Professional Documents
Culture Documents
Pelatihan Journal Fix PDF
Pelatihan Journal Fix PDF
• ABSTRACT
• LATAR BELAKANG
• DEFINISI (BILA ADA)
• SURVEI LITERATUR
• ISI PEMIKIRAN TOKOH
• APLIKASI PEMIKIRAN PADA ISSUE YANG DITAWARKAN
• KESIMPULAN
• DAFTAR PUSTAKA
• ABSTRACT
CONTOH 1
KONSEP NA>SIKH MANSU>KH JALALUDDIN AL-SUYUTI DAN IMPLIKASI
METODE PENGAJARANNYA DI PERGURUAN TINGGI
Imam Masrur*
imammasrur@iainkediri.ac.id
Abstract
Ali ibn Abi Thalib said, a judge without na>sikh-mansu>kh knowledge can make
damages. Imams said, everyone forbidden interpret al-Qur’an before he knows na>sikh-
mansu>kh. But, many university students can’t detail nasakh verses, many literatures don’t
detail it, and teaching process isn’t appropriate. It causes they get misunderstanding in
determining of Islmic law. Commented [M91]: Masalah dan harapan kita apa
To limit the discussion, this article will explore and analyze na>sikh-mansu>kh concept
of Jalaluddin al-Suyuti and the implication in teaching process. This article showed that Commented [M92]: Apa isi artikel yang kita bahas
Jalaluddin al-Suyuti explores na>sikh-mansu>kh concept completely until mapping nasakh
verses. Mapping nasakh verses are main poin in understanding na>sikh-mansu>kh. Without it,
someone become misunderstanding in determining of Islmic law. Finally, this article
concluded that concept na>sikh-mansu>kh of Jalaluddin al-Suyuti can support teaching process
how to understand na>sikh-mansu>kh coorectly toward university students. Commented [M93]: Temuan dari artikel yang telah kita
bahasa
Keywords: Jalaluddin al-Suyuti, na>sikh-mansu>kh concept, teaching process.
1
CONTOH 2
TELAAH KRITIS SYARAT MUFASSIR ABAD KE-21
Imam Masrur
IAIN Kediri
imammasrur@iainkediri.ac.id
Abstract
There is reluctance by some scholars today to reinterpret the Qur’an, because it is guided by
a number of strict conditions proposed by classical scholars. On the other hand, in this
millennial era we can find a number of people who interpret the Qur’an, even though they do
not have a qualified scientific capacity. This makes the Qur'an the first to be a clue, but instead
applies the opposite due to the carelessness of the interpreter. Responding to this
phenomenon, it is important to study further about what conditions must be met by the
interpreter in this millennium, both from the mental aspect (personality) and from scientific
capacity. This research was conducted using comparative methods and data analysis with
theory Socrates dialectic. A number of findings from this study included: first, differences in
the determination of the conditions that must be fulfilled by the mufassir, among ulama
actually constitute a form of ijtihadand the prudence of previous scholars, and are not an
absolute requirement that cannot be contested, and can change according to the conditions.
Secondly, there are six mental conditions that have to be universally interpreted, namely: true
aqeedah,clean from lust, good intentions and true goals, obedience and practice of knowledge,
holding fast to the sunnah, exerting energy to learn or equipping yourself with science, while
the memorization of the Qur’an is a temporal and flexible requirement. Third, the scientific
qualifications of the universal interpreter should master a number of the following scientific
disciplines, namely: the science of Arabic, ulum al-Qur’an, ulum al-hadis. In addition,
supporting knowledge is needed such as medical science related to verses concerning the
medical field, astronomy related to astrology verses, and other sciences, all of which are local,
temporal and flexible.
Keywords: conditions for the interpreter, interpretation of the Qur’an, dialectical theory.
