You are on page 1of 7

Trad. Med. J.

, May - August 2017 Submitted : 07-09-2016


Vol. 22(2), p 73-79 Revised : 15-02-2017
ISSN-p : 1410-5918 ISSN-e : 2406-9086 Accepted : 17-04-2017

Anti-inflammatory Activity of Camellia sinensis, l. Extract Cream


Combined with Vitamin C as Antioxidant on Croton Oil-induced
Inflamation in Male Mice Strain BALB/C
Daya Anti-Inflamasi Krim Kombinasi Ekstrak Teh Hijau dan Vitamin C sebagai
Antioksidan pada Mencit Jantan Galur Balb/C yang Diinduksi Croton Oil
Nining Sugihartini1*, Ratih Saridewi2, Ulfa Ramdhani M2, Fitri Rahmawanti2, Sapto Yuliani1, Vivi
Sophia1
1Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta
2Mahasiswa Sarjana, Fakultas Farmasi, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta

ABSTRACT
Green tea extract cream contains epigallocatechin gallate (EGCG) as the active ingredient for anti-
inflammatory. Epigallocatechin gallate is easyly oxidized and able to reduce its effectivity as an anti-
inflammatory. Therefore, an addition of antioxidants in order to increase its stability is required. The purpose
of this study was to determine the effect of adding the antioxidant Vitamin C on the effectivity of green tea
extract as an anti-inflammatory. This study uses 6 groups of male mice strain BALB/C which were given
treatment as follows: normal control, negative control, base cream, green tea extract (0.2%), Vitamin C
cream (1%) and green tea extract cream with addition of Vitamin C. The anti-inflammatory activity was
evaluated based on the expression of COX-2, inflammatory cells and the thickness of the epidermis in the skin
tissue of mice after given crotton oil (0.1%) on the back for the induction of inflammation. After treatment
cream for 3 days, mice were sacrificed for histopathological tissue preparations made with hematoxylin eosin
staining and immunohistochemistry COX-2. Data were analyzed statistically with one way Anova followed by
t-test to determine differences between groups at a significance level of 0.05. The test results indicate that
cream of green tea extract is higher in decreasing inflammatory parameters in comparison with cream of
Vitamin C, except in the thickness of epidermal parameter. Green tea extract cream with the addition of
Vitamin C is higher in reducing inflammatory parameters than cream of green tea extract or cream of
Vitamin C. The decline percentage of cells that express COX-2, inflammatory cells and the thickness of the
epidermis in the each of groups were cream of green tea extract:57.95%;53.75%;34.83%, cream of Vitamin
C:48.76%;34.96%;34.27%, cream of green tea extract and Vitamin C:61,89%;65,54%;46.30%, respectively.
Based on the results of this study, it can be concluded that anti-inflammatory activity of green tea extract
cream increased due to the addition of 1% vitamin C as an antioxidant.
Keywords: Green tea extract, vitamin C, cream, anti-inflammatory, COX-2, inflammatory cells, thickness of
the epidermis

ABSTRAK
Krim ekstrak teh hijau mengandung bahan aktif epigalokatekin galat sebagai anti-inflamasi.
Epigalokatekin galat mudah mengalami oksidasi yang dapat menurunkan aktivitasnya sebagai anti-
inflamasi. Oleh karena itu diperlukan penambahan antioksidan untuk meningkatkan stabilitasnya. Tujuan
penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penamabhan antioksidan Vitamin C terhadap efektivitas ekstrak
teh hijau sebagai anti-inflamasi. Penelitian ini menggunakan 6 kelompok mencit jantan galur BALB/C yang
mendapatkan perlakuan sebagai berikut : kontrol normal, kontrol negatif, basis krim, krim ekstrak teh hijau
(0,2%), krim Vitamin C (1%) dan krim ekstrak teh hijau dengan penambahan Vitamin C. Aktivitas anti-
inflamasi dievaluasi berdasarkan ekspresi COX-2, sel radang dan ketebalan epidermis pada jaringan kulit
mencit setelah diberi crotton oil (0,1%) pada bagian punggungnya untuk induksi inflamasi. Setelah
perlakuan krim selama 3 hari, mencit dikorbankan untuk dibuat preparat histopatologik jaringan kulit
dengan pengecatan hematoksilin eosin dan imunohistokimia COX-2. Data dianalisis statistik dengan uji
Anova satu jalan kemudian dilanjutkan dengan uji t untuk mengetahui perbedaan antar kelompok pada

