You are on page 1of 10

Jurnal Sinaps, Vol. 3, No. 1 (2020), hlm.

49-58

LAPORAN KASUS: SUATU KASUS TERDUGA NEUROSISTISERKOSIS DENGAN


GAMBARAN SISTISERKUS MULTISTADIUM PADA SEORANG LAKI-LAKI DARI
PAPUA, INDONESIA

CASE REPORT: A SUSPECTED NEURCYSTICERCOSIS CASE WITH MULTI-STAGE


CYSTICERCUS IN A MALE FROM PAPUA, INDONESIA
Kennytha Yoesdyanto1, Jeffrey James Suatan1, Junita Maja Pertiwi2, Rizal Tumewah3, Roosje C.
Kotambunan4, Arthur H.P. Mawuntu4

sinapsunsrat@gmail.com
1
Resident, Neurology Program;
2
Staff, Neurobehavior & Neurorestorative Division;
3
Staff, Movement Disorder Division;
4
Staff, Neuroinfection, Neuroimmunology, and Neuro-AIDS Division. Neurology Department Faculty of
Medicine Universitas Sam Ratulangi/R.D. Kandou Hospital Manado, Indonesia

ABSTRACT
Introduction: Neurocysticercosis is a parasitic infection of the central nervous system due to the Taenia
solium. Although it is rarely found in Manado, the case of migrants from endemic areas must always be
considered. Management of neurocysticercosis must be done with caution, especially with anthelmintic
administration, because it can cause clinical deterioration. Case Report: Male, 22 years old, originally
from Papua, came with chief complaint of focal seizures that first occurred a year ago and was last
occurred one month ago. The patient has a history of eating undercooked pork. Physical examinations
were within normal limits. On neurobehavior examination, frontal lobe disorders were found. CT scan of
the head showed a suggestive image of multi-stadium neurocysticercosis. A probable diagnosis of
neurocysticercosis was then made. Patient was given albendazole 200 mg per 12 hours and phenytoin 100
mg per 12 hours. During one month of treatment there were no fever, seizure nor headaches. However,
during control of neurobehavior examination, frontal lobe disorders were still found. Discussion: Seizures
and executive function impairment are the clinical manifestations of neurocysticercosis found in this
patient. Imaging results indicate lesions that are suggestive of neurocysticercosis but a definitive diagnosis
cannot be made. Administration of anthelmintic is still controversial, including in this case, due to a multi-
stadium stage. However, anthelmintic administration in this patient did not show any worsening until one
month after therapy. Conclusion: In patients who have neurological imaging and appropriate clinical
features accompanied by risk factors, the diagnosis of neurocysticercosis needs to be considered first
because of the limited diagnostic facilities. In multi-stadium neurocysticercosis, anthelmintic therapy can
be administered by taking into account the risk of clinical deterioration.

Keywords: Neurocysticercosis.

