You are on page 1of 13

KAJIAN PENGGUNAAN HIGH FRUCTOSE SYRUP (HFS) SEBAGAI PENGGANTI

GULA SUKROSA TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK DAN KIMIA BISKUIT


BERBASIS TEPUNG JAGUNG (Zea mays) DAN TEPUNG KACANG MERAH
(Phaseolus vulgaris L.)

Study of The Use of High Fructose Syrup (HFS) as Sucrose Subtitution on The
Characteristics of Biscuit Made from Corn Flour (Zea mays) and Kidney Beans Flour
(Phaseolus vulgaris L.)

Salma Hanin Qonitah1), Dian Rachmawanti Affandi1), Basito1)


1)
Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta
Email: qonitahsalma@gmail.com

Diserahkan [20 Juli 2016]; Diterima [19 Agustus 2016]; Dipublikasi [31 Agustus 2016]

ABSTRACT

The aim of this study were to determine the best formula of HFS biscuit made from corn flour and kidney
bean flour based on the sensory characteristics; physical and chemical characteristics of the formulation HFS
biscuit based on corn flour and kidney bean flour based the best biscuit by organoleptic test and compared with
Indonesian biscuit’s standard in 2011. The experimental design in this study was completely randomized design
(CRD) with one factor which was the concentration of high fructose syrup with 3 weight variations that F1 (19
grams), F2 (28.5 grams), and F3 (38 grams). The result of sensory analysis showed that F2 biscuit (28.5 grams
HFS) was the best biscuit. HFS biscuit had 3.85% moisture content, 2.06% ash content, 26.41% fat content,
7.89% protein content, and 59.72% carbohydrate content. Calories values of biscuit was 571.91 kcal/100 grams
higher than wheat biscuit. HFS biscuit had maximum force 14.66 N, swelling ratio 16.48% and lighter color
than control biscuit which had 71.68° Hue. HFS biscuit had qualified to Indonesian biscuit’s standard in 2011
(SNI 2973:2011).

Keywords: Biscuit, High fructose syrup, Corn flour, Kidney beans flour

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula biskuit HFS berbasis tepung jagung dan tepung
kacang merah yang terbaik menurut sifat sensoris, serta mengetahui karakteristik fisik dan kimia dari biskuit
terbaik secara sensoris dan dibandingkan dengan SNI Biskuit. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan faktor variasi konsentrasi high fructose syrup dengan 3 variasi berat yaitu F1 (19 gram),
F2 (28,5 gram) dan F3 (38 gram). Hasil analisis sensori menunjukkan biskuit F2 (gula HFS 28,5 gram)
merupakan proporsi yang tepat dalam proses pembuatan biskuit ditinjau dari segi rasa. Biskuit HFS memiliki
kadar air (bb) 3,85%; kadar abu (bb) 2,06%; kadar lemak (bb) 26,41%; kadar protein (bb) 7,98%; dan kadar
karbohidrat (bb) 59,72%. Nilai Kalori 571,91 Kkal/100 gram lebih tinggi dibandingkan dengan biskuit tepung
terigu. Berdasarkan analisis fisik biskuit HFS memiliki gaya maksimal 14,66 N; rasio pengembangan 16,48%;
dan warna (dalam °Hue) 71,68. Biskuit HFS telah memenuhi syarat SNI Biskuit Tahun 2011 (SNI 2973:2011).

Kata Kunci: Biskuit, High fructose syrup, Tepung jagung, Tepung kacang merah

PENDAHULUAN atau tepung jenis lainnya. Untuk membuat


Biskuit merupakan makanan kecil biskuit juga diperlukan bahan pengikat dan
(snack) yang termasuk ke dalam kue kering pelembut. Bahan pengikat yang digunakan
dengan kadar air rendah, berukuran kecil, adalah tepung, air, dan telur, sedangkan
dan manis. Dalam pembuatan biskuit sebagai bahan pelembut adalah gula,
digunakan bahan dasar berupa tepung terigu shortening, baking powder, dan kuning telur.

