You are on page 1of 14

KARAKTERISASI RUMPUT LAUT TROPIKA DARI KEPULAUAN

SERIBU SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU KOSMETIK

THE CHARACTERIZATION OF TROPICAL SEAWEED FROM


KEPULAUAN SERIBU AS SOURCES OF COSMETIC RAW MATERIALS
Taufik Hidayat1, Nurjanah2, Mala Nurilmala2, dan Effionora Anwar3
1 Pusat Teknologi Agroindustri Jalan Raya Puspiptek, Gedung 610, LAPTIAB BPPT, Kawasan Perkantoran
Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, Provinsi Banten, 15314
2 Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor Jalan

Agatis IPB Darmaga Bogor telepon/faks. 0251-8622916 Bogor, Jawa Barat


3Departemen Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat

ABSTRACT
Seaweed is one of bioresources that is abundant in Indonesia. This study was aimed to determine the
characteristics of tropical seaweed which further can be applied in food and non food industries. The methods
used for this study: (1) sample characterisation (identification, rendement and proximate calculations using
AOAC method), (2) extraction using some solvents, and phytochemicals with Harborne method. Five species
including E. Cotonii, Sargassum sp, Gellidium sp., Caulerpa sp., and Padina sp. were identified from
Kepulauan Seribu. Results of identification of tropical seaweed taken in the Kepulauan Seribu of E. Cotonii,
Sargassum sp, Gellidium sp, Caulerpa sp, and Padina sp. The five seaweeds of the Kepulauan Seribu have
all of the species have characteristics: fresh sighting conditions with organoleptic values ranging from 6-7,
after immersion with concentration of 0; 0.3 ; 0.5, has purple color condition, slightly stiff thalus, and has
slightly fishy odor. The highest water content was measured in Caulerpa sp. with 90% and the lowest was E.
cotonii 77.27%. Highest ash content was found in padina with value 63% and lowest Caulerpa sp. with 1,95%.
The fat content of each seaweed ranged from 0.1-0.4%. Protein content of each seaweed ranged from 1.13-
2.19%. Crude fiber content ranged between 0.41-1.25%,. Extract of E. cotonii and Sargassum sp. seaweed
extracted using n-hexane and ethyl acetate solvent resulting the highest yield of 396 mL and 325 mL. This
initial study indicated that seaweed collected from Kepulauan Seribu. Potentially can be developed for food,
nutrasetics andpharmacetics industry.

Keywords: Marine bioactive, Identification, Potention, Seaweeds

ABSTRAK
Rumput laut merupakan bioresources yang keberadaanya melimpah di Indonesia. Penelitian ini bertujuan
untuk menentukan karakteristik bahan baku rumput laut tropika yang nantinya dapat diaplikasikan dalam
industri pangan dan non pangan. Metode yang digunakan untuk penelitian ini meliputi karakteristik sampel
dengan identifikasi, perhitungan rendemen dan proksimat menggunakan metode AOAC, ekstraksi
menggunakan beberapa pelarut dengan metode Harborne. Hasil identifikasi rumput laut tropika yang diambil
di kepulauan seribu yaitu E. Cotonii, Sargassum sp, Gellidium sp, Caulerpa sp, dan Padina sp. Kelima rumput
laut dari Kepulauan Seribu mempunyai kondisi penampakan segar dengan nilai organoleptik berkisar 6-7.
Pada perendaman dengan konsentrasi 0;0,3;0,5 memiliki kondisi warna keunguan, thalus sedikit kaku, dan
mempunyai bau agak amis. Kadar air tertinggi terdapat pada Caulerpa sp. dengan nilai 90% dan terendah
didapat E. cotonii (77,27%. Kadar abu tertinggi terdapat pada padina dengan nilai 6,63% dan terendah
Caulerpa sp. dengan 1,95%. Kandungan lemak masing-masing rumput laut berkisar antara 0,1-0,4.
Kandungan protein masing-masing rumput laut berkisar antara (1,13-2,19%). Kandungan serat kasar berkisar
diantara 0,41-1,25%. Hasil ekstraksi rumput laut E. cotonii dan Sargassum sp. yang diekstraksi dengan
menggunakan pelarut n-heksan dan etil asetat menghasilkan rendemen ekstrak tertinggi yaitu 396 mL dan
325 mL. Hasil karakteristik awal menunjukkan bahwa rumput laut Kepulauan Seribu berpotensi untuk
dikembangkan untuk menjadi kosmetik.

Kata kunci : Bioaktif laut, Identifikasi, Potensi, Rumput laut

PENDAHULUAN 2013). Rumput laut Euchema cottonii telah


diteliti mengandung senyawa phycocyanin
Rumput laut merupakan salah satu komoditi
yang mengandung asam mycosporine (MAAs)
yang produksinya meningkat 20,9% pada
terdiri atas derivat imine yang mengandung
tahun 2013 yaitu sebesar 7,5 juta ton dan
kromofor aminocycloheximine pengabsorbsi
pada tahun 2014 ditargetkan 10 juta ton (KKP
UV (Zhaohui dan Gao 2005). Pakki, dkk

