You are on page 1of 12

GAMBARAN KARAKTERISTIK DAN STATUS IMUNISASI PENDERITA DIFTERI DI

PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2018

an Overview Of Characteristics and Immunization Status of Diphteria Sufferers in


East Java Province at 2018

1Dwi Rismayanti Wigrhadita

1Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga


Surabaya,
Jl. Dr. Ir.Soekarno
Email: Dwi.Rismayanti.Wigrhadita-2015@fkm.unair.ac.id

Abstract

In 2016 East Java was the region with the highest cases of diphtheria, namely 209 cases with
6 deaths. In 2017 diphtheria cases in East Java increased to 460 cases with 16 deaths, and
continued to increase in 2018, namely 758 cases with a death rate of 3 people. This research
aims to describe the characteristics and immunization status of diphtheria sufferers in East
Java Province in 2018. This research is a descriptive research type with a cross sectional
study design. The research population were all people who were declared diphtheria in East
Java Province in 2018. The method of sampling is to use the total population. The variables
were the characteristics and immunization status of diphtheria sufferers. Data were
analyzed using univariate analysis with frequency table. The result shows that
characteristics of diphteria sufferers were dominated by age ≥19 years (33.11%) and male
sex (50.6%). Diphtheria sufferers are dominated by incomplete immunization status
(98.15%). The conclusion shows that completeness of 7-dose diphtheria immunization plays
an important role in the occurrence of diphtheria cases in East Java Province in 2018,
especially patients who have not carried out immunizations at all.

Keywords: Diphtheria cases, characteristics, immunization status, diphtheria sufferers,


East Java Province

Abstrak

Di tahun 2016 Jawa Timur menjadi wilayah dengan kasus difteri tertinggi yaitu sebanyak
209 kasus dengan 6 kematian. Di tahun 2017 kasus difteri di Jawa Timur bertambah
menjadi 460 kasus dengan 16 kematian, serta terus mengalami peningkatan di tahun 2018
yaitu terjadi 758 kasus dengan angka kematian sebanyak 3 orang. Penelitian ini bertujuan
untuk menggambarkan karakteristik dan status imunisasi penderita difteri di Provinsi
Jawa Timur tahun 2018. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan
rancang bangun cross sectional study. Populasi dalam penelitian ini adalah semua orang
yang dinyatakan difteri di Provinsi Jawa Timur tahun 2018. Cara pengambilan sampel
yaitu dengan menggunakan total populasi. Variabel dalam penelitian ini yaitu
karakteristik dan status imunisasi penderita difteri. Analisis data berupa analisis
1 Dwi Rismayanti Wigrhadita adalah adalah Departemen Epidemiologi Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga

22
23 Jurnal IKESMA Volume 15 Nomor 1 Maret 2019

univariate dengan menyajikan tabel frekuensi. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa
karakteristik penderita didominasi oleh usia ≥19 tahun (33,11%) dan berjenis kelamin
laki-laki (50,6%). Penderita difteri didominasi dengan status imunisasi yang tidak lengkap
(98,15%). Kesimpulan dari penelitian ini yaitu kelengkapan imunisasi difteri 7 dosis
sangat berperan penting dalam terjadinya kasus difteri di Provinsi Jawa Timur tahun
2018, khususnya penderita yang sama sekali tidak melakukan imunisasi.

Kata kunci: kasus difteri, karakteristik, status imunisasi, penderita difteri, Provinsi Jawa
Timur