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. IX, No. 2, Agustus 2016 9


Tepung, telur, dan baking powder fosfor dan protein. Tepung kacang merah
merupakan komponen penting pada kue juga telah diaplikasikan secara luas, misalnya
kering dan mempengaruhi hasil olahan, dalam pembuatan cookies serta dapat
terutama sifat fisik dan cita rasa. Biasanya, mengganti 20% tepung terigu dalam
dalam pembuatan biskuit digunakan gula pembuatan donat (Pangastuti dkk., 2013).
sukrosa sebagai pemanis serta susu kental Tepung jagung dan tepung kacang
yang akan membuat rasanya lebih dapat merah telah digunakan sebagai tepung
disukai. Pembuatan biskuit, sampai saat ini pengganti tepung terigu dalam pembuatan
masih banyak menggunakan bahan baku biskuit. Dalam penelitian tersebut dilakukan
utama berupa tepung terigu (Rudianto dkk., berbagai variasi formula perbandingan antara
2014). tepung jagung dan tepung kacang merah.
Salah satu solusi untuk mengatasi Variasi formula terbaik antara proposi
masalah tersebut adalah memanfaatkan tepung jagung dan tepung kacang merah
tepung dari bahan pangan lokal untuk yang digunakan adalah 60:20 (Prasetya dkk.,
memproduksi makanan berbasis terigu. 2014).
Dalam beberapa penelitian yang telah Pembuatan biskuit pada umumnya
dilakukan, pembuatan makanan berbasis menggunakan gula pasir atau gula sukrosa.
terigu dapat diganti dengan komoditas lokal Penggunaan sukrosa dalam pembuatan
seperti jagung, ubi jalar, kacang merah, serta makanan dan minuman sudah sangat umum.
beberapa komoditas lain yang dapat Perkembangan konsumsi gula putih atau
dijadikan tepung untuk pembuatan biskuit sukrosa meningkat setiap tahunnya namun
(Suarni, 2009). peningkatan konsumsi ini tidak diikuti
Bahan pangan serealia banyak dengan kemampuan produksi gula putih
dijadikan bahan untuk subtitusi tepung nasional. Menurut Hairani (2014), pada
terigu. Salah satu bahan pangan serealia yang tahun 2005, konsumsi gula sukrosa sebesar
banyak ditemukan di Indonesia adalah 2.625.540 ton dan naik menjadi 2.699.831
jagung. Prospek jagung untuk dijadikan ton pada tahun 2007. Untuk mengatasi
subtitusi tepung terigu sangat baik. Hal ini masalah ini, Indonesia mengimpor gula yang
dapat dilihat dari produksi jagung yang terus bertambah dari tahun ke tahun. Pada
selalu meningkat yakni pada tahun 2006 tahun 2007, impor gula sebanyak 2,5 juta ton
sebanyak 13,29 juta ton pipilan kering dan hingga pada tahun 2010 menjadi 3,3 juta ton.
menjadi 14,85 juta ton pada tahun 2008 Selain karena adanya impor gula,
(Suarni, 2009). kandungan kalori dalam sukrosa juga tinggi.
Tepung jagung adalah tepung yang Penggunaan gula sukrosa yang terlalu sering
diperoleh dengan cara menggiling biji jagung dapat mengakibatkan karies gigi, selain itu
(Zea mays L). Tepung jagung juga konsumsi sukrosa yang berlebihan juga dapat
mengandung protein, lemak, serat kasar, memicu penyakit diabetes dan obesitas. Hal
vitamin dan mineral (Auliah, 2012). ini dikarenakan dalam 1 gram gula pasir atau
Pemanfaatan tepung jagung komposit pada gula sukrosa mengandung kalori sebesar 4
berbagai bahan dasar pangan antara lain kalori (Beverage Institute Indonesia, 2013).
untuk kue basah, kue kering, mie kering, dan Sehingga apabila digunakan dalam
roti-rotian. Tepung jagung dapat pembuatan biskuit akan menjadikan biskuit
mensubstitusi 30-40% terigu untuk kue tersebut menjadi kurang sehat karena
basah, 60-70% untuk kue kering, dan 10- tingginya kalori pada biskuit tersebut. Oleh
15% untuk roti dan mie (Richana dan Suarni, karena itu, dalam pembuatan biskuit
2006). diperlukan adanya subtitusi pemanis rendah
Kacang merah seringkali dibuat tepung kalori.
dan digunakan untuk bahan tambahan dalam Salah satu pemanis rendah kalori yang
pembuatan biskuit karena kandungan nilai banyak digunakan high fructose syrup
gizinya yang tinggi terutama kandungan (HFS). HFS banyak digunakan dalam

10 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. IX, No. 2, Agustus 2016


pembuatan makanan dan minuman powder, margarin dengan merk “Blue Band”,
dikarenakan lebih stabil dan mudah vanili, dan telur. Bahan kimia yang
penanganannya dibandingan dengan gula digunakan untuk analisa kadar protein yaitu
sukrosa. HFS merupakan gula cair yang larutan HCl 0,02N; H2SO4; HgO; larutan
terbuat dari amilum. Menurut Wijanarka NaOH-Na2S2O3; K2SO4; Na2B4O7.10H2O;
(2008), fruktosa juga banyak terdapat dalam H3BO3; indikator (campuran 2 bagian metil
buah-buahan, sehingga seringkali gula merah 0,2% dalam alkohol; 1 bagian metilen
fruktosa juga dibuat dari sari buah. HFS blue 0,2% dalam alkohol); dan aquades.
memiliki tekstur cair sehingga sangat mudah Bahan yang digunakan untuk analisa kadar
untuk diaplikasikan pada makanan dan lemak yaitu petroleum eter.
minuman.
Alat
High Fructose Syrup memiliki nilai
kalori sebesar 3,9 kalori/gram dengan tingkat Alat yang digunakan dalam pembuatan
kemanisan 1,8 kali lebih besar dari gula pasir biskuit ini adalah cabinet dryer, mesin
biasa atau gula sukrosa (Beverage Institute milling, ayakan 80 mesh, neraca analitik,
Indonesia, 2013), sehingga apabila gula pasir mixer, cetakan biskuit, loyang, mangkok dan
atau sukrosa memberikan tingkat kemanisan oven. Sementara alat yang digunakan untuk
100 maka HFS memberikan tingkat pengujian adalah mortar, desikator, krus/
kemanisan sebesar 180. Dengan nilai kalori cawan beserta tutup, penjepit cawan, cawan
yang sama namun tingkat kemanisan yang pengabuan, tanur, satu set alat destilasi, satu
dihasilkan sangat berbeda, sehingga HFS set alat titrasi, satu set alat ekstraksi soxhlet,
diharapkan mampu untuk dijadikan gula kertas saring, hot plate, jangka sorong,
pengganti dalam pembuatan biskuit. borang, nampan, Llyod Universal Testing
Dengan adanya high fructose syrup Machine, chromamometer, bomb
yang rendah kalori, maka dalam penelitian calorimeter, dan piring saji.
ini akan dibuat biskuit rendah kalori dengan Tahapan Penelitian
menggunakan tepung komposit berupa
tepung jagung dan tepung kacang merah Penelitian ini meliputi pembuatan
sebagai pengganti tepung terigu dalam tepung jagung (Gambar 1), tepung kacang
pembuatan biskuit dan menggunakan merah (Gambar 2), dan pembuatan biskuit
pemanis high fructose syrup sebagai pemanis (Gambar 3).
pengganti gula sukrosa. Dengan penggunaan Jagung pipil
high fructose syrup sebagai pengganti
diharapkan biskuit yang dihasilkan akan
mempunyai tingkat kemanisan yang disukai
Perendaman 24 jam*
masyarakat namun masih dalam batas kalori
yang baik untuk kesehatan.
Penggilingan I
METODE PENELITIAN
Bahan Tepung Jagung
Bahan yang digunakan dalam kasar
pembuatan biskuit adalah High Frustoce
Syrup/ HFS-42 dengan merk “Rose Brand”, Pengeringan dengan suhu 60°C selama 2-3*
jagung pipil kuning varietas BISI-2 yang jam
ditepungkan, kacang merah yang
ditepungkan, tepung tapioka, gula sukrosa Penggilingan II*
(gula halus), susu skim, garam, baking
Pengayakan 80 mesh*
Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. IX, No. 2, Agustus 2016 11