49
50 | CR Journal | Vol. 04 No. 02 Desember 2018 | 49-62

(2005) menyatakan bahwa pemaparan sinar Berbagai upaya dilakukan oleh setiap orang
UV A menstimulasi pembentukan melanin untuk memperoleh kulit wajah yang cerah,
pada lapisan dermis yang bekerja sebagai dalam arti kulit yang tidak berwarna gelap,
lapisan pelindung pada kulit. Radiasi UV tidak kusam, bebas dari bintik dan flek, serta
sekitar 300 nm (UV B) mempenetrasi lapisan terlihat bersih dan enak dipandang. Kulit putih
stratum korneum dan epidermis yang kuat dan cerah merupakan konsep cantik dan
penyebab eritema (kulit terbakar parah). menjadi dambaan bagi banyak orang,
khususnya bagi wanita Asia (Rajagopal, dkk.,
Beberapa ekstrak tanaman dan antioksidan
2011). Paparan sinar matahari dalam waktu
alami dapat mencegah penuaan dan
yang lama dapat menyebabkan warna kulit
memperbaiki penampilan kulit (Preetha dan
menjadi lebih gelap dan timbul noda atau
Karthika 2009). Rumput laut E cottonii
bintik hitam pada wajah akibat
mengandung nutrisi yang terdiri atas protein,
hiperpigmentasi melanin. Kosmetik digunakan
lipid, karbohidrat, vitamin C, α tokoferol, dan
oleh banyak wanita untuk pencerah wajah
mineral dapat digunakan sebagai media
demi menjaga agar warna kulit senantiasa
pertumbuhan bakteri asam laktat
cerah dan terlihat sempurna. Wanita
(Wandansari, dkk 2013). Komponen bioaktif
Indonesia saat ini menggunakan kosmetik
yang terdapat pada rumput laut sangat
pencerah wajah dengan kandungan bahan
prospektif diaplikasikan pada kosmetika
aktif yang beragam, sebagian besar kosmetik
karena mengandung terpenoid, karotenoid,
pencerah wajah yang beredar pada saat ini
dan polisakarida (fukoidan, karaginan,
mengandung bahan sintetis seperti merkuri,
alginate, agar), asam lemak tidak jenuh
hidrokuinon, asam retinoat dan senyawa
majemuk, dan asam amino (Aganotovic-
lainnya yang berbahaya bagi kesehatan kulit.
Kustrin dan Morton 2013). Karaginan telah
Berdasarkan peringatan dari Badan
digunakan pada berbagai industri pangan,
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI
obat, tekstil dan kosmetika, karena bersifat
tahun 2009, bahan-bahan tersebut dapat
sebagai pengemulsi, pengental, penstabil, dan
memberikan efek negatif yaitu: iritasi pada
pembentuk gel (Necas dan Bartosikova 2013).
kulit, kulit menjadi berwarna merah, kering dan
Penelitian identifikasi rumput laut dari rasa terbakar, serta dapat menyebabkan
Kepulauan Seribu merupakan lanjutan dari kerusakan permanen pada susunan syaraf
penelitian Hidayat, dkk (2017) tentang dan organ-organ lainnya. Oleh sebab itu, perlu
teknologi tepat guna rumput laut untuk dilakukan upaya untuk mengatasi hal tersebut,
pembuatan kosmetik, Nurjanah, dkk (2017); yaitu dengan memanfaatkan bahan alam yang
Nurjanah, dkk (2016), mengenai potensi banyak terdapat di Indonesia. Salah satunya
rumput laut caulerpa untuk pembuatan bahan adalah rumput laut, rumput laut tersebut
baku kosmetik, Luthfiyana, dkk 2016 berlimpah di perairan Indonesia, namun
mengenai rasio rumput laut merah dan coklat pemanfaatannya sebagai bioaktif dalam
sebagai bahan baku krim tabir surya, kosmetik masih kurang.
Nurjanah, dkk (2018), perubahan serat pada
Untuk mendapatkan standardisasi bahan baku
Caulerpa sp akibat pengukusan, dan
yang sesuai untuk formulasi bahan baku
Maharani, dkk. 2017;Yanuarti, dkk 2017;
kosmetik, maka identifikasi dan karakterisasi
Dolorosa, dkk 2017 mengenai kombinasi
bahan baku perlu dilakukan. Rumput laut yang
bahan baku rumput laut merah dan coklat
diambil dari Kepualauan Seribu yang masih
sebagai bahan baku krim tabir surya untuk
liar tentunya berpotensi untuk bahan baku
melindungi kulit.
pembuatan kosmetik. Penelitian ini bertujuan
Kulit merupakan organ tubuh terluar dari menentukan karakteristik kimia rumput laut
manusia yang membatasinya dengan asal Kepulauan Seribu untuk bahan baku
lingkungan hidup sehingga kulit menjadi salah kosmetik.
satu organ yang penting serta menjadi cermin
kesehatan dan penampilan dalam kehidupan BAHAN DAN METODE
manusia. Kebersihan dan kecantikan kulit
Metodologi Penelitian
menjadi sangat penting, terutama bagi wanita
(Wasitaatmadja 1997). Kulit yang terpapar Pengambilan Sampel
sinar ultra violet dalam jangka panjang akan
menyebabkan rusaknya kolagen dan elastin Rumput laut yang digunakan sebagai sampel
yang disebabkan oleh enzim kolagenase. diambil dari pulau Tidung Kepulauan Seribu.
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara
Kolagen dan elastin bertanggung jawab
pengumpulan dari budidaya masyarakat
terhadap elastisitas kulit.
Hidayat, Karakterisasi Rumput Laut Tropika Dari Kepulauan | 51

setempat. Sampel yang didapatkan dalam dan metanol. Rumput laut E. cottonii dan
keadaan kering untuk menghindari kerusakan. Sargassum sp. dicacah (dipotong kecil-kecil)
masing-masing sebanyak 100 gram kemudian
Preparasi Rumput Laut Kering
dimasukkan kedalam erlenmeyer dan
Rumput laut sebanyak 240 g ditimbang. ditambahkan pelarut perbandingan (1:5 w/v).
Rumput laut yang telah ditimbang di uji Sampel direndam menggunakan pelarut n-
organoleptik baik dari segi warna, heksan, kemudian ditutup dengan kapas dan
penampakan, bau, rasa dan tekstur. Rumput dibungkus alumunium foil. Sampel dimaserasi
laut diukur diameternya menggunakan jangka dan diaduk menggunakan shaker dengan
sorong dengan pengulangan sebanyak 30 kali kecepatan 150 rpm selama 3 hari. Larutan
pada setiap batang yang berbeda. Rumput ekstrak yang diperoleh disaring dengan kertas
laut ditempatkan dalam wadah dan diberi air saring untuk memisahkan filtrat dan residunya.
bersih sebanyak 2 L. Rumput laut Residu direndam kembali dengan 500 mL
ditambahkan kapur tohor sebanyak 5 g dan pelarut etil asetat selama 3 hari dan diaduk
direndam selama 30 menit. Setelah 30 menit menggunakan shaker dengan kecepatan 150
dibilas dengan air bersih dan ditiriskan. rpm. Filtrat dan residu disaring dengan
Rumput laut yang telah ditiriskan dilakukan uji menggunakan kertas saring, kemudian
organoleptik kemudian ditimbang kembali. diulang kembali dengan proses yang sama
Rumput laut kembali direndam menggunakan menggunakan pelarut metanol. Filtrat
air sampai rumput laut tersebut terendam. dievaporasi dengan rotary evaporator pada
Tepung beras ditambahkan sebanyak 10 g, suhu 40 0C.. Alur persiapan dan ekstrasi
diaduk, lalu didiamkan selama satu malam. sampel E. cottonii dan Sargassum sp.
Rumput laut yang telah didiamkan selama mengikuti diagram alir pada Gambar 1.
satu malam dicuci dengan air bersih, lalu
Prosedur Penelitian
ditiriskan dan dilakukan uji organoleptik.
Analisis proksimat rumput laut dilakukan
Rumput laut tersebut ditimbang lalu
menggunakan metode AOAC (2005). Uji
ditambahkan ekstrak jeruk nipis sebanyak 25
Organoleptik dilakukan melalui pengamatan
mL, kemudian dilakukan uji organoleptik dan
secara visual meliputi penampakan, warna,
ditimbang dengan tiga kali perlakuan selang
dan bau. Ekstraksi dan pengujian fitokimia
satu jam.
dengan metode Harborne (1987). Semua data
Ekstraksi Rumput Laut E. Cottonii Dan dianalisis secara statistik menggunaakan
Sargassum Sp. (Luthfiyana, dkk 2016) statistika deskriptif dengan menggunakan
standar eror.
Metode ekstraksi dilakukan secara bertingkat
menggunakan pelarut n-heksan, etil asetat

Gambar 1. Tahapan Persiapan dan Ekstraksi E. cottonii dan Sargassum sp.


