perempuan tidak menggunakan alak
hal yang wajar. Sejalan dengan Westoff
kontrasepsi kembali. Sejalan dengan
(2001), Korra (2002), Hatmadji (2006),
pernyataan Jain (1999), hasil analisis
Makripuddin (2011), dan Rahamaningtias
menunjukkan perempuan unmet need KB
(2014), perempuan yang memiliki
yang pernah menggunakan kontrasepsi.
pendidikan dasar sampai menengah
berhenti menggunakan kontrasepsi karena
pertama mengalami kejadian unmet need
pengalaman buruk dengan kontrasepsi.
KB yang lebih banyak. Hal ini disebabkan
Perempuan yang belum pernah
karena kurangnya pengetahuan terkait
menggunakan kontrasepsi sangat wajar
kontrasepsi maupun keluarga berencana.
mengalami unmet need KB. Alasan belum
Hasil penelitian yang perlu
pernah menggunakan kontrasepsi yang
diperhatikan ialah lebih banyaknya
dominan ialah takut terhadap efek samping.
perempuan dengan latar belakang
Hal yang perlu diperhatikan ialah
pendidikan SMA ke atas yang mengalami
ketakutakan terhadap efek kontrasepsi
kejadian unmet need KB. Listyaningsih
didapatkan bukan dari pengalaman pribadi.
(2016) menyebutkan bahwa perempuan perempuan terhadap kontrasepsi.
unmet need KB terdidik memiliki risiko Perempuan yang setuju dengan
kehamilan yang lebih rendah karena faktor penggunaan kontrasepsi pada umunya
internal yang memberikan dorongan kuat akan menggunakan kontrasepsi, tetapi
dari perempuan itu sendiri, sehingga kenyataan di lapangan berbeda.
perempuan dapat memberikan jaminan Perempuan yang setuju terhadap
tidak terjadi kehamilan walaupun tidak penggunaan kontrasepsi belum tentu
menggunakan kontrasepsi. menggunakan kontrasepsi. Apabila dilihat
Menurut pendidikan suami, tingkat dari alasan perempuan tersebut unmet need
unmet need KB di daerah perkotaan lebih KB, ketakutan terhadap efek samping yang
tinggi pada perempuan yang memiliki memungkinkan perempuan tidak
suami dengan berlatar belakang menggunakan kontrasepsi meskipun
pendidikan SMA ke atas (75%), mereka setuju terhadpa kontrasepsi.
sedangkan di daerah perdesaan lebih tinggi Pengambilan keputusan untuk
pada perempuan yang memiliki suami menggunakan kontrasepsi atau terkait
dengan latar pendidikan SD-SMP program keluarga berencana di daerah
(55,55%). Suami dengan latar belakang perkotaan dan perdesaan juga memiliki
pendidikan yang tidak begitu tinggi di pola yang sama, yaitu hanya ditetntukan
daerah perdesaan memungkinkan tidak oleh istri saja. Hampir seluruh PUS
dapat membantu istri dalam hal penentuan menuturkan bahwa hal yang terkait dengan
penggunaan kontrasepsi. Kondisi yang keluarga berencana dilimpahkan oleh
seperti itu memiliki peluang yang sangat suami ke istri sepenuhnya. Akibatnya
tinggi untuk pasangan tidak menggunakan pengambilan keputusan terkait keluarga
kontrasepsi. berencana ataupun kontrasepsi hanya
Berbeda dengan daerah perkotaan, ditentukan oleh istri saja.