Abstrak
Terdapat keengganan sebagian ulama saat ini untuk menafsirkan ulang al-Qur’an, karena
berpedoman pada sejumlah syarat ketat yang diajukan oleh ulama klasik. Di sisi lain, di era
milineal ini kita bisa menjumpai sejumlah orang yang menafsirkan al-Qur’an, meskipun ia
tidak memiliki kapasitas keilmuan yang mumpuni. Hal ini menjadikan al-Qur’an yang
awalnya jadi petunjuk, tapi malah berlaku sebaliknya akibat kecerobohan penafsir. Menyikapi
fenomena ini, kiranya penting untuk dikaji lebih lanjut mengenai apa saja syarat-syarat yang
harus dipenuhi oleh mufassir pada era milineal ini, baik dari aspek mental (kepribadian)
maupun dari kapasitas keilmuan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Commented [M94]: MASALAH DAN HARAPAN
komparatif dan analisa data dengan teori dialektika Socrates. Sejumlah temuan dari penelitian Commented [M95]: METODE KITA
ini diantaranya: pertama,perbedaan penetapan syarat-syarat yang harus dipenuhi mufassir, di
kalangan ulama sebenarnya merupakan bentuk ijtihad dan kehati-hatian ulama terdahulu, dan
bukanlah merupakan syarat mutlak yang tidak dapat diganggu gugat, dan bisa berubah sesuai
kondisi zaman. Kedua, syarat-syarat mental yang harus dimiliki mufassir secara universal ada
enam yakni: aqidah yang benar, bersih dari hawa nafsu, niat baik dan tujuan yang benar, taat
dan mengamalkan ilmunya, berpegang teguh pada sunnah, mengerahkan tenaga untuk belajar
atau membekali diri dengan ilmu. Sedangkan ketentuan hafal al-Qur’an merupakan syarat
yang bersifat temporal dan fleksibel saja. Ketiga, kualifikasi keilmuan mufassir secara
2
universal hendaknya menguasai sejumlah disiplin ilmu berikut, yakni: ilmu bahasa Arab, ulum
al-Qur’an, ulum al-hadis. Selain itu, diperlukan keilmuan pendukung seperti ilmu kedokteran
yang terkait ayat-ayat yang menyangkut bidang medis, ilmu astronomi yang terkait dengan
ayat-ayat perbintangan, serta ilmu-ilmu lainnya yang kesemuanya ini bersifat lokal, temporal
dan fleksibel. Commented [M96]: TEMUAN ATAU HASIL PENELITIAN
KITA
Kata kunci: syarat-syarat mufassir, penafsiran al-Qur’an, teori dialektika
CONTOH 3
CARA KILAT PENGAJARAN MAKKIYYAH-MADA>NIYYAH DI PTKIN
MELALUI KONSEP BERPIKIR JALALUDDIN AL-SUYUTI
Imam Masrur
imammasrur@iainkediri.ac.id
Abstract
The aim of this research is to provide prompt method of Makkiyyah-Mada>niyyah
teaching in Islamic University. It explores Makkiyah-Mada>niyyah concept of Jalaluddin
al-Suyuti on his works al-Itqa>n, and combines the concept with other media.
This research applies library research. The finding shows that teaching method of
Makkiyyah-Mada>niyyah focused on Jalaluddin al-Suyuti’s parts or verses mapping
combined with Ahmad Hatta’s Quran Tafsir Perkata can support more effective
understanding, more comprehensive, free from misunderstanding of determining
Makkiyyah-Mada>niyyah
Key Word: Makkiyyah-Mada>niyyah, Mapping, Prompt Method
3
• LATAR BELAKANG
CONTOH 1
Latar Belakang
Aturan hukum dalam Islam, pada zaman Rasulullah turun secara bertahap, dan bukanlah
secara langsung bersifat final. Hal ini mengandung hikmah bagi kesiapan para sahabat untuk
menjalankannya. Disisi lain, dampaknya ada sebuah hukum tertentu yang nantinya akan
digantikan hukum baru diwaktu yang akan datang, yang kemudian dikenal dengan istilah
nasi>kh mansu>kh. Commented [M910]: Kata Pengantar
Pengajaran na>sikh mansu>kh di Perguruan Tinggi, melihat literatur yang ada dan
pengalaman yang disampaikan oleh mahasiswa di STAIN Kediri secara garis besar difokuskan
pada apa itu nasi>kh mansu>kh?, jenis-jenisnya?, dan bagaimana cara kerjanya?. Cara ini
menjadikan mahasiswa “kreatif” saat menemukan ayat yang hukumnya tampak berlawanan
akan mereka tentukan bahwa ayat ini dihapus oleh ayat ini, dan kemudian jadilah hukum
finalnya demikian. Biasanya, ayat terkenal yang sering digunakan contoh yakni ayat khamr
dan hukum finalnya. Commented [M911]: Kondisi riel adanya masalah
Berdasarkan pemetaan ayat na>sikh-mansu>kh yang digagas oleh syaikh Jalaluddin al-
Suyuti, cara pengajaran di atas membuka peluang terjadinya kesalahan penentuan sebuah
hukum, karena mahasiswa bebas melakukan tebang pilih ayat yang ia anggap hukumnya
bertentangan, dan kemudian diarahkan ke na>sikh-mansu>kh, padahal ia bukanlah ayat nasakh. Commented [M912]: Solusinya/ kondisi ideal yang
diharapkan
Artikel ini difokuskan untuk meneliti konsep na>sikh-mansu>kh ayat-ayat al-Qur’an yang
digagas oleh Imam Jalaluddin al-Suyuti dan bagaimana cara yang lebih tepat
menyampaikannya kepada mahasiswa, sehingga mereka bisa mengoprasikannya secara tepat
dalam penentuan hukum.