PENDAHULUAN kematian, serta terus mengalami


peningkatan di tahun 2018 yaitu terjadi
Penyakit difteri adalah salah satu 758 kasus dengan angka kematian
penyebab kematian bayi dan balita sebanyak 3 orang (Dinkes Kota Surabaya,
karena rendahnya kekebalan sistem imun 2018). Upaya pencegahan melalui
dimana penyakit ini dapat dicegah dengan imunisasi dirasa belum maksimal
imunisasi (PD3I) (Munawaroh, 2016). Di terhadap kasus difteri (Clarke, 2017).
beberapa negara penyakit difteri masih Segala macam bentuk upaya telah
dianggap menjadi masalah kesehatan. dilakukan untuk mengatasi KLB difteri di
Penyakit difteri disebabkan adanya Jawa Timur yaitu pengadaan Outbreak
infeksi dari bakteri Corynebacterium Response Immunization (ORI), Backlog
diptheriae (White and Hien, 2009). Sejak Fighting (BLF), dan sempat mengadakan
tahun 2000-2015 Indonesia menjadi sub Pekan Imunisasi Nasional (PIN),
bagian dari 10 negara yang memilliki tetapi kasus difteri terus mengalami
kasus difteri tertinggi di dunia. Indonesia peningkatan. Peningkatan yang terus
menduduki posisi kedua terbanyak terjadi di wilayah Jawa Timur merupakan
insiden difteri dibandingkan dengan kurang maksimalnya upaya penekanan
negara anggota SEARO (South-East Asia kasus difteri melalui cakupan imunisasi
Region) lainnya. Peningkatan tren kasus difteri khusushnya imunisasi difteri 7
difteri di Indonesia selalu terjadi setiap dosis (Dinkes Kota Surabaya, 2018).
tahun. Pada tahun 2015 terjadi 415 kasus Penyakit difteri dapat dicegah
dan 24 kematian akibat panyakit difteri di dengan pemberian imunisasi. Imunisasi
Indonesia. CFR (Case Fatality Rate) difteri merupakan intervensi kesehatan yang
tahun 2016 sebesar 5,80%. Dalam sangat efektif dalam menurunkan angka
beberapa tahun terakhir Provinsi Jawa kemaian dan kesakitan pada bayi dan
Timur adalah wilayah dengan insiden balita. Pemberian imunisasi bertujuan
difteri tertinggi di Indonesia. Semua untuk membentuk kekebalan kelompok
kabupaten atau kota di wilayah Jawa (herd immunity). Kekebalan tersebut akan
Timur pada tahun 2011 dan 2012 telah tercapai apabila suatu daerah memiliki
mengalami KLB difteri (Dinkes Jatim, cakupan imunisasi yang tinggi. Cakupan
2013). Di tahun 2016 Jawa Timur juga imunisasi di suatu wilayah ditargetkan
menjadi wilayah dengan sebaran kasus pemerintah harus melebihi 80% baik di
difteri tertinggi yaitu sebanyak 209 kasus tingkat nasional, provinsi, kabupaten,
dengan 6 kematian (Kemenkes RI, 2017). bahkan setiap desa (IDAI, 2011). WHO
Di tahun 2017 kasus difteri di Jawa Timur pada tahun 1992 menargetkan cakupan
bertambah menjadi 460 kasus dengan 16 imunisasi booster harus mencapai 95%
Dwi Rismayanti Wigrhadita: Gambaran Karakteristik dan …… 24

pada anak usia sekolah di semua wilayah terhadap jumlah penderita difteri (Izza
(Dinkes Jatim, 2011). Imunisasi ulangan dan Soenarnatalina, 2015). Penelitian ini
(booster) merupakan imunisasi yang bertujuan untuk menggambarkan
diberikan setelah pemberian imunisasi karakteristik dan status imunisasi
dasar atau pada anak usia sekolah dasar penderita difteri di Provinsi Jawa Timur
(SD) kelas 1 dan apabila sampai dengan tahun 2018.
usia 5 tahun anak belum pernah
mendapatkan imunisasi Hepatitis B, maka
secepatnya diberikan imunisasi Hepatitis METODE PENELITIAN
B dengan jadwal 3 kali pemberian. Hal ini
mendukung bahwa di Indonesia, Penelitian ini merupakan jenis
pemberian imunisasi tidak merata dan penelitian deskriptif dengan rancang
tidak semua anak mendapatkan bangun cross sectional study. Populasi
imunisasi. Alasan mayoritas anak tidak dalam penelitian ini adalah semua orang
mendapatkan imunisasi adalah petugas yang dinyatakan difteri dari 29 kabupaten
yang tidak hadir (Rahmawati dan dan 9 kota di Provinsi Jawa Timur tahun
Wahyuni, 2014). Alasan lainnya yaitu 2018. Cara pengambilan sampel yaitu
kurangnya pengetahuan ibu mengenai dengan menggunakan total populasi. Data
imunisasi, kepercayaan terhadap penelitian ini berupa data sekunder dari
pemberian vaksin, kurang tersedianya publikasi profil kesehatan Provinsi Jawa
vaksin, serta biaya yang tidak terjangkau. Timur tahun 2018 yang didapatkan dari
Beberapa penelitian menunjukkan Dinas Kesehatan Provinsi, yaitu lembaga
bahwa pemberian imunisasi merupakan yang menyediakan data jumlah penderita
faktor risiko kejadian difteri. Individu penyakit difteri serta faktor yang diduga
yang tidak diimunisasi (DPT/DT) akan berpengaruh terhadap kasus difteri di
lebih besar berisiko untuk menderita Jawa Timur tahun 2018. Data yang
difteri dibandingkan dengan yang dikumpulkan dikelompokkan dan
diimunisasi (Mukarami et al., 2010). Hal dianalisis secara univariate. Analisis
tersebut sejalan dengan hasil penelitian univariate disajikan dalam bentuk
yang menujukkan faktor paling dominan deskriptif dengan tabel frekuensi. Data
dengan kasus difteri di Puskesmas tersebut diinterpretasi serta
Bangkalan tahun 2016, yaitu seorang dibandingkan dengan teori, standar,
anak yang tidak mendapatkan imunisasi pedoman, mengidentifikasi masalah, serta
DPT berisiko 5 kali lebih besar untuk mencari alternatif solusinya. Variabel
terinfeksi difteri dibandingkan dengan dalam penelitian ini yaitu karakteristik
anak yang mendapatkan imunisasi DPT dan status imunisasi penderita difteri.
(Rahmawati dan Wahyuni, 2014). Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada
Penelitian sebelumnya juga menunjukkan bulan Januari 2019 di Dinas Kesehatan
bahwa imunisasi DPT3 dan DT Provinsi Jawa Timur.
merupakan faktor yang berpengaruh