ABSTRAK
Pendahuluan: Neurosistiserkosis merupakan infeksi parasitik susunan saraf pusat akibat parasit Taenia
solium. Meskipun sudah jarang ditemukan di Manado tetapi kasusnya pada pendatang dari daerah endemik
harus selalu dipertimbangkan. Penatalaksanaan neurosistiserkosis harus dilakukan secara berhati-hati,
terutama pemberian antelmentik, karena dapat menyebabkan perburukan klinis. Laporan Kasus: Seorang
laki-laki, berusia 22 tahun, berasal dari Papua, datang ke klinik kami dengan keluhan kejang fokal yang
terjadi sejak satu tahun yang lalu dan terakhir dirasakan satu bulan lalu. Pasien memiliki riwayat kebiasaan
memakan daging babi yang kurang matang. Pemeriksaan fisik dalam batas normal. Pada pemeriksaan
neurobehavior didapatkan gangguan lobus frontalis. Pemeriksaan CT scan kepala memperlihatkan
gambaran yang sugestif neurosistiserkosis multistadium. Dibuat diagnosis probabel neurosistiserkosis.
Pasien diberikan albendazol 200mg per 12 jam dan fenitoin 100mg per 12 jam. Selama satu bulan
pengobatan tidak ditemukan demam, kejang, dan nyeri kepala. Namun demikian pemeriksaan
neurobehaviour kontrol tetap menunjukkan gangguan lobus frontalis. Diskusi: Bangkitan dan gangguan
fungsi luhur menjadi manifestasi klinis neurosistiserkosis pada pasien ini. Hasil pencitraan menunjukkan
lesi yang sugestif neurosistiserkosis tetapi diagnosis definit tidak bisa ditegakkan. Pemberian antelmentik
masih menjadi kontroversi, termasuk pada kasus ini, yang menunjukkan gambaran multistadium. Namun
demikian, pemberian antelmentik pada pasien tidak memperlihatkan perburukan hingga satu bulan setelah
terapi. Kesimpulan: Pada pasien yang memiliki pencitraan neurologis dan gambaran klinis yang sesuai
disertai adanya faktor risiko, diagnosis neurosistiserkosis perlu dipikirkan terlebih dahulu karena

49
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No. 1 (2020), hlm. 49-58

keterbatasan fasilitas diagnostik. Pada neurosistiserkosis multistadium dapat diberikan terapi antelmentik
dengan memperhatikan risiko perburukan klinis.

Kata kunci: Neurosistiserkosis.

PENDAHULUAN epilepsi sekunder paling sering. Selain


Neurosistiserkosis adalah infeksi parasitik
epilepsi, penurunan kesadaran, tanda-
susunan saraf pusat (SSP) yang masih
tanda tekanan tinggi intrakranial,
banyak ditemukan di seluruh dunia.
hemiparesis, dan gangguan
Penyebabnya adalah cacing pita babi,
neurobehaviour juga dapat ditemukan.
Taenia solium. Infeksi T. solium dapat
Neurosistiserkosis terutama terjadi
terjadi melalui ingesti telur cacing secara
di negara berkembang, dan endemik di
langsung atau dengan memakan daging
Meksiko, Amerika Tengah dan Selatan,
babi yang telah terinfeksi cacing.
India, dan Cina. Ada juga kasus yang
Pada kasus pertama, manusia
dilaporkan terjadi di Eropa Timur,
memakan makanan yang tercemar telur
Portugal, Afrika, dan Asia. Daerah
atau proglotid cacing (dari lingkungan
endemik neurosistiserkosis di Indonesia
atau kotoran manusia). Telur berubah
adalah Papua dan Bali. Laporan
menjadi onkosfer dan menetas lalu
neurosistiserkosis di Sulawesi Utara sudah
menembus dinding usus, memasuki
jarang. Walaupun demikian, membaiknya
sirkulasi darah, dan menuju ke jaringan
sistem transportasi regional
lain seperti subkutan, otot, mata, dan otak.
memungkinkan adanya kasus dari daerah
Di jaringan tersebut onkosfer akan
endemik sistiserkosis yang berada di
berkembang menjadi sistiserkus. Pada
sekitar Sulawesi Utara.
kasus kedua, manusia memakan daging
Pemberian antelmentik merupakan
babi yang mengandung sistiserkus.
salah satu upaya terapi yang dapat
Sistiserkus akan menjadi menjadi cacing
dilakukan pada pasien guna membunuh
dewasa dan membentuk proglotid lalu
parasit. Namun demikian, pemberian
bertelur. Selanjutnya dapat terjadi auto-
antelmentik masih kontorversial karena
infeksi dari feses yang dikeluarkan atau
masalah efikasi dan risiko efek samping
sistiserkus menembus dinding usus.
yang cukup berat. Selain pemberian
Infeksi pada usus menyebabkan taeniasis,
antelmentik, dapat juga diberikan steroid
infeksi pada jaringan subkutan dan otot
dan terapi simptomatik seperti
disebut sistiserkosis, dan infeksi pada otak
antikonvulsan. Pembedahan kadang-
disebut neurosistiserkosis.
kadang perlu dilakukan pada beberapa
Epilepsi merupakan manifestasi
kasus dengan penyulit.
neurologis paling sering. Bahkan diduga
neurosistiserkosis adalah penyebab