52 | CR Journal | Vol. 04 No. 02 Desember 2018 | 49-62

Tabel 1. Karakteristik dari rumput laut pada masing-masing kelas


Jenis Pigmen Zat penyusun Habitat
Rumput Laut Dinding sel
Hijau Klorofil a, klorofil b dan karotenoid Selulosa Air asin, air
(Chlorophyta) (siponaxantin, siponein, lutein, tawar
violaxantin, dan zeaxantin)
Merah Klorofil a, klorofil d dan pikobiliprotein CaCO3 (kalsium Air laut, sedikit di
(Rhodophyta) (pikoeritrin dan pikosianin). karbonat), selulosa dan air tawar
produk fotosintetik
berupa karagenan, agar,
fulcellaran dan porpiran
Coklat Klorofil a, klorofil c (c1 dan c2) dan Asam alginat Laut
(Phaeophyta) karotenoid (fukoxantin, violaxantin,
zeaxantin)
Pirang Karoten, xantofil Silikon Air laut dan air
(Chysophyta) tawar
Sumber: Simpson,2006

HASIL DAN PEMBAHASAN generasi terbesar dari Famili Sargassaceae.


Klasifikasi Sargassum menurut Bold dan
Identifikasi Karakterisasi Rumput Laut
Wayne (1985) adalah sebagai berikut :
Rumput laut ini merupakan salah satu
Divisi : Thallophyta
kelompok tumbuhan laut yang mempunyai
Kelas : Phaeophyceae
sifat tidak bisa dibedakan antara bagian akar,
Ordo : Fucalus
batang, dan daun. Seluruh bagian tumbuhan
Famili : Sargassaceae
disebut thallus, sehingga rumput laut
Genus : Sargassum
tergolong tumbuhan tingkat rendah (Susant
Spesies : Sargassum sp.
dan Mucktianty 2002). Bentuk thallus rumput
laut bermacam-macam,ada yang bulat seperti Sargassum merupakan alga coklat yang terdiri
tabung, pipih, gepeng, bulat seperti kantong, dari kurang lebih 400 jenis di dunia. Jenis-
rambut dan lain sebagainya. Thallus ini ada jenis Sargassum sp. yang dikenal di Indonesia
yang tersusun hanya oleh satu sel (uniseluler) ada sekitar 12 spesies, yaitu : Sargassum
atau banyak sel (multiseluler). Percabangan duplicatum, S. histrix, S. echinocarpum, S.
thallus ada yang thallus dichotomus (dua – gracilimun, S. obtusifolium, S. binderi, S.
dua terus menerus), pinate(dua-dua policystum, S. crassifolium, S. microphylum,
berlawanan sepanjang thallus utama), S. aquofilum, S. vulgare, dan S. polyceratium
pectinate(berderet searah pada satu sisi (Rachmat 1999b). Bentuk Sargassum sp.
thallus utama) dan ada juga yang sederhana dapat dilihat pada Gambar 2.
tidak bercabang. Sifat substansi thallus juga
beraneka ragam ada yang lunak seperti
gelatin (gelatinous), keras diliputi atau
mengandung zat kapur (calcareous), lunak
bagaikan tulang rawan (cartilagenous),
berserabut (spongeous) dan sebagainya
dengan berbagai keanekaragaman warna
(Soegiarto, dkk. 1978).
Gambar 2. Sargassum sp.
Klasifikasi rumput laut berdasarkan
kandungan pigmen terdiri dari 4 kelas, yaitu Ciri-ciri umum dari marga ini adalah bentuk
rumput laut hijau (Chlorophyta), rumput laut thallus umumnya silindris atau gepeng,
merah (Rhodophyta), rumput laut coklat cabangnya rimbun menyerupai pohon di darat,
(Phaeophyta) dan rumput laut pirang bentuk daun melebar, lonjong, atau seperti
(Chrysophyta) sebagaimana disajikan pada pedang, mempunyai gelembung udara, yang
umumnya soliter, panjang umumnya
Tabel 1.
mencapai 7 meter (di Indonesia terdapat 3
Sargasum sp spesies yang panjangnya 3 meter), warna
thallus umumnya coklat (Aslan 1999).
Deskripsi Sargassum sp.
Sargassum biasanya dicirikan oleh tiga sifat
Sargassum adalah salah satu genus dari yaitu adanya pigmen coklat yang menutupi
kelompok rumput laut coklat yang merupakan warna hijau, hasil fotosintesis terhimpun
Hidayat, Karakterisasi Rumput Laut Tropika Dari Kepulauan | 53

dalam bentuk laminaran dan algin serta mengandung senyawa bioaktif seperti
adanya flagel (Tjondronegoro, dkk 1989). triterpenoid, steroid dan fenolat. Secara umum
rumput laut coklat mengandung senyawa
Habitat Sargassum tersebar luas di Indonesia,
komplek diterpenoid dan terpenoid aromatik
tumbuh di perairan yang terlindung maupun
termasuk Sargassum sebagai senyawa
yang berombak besar pada habitat batu. Di
antimikroba spektrum luas. Meskipun tidak
Kepulauan Seribu (Jakarta) alga ini biasa
sama tetapi secara kimiawi kedua senyawa
disebut oseng. Zat yang dapat diekstraksi dari
tersebut sama dan dinamakan sarganin A dan
alga ini berupa alginat yaitu suatu garam dari
sarganin B yang bercampur membentuk
asam alginik yang mengandung ion sodium,
kompleks sarganin (Yunizal 2004). Sarganin A
kalsium dan barium (Aslan 1999). Pada
dan sarganin B dapat diisolasi dari S. natans,
umumnya Sargassum tumbuh di daerah
jenis rumput laut merah (Chondria littoralis)
terumbu karang (coral reef) seperti di
dan rumput laut hijau (Cymopola barbata).
Kepulauan Seribu, terutama di daerah rataan
Sargarin adalah substansi antibiotik
pasir (sand flat). Daerah ini akan kering pada
berspektrum luas dengan efek toksik yang
saat surut rendah, mempunyai dasar berpasir,
rendah (Gruyter 1979). Hasil analisa terhadap
secara sporadis terdapat pula pada karang
zat antibakteri tersebut menunjukkan bahwa
hidup atau mati. Pada batu-batu ini tumbuh
senyawa kompleks ini tersusun dari golongan
dan melekat rumput laut coklat (Atmadja dan
senyawa fenolat, asam anhidrit, sulfur, dan
Soelistijo 1988). Komposisi Kimia Sargassum
nitrogen (Yunizal 2004). Keberadaan senyawa
sp. dapat dilihat pad Tabel 2.
Fenolat pada rumput laut coklat diketahui
Tabel 2. Komposisi kimia Sargassum sp. Dari pada saat pengujian aktivitas bakterinya
Kepulauan Seribu dengan menggunakan uji difusi agar. Rumput
Komposisi Persentase laut yang mengandung senyawa fenolat
Kimia antara lain Sargassum, Chaetopteris,
Air 82,26 Entomorpha, dan Fucus. Pada beberapa jenis
Abu 5,09 rumput laut, senyawa fenolat kadang-kadang
Protein 1,26 diekstraksikan dalam air laut disekitar
Lemak 0,41 habitatnya (Yunizal 2004).
Serat kasar 0,43
Manfaat Sargassum sp.
Sargassum mudah diperoleh di perairan
Indonesia, kandungan kimia utamanya Sargassum sp. merupakan salah satu jenis
sebagai sumber alginat dan mengandung rumput laut coklat yang potensial untuk
protein, vitamin C, tanin, iodium, fenol sebagai dikembangkan. Sargassum sp. telah banyak
obat gondok, anti bakteri, dan tumor (Kadi dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam
2005). Sargassum juga mengandung senyawa bidang industri makanan, farmasi, kosmetika,
aktif, diantaranya steroida, alkaloida, dan fenol pakan, pupuk, tekstil, kertas, dan lain-lain.
(Rachmat 1999). Hasil ekstraksi Sargassum sp. berupa alginat
banyak digunakan industri makanan bukan
Penelitian untuk mengisolasi metabolik
sebagai penambah nilai gizi, tetapi
sekunder dalam bentuk susunan steroid, yaitu
menghasilkan dan memperkuat tekstur atau
senyawa-senyawa steroid bebas (free
stabilitas dari produk olahan, seperti es krim,
steroid), ester steroid dan glycosidic steroid
sari buah, pastel isi, dan kue-kue (Yunizal
dari beberapa jenis rumput laut coklat wilayah
2004). Di bidang farmasi, Sargassum sp. juga
Sulawesi Selatan, yaitu S. siliquosum,
telah banyak dimanfaatkan. Angka dan
Sargassum spp., Turbinaria spp., dan Padina
Suhartono (2000) melaporkan bahwa ekstrak
spp. Sargassum sp. mengandung natrium
Sargassum dapat dijadikan obat penurun
alginat (Na-alginat), laminarin, fukoidin,
kolesterol, zat anti bakteri dan anti tumor,
selulosa, manitol dan mengandung
sedangkan menurut Supriadi (2008)
antioksidan (polifenol), zat besi, iodium,
Sargassum dapat dijadikan sebagai bahan
vitamin C dan mineral seperti Ca, K, Mg, Na,
baku obat cacing. Pemanfaatan Sargassum
Fe, Cu, Zn, S, P, Mn serta mineral-mineral
dalam pembuatan pakan ternak dilaporkan
lainnya. Kandungan gizi per 2 gram bubuk
dapat membuat tekstur daging lebih baik
kering Sargassum sp. adalah karbohidrat
dibandingkan dengan pakan yang tidak
17,835 %, protein 0,776 %, dan polifenol
menggunakan Sargassum, hal ini dikarenakan
24,58 % (491,5 mg) (Boimin 2009).
kandungan mineralnya yang tinggi.
Menurut Kusumaningrum, dkk (2007) Sargassum sp. juga mengandung auxin,
Sargassum yang diambil dari pantai Jepara giberelin serta sitokinin yang berperan dalam
54 | CR Journal | Vol. 04 No. 02 Desember 2018 | 49-62