HASIL PENELITIAN
25 Jurnal IKESMA Volume 15 Nomor 1 Maret 2019

Karakteristik Penderita Difteri di 758 kasus dengan angka kematian


Provinsi Jawa Timur Tahun 2018 sebanyak 3 orang (Gambar 1). Persebaran
Berdasarkan hasil data sekunder kasus difteri berdasarkan segitiga
dari Provinsi Jawa Timur terjadi epidemiologi dapat dibedakan menjadi
peningkatan kasus secara terus menerus orang, tempat, dan waktu. Persebaran
sejak tahun 2016 hingga tahun 2018. Di kasus berdasarkan orang dapat
tahun 2016 Jawa Timur juga menjadi digolongkan berdasarkan kelompok usia
wilayah dengan sebaran kasus difteri dan jenis kelamin penderita difteri. Pola
tertinggi yaitu sebanyak 209 kasus dan persebaran kasus difteri berdasarkan
kematian sebanyak 6 orang. Di tahun karakteristik tempat dapat digolongkan
2017 kasus difteri di Jawa Timur melalui kabupaten dan kota di wilayah
bertambah menjadi 460 kasus dengan 16 Jawa Timur, serta persebaran
kematian, serta terus mengalami berdasarkan waktu dapat digolongkan
peningkatan di tahun 2018 yaitu terjadi melalui perhitungan bulan.

800
700
600
500
400
300
200
100
0
2016 2017 2018

Gambar 1. Kasus Difteri di Provinsi Jawa Timur Tahun 2016-2018

Karakteristik penderita difteri difteri di Jawa Timur tahun 2018 paling


dapat diklasifikasikan melalui kelompok tinggi terjadi di Kota Surabaya yaitu
umur dan jenis kelamin (Tabel 1). Hasil sebanyak 75 kasus dan terendah di
penelitian menunjukkan bahwa penderita Kabupaten Bondowoso yaitu terjadi 3
paling banyak yaitu usia ≥ 19 tahun kasus. Pola persebaran kasus difteri yang
(33,1%) dan paling sedikit usia ≤ 2 tahun didasarkan pada waktu yaitu melalui
(7%). Berdasarkan jenis kelamin perhitungan bulan (Gambar 4). Hasil
penderita difteri paling dominan terjadi penelitian menunjukkan kasus difteri
pada laki-laki (50,6%). Pola persebaran terjadi secara fluktuatif selama tahun
kasus difteri dapat digolongkan 2018. Kasus difteri tertinggi selama tahun
berdasarkan tempat (Gambar 2) dan 2018 terjadi pada bulan Januari sebanyak
berdasarkan waktu (Gambar 3). 139 kasus dan terendah pada bulan Juni
Berdasarkan tempat persebaran kasus yaitu sebanyak 27 kasus.
Dwi Rismayanti Wigrhadita: Gambaran Karakteristik dan …… 26

Tabel 1. Karakteristik Penderita Difteri Di Provinsi Jawa Timur Tahun 2018


Frekuensi
Variabel Presentase
(n)
Usia (tahun)
1-2 tahun 53 7%
3-5 tahun 134 17,70%
6-11 tahun 202 26,60%
12-18 tahun 118 15,60%
≥ 19 tahun 251 33,10%
Jenis Kelamin
Laki-Laki 383 50,60%
Perempuan 374 49,40%
Total 758 100,00%
Sumber: Dinkesprov, Jawa Timur (2018)

Status Imunisasi Penderita Difteri Di terbagi menjadi imunisasi DPT-HB-Hib


Jawa Timur Tahun 2018 (Difteri, Pertusis, Tetanus – Hepatitis B –
Imunisasi merupakan salah satu Haemophiluus Influenza tipe B) 1, DPT-
hal yang mampu mencegah terjadinya HB-Hib 2, DPT-HB-Hib 3, DPT-HB-Hib
kasus difteri. Pemberian imunisasi untuk booster, DT yang diberikan kelas 1 SD, Td
mencegah penyakit difteri dapat (Tetanus Difteri) kelas 2 SD, serta Td yang
dilakukan secara lengkap dengan diberikan kelas 5 SD. Pada penderita
memberikan 7 dosis pada masyarakat. difteri gambaran status imunisasi 7 dosis
Kelengkapan pemberian imunisasi difteri dapat digolongkan berdasarkan usia
yang diberikan sebanyak 7 kali yaitu (Tabel 2).