50
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No. 1 (2020), hlm. 49-58

Kami melaporkan kasus scan (CT scan) kepala. Setelah itu pasien
neurosistiserkosis di RSUP Prof. dr. R.D dirujuk ke rumah sakit kami.
Kandou Manado. Selain kejang, pasien juga
mengeluhkan mudah lupa dengan
KASUS kejadian-kejadian yang baru dialami sejak
Seorang laki-laki berusia 22 tahun, masuk satu setengah tahun yang lalu. Keluhan
rumah sakit dengan keluhan utama kejang makin lama makin berat sehingga saat ini
sejak satu tahun yang lalu. Kejang berupa sudah mengganggu aktivitas sehari-hari
seluruh badan tersentak-sentak dan karena pasien cenderung lupa apa
kelonjotan. Sebelum kejang pasien sadar rencana/janjinya atau lupa menaruh barang
dan tidak ada keluhan yang mendahului yang penting.
kejang. Saat kejang, kepala dan mata Kadang-kadang pasien merasakan
pasien melirik ke arah kiri diikuti, dengan nyeri di seluruh kepala sejak enam bulan
tangan dan kaki kiri terlipat lalu tersentak- yang lalu. Nyeri dilukiskan seperti
sentak, diikuti dengan tangan dan kaki ditusuk-tusuk tetapi tidak berat dan tidak
kanan. Kejang terjadi selama kurang lebih mengganggu aktivitas. Nyeri tidak
dua menit. Selama kejang pasien tidak bertambah berat. Bila pasien beristirahat
sadar, mulut tidak berbusa, dan lidah tidak nyeri menghilang.
tergigit. Setelah kejang, pasien terlihat Pasien menyangkal adanya
seperti orang bingung selama beberapa keluhan mata kabur, kelemahan sesisi,
menit lalu sadar seperti biasa. Pasien tidak kelemahan pada anggota gerak, gangguan
ingat kejadian saat dia kejang. Dalam perilaku, gangguan tidur, mual, muntah,
sehari, pasien bisa kejang dua kali dan di penglihatan ganda, pusing berputar
antara serangan pasien sadar. Dalam maupun melayang, mulut mencong,
seminggu serangan dapat terjadi sekitar maupun bicara pelo.
tiga kali. Faktor pencetus kejang tidak Pasien tidak memiliki riwayat
diketahui. Serangan-serangan kejang penyakit lain sebelumnya. Riwayat trauma
terjadi selama sekitar enam bulan. Setelah kepala disangkal. Riwayat demam,
itu, pasien sempat tidak mengalami kejang keringat malam, dan penurunan berat
selama sekitar lima bulan tanpa badan disangkal. Riwayat pernah kejang
mengkonsumsi obat apapun. Sekitar satu demam disangkal. Riwayat tumbuh
bulan yang lalu pasien kejang sebanyak kembang dan imunisasi tidak diketahui
dua kali dalam satu hari dengan pola yang pasien.
sama. Pasien lalu memeriksakan diri ke Hanya pasien yang sakit seperti
Dokter Spesialis Neurologi yang ini dalam keluarganya. Riwayat epilepsi
memberinya obat antikejang dan meminta pada keluarga disangkal. Pasien mengelola
pemeriksaan computerized tomography peternakan babi keluarga di tempat