Tepung Jagung
adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
satu faktor yaitu konsentrasi high fructose syrup,
dengan dua kali pengulangan sampel dan dua
kali pengulangan analisis. Data analisa sensoris
Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Tepung yang diperoleh dianalisa secara statistik dengan
Jagung dengan Modifikasi* (Prasetya dkk, 2014) menggunakan metode one way ANOVA (data
sensoris), jika terdapat perbedaan maka
dilanjutkan dengan uji beda nyata menggunakan
Kacang analisa Duncan’s Multiple Range Test (DMRT)
Merah pada taraf signifikansi α = 0,05. Dari hasil uji
sensoris didapatkan formula biskuit terbaik yang
selanjutnya akan dianalisa sifat fisikokimianya
Perendaman air selama 48 jam pada suhu dan dibandingkan dengan biskuit kontrol dengan
kamar menggunakan pemanis gula sukrosa. Data yang
diperoleh dianalisa statistik dengan metode
Pencucian dan penirisan Independent T-Test (data fisik dan kimia).

Gula sesuai
formulasi, margarin,
Pengeringan pada suhu 60°C selama 6 jam* susu skim, dan

Pengelupasan kulit
Pencampuran dengan mixer selama ±10 menit*

Penyangraian Tepung Pencampuran secara


jagung, manual hingga kalis
tepung
Penggilingan kacang
merah,
tepung Pencetakan
Pengayakan 80 mesh* tapioka,

Pemanggangan selama 15-20


Tepung Kacang menit*
Merah
Biskuit
Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan
Tepung Kacang Merah dengan Modifikasi*
(Prasetya dkk, 2014)
Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Biskuit
Pembuatan Biskuit menggunakan 3 variasi
Tepung Jagung dan Tepung Kacang Merah
berat gula HFS. Biskuit berbahan dasar tepung
dengan Modifikasi* (Prasetya dkk, 2014)
jagung dan tepung kacang merah dengan 3
variasi formula akan dianallisis sensoris (uji
kesukaan) untuk menentukan formula biskuit HASIL DAN PEMBAHASAN
terbaik. Biskuit yang terbaik dianalisis sifat fisik A. Karakteristik Sensoris Biskuit Tepung
(tingkat kekerasan, rasio pengembangan, dan Jagung dan Tepung Kacang Merah
warna) dan kimia (air, abu, lemak, protein,
karbohidrat, dan nilai kalori). Rancangan 1. Warna
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

12 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. IX, No. 2, Agustus 2016