80 75
70 61
60
48
50
40 34 33
30 29 29 28
30 26 24
23 22 21
20 20 19
17 17 16 15
20 14 13 12 12
11 11 10 10 9
8 7 7 7 6 6
10 5 3
Kota…

0
Sidoarjo

Kota Malang

Batu
Situbondo

Blitar

Bangkalan

Pamekasan

Sumenep
Lamongan

Sampang
Lumajang

Kediri

Tuban

Madiun
Nganjuk

Pacitan

Kota Blitar

Magetan
Tulungagung

Kota Kediri

Ponorogo
Jombang

Pasuruan

Mojokerto

Ngawi

Trenggalek
Bondowoso
Surabaya

Malang

Gresik

Jember

Kota Madiun
Kota Mojokerto

Bojonegoro

Probolinggo

Banguwangi
Kota Pasuruan

Sumber: Dinkesprov, Jawa Timur (2018)


Gambar 2. Distribusi Kasus Difteri Berdasarkan Tempat Di Provinsi Jawa Timur Tahun
2018
27 Jurnal IKESMA Volume 15 Nomor 1 Maret 2019

160
139
140
120 108
100
100
80 66
57
60 43 45 46 48 47
27 32
40
20
0

Sumber: Dinkesprov, Jawa Timur (2018)


Gambar 3. Distribusi Kasus Difteri Berdasarkan Waktu Di Provinsi Jawa Timur Tahun
2018

Pada usia 1-2 tahun mayoritas melakukan imunisasi lengkap hanya 4


penderita difteri tidak melakukan dari 251 penderita (1,59%).
imunisasi secara lengkap. Rata-rata
penderita usia 1-2 tahun hanya HASIL PENELITIAN
melakukan imunisasi sampai dosis ketiga Karakteristik Penderita Difteri di
yaitu DPT-HB-Hib 3. Pemberian imunisasi Provinsi Jawa Timur
hanya sampai dosis ketiga juga Salah satu penyakit yang dapat
didominasi pada usia 3-5 tahun. Dari 134 menyebabkan terjadi Kejadian Luar Biasa
penderita difteri usia 3-5 tahun, sebanyak (KLB) yaitu penyakit difteri, dimana
41 penderita (30,59%) melengkapi munculnya satu kasus difteri sudah dapat
imunisasi sampai dosis ketiga. Sebanyak dikategorikan sebagai KLB (Alfiansyah,
29 penderita (21,64%) tidak melakukan 2017). Hasil penelitian ini menunjukkan
imunisasi sama sekali dan hanya 1 bahwa kejadian difteri terus mengalami
penderita yang melakukan imunisasi peningkatan. Peningkatan kejadian difteri
secara lengkap. sejak tahun 2016 hingga tahun 2018
Di usia 6-11 tahun, mayoritas terjadi karena kurang optimalnya dan
penderita difteri (25,74%) melakukan meratanya pemberian imunisasi. Angka
imunisasi sampai dosis keempat yaitu kematian akibat kejadian difteri terjadi
imunisasi DPT-HB-Hib booster. secara fluktuatif selama tahun 2016-2018,
Pemberian imunisasi lengkap dari segi dimana tahun 2016 terjadi 6 kematian,
usia juga didominasi pada usia 6-11 tahun kemudian meningkat tinggi menjadi 16
yaitu sebanyak 2,47%. Berbeda dengan kematian dan menurun di tahun 2018
usia 12-18 tahun, penderita difteri menjadi 3 kasus kematian. Penurunan
didominasi dengan tidak melakukan angka kesakitan dan kematian akibat
imunisasi sama sekali (35,59%) dan penyakit difteri tersebut karena
hanya 3,38% penderita melakukan pemerintah telah melakukan berbagai
imunisasi difteri secara lengkap. Di usia upaya. Salah satu upaya pemerintah yaitu
≥19 tahun penderita difteri paling banyak mengadakan Outbreak Response
tidak imunisasi (70,51%) dan yang Immunization (ORI), Backlog Fighting
Dwi Rismayanti Wigrhadita: Gambaran Karakteristik dan …… 28