51
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No. 1 (2020), hlm. 49-58

asalnya dan biasa mengkonsumsi daging Pada pemeriksaan CT scan kepala


babi yang kurang matang sejak usia muda. potongan aksial tanpa pemberian kontras
Hasil pemeriksaan fisik umum didapatkan lesi-lesi yang hiperdens,
didapatkan dalam batas normal. Dari berbatas tegas, multipel, dan berukuran
pemeriksaan neurologis, didapatkan skala kecil-kecil, di daerah hemisfer serebri dan
koma Glasgow E4M6V5. Kedua pupil bulat serebelum bilateral. Ditemukan juga lesi-
isokor, dengan diameter kanan dan kiri lesi yang hipodens, berbatas tegas,
3mm, serta refleks cahaya langsung dan berukuran 2-4mm di beberapa regio antara
tidak langsung baik. Pada funduskopi lain regio frontalis dekstra dan nukleus
kedua mata tidak didapatkan papiledema lentiformis dekstra. Efek massa minimal.
dan parasit subretinal. Pemeriksaan Diduga suatu neurosistiserkosis
neurologis lain dalam batas normal. Pada multistadium stadium terkalsifikasi dan
inspeksi permukaan tubuh tidak ditemukan granular-nodular (Gambar 1).
lesi yang bermakna.

Gambar 1. Hasil pemeriksaan CT scan kepala tanpa pemberian kontras pada pasien.

Pemeriksaan neurooftalmologi tidak dapat dikerjakan karena kendala


dan neurotologi dalam batas normal. Pada biaya sedangkan pemeriksaan antibodi
pemeriksaan neurobehavior didapatkan imunoblot dan enzyme-linked
hasil mini-mental state examination immunosorbent assay (ELISA) cairan
(MMSE) 26 dan Montreal cognitive serebrospinal (CSS) terhadap antibodi
assesment Indonesian version (Ina- maupun antigen tidak dapat dibuat karena
MOCA) 26. Fungsi memori terganggu jenis pemeriksaan tersebut tidak tersedia.
untuk komponen memori jangka pendek. Diagnosis awal pada pasien ini
Terdapat juga gangguan fungsi adalah probabel neurosistiserkosis dengan
visuospasial dan fungsi eskekutif. epilepsi fokal simptomatik, gangguan
Kesannya adalah gangguan lobus frontalis. lobus frontalis, dan sefalgia sekunder.
Pemeriksaan elektroensefalografi dan Pada pasien kemudian diberikan
magnetic resonance imaging (MRI) otak

