Professional Documents
Culture Documents
Abstract
In 2016 East Java was the region with the highest cases of diphtheria, namely 209 cases with
6 deaths. In 2017 diphtheria cases in East Java increased to 460 cases with 16 deaths, and
continued to increase in 2018, namely 758 cases with a death rate of 3 people. This research
aims to describe the characteristics and immunization status of diphtheria sufferers in East
Java Province in 2018. This research is a descriptive research type with a cross sectional
study design. The research population were all people who were declared diphtheria in East
Java Province in 2018. The method of sampling is to use the total population. The variables
were the characteristics and immunization status of diphtheria sufferers. Data were
analyzed using univariate analysis with frequency table. The result shows that
characteristics of diphteria sufferers were dominated by age ≥19 years (33.11%) and male
sex (50.6%). Diphtheria sufferers are dominated by incomplete immunization status
(98.15%). The conclusion shows that completeness of 7-dose diphtheria immunization plays
an important role in the occurrence of diphtheria cases in East Java Province in 2018,
especially patients who have not carried out immunizations at all.
Abstrak
Di tahun 2016 Jawa Timur menjadi wilayah dengan kasus difteri tertinggi yaitu sebanyak
209 kasus dengan 6 kematian. Di tahun 2017 kasus difteri di Jawa Timur bertambah
menjadi 460 kasus dengan 16 kematian, serta terus mengalami peningkatan di tahun 2018
yaitu terjadi 758 kasus dengan angka kematian sebanyak 3 orang. Penelitian ini bertujuan
untuk menggambarkan karakteristik dan status imunisasi penderita difteri di Provinsi
Jawa Timur tahun 2018. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan
rancang bangun cross sectional study. Populasi dalam penelitian ini adalah semua orang
yang dinyatakan difteri di Provinsi Jawa Timur tahun 2018. Cara pengambilan sampel
yaitu dengan menggunakan total populasi. Variabel dalam penelitian ini yaitu
karakteristik dan status imunisasi penderita difteri. Analisis data berupa analisis
1 Dwi Rismayanti Wigrhadita adalah adalah Departemen Epidemiologi Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga
22
23 Jurnal IKESMA Volume 15 Nomor 1 Maret 2019
univariate dengan menyajikan tabel frekuensi. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa
karakteristik penderita didominasi oleh usia ≥19 tahun (33,11%) dan berjenis kelamin
laki-laki (50,6%). Penderita difteri didominasi dengan status imunisasi yang tidak lengkap
(98,15%). Kesimpulan dari penelitian ini yaitu kelengkapan imunisasi difteri 7 dosis
sangat berperan penting dalam terjadinya kasus difteri di Provinsi Jawa Timur tahun
2018, khususnya penderita yang sama sekali tidak melakukan imunisasi.
Kata kunci: kasus difteri, karakteristik, status imunisasi, penderita difteri, Provinsi Jawa
Timur
pada anak usia sekolah di semua wilayah terhadap jumlah penderita difteri (Izza
(Dinkes Jatim, 2011). Imunisasi ulangan dan Soenarnatalina, 2015). Penelitian ini
(booster) merupakan imunisasi yang bertujuan untuk menggambarkan
diberikan setelah pemberian imunisasi karakteristik dan status imunisasi
dasar atau pada anak usia sekolah dasar penderita difteri di Provinsi Jawa Timur
(SD) kelas 1 dan apabila sampai dengan tahun 2018.
