Professional Documents
Culture Documents
49-58
sinapsunsrat@gmail.com
1
Resident, Neurology Program;
2
Staff, Neurobehavior & Neurorestorative Division;
3
Staff, Movement Disorder Division;
4
Staff, Neuroinfection, Neuroimmunology, and Neuro-AIDS Division. Neurology Department Faculty of
Medicine Universitas Sam Ratulangi/R.D. Kandou Hospital Manado, Indonesia
ABSTRACT
Introduction: Neurocysticercosis is a parasitic infection of the central nervous system due to the Taenia
solium. Although it is rarely found in Manado, the case of migrants from endemic areas must always be
considered. Management of neurocysticercosis must be done with caution, especially with anthelmintic
administration, because it can cause clinical deterioration. Case Report: Male, 22 years old, originally
from Papua, came with chief complaint of focal seizures that first occurred a year ago and was last
occurred one month ago. The patient has a history of eating undercooked pork. Physical examinations
were within normal limits. On neurobehavior examination, frontal lobe disorders were found. CT scan of
the head showed a suggestive image of multi-stadium neurocysticercosis. A probable diagnosis of
neurocysticercosis was then made. Patient was given albendazole 200 mg per 12 hours and phenytoin 100
mg per 12 hours. During one month of treatment there were no fever, seizure nor headaches. However,
during control of neurobehavior examination, frontal lobe disorders were still found. Discussion: Seizures
and executive function impairment are the clinical manifestations of neurocysticercosis found in this
patient. Imaging results indicate lesions that are suggestive of neurocysticercosis but a definitive diagnosis
cannot be made. Administration of anthelmintic is still controversial, including in this case, due to a multi-
stadium stage. However, anthelmintic administration in this patient did not show any worsening until one
month after therapy. Conclusion: In patients who have neurological imaging and appropriate clinical
features accompanied by risk factors, the diagnosis of neurocysticercosis needs to be considered first
because of the limited diagnostic facilities. In multi-stadium neurocysticercosis, anthelmintic therapy can
be administered by taking into account the risk of clinical deterioration.
Keywords: Neurocysticercosis.
ABSTRAK
Pendahuluan: Neurosistiserkosis merupakan infeksi parasitik susunan saraf pusat akibat parasit Taenia
solium. Meskipun sudah jarang ditemukan di Manado tetapi kasusnya pada pendatang dari daerah endemik
harus selalu dipertimbangkan. Penatalaksanaan neurosistiserkosis harus dilakukan secara berhati-hati,
terutama pemberian antelmentik, karena dapat menyebabkan perburukan klinis. Laporan Kasus: Seorang
laki-laki, berusia 22 tahun, berasal dari Papua, datang ke klinik kami dengan keluhan kejang fokal yang
terjadi sejak satu tahun yang lalu dan terakhir dirasakan satu bulan lalu. Pasien memiliki riwayat kebiasaan
memakan daging babi yang kurang matang. Pemeriksaan fisik dalam batas normal. Pada pemeriksaan
neurobehavior didapatkan gangguan lobus frontalis. Pemeriksaan CT scan kepala memperlihatkan
gambaran yang sugestif neurosistiserkosis multistadium. Dibuat diagnosis probabel neurosistiserkosis.
Pasien diberikan albendazol 200mg per 12 jam dan fenitoin 100mg per 12 jam. Selama satu bulan
pengobatan tidak ditemukan demam, kejang, dan nyeri kepala. Namun demikian pemeriksaan
neurobehaviour kontrol tetap menunjukkan gangguan lobus frontalis. Diskusi: Bangkitan dan gangguan
fungsi luhur menjadi manifestasi klinis neurosistiserkosis pada pasien ini. Hasil pencitraan menunjukkan
lesi yang sugestif neurosistiserkosis tetapi diagnosis definit tidak bisa ditegakkan. Pemberian antelmentik
masih menjadi kontroversi, termasuk pada kasus ini, yang menunjukkan gambaran multistadium. Namun
demikian, pemberian antelmentik pada pasien tidak memperlihatkan perburukan hingga satu bulan setelah
terapi. Kesimpulan: Pada pasien yang memiliki pencitraan neurologis dan gambaran klinis yang sesuai
disertai adanya faktor risiko, diagnosis neurosistiserkosis perlu dipikirkan terlebih dahulu karena
49
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No. 1 (2020), hlm. 49-58
keterbatasan fasilitas diagnostik. Pada neurosistiserkosis multistadium dapat diberikan terapi antelmentik
dengan memperhatikan risiko perburukan klinis.