(BLF), serta dilengkapi dengan kegiatan rendah daripada laki-laki, hal ini
Pekan Imunisasi Nasional (PIN) di menjadikan perempuan lebih rentan
beberapa kabupaten dan kota di Jawa terinfeksi difteri. Hasil penerlitian ini
Timur (Dinkesprov Jawa Timur, 2016). berbeda dengan penelitian sebelumnya
Penderita kasus difteri didominasi oleh yang menunjukkan bahwa jenis kelamin
penduduk berusia ≥19 tahun (33,1%) dan tidak berhubungan dengan kejadian
berjenis kelamin laki-laki (50,6%). difteri di Kota Surabaya, dimana
Mayoritas penderita tersebut seharusnya perbedaan daya imunitas dengan jenis
telah mendapatkan imunisasi difteri kelamin tidak saling berhubungan untuk
secara lengkap (7 dosis), namun terkena penyakit difteri (Sari, 2012).
kenyataannya pada usia tersebut Kasus difteri paling tinggi di
penderita didominasi tidak melakukan wilayah Provinsi Jawa Timur adalah Kota
imunisasi (70,51%) dan tidak melakukan Surabaya. Tingginya kasus difteri di suatu
imunisasi booster (7,96%). Hal ini sejalan wilayah disebabkan oleh cakupan
dengan penelitian Kunarti (2004) dimana imunisasi difteri 7 dosis yang rendah.
semakin bertambahnya umur anak, maka Rendahnya cakupan imunisasi difteri
titer bodi akan semakin menurun. akan menyebabkan penularan penyakit
Penelitian lain juga menunjukkan bahwa difteri tidak terputus sesuai dengan
pertambahan usia juga turut tujuan pemberian imunisasi. Penyakit
meningkatkan risiko terserang difteri bila difteri dapat dengan mudah dan tersebar
tidak dilakukan imunisasi ulang (booster) secara cepat melalui percikan ludah
(Aswad dan Shubair, 2009). Seiring penderita atau makanan. Risiko
bertambahnya usia maka seseorang akan penularan difteri pada seseorang yang
lebih sering berinteraksi dengan banyak tidak memperoleh imunisasi jauh lebih
orang. Hal tersebut menyebabkan adanya besar daripada seseorang yang
peluang untuk terpapar bakteri mendapatkan imunisasi secara lengkap
Corynebacterium diptheriae yang berasal (Hidayati, 2017). Rendahnya cakupan
dari luar wilayah lebih besar dan imunisasi di suatu wilayah yang
menjadikan terserang penyakit difteri mengakibatkan terjadinya peningkatan
akan lebih besar juga. kasus difteri membutuhkan adanya
Penderita difteri di Provinsi Jawa sistem surveilans epidemiologi yang
Timur tahun 2018 didominasi berjenis bertujuan untuk monitoring dan
kelamin laki-laki. Penderita berjenis mengevaluasi keberhasilan imunisasi.
kelamin laki-laki dianggap lebih sering Output surveilans tersebut dapat
melakukan aktivitas diluar rumah digunakan sebagai landasan pengambilan
dibandingkan dengan yang berjenis keputusan terhadap tindakan pencegahan
kelamin perempuan. Banyaknya aktivitas dan penanggulangan kasus difteri.
diluar rumah berisiko terjadi kontak Mobilitas penduduk yang tinggi juga
dengan carier difteri khususnya jika berisiko meningkatkan kemungkinan
banyak aktivitas di daerah yang endemis membawa bibit penyakit dari satu daerah
difteri. Hasil ini berlawanan dengan ke daerah lainnya (Rahman, et al., 2016).
penelitian lainnya yang menunjukkan Ditinjau dari karakteristik waktu
bahwa perempuan lebih banyak terinfeksi berdasarkan perhitungan bulan. Selama
difteri dibanding laki-laki (Swart et al., tahun 2018 kasus terjadi secara fluktuatif.
2016). Perempuan memiliki angka Kasus difteri paling tinggi terjadi pada
Geometric Mean igG Concentrations (GMC) awal tahun yaitu bulan Januari dan paling
atau titer antibodi difteri yang lebih rendah pada bulan Juni. Tingginya angka
29 Jurnal IKESMA Volume 15 Nomor 1 Maret 2019