Correspondence author: Nining Sugihartini


Email : nining.sugihartini@pharm.uad.ac.id

Traditional Medicine Journal, 22(2), 2017 73


tingkat signifikansi 0,05. Hasil uji menunjukkan bahwa krim ekstrak teh hijau lebih tinggi dalam
menurunkan parameter inflamasi dibandingkan dengan krim Vitamin C, kecuali pada parameter tebal
epidermis. Krim ekstrak teh hijau dengan penambahan Vitamin C paling tinggi dalam menurunkan
parameter inflamasi dibandingkan krim ekstrak teh hijau atau krim Vitamin C. Persentase penurunan
jumlah sel dengan ekspresi COX-2, sel radang dan ketebalan epidermis secara berturut-turut untuk tiap
kelompok adalah sebagai berikut krim ekstrak teh hijau:57,95%;53,75%;34,83%, krim Vitamin
C:48,76%;34,96%;34,27%, Krim ekstrak teh hijau dan Vitamin C:61,89%;65,54%;46.30%. Berdasarkan hasil
uji dapat disimpulkan bahwa aktivitas antiinflamasi krim ekstrak teh hijau meningkat dengan penambahan
Vitamin C 1% sebagai antioksidan.
Kata kunci: ekstrak teh hijau, vitamin C, krim, anti-inflamasi, COX-2, sel radang, ketebalan epidermis

PENDAHULUAN dengan parameter ketebalan epidermis, jumlah


Senyawa polifenol khususnya EGCG sel radang dan jumlah sel dengan ekspresi COX-2
diketahui memiliki aktivitas sebagai antioksidan pada jaringan kulit inflamasi mencit yang
dan antiinflamasi. Sebagai senyawa antioksidan diinduksi crotton oil.
dan antiinflamasi, salah satu aktivitas EGCG
adalah menghambat ekspresi COX-2 di tingkat METODOLOGI
transkripsi (Shimizu dkk., 2005; Kumar dkk., Bahan dan alat
2007). COX-2 sendiri merupakan suatu mediator Bahan yang digunakan adalah daun teh
nyeri berupa enzim yang terinduksi pada sel yang hijau (diperoleh dari PT. Pagilaran Yogyakarta
mengalami inflamasi (Simmons dan Moore, yang berasal dari kebun teh di daerah Batang
2000). Mekanisme EGCG dalam menghambat Jawa Tengah pada ketinggian 700-1600 m dari
inflamasi adalah dengan menghambat aktivitas tanaman teh dengan umur 5-25 tahun yang
NF-kB5 (Butt dan Sultan, 2009), MMP-2, MMP-9, diidentifikasi secara makroskopik dan
MMP-12 (Dona dkk., 2003) dan AP-1 (Tippoe dkk., mikroskopik di Laboratorium Biologi F MIPA
2007). UAD), akuades, dan etil asetat pa. Sedangkan
Bioavaibilitas EGCG secara peroral cukup bahan yang digunakan dalam pembuatan krim
rendah yaitu kurang dari 5% (Fang dkk., 2007). dengan kualitas farmasetis adalah asam stearat,
Aplikasi langsung pada tempat yang mengalami setil alkohol, stearil alkohol, trietanol amin,
inflamasi diharapkan akan mempercepat proses gliserin, asam sitrat, metil paraben, asam oleat,
penyembuhan (Sugihartini dkk., 2013a). propilen glikol, tween 80, span 80, Vitamin C dan
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa EGCG minyak atsiri temulawak (Sigma). Peralatan yang
memiliki bioavabilitas dan stabilitas yang rendah digunakan adalah seperangkat alat destilasi, infus,
(Fang dkk., 2007). Berdasarkan hal tersebut maka alat gelas, Rotaevaporator (Buchi), mikroskop
telah dilakukan pengembangan formulasi ekstrak (Olympus).
teh hijau dalam bentuk sediaan krim untuk
menghindari efek lintas pertama dan penambahan Hewan Uji
enhancer untuk meningkatkan kemampuan Sebanyak 36 ekor mencit jantan dewasa,
penetrasi EGCG menembus lapisan kulit galur BALB/C (25-30 g) diperoleh dari
(Sugihartini dkk., 2011). Selain itu untuk Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu
meningkatkan stabilitasnya maka dalam formulasi (LPPT), UGM. Mencit diadaptasikan selama 6 hari
krim ditambahkan antioksidan Vitamin C sebelum perlakuan. Mencit dipelihara dalam
(Sugihartini dkk., 2013b). kandang plastik berukuran 30x40 cm (satu
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan kandang untuk 6 ekor), dengan suhu kamar 24–26
bahwa penambahan vitamin C sebesar 1% °C, kelembaban 60–65%, dan mendapatkan siklus
mampu meningkatkan stabilitas EGCG dalam krim cahaya terang gelap 12 jam. Pakan dan minum
ekstrak teh hijau (Sugihartini dkk., 2013b). tersedia ad libitum.
Penambahan vitamin C juga diharapkan mampu
meningkatkan kualitas sediaan krim ekstrak teh Cara Kerja
hijau sebagai antiinflamasi, terutama karena Pembuatan ekstrak teh hijau
keduanya memiliki mekanisme yang sama yaitu Ekstrak teh hijau diperoleh dengan
menghambat aktivitas NF-kB dan menghambat metode infundasi dan dilanjutkan fraksinasi
ekspresi COX-2 (Telang, 2013; Lee dkk., 2008). menggunakan etil asetat sebanyak 3 kali.
Formulasi baru ini memerlukan berbagai evaluasi Fraksi kemudian dikentalkan dan diuapkan
untuk menentukan pengaruh penambahan sampai kering sehingga diperoleh ekstrak kering
Vitamin C ke dalam formula. Kemampuan EGCG teh hijau (Row and Jin, 2006; Sugihartini dkk.,
dan Vitamin C sebagai anti-inflamasi dievaluasi 2013a).