50
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No. 1 (2020), hlm. 49-58
Kami melaporkan kasus scan (CT scan) kepala. Setelah itu pasien
neurosistiserkosis di RSUP Prof. dr. R.D dirujuk ke rumah sakit kami.
Kandou Manado. Selain kejang, pasien juga
mengeluhkan mudah lupa dengan
KASUS kejadian-kejadian yang baru dialami sejak
Seorang laki-laki berusia 22 tahun, masuk satu setengah tahun yang lalu. Keluhan
rumah sakit dengan keluhan utama kejang makin lama makin berat sehingga saat ini
sejak satu tahun yang lalu. Kejang berupa sudah mengganggu aktivitas sehari-hari
seluruh badan tersentak-sentak dan karena pasien cenderung lupa apa
kelonjotan. Sebelum kejang pasien sadar rencana/janjinya atau lupa menaruh barang
dan tidak ada keluhan yang mendahului yang penting.
kejang. Saat kejang, kepala dan mata Kadang-kadang pasien merasakan
pasien melirik ke arah kiri diikuti, dengan nyeri di seluruh kepala sejak enam bulan
tangan dan kaki kiri terlipat lalu tersentak- yang lalu. Nyeri dilukiskan seperti
sentak, diikuti dengan tangan dan kaki ditusuk-tusuk tetapi tidak berat dan tidak
kanan. Kejang terjadi selama kurang lebih mengganggu aktivitas. Nyeri tidak
dua menit. Selama kejang pasien tidak bertambah berat. Bila pasien beristirahat
sadar, mulut tidak berbusa, dan lidah tidak nyeri menghilang.
tergigit. Setelah kejang, pasien terlihat Pasien menyangkal adanya
seperti orang bingung selama beberapa keluhan mata kabur, kelemahan sesisi,
menit lalu sadar seperti biasa. Pasien tidak kelemahan pada anggota gerak, gangguan
ingat kejadian saat dia kejang. Dalam perilaku, gangguan tidur, mual, muntah,
sehari, pasien bisa kejang dua kali dan di penglihatan ganda, pusing berputar
antara serangan pasien sadar. Dalam maupun melayang, mulut mencong,
seminggu serangan dapat terjadi sekitar maupun bicara pelo.
tiga kali. Faktor pencetus kejang tidak Pasien tidak memiliki riwayat
diketahui. Serangan-serangan kejang penyakit lain sebelumnya. Riwayat trauma
terjadi selama sekitar enam bulan. Setelah kepala disangkal. Riwayat demam,
itu, pasien sempat tidak mengalami kejang keringat malam, dan penurunan berat
selama sekitar lima bulan tanpa badan disangkal. Riwayat pernah kejang
mengkonsumsi obat apapun. Sekitar satu demam disangkal. Riwayat tumbuh
bulan yang lalu pasien kejang sebanyak kembang dan imunisasi tidak diketahui
dua kali dalam satu hari dengan pola yang pasien.
sama. Pasien lalu memeriksakan diri ke Hanya pasien yang sakit seperti
Dokter Spesialis Neurologi yang ini dalam keluarganya. Riwayat epilepsi
memberinya obat antikejang dan meminta pada keluarga disangkal. Pasien mengelola
pemeriksaan computerized tomography peternakan babi keluarga di tempat
51
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No. 1 (2020), hlm. 49-58
Gambar 1. Hasil pemeriksaan CT scan kepala tanpa pemberian kontras pada pasien.
52
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No. 1 (2020), hlm. 49-58
albendazol 400mg per 12 jam dan fenitoin neurosistiserkosis, manifestasi klinis yang
100mg per 12 jam selama satu bulan. sesuai, pemeriksaan ELISA CSS terhadap
Pada pemantauan lanjut satu bulan antibodi maupun antigen yang positif, atau
kemudian, tidak ditemukan kejang dan ada sistiserkus di luar SSP. Pada kriteria
nyeri kepala. Pemeriksaan neurologis epidemiologis didapatkan adanya riwayat
dalam batas normal. Namun demikian, kontak dengan orang serumah yang
pemeriksaan neurobehaviour masih terinfeksi T. solium, juga jika berasal atau
mengesankan suatu gangguan lobus tinggal pada daerah endemik sistiserkosis,
frontalis. Pemeriksaan pencitraan atau riwayat bepergian ke daerah endemik
neurologis kontrol juga belum dapat tersebut.