Dapat dilihat pada Tabel 1 rata- rata gula maka akan menutupi aroma dari
nilai yang diberikan panelis untuk tepung jagung dan tepung kacang merah.
parameter warna adalah 3,34 - 4,07 yaitu 3. Rasa
dari skala biasa sampai suka. Tingkat Dari Tabel 1 diketahui bahwa
kesukaan warna biskuit terendah ada pada tingkat kesukaan panelis terhadap rasa
biskuit F1 dengan nilai 3,34 hal ini diduga biskuit berkisar antara 2,76 – 3,62 yakni
karena warna biskuit F1 cenderung antara tidak suka sampai hampir
kuning pucat sehingga kurang disukai mendekati suka. Panelis tidak menyukai
oleh panelis. Dari Tabel 1 juga dapat biskuit F1 dikarenakan penambahan gula
dilihat bahwa warna pada biskuit F1 HFS 19 gram tidak terlalu memberikan
berbeda nyata dengan biskuit F2 dan F3. rasa manis pada biskuit.
Ketiga biskuit mempunyai warna Dari Tabel 1 diketahui pula bahwa
kuning kecoklatan. Menurut Nurdjanah biskuit F1 berbeda nyata dengan biskuit
(2014), warna kuning pada biskuit yang F2 dan F3. Penambahan HFS pada
didominasi dengan tepung jagung akan masing-masing biskuit memberikan
memberikan warna akhir kuning yang pengaruh terhadap tingkat kesukaan
diperoleh dari pigmen jagung yaitu panelis terhadap rasa biskuit tepung
karotenoid. Fruktosa juga merupakan gula jagung dan tepung kacang merah yang
reduksi yang mempengaruhi warna menggunakan pemanis HFS. Menurut
biskuit. Menurut Winarno (2002), reaksi Winarno (2002), tingkat kemanisan
Maillard terjadi akibat adanya rekasi fruktosa akan menurun pada suhu 40-
antara karbohidrat (gula pereduksi) 60°C menjadi 0,8 hal ini juga didukung
dengan gugus amino (protein) pada suhu oleh pernyataan Hanover (1993), bahwa
tinggi. Reaksi Maillard menghasilkan sensasi manis fruktosa lebih tinggi
bahan berwarna coklat yang disebut dibandingkan dengan sukrosa namun
melanoidin. lebih cepat menurun. Penambahan gula
2. Aroma HFS memberikan pengaruh terhadap
Dari Tabel 1 dapat diketahui nilai tingkat kesukaan rasa pada ketiga biskuit,
yang diberikan panelis terhadap parameter namun tingkat kesukaan panelis terhadap
aroma biskuit berkisar antara 3,31 – 3,79 rasa biskuit tidak berbeda pada biskuit F2
yakni antara biasa sampai hampir dan F3 hal ini diduga karena penggunaan
mendekati suka. Nilai tertinggi ada pada gula HFS yang lebih banyak dapat
F3 yaitu 3,79 dengan penggunaan HFS memberikan rasa manis yang disukai oleh
sebanyak 38 gram dan terendah pada F1 panelis.
yaitu 3,31 dengan penggunaan HFS 4. Kerenyahan
sebanyak 19 gram. Dapat dilihat bahwa Berdasarkan Tabel 1, diketahui
penggunaan HFS yang semakin tinggi bahwa nilai untuk parameter kerenyahan
memberikan tingkat kesukaan yang berada di antara 2,93 – 3,59. Nilai
semakin tinggi pula. Seperti yang tertinggi untuk tingkat kesukaan panelis
dinyatakan oleh Gracia (2009), bahwa terhadap kerenyahan ada pada biskuit
semakin tinggi penggunaan gula pada dengan penggunaan gula fruktosa
biskuit akan mempengaruhi aroma dari sebanyak 38 gram (F3) dengan nilai 3,59.
biskut jagung dan kacang merah sehingga Biskuit F3 berbeda nyata dengan biskuit
lebih disukai oleh panelis. Diduga hal F1 dan F2.
yang sama juga terjadi pada biskuit Panelis lebih menyukai biskuit
tepung jagung dan tepung kacang merah dengan penggunaan gula HFS sebanyak
yang menggunakan pemanis HFS ini, 38 gram dikarenakan biskuit dengan gula
dengan semakin banyaknya penggunaan

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. IX, No. 2, Agustus 2016 13


HFS tertinggi memiliki tekstur yang lebih 5. Overall
lembut dibandingkan dengan biskuit yang Dari Tabel 1 dapat diketahui nilai
memakai gula HFS lebih sedikit. Menurut overall biskuit berkisar antara (-0,3224) –
White (2014), gula HFS mempunyai 0,1172. Nilai tertinggi pada parameter
kemampuan menahan air sehingga sulit overall dari biskuit ada pada biskuit F2
untuk mengkristal. Kemampuan ini yaitu biskuit tepung jagung dan tepung
membuat gula HFS tidak cocok kacang merah dengan penambahan 28,5
digunakan pada produk bakery yang gram HFS. Panelis menyukai biskuit F2
memerlukan kristalisasi gula untuk diduga karena biskuit F2 memiliki warna
memberikan struktur pada produk bakery. kuning kecoklatan yang bagus sementara
Namun, gula HFS dapat digunakan pada yang lain cenderung kuning pucat, selain
biskuit apabila menginginkan biskuit yang itu biskuit F2 juga mempunyai rasa yang
bertekstur lembut dimana proses lebih disukai oleh panelis dibandingkan
kristalisasi menjadi penyebab kerusakan biskuit F1 dan F3.
biskuit.
B. Karakteristik Kimia Biskuit Tepung minuman dibandingkan dengan produk
Jagung dan Tepung Kacang Merah makanan. Sifat ini membuat gula HFS
mudah menguap sehingga apabila
1. Kadar Air
Kadar air maksimal biskuit menurut dilakukan pemanasan akan lebih cepat
SNI 01-2973-1992 adalah 5% pada hilang daripada gula sukrosa. Selain itu
HFS mempunyai titik leleh yang lebih
Tabel 1 Skor Tingkat Kesukaan Biskuit Tepung Jagung dan Tepung Kacang Merah Berbagai Variasi
Formula
Formula BIskuit
Parameter
F1 F2 F3
1 a b
Warna 3,34 4,07 4,00b
1 a ab
Aroma 3,31 3,66 3,79b
Rasa1 2,76a 3,62b 3,45b
1 a a
Kerenyahan 2,93 3,03 3,59b
Overall2 -0,3224a 0,2052b 0,1172b
Keterangan:
Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata pada α 5%
F1 = HFS 19 gram; F2 = HFS 28,5 gram; F3 = HFS 38 gram
1)
Nilai : 1 = Sangat tidak suka; 2 = Tidak suka; 3 = Biasa; 4 = Suka; 5 = Sangat Suka
2)
Semakin tinggi nilai semakin disukai panelis

biskuit dengan berbahan dasar terigu. Dari rendah daripada sukrosa yaitu 146°C
Tabel 4, diketahui bahwa kadar air dari sementara sukrosa 186°C. Penggunaan
biskuit kontrol adalah 4,79% sementara gula fruktosa cair atau HFS pada produk
untuk biskuit HFS sebesar 3,85%. Hasil bakery akan membuat umur simpan dari
penelitian menunjukkan bahwa kadar air produk bakery menjadi lebih lama karena
dari biskuit HFS sudah sesuai dengan HFS mencegah pertumbuhan
syarat kadar air maksimal biskuit dalam mikrobiologi, selain itu HFS juga dapat
SNI 01-2973-1992 yaitu 3,85% (bb). mengontrol air pada produk tersebut.
Menurut White (2014), gula HFS 2. Kadar Abu
mempunyai sifat yang mudah terhidrolisis Berdasarkan Tabel 2, kadar abu dari
dibandingkan dengan gula sukrosa biskuit kontrol sebesar 2,04% (bb)
dikarenakan gula HFS mempunyai bentuk sedangkan pada biskuit HFS sebesar
fisik yang cair. Oleh karena itu, gula HFS 2,06% (bb), nilai kadar abu dari kedua
lebih banyak digunakan pada produk

