You are on page 1of 4

Lelli Widiawati

201920461011079
Kel 3
RESUM JURNAL
3.1. Profile Penelitian
A. Judul Penelitian
Leptospirosis Meningitis Transmission From a Pet Mouse: a case report
B. Author
Anne Christine Nordholm, Lars Haukali Omland, SteenVillumsen, Imad Al-
Subeihe and Terese L. Katzenstein
C. Source
-
D. Major/Minor Subject (Keywords)
Leptospirosis, Meningitis, Zoonosis, Emerging disease, Case report
E. Abstract
Background: Leptospirosis is a reemerging zoonosis with a worldwide
distribution and a wide range of clinical manifestations. We report a case of
leptospirosis meningitis in a previously healthy woman infected by her pet
mouse. Case presentation: A 27-year-old Caucasian woman with pet mice
presented to our institute with a 1 week history of fever, headache, myalgia,
vomiting, diarrhea, and dark urine. Her admission examination revealed neck
stiffness, conjunctivitis, and icteric sclera. Her liver enzymes, bilirubin, white
blood cell count, and C-reactive protein were elevated. Her cerebrospinal fluid
showed an elevated white blood cell count. Polymerase chain reactions using
her cerebrospinal fluid, blood, and urine showed negative results for
leptospirosis, but the result of her microagglutination test was positive for
Leptospira interrogans serovar sejroe with a more than threefold increase in
paired sera. The patient was treated with ceftriaxone for 1 week, and her
condition steadily improved. Conclusions: This case report raises awareness
of pet rodents as sources of leptospirosis. Leptospirosis meningitis should be
considered in patients with meningeal symptoms and pet rodents. Keywords:
Leptospirosis, Meningitis, Zoonosis, Emerging disease, Case report
F. Tanggal Publikasi : 2019
3.2. Deskripsi Penelitian

No Ada/ Keterangan
Tidak
1 Presentasi Ada  Seorang wanita usia 27 tahun memiliki hewan
kasus peliharaan tikus. Wanita ini mengalami demam, nyeri
punggung bawah, sakit kepala, telinga dan sakit mata,
mata kekuningan, myalgia, muntah, urin gelap, diare
dengan tinja berwarna pucat sejak satu minggu. Wanita
ini juga mengalami kekauan leher, konjungtivitas dan
sclera ikterik.
2. Penyelesaia Ada Pada kasus ini ada beberapa pemerikasaan untuk
n kasus dan mengangkat diagnose dan menyelesaikan masalah,
intervensi antara lain:
 Tekanan darah 113/65 mmHg, denyut jantung adalah
79 denyut/menit, suhu 38,1 ° C, RR 16 x menit, dan
saturasi oksigen 98% tanpa suplementasi oksigen.
pemeriksaan laboratorium menunjukkan jumlah
peningkatan sel darah putih (WBC) dari 12,3 × 10 9 /
L dan jumlah peningkatan sel darah putih (WBC) dari
12,3 × 10 9 / L dan jumlah peningkatan sel darah putih
(WBC) dari 12,3 × 10 9/L dan C-reactive protein
(CRP) dari 198 mg/L, bersama dengan peningkatan
nilai tes fungsi hati (SGPT 186 U/L, alkali fosfatase
359 U/L, γ- glutamyl nilai tes fungsi hati (SGPT 186
U/L, alkali fosfatase 359 U/L, γ- glutamyl nilai tes
fungsi hati (SGPT 186 U/L, alkali fosfatase 359 U/L,
γ- glutamyl transferase 624 U/L, dan bilirubin 50 U/L)
dan hipoalbuminemia dari 27 g / L. Hasil pasien ' s
USG perut dan radiografi dada normal. Cerebrospinal
fluid (CSF) menunjukkan leukosit tinggi pada 213
sel/mm3 (56% sel-sel polimorfonuklear), asam laktat
di 2.7mmol/L, glukosa di 3.4mmol / L, dan protein
pada 0,55 g/L. Hasil budaya CSF nya negatif. darah
dan urin nya diperiksa pada hari ke 7 penyakit dengan
polymerase chain reaction (PCR) tes yang
menunjukkan hasil negatif untuk leptospirosis. Namun,
hasil tes mikroaglutinasi nya (MAT) pada hari 11
penyakit adalah positif dan menunjukkan reaktivitas
kuat terhadap interrogans Leptospira serovar dan
menunjukkan reaktivitas kuat terhadap interrogans
Leptospira serovar dan menunjukkan reaktivitas kuat
terhadap interrogans Leptospira serovar sejroe dengan
titer antibodi dari 3000, meningkat menjadi 10.000
pada sejroe dengan titer antibodi dari 3000, meningkat
menjadi 10.000 pada hari 22 penyakit. kultur darah
konvensional dikumpulkan sebelum pengobatan
antibiotik dimulai, tetapi kultur urin dan pungsi lumbal
dilakukan setelah 1 hari pengobatan.
 Intervensi pada pasien ini awalnya secara empiris
diobati dengan piperasilin-Tazobactam dan kemudian
sebentar bergeser ke meningitis rejimen bakteri dengan
ampisilin dan ceftriaxone. Karena dicurigai
leptospirosis, pasien dirawat dengan 2 g ceftriaxone
intravena selama 7 hari, dan kondisinya membaik.
Setelah 1 minggu di rumah sakit, pasien dipulangkan
dengan kondisi sehat.
 Laporan kasus ini menggaris bawahi bahwa tikus yang
peliharaan mungkin menjadi sumber leptospirosis.
Temuan ini menekankan bahwa meningitis
leptospirosis harus dipertimbangkan pada pasien
dengan gejala meningeal yang memiliki hewan
pengerat atau hewan peliharaan. Informasi mengenai
riwayat kesehatan pasien snagat penting, termasuk
informasi tentang paparan hewan serta membangun
timeline pasien dan gejala pada pasien untuk
menggangkat diagnosa yang tepat pada waktu yang
tepat.
3. Pendapat Ada Pada jurnal ini memberikan pemaparan yang sangat
bermanfaat terkait hewan peliharaan. Tikus bisa
mengakibatkan atau sebagai sumber penyakit
leptospirosis, meningitis atau pun meningoencephalitis,
maka dari itu kita sebagai manusia harus selektif dan
berhati hati dalam memilih hewan peliharan. Tetap
menjaga kesehatan diri kita sendiri atau pun hewan
peliharan sehingga ketika hewan tersebut sakit,
penyakitnya tidak menular atau bermutasi ke dalam tubuh
manusia.

You might also like