memacu pertumbuhan tanaman spesies lain ( Manfaat dan kandungan E. cottonii


Kusumaningrum, dkk 2007).
Jenis rumput laut yang sering dipakai dalam
Eucheuma cottonii industri pangan E. cottonii dan E. spinosum.
E. cottonii mengandung karaginan (kappa
Nama lain dari E. cottonii adalah
karaginan) dan Eucheuma spinosum
Kappaphycus alvarezii, namun E. cottonii lebih
menghasilkan iota karaginan. Rumput laut
dikenal dalam dunia perdagangan nasional
dapat dijadikan sebagai sumber gizi karena
maupun internasional. Jenis ini mulanya
mengandung serat, mineral, vitamin, protein,
didapat dari Perairan Sabah (Malaysia) dan
karbohidrat, lemak dan komposisi kimia
Kepulauan Sulu (Filipina) kemudian
lainnya yang diperlukan oleh tubuh dalam
dikembangkan ke berbagai negara sebagai
mempertahankan kesehatannya. Rumput laut
tanaman budidaya. Di Indonesia seluruh
E. cottonii dapat digunakan sebagai bahan
produksinya berasal dari budidaya, antara lain
baku dalam pembuatan nata karena
dikembangkan di Jawa, Bali, NTB, Sulawesi
mengandung senyawa
dan Maluku (DKP 2006). Gambar 4
polisakarida/hidrokoloid yang bermanfaat
menyajikan salah satu jenis Eucheuma
untuk kesehatan dan serat yang tinggi
cottonii dari Banten.
dibandingkan dengan jenis rumput laut lain
(69,3 g/100 g berat kering). Pemanfaatan
hidrokoloid rumput laut ini dari tahun ke tahun
bertambah bahkan terjadi kecenderungan
perubahan dari pemanfaatan senyawa
hidrokolid lain ke senyawa hidrokoloid dari
rumput laut. Fungsi utama polisakarida rumput
la ut dalam formulasi produk pangan dan non
Gambar 3. E. cottonii pangan adalah sebagai emulsifier,
pensuspensi, pengental dan stabilisator.
Ciri-ciri fisik dari Eucheuma sp. adalah
mempunyai thallus, kasar, agak pipih dan Kemampuannya dalam membentuk gel yang
bercabang dua atau tiga, ujung-ujung baik karena kandungan polisakarida yang
percabangan ada yang runcing dan tumpul dimilikinya yaitu karaginan (kappa karaginan).
dengan permukaan bergerigi, agak kasar dan Kappa karaginan mempunyai kemampuan
berbintil Noor (1991). Adapun warna dari membentuk gel pada saat larutan panas
rumput laut ini biasanya hijau, kuning mendingin. Proses ini bersifat reversibel,
kecoklatan hingga merah ungu (Afrianto dan artinya gel mencair pada pemanasan dan
Liviawati 1993). E. cottonii tumbuh melekat cairan membentuk gel kembali pada
pada substrat dengan alat perekat berupa pendinginan (Glicksman 1983). Sumbangan
cakram, cabang pertama dan kedua tumbuh gizi yang cukup bermakna dari rumput laut
membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri terutama dari jenis alga merah dan alga coklat
khusus mengarah ke arah datangnya sinar adalah kandungan mineralnya (makro dan
matahari. Cabang-cabang tersebut ada yang mikro). Alga merah banyak mengandung
memanjang atau melengkung seperti tanduk. mineral seperti natrium11,93 mg/g, kalium
Eucheuma sp termasuk rumput laut yang telah 87,10 mg/g dan magnesium 2,88mg/g dan
berhasil dibudidayakan dengan syarat sangat baik untuk kesehatan tubuh. Komposisi
memiliki tingkat salinitas antara 32-35 per mil, kimia rumput laut jenis E. cottonii dapat dilihat
pH perairan berkisar antara 6-8 dengan suhu pada Tabel 3.
air antara 24-30 0C (Atmadja, dkk.1996). Tabel 3. Komposisi kimia rumput laut jenis E.
cottonii
Klasifikasi E. cottonii menurut Atmadja, dkk
(1996) adalah sebagai berikut. Komposisi Kimia Persentase
Air 77,27
Divisi : Thallophyta
Abu 5,84
Kelas : Rhodophyceae
Protein 2,39
Ordo : Floridiophycidae
Lemak 0,12
Famili : Gigartinales
Serat kasar 0,67
Genus : Selieriaceae
Spesies : Eucheuma cottonii Kandungan utama rumput laut segar adalah
air yang mencapai 80-90 %, sedangkan kadar
protein dan lemaknya sangat kecil. Kadar
lemak rumput laut sangat rendah, tetapi
Hidayat, Karakterisasi Rumput Laut Tropika Dari Kepulauan | 55