usia 5 tahun anak belum pernah
mendapatkan imunisasi Hepatitis B, maka
secepatnya diberikan imunisasi Hepatitis METODE PENELITIAN
B dengan jadwal 3 kali pemberian. Hal ini
mendukung bahwa di Indonesia, Penelitian ini merupakan jenis
pemberian imunisasi tidak merata dan penelitian deskriptif dengan rancang
tidak semua anak mendapatkan bangun cross sectional study. Populasi
imunisasi. Alasan mayoritas anak tidak dalam penelitian ini adalah semua orang
mendapatkan imunisasi adalah petugas yang dinyatakan difteri dari 29 kabupaten
yang tidak hadir (Rahmawati dan dan 9 kota di Provinsi Jawa Timur tahun
Wahyuni, 2014). Alasan lainnya yaitu 2018. Cara pengambilan sampel yaitu
kurangnya pengetahuan ibu mengenai dengan menggunakan total populasi. Data
imunisasi, kepercayaan terhadap penelitian ini berupa data sekunder dari
pemberian vaksin, kurang tersedianya publikasi profil kesehatan Provinsi Jawa
vaksin, serta biaya yang tidak terjangkau. Timur tahun 2018 yang didapatkan dari
Beberapa penelitian menunjukkan Dinas Kesehatan Provinsi, yaitu lembaga
bahwa pemberian imunisasi merupakan yang menyediakan data jumlah penderita
faktor risiko kejadian difteri. Individu penyakit difteri serta faktor yang diduga
yang tidak diimunisasi (DPT/DT) akan berpengaruh terhadap kasus difteri di
lebih besar berisiko untuk menderita Jawa Timur tahun 2018. Data yang
difteri dibandingkan dengan yang dikumpulkan dikelompokkan dan
diimunisasi (Mukarami et al., 2010). Hal dianalisis secara univariate. Analisis
tersebut sejalan dengan hasil penelitian univariate disajikan dalam bentuk
yang menujukkan faktor paling dominan deskriptif dengan tabel frekuensi. Data
dengan kasus difteri di Puskesmas tersebut diinterpretasi serta
Bangkalan tahun 2016, yaitu seorang dibandingkan dengan teori, standar,
anak yang tidak mendapatkan imunisasi pedoman, mengidentifikasi masalah, serta
DPT berisiko 5 kali lebih besar untuk mencari alternatif solusinya. Variabel
terinfeksi difteri dibandingkan dengan dalam penelitian ini yaitu karakteristik
anak yang mendapatkan imunisasi DPT dan status imunisasi penderita difteri.
(Rahmawati dan Wahyuni, 2014). Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada
Penelitian sebelumnya juga menunjukkan bulan Januari 2019 di Dinas Kesehatan
bahwa imunisasi DPT3 dan DT Provinsi Jawa Timur.
merupakan faktor yang berpengaruh
HASIL PENELITIAN
25 Jurnal IKESMA Volume 15 Nomor 1 Maret 2019
800
700
600
500
400
300
200
100
0
2016 2017 2018
80 75
70 61
60
48
50
40 34 33
30 29 29 28
30 26 24
23 22 21
20 20 19
17 17 16 15
20 14 13 12 12
11 11 10 10 9
8 7 7 7 6 6
10 5 3
Kota…
0
Sidoarjo
Kota Malang
Batu
Situbondo
Blitar
Bangkalan
Pamekasan
Sumenep
Lamongan
Sampang
Lumajang
Kediri
Tuban
Madiun
Nganjuk
Pacitan
Kota Blitar
Magetan
Tulungagung
Kota Kediri
Ponorogo
Jombang
Pasuruan
Mojokerto
Ngawi
Trenggalek
Bondowoso
Surabaya
Malang
Gresik
Jember
Kota Madiun
Kota Mojokerto
Bojonegoro
Probolinggo
Banguwangi
Kota Pasuruan
160
139
140
120 108
100
100
80 66
57
60 43 45 46 48 47
27 32
40
20
0
(BLF), serta dilengkapi dengan kegiatan rendah daripada laki-laki, hal ini
Pekan Imunisasi Nasional (PIN) di menjadikan perempuan lebih rentan
beberapa kabupaten dan kota di Jawa terinfeksi difteri. Hasil penerlitian ini
Timur (Dinkesprov Jawa Timur, 2016). berbeda dengan penelitian sebelumnya
Penderita kasus difteri didominasi oleh yang menunjukkan bahwa jenis kelamin
penduduk berusia ≥19 tahun (33,1%) dan tidak berhubungan dengan kejadian
berjenis kelamin laki-laki (50,6%). difteri di Kota Surabaya, dimana
Mayoritas penderita tersebut seharusnya perbedaan daya imunitas dengan jenis
telah mendapatkan imunisasi difteri kelamin tidak saling berhubungan untuk
secara lengkap (7 dosis), namun terkena penyakit difteri (Sari, 2012).