14 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. IX, No. 2, Agustus 2016


biskuit menunjukkan tidak ada beda tepung jagung dan tepung kacang merah.
nyata. Syarat kadar abu maksimal pada Kadar abu tepung kacang merah sebesar
biskuit menurut SNI 01-2973-1992 2,53% (Riskiani, 2014), kadar abu tepung
sebesar 1,6%, hal ini menunjukkan bahwa jagung sebesar 0,74-1,08% (Suarni,
kedua biskuit mempunyai kadar abu di 2009).
atas syarat mutu SNI. Nurdjannah (2014) menyatakan
Faktor yang mempengaruhi kadar bahwa kadar abu dari biskuit jagung
abu adalah bahan baku yang digunakan. ternikstamalisasi sebesar 2,38%. Pada
Tingginya kadar abu di dalam biscuit. biskuit dengan bahan baku bekatul beras
dikarenakan tingginya kandungan mineral hitam dan tepung jagung diketahui kadar
yang ada di dalamnya yang berasal dari abu sebesar 1,69% (Fatkurahman, 2012).

Tabel 2 Karakteristik Kimia Biskuit dengan Gula Sukrosa/Kontrol serta Biskuit dengan HFS
Parameter SNI Biskuit Kontrol Biskuit HFS
Kadar Air %bb Maks. 5%* 4,79b±0,12 3,85a±0,08
Kadar Abu %bb Maks. 1,6%* 2,04a±0,19 2,06a±0,14
a
Kadar Lemak %bb Min. 9,5%* 22,76 ±1,61 26,41b±0,60
Kadar Protein %bb Min. 5%** 7,45a±0,14 7,98b±0,19
Kadar Karbohidrat %bb - 64,77b±4,05 59,72a±0,67
a
Nilai Kalori Kkal/ Min. 400 553,043 ±18,08 571,91b±27,79
100 g
Keterangan:
Notasi yang berbeda pada tiap baris yang sama menunjukkan beda nyata pada α 5%
*SNI 01-2973-1992
**SNI 2973-2011
***Tekstur saat dikunyah dan digigit.

ini sumber lemak berupa margarin dan


3. Kadar Lemak kuning telur. Pada saat pencampuran
Dari Tabel 2 diketahui bahwa kadar adonan, kedua gula monisakarida ini akan
lemak biskuit kontrol sebesar 22,76% (bb) membentuk suatu ikatan dengan lemak
sedangkan biskuit HFS sebesar 26,41% yang ada pada bahan makanan tersebut.
(bb). Syarat kadar lemak menurut SNI 01- Dari Tabel 2 diketahui bahwa kadar
2973-1992 adalah minimal 9,5%, oleh lemak biskuit kontrol lebih rendah
karena itu biskuit fruktosa telah daripada biskuit HFS. Hal ini dikarenakan
memenuhi syarat minimal kadar lemak pada biskuit kontrol gula sukrosa erbentuk
dalam SNI. disakarida sementara gula HFS berbentuk
Menurut White (2014), gula HFS monosakarida yang akan lebih banyak
merupakan gula yang terdiri dari dua gula mengikat lemak, sehingga menjadikan
monosakarida yaitu glukosa dan furktosa. kadar lemak biskuit HFS lebih tinggi.
Perbedaan dari gula HFS dan gula sukrosa
4. Kadar Protein
adalah apabila pada gula sukrosa glukosa
Dari Tabel 2¸ dapat diketahui kadar
dan fruktosa bergabung dalam ikatan
protein biskuit kontrol sebesar 7,45% (bb)
glikosidik menjadi disakarida sedangkan
dan biskuit HFS sebesar 7,98% (bb).
pada gula HFS glukosa dan fruktosa
Syarat minimal kadar protein dalam
berdiri sendiri atau tetap dalam bentuk
biskuit menurut SNI 01-2973-1992 adalah
monosakarida. Dalam pembuatan biskuit
5%. Oleh karena itu, biskuit HFS telah

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. IX, No. 2, Agustus 2016 15