52
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No. 1 (2020), hlm. 49-58

albendazol 400mg per 12 jam dan fenitoin neurosistiserkosis, manifestasi klinis yang
100mg per 12 jam selama satu bulan. sesuai, pemeriksaan ELISA CSS terhadap
Pada pemantauan lanjut satu bulan antibodi maupun antigen yang positif, atau
kemudian, tidak ditemukan kejang dan ada sistiserkus di luar SSP. Pada kriteria
nyeri kepala. Pemeriksaan neurologis epidemiologis didapatkan adanya riwayat
dalam batas normal. Namun demikian, kontak dengan orang serumah yang
pemeriksaan neurobehaviour masih terinfeksi T. solium, juga jika berasal atau
mengesankan suatu gangguan lobus tinggal pada daerah endemik sistiserkosis,
frontalis. Pemeriksaan pencitraan atau riwayat bepergian ke daerah endemik
neurologis kontrol juga belum dapat tersebut.
dibuat karena kendala biaya. Interpretasi kriteria diagnostik
dibagi menjadi definit dan probabel. Pada
DISKUSI diagnosis definit, hanya perlu didapatkan
Penegakan diagnosis neurosistiserkosis salah satu kriteria absolut. Pada diagnosis
dapat dibuat berdasarkan gambaran klinis, probabel, perlu ditemukan satu kriteria
pencitraan, imunologis, dan epidemiologis mayor ditambah dua kriteria minor atau
berdasarkan klasifikasi Del Brutto, dkk satu kriteria mayor ditambah satu kriteria
1,2
(2017). Metode ini membagi kriteria minor ditambah satu kriteria
5
diagnosis menjadi kriteria absolut, kriteria epidemiologis. Pada pasien ini, diagnosis
mayor, kriteria minor, dan kriteria yang dibuat adalah diagnosis probabel
epidemiologis. Kriteria absolut adalah karena tidak ditemukan aspek pada kriteria
pada pemeriksaan histopatologi absolut tetapi ditemukan gambaran lesi
menunjukkan adanya parasit dari biopsi yang sesuai neurosistiserkosis pada
otak, dari pemeriksaan CT scan kepala pencitraan neurologis, manifestasi klinis
atau MRI otak adanya skoleks pada lesi yang sesuai, dan berasal dari daerah
kistik, atau terdapat parasit subretinal pada endemik. Sehingga kasus ini merupakan
3,4
pemeriksaan funduskopi. Kriteria mayor suatu kasus terduga neurosistiserkosis.
terdiri dari didapatkan gambaran yang Sistiserkus terdiri dari dua bagian
sesuai dengan lesi neurosistiserkosis pada utama, dinding vesikular dan skoleks.
pencitraan, pemeriksaan antibodi Perubahan-perubahan pada sistiserkus
imunoblot positif, atau adanya resolusi akan memberikan gambaran pada
pada lesi kistik intrakranial setelah terapi pencitraan neurologis yang berbeda-beda.
albendazol maupun prazikuantel maupun Perbedaaan ini membuat sistiserkus
resolusi spontan pada lesi kecil soliter memiliki beberapa stadium. Setelah
dengan penyangatan. Kriteria minor dapat memasuki SSP, sistiserkus berada dalam
dilihat dari segi pencitraan neurologis stadium vesikular (viabel) dengan
berupa lesi yang sesuai dengan membran transparan, cairan vesikular

53
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No. 1 (2020), hlm. 49-58

yang jelas, dan invaginasi skoleks normal. klinis. Sebagai contoh, adanya demam,
Sistiserkus dapat tetap bertahan selama diaforesis, limfadenopati, dan penurunan
bertahun-tahun dalam stadium itu atau, berat badan jarang terjadi pada
sebagai hasil dari serangan imunologis neurosistiserkosis.7
inang, masuk dalam proses degenerasi Tuberkuloma dapat disalahartikan
yang berakhir dengan transformasi sebagai neurosistiserkosis pada pencitraan
menjadi stadium terkalsifikasi. Stadium terutama karena kedua kondisi tersebut
pertama dari involusi sistiserkus adalah sering memiliki daerah endemik yang
stadium koloid, saat cairan vesikular sama. Foto toraks, pemeriksaan sputum,
menjadi keruh, dan skoleks menunjukkan dan analisis CSS penting dalam
tanda-tanda degenerasi hialin. Setelah itu, membedakan keduanya. Tuberkuloma
dinding kista menebal dan skoleks umumnya lebih besar (>2cm) daripada
berubah menjadi butiran mineral. Pada neurosistiserkosis dan marginnya lebih
stadium ini, sistiserkus tidak lagi dapat tidak teratur. Meskipun demikian, kita
hidup (nonviabel) dan disebut stadium juga banyak menemukan tuberkuloma
granular. Akhirnya, remnan dari parasit dengan ukuran lesi yang kecil.7,8
muncul sebagai nodul termineralisasi yang Ensefalitis toksoplasma dapat
3,6
disebut stadium terkalsifikasi. memberikan gambaran lesi multipel di taut
Interpretasi pencitraan neurologis substansia alba dan grisea dengan
pada neurosistiserkosis yang gambarannya eccentric target sign yang menyerupai
bervariasi menurut stadium dan lokasi skoleks. Penyakit ini banyak ditemukan di
perlu memperhatikan beberapa diagnosis tempat kami, khususnya pada pasien
banding. Banyak kondisi yang dapat acquired immunodeficiency syndrome
menjadi mimik neurosistiserkosis, (AIDS). Terapinya juga bersifat empirik,
terutama lesi kistik jinak. Stadium yaitu diberikan jika ditemukan lesi desak
vesikular dan granular-nodular adalah ruang intrakranial pada pasien positif
stadium yang paling mudah disalah human immunodeficiency virus (HIV)
interpretasi sebagai tumor karena untuk kemudian dievaluasi respons klinis
menunjukkan penyangatan pascakontras dan radiologisnya dalam waktu lima hari
dan edema perifokal. Tumor kistik sampai 14 hari. Oleh karena itu,
(termasuk metastasis) dapat memiliki pemeriksaan status HIV penting dalam
komponen internal dan debris yang pengambilan keputusan diagnosis.3,7
menyerupai skoleks yang merupakan Kavernoma memiliki gambaran
gambaran khas neurosistiserkosis sehingga seperti stadium terkalsifikasi
dapat menyebabkan salah interpretasi. neurosistiserkosis dan dapat
Dengan demikian, temuan pada pencitraan bermanifestasi sebagai kejang dengan
harus dikombinasikan dengan gambaran awitan baru atau defisit neurologis fokal.

