You are on page 1of 10

PENGARUH PENAMBAHAN GULA PASIR DAN LAMA PENGERINGAN

TERHADAP MUTU GULA SEMUT NIRA KELAPA SAWIT


(Elaeis guineensis, Jacq.)

The Effect of the Addition of Crystale Sugar and Drying Time on the Quality of
Brown Sugar from Palm Oil Neera (Elaeis guineensis, Jacq.

Riska Andayani Tanjung, Terip Karo-Karo, Elisa Julianti


Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian USU
Email: riskahndyani@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk menentukan pengaruh penambahan gula pasir dan lama
pengeringan terhadap mutu gula semut nira kelapa sawit (Elaeis guineensis, Jaqc).
Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap dengan dua faktor yaitu
penambahan gula pasir (G) : (8%), (9%), (10%), (11%), (12%) dan lama pengeringan (P)
: (1 jam), (2 jam), dan (3 jam). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan gula
pasir memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar
sukrosa, kadar gula pereduksi, kadar gula total, dan memberikan pengaruh berbeda nyata
terhadap nilai indeks warna. Lama pengeringan memberikan pengaruh berbeda sangat
nyata terhadap kadar air, kadar sukrosa, kadar gula pereduksi, kadar gula total, dan nilai
hedonik aroma. Interaksi kedua faktor memberikan pengaruh berbeda sangat nyata
terhadap kadar gula pereduksi. Penambahan gula pasir 12% dan lama pengeringan 1 jam
memberikan yang terbaik untuk mutu gula semut nira kelapa sawit.

Kata kunci: nira kelapa sawit, penambahan gula pasir, lama pengeringan, gula semut

ABSTRACT

The research conducted to determine the effect of the addition of crystale sugar and
drying time on the quality of brown sugar from palm oil neera (Elaeis guineenis, Jaqc).
The research had been performed using a completely randomized design with two factors,
i.e. the addition of sugar (G) : (8%), (9%), (10%), (11%), (12%) and driying time (P) :
(1 hour), (2 hour), and (3 hour). Parameters analyzed were moisture content (%), ash
content (%), sucrose content (%), reducing sugar content (%), total sugar content (%),
value of color index (°Hue), browning index, and sensory characteristics (color, flavor,
taste, and texture). The results showed that the addition of sugar had highly significant
effect on moisture content, ash content, sucrose content, reducing sugar content, total
sugar content, and had significant effect on value of color index. Drying time had highly
significant effect on moisture content, sucrose content, reducing sugar content, total
sugar content, and value of hedonic of flavor. The interaction of both factors had highly
significant effect on reducing sugar content. The addition of crystale sugar of 12% and
drying time of 1 hour was the best treatment for the quality of brown sugar.

Key words: palm oil neera, crystale sugar, drying time, brown sugar
JFLS (2018) Vol 2 No 2 hal 123 – 132
Gula Semut Nira Sawit