dimana suami memiliki latar belakang Menurut persepsi suami terhadap
pendidikan yang tergolong tinggi, suami KB, jumlah kejadian unmet need KB pada
dapat membantu istri dalam penentuan perkotaan dan perdesaan paling banyak
penggunaan kontrasepsi, sehingga terjadi pada perempuan yang suaminya
kemungkinan untuk menggunakan setuju terhadap kontrasepsi ataupun
kontrasepsi sangat tinggi. Namun, hasil di keluarga berencana. Menurut Uljanah
lapangan menunjukkan yang berbeda, (2016) dan Suseno (2011), suami yang
dimana di perkotaan pendidikan suami dan mendukung istrinya menggunakan
istri yang tinggi justru memiliki kejadian kontrasepsi akan memperkecil risiko untuk
unmet need KB yang paling banyak. terjadinya unmet need KB. Namun, hasil
Seperti yang sudah di jelaskan sebelumnya, penelitian menunjukkan hal yang berbeda
unmet need KB terdidik sangat berisiko dengan hasil penelitian Uljanah (2016) dan
kecil untuk terjadi kehamilan walaupun Suseno (2011).
tidak menggunakan kontrasepsi modern Salah satu hal yang memungkinkan
karena pasangan tersebut sudah tahu betul tingginya kejadian unmet need KB pada
bagimana cara agar tidak terjadi kehamilan. pasangan yang suaminya setuju terjadap
Tingkat unmet need KB di daerah kontrasepsi karena peran suami masih
perkotaan dan perdesaan memiliki pola sangat minim. Minimnya peran suami
yang sama berdasarkan persetujuan dalam hal ini dapat terlihat pada
pengambilan keputusan penggunaan tentu berbeda dengan apa yang telah
kontrasepsi di perkotaan dan pedesaan dikatakan Bongaarts (1978). Perempuan
yang hanya di tentukan oleh istri saja. yang bekerja di perdesaan didominasi oleh
Dengan demikian, suami yang setuju mereka yang bekerja di sektor pertanian.
terhadap kontrasepsi atauapun keluarga Jam kerja yang tidak pasti di sektor
berencana belum tentu memperkecil risiko pertanian, membuat para pekerja tidak
unmet need KB sebab keputusan merasakan banyak tuntutan pekeraan. Oleh
penggunaan kontrasepsi atau keluarga karena itu, mereka masih memiliki banyak
berencana masih ditentukan oleh istri saja. waktu untuk mengurus anak sehingga
mengatur kelahiran tidak menjadi prioritas.
Tabel 3. Karakteristik Ekonomi Sejalan dengan penelitian, Rahmaningtias
Perempuan Unmet Need KB (2014) dalam penelitiannya di NTT juga
Daerah Daerah
Karakteristik Perkotaan Perdesaan Total menemukan hal yang sama, yaitu kejadian
n % n % unmet need KB masih tinggi pada
Status Bekerja kelompok perempuan yang bekerja
Bekerja 5 41,67 9 50 14
Tidak 58,33 50 Berdasarkan pendapatan keluarga
7 9 16
Bekerja pada, tingkat unmet need KB di daerah
Pendpatan perkotaan dan perdesaan lebih tinggi pada
< 1.000.000 1 8,33 2 11,11 3
1.000.000 – 41,67 33,33 perempuan yang memiliki pendapatan
5 6 11
2.000.000 keluarga sebesar satu sampai dua juta per
2.000.000 – 8,33 22,22 bulan. Jones (1998) menyebutkan bahwa
1 4 5
3.000.000
3.000.000 – 0 16,67 perempuan yang berasal dari keluarga
0 3 3
4.000.000 dengan pendapatan yang rendah cenderung
4.000.000– 16,67 5,56 mengalami hambatan dalam
2 1 3
5.000.000
> 5.000.000 3 25 2 11,11 5 memanfaatkan pelayanan keluarga
Sumber: Listyaningsih, 2016 berencana, akibatnya kebutuhan keluarga
Berdasarkan status pekerjaan istri, berencana menjadi sulit untuk terpenuhi.