memenuhi syarat kadar protein minimal hanya sebesar 42% dan 58% merupakan
biskuit. Kadar protein biskuit dengan glukosa. Hal ini mempengaruhi jumlah
fruktosa lebih tinggi daripada biskuit kalori yang terdapat pada biskuit. Gula
dengan sukrosa. Hal ini sesuai dengan HFS-42 memiliki komposisi yang hampir
yang telah disebutkan oleh Alizadeh sama dengan gula sukrosa, oleh karena itu
(2014), bahwa semakin tinggi penggunaan penggunaan gula HFS-42 dalam
gula non sukrosa maka semakin tinggi pembuatan biskuit ini belum mampu
pula kadar protein dari bahan. Hal ini mengurangi nilai kalori pada biskuit.
berbeda dengan yang disampaikan oleh Nilai kalori dari biskuit fruktosa lebih
Mustaq (2010), yang menyatakan bahwa tinggi dari biskuit sukrosa. Hal ini
penggunaan xylitol pada biskuit dikarenakan pada perhitungan kalori
memberikan penurunan pada kadar menggunakan bomb calorimeter nilai kalori
proteinnya. suatu bahan dihitung berdasarkan dari bahan
yang mempengaruhi nilai kalori yaitu, kadar
5. Kadar Karbohidrat karbohidrat, protein, serta lemak dari suatu
Dilihat dari Tabel 2, kadar bahan. Dari Tabel 2 diketahui bahwa nilai
karbohidrat dari biskuit sukrosa sebesar dari kadar lemak dan protein pada biskuit
64,77% (bb) sedangkan pada biskuit HFS HFS lebih besar dari biskuit sukrosa.
sebesar 59,72% (bb). Penggunaan gula Penggunaan gula HFS untuk biskuit kurang
HFS pada biskuit menurunkan kadar efektif untuk dapat menurunkan nilai kalori
karbohidrat pada biskuit tersebut. Hal ini di dalam biskuit.
dapat terjadi karena kandungan
7. Karakteristik Fisik Biskuit Tepung
karbohidrat pada 100 gram HFS sebesar
Jagung dan Tepung Kacang Merah
76% (Parker, 2010), sementara pada
sukrosa sebesar 94% (Sularjo, 2010). 1. Tingkat Kekerasan
Kadar karbohidrat yang dihitung secara Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat
by difference dipengaruhi oleh komponen bahwa nilai gaya maksimal pada biskuit
nutrisi yang lain. Menurut Sugito dan kontrol sebesar 52,85 N dan pada biskuit
Hayati (2006) dalam Fatkurahman (2012), HFS sebesar 14,66 N, nilai tersebut
semakin rendah komponen nutrisi lain menunjukkan bahwa biskuit kontrol lebih
(air, abu, lemak, protein), maka kadar keras daripada biskuit HFS. Hal ini
karbohidrat semakin tinggi. Begitu juga disebabkan adanya perbedaan struktur
sebaliknya semakin tinggi komponen fisik yang terbentuk dari perbedaan sifat
nutrisi lain maka kadar karbohidrat bahan secara kimiawi yang digunakan
semakin rendah. Besarnya kandungan (Riskiani, 2014). Biskuit dengan gula
nutrisi dari air, abu, lemak, dan protein sukrosa menggunakan gula bubuk
akan mempengaruhi kandungan sedangkan pada biskuit fruktosa
karbohirat dari biskuit yang dihitung menggunakan gula cair. Penggunaan gula
secara by difference. yang berbeda struktur fisik maupun
kimiawi ini akan mengakibatkan
6. Nilai Kalori
perbedaan pada adonan biskuit yang pada
Berdasarkan Tabel 2, nilai kalori
akhirnya menyebabkan berbedanya
dari biskuit sukrosa sebesar 553,043
tekstur dari biskuit. Olinger dan Velasco
kkal/100 gram sedangkan untuk biskuit
(1996), menyebutkan bahwa biskuit yang
HFS sebesar 571,91 kkal/100 gram.
dibuat dari poliol mempunyai tekstur yang
Menurut White (2014), gula HFS
lebih lembut daripada biskuit yang
mempunyai nilai kalori sebesar 3,9 kkal/
menggunakan sukrosa.
gram sementara sukrosa 4 kkal/gram.
Dalam pembuatan biskuit ini digunakan
gula HFS-42 dimana presentase fruktosa

16 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. IX, No. 2, Agustus 2016


Tabel 3. Gaya Maksimal Biskuit dengan diketahui bahwa biskuit mempunyai nilai
Gula Sukrosa/Kontrol serta Biskuit °Hue yang berkisar antara 54° - 90° yang
dengan HFS mengartikan bahwa warna dari kedua
Biskuit Gaya biskuit adalah merah kekuningan.
Maksimal (N)
Biskuit 52,85b±0,9
Tabel 5. Nilai °Hue pada Biskuit dengan
Kontrol 0 Gula Sukrosa/Kontrol serta Biskuit
Biskuit HFS 14,66a±1,4 dengan HFS
3 Biskuit °Hue
Keterangan : Biskuit 72,86a±0,44
Notasi yang berbeda pada kolom yang sama Kontrol
menunjukkan beda nyata pada α 5% Biskuit 71,68b±0,42
2. Rasio Pengembangan HFS
Berdasarkan Tabel 4 diketahui Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom
bahwa rasio pengembangan biskuit yang sama menunjukkan beda nyata pada α 5%
kontrol sebesar 5,20 % sedangkan pada Faktor yang berpengaruh terhadap
biskuit HFS sebesar 16,48 %. Hal ini warna biskuit adalah bahan baku dari
menunjukkan bahwa rasio pengembangan kedua biskuit yaitu tepung jagung yang
biskuit fruktosa lebih tinggi daripada berwarna kuning dan tepung kacang
biskuit sukrosa. merah yang berwarna kecoklatan serta
tingginya kandungan protein pada biskuit
Tabel 4. Rasio Pengembangan Biskuit yang menyebabkan terjadinya reaksi
dengan Gula Sukrosa/Kontrol serta Maillard. Menurut Winarno (2002), reaksi
Biskuit dengan HFS Maillard terjadi akibat adanya rekasi
Biskuit Rasio antara karbohidrat (gula pereduksi)
Pengembangan (%) dengan gugus amino (protein) pada suhu
Biskuit 5,20a±0,07 tinggi. Reaksi Maillard menghasilkan
Kontrol bahan berwarna coklat yang disebut
Biskuit 16,48b±1,13 melanoidin. Menurut Marx (1990),
HFS penggunaan HFS sebanyak 75 – 100%
Keterangan : pada produk bakery akan membuat warna
Notasi yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan beda nyata pada α 5%
dari crust dan crumb menjadi lebih cerah.
Menurut Curley (1984), cookies
yang dibuat dengan menggunakan gula KESIMPULAN
fruktosa cair akan mempunyai adonan Biskuit HFS yang paling disukai
yang lebih lengket dan lebih berair panelis berdasarkan uji sensoris adalah
sehingga membuat adonan sangat lembut biskuit F2 dengan penggunaan gula HFS
dan lebih mudah menyebar. Oleh karena sebanyak 28,5 gram. Karakteristik kimia
itu biskuit yang dibuat dengan biskuit HFS berupa kadar air 3,85%; kadar
menggunakan gula HFS yang berbentuk abu 2,06%; kadar lemak 26,41%; kadar
cair akan mempunyai diameter yang lebih protein 7,98%; serta kadar karbohidrat
besar dibandingkan dengan gula sukrosa 59,72%, sementara karakteristik fisik biskuit
yang berbentuk kristal padat. HFS berupa gaya maksimal 14,66N; rasio
3. Warna pengembangan 16,48%; serta derajat °Hue
Dari Tabel 5, diketahui bahwa nilai 71,68° pada warna biskuit. High Fructose
°Hue dari biskuit kontrol sebesar 72,86 Syrup tidak memberikan penurunan nilai
sedangkan untuk biskuit fruktosa sebesar kalori yang efektif pada biskuit, nilai kalori
71,68. Berdasarkan nilai tersebut biskuit HFS sebesar 571,91 Kkal/100 gram