PENDAHULUAN ketergantungan konsumsi terhadap gula


Salah satu komoditi hasil meningkat setiap tahunnya (Pragita,
perkebunan yang paling penting di 2010). Kebutuhan gula tidak dapat
Indonesia khususnya pulau Sumatera terpenuhi sehingga mengharuskan
adalah kelapa sawit. Perkebunan kelapa produsen gula mengimpor untuk
sawit di Indonesia sekarang ini sangat memenuhi permintaan konsumen.
berkembang pesat, karena dapat Potensi yang terdapat pada tanaman
memberikan keuntungan yang besar bagi kelapa sawit yang sudah tidak produktif
produsen dan negara. Umumnya, (nira) dapat dimanfaatkan untuk
perkebunan kelapa sawit akan membantu memenuhi kebutuhan
melakukan replanting atau penanaman konsumsi dan mengurangi
kembali untuk pohon sawit yang ketergantungan terhadap importir gula.
produksinya sudah menurun. Beberapa produk yang dapat diolah dari
Berdasarkan data Asosiasi Petani Kelapa nira kelapa sawit adalah gula merah, gula
Sawit Indonesia (Apkasindo) Sumatera cair (sirup gula), permen, dan brown
Utara luas total lahan kelapa sawit rakyat sugar (Mustaufik dan Haryanti, 2006).
di Sumut mencapai 400.000 hektare, dan Program diversifikasi gula
60% di antaranya ditanami tanaman tua berbasis tanaman kelapa (palma)
dan tidak produktif (Industri Bisnis, sangatlah tepat untuk dikembangkan di
2016). Indonesia. Hal ini dikarenakan oleh
Limbah padat yang dihasilkan faktor sumber daya, teknologi, dan
dari periode replanting biasanya dicacah ekonomi yaitu kelimpahan bahan baku,
dan dibiarkan menyatu dengan tanah proses pengolahan yang sederhana, dan
sebelum dilakukan penanaman pohon biaya pengolahan/produksi yang murah.
kelapa sawit yang baru. Kelapa sawit Kebutuhan gula di Indonesia salah
yang tidak menghasilkan buah lagi akan satunya dapat dipenuhi dengan cara
ditumbangkan dan batang kelapa sawit pengolahan gula semut dari nira kelapa
yang telah ditumbangkan tersebut, sawit (Mustaufik, 2010).
ternyata masih dapat menghasilkan nira. Nira dari tanaman palma dapat
Air nira merupakan cairan manis yang dibuat menjadi gula merah yang dapat
diperoleh melalui penyadapan terhadap diversifikasikan menjadi produk gula
pohon kelapa sawit tumbang (Suwandi, semut yang berbentuk granula halus
1993). (butiran) dengan ukuran 0,8-1,2 mm
Kerusakan pada nira dapat (diameter). Gula semut disebut juga
dicegah dengan penambahan bahan sebagai palm sugar. Gula semut
pengawet pada tahap pra pengolahan. memiliki bentuk yang menarik karena
Bahan pengawet yang ditambahkan pada lebih praktis saat digunakan, umur
nira terdiri dari bahan alami dan kimia. simpan yang lama serta pengemasan dan
Bahan alami umumnya kulit manggis, pengangkutan yang lebih mudah
daun sirih, dan tatal kayu nangka. dibandingkan dengan gula merah cetak.
Sedangkan bahan kimianya adalah Selain itu, bahan-bahan seperti rempah-
Natrium sulfat, Natrium benzoate, dan rempahan, vitamin dan iodium dapat
Kalsium hidroksida (Mustaufik dan ditambahkan untuk memperkaya gula
Dwiyanti, 2007). Penelitian ini semut (Mustaufik dan Dwiyanti, 2007).
mengkombinasikan kayu nangka dan
kapur sirih sebagai pengawetnya. Proses pengolahan gula semut hampir
Indonesia merupakan salah satu sama dengan pengolahan gula merah
negara yang kebutuhan dan cetak. Tahap pertama yang dilakukan