susunan asam lemaknya sangat penting bagi sebagai pakan ternak, makanan manusia,
kesehatan. Lemak rumput laut mengandung pupuk dan dalam bidang kesehatan berguna
asam lemak omega-3 dan omega-6 dalam sebagai anti bakteri dan anti mikroba. Padina
jumlah yang cukup tinggi. Kedua asam lemak termasuk jenis algae yang sering ditemukan di
ini merupakan asam lemak yang penting bagi perairan pantai Indonesia. Alga ini mampu
tubuh terutama sebagai pembentuk membran hidup pada substrat pada substrat pasir, batu,
jaringan otak. Dalam 100 g rumput laut kering patahan karang dan substrat campuran
mengandung asam lemak omega-3 berkisar (Atmadja, 1990). Padina sp merupakan salah
antara 128-1.629 mg dan asam lemak omega- satu alga coklat penghasil alginat yang
6 berkisar 188-1.704 mg (Winarno 1990). kedepan dapat dijadikan alternative bagi
pengembangan komoditas rumput laut.
Padina sp.
Sayangnya kegiatan budidaya rumput laut di
Kerans (2010) menyatakan Padina sp. Indonesia selama ini hanya pada jenis rumput
merupakan alga yang hidup di sekitar laut penghasil agar dan karaginan, sedangkan
genangan air di atas batu karang pantai. rumput laut penghasil alginat jarang sekali
Morfologinya memiliki thallus yang berbentuk dibudidayakan. Kebutuhan akan alginate
seperti kipas dengan diameter 3 sampai 4 cm. semakin hari, semakin meningkat dan untuk
Alga ini berwarna coklat kekuningan atau memenuhi kebutuhan akan alginate,
kadang-kadang memutih disebabkan oleh Indonesia mengimport alginate 1.100 ton
perkapuran. Padina memiliki segmen-segmen pertahun dengan nilai US $ 420.000
lembaran tipis (lobus) dengan garis-garis (Anggadireja, 2008).
berambut radial dan perkapuran di bagian
Kondisi ini terjadi karena bahan baku
permukaan thallus yang berbentuk seperti
penghasil alginate berasal dari hasil panen
kipas (Gambar 4).
alga yang tumbuh di alam sehingga kualitas
dan kuantitasnya masih rendah. Keberhasilan
usaha budidaya rumput laut ditentukan oleh
faktor-faktor antara lain; lokasi budidaya yang
tepat, bibit unggul, metode budidaya yang
tepat, pemeliharaan tanaman (umur panen),
metode panen dan pasca panen (Anggadireja,
dkk 2008). Ketersediaan bibit unggul dan
Gambar 4. Padina sp. bersinambungan dapat menentukan produksi
rumput laut yang dibudidaya. Berkaitan
Tipe garis-garis berambut radial tersebut dengan latar belakang yang ada, maka
menjadi dasar pembedaan antar genus kegiatan ini bertujuan untuk mengoleksi bibit
Padina. Taksonomi Padina sp. menurut Sun, alga coklat P. australis dengan menggunakan
dkk (2008) adalah sebagai berikut: rentangan net, dengan sasaran bibit alga
Kingdom : Chromista coklat P. australis yang unggul.
Sub-kingdom : Chromobiota Caulerpa racemosa (Anggur Laut)
Filum : Heterokontophyta C. racemosa memiliki thallus utama yang
Kelas : Phaeophyceae tumbuh menjalar dengan ruas batang utama
Ordo : Dictyotales yang ditumbuhi akar yang pendek. Thallus
Famili : Dictyotaceae membentuk stolon merambat yang tidak
Genus : Padina terlalu besar. Ramuli agak gepeng dengan
Komposisi kimia rumput laut jenis Padina sp. mendukung percabangan membentuk
dapat dilihat pada Tabel 4. bulatan-bulatan bertangkai, panjang ramuli
Tabel 4. Komposisi kimia rumput laut jenis Padina dapat mencapai 5-8 cm (Atmadja, dkk 1996).
sp. Bentuk C. racemosa dapat dilihat pada
Gambar 5.
Komposisi Kimia Persentase
Air 81,85
Abu 6,63
Protein 1,97
Lemak 0,39
Serat kasar 1,23
Padina sp. adalah salah satu jenis alga coklat
yang bernilai ekonomis karena berguna
Gambar 5. C. racemosa
56 | CR Journal | Vol. 04 No. 02 Desember 2018 | 49-62

Menurut Gattuso dan Jaubert (1985), C. C. racemosa merupakan salah satu jenis
racemosa dapat diklasifikasikan sebagai rumput laut hijau yang berpotensi sebagai
berikut : produk farmasi (Thinakaran, dkk 2012).
Caulerpa diketahui memiliki aktivitas
Filum : Chlorophyta
antibakteri dengan spektrum luas terhadap
Kelas : Chlorophyceae
bakteri patogen Gram-negatif dan Gram-positif
Ordo : Caulerpales
dengan zona hambat 12-16 mm
Famili : Caulerpaceae
(Kandhasamydan Arunachalam 2008). Selain
Genus : Caulerpa
itu, C. racemosa juga diketahui memiliki
Spesies : C. racemosa
senyawa antibakteri yang dapat menghambat
Alga laut jenis ini umumnya banyak ditemukan pertumbuhan beberapa bakteri patogen
dan tumbuh di daerah pantai yang memiliki seperti Staphylococcus aureus dan
rataan terumbu karang, yaitu pada substrat Salmonella enteritica serovar Typhi (S. Typhi),
karang mati, pecahan karang, pasir yang dengan zona hambat berkisar antara 3-8.5
berlumpur, dan lumpur. Kebanyakan alga mm (Budji 2010). Selain sebagai bahan
hijau ini tumbuh pada daerah pasang surut pangan, C.racemosa juga dapat digunakan
terendah yang masih tergenang air. Biasanya sebagai pakan ternak dan obat untuk
ditemukan pada terumbu karang di daerah menurunkan tekanan darah tinggi dan obat
tropis dan subtropis diseluruh dunia. C. reumatik (Chew, dkk., 2008), sebagai
racemosa memiliki thallus yang membentuk biokontrol penyakit infeksi ikan (Zainuddin ,
spora, namun tuntumbuh pada bentuk yang dkk 2012), antibakteri (Kandhasamy dan
berbeda. Budidaya C. racemosa cenderung Arunachalam 2008) dan antioksidan (Fithriani
lebih mudah, dapat dibudidayakan dalam 2009; Aryudhani 2007).
akuarium dan dapat tumbuh melampaui tong
Gelidium sp.
bila tidak dipangkas secara teratur (Aslan,
1991). Gelidium sp. merupakan rumput laut yang
masuk dalam kelas Rhodophyceae atau
Spesies ini membentuk tatanan jalin menjalin
sering disebut sebagai rumput laut merah.
dari rizoma kuning keputih-putihan dengan
Gelidium sp. dapat ditemukan pada
cabang lurus yang saling berhubungan,
kedalaman 2-20 m, persebaranya terdapat
berwarna hijau rumput, ujung membengkak
pada perairan yang memiliki pantai berbatu
atau seperti manik – manik (berbentuk bola)
(Santos dan Duarte 1996). Gelidium sp.
pada cabang-cabangnya. Tinggi alga berbeda
memiliki kandungan agar yang cukup tinggi
pada ukuran panjang (1-15cm) dan bentuknya
berkisar 44% dan juga karbohidrat yang cukup
seperti kelompok kecil dari anggur. Tanaman
tinggi berkisar 70-72% (Nahak, dkk 2011;
menempel dengan rizhoid gigi yang melekat
Nguyen, dkk 2012). Hal tersebut membuat
rapat sekali ke bebatuanpada tempat-tempat
Gellidium memiliki potensi sebagai bioetanol.
berombak besar dan menjalar dengan
Klasifikasi Gelidium sp. menurut Hatta , dkk
rhizoma silinder pada bebatuan intertidal dan
(2001), adalah sebagai berikut:
tempat yang dangkal pada zona sub tidal,
tetapi spesies ini mampu tumbuh pada Divisi : Rhodophyta
kedalaman dibawah 20 m. Orang-orang Kelas : Rhodophyceae
polinesia biasa memakan Caulerpa ini dengan Ordo : Gelidiales
parutan kelapa segar atau ditambahkan Family : Gelidiaceae
dengan santan. Di Indonesia Pemanfaatan C. Genus : Gelidium
racemosa terbatas sebagai sayuran segar Species : Gelidium sp.
atau lalap dan konsumennya juga diminati
Menurut Aslan (1998) ciri-ciri Gelidium sp.
terbatas pada masyarakat yang tinggal di
adalah memiliki ukuran kecil, panjang ± 20
daerah pesisir (Fithriani 2009). Komposisi
cm, dan lebar 1,5 mm. Batang utama tegak
kimia C. racemosa disajikan pada Tabel 5.
dengan percabangan biasanya menyirip.
Tabel 5. Komposisi kimia rumput laut jenis C. Thallus berwarna kemerahan, coklat, dan
racemosa hijau kecoklatan. Organ reproduksinya
Komposisi Kimia Persentase berukuran mikroskopis. Lebih dari seratus
Air 90,00 jenis makroalga telah dimasukkan dalam
Abu 1,95 Genus Gelidium yang tersebar di seluruh
Protein 1,18 dunia dan 11 jenis diantaranya terdistribusi di
Lemak 0,23 perairan Indonesia. Nama Gelidium berbeda-
Serat kasar 0,51 beda di setiap daerah misalnya kades dan
Hidayat, Karakterisasi Rumput Laut Tropika Dari Kepulauan | 57