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. IX, No. 2, Agustus 2016 17


sedangkan biskuit kontrol sebesar 553,043 Tepung Jagung (Zea Mays)
Kkal/100 gram. Kadar air, kadar lemak, Fermentasi: Kajian Pustaka. Jurnal
kadar protein, serta kadar karbohidrat pada Pangan dan Agroindustri. 3(4):
biskuit HFS telah memenuhi syarat SNI 1589-1595.
Biskuit Tahun 2011. DeMan, J. M. 1976. Priciples of Food
Chemistry. The avi Publishing Co.
DAFTAR PUSTAKA Inc., Westport Co.
Alam, Nur dan Nurhaeni. 2008. Komposisi Ekawati, Dian. 1999. Pembuatan Cookies
Kimia dan Sifat Fungsional Pati dari Tepung Kacang Merah
Jagung berbagai Varietas yang (Phaseolus vulgaris L.) sebagai
Diekstraksikan dengan Pelarut Makanan Pendamping Asi (MP-
Natrium Bikarbonat. Jurnal ASI). Skripsi. Jurusan Gizi
Agroland. 15(2) : 89-94. Masyarakat dan Sumber Daya
Andarwulan, N., Kusnandar, F. dan Keluarga, Fakultas Pertanian,
Herawati, D. 2011. Analisis Pangan. Institut Pertanian Bogor.
Dian Rakyat, Jakarta. Fatkurahman, Rifa, Atmaka, W., dan Basito.
AOAC. 2006. Official Methods of Analysis. 2012. Karekteristik Sensoris dan
Association of Official Analytical Sifat Fisikokimia Cookies dengan
Chemists, Washington DC. Subtitusi Bekatul Beras Hitam
Auliah, Army. 2012. Formulasi Kombinasi (Oriza sativa L.) dan Tepung
Tepung Sagu dan Jagung pada Jagung (Zea mays L.). Jurnal
Pembuatan Mie. Jurnal Chemical. Teknosains Pangan. 1(1).
13(2): 33-38. Gracia, Cynthia, Sugiyono dan Haryanto, B.
Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi Padi, 2009. Kajian Formulasi Biskuit
Jagung, dan Kedelai (Angka Tetap Jagung dalam Rangka Subtitusi
2014 dan Angka Ramalan I 2015). Tepung Terigu. Jurnal Teknologi
Berita Resmi Statistik Kepulauan dan Industri Pangan. 20(1).
Riau. Hairani, Indah, R., Mulyo, Joni M., dan
Beverage Institute Indonesia. 2013. Januar, J. 2014. Analisis Trend
Memahami Sirup Jagung Tinggi Produksi dan Impor Gula serta
Fruktosa. Faktor- faktor yang Mempengaruhi
Bray, George A., Joy, S., dan Popkin, Barry Impor Gula Indonesia. Berkala
M. 2004. Comsumption of High Ilmiah Pertanian. 1(4): 77-85.
Fructose Corn Syrup in Beverages Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi
may Play a Role in the EPIDEMIC Pengolahan Roti.
OF Obesity. American Journal eBookPangan.com.
Clinical Nutrition. 79: 537-543. Marx, Joanna T., Marx, Brian D., dan
Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H., Johnson, Janet M. 1990. High
dan Wootton, M. 1987. Ilmu Fuctose Corn Syrup Cakes Made
Pangan. UI-Press, Jakarta. with All Purpose Flour or Cake
Christina, Valentina, Caroline N., Flour. American Assosiation of
Surjoseputro, S., dan Setijawati, E. Cereal Chemists. Inc.
2011. Pengaruh Proporsi Gula Pasir Matz, S. A. 1972. Bakery Technology and
dan High Fructise Syrup (HFS) Engineering. The AVI Publishing
terhadap Sifat Fisikokimia dan Co. Inc. Westpot. Connecticut.
Organoleptik Es Krim Susu Beras Midlanda, Mega, H., Lubis, Linda M., dan
Merah. Lubis, Z. 2014. Pengaruh Metode
Claudia, Ricca, dkk. 2015. Pengembangan Pembuatan Tepung Jagung dan
Biskuit dari Tepung Ubi Jalar Perbandingan Tepung Jagung dan
Oranye (Ipomoea Batatas L.) dan Tepung Beras terhadap Mutu