54
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No. 1 (2020), hlm. 49-58

Walaupun demikian, MRI otak dengan diperhatikan dalam menginterpretasikan


pemberian kontras gadolinium atau hasil pencitraan neurologis kasus-kasus
magnetic resonance angiography dapat neurosistiserkosis.
akan memperlihatkan anomali vena pada Penatalaksanaan
kavernoma. Gambaran ini tidak ditemukan neurosistiserkosis umumnya mencakup
tidak pada neurosistiserkosis. pengobatan antelmentik, simptomatik, dan
Ruang perivaskular yang juga operatif. Antelmentik, yakni
membesar dapat menyerupai sistiserkus albendazol atau praziquantel, umumnya
pada stadium vesikular, terutama di taut diberikan jika ada bentuk neurosistiserkus
substansia alba-grisea dan ganglia basalis. yang viabel. Dosis albendazol adalah
Multiple sclerosis (MS) juga dapat 15mg/kg/hari, selama satu bulan
menjadi salah satu mimik sedangkan praziquantel diberikan dengan
neurosistiserkosis namun pada MS tidak dosis 50mg/kg/hari selama dua minggu.
ditemukan gambaran berupa skoleks dan Penetrasi albendazol ke CSS lebih baik
hal ini dapat dibedakan jika merujuk ulang dan tidak dipengaruhi steroid. Di lain
kepada kriteria diagnosis. pihak, praziquantel dapat berinteraksi
Selain dengan menggunakan dengan steroid dan kadar obat ini di dalam
pemeriksaan tambahan, seringkali klinisi serum dipengaruhi oleh fenitoin dan
menunggu sekitar dua minggu untuk karbamazepin.
melihat perkembangan lesi. Di waktu Eradikasi parasit dapat
tersebut mereka melakukan uji terapeutik menyebabkan reaksi inflamasi lokal yang
dengan antelmentik karena kadang-kadang menyebabkan edema dan tekanan tinggi
bisa membantu mengarahkan diagnosis. intrakranial. Oleh karena itu, dapat
Pada pasien ini ditemukan riwayat diberikan steroid. Jenis steroid yang
mengkonsumsi daging babi yang tidak diberikan antara lain adalah deksametason
dimasak dengan baik sejak usia muda 0,2mg/kgbb/hari dan prednison
2
sehingga pasien mungkin berulang kali 1mg/kg/hari. Fenitoin maupun
mengkonsumsi telur cacing. Konsumsi karbamazepin diberikan jika terjadi
telur cacing berulang memang sering epilepsi sekunder.
terjadi pada individu yang tinggal di Kontroversi terkait terapi
daerah endemik. Hal ini dapat neurosistiserkosis seperti pada pasien ini
memberikan gambaran sistiserkus di SSP menyangkut adanya beberapa stadium
dengan stadium berbeda-beda. Kista yang neurosistiserkosis yang terjadi.2,9
baru pun dapat terlihat berdekatan dengan Neurosistiserkosis stadium terkalsifikasi
area kista terkalsifikasi. Gambaran ini umumnya hanya diberikan terapi
sesuai dengan temuan pada CT scan simptomatik seperti antikonvulsan untuk
kepala pasien ini. Hal tersebut perlu mengobati kejang. Pemberian antelmintik