124
JFLS (2018) Vol 2 No 2 hal 123 – 132
Gula Semut Nira Sawit

pada pengolahan gula cetak adalah nira satunya adalah dengan proses
dipanaskan hingga menjadi kental. pengeringan. Pada dasarnya tujuan
Setelah diperoleh nira kental dilakukan utama pengeringan adalah untuk
pencetakan sehingga diperoleh gula pengawetan. Pengeringan juga dapat
cetak. Pada pengolahan gula semut, nira memperbaiki cita rasa, mempertahankan
dipanaskan hingga menjadi kental, nutrisi, mengurangi bobot yang dapat
kemudian dilanjutkan dengan menurunkan biaya pengemasan dan
pengkristalan dengan penambahan gula pengangkutan (Achanta dan Okos 2000).
pasir untuk meningkatkan kandungan Adapun tujuan penelitian ini adalah
sukrosa dan sebagai bahan pengkristal. untuk mengetahui pengaruh
Selain itu, penambahan gula pasir dapat penambahan gula pasir dan lama
mempercepat terbentuknya kristal dalam pengeringan terhadap mutu gula semut
pengolahan dan meningkatkan nira kelapa sawit (Elaeis guineensis,
kemampuan untuk dapat digranulasi Jacq.)
(Soeharsono, 1988). Nira yang sudah
mengental diaduk secara perlahan-lahan BAHAN DAN METODE
untuk menurunkan suhunya hingga Bahan Penelitian
terbentuk serbuk gula (gula semut). Penelitian ini menggunakan air
Pengeringan masih perlu dilakukan nira kelapa sawit dan batang kayu
untuk mengurangi kadar air pada serbuk nangkayang diperoleh dari Desa Bingkat
gula. Kecamatan Pegajahan, Perbaungan, gula
Ada beberapa faktor penting pasir dan kapur sirih yang diperoleh dari
yang berperan dalam proses Pasar Setiabudi, Medan. Bahan kimia
pengeringan, salah satunya adalah waktu yang digunakan adalah larutan buffer,
pengeringan. Waktu pengeringan yang alkohol 80%, akuades, fenol, asam sulfat
lama menyebabkan kandungan air yang pekat, glukosa, Natrium sulfat anhidrat,
dikeluarkan semakin banyak. Suhu pereaksi Luff Schrool, Kalium iodide,
pengeringan yang digunakan pun harus Natrium Tiosulfat, indokator pati, asam
selaras dengan waktu pengeringan. klorida, dan Natrium hidroksida.
Keadaan fisiologis dan kandungan di Alat penelitian
dalam bahan pangan dapat mengalami Alat yang digunakan dalam
kerusakan akibat penggunaan suhu dan untuk pengolahan nira dan gula semut
waktu pengeringan yang terlalu lama seperti baskom, sendok kayu, wajan dan
(Adhiyaksa, 2013). kompor. Peralatan yang digunakan untuk
Produksi gula semut dalam segi analisa mutu gula semut nira kelapa
kualitas dan kuantitas saat ini masih sawit meliputi timbangan analitik,
belum cukup baik dan sangat terbatas. biuret, oven pengering, tanur listrik, pH
Kurangnya pengetahuan terhadap meter, desikator, hand
teknologi dan pemasaran menyebabkan refractometer,spectrophotometer,pompa
para pengrajin lebih memilih membuat vakum, dan hot plate.
produk gula cetak. Sementara itu, produk Metode Penelitian
gula semut yang diproduksi oleh Penelitian ini dilakukan dengan
pengrajin masih memiliki keragaman menggunakan metode penelitian Bangun
dan kualitas yang masih rendah, seperti (1991) yaitu rancangan acak lengkap
ukuran granula yang tidak seragam dan (RAL) faktorial, yang terdiri dari dua
kadar air yang dihasilkan masih terlalu faktor, yaitu:
tinggi.Sehingga, diperlukan suatu upaya Faktor I : Konsentrasi gula pasir (G)
untuk mengawetkan gula semut, salah G1 = 8%