dibuat karena kendala biaya. Interpretasi kriteria diagnostik
dibagi menjadi definit dan probabel. Pada
DISKUSI diagnosis definit, hanya perlu didapatkan
Penegakan diagnosis neurosistiserkosis salah satu kriteria absolut. Pada diagnosis
dapat dibuat berdasarkan gambaran klinis, probabel, perlu ditemukan satu kriteria
pencitraan, imunologis, dan epidemiologis mayor ditambah dua kriteria minor atau
berdasarkan klasifikasi Del Brutto, dkk satu kriteria mayor ditambah satu kriteria
1,2
(2017). Metode ini membagi kriteria minor ditambah satu kriteria
5
diagnosis menjadi kriteria absolut, kriteria epidemiologis. Pada pasien ini, diagnosis
mayor, kriteria minor, dan kriteria yang dibuat adalah diagnosis probabel
epidemiologis. Kriteria absolut adalah karena tidak ditemukan aspek pada kriteria
pada pemeriksaan histopatologi absolut tetapi ditemukan gambaran lesi
menunjukkan adanya parasit dari biopsi yang sesuai neurosistiserkosis pada
otak, dari pemeriksaan CT scan kepala pencitraan neurologis, manifestasi klinis
atau MRI otak adanya skoleks pada lesi yang sesuai, dan berasal dari daerah
kistik, atau terdapat parasit subretinal pada endemik. Sehingga kasus ini merupakan
3,4
pemeriksaan funduskopi. Kriteria mayor suatu kasus terduga neurosistiserkosis.
terdiri dari didapatkan gambaran yang Sistiserkus terdiri dari dua bagian
sesuai dengan lesi neurosistiserkosis pada utama, dinding vesikular dan skoleks.
pencitraan, pemeriksaan antibodi Perubahan-perubahan pada sistiserkus
imunoblot positif, atau adanya resolusi akan memberikan gambaran pada
pada lesi kistik intrakranial setelah terapi pencitraan neurologis yang berbeda-beda.
albendazol maupun prazikuantel maupun Perbedaaan ini membuat sistiserkus
resolusi spontan pada lesi kecil soliter memiliki beberapa stadium. Setelah
dengan penyangatan. Kriteria minor dapat memasuki SSP, sistiserkus berada dalam
dilihat dari segi pencitraan neurologis stadium vesikular (viabel) dengan
berupa lesi yang sesuai dengan membran transparan, cairan vesikular
53
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No. 1 (2020), hlm. 49-58
yang jelas, dan invaginasi skoleks normal. klinis. Sebagai contoh, adanya demam,
Sistiserkus dapat tetap bertahan selama diaforesis, limfadenopati, dan penurunan
bertahun-tahun dalam stadium itu atau, berat badan jarang terjadi pada
sebagai hasil dari serangan imunologis neurosistiserkosis.7
inang, masuk dalam proses degenerasi Tuberkuloma dapat disalahartikan
yang berakhir dengan transformasi sebagai neurosistiserkosis pada pencitraan
menjadi stadium terkalsifikasi. Stadium terutama karena kedua kondisi tersebut
pertama dari involusi sistiserkus adalah sering memiliki daerah endemik yang
stadium koloid, saat cairan vesikular sama. Foto toraks, pemeriksaan sputum,
menjadi keruh, dan skoleks menunjukkan dan analisis CSS penting dalam
tanda-tanda degenerasi hialin. Setelah itu, membedakan keduanya. Tuberkuloma
dinding kista menebal dan skoleks umumnya lebih besar (>2cm) daripada
berubah menjadi butiran mineral. Pada neurosistiserkosis dan marginnya lebih
stadium ini, sistiserkus tidak lagi dapat tidak teratur. Meskipun demikian, kita
hidup (nonviabel) dan disebut stadium juga banyak menemukan tuberkuloma
granular. Akhirnya, remnan dari parasit dengan ukuran lesi yang kecil.7,8
muncul sebagai nodul termineralisasi yang Ensefalitis toksoplasma dapat
3,6
disebut stadium terkalsifikasi. memberikan gambaran lesi multipel di taut
Interpretasi pencitraan neurologis substansia alba dan grisea dengan
pada neurosistiserkosis yang gambarannya eccentric target sign yang menyerupai
bervariasi menurut stadium dan lokasi skoleks. Penyakit ini banyak ditemukan di
perlu memperhatikan beberapa diagnosis tempat kami, khususnya pada pasien
banding. Banyak kondisi yang dapat acquired immunodeficiency syndrome
menjadi mimik neurosistiserkosis, (AIDS). Terapinya juga bersifat empirik,
terutama lesi kistik jinak. Stadium yaitu diberikan jika ditemukan lesi desak
vesikular dan granular-nodular adalah ruang intrakranial pada pasien positif
stadium yang paling mudah disalah human immunodeficiency virus (HIV)
interpretasi sebagai tumor karena untuk kemudian dievaluasi respons klinis
menunjukkan penyangatan pascakontras dan radiologisnya dalam waktu lima hari
dan edema perifokal. Tumor kistik sampai 14 hari. Oleh karena itu,
(termasuk metastasis) dapat memiliki pemeriksaan status HIV penting dalam
komponen internal dan debris yang pengambilan keputusan diagnosis.3,7
menyerupai skoleks yang merupakan Kavernoma memiliki gambaran
gambaran khas neurosistiserkosis sehingga seperti stadium terkalsifikasi
dapat menyebabkan salah interpretasi. neurosistiserkosis dan dapat
Dengan demikian, temuan pada pencitraan bermanifestasi sebagai kejang dengan
harus dikombinasikan dengan gambaran awitan baru atau defisit neurologis fokal.