74 Traditional Medicine Journal, 22(2), 2017


Tabel I. Formula Basis Krim, Krim Ekstrak Teh Hijau, Krim Vitamin C dan Krim Teh Hijau dengan
Penambahan Vitamin C

Nama Bahan F I (g) F II (g) F III (g) F IV (g)


Ekstrak teh hijau 0 0 0,20 0,20
Asam stearat 5,14 5,14 5,14 5,14
Setil alkohol 2,75 2,75 2,75 2,75
Steril alkohol 5,14 5,14 5,14 5,14
Trietanolamin 1,28 1,28 1,28 1,28
Gliserin 7,72 7,72 7,72 7,72
Asam sitrat 0,64 0,64 0,64 0,64
Metil paraben 0,25 0,25 0,25 0,25
Asam oleat 6,04 6,04 6,04 6,04
Propilen glikol 7,17 7,17 7,17 7,17
Minyak atsiri Temulawak 6,79 6,79 6,79 6,79
Tween 80 10 10 10 10
Span 80 1 1 1 1
Vitamin C 0 1 0 1
Air Ad 100 mL Ad 100 mL Ad 100 mL Ad 100 mL

Keterangan: a. Formula 1 : Sediaan krim yang terdiri atas basis; b. Formula II : Sediaan krim yang terdiri atas basis
dan vitamin C; c. Formula III : Sediaan krim yang terdiri atas basis dan Ekstrak Teh Hijau; d. Formula IV: Krim optimal
dengan antioksidan dan vitamin C serta Ekstrak Teh Hijau