125
JFLS (2018) Vol 2 No 2 hal 123 – 132
Gula Semut Nira Sawit

G2 = 9% dipanaskan hingga mendidih sambil


G3= 10% terus diaduk sampai dihasilkan buih dan
G4 = 11% kotoran halus yang berwarna kecoklatan.
G5 = 12% Setelah itu, ditambahkan gula pasir
Faktor II : Lama pengeringan(P) dengan konsentrasi 8%, 9%, 10%, 11%,
P1 = 1 jam dan 12% ke dalam masing-masing nira.
P2 = 2 jam Diaduk kembali sampai terjadi proses
P3 = 3 jam kristalisasi yang menghasilkan gula
Setiap perlakuan dibuat dalam 2 ulangan. semut. Kemudian masing-masing
Apabila hasil menunjukkan berbeda butiran gula semut dikeringkan
nyata dan sangat nyata maka uji menggunakan oven pada suhu 60 ºC
dilanjutkan dengan uji beda rataan, selama 1 jam, 2 jam, dan 3 jam. Kristal
menggunakan uji Least Significant gula yang dihasilkan diayak
Range (LSR). menggunakan ayakan 40 mesh. Butiran
gula semut yang lolos ayakan sehingga
Tahapan Penelitian dikemas ke dalam plastik yang kedap
Tahap-tahap yang dilakukan udara sebelum dianalisis.
dalam penelitian ini yaitu pembuatan Prosedur Analisis
ekstrak pengawet batang kayu nangka, Analisis yang dilakukan antara
pembuatan larutan pengawet kapur sirih lain kadar air metode oven, kadar abu
dan tahapan pembuatan gula semut. dari SNI 01-3451-1994, kadar sukrosa
Sebanyak 50 g batang kayu metode Luff Schrool dari Sudarmadji,
nangka dimasukkan ke dalam 1 liter dkk., (1989), kadar gula pereduksi
akuades mendidih. Kemudian didiamkan metode Luff Schrool dari Sudarmadji,
selama 1 malam dan setelah itu disaring dkk., (1989), kadar total gula dari
dengan menggunakan kain saring. Apriyantono, dkk., (1989), nilai indeks
Konsentrasi pengawet yang digunakan warna dan indeks pencoklatan metode
pada penelitian ini adalah 8% (Lubis, Hunter dari Hutchings (1999), dan uji
dkk., 2013). orgnoleptik nilai hedonik warna, aroma,
Sebanyak 20 g kapur sirih rasa dan tekstur skala kesukaan 1 sampai
dilarutkan dalam 1 liter akuades. 5 dengan metode Soekarto (1985). Data
Kemudian diaduk rata dan disaring yang diperoleh dianalisis dengan analisis
dengan menggunakan kain saring. sidik ragam (ANOVA) dan perlakuan
Konsentrasi larutan kapur yang yang memberikan pengaruh berbeda
digunakan pada penelitian ini adalah 2% nyata atau sangat nyata diuji dengan uji
(Naufalin, dkk., 2012). lanjut menggunakan uji Least Significant
Pembuatan gula semut dari nira Range (LSR).
kelapa sawit dimulai dari penyadapan
nira dari batang kelapa sawit. Pada saat HASIL DAN PEMBAHASAN
penyadapan, nira kelapa sawit Hasil penelitian menunjukkan
ditampung dengan menggunakan ember bahwa penambahan gula pasir dan lama
yang di dalamnya terdapat campuran 8% pengeringan memberikan pengaruh
esktrak batang kayu nangka dan 2% terhadap parameter yang diamati dapat
larutan kapur sirih. Kemudian sebanyak dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
masing-masing 1 L nira kelapa sawit

Tabel 1.Pengaruh penambahan gula pasir terhadap mutu gula semut nira kelapa sawit

126
JFLS (2018) Vol 2 No 2 hal 123 – 132
Gula Semut Nira Sawit

Penambahan gula pasir


Parameter Mutu
G1 G2 G3 G4 G5
Kadar air (%) 2,6200a 2,5309ab 2,4750bc 2,3926cd 2,3105d
Kadar abu (%) 1,4497d 1,5858cd 1,6400bc 1,8165ab 1,9176a
c c b a
Sukrosa (%) 75,4026 76,3227 77,8204 79,7110 80,5191a
a b c d
Gula pereduksi (%) 4,7477 3,9970 3,4446 3,1341 2,6682e2eE
c bc b a
Total gula (%) 83,1119 83,9512 84,6684 85,9431 86,7015a
a b c c
Nilai indeks warna (°Hue) 82,4391 81,0092 80,2295 79,3107 77,9813c
Indeks pencoklatan 37,0415 38,2958 37,8053 39,0706 39,5159
Nilai hedonik rasa 3,8000 3,8444 3,9111 3,9333 4,0444
Nilai hedonik warna 3,9889 3,8444 4,0000 4,0111 3,8556
Nilai hedonik aroma 3,9889 3,9333 4,0667 4,0111 4,0778
Nilai hedonik tekstur 3,9222 3,9111 3,7556 3,9444 3,9778
Keterangan : G1 = 8%, G2 = 9%, G3 = 10%, G4 = 11% dan G5 = 12%
Angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda dalam satu baris menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5%
(huruf kecil) dengan uji LSR

Tabel 2. Pengaruh lama pengeringan terhadap mutu gula semut nira kelapa sawit
Lama pengeringan
Parameter Mutu
P1 P1 P1
Kadar air (%) 2,5305a 2,4631ab 2,4038b
Kadar abu (%) 1,6737 1,6338 1,7382
Sukrosa (%) 78,9557a 77,9381b 76,0717c
Gula pereduksi (%) 3,4580a 3,5860b 3,7509c
a b
Total gula (%) 85,3042 84,8223 84,4494c
Nilai indeks warna (°Hue) 80,6417 80,2412 79,6989
Indeks pencoklatan 38,2115 37,9393 38,8867
Nilai organoleptik rasa 4,0000 3,9000 3,9133
Nilai organoleptik warna 4,1000 3,9000 3,8800
Nilai organoleptik aroma 4,1267a 4,0133b 3,9067b
Nilai organoleptik tekstur 3,8867 3,8867 3,9533
Keterangan : P1 = 1 jam, P2 = 2 jam dan P3 = 3 jam
Angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda dalam satu baris menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5%
(huruf kecil) dengan uji LSR