55
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No. 1 (2020), hlm. 49-58

tidak direkomendasikan untuk stadium terkalsifikasi. Mekanisme lesi


neurosistiserkosis parenkimal yang terkalsifikasi menyebabkan kejang tidak
2,10
terkalsifikasi. Namun demikian, pada diketahui tetapi telah dikaitkan dengan
pasien ini masih ditemukan gambaran residu gliosis perilesional yang
skoleks pada pencitraan neurologis, menghasilkan fokus epileptogenik kronik.
sehingga dipertimbangkan tambahan Edema perilesional di sekitar lesi yang
pemberian antelmintik untuk terkalsifikasi juga ditemukan pada pasien
mengeradikasi parasit. kejang. Meski begitu, tidak jelas apakah
Beberapa kepustakaan edema ini adalah penyebab atau
4,10
menganjurkan pemberian steroid untuk konsekuensi dari kejang. Antigen
mengurangi reaksi inflamasi yang sistiserkal dari lesi yang terkalsifikasi juga
menyertai pemberian antelmentik. Terapi dapat menyebabkan peradangan, edema
tersebut tidak diberikan pada pasien ini. perilesional, dan kejang. Epileptogenisitas
Walaupun demikian, tidak ditemukan lesi yang terkalsifikasi dapat dikaitkan
tanda-tanda reaksi inflamasi berat pada dengan derajat peradangan, yang juga
pasien. dapat sebagian ditentukan oleh faktor
Pada pasien tidak perlu dilakukan genetik.10,11
operasi. Secara umum, prognosis pasien Pada pasien dilakukan
baik dalam hal kekambuhan kejang. Oleh pemeriksaan neurobehavior yang
karena itu, dalam panduan kami, lesi konsisten dengan suatu gangguan lobus
terkalsifikasi pada pasien ini tidak frontalis. Hal ini sesuai dengan gambaran
diangkat lewat pembedahan. Operasi pencitraan neurologis yang menujukkan
biasanya dilakukan pada kista yang besar lesi multipel pada lobus frontalis. Dari
atau jika terjadi hidrosefalus. Operasi beberapa kepustakaan yang ada, terdapat
mungkin dipertimbangkan pada lesi suatu penelitian mengenai pemulihan
terkalsifikasi di hipokampus. Sebuah demensia pada beberapa kasus
penelitian terbaru memperlihatkan bahwa neurosistiserkosis dengan terapi rutin
lesi yang terkalsifikasi adalah penyebab steroid dan juga albendazole, lalu
potensial epilepsi yang resisten terhadap dievaluasi kembali setelah 6 bulan, namun
obat antiepilepsi dan dapat diatasi dengan kasus tersebut adalah pada
pembedahan. Temuan ini mungkin perlu neurosistiserkosis yang sudah terdiagnosa
menjadi pertimbangan jika pada pasien secara definit dan tidak semua pasien
timbul epilepsi resisten obat.10 memiliki tingkat pemulihan serupa.
Adanya kejang dan gangguan Kemungkinan di balik masalah dari
lobus frontalis pada pasien merupakan kelainan ini adalah karena adanya multipel
manifestasi neurosistiserkosis. Kejang lesi pada parenkim otak yang mengganggu
paling banyak berhubungan dengan sirkuit atau jalur antara frontal dan