Pembuatan sediaan kelompok yang tidak mendapatkan perlakuan


Krim ekstrak teh hijau dibuat dengan sediaan (kontrol negatif)
mengacu pada hasil penelitian sebelumnya (Tabel Kelompok yang mendapat induksi inflamasi
I) (Sugihartini dkk., 2013a). Krim dibuat dengan sebelumnya dicukur rambut bagian punggung dan
metode peleburan yang diawali dengan diolesi perontok rambut (Veet). Setelah 24 jam,
melelehkan bahan yang bersifat larut dalam pada bagian punggung tersebut ditetesi dengan
minyak (lelehan 1), yaitu asam stearat, setil 0,1 ml croton oil (4%) dan 30 menit kemudian
alkohol, stearil alkohol, asam sitrat, span 80 dan dilakukan pengolesan basis krim, krim ekstrak teh
asam oleat, di atas waterbath pada suhu 75o C. hijau, krim Vitamin C dan krim ekstrak teh hijau
Sementara itu untuk bahan yang bersifat larut dengan penambahan Vitamin C sebanyak 100 mg
dalam air (lelehan 2) juga dilelehkan dengan suhu setiap hari selama 3 hari. Selanjutnya mencit
yang sama dalam wadah yang berbeda, yaitu dikorbankan dengan dislokasi servik. Jaringan
vitamin C, trietanolamin, gliserin, metil paraben, kulit kemudian diambil dan direndam dalam
tween 80, dan propilen glikol di atas waterbath. formalin 10% untuk pembuatan preparat
Selanjutnya kedua lelehan dicampurkan di atas histopatologik dengan pengecatan hematoksilin
mortir hangat dan diaduk sampai homogen. eosin (HE) dan imunohistokimia COX-2 yang
Terakhir ditambahkan ekstrak teh hijau dan dilakukan sesuai metode standar di Laboratorium
minyak atsiri temulawak ketika krim sudah Patologi, Fakultas Kedokteran, UGM dan
terbentuk dan sudah dalam keadaan dingin. Laboratorium Patologi Anatomi, RS. Dr. Sardjito,
Yogyakarta (Sugihartini dkk., 2013a).
Uji anti-inflamasi Penghitungan jumlah sel radang dilakukan
Penelitian ini menggunakan 6 kelompok terhadap preparat histopatologik yang dicat
perlakuan yang masing-masing terdiri dari 6 ekor dengan HE. Jumlah sel radang dihitung pada
mencit. Enam kelompok tersebut meliputi tiga bidang pandang dari tiap irisan jaringan
kelompok kontrol normal yaitu kelompok yang kulit tiap hewan uji. Perhitungan sel radang
tidak mendapat perlakuan apapun dan 5 dapat diketahui dengan adanya bercak
kelompok yang pada awalnya diberi induksi berwarna coklat kehitaman. Ketebalan epidermis
inflamasi dengan croton oil serta mendapat diukur berdasarkan rerata jarak antara
perlakuan basis krim (F1), krim ekstrak teh hijau lapisan epidermis terdalam dengan terluar
(F2), krim Vitamin C (F3) dan krim ekstrak teh yang diukur dari tiga bidang pandang dari
hijau dengan penambahan Vitamin C (F4) serta tiap irisan jaringan kulit tiap hewan uji.

Traditional Medicine Journal, 22(2), 2017 75


Gambar 1. Gambaran mikroskopis jaringan kulit dengan pengecatan hematoksilin eosin (HE) (A) sel
radang, (B) ketebalan epidermis dan (C) sel yang mengekspresikan COX-2 dengan pengecatan
imunohistokimia

Tabel II. Hasil Uji Daya Anti-inflamasi Krim Ekstral Teh Hijau, Krim Vitamin C dan Krim Ekstrak Teh Hijau
dengan Penambahan Vitamin C pada Hewan Uji Mencit Jantan Galur BALB/C (N=6)

Ketebalan Jumlah Sel Jumlah Sel


Kelompok
Epidermis (µm) Radang ekspresi COX-2
Kontrol normal 38,75 ± 14,21 33,78 ± 6,20 22,78±1,32
Kontrol negatif 126 ± 4,82 178,00 ± 22,64 82,33±1,64
Kontrol basis 95,58 ± 8,35 119,33 ± 35,61 68,63±3,08
Krim Ekstrak Teh Hijau 0,2% 128± 4,39 82,33 ± 9,67 34,62±2,94
Krim Vitamin C 1% 117 ± 5,81 115,78 ± 9,44 42,19±6,17
Krim Ekstrak Teh Hijau (0,2%)+ Vitamin C
116 ± 7,86 59,56 ± 15,06 31,38±2,57
(1%)