Kadar Air jam). Semakin lama pengeringan maka


Hubungan penambahan gula kadar air gula semut nira kelapa sawit
pasir dengan kadar air menunjukkan semakin menurun. Dalam penelitian
hasil pengujian tertinggi pada perlakuan yang dilakukan oleh Adhiyaksa, (2013)
G1 (8%) dan terendah perlakuan G5 diperoleh kadar air gula semut sebesar
(12%). Semakin banyak penambahan 3,76% pada suhu pengeringan 60 °C.
gula pasir maka kadar air gula semut nira penggunaan suhu yang tinggi
kelapa sawit semakin menurun. Hal ini menyebabkan jumlah total uap air yang
disebabkan karena air yang keluar pada dikeluarkan perjamnya semakin tinggi
saat proses pengeringan semakin sehingga kadar air dalam bahan semakin
banyak. Kosentrasi gula yang tinggi akan kecil. Hal ini terjadi karena massa air
menyebabkan terjadinya proses yang terdapat pada permukaan bahan (air
dehidrasi osmosis sehingga sejumlah air bebas) jumlahnya cukup besar. Air bebas
yang terdapat pada bahan akan keluar. akan lebih dahulu menguap karena
Hubungan lama pengeringan letaknya di permukaan bahan.
dengan kadar air menunjukkan hasil Kadar Abu
pengujian tertinggi pada perlakuan P1 (1 Hubungan penambahan gula
jam) dan terendah pada perlakuan P3 (3 pasir dengan kadar abu menunjukkan

127
JFLS (2018) Vol 2 No 2 hal 123 – 132
Gula Semut Nira Sawit

hasil pengujian tertinggi pada perlakuan (2012) berkisar 76-81% sedikit di bawah
G5 (12%) dan terendah pada perlakuan persyaratan SNI maksimum 84%.
G1 (8%). Kadar abu pada bahan pangan Hubungan lama pengeringan
berkaitan dengan kandungan mineral dengan kadar sukrosa menunjukkan
pada suatu bahan. Peningkatan kadar abu hasil pengujian tertinggi pada perlakuan
gula semut nira kelapa sawit disebabkan P1 (1 jam) dan terendah pada perlakuan
adanya peningkatan jumlah senyawa P3 (3 jam). Menurut Buckle dan Edwards
mineral anorganik dalam suatu produk. (1985), sukrosa sebagai penyusun utama
Semakin banyak penambahan gula pasir gula merupakan molekul gula yang
maka semakin tinggi pula mineral yang sifatnya tidak stabil. Pemanasan yang
dikandungnya. Menurut Winarno (2008) dilakukan selama pengolahan gula semut
mineral yang terdapat pada bahan nira kelapa sawit mengakibatkan
pangan dapat berupa garam organik dan terjadinya inversi sukrosa menjadi gula
anorganik. Beberapa contoh garam reduksi. Inversi sukrosa menghasilkan
organik diantaranya adalah asam asetat, monomer glukosa dan fruktosa akan
pektat, oksalat, malat, dan lain-lain. menyebabkan penurunan kadar sukrosa
Sedangkan garam anorganik adalah (Fitriani, dkk. 2013).
dalam bentuk asam karbonat, fosfat, Kadar Gula Pereduksi
klorida, nitrat, sulfat, dan lain-lain. Hubungan interaksi antara
Kadar Sukrosa penambahan gula pasir dan lama
Hubungan penmabahan gula pengeringan dengan kadar gula
pasir dengan kadar sukrosa pereduksi dapat dilihat pada Gambar 1,
menunjukkan hasil pengujian tertinggi dimana kadar gula pereduksi tertinggi
pada perlakuan G5 (12%) dan terendah diperoleh pada kombinasi G1 (8%) dan
pada perlakuan G1 (8%). Semakin P3 (3 jam) dan terendah pada kombinasi
banyak penambahan gula pasir kadar perlakuan G5 (12% dan P1 (1 jam).Hal
sukrosa kan semakin meningkat. Hal tersebut dikarenakan gula pasir akan
tersebut disebabkan oleh komponen menginduksi terbentuknya kristal-kristal
gula pasir yang terdiri dari sukrosa dan gula (sukrosa) yang kokoh secara
non sukrosa yang ditambahkan serentak, sehingga menghambat
menghasilkan kadar sukrosa gula semut perubahan sukrosa menjadi gula reduksi
nira kelapa sawit meningkat (Joseph dan (glukosa dan fruktosa). Ketika proses
Layuk. 2012). pengeringan berlangsung, larutan gula
Pada penelitian Radam, dkk., akan mengalami inverse yaitu
(2014), kadar sukrosa gula semut pemecahan sukrosa menjadi glukosa dan
tertinggi diperoleh sekitar 84,31% fruktosa. Proses pemecahan ini akan
dimana nira berasal dari tanaman kelapa menyebabkan terjadinya peningkatan
yang tumbuh di daerah kering dan kelarutan dalam bahan (Achyadi dan
terendah diperoleh sekitar 71,89% Hidayanti. 2004). Disamping itu,
besasal dari tanaman kelapa yang semakin lama pengeringan maka kadar
terendam dalam air. Kadar sukrosa air akan semakin rendah sehingga
dalam penelitian Joseph dan Layuk, persentase gula pereduksi meningkat.