intip kembang karang (Jawa Barat), bulung campuran (Darmawan 2002). Ekstraksi
merak dan bulung ayam (Bali), serta sayur dengan pelarut organik dapat dilakukan
laut (Ambon). Gelidium sp. memiliki secara perkolasi, maserasi dan soxhletasi
kandungan agar berkualitas baik dan potensial (Houghton dan Raman 1998). Maserasi
dijadikan sebagai bahan baku industri farmasi, adalah proses ekstraksi simplisia dengan
kosmetik, dan makanan. Selain itu, diolah menggunakan pelarut dengan beberapa kali
menjadi bioetanol dan bahan baku Pulp atau pengocokan atau pengadukan pada
kertas karena kualitas seratnya yang sangat temperatur ruangan (suhu kamar).
baik (Aslan, 1991). Bentuk Gellidium sp. dapat Prosedurnya dilakukan dengan merendam
dilihat pada Gambar 7. simplisia dalam pelarut yang sesuai dalam
wadah tertutup. Pengadukan sesekali ataupun
konstan dapat meningkatkan kecepatan reaksi
(Khairunnisa 2012). Maserasi memiliki
beberapa kelebihan yaitu jumlah pelarut
organik yang digunakan tidak terlalu banyak
dan suhu ekstraksi yang digunakan di bawah
titik didih pelarut sehingga terdegradasinya
Gambar 7. Gelidium sp. komponen minyak akibat panas dapat
Tabel 6. Komposisi kimia rumput laut jenis Gelidium dihindari (Houghton dan Raman 1998).
sp. Pemilihan pelarut dan metode ekstraksi akan
Komposisi Kimia Persentase mempengaruhi hasil kandungan senyawa
Air 86,62 metabolit sekunder yang dapat terekstraksi.
Abu 3,82 Pemilihan pelarut ekstraksi umumnya
Protein 1,31 menggunakan prinsip like dissolves like,
Lemak 0,49 dimana senyawa nonpolar akan larut dalam
Serat kasar 0,60 pelarut nonpolar sedangkan senyawa polar
akan larut pada pelarut polar (Dewi , dkk
Hasil Ekstraksi Rumput Laut 2013). Ekstraksi dilakukan secara bertingkat.
Ekstraksi rumput laut sangat penting dilakukan Pelarut organik yang digunakan dalam
untuk membandingkan rendemen yang penelitian ini adalah n-heksan, etil asetat dan
digunakan untuk bahan baku kosmetik dengan metanol. Proses evaporasi digunakan untuk
bahan baku bubur rumput laut. Hasil ekstraksi memisahkan pelarut dari ekstrak. Suhu yang
terlihat bahwa pelarut etil asetat memberikan digunakan adalah 40-50 oC untuk mencegah
rendemen yang cukup besar untuk sampel kerusakan komponen aktif yang terkandung
E.cotonii, sedangkan untuk Sargassum sp dalam ekstrak.
pelarut metanol memberikan hasil rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang
terbesar (Tabel 6). Hasil esktraksi penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan
menunjukkan bahwa faktor pelarut sangat efektivitas suatu bahan atau produk.
mempengaruhi. Harborne 1987 menyatakan Rendemen adalah persentase bagian dari
bahwa pelarut metanol untuk estraksi tunggal bahan baku yang dapat dimanfaatkan.
dapat memberikan rendemen yang besar, Semakin tinggi nilai rendemen suatu bahan
sedangkan untuk ekstraksi bertingkat pelarut maka nilai ekonomisnya akan lebih tinggi
semi polar dapat memberikan hasil rendemen begitu pula dengan pemanfaatannya.
yang besar. Oleh karena itu, pelarut etil asetat Rendemen Sargassum sp menggunakan
dan pelarut metanol menjadi solven terpilih pelarut n-heksan, etil asetat dan metanol
untuk ekstraksi rumput laut E.cotonii dan sebesar 0,0273%, 0,1333%, 7,3328%
Sargassum Sp. sedangkan rendemen E. cottonii sp.
menggunakan pelarut n-heksan, etil asetat
Rendemen Ekstrak Sargassum sp. dan E. dan metanol sebesar 0,0257%, 0,0788%,
cottonii 6,7586%. Gambar menunjukkan nilai
Ekstraksi adalah pemisahan satu atau persentase rendemen Sargassum sp. dan E.
beberapa bahan dari suatu padatan atau cottonii dengan pelarut n-heksan, etil asetat
cairan dengan bantuan pelarut. Pemisahan dan metanol.
terjadi atas dasar kemampuan larut yang
berbeda dari komponen-komponen dalam
58 | CR Journal | Vol. 04 No. 02 Desember 2018 | 49-62

Tabel 6. Hasil Ekstraksi E. cottonii dan Sargassum sp. dengan Berbagai Jenis Pelarut.
Larutan hasil Larutan hasil
Jenis Pelarut (1:5) Residu (gram) ekstraksi E.cotonii ekstraksi
(ml) Sargassum (ml)
n-heksan 371 325
Etil asetat 100 396 300
Metanol 372 338

Gambar 12. Rendemen Sargassum sp. dan E. cottonii dengan pelarut n-heksan, etil asetat dan metanol.