Penghitungan jumlah sel yang mengekspresikan perlakuan diuji dengan one way ANOVA. Jika dari
COX-2 dilakukan dengan perbesaran 400x pada hasil uji ANOVA ditemukan adanya perbedaan
tiga bidang pandang pada tiap irisan jaringan kulit yang signifikan antar kelompok perlakuan maka
tiap hewan uji, berdasarkan jumlah sel yang dilanjutkan dengan Post Hoc Test LSD untuk
menunjukkan warna coklat pada sitoplasma atau melihat perbedaan antar kelompok perlakuan.
intinya. Perhitungan tersebut dilakukan setelah Signifikansi hasil ditetapkan dengan p < 0,05.
preparat jaringan kulit diberi pewarnaan
imunohistokimia menggunakan antibodi HASIL DAN PEMBAHASAN
polyclonal COX-2. Pengamatan dan pengukuran Data hasil uji daya anti-inflamasi (Tabel II).
mikroskopik semua dilakukan dengan Hasil pengecatan preparat dengan HE dan
menggunakan mikroskop yang telah dihubungkan imunohistokimia COX-2 (Gambar 1). Data
dengan optilab. menunjukkan bahwa ketebalan epidermis, jumlah
sel radang dan jumlah sel dengan ekspresi COX-2
Analisis data dan statistik pada kontrol normal adalah yang paling sedikit.
Data sel yang mengekspresikan COX-2 Hal ini berlawanan dengan data pada kelompok
dihitung persentase ekspresinya dengan kontrol negatif yang menerima perlakuan
menggunakan rumus : menggunakan senyawa penginduksi 0,1 ml croton
oil dengan konsentrasi larutan 4%. Croton oil
diketahui memiliki sifat irritant dan mampu
menyebabkan inflamasi, sehingga minyak ini
dipilih sebagai induktor inflamasi (Lan dkk.,
Hasil persentase pengamatan terhadap 2012). Croton oil memiliki mekanisme
preparat IHC, jumlah sel radang dan ketebalan mengaktivasi fosfolipase A2 yang selanjutnya
epidermis pada kelompok kontrol dan kelompok mengeluarkan asam arakidonat dari membran sel.
perlakuan dianalisis dengan menggunakan Asam arakidonat ini kemudian dimetabolisme
program statistika ver.16. Beda nyata antar menjadi prostaglandin dan leukotrin (Shah dkk.,

76 Traditional Medicine Journal, 22(2), 2017


Tabel III. Persentase Penurunan Tebal Epidermis, Jumlah Sel radang dan Jumlah Sel Ekspresi COX-2 pada
Hewan Uji Mencit Jantan Galur BALB/C (N=6) yang Diinduksi Inflamasi setelah Perlakuan Krim Ekstrak
Teh Hijau, Krim Vitamin C dan Krim Ekstrak Teh Hijau dengan Penambahan Vitamin C

Krim Ekstrak Krim Vitamin C Krim Ekstrak Teh Hijau


Teh Hijau 0,2% 1% (0,2%)+ Vitamin C (1%)
Tebal Epidermis (µm) -0,02 ± 4,6% 34,27 ± 5,92% 46,30 ± 6,34%
Jumlah Sel Radang 52,68 ± 10,64% 20,52 ± 12,51% 66,43 ± 7,24%
Jumlah Sel Ekspresi COX-2 58,06 ± 4,76% 47,64 ± 13,60% 61,76 ± 6,55%