kenyataannya pada usia tersebut Kasus difteri paling tinggi di
penderita didominasi tidak melakukan wilayah Provinsi Jawa Timur adalah Kota
imunisasi (70,51%) dan tidak melakukan Surabaya. Tingginya kasus difteri di suatu
imunisasi booster (7,96%). Hal ini sejalan wilayah disebabkan oleh cakupan
dengan penelitian Kunarti (2004) dimana imunisasi difteri 7 dosis yang rendah.
semakin bertambahnya umur anak, maka Rendahnya cakupan imunisasi difteri
titer bodi akan semakin menurun. akan menyebabkan penularan penyakit
Penelitian lain juga menunjukkan bahwa difteri tidak terputus sesuai dengan
pertambahan usia juga turut tujuan pemberian imunisasi. Penyakit
meningkatkan risiko terserang difteri bila difteri dapat dengan mudah dan tersebar
tidak dilakukan imunisasi ulang (booster) secara cepat melalui percikan ludah
(Aswad dan Shubair, 2009). Seiring penderita atau makanan. Risiko
bertambahnya usia maka seseorang akan penularan difteri pada seseorang yang
lebih sering berinteraksi dengan banyak tidak memperoleh imunisasi jauh lebih
orang. Hal tersebut menyebabkan adanya besar daripada seseorang yang
peluang untuk terpapar bakteri mendapatkan imunisasi secara lengkap
Corynebacterium diptheriae yang berasal (Hidayati, 2017). Rendahnya cakupan
dari luar wilayah lebih besar dan imunisasi di suatu wilayah yang
menjadikan terserang penyakit difteri mengakibatkan terjadinya peningkatan
akan lebih besar juga. kasus difteri membutuhkan adanya
Penderita difteri di Provinsi Jawa sistem surveilans epidemiologi yang
Timur tahun 2018 didominasi berjenis bertujuan untuk monitoring dan
kelamin laki-laki. Penderita berjenis mengevaluasi keberhasilan imunisasi.
kelamin laki-laki dianggap lebih sering Output surveilans tersebut dapat
melakukan aktivitas diluar rumah digunakan sebagai landasan pengambilan
dibandingkan dengan yang berjenis keputusan terhadap tindakan pencegahan
kelamin perempuan. Banyaknya aktivitas dan penanggulangan kasus difteri.
diluar rumah berisiko terjadi kontak Mobilitas penduduk yang tinggi juga
dengan carier difteri khususnya jika berisiko meningkatkan kemungkinan
banyak aktivitas di daerah yang endemis membawa bibit penyakit dari satu daerah
difteri. Hasil ini berlawanan dengan ke daerah lainnya (Rahman, et al., 2016).
penelitian lainnya yang menunjukkan Ditinjau dari karakteristik waktu
bahwa perempuan lebih banyak terinfeksi berdasarkan perhitungan bulan. Selama
difteri dibanding laki-laki (Swart et al., tahun 2018 kasus terjadi secara fluktuatif.
2016). Perempuan memiliki angka Kasus difteri paling tinggi terjadi pada
Geometric Mean igG Concentrations (GMC) awal tahun yaitu bulan Januari dan paling
atau titer antibodi difteri yang lebih rendah pada bulan Juni. Tingginya angka
29 Jurnal IKESMA Volume 15 Nomor 1 Maret 2019
kasus difteri pada awal tahun 2018 lengkap yaitu 7 dosis, namun mayoritas
karena dampak dari tingginya angka penderita difteri yang didominasi oleh
kasus difteri di tahun sebelumnya. Di kelompok umur ≥19 tahun tidak
tahun 2017 terjadi 460 kasus dengan imunisasi dan tidak mendapatkan
angka kematian sebanyak 16 orang. imunisasi secara lengkap (Tabel 3).