daerah perkotaan dan perdesaan memiliki Tabel 4. Karakteristik Pelayanan KB
kejadian unmet need KB yang tidak terlalu Perempuan Unmet Need KB
berbeda jauh antara perempuan yang Daerah Daerah
bekerja atau yang tidak bekerja. Jumlah Karakteristik Perkotaan Perdesaan Total
perempuan yang bekerja dan tergolong n % N %
unmet need KB di perkotaan lebih sedikit
Jarak Pelayanan KB
daripada jumlah yang bekerja. Sesuai < 1 km 11 91,67 0 0 11
dengan Bongaarts (1978) yang ≥1 km 1 8,33 18 100 19
menyebutkan bahwa perempuan yang Biaya
< 10.000 0 0 1 5,56 1
bekerja lebih cenderung menggunakan 10.000 – 83,33 88,89
10 16 26
kontrasepsi. 30.000
Hasil penelitian di daerah > 30.000 2 16,67 1 5,56 3
Sumber: Listyaningsih, 2016
perdesaan menunjukkan bahwa perempuan
yan bekerja memiliki jumlah kejadian Berdasarkan hasil analsis, unmet
unmet need KB yang sama dengan need KB di perkotaan lebih banyak terjadi
perempuan yang tidak bekerja. Hal ini pada perempuan yang harus menempuh
kurang dari satu kilometer untuk ke tempat berhasil untuk menangani unmet need KB
lokasi pelayanan. Sedangkan unmet need bila dilihat dari hasil penelitian.
KB di perdesaan lebih banyak terjadi pada
perempuan yang harus menempuh satu Faktor yang Mempengaruhi Unmet
sampai dua kilometer untuk mendapatkan need KB
pelayanan KB. Tabel 5. Hasil Regresi Logistik Biner
Hasil penelitian Thang and Anh Daerah Daerah
(2002) menunjukkan perempuan yang Variabel Perkotaan Perkotaan
Sig. OR Sig. OR
bertempat tinggal lebih dari satu kilometer
Umur istri 0,473 0,501 0,427 0,396
dari tempat pelayanan KB berisiko tiga Jumlah anak
0,083 5,415 0,131 11,094
kali lebih besar untuk tidak menggunakan masih hidup
Pengalaman
kontrasepsi. Perempuan tersebut lebih penggunaan 0,189 3,5791 0,106 7,018
banyak ditemukan pada daerah perdesaan kontrasepsi
di Vietnam. Minimnya transportasi umum Tingkat
pendidikan 0,462 0,498 0,361 0,321
di daerah perdesaan penelitian dan tidak istri
adanya kendaraan pribadi semakin Tingkat
menyulitkan untuk mendapatkan pendidikan 0,794 0,743 0,037 24,441
suami
pelayanan KB. Hal ini yang membuat Persetujuan
keinginan untuk menggunakan kontrasepsi itsti terhadap 0,752 1,485 0,030 14,356
menjadi berkurang. kontrasepsi
Pengambilan
keputusan
Tabel 4 di atas juga menunjukkan dalam 0,517 2,322 0,098 11,843
tingkat unmet need KB lebih banyak keluarga
terjadi pada biaya kontrasepsi yang rendah, berencana
Persepsi
yaitu kurang dari Rp. 10.000 baik di suami 1,000 0,000 1,000 0,000
perkotaan maupun perdesaan. Hasil ini terhadap KB
berbeda dengan hasil penelitian Bhusnan Status
pekerjaan 0,849 1,201 0,340 0,393
(1997) yang menyatakan bahwa biaya istri
kontrasepsi yang tinggi menyebabkan Pendapatan
0,598 0,539 0,380 0,361
keluarga
banyak terjadinya unmet need KB.
Jarak tempat
Makripuddin (2011) juga menyebutkan pelayanan 0,572 0,462 0,004 0,027
bahwa hasil SDKI 2002-03 sekitar 2,7% KB
Biaya alat
perempuan mengatakan tidak kontrasepsi
0,973 0,965 0,401 0,117
menggunakan kontrasepsi karena biaya Sumber: Hasil Analisis, 2017
kontrasepsi yang mahal.