kasus difteri pada awal tahun 2018 lengkap yaitu 7 dosis, namun mayoritas
karena dampak dari tingginya angka penderita difteri yang didominasi oleh
kasus difteri di tahun sebelumnya. Di kelompok umur ≥19 tahun tidak
tahun 2017 terjadi 460 kasus dengan imunisasi dan tidak mendapatkan
angka kematian sebanyak 16 orang. imunisasi secara lengkap (Tabel 3).
Tingginya angka kasus difteri beriringan Pemberian imunisasi booster baru mulai
dengan belum dilakukannya program dilaksanakan tahun 2016 sehingga tak
Outbreak Response Immunization (ORI) banyak masyarakat mengetahui
menjadikan bulan Januari merupakan pentingnya pemberian imunisasi
puncaknya kasus difteri terjadi di tahun tersebut. Hasil penelitian sejalan dengan
2018. Program ORI dilaksanakan 3 penelitian sebelumnya dimana dosis
putaran pada tahun 2018, yaitu bulan pemberian DPT yaitu dosis satu kali, dua
Januari, bulan Juli, dan bulan November. kali, tiga kali, dan dosis ulangan dapat
Penurunan kasus difteri terjadi pada mempengaruhi efektivitas vaksinasi
bulan Juni, hal tersebut dianggap karena sehingga semakin lengkap pemberian
sebagian besar masyarakat telah DPT maka semakin efektif seseorang akan
melakukan imunisasi ulang (booster) terlindungi dari infeksi difteri
sebagai bentuk upaya pertahanan (Nurhandayani, 2013). Pemberian vaksin
terhadap wabah KLB yang terjadi pada sebanyak 2 kali sampai 3 kali akan
tahun tersebut. Rendahnya angka kasus berhasil meningkatkan imunitas lebih
difteri tersebut juga mendukung bahwa besar dibandingkan dengan pemberian
program ORI pemerintah berjalan sukses vaksin yang hanya dilakukan dengan
dan menjadi salah satu upaya untuk frekuensi 1 kali (Lubov, 2011).
mencegah terinfeksi penyakit difteri. Berdasarkan pemberian status
imunisasi difteri, penderita individu
Status Imunisasi Penderita Difteri Di paling banyak sama sekali tidak
Provinsi Jawa Timur melakukan imunisasi (39,45%),
Menurut Undang-Undang Nomor melakukan imunisasi dasar difteri pada
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, usia bayi (30,61%), dan melakukan
pemberian imunisasi merupakan cara imunisasi ulang/booster (29,95%).
untuk mencegah penyaki menular serta Tingginya jumlah penderita difteri yang
dapat menekan dan menurunkan angka tidak melakukan imunisasi menunjukkan
kematian pada anak. Difteri adalah salah semakin mudahnya seseorang terinfeksi
satu penyakit menular dan imunisasi difteri. Kelompok usia yang paling banyak
merupakan upaya yang sangat penting tidak imunisasi yaitu usia ≥19 tahun.
dalam mencegah dan mengendalikan Kekebalan tubuh akan semakin menurun
penyakit tersebut. Imunisasi merupakan seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini
cara untuk menimbulkan dan sejalan dengan penelitian sebelumnya
meningkatkan sistem imun tubuh dimana anak yang tidak imunisasi difteri
seseorang secara aktif terhadap suatu berisiko terkena difteri lebih mudah dan
penyakit. Pemberian imunisasi DPT memiliki daya imunitas yang rendah
ketika usia bayi dan imunisasi DT pada daripada anak yang diimunisasi difteri
anak usia sekolah merupakan upaya yang (Arifin dan Prasasti, 2017). Seseorang
dapat dilakukan untuk mencegah yang memiliki status imunisasi tidak
penyakit difteri (Dinkes Jatim, 2016). lengkap akan berisiko 5 kali terinfeksi
Kelompok usia ≥19 tahun seharusnya difteri daripada seseorang yang memiliki
telah mendapatkan imunisasi secara status imunisasi lengkap. Penelitian lain
Dwi Rismayanti Wigrhadita: Gambaran Karakteristik dan …… 30

menunjukkan bahwa status imunisasi yang mengalami sakit saat pelaksanaan


berhubungan dengan kejadian difteri di imunisasi, kurangnya informasi, serta
Blitar tahun 2015 (Saifudin et al., 2017). ketidakhadiran petugas. Hal tersebut
Pemberian imunisasi DPT-HB-Hib disampaikan dalam penelitian
bertujuan untuk memberikan kekebalan sebelumnya dimana sebagian ibu
selama 1-3 tahun (94-100%). Pemberian memberikan penjelasan tidak melakukan
imunisasi ulang (booster) dosis keempat imunisasi secara lengkap yaitu tidak
juga akan menambah kekebalan selama adanya informasi dari bidan (Isnayni,
usia 5 sampai 7 tahun, sementara 2016). Alasan tersebut menjadikan
pemberian imunisasi ulang Td akan perlunya kegiatan follow up terhadap
meningkatkan titer antibodi protektif kondisi anak yang sakit agar tetap dapat
terhadap difteri dan tetanus serta dapat dilakukan imunisasi, serta kemampuan
diberikan pada usia 10-18 tahun secara petugas kesehatan dalam melakukan
aman (Fadlyana et al., 2013). Kekebalan promosi kesehatan mengenai imunisasi
terhadap penyakit difteri terjadi karena melalui berbagai media seperti brosur,
pengaruh adanya antitoksin dalam darah spanduk, maupun pamflet.
dan kemampuan seseorang untuk Ketidaklengkapan pemberian imunisasi
membuat antitoksin secara cepat. juga dapat terjadi karena anggapan
Kemampuan tersebut merupakan akibat imunisasi DPT-HB-Hib yang diberikan
dari pemberian imunisasi aktif dari pada masa usia bayi sudah cukup
riwayat pernah menderita atau vaksinasi. sehingga tidak perlu dilakukan imunisasi
Kekebalan dalam tubuh tersebut akan difteri ulang (booster). Hal ini juga
menjaga seseorang tidak mudah jatuh didukung dengan penelitian lain yang
sakit, hal ini karena adanya hubungan menyebutkan dimana ketidakpedulian
erat antara penyakit infeksi dengan fungsi ibu terhadap imunisasi menjadi alasan
kekebalan tubuh (Kaunang et al., 2016). tidak lengkapnya status imunisasi
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi (Scobie, 2015). Peningkatan pemahaman
secara lengkap menjadi sangat rentan dan dan kesadaran dirasa menjadi solusi yang
dapat mengalami kecacatan bahkan tepat dan dapat disampaikan oleh petugas
kematian. kesehatan melalui sosialisasi baik
Ketidaklengkapan imunisasi dapat dilakukan ketika posyandu maupun
disebabkan oleh banyak hal seperti anak kegiatan masyarakat lainnya.