18 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. IX, No. 2, Agustus 2016


Cookies. Jurnal Rekayasa Pangan sebagai Pengganti Tepung Terigu
dan Pertanian 2(4). dalam Pembuatan Biskuit Tinggi
Murtiningsih, Latifah dan Andriyani. 2013. Energi Protein dengan Penambahan
Kajian Kualitas Biskuit Jagung. Tepung Kacang Merah (Phaseolus
Jurnal Rekapangan. 7(1). vulgaris L.). Jurnal Teknosains
Nurdjanah, Siti, dkk. 2014. Sifat Sensory Pangan. 3(1).
Biskuit Berbahan Baku Tepung Rudianto, Aminuddin Syam, dan Alharini, S.
Jagung Ternikstamalisasi dan 2014. Studi Pembuatan dan Analisis
Terigu. Jurnal Teknologi Industri Zat Gizi pada Produk Biskuit
dan Hasil Pertanian. 19(2). Moringa Oleifera dengan Subtitusi
Pangastuti, Ayuningtyas, H., Affandi, Dian Tepung Daun Kelor. Program Studi
R., dan Ishartati, D. 2013. Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan
Karakterisasi Sifat Fisik dan Kimia Masyarakat Universitas
Tepung Kacang Merah (Phaseolus Hasanuddin.
Vulgaris L.) dengan Beberapa Setyaningsih, D., Apriyantono, A., dan Sari,
Perlakuan Pendahuluan. Jurnal Maya P. 2010. Analisis Sensori
Teknosains Pangan. 2(1). untuk Industri Pangan dan Agro.
Parker, Kay, Salas, M., dan Nwosu, IPB Press, Bogor.
Veronica S. 2010. High Fructose Setyaningsih, D., Ariyantono, A., dan Sari,
Corn Syrup: Production, Uses and Maya P. 2010. Analisis Sensori. IPB
Public Health Concerns. Press, Bogor.
Department of Biology, College of SNI. 2011. Biskuit. Badan Standarisasi
Science and Technology, North Nasional.
Carolina Central University, USA. Suarni. 2009. Prospek Pemanfaatan Tepung
Pramesta, Laras Dianti, dkk. 2012. Jagung untuk Kue Kering
Karakterisasi Bubur Bayi Instan (Cookies). Jurnal Litbang
Berbahan Dasar Tepung Millet Pertanian. 28(2).
(Panicum sp) dan Tepung Kacang Sudarmadji, Slamet, Haryono, B., dan
Merah (Phaseolus vulgaris L.) Suhardi. 2010. Analisa Bahan
dengan Flavor Alami Pisang Ambon Makanan dan Pertanian. Liberty,
(Musa paradisiacal var. sapientum Yogyakarta.
L.). Jurnal Teknosains Pangan. Umar, Musdalifah. 2013. Studi Pembuatan
1(1). Biskuit dengan Substitusi Tepung
Prasetyo, Andi, dkk. 2012. Pemanfaatan Ikan Gabus (Ophiocephalusstriatus).
Tepung Jagung (Zea mays) sebagai Skripsi. Program Studi Ilmu dan
Pengganti Terigu dalam Pembuatan Teknologi Pangan, Jurusan
Biskuit Tinggi Energi Protein Teknologi Pertanian, Fakultas
dengan Penambahan Tepung Pertanian, Universitas Hasanuddin
Kacang Merah (Phaseolus vulgaris Makasar.
L.). Jurnal Teknosains. Verawati. 2015. Pengaruh Subtitusi Tepung
Richana, Nur dan Suarni. 2006. Teknologi Kacang Merah terhadap Kualitas
Pengolahan Jagung. Balai Besar Kulit Pie. Skripsi. Program Studi
Pengembangan Pascapanen, Bogor Pendidikan Kesejahteraan Keluarga,
dan Balai Penelitian Tanaman Fakultas Tehnik, Universitas Negeri
Serealia, Maros. Padang.
Riskiani, Dani, Ishartani, D., dan Affandi, White, John S. 2014. Sucrose, HFCS, and
Dian R. 2014. Pemanfaatan Tepung Fructise: History, Manufacture,
Umbi Ganyong (Canna edulis Ker.) Composition, Application, and

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. IX, No. 2, Agustus 2016 19


Production. White Technical
Research, Argenta, USA.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi.
Gramedia, Jakarta.

20 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. IX, No. 2, Agustus 2016


tanggal 14 Februari 2012 pukul 01.35
WIB.
Wales, Jimmy. 2010. Kulit Manis.
http://id.wikipedia.org/wiki/kulit-
manis. Diakses pada tanggal 20
Januari 2012 pukul 12.00 WIB.
Widiyanto, Ivan. 2011. Proses Ekstraksi
Oleoresin Kayu Manis
(Cinnamomum burmannii): Optimasi
Rendemen dan Pengujian
Karakteristik Mutu. Skripsi. Fakultas
Pertanian. Universitas Sebelas
Maret. Surakarta.
Wuri, Yustina, Purnama Darmadji dan
Budi Rahardjo. 2004. Sifat Sensoris
Minyak Atsiri Daun Kayu Manis
(Cinnamommun Burmanii Nees Ex
Blume). Jurnal Agrosains 17 ((3).
Yusmeiarti, Silfia Dan Rosalinda Syarif.
2007. Pengaruh Bahan Tambahan
Terhadap Sifat Fisik Oleoresin
Cassavera Mutu Rendah. Buletin
Bipd Vol. XV No 2.

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. IX, No. 2, Agustus 2016 21

You might also like