54
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No. 1 (2020), hlm. 49-58
55
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No. 1 (2020), hlm. 49-58
56
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No. 1 (2020), hlm. 49-58
parietal, juga riwayat kejang berulang terapi antelmentik dan antikonvulsan dapat
sehingga mengganggu fungsi intelektual diberikan jika terjadi kejang.
akibat kematian sel otak pada bagian yang
terkena. Efek multifaktorial ini yang dapat DAFTAR PUSTAKA
bertanggung jawab pada kelainan klinis 1. Garcia HH, Nash TE, Del Brutto
OH. Clinical symptoms, diagnosis,
pada pasien.
and treatment of neurocysticercosis.
Edukasi utama terhadap pasien Lancet Neurol. Desember
2014;13(12):1202–15.
dan keluarga adalah untuk memperhatikan
kebersihan serta menghindari konsumsi 2. White AC, Coyle CM, Rajshekhar
V, Singh G, Hauser WA, Mohanty
daging babi setengah matang untuk A, et al. Diagnosis and Treatment of
mencegah infeksi cacing pita agar Neurocysticercosis: 2017 Clinical
Practice Guidelines by the Infectious
autoinfeksi dapat dicegah. Pemberantasan Diseases Society of America (IDSA)
dapat dilakukan melalui pengobatan yang and the American Society of
Tropical Medicine and Hygiene
baik, perbaikan terhadap sanitasi, dan (ASTMH). Am J Trop Med Hyg. 4
pengolahan daging babi yang baik.1,2 April 2018;98(4):945–66.
3. Scheld WM, Whitley RJ, Marra CM,
editor. Infections of the Central
KESIMPULAN Nervous System. Fourth edition.
Diagnosis neurosistiserkosis sering kali Philadelphia: Wolters Kluwer
Health; 2014. hal. 776-784
dibuat berdasarkan kriteria diagnosis
4. Del Brutto OH. Neurocysticercosis:
sebagai probabel neurosistiserkosis dan A Review. Sci World J.
bukan definit. Pada pasien yang memiliki 2012;2012:1–8.
pencitraan neurologis dan gambaran klinis 5. Gripper LB, Welburn SC.
Neurocysticercosis infection and
serta riwayat kontak/kebiasaan yang
disease–A review. Acta Trop.
menunjang, diagnosis neurosistiserkosis Februari 2017;166:218–24.
perlu dipikirkan terlebih dahulu karena 6. Daroff RB, Jankovic J, Mazziotta
keterbatasan fasilitas diagnostik. JC, Pomeroy SL, editor. Bradley’s
Neurology in Clinical Practice.
Pemberian antelmentik masih Seventh edition. London New York
kontorversial. Pada stadium-stadium Oxford Philadelphia St Louis
Sydney Toronto: Elsevier; 2016. hal
viabel, antelmentik dapat diberikan 1156-1158.
dengan memperhatikan risiko perburukan 7. Delgado-García G, Méndez-Zurita
klinis. Pada stadium terkalsifikasi, VA, Bayliss L, Flores-Rivera J,
Fleury A. Neurocysticercosis:
antelmentik tidak diberikan. Walaupun mimics and chameleons. Pract
demikian, tidak jarang neurosistiserkosis Neurol. April 2019;19(2):88–95.
memberikan gambaran multistadium. 8. Ropper AH, Samuels MA, Klein J.
Adams and Victor’s Principles of
Pemberian steroid dapat diberikan untuk
Neurology. Tenth edition. New
menekan reaksi inflamasi jika diberikan York: McGraw-Hill Education
Medical; 2014. hal. 737-738.
57
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No. 1 (2020), hlm. 49-58
58