2011). Berdasarkan hasil uji statistik terdapat Kelompok perlakuan yang kedua adalah
perbedaan ketebalan epidermis, jumlah sel kelompok hewan uji yang diinduksi dengan croton
radang dan jumlah sel dengan ekspresi COX-2 oil kemudian dilanjutkan dengan pengolesan
yang bermakna antara kelompok kontrol normal menggunakan krim ekstrak teh hijau. Pemberian
dengan kontrol negatif (mendapatkan induksi krim ternyata mampu menurunkan secara
inflamasi saja tanpa pemberian sediaan) (p<0,05). bermakna jumlah sel radang dan jumlah sel
Dengan adanya perbedaan yang bermakna ini dengan ekspresi COX-2 di bandingkan kontrol
maka metode induksi tersebut dapat digunakan negatif. Kandungan polifenol EGCG yang terdapat
untuk mengevaluasi aktivitas anti-inflamasi dalam teh hijau dimanfaatkan sebagai komponen
formula krim yang dibuat. utama yang memberikan aktivitas antiinflamasi
Kelompok kontrol basis berfungsi untuk dalam formulasi krim (Saryono, 2013). EGCG
mengevaluasi potensi basis krim sebagai anti- merupakan komponen katekin yang terbanyak
inflamasi. Gambaran mikroskopik dari kelompok dalam tanaman teh hijau yaitu sekitar 48%-55%
kontrol basis krim menunjukkan ketebalan dari total katekin (Cabrera dan Gimenez, 2006).
epidermis, jumlah sel radang dan jumlah sel EGCG mampu menghambat ekspresi COX-2
ekspresi COX-2 lebih tinggi dibandingkan dengan (Shimizu dkk., 2005). Kemampuan menghambat
kelompok kontrol normal dengan perbedaan yang ekspresi COX-2 ini disebabkan adanya
bermakna (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan menekan aktivitas NF-kB dan sinyal
kandungan yang terdapat di dalam basis krim ekstraseluler yang diatur oleh protein kinase
tidak memberikan aktivitas antiinflamasi yang (ERK). EGCG juga dapat menekan ekspresi dari
optimal terhadap jaringan kulit mencit BALB/C. inducible nitric oxide synthase (iNOS) dan nitric
Hal ini didukung pula oleh hasil perbandingan oxide (NO) sehingga dapat memperbaiki
dengan kontrol negatif di mana kelompok basis kerusakan sel akibat inflamasi (Tipoe dkk., 2007).
memberikan perbedaan yang tidak bermakna Namun demikian hasil uji statistik menunjukkan
pada parameter ketebalan epidermis dan jumlah bahwa kelompok krim yang diberi penambahan
sel dengan ekspresi COX-2. ekstrak teh hijau berbeda bermakna dengan
Kelompok perlakuan yang pertama adalah kontrol normal (p<0,05). Hal ini kemungkinan
kelompok hewan uji yang diberi perlakuan disebabkan masa pengolesan krim baru selama 3
induksi inflamasi dengan croton oil dilanjutkan hari sehingga efek penyembuhan inflamasinya
dengan perlakuan pengolesan krim dengan belum maksimal. Apabila dibandingkan antara
penambahan Vitamin C 1%. Dalam formulasi krim kelompok krim teh hijau dan kelompok krim
anti-inflamasi ekstrak teh hijau ini, tujuan Vitamin C maka penurunan jumlah sel radang dan
penambahan vitamin C adalah sebagai jumlah sel dengan ekspresi COX-2 lebih besar
antioksidan untuk menjaga stabilitas krim dalam pada kelompok krim teh hijau. Hal ini terutama
penyimpanan (Zieve, 2009). Penambahan Vitamin terlihat pada parameter jumlah sel radang yang
C pada basis krim ternyata mampu menurunkan memberikan perbedaan yang bermakna. Ini
tebal epidermis, jumlah sel radang dan jumlah sel berarti aktivitas anti-inflamasi ekstrak teh hijau
dengan ekspresi COX-2 apabila dibandingkan masih lebih tinggi dibandingkan Vitamin C.
dengan kontrol negatif (p<0,05). Penurunan yang Kelompok perlakuan terakhir adalah
bermakna tersebut menunjukkan bahwa Vitamin kelompok hewan uji yang diberikan induksi
C memiliki aktivitas sebagai anti-inflamasi. inflamasi dengan croton oil dan dilanjutkan
Namun demikian penurunan tersebut masih pengolesan krim ekstrak teh hijau dengan
belum mampu memberikan kondisi yang sama penambahan Vitamin C 1%. Gambaran
dengan kontrol normal karena masih ada mikroskopis kelompok ini memperlihatkan
perbedaan yang bermakna (p<0,05). penurunan ketebalan epidermis, jumlah sel