128
JFLS (2018) Vol 2 No 2 hal 123 – 132
Gula Semut Nira Sawit

6.00 ŷ = -0,1716P + 3,0113 ; r = 0,9974


ŷ = -0,0921P + 3,3182 ; r = 0,9822
5.00

Gula pereduksi (%)


4.00
3.00
2.00 ŷ = -0,1988P + 5,1453 ; r = 0,8832
ŷ = -0,0917P + 3,6279; r = 0,9917
1.00
ŷ = -0,1784P + 4,354 ; r = 0,9966
0.00
0 1 2 3 4
Lama pengeringan (jam)
8% 9% 10% 11% 12%
Gambar 1. Hubungan antara interaksi penambahan gula pasir dan lama pengeringan dengan kadar gula
pereduksi gula semut nira kelapa sawit

Kadar Gula Total penguapan sehingga total gula akan


Hubungan penambahan gula meningkat.
pasir dengan kadar gula total Nilai Indeks Warna
menunjukkan hasil pengujian tertinggi Nilai °Hue dari gula semut yang
pada perlakuan G5 (12%) dan terendah dihasilkan berada pada kisaran 77,9813-
pada perlakuan G1 (8%). Semakin 82,4391 °Hue yang menunjukkan warna
banyak penambahan gula pasir kadar yellow red. Semakin banyak
gula total akan semakin meningkat. Hal penambahan gula pasir maka nilai indeks
ini disebabkan karena penambahan gula warna (°Hue) gula semut nira kelapa
pasir yang mengandung komponen sawit semakin menurun yang
sukrosa dan non sukrosa akan menunjukkan warna gula semut
meningkatkan kadar gula pada produk mengarah ke warna kuning. Penurunan
yang dihasilkan (Joseph dan Layuk, nilai indeks warna (°Hue) tersebut
2012). dikarenakan semakin banyak
Hubungan penambahan gula penambahan gula pasir, semakin besar
pasir dengan kadar gula total pula terbentuknya kristal gula dalam
menunjukkan hasil pengujian tertinggi proses kristalisasi, sehingga dapat
pada perlakuan P3 (3 jam) dan terendah mencegah terurainya sukrosa menjadi
pada perlakuan P1 (1 jam). Semakin lama gula-gula sederhana yang dapat
pengeringan maka kadar gula total akan memperkecil terjadinya reaksi
semakin meningkat. Hal tersebut pencoklatan yang dapat mempengaruhi
dikarenakan pada saat pemanasan suhu warna (Joseph dan Layuk, 2012).
tinggi akan menyebabkan proses
hidrolisa sukrosa menjadi monomer Nilai Hedonik Aroma
penyusunnya, yaitu glukosa dan fruktosa Hubungan lama pengeringan
sebagai gula pereduksi (Radam, dkk., dengan nilai hedonik aroma
2014). Semakin lama pengeringan maka menunjukkan hasil pengujian tertinggi
semakin banyak molekul air yang terdapat pada perlakuan P3 (3 jam) dan
menguap sehingga kadar airnya semakin terendah pada perlakuan P1 (1 jam).
rendah dan total gula meningkat. Proses Semakin lama pengeringan maka nilai
pengeringan akan menyebabkan hedonik aroma akan semakin menurun.
hilangnya air pada bahan akibat Hal ini dikarenakan proses pengeringan
gula semut nira kelapa sawit