Ekstrak Sargassum sp. dan E. cottonii penelitian ini berwarna hijau kecoklatan.
menggunkan pelarut metanol menghasilkan Limantara dan Heriyanto (2011) melaporkan
rendemen terbesar dibandingkan dengan bahwa warna Sargassum sp. disebabkan
pelarut n-heksan dan etil asetat. Putri, dkk adanya 3 pigmen utama yaitu klorofil a
(2010) menyatakan bahwa pelarut metanol (pigmen hijau kebiruan), karotenoid (pigmen
dapat melarutkan hampir semua senyawa merah), dan fukosantin (pigmen coklat).
organik yang ada pada sampel, baik senyawa
Komponen Bioaktif Ekstrak Sargassum sp.
polar maupun nonpolar. Wijayanto (2010)
dan E. cottonii
melaporkan bahwa penggunaan pelarut
metanol lebih efektif dalam ekstraksi alga Analisis fitokimia merupakan analisis yang
merah Kappaphycus alvarezii dan Eucheuma digunakan untuk memberikan informasi jenis
denticulatum dibandingkan dengan etanol senyawa kimia yang terkandung dalam
yang memiliki tingkat kepolaran yang lebih tumbuhan. Beberapa dari senyawa tersebut
rendah. Harborne (1987) menyatakan memberikan efek fisiologis. Informasi
perbedaan rendemen ekstrak bergantung mengenai komponen aktif sangat berguna
pada kondisi alamiah sampel, metode untuk memprediksi komponen aktif yang
ekstraksi, ukuran partikel sampel, kondisi dan memiliki manfaat bagi tubuh manusia
waktu ekstraksi, serta perbandingan sampel (Copriyadi, dkk 2005). Ekstrak Sargassum sp.
dengan pelarut. Setha, dkk (2013) dan E. cottonii dianalisis fitokimia untuk
menyatakan bahwa pelarut metanol mengetahui komponen aktif yang berperan
menghasilkan ekstrak dengan potensi sebagai senyawa tabir surya yang baik untuk
antioksidan paling baik dibanding pelarut melindungi kulit. Analisis fitokimia yang
organik lainnya, yang berarti metanol mampu dilakukan antara lain flavonoid, fenol
menarik komponen aktif pada Sargassum sp. hidrokuinon dan triterpenoid. Hasil analisis
dan E. cottonii secara optimal. Ekstrak fitokimia ekstrak Sargassum sp. dan E.
Sargassum sp. yang dihasilkan dalam cottonii disajikan pada Tabel 10.
Hidayat, Karakterisasi Rumput Laut Tropika Dari Kepulauan | 59

Tabel 10. Analisis fitokimia ekstrak Sargassum sp. terdistribusi secara luas dalam dunia
dan E. cottonii tumbuhan dan hewan. Struktur terpenoid
Senyawa Sargassum E. cottonii dibangun oleh molekul isoprene dengan
sp. kerangka terpenoid terbentuk dari dua atau
flavonoid +++ + lebih banyak satuan isoprene (C5) (Sirait
fenol ++ + 2007). Terpenoid terdiri atas beberapa macam
hidrokuinon senyawa yaitu komponen minyak atsiri,
triterpenoid ++ + diterpenoid, giberalin, triterpenoidem, sterid
dan karotenoid (Lenny 2006). Tiga steroid
Keterangan: (+) = Lemah
yang diisolasi dari Trifolium balansae
(++) = Kuat
dilaporkan memiliki aktivitas inhibitor
(++++) = Sangat kuat
tirosinase yang isolat keduanya memiliki nilai
(-) = Tidak ada
IC50 sebesar 2,39 μM dan (Sabudak , dkk
2006).
Berdasarkan analisis fitokimia secara kualitatif
dapat dilihat bahwa ekstrak Sargassum sp.
dan E. cottonii mengandung komponen aktif
antara lain flavonoid, fenol hidrokuinon dan KESIMPULAN
triterpenoid yang diduga berperan sebagai zat Dijumpai lima jenis rumput laut di pulau seribu.
potensial untuk bahan baku krim tabir surya. Dari kelima jenis ini E. cotonii dan Sargassum
Flavonoid umumnya terdapat pada seluruh sp. memiliki potensi untuk dikembangkan
bagian tanaman, termasuk pada buah, tepung menjadi produk kosmetik. Hal ini terlihat dari
sari dan akar dalam bentuk glikosida. komposisi kimia , fitokimia, dan hasil ekstraksi.
Flavonoid diklasifikasikan menjadi flavon, Kombinasi E.cotonii dan Sargassum dapat
flavonol, flavanon, flavanol, isoflavon, kalkon, dijadikan salah satu bahan formulasi tabir
dihidrokalkon, auron, antosianidin, katekin, surya.
dan flavan-3,4-diol (Sirait 2007). Flavonoid
merupakan senyawa pereduksi yang baik,
menghambat banyak reaksi oksidasi, secara DAFTAR PUSTAKA
enzimatis maupun non enzimatis (Redha [KKP]. Kementrian Kelautan dan Perikanan.
2010). Flavonoid, salah satu dari polifenol, 2013. Ekspor Rumput Laut ke Pasar
memiliki peran besar dalam aktivitas tirosinase Eropa terus Digenjot. [terhubung
karena mengandung gugus fenol dan cincin berkala]. http://www.kkp.go.id. [14
pyren. Struktur dari flavonoid secara prinsip April 2014].
sesuai sebagai substrat dan mampu
berkompetisi sehingga dapat menjadi Afrianto, E. dan Evi Liviawati. 1993. Budidaya
penghambat tirosinase (Chang 2009). rumput laut dan cara pengolahannya.
Komponen fenolat merupakan struktur Bathara. Jakarta.
aromatik yang berikatan dengan satu atau
lebih gugus hidroksil, beberapa mungkin Aganotovic-Kustrin S dan Morton. 2013.
digantikan dengan gugus metil atau glikosil. Cosmeceuticals derived from bioactive
Senyawa fenol bebas biasanya terdapat substances. Oceanography 1: 2.
dalam jaringan kayu, sementara senyawa
fenol yang berada di tempat lain biasanya Angka L dan Suhartono MT. 2000.
dalam bentuk glikosida (Harborne 1987). Bioteknologi Hasil Laut. Bogor : Pusat
Senyawa fenol terlibat dalam transport Kajian Sumberdaya Pesisir dan
elektron pada fotosintesis dan dalam Lautan , Institut Pertanian Bogor.
pengaturan enzim tertentu. Senyawa ini juga
memiliki aktivitas antiinflamasi, karena dapat Atmadja WS dan Soelistijo. 1988. Beberapa
menghambat sintesis prostaglandin (Robinson Aspek Vegetasi dan Habitat
1995). Kim, dkk (2004) melaporkan struktur Tumbuhan Laut Bentik di Pulau-Pulau
kimia komponen fenolik memiliki kemiripan Seribu. Jakarta : Pusat Penelitian dan
dengan substrat tirosinase sehingga Pengembangan Oseanologi-LIPI.
komponen fenolik berpotensi sebagai inhibitor
kompetitif dalam reaksi tirosin-tirosinase. Atmadja WS, Kadi A, Sulistijo, Rachmaniar.
1996. Pengenalan jenis-jenis rumput
Triterpenoid adalah senyawa alam yang laut Indonesia. PUSLITBANG
terbentuk dengan proses biosintesis dan Oseanologi. LIPI, Jakarta. Hlm.56-152
60 | CR Journal | Vol. 04 No. 02 Desember 2018 | 49-62