Traditional Medicine Journal, 22(2), 2017 77


radang dan ekspresi COX-2 yang lebih tinggi UCAPAN TERIMAKASIH
dibandingkan dengan kelompok krim teh hijau Penelitian ini terselenggara dengan dana
dan kelompok Vitamin C seperti disajikan pada Hibah Bersaing DIKTI pada tahun 2014.
tabel III. Hasil uji statistik antara kelompok ini
dengan kontrol normal pada parameter jumlah sel DAFTAR PUSTAKA
dengan ekspresi COX-2 menunjukan hasil berbeda Butt, M.S dan Sultan, M.T., 2009, Green Tea:
tidak signifikan (p>0,05). Sedangkan hasil uji Nature’s Defense against Malignancies,
statistik dengan kontrol negatif memberikan hasil Critical Reviews in Food Science and
berbeda bermakna (p<0,05). Berdasarkan hal Nutrition, 49:463–473.
tersebut dapat dikatakan bahwa krim ekstrak teh Cabrera, A.R., dan Gimenez, R., 2006, Beneficial
hijau dengan penambahan Vitamin C 1% Effect of Green Tea-a Review, Journal of
memberikan aktivitas antiinflamasi yang lebih American College Nutrition, 25:79-99.
optimal karena mampu menurunkan jumlah sel Dona, M., Dell’Aica, I., Calabrase, F., Benelli, R.,
dengan ekspresi COX-2 sampai pada kondisi yang Morini, M., Albini, A., Garbisa, S.,
tidak berbeda bermakna dengan kontrol normal. 2003,Neutrophil Restraint by Green Tea :
Kombinasi keduanya ternyata mampu Inhibitor of Inflammation, associated
meningkatkan aktivitas anti-inflamasi karena angiogenesis, and pulmonary fibrosis.,
pada komposisi krim yang hanya mengandung Journal Immunology, 15;170(8):4335-41.
salah satu saja antara ekstrak teh hijau dan Fang J.Y., Tsai T.H., Lin Y.Y., Wong W.W., Wang
Vitamin C masih memberikan perbedaan yang M.N., Huang J.F., 2007,Transdermal delivery
bermakna dengan kontrol normal. of tea cathecins and theophylline enhanced
Hasil statistik antara kelompok krim by terpenes, A mechanistic studyBiological
ekstrak teh hijau dengan penambahan Vitamin C Pharmacy, 30:343-349.
dengan kelompok krim Vitamin C saja Kumar, N., Shibata, D., Helm, J., Coppola, D., Malata,
menunjukkan hasil berbeda bermakna (p<0,05) M., 2007, Green Tea Polyphenols in The
pada parameter jumlah sel dengan ekspresi COX-2 Prevention of Colon Cancer, Frontiers in
dan ketebalan epidermis sedangkan pada sel Bioscience, 12:2309-2315.
radang tidak berbeda signifikan (p>0,05). Apabila Lan, M., Wan, P., Wang, Z.Y., Huang, X.L., 2012,
dibandingkan dengan kelompok krim ekstrak teh Analisis GC-MS Komponen Kimia dalam
hijau (tanpa penambahan Vitamin C) Minyak Biji Croton Tiglium, Zhong Yao Cai
menunjukkan perbedaan tidak bermakna Journal, 35 (7) : 1105-8.
(p>0,05) pada parameter jumlah sel dengan Lee, S.K., Kang, J.S., Jung, D.J., Hur, D.Y., Kim, J.E.,
ekspresi COX-2 namun berbeda bermakna pada Hahm, E., Bae, S., Kim, H.W., Kim, D., Cho,
parameter ketebalan epidermis dan sel radang. B.J., Cho, D., Shin, D.H., Hwang, Y.I., dan Lee,
Hal tersebut semakin memperkuat bahwa W.J., 2008, Vitamin C suppresses
penambahan komponen Vitamin C dalam krim proliferation of the human melanoma, cell
ekstrak teh hijau memberikan efek sinergisitas SK-MEL-2 through the inhibition of
yang mengakibatkan terjadinya penurunan cyclooxygenase-2 (COX-2) Expression and
ketebalan epidermis, jumlah sel radang dan the Modulation of insulin-like growth factor
jumlah sel dengan ekspresi COX-2 lebih optimal. II (IGF-II) production, Journal of cellular
Peran Vitamin C dalam formulasi ini adalah physiology, 216 (1) : 180-188.
mampu meningkatkan stabilitas EGCG dalam Row K and Jin Y., 2006, Recovery of Cathecin
ekstrak teh hijau (Sugihartini dkk., 2016). Compound From Korean Tea by Solvent
Kecepatan degradasi EGCG dalam krim dengan Extraction. Bioresource Technology,
adanya antioksidan Vitamin C menurun sehingga 97:790–793
mampu memberikan efek antiinflamasi yang lebih Saryono, 2013, Potensi Teh Hijau dalam
baik dibandingkan jika tidak ada Vitamin C. Penyembuhan Luka : Sistematic Review,
Prosiding, Hal 202-205.
KESIMPULAN Shah, B., Seth, A., and Maheshwari, K., 2011, A
Penambahan Vitamin C konsentrasi 1% Review on Medicinal Plants as A Resource
pada krim ekstrak teh hijau mampu of Anti-Inflammatory Agents, Research
meningkatkan kemampuan anti inflamasi ekstrak Journal of Medicinal Plant, 5(2): 101–115
teh hijau, nampak dengan terjadinya penurunan Shimizu, M., Deguchi, A., Joe, A.K., Mickoy, J.F.,
jumlah sel radang (p<0,05), tebal epidermis Moriwaki, H., Weinstein, I.B., 2005, EGCG
(p<0,05) dan sel dengan ekspresi COX-2 (p>0,05) Inhibits Activation of HER3 and expression
pada inflamasi mencit jantan galur BALB/C yang of Cyclooxigenase-2 in Human Colon
diinduksi dengan Croton Oil.