129
JFLS (2018) Vol 2 No 2 hal 123 – 132
Gula Semut Nira Sawit

menyebabkan terjadinya reaksi antara terhadap kadar gula pereduksi.


asam amino dengan gula pereduksi Namun berbeda tidak nyata terhadap
(Maillard) yang mempengaruhi aroma parameter lain.
gula kelapa sawit yang dihasilkan 4. Dari hasil penelitian yang
(Adhiyaksa, 2013). dilakukan, gula semut bermutu
Aroma pada gula terbentuk dari terbaik diperoleh pada penambahan
hasil reaksi Maillard dan karamelisasi gula pasir (12%) dan lama
pada proses pemasakan gula semut. pengeringan (1 jam).
Karamelisasi akan membentuk senyawa
maltol dan isomaltol yang dapat DAFTAR PUSTAKA
membuat aroma dan rasa manis khas
karamel yang kuat serta menghasilkan Achanta, S. dan M. R. Okos. 2000.
warna kecoklatan.Gula semut memiliki Drying Technology in
aroma yang khas disebabkan oleh reaksi Agriculture and Food Science :
karamelisasi dan kandungan asam-asam Quality Changes During Drying
organik (Tjahjaningsih, 1997). of Food Polymers. Science
Publisher Inc, United States of
KESIMPULAN Amerika.

Dari hasil penelitian pengaruh Achyadi, N. S. dan A. Hidayanti. 2004.


penambahan gula pasir dan lama Pengaruh konsentrasi bahan
pengeringan terhadap mutu gula semut pengisi dan konsentrasi sukrosa
nira kelapa sawit (Elaeis guineensis terhadap karakteristik fruit
Jacq.) maka diperoleh kesimpulan leather campedak (Artocarpus
sebagai berikut: campeden L.). Jurnal Sagu. 7(1) :
1. Penambahan gula pasir memberi 32-37.
pengaruh berbeda sangat nyata
terhadap kadar air, kadar abu, kadar Adhiyaksa, H. 2013. Pengeringan Gula
sukrosa, kadar gula pereduksi, kadar Semut Kelapa Menggunakan
gula total, dan berbeda nyata Prototipe Pengering Tipe RAK
terhadap indeks warna, serta (Tray Dryer). [Skripsi]. Fakultas
pengaruh tidak nyata terhadap Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.
indeks pencoklatan, nilai hedonik
warna, nilai hedonik aroma, nilai Apriyantono, A. D. Fardiaz. N. L.
hedonik rasa, dan nilai hedonik Puspitasari. Sedamawati, dan S.
tekstur. Budiyanto. 1989. Analisis
2. Lama pengeringan memberi Pangan. Pusat Antar Universitas
pengaruh sangat nyata terhadap Pangan dan Gizi. IPB, Bogor.
kadar air, kadar sukrosa, kadar gula
pereduksi, kadar gula total, nilai AOAC. 1995. Official Methods of
hedonik aroma, dan memberi Analysis. Association of Official
pengaruh tidak nyata terhadap kadar of Analytical Chemist,
abu, warna, indeks pencoklatan, Whasington D. C.
nilai hedonik warna, nilai hedonik
rasa, dan nilai hedonik tekstur. Bangun, M. K., 1991. Rancangan
3. Interaksi antara penambahan gula Percobaan. USU-Press, Medan.
pasir dan lama pengeringan
memberi pengaruh sangat nyata

130
JFLS (2018) Vol 2 No 2 hal 123 – 132
Gula Semut Nira Sawit

Buckle, K. A. dan E. A. Edwards. 1985. Preferensinya kepada Konsumen.