4
CONTOH 2
Latar Belakang
Pengajaran di Kampus, mahasiswa lebih banyak mencari materi-materi yang ia
butuhkan, dan berusaha memahami sendiri dari bahan materi yang ia temukan sesuai
arahan dosen. Dalam kelas, mahasiswa akan mengeksplorasi apa yang ia pahami dalam
bentuk presentasi. Apabila ada kesalahan pemahaman, dosen akan meluruskannya. Berbeda
dengan di Sekolah, guru lebih banyak aktif memberikan penjelasan atau ulasan-ulasan pada
murid, atau murid lebih bersifat pasif.
Pencarian bahan materi mahasiswa di IAIN Kediri, oleh kampus difasilitasi
perpustakaan. Dalam perpustakaan tersebut ada referensi-referensi yang berbahasa
Indonesia, Arab ataupun Inggris. Kemampuan bahasa mahasiswa tentunya akan
mengarahkan mereka memilih referensi yang bisa mereka pahami, termasuk dalam rangka
mengerjakan tugas mandiri tema Makkiyyah-Mada>niyyah dalam Studi al-Qur’an; yang
mana mata kuliah ini adalah mata kuliah wajib di seluruh prodi di PTKIN. Commented [M913]: Kondisi riel adanya masalah
5
Seorang ulama ternama Imam Jalaluddin al-Suyuti, telah menemukan sebuah konsep
berpikir dalam memahami Makkiyyah-Mada>niyyah secara komprehensif yang ia tuangkan
dalam kitabnya al-Itqa>n fi> Ulu>m al-Qur’a>n. Dari konsep pemikirannya ini, Makkiyyah-
Mada>niyyah lebih mudah dipahami, diperoleh pemahaman yang komprehensif, dan bisa
dibuat formula “Cara Kilat Pengajaran Makkiyyah-Mada>niyyah di PTKIN” dengan
mengkombinasikannya dengan alat bantu Qur’an Tafsir Perkata Ahmad Hatta. Commented [M915]: Solusinya
6
• DEFINISI (BILA ADA)
Dalam definisi, ulas definisi tersebut dari berbagai pendapat
CONTOH 1
Definisi Na>sikh Mansu>kh
Na>sikh merupakan isim fa>’il (kata benda yang berkedudukan sebagai pelaku) dari fi’il
madzi (kata kerja lampau) nasakha yang bermakna yang menghapus. Mansu>kh merupakan
isim mafu>l (kata benda yang dikenai pekerjaan), dari fi’il madzi yang sama nasakha, yang
bermakna yang dihapus. Sedangkan bentuk masdar-nya1 yakni naskh yang bermakna
pembatalan.2
Al-Farra’ dan Abu Sa’i>d mengatakan naskh adalah menghapuskan atau Commented [M916]: 2 TOKOH
menghilangkan sesuatu tetapi tempatnya masih ada ()والشئ ينسخ الشئ نسخا أي يزيله ويكون مكانه.