Tabel 5 di atas menunjukkan
Kondisi yang berbeda ditunjukkan
bahwa seluruh variabel yang ada tidak
oleh hasil penelitian, dimana biaya yang
memiliki pengaruh yang signifikan
murah tersebut belum menjadi jaminan
terhadap kejadian unmet need KB di
perempuan akan menggunakan kontrasepsi.
daerah perkotaan. Hal ini diambil
Masih ada faktor lain yang menentukan
berdasarakn nilai signifikansi (sig.) yang
perempuan akan memakai kontrasepsi atau
lebih dari 0,05. Perempuan yang suaminya
tidak. Program pemerintah yang
setuju terhadap program KB, serta jarak
menjadikan biaya kontrasepsi menjadi
pelyanan KB yang dekat dan biaya
semakin murah sepertinya belum terlalu
kontrasepsi yang murah seharusnya
membuat pengaruh yang besar dalam semakin tinggi pendidikan maka semakin
keputusan untuk menggunakan kontrasepsi. tinggi juga kesadaran terkait risiko
Namun kenyataan di daerah kehamilan ataupun wawasan terkait
perkotaan, perempuan dengan kondisi keluarga berencana, sehingga keputusan
seperti itu merupakan yang paling banyak untuk menggunakan kontrasepsi akan
mengalami kejadian unmet need KB. terlaksana.
Selain itu, perempuan banyak yang setuju Suami yang memiliki tingkat
terhadap kontrasepsi, tetapi tetap saja tidak pendidikan yang tinggi tidak menutup
membuat perempuan tersebut kemungkinan mengetahui cara mencegah
menggunakan kontrasepsi. Hal ini kehamilan tanpa menggunakan alat
mendakan bahwa keputusan penggunaan kontrasepsi. Cara ini umunya merupakan
kontrasepsi lebih banyak berasal dari metode kontrasepsi tradsional yang tidak
perempuan itu sendiri, bukan dari luar menggunakan alat. Kontrasepsi tradisional
perempuan tersebut. memiliki risiko kegagalan untuk mencegah
Kondisi yang berbeda ditunjukkan kehamilan yang lebih tinggi dibandingkan
oleh daerah perdesaan. Variabel yang dengan kontrasepsi modern.
memiliki pengaruh secara signifikan ialah Bradley et al (2012) memasukan
variabel pendidikan suami, persetujuan kontrasepsi tradisional ke dalam katagori
istri terhadap kontrasepsi, dan jarak tempat unmet need KB karena efektifitasnya
pelayanan KB terdekat. Nilai signifikansi dalam mencegah kehamilan masih
(sig.) yang kurang dari 0,05 merupakan diragukan. Namun karena luasnya
tanda bahwa variabel memiliki pengaruh pengetahuan terkait hal tersebut,
yang signifikan atau pengaruh yang kontrasepsi tradisional menjadi efektif
bermakna. bagi pasangan. Hal ini dikarenakan
Berdasarkan variabel-variabel yang pasangan sudah paham betul bagimana
memiliki pengaruh bermakna terhadap cara menangani risiko kehamilan tanpa
unmet need KB, variabel pendidikan suami kontrasepsi.
yang memiliki pengaruh yang paling besar,
yaitu sebesar 24,441. Hal yang menarik KESIMPULAN
ialah variabel pendidikan suami memiliki Berdasarkan penjelasan hasil
pengaruh yang posfitif terhadap analisis yang telah dilakukan, dapat ditarik
perempuan unmet need KB. Artinya, kesimpulan sebagai berikut:
perempuan yang memiliki suami dengan 1. Tingkat unmet need KB di daerah
pendidikan yang tinggi mempunyai perkotaan sebesar 24,49%, sedangkan
kemungkinan 24,441 lebih tinggi untuk di daerah perdesaan mencapai 30%.
mengalami kejadian unmet need Tingkat perempuan unmet need KB
dibandingkan dengan perempuan yang daerah pekotaan dan daerah
memiliki suami dengan pendidikan yang perdesaantidak memiliki perbedaan
lebih rendah. yang signifikan. Hal ini ditunjukkan
Variabel pendidikan umumnya oleh nilai χ2 hitung yang lebih besar
memiliki pengaruh yang negatif terhadap dari χ2 tabel (0,183 < 3,841).
unmet need KB, dimana kejadian unmet 2. Karakteristik perempuan unmet need
need akan semakin berkurang pada mereka KB antara daerah perkotaan dan
yang berpendidikan tinggi. Asumsinya,
perdesaan tidak berbeda jauh. International Family Planning
Perbedaan terletak pada karakteristik Perspective, 25,Supplement, hal
jumlah anak masih hidup, pendidikan S39 – S43.