78 Traditional Medicine Journal, 22(2), 2017


Cancer Cells, Journal Experimental dengan Penambahan Antioksidan, Laporan
Theraupetic Oncology, 5(1),69-78 Penelitian Hibah Bersaing, Fakultas
Simmons, D.L., dan Moore, 2000, COX-2 Inhibition, Farmasi, Universitas Ahmad Dahlan,
Apoptosis and Chemoprevention by Yogyakarta
Nonsteroidal Anti-inflammatory Drugs, Sugihartini, N., Susanti, H., Zaenab, Hanifah, H.,
Current Medicinal Chemistry, 7, 1131-1144. Marlina, S.A, 2016, Stabilitas Epigalokatekin
Sugihartini, N., Fudholi, A., Pramono, S., dan galat dalam Krim Ekstrak Teh Hijau dengan
Sismindari, 2011, Optimation Composition Variasi Konsentrasi Antioksidan Vitamin C
of Oleic acid, Propylene glycol and Volatile 1% dan Vitamin E 1%, Jurnal Farmasi Sains
Oil of Curcuma xanthorrhiza as Enhancer of dan Komunitas, 13(2), 52-56
Transport of Epigalocathecin gallat in Telang, Pumori Saukar, 2013, Vitamin C in
Green Tea Extract with Simplex Lattice Dermatology, IDOJ, 4(2) : 143-146.
Design Methode, Jurnal Bahan Alam Tipoe, G.L., Leung, T.M., Hung, M.W., Fung, M.L.,
Indonesia, 7(7) 393-395. 2007, Green Tea Polyphenols as an Anti-
Sugihartini, N., 2013a, Optimasi Komposisi oxidant and Anti-inflammatory Agent for
Enhancer dan Emulgator pada Formulasi Cardiovascular Protection., Cardiovasculer
Krim Fraksi Etil Asetat Ekstrak Teh Hijau Hematological Disorder Drug Targets, 7 (2) :
(Camellia sinensis, L) sebagai Sediaan 135-44.
Topikal Antiinflamasi, Disertasi, Program Zieve, D., 2009, In Vitamin C: MedlinePlus Medical
Pascasarjana Fakultas Farmasi UGM, Encyclopedia, diakses dari
Yogyakarta, 78-79 http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/enc
Sugihartini, N., Zainab, Sophia, V., 2013b, y/article/002404.htm pada tanggal 28
Peningkatan Efektivitas Krim ekstrak Teh Desember 2014.
Hijau sebagai Sediaan Anti-inflamasi

Traditional Medicine Journal, 22(2), 2017 79

You might also like