Penghapusan pengamalan sebuah ayat karena turun ayat yang lain yang lebih belakang,
sehingga ayat yang terakhir diamalkan, dan ayat yang lebih awal ditinggalkan. Al-Laits
mengatakan naskh adalah menghilangkan suatu perkara yang sebelumnya digunakan, dengan
perkara yang baru yang selainnya ()النسخ أن تزايل أمرا كان من قبل يعمل به ثم تنسخه بحادث غيره.3
Abdul Wahab Khallaf menjelaskan naskh (bentuk masdar dari kata nasakha) dalam Commented [M917]: 3 TOKOH
ilmu ushu>l adalah membatalkan hukum syar’i dengan dalil. Pembatalan ini bisa bersifat
terang-terangan atau diam-diam, secara kulli (menyeluruh) atau juz’i (sebagian) demi
tercapainya kemaslahatan.4
Selaras dengan pendapat Abdul Wahab Khallaf, Subhi Shalih menjelaskan, na>skh Commented [M918]: 4 TOKOH
adalah mencabut hukum syari’at dengan dalil syari’at.5 naskh adalah membatalkan hukum Commented [M919]: 5 TOKOH
yang diperoleh dari nash yang pertama dengan dasar nash yang datang kemudian. Naskh Commented [M920]: 6 TOKOH
adalah menghapuskan hukum syari’at dengan memakai dalil syara’ dengan adanya tenggang
waktu antara hukum yang pertama dengan hukum yang berikutnya, dengan catatan kalau
sekiranya tidak ada naskh itu, tentulah hukum yang pertama akan tetap berlaku. 6 Definisi
yang terakhir ini lebih lengkap dan lebih operasional daripada definisi-definisi yang
sebelumnya. Dengan demikian definisi yang terakhir inilah yang kita gunakan sebagai acuan
kepahaman bersama.
1
Masdar adalah kata kerja yang dibendakan.
2
Taufiqul Hakim, Kamus al-Taufiq (Jepara: Darul Falah, 2004), hlm. 634.
3
Ibn Manz}u>r, Lisa>n al-Arab (Beirut: Dar al-Sadr, Tth), IV: hlm. 243.
4
Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fikih, terj. Halimuddin (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hlm. 282.
5
Subhi Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu al-Qur’an (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1990), hlm. 339.
6
Abdul Djalal, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hlm. 110-111.
7
• SURVEI LITERATUR PEMBANDING
Hal ini untuk melihat bahwa yang kita bahas memiliki KELEBIHAN/ KEBARUAN/
LAYAK MENJADI ACUAN/ KETAJAMAN IDE/ KETAJAMAN ANALISA
CONTOH 1:
Na>sikh-Mansu>kh di Literatur-Literatur
Dalam sub bab ini, akan diurai beberapa literatur sebagai sampel penelitian dengan
fokus pemetaan ayat-ayat yang berlaku na>sikh-mansu>kh pada sebuah literatur, dan analisa
rasional terkait dampaknya.
1. Na>sikh-Mansu>kh dalam Ilmu Ushu al-Fiqh karya Abdul Wahab Khallaf. Commented [M921]: LITERATUR 1
Dalam buku ini ditegaskan tidak adanya na>sikh-mansu>kh dalam al-Qur’an dan
sunnah setelah wafatnya Nabi Muhammad. Adanya ketika Nabi Muhammad hidup yang
kemudian secara berangsur-angsur dijalankan dengan tasyri’. Setelah itu menjelaskan
definisi na>sikh-mansu>kh, hikmahnya, macam-macamnya ada dua: shari>h (jelas) dan
dhimni> (dengan tersirat), ada na>sikh kulli, ada yang juz’i. Disela-sela penjelasannya tadi,
beliau mengetengahkan ayat-ayat yang beliau pandang sebagai na>sikh-mansu>kh tanpa
menjelaskan secara lengkap ayat mana saja yang telah ditetapkan berlaku na>sikh-
mansu>kh oleh Nabi Muhammad. Diantara ayat yang beliau petakan masuk kategori
na>sikh-mansu>kh sebagai berikut:
a. QS. al-Anfa>l ayat 65 dihapus dengan ayat 66. Bunyi ayatnya sebagai berikut:
65. Hai nabi, Kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. jika ada dua puluh
orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang
musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat
mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang
tidak mengerti.
66. Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan Dia telah mengetahui bahwa
padamu ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya
mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang kafir; dan jika diantaramu ada seribu
orang (yang sabar), niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang, dengan
seizin Allah. dan Allah beserta orang-orang yang sabar.
8
b. QS. al-Baqarah ayat 180 dihapus QS. al-Nisa ayat 11. Bunyi ayatnya:
c. QS. al-Baqarah ayat 240 dihapus QS. al-Baqarah ayat 234. Bunyi ayatnya:
234. Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-
isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya ('iddah) empat bulan sepuluh
hari. Kemudian apabila telah habis 'iddah-nya, maka tiada dosa bagimu (para wali)
membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah
mengetahui apa yang kamu perbuat.
9
2. Na>sikh-Mansu>kh dalam buku Maba>hits fi Ulu>m al-Qur’a>n karya Manna Khalil al-Qatta>n. Commented [M922]: LITERATUR 2
7
Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushu>l Fikih, hlm. 283-287.