Tabel 2. Gambaran Status Imunisasi Penderita Difteri di Provinsi Jawa Timur Tahun 2018
Usia Penderita Difteri
Status Imunisasi 1-2 3-5 6-11 12-18 ≥19
Total
Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
Tidak Imunisasi 15 29 36 42 177 299
DPT-HB-Hib 1 (dosis 1) 1 1 12 16 10 40
DPT-HB-Hib 2 (dosis 2) 1 3 3 4 2 13
DPT-HB-Hib 3 (dosis 3) 21 41 50 25 42 179
DPT-HB-Hib booster (dosis 4) 8 38 52 18 13 129
DT (1 SD) (dosis 5) 6 15 26 6 1 54
Td (2 SD) (dosis 6) 1 6 18 3 2 30
Td (5 SD) (dosis 7) 0 1 5 4 4 14
Total 53 134 202 118 251 758
31 Jurnal IKESMA Volume 15 Nomor 1 Maret 2019

Tabel 3. Gambaran Kelengkapan Status Imunisasi Penderita Difteri di Provinsi Jawa


Timur Tahun 2018
Status Imunisasi
Total
Kelompok Usia Lengkap Tidak Lengkap
n % n % n %
1-2 Tahun 0 0,00 53 6,99 53 6,99
3-5 Tahun 1 0,13 133 17,55 134 17,68
6-11 Tahun 5 0,66 197 25,99 202 26,65
12-18 Tahun 4 0,53 114 15,04 118 15,57
≥19 Tahun 4 0,53 247 32,59 251 33,11
Total 14 1,85 744 98,15 758 100,00

SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR RUJUKAN

Distribusi penyakit difteri 1] Arifin, I. F., & Prasasti, C. I. (2017).


mengalami peningkatan sejak tahun 2016 Faktor yang berhubungan dengan
hingga tahun 2018 yang terjadi di kasus difteri anak di Puskesmas
Provinsi Jawa Timur. Karakteristik Bangkalan tahun 2016. Jurnal
penderita difteri di Provinsi Jawa Timur Berkala Epidemiologi, 5(1), 26–36.
tahun 2018 berdasarkan penggolongan 2] Alfiansyah, G. (2017). Penyelidikan
orang berpaling banyak usia ≥19 Tahun epidemiologi kejadian luar biasa
(33,11%) dan berjenis kelamin laki-laki (KLB) difteri di Kabupaten Blitar
(50,6%). Berdasarkan penggolongan tahun 2015. Preventia, 2(1).
tempat paling tinggi terjadi di Kota 3] Aswad, I.H.Al. dan Shubair, M.E.,
Surabaya dan didasarkan waktu kasus (2009). Efficacy of diphtheria and
difteri tertinggi terjadi pada bulan Januari tetanus vaccination in Gaza,
dan terendah pada bulan Juni. Status Palestine. Eastern Mediterranean
imunisasi difteri sangat berperan penting Health Journal, Vol. 15, No. 2, 2009,
dalam kejadian difteri. Penderita difteri di p. 285-294.
Provinsi Jawa Timur didominasi dengan 4] Clarke, K. (2017). Review of the
status imunisasi yang tidak lengkap epidemiology of diphtheria 2000-
(98,15%) dan hanya sedikit yang 2016. Geneva: World Health
melakukan imunisasi secara lengkap Organization.
dengan memenuhi 7 dosis imunisasi 5] Dinkes Provinsi Jawa Timur,
difteri (1,85%). Berdasarkan pemberian (2011). Pedoman penanggulangan
status imunisasi difteri, penderita KLB diphteri di Jawa Timur.
individu paling banyak sama sekali tidak Surabaya: Dinkes Provinsi Jatim.
melakukan imunisasi (39,45%), 6] Dinkes Provinsi Jawa Timur,
melakukan imunisasi dasar difteri pada (2013). Penyakit difteri per
usia bayi (30,61%), dan melakukan kab./kota di Jawa Timur per tanggal
imunisasi ulang/booster (29,95%). Status 11 Januari 2013. Surabaya: Dinkes
imunisasi difteri yang lengkap bertujuan Provinsi Jatim.
untuk menimbulkan dan menambah 7] Dinkes Provinsi Jawa Timur.
sistem imun tubuh agar terhindar dari (2016). Profil kesehatan Provinsi
penyakit infeksi difteri secara maksimal. Jawa Timur tahun 2016. Dinas
Dwi Rismayanti Wigrhadita: Gambaran Karakteristik dan …… 32