Korra, A. (2002). Attitudes toward Family
istri dan suami, serta jarak tempat
Planning and Reasons for Nonuse
pelayanan KB. among Women with Unmet Need
3. Hasil regersi logistik menenjukan for Family Planning in Ethiopia..
bahwa faktor penyebab unmet need ORC Macro Calverton, Maryland,
KB daerah perkotaan dan daerah USA.
perdesaan berbeda Faktor yang paling Listyaningsih, U. 2016. Disparitas
mempengaruhi unmet need KB di Efektivitas Media Sosial dalam
Edukasi Keluarga Berencana
daerah perdesaan ialah variabel
Menurut Daerah Perkotaan dan
pendidikan suami, sedangkan unmet Perdesaan.
need KB daerah perkotaan tidak sama Makripuddin, L. (2011). Perempuan
sekali dipengaruhi oleh seluruh Unmet Need Di Kabupaten
variabel yang digunakan. Lombok Timur. Disertasi.
Universitas Gadjah Mada.
Daftar Pustaka Rahmaningtias, A. (2014). Kebutuhan
Keluarga Berencana yang Tidak
Bhusnan, I. (1997). Understanding Unmet Terpenuhi Di Nusa Tenggara
Need. Working Paper No.4, Timur. Tesis. Sekolah Pascasarjana
November 1997. Johns Hopkins Universitas Gadjah Mada.
University School of Public Health, Suseno, M. R. 2011. Faktor-Faktor yang
Center for Communication berpengaruh terhadap kebutuhan
Programs. Keluarga Berencana yang Tidak
BPS-BKKBN-Kementrian Kesehatan-ICF Terpenuhi (Unmet Need for Family
International. (2013). Survei Planning) di Kota Kediri. Jurnal
Demografi dan Kesehatan Kebidanan Panti Wilasa, 2 (1).
Indonesia 2012. Jakarta. Thang, N. M., dan Anh, D. N. (2002).
Bradley, S. E. K., Croft, T. N., Fishel, J. Accesibility and Use of
D., and Westoff, C. F. (2012). Contraceptive in Vietnam.
Revising Unmet Need for Family International Family Planning
Planning. DHS Analytical Studies Perspectives, 8 (4), hal. 214 – 219.
No. 25. Calverton, Maryland, USA: Uljanah, K., Winami, S., dan Mawarni, A.
ICF International. (2016). Hubungan Faktor Risiko
Hamid, S. (2002). Faktor-Faktor Yang Kejadian Unmet Need KB
Berhubungan Dengan Unmet Need (Keluarga Berencana) Di Desa
Keluarga Berencana: Analisa Hasil Adiwerna, Kecamatan Adiwerna,
Survey Demografi dan Kesehatan Kabupaten Tegal, Triwulan III.
Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 4
Tesis. Ilmu Kesehatan Masyarakat (4). hal. 204 – 212.
Universitas Indonesia. Westoff, C. F. (2006). New Estimates of
Hatmadji, S. H. (2006). Unmet Ned for Unmet Need and The Deman for
Family Planning in Indonesia: Family Planning. DHS
Trends and Detemninants. Journal Comparative Studies No. 14.
of Population, 12 (1), hal. 1 – 26. Calverton, Maryland, USA: Macro
Jain, A. K. (1999). Should Eliminating International.
Unmet Need for Contraception
Continue to be A Program Priority?

You might also like