56
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No. 1 (2020), hlm. 49-58

parietal, juga riwayat kejang berulang terapi antelmentik dan antikonvulsan dapat
sehingga mengganggu fungsi intelektual diberikan jika terjadi kejang.
akibat kematian sel otak pada bagian yang
terkena. Efek multifaktorial ini yang dapat DAFTAR PUSTAKA
bertanggung jawab pada kelainan klinis 1. Garcia HH, Nash TE, Del Brutto
OH. Clinical symptoms, diagnosis,
pada pasien.
and treatment of neurocysticercosis.
Edukasi utama terhadap pasien Lancet Neurol. Desember
2014;13(12):1202–15.
dan keluarga adalah untuk memperhatikan
kebersihan serta menghindari konsumsi 2. White AC, Coyle CM, Rajshekhar
V, Singh G, Hauser WA, Mohanty
daging babi setengah matang untuk A, et al. Diagnosis and Treatment of
mencegah infeksi cacing pita agar Neurocysticercosis: 2017 Clinical
Practice Guidelines by the Infectious
autoinfeksi dapat dicegah. Pemberantasan Diseases Society of America (IDSA)
dapat dilakukan melalui pengobatan yang and the American Society of
Tropical Medicine and Hygiene
baik, perbaikan terhadap sanitasi, dan (ASTMH). Am J Trop Med Hyg. 4
pengolahan daging babi yang baik.1,2 April 2018;98(4):945–66.
3. Scheld WM, Whitley RJ, Marra CM,
editor. Infections of the Central
KESIMPULAN Nervous System. Fourth edition.
Diagnosis neurosistiserkosis sering kali Philadelphia: Wolters Kluwer
Health; 2014. hal. 776-784
dibuat berdasarkan kriteria diagnosis
4. Del Brutto OH. Neurocysticercosis:
sebagai probabel neurosistiserkosis dan A Review. Sci World J.
bukan definit. Pada pasien yang memiliki 2012;2012:1–8.
pencitraan neurologis dan gambaran klinis 5. Gripper LB, Welburn SC.
Neurocysticercosis infection and
serta riwayat kontak/kebiasaan yang
disease–A review. Acta Trop.
menunjang, diagnosis neurosistiserkosis Februari 2017;166:218–24.
perlu dipikirkan terlebih dahulu karena 6. Daroff RB, Jankovic J, Mazziotta
keterbatasan fasilitas diagnostik. JC, Pomeroy SL, editor. Bradley’s
Neurology in Clinical Practice.
Pemberian antelmentik masih Seventh edition. London New York
kontorversial. Pada stadium-stadium Oxford Philadelphia St Louis
Sydney Toronto: Elsevier; 2016. hal
viabel, antelmentik dapat diberikan 1156-1158.
dengan memperhatikan risiko perburukan 7. Delgado-García G, Méndez-Zurita
klinis. Pada stadium terkalsifikasi, VA, Bayliss L, Flores-Rivera J,
Fleury A. Neurocysticercosis:
antelmentik tidak diberikan. Walaupun mimics and chameleons. Pract
demikian, tidak jarang neurosistiserkosis Neurol. April 2019;19(2):88–95.
memberikan gambaran multistadium. 8. Ropper AH, Samuels MA, Klein J.
Adams and Victor’s Principles of
Pemberian steroid dapat diberikan untuk
Neurology. Tenth edition. New
menekan reaksi inflamasi jika diberikan York: McGraw-Hill Education
Medical; 2014. hal. 737-738.

57
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No. 1 (2020), hlm. 49-58

9. Garg R, Uniyal R, Malhotra H. Be


careful while using
albendazole/praziquantel in
neurocysticercosis. Neurol India.
2017;65(4):924.
10. Carpio A, Romo ML. The
relationship between
neurocysticercosis and epilepsy: an
endless debate. Arq Neuropsiquiatr.
Mei 2014;72(5):383–90.
11. Hauser SL, Josephson SA, editor.
Harrison’s Neurology in Clinical
Medicine. Fourth edition. New
York: McGraw-Hill Education
Medical; 2017. hal. 478-479.

58

You might also like