10
berdasar ijtihad, pendapat mufassir, atau dalil-dalil yang secara lahiriyah tampak
kontradiktif.
Diantara ayat-ayat yang dipetakan Manna Khalil al-Qatta>n yang berlaku baginya
na>sikh-mansu>kh adalah sebagai berikut:
a. QS. al-Mujadilah ayat 12 dihapus ayat 13. Bunyi ayatnya:
183. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.
11
187. Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-
isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi
mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, Karena
itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang
campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan
minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.
Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu
campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka
janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepada manusia, supaya mereka bertakwa.
c. Perintah shalat menghadap ke Baitul Maqdis8 dihapus dengan QS. al-Baqarah ayat
144. Bunyi ayatnya:
d. QS. al-Nisa> ayat 15 dihapus oleh QS. al-Nu>r ayat 2. Bunyi ayatnya:
8
Mengenai perintah shalat menghadap ke Baitul Maqdis ditemui di asba>b al-nuzu>l dari QS. al-Baqarah ayat
142-144 yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara s{ahi>h:
ت ال َْم ْق ِد ِس ِستَّةَ عَ َش َر ِ اَّلل عَلَي ِه وسلَّم صلَّى ََْنو ب ي َِّ ول ِبر ٍ ِ َ يل عَ ْن أَِِب إِ ْس َح ِ ِ َ َاَّللِ بْ ُن َر َج ٍاء ق
َْ َ َ َ َ َ ْ َُّ صلَّى َ اَّلل ُ ال َكا َن َر ُس َّ ض َي
َ َاَّللُ عَْن ُه َما ق َ اق عَ ْن ال ََْبَاء بْ ِن عَا ِز ُ ال َحدَّثَنَا إ ْس َرائ َّ َحدَّثَنَا عَْب ُد
ِ َّالس َف َهاءُ ِم ْن الن
اس ال قو ِ
ة ب َع
ك ل ا و َن ه جو ت ف } ِ
اء م الس ِف ِ ك ِ
ه ج و ب ُّ
ل ق ت ى ر ن د ق { اَّلل ل ز َن
أ ف ِ
ة بَع ك ل ا َل ِ
إ ه ج و ي ن َ
أ ب ِ
ُي م َّ
ل س و ِ
ه ي ل ع اَّلل ى َّ
ل ص ِاَّلل
ُّ َ َ َ َ ْ ْ َ َْ َ َّ َ ََ َ َّ َ ْ َ َ َ َ ََ ْ َ َُّ َ َ ْ َ َ ْ ْ َ َ َّ َ ُ ْ ُّ ُ َ َ َ َْ َ َُّ َ َّ ول ُ أ َْو َسْب عَةَ عَ َش َر َش ْه ًرا َوَكا َن َر ُس
اَّللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َر ُج ٌل ُُثَّ َخ َر َج بَ ْع َد َما
َّ صلَّى َّالن َّ َ َاط ُم ْستَ ِقي ٍم } ف ٍ صرِ ِ ِ ِِ ِ ِ
ُ ود { َما َوََّّل ُه ْم َع ْن قْب لَت ِه ْم الَِِّت َكانُوا َعلَْي َها قُ ْل ََّّلل ال َْم ْش ِر ُق َوال َْم ْغ ِر
َ ب صلى َم َع ِ ِي َ ب يَ ْهدي َم ْن يَ َشاءُ إ ََل ُ َو ُه ْم الْيَ ُه
َ َعبَ ِة فَتَ َحَّر َّ ِ َّ ِاَّلل ِ َّ ِ ِ ت الْم ْق ِ ِ ِ ِ ِ ِ ٍ
ف الْ َق ْوُم َح ََّّت ك ل
ْ ا و َنَ ه ج
َّ و
ْ َ ْ َ ََ ُ َ َ َ َ ْ َ ُ ت َّه
نَأ
و م ل س و ه ي ل
َ ع اَّلل
َّ ى ل ص
َ َّ ول س ر ع م ى ل ص
ُ َ َ َ َ ُ َ َ َُ َّه
ن َ
أ د
ُ ه شْ ي و ه ال
َ ق
َ ف
َ س د ي
َ َْ َ ْ ْ َ ب و َن
َ ر ص ْع
ل ا ة َل
َ ص
َ ِف ر اصَ ْنَاْل
ْ ْ ْ َ صلَّى فَ َمَّر
ن م م و ق
َ ى َل ع َ
َعبَ ِة
ْ تَ َو َّج ُهوا ََْن َو الْك
Lihat: Imam Bukhari, S{ahi>h Bukhari (Lidwa Pusaka i-software, Digital, 2009); Abu al-Hasan Ali ibn Ahmad
al-Naisa>bu>ry, Asba>b al-Nuzu>l (ttp: Dar al-Taqwa, 2005), hlm. 24; Jalaluddin al-Suyu>ti, Lubab al-Nuqu>l fi
Asba>b al-Nuzu>l (ttp: Dar al-Taqwa, 2005), hlm. 26.