Badan POM. 2009. Petunjuk Operasional rumput laut Eucheuma cottonii dan
Pelaksanaan Cara Pembuatan Obat Sargassum sp. sebagai formula krim
yang Baik. Jakarta. Hal. 1- 200. tabir surya. Jurnal Pengolahan Hasil
Perikanan Indonesia.19(3): 183-195.
Chang TS. 2009. An update review of
tyrosinase inhibitors. International Maharani F, Nurjanah, Suwandi R, Anwar E,
Jurnal of Moecular Science. 10:2440- Hidayat T. 2017. Bioactive
2473. Compounds of Seaweed Padina
australis and Eucheuma cottonii as
Dolorosa MT, Nurjanah, Purwaningsih S, Sunscreen Raw Materials. Jurnal
Anwar E, Hidayat T. 2017. Bioactive pengolahan Hasil Perikanan Indonesia
Compounds of Seaweed Sargassum 20(1): 10-17
plagyophyllum and Eucheuma cottonii
as Lightening Raw Materials. Jurnal Necas J dan Bartosikova L. 2013.
Pengolahan Hasil Perikanan Carrageenan is a natural carbohydrate
Indonesia. 20(3): 632-643. (polysaccharide) obtained from edible
red seaweeds. Veterinarni Medicina
Gruyter WDE. 1979. Rumput Laut Bukan 58(4): 187-205.
Sekedar Hidup di Laut. Susanto AB, Nurjanah, Nurilamala M, Anwar E, Luthfiyana
penerjemah; Heinz A. Hoppe, Tore N, Hidayat T. 2017. Identification of
Levring, Uniko Tanaka, editor. Di Bioactive Compounds of Seaweed
dalam : Marine Algae in Sargassum sp. and Eucheuma cottonii
Pharmaceutical Science. Berlin. Doty as a Raw Sunscreen Cream.
Proceedings of the Pakistan Academy
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. of Sciences.54(4):311-318.
Padmawinata K, penerjemah, Nurjanah, Nurilmala M, Hidayat T, Sudirjo F.
Bandung (ID) : Penerbit ITB. 2016 Characteristics of Seaweed as
Terjemahan dari Phytochemical Raw Materials for Cosmetics. Aquatic
Methods. Procedia 7:177-180.

Hidayat T, Nurjanah, Anwar E, Nurilamala M. Pakki E, Syukur R, Fatmawaty A. 2005.


2017. Pengembangan Teknologi Formulasi dan evaluasi kestabilan fisik
Tepat Guna (TTG) Rumput Laut krim ekstrak rumput laut Eucheuma
tropika sebagai bahan baku kosmetik. spinosum. Seminar Nasional Ilmiah
Creative Research Journal 3 (01), 37-
42 Preetha JP, K Karthika. 2009.Cosmeceuticals
– an evolution. International Journal of
Kusumaningrum I, Rini BH, Sri H. 2007. ChemTech Research 4(1): 1217-1223.
Pengaruh Perasan Sargassum
crassifolium dengan Konsentrasi yang Putri.K.H. 2011.Pemanfaatan Rumput Laut
Berbeda terhadap Pertumbuhan Coklat (Sargassum sp.) Sebagai
Tanaman Kedelai (Glycine max (L) Serbuk Minuman Pelangsing
Merill) 15(2). Tubuh[skripsi]. Departemen Teknologi
Hasil Perairan. Fakultas Perikanan
Lenny S. 2006. Senyawa flavonoida, fenil dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor.
propanoida dan alkaloida [karya
ilmiah]. Medan (ID): Fakultas Rajagopal K, Kathiravan G, Karthikeyan S.
Matematika dan Ilmu Pengetahuan 2011. Extraction and characterization
Alam, Universitas Sumatera Utara. of melanin from Phomopsis: A
phellophytic fungi isolated from
Limantara L, Heriyanto. 2011. Optimasi proses Azadirachta indica A. Juss. African
ekstraksi fukosantin rumput laut coklat Journal of Microbiology Research
Padina australis Hauck menggunakan 5(7):762-766
pelarut organik polar. Ilmu Kelautan.
16(2):86-94. Redha A. 2010. Flavonoids: Struktur, sifat
antioksidatif dan perannya dalam
Luthfiyana N, Nurjanah, Anwar E, Nurilmala sistem biologis. J Berlian. 9(2): 196-
M, Hidayat T. 2016. Rasio bubur 200.
Hidayat, Karakterisasi Rumput Laut Tropika Dari Kepulauan | 61

Robinson T. 1995. Kandungan Organik Universitas Indonesia. Hal. 3, 58-59,


Tumbuhan Tinggi. Edisi ke-4. Kosasih, 62-63, 111-112.
Padmawinata, penerjemah. Bandung
(ID): ITB Press. Wijayanto DB. 2010. Uji aktivitas antibakteri
ekstrak rumput laut Kappaphycus
Sabudak T, Khan MTH, Choundhary MI, alvarezii dan Eucheuma denticullatum
Oksuz S. 2006. Potent tyrosinase terhadap bakteri Aeromonas
inhibitors from Trifolium balansae. Nat hydrophila dan Vibrio harveyii. J
Prod Res. 20(7):665-670. Kelautan. 3(1): 1-17.

Setha B, Gaspersz F, Idris APS, Rahman S, Winarno FG. 1996. Teknologi Pengolahan
Mailoa MN. 2013. Potential of Rumput Laut. Jakarta (ID): Pustaka
seaweed Padina sp. as a source of Sinar Harapan.
antioxidant. J Sci & Tech Research.
2(6):221-224. Yanuarti R. Nurjanah, Anwar E, Hidayat T.
Profile of Phenolic and Antioxidants
Sirait M. 2007. Penuntun Fitokimia dalam Activity from Seaweed Extract
Farmasi. Bandung (ID): Institut Turbinaria conoides and Eucheuma
Teknologi Bandung. cottonii. Jurnal Pengolahan Hasil
Perikanan Indonesia . 20(2): 230-237.
Soegiarto, A. Sulistijo. W, S, Atmaja dan H,
Mubarak. 1978. Rumput Laut, Yunizal. 2004. Teknik Pengolahan Alginat.
Manfaat, Potensi, dan Usaha Jakarta (ID): Pusat Riset Pengolahan
Budidayanya. LON-LIPI. Jakarta. 49 Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan
Hlm. dan Perikanan.

Wandansari BD, Agustina LNA, Mulyani NS. Zhaohui Z dan Gao X. 2005. The isolation of
2013. Fermentasi rumput laut prophyra-334 from marine algae and
Eucheuma cottonii oleh Lactobacillus its UV-Absorption behavior. Chinese
plantarum. Chem Info 1(1): 64-69. Journal of Oceanology and Limnology
23(4): 400-405.
Wasitaatmadja SM. 1997. Penuntun Ilmu
Kosmetik Medik. Jakarta: Penerbit
62 | CR Journal | Vol. 04 No. 02 Desember 2018 | 49-62

You might also like