Ilmu Pangan. UI-Press, Depok. Laporan Penelitian Peneliti Muda
Dikti Jakarta. Jurusan Teknologi
Fitriani, S. A. Ali. dan Widiastuti. 2013. Pertanian Unsoed, Purwokerto.
Pengaruh suhu dan lama
pengeringan terhadap mutu Mustaufik dan P. Haryanti. 2006.
manisan kering jahe (Zingiber Evaluasi Mutu Gula Kelapa
officinale Rosc.) dan kandungan Kristal yang Dibuat dari Bahan
antioksidannya. Jurnal Sagu. Baku Nira dan Gula Kelapa
12(2): 1-6. Cetak. Laporan Penelitian.
Peneliti Muda Dikti Jakarta.
Hutchings, J. B. 1999. Food Color and Jurusan Teknologi Pertanian
Appearance. Aspen Publisher Inc Unsoed, Purwokerto.
Gaithersburg, Maryland.
Naufalin, R. T. Yanto, dan A. G.
Industri Bisnis, 2016. Pemrov Sumut Binardjo. 2012. Penambahan
Khawatir Peremajaan Lahan konsentrasi Ca(OH)2 dan bahan
Sawit Terhambat Sertifikasi pengawet alami untuk
Tanah. http://industri.bisnis.com/ peningkatan kualitas nira kelapa.
(Diakses pada 16 September Jurnal Pembangunan Pedesaan.
2017). 12(2) : 86-96.

Joseph, G. H. dan P. Layuk. 2012. Pragita, T. E. 2010. Evaluasi Keragaman


Pengolahan gula semut dari aren. dan Penyimpangan Mutu Gula
Buletin Palma. 13(1): 60-65. Kelapa Kristal (Gula Semut) di
Kawasan Home Industri Gula
Lubis, R. F., R. J. Nainggolan, dan M. Kelapa Kabupaten Banyumas.
Nurminah. 2013. Pengaruh [Skripsi]. Jurusan Teknologi
penambahan konsentrasi bahan Pertanian, Fakultas Pertanian,
pengawet alami pada nira aren Universitas Jenderal Soedirman,
selama penyimpanan terhadap Purwokerto.
mutu gula aren cair. Jurnal
Rekayasa Pangan dan Pertanian. Radam, R. R., H. N. M. Sari., dan H.
1(4) : 76-82. Lusyani. 2014. Chemical
compounds of granulated palm
Mustaufik. 2010. Pengembangan sugar made from sap of nipa
Agroindustri Gula Kelapa Kristal palm (nypa fruiticans wurmb)
Sebagai Sumber Gula Alternatif growing in three different places.
Untuk Mengurangi Journal of Wetlands
Ketergantungan Dunia Terhadap Environmental Management.
Gula Tebu. Jurusan Teknologi 2(1): 108-114.
Pertanian Fakultas Pertanian
Unsoed, Purwokerto. Soeharsono, M. 1988. Upaya
menghasilkan gula pasir melalui
Mustaufik dan H. Dwiyanti, 2007. pembibitan dan pengadukan.
Rekayasa Pembuatan Gula Fakultas Teknologi Pertanian,
Kelapa Kristal yang Diperkaya UGM. Yogyakarta.
dengan Vitamin A dan Uji

131
JFLS (2018) Vol 2 No 2 hal 123 – 132
Gula Semut Nira Sawit

Standar Nasional Indonesia (SNI). 1994.


Kadar Abu. SNI 01-3451-1994.
Dewan Standarisasi Indonesia,
Jakarta.

Suwandi, T. 1993. Karakterisasi nira


kelapa sawit (Elaeis guineensis,
Jacq.) yang disadap melalui
bunga jantan dan pohon
tumbang. IPB-Press, Bogor.

Sudarmadji, S., B. Haryono, dan


Suhardi. 1997. Prosedur Analisa
Untuk Bahan Makanan dan
Pertanian: Edisi Keempat.
Liberty, Yogyakarta.

Tjahjaningsih, J. 1997. Potensi dan


Kualitas Gula Kelapa sebagai
Bahan Pangan. Lokakarya
Regional Kerjasama
Pengembangan Industri
Makanan Produk Alami.
Universitas Jendral Soedirman,
Purwokerto.

Wieenam, W. J. dan R. S. Shallenberger.


1987. Influence of acid and
temperature on the rate of
infersion of sucrose. New Delhi.

Winarno, F. G. 2008. Kimia Pangan dan


Gizi. Gramedia, Jakarta.

132

You might also like