Tingginya angka kasus difteri beriringan Pemberian imunisasi booster baru mulai
dengan belum dilakukannya program dilaksanakan tahun 2016 sehingga tak
Outbreak Response Immunization (ORI) banyak masyarakat mengetahui
menjadikan bulan Januari merupakan pentingnya pemberian imunisasi
puncaknya kasus difteri terjadi di tahun tersebut. Hasil penelitian sejalan dengan
2018. Program ORI dilaksanakan 3 penelitian sebelumnya dimana dosis
putaran pada tahun 2018, yaitu bulan pemberian DPT yaitu dosis satu kali, dua
Januari, bulan Juli, dan bulan November. kali, tiga kali, dan dosis ulangan dapat
Penurunan kasus difteri terjadi pada mempengaruhi efektivitas vaksinasi
bulan Juni, hal tersebut dianggap karena sehingga semakin lengkap pemberian
sebagian besar masyarakat telah DPT maka semakin efektif seseorang akan
melakukan imunisasi ulang (booster) terlindungi dari infeksi difteri
sebagai bentuk upaya pertahanan (Nurhandayani, 2013). Pemberian vaksin
terhadap wabah KLB yang terjadi pada sebanyak 2 kali sampai 3 kali akan
tahun tersebut. Rendahnya angka kasus berhasil meningkatkan imunitas lebih
difteri tersebut juga mendukung bahwa besar dibandingkan dengan pemberian
program ORI pemerintah berjalan sukses vaksin yang hanya dilakukan dengan
dan menjadi salah satu upaya untuk frekuensi 1 kali (Lubov, 2011).
mencegah terinfeksi penyakit difteri. Berdasarkan pemberian status
imunisasi difteri, penderita individu
Status Imunisasi Penderita Difteri Di paling banyak sama sekali tidak
Provinsi Jawa Timur melakukan imunisasi (39,45%),
Menurut Undang-Undang Nomor melakukan imunisasi dasar difteri pada
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, usia bayi (30,61%), dan melakukan
pemberian imunisasi merupakan cara imunisasi ulang/booster (29,95%).
untuk mencegah penyaki menular serta Tingginya jumlah penderita difteri yang
dapat menekan dan menurunkan angka tidak melakukan imunisasi menunjukkan
kematian pada anak. Difteri adalah salah semakin mudahnya seseorang terinfeksi
satu penyakit menular dan imunisasi difteri. Kelompok usia yang paling banyak
merupakan upaya yang sangat penting tidak imunisasi yaitu usia ≥19 tahun.
dalam mencegah dan mengendalikan Kekebalan tubuh akan semakin menurun
penyakit tersebut. Imunisasi merupakan seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini
cara untuk menimbulkan dan sejalan dengan penelitian sebelumnya
meningkatkan sistem imun tubuh dimana anak yang tidak imunisasi difteri
seseorang secara aktif terhadap suatu berisiko terkena difteri lebih mudah dan
penyakit. Pemberian imunisasi DPT memiliki daya imunitas yang rendah
ketika usia bayi dan imunisasi DT pada daripada anak yang diimunisasi difteri
anak usia sekolah merupakan upaya yang (Arifin dan Prasasti, 2017). Seseorang
dapat dilakukan untuk mencegah yang memiliki status imunisasi tidak
penyakit difteri (Dinkes Jatim, 2016). lengkap akan berisiko 5 kali terinfeksi
Kelompok usia ≥19 tahun seharusnya difteri daripada seseorang yang memiliki
telah mendapatkan imunisasi secara status imunisasi lengkap. Penelitian lain
Dwi Rismayanti Wigrhadita: Gambaran Karakteristik dan …… 30
Tabel 2. Gambaran Status Imunisasi Penderita Difteri di Provinsi Jawa Timur Tahun 2018
Usia Penderita Difteri
Status Imunisasi 1-2 3-5 6-11 12-18 ≥19
Total
Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
Tidak Imunisasi 15 29 36 42 177 299
DPT-HB-Hib 1 (dosis 1) 1 1 12 16 10 40
DPT-HB-Hib 2 (dosis 2) 1 3 3 4 2 13
DPT-HB-Hib 3 (dosis 3) 21 41 50 25 42 179
DPT-HB-Hib booster (dosis 4) 8 38 52 18 13 129
DT (1 SD) (dosis 5) 6 15 26 6 1 54
Td (2 SD) (dosis 6) 1 6 18 3 2 30
Td (5 SD) (dosis 7) 0 1 5 4 4 14
Total 53 134 202 118 251 758
31 Jurnal IKESMA Volume 15 Nomor 1 Maret 2019