Kesehatan Provinsi Jawa Timur. 16] Lubov, S. (2011). Epidemic diptheria


Surabaya in India 1991-1998. The journal of
8] Dinkes Kota Surabaya. (2018). Infectious Diseases 2001 : p
Laporan surveilans difteri di Kota 589:591
Surabaya tahun 2015-2017. Seksi 17] Mukarami H., Phuong N.M., Thang
Surveilans dan Imunisasi Dinas H.V., Chau N.V., Giao P.N., dan Tho
Kesehatan Kota Surabaya. N.D., (2010). Epidemic diphtheria in
Surabaya. Ho Chi Minh City Vietnam: a match
9] Fadlyana, E., Rusmil, K., Garna, H., case–control study to identify risk
Sumarman, I., Adi, S. S., & Bachtiar, factors of incidence. Elvesier
N. S. (2013). Imunogenisitas dan Vaccine28 (2010), p. 8141–8146.
keamanan vaksin tetanus difteri 18] Nurhandayani, Wijaya, H., Lubis, I.
(Td) pada remaja sebagai salah satu N. D., Pasaribu, A. P., Pasaribu, S., &
upaya mencegah reemerging disease Lubis, C. P. (2013). Perbandingan
di Indonesia. Sari Pediatri, 15(3), efektifitas pemberian imunisasi
141–149. difteria satu kali, dua kali, dan tiga
10] Hidayati, R. (2017). Faktor-faktor kali dengan penilaian titer antibodi
yang mempengaruhi angka kejadian pada anak. Majalah Kedokteran
penyakit difteri di Kota Padang. Nusantara, 46(3), `52-157.
UNES Journal of Social and 19] Rahman, F. S., Hargono, A., &
Economics Research (JSER), 2(2), Susilastuti, F. (2016). Penyelidikan
180–187. epidemiologi KLB difteri di
11] IDAI, (2011). Pedoman imunisasi Kecamatan Geneng dan Karang Jati
nasional di indonesia edisi keempat Kabupaten Ngawi tahun 2015.
tahun 2011. Jakarta: IDAI. Jurnal Wiyata, 3(2), 199–213.
12] Isnayni, E. (2016). Hubungan 20] Rahmawati, A. I., & Wahyuni, C. U.
pengetahuan ibu, pendapatan (2014). Faktor yang mempengaruhi
keluarga dan peran keluarga kelengkapan imunisasi dasar di
dengan status imunisasi dasar. Kelurahan Krembangan Utara.
Jurnal Berkala Epidemiologi, 4(3), Jurnal Berkala Epidemiologi, 2(1),
360–370. 59–70.
13] Izza, N., & Soenarnatalina. (2015). https://doi.org/10.20473/jbe.V2I1
Analisis data spasial penyakit difteri 2014.59-70
di Provinsi Jawa Timur tahun 2010 21] Saifudin, N., Wahyuni, C. U., &
dan 2011. Buletin Penelitian Sistem Martini, S. (2017). Faktor risiko
Kesehatan, 18(2), 211–219. kejadian difteri di Kabupaten Blitar
14] Kaunang, M. C., Rompas, S., & tahun 2015. Jurnal Wiyata
Bataha, Y. (2016). Hubungan Penelitian Sains dan Kesehatan,
pemberian imunisasi dasar dengan 3(1), 61–66.
tumbuh kembang pada bayi (0-1 22] Sari, M.F., (2012). Indikator prediktif
Tahun) di Puskesmas Kembes kejadian difteri di Kota Surabaya.
Kecamatan Tombulu Kabupaten Thesis. .Fakultas Kesehatan
Minahasa. Jurnal Keperawatan (E- Masyarakat Universitas Airlangga,
Kp), 4(1), 1–8. Program Studi Administrasi dan
15] Kemenkes RI. (2017). Profil Kebijakan Kesehatan.
kesehatan Indonesia tahun 2016. 23] Scobie, H. M., Ray, A., Routray, S.,
Kementerian Kesehatan RI. Jakarta. Bose, A., Bahl, S., Sosler, S., … Anand,
33 Jurnal IKESMA Volume 15 Nomor 1 Maret 2019

A. (2015). Cluster survey evaluation (2016). Long-term protection


of a measles vaccination campaign against diphtheria in the
in Jharkhand, India, 2012. Public Netherlands after 50 years of
Library of Science Journal, 10(5), 1– vaccination: results from a
15. seroepidemiological study. PLoS
24] Swart, E. M., Van Gageldonk, P. G. M., ONE, 11(2), 1–15.
De Melker, H. E., Van Der Klis, F. R., https://doi.org/10.1371/journal.po
Berbers, G. A. M., & Mollema, L. ne.0148605.

You might also like