12
15. Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada
empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka
telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah
sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya.
2. Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang
dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah,
dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh
sekumpulan orang-orang yang beriman.
115. Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap
di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha luas (rahmat-Nya) lagi Maha
Mengetahui.
f. QS. al-Baqarah ayat 180 dihapus QS. al-Nisa> ayat 11. Bunyi ayatnya telah disebutkan
di sub bab ini no.1 poin b.
g. QS. al-Baqarah ayat 184 dihapus ayat 185. Bunyi ayatnya:
13
h. QS. al-Baqarah ayat 240 dihapus ayat 234. Bunyi ayatnya telah disebutkan di sub bab
ini no.1 poin c.
i. QS. al-Baqarah ayat 284 dihapus ayat 286. Bunyi ayatnya:
284. Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi.
Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu
menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang
perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan
menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
14
j. QS. al-Anfa>l ayat 65 dihapus ayat 66. Bunyi ayatnya telah disebutkan di sub bab ini
no.1 poin a.9
3. Na>sikh-Mansu>kh dalam buku Ulum al-Qur’an karya Prof. Dr. Abdul Djalal berisi Commented [M923]: LITERATUR 3
9
Manna Khalil al-Qatta>n, Maba>hits fi Ulu>m al-Qur’a>n, terj, Mudzakir (Jakarta: Litera AntarNusa, 2004),
hlm. 325-344.
15
kecantikannya menarik hatimu kecuali perempuan- perempuan (hamba sahaya) yang
kamu miliki. dan adalah Allah Maha Mengawasi segala sesuatu.
50. Hai nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu isteri- isterimu yang
telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk
apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan
(demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak
perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-
laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah
bersama kamu dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada nabi kalau
nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang
mukmin. Sesungguhnya kami telah mengetahui apa yang kami wajibkan kepada
mereka tentang isteri-isteri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya
tidak menjadi kesempitan bagimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
c. QS. al-Anfa>l ayat 65 dihapus ayat 66. Bunyi ayatnya telah disebutkan di sub bab ini
no.1 poin a.
d. QS. al-Baqarah ayat 240 dihapus ayat 234. Bunyi ayatnya telah disebutkan di sub bab
ini no.1 poin c.
e. QS. al-Nisa> ayat 15 dihapus QS. al-Nu>r ayat 2. Bunyi ayatnya telah disebutkan di sub
bab ini no. 2 poin d.
4. Buku-buku lain yang membahas na>sikh-mansu>kh tanpa menyebutkan secara detail ayat
mana yang berlaku padanya na>sikh-mansu>kh. Seperti buku Studi al-Qur’an tulisan UIN Commented [M924]: LITERATUR-LITERATUR LAIN
Sunan Ampel Surabaya,10 Ulumul Qur’an karya Rosihon Anwar,11 Ilmu-ilmu Qur’an
karya Hasby al-Shiddiqiey,12 Maha>hits fi> Ulu>m al-Qur’a>n karya Subhi S{a>lih,13 dan al-
Burha>n fi Ulu>m al-Qur’an karya Imam al-Zarkasyi.
10
UIN Sunan Ampel, Studi al-Qur’an (Surabaya: UINSA Press, 2013).
11
Rosihan Anwar, Ulumul Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, 2000).
12
Muhammad Hasby al-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu al-Qur’an dan Tafsir (Semarang: Pustaka Rizki
Putra, 2000).
13
Subhi S{a>lih, Maha>hits fi> Ulu>m al-Qur’a>n (Beirut: Dar al-Ilm, 1977).
16
Bila mahasiswa menghatamkan kitab/ buku-buku di atas, tanpa membaca konsep
na>sikh-mansu>kh yang digagas oleh Imam Jalaluddin al-Suyuti, bisa dipastikan akan keliru
dalam ber-istimbath hukum. Hal ini karena ada beberapa ayat yang nasikh-mansu>kh-nya
berlaku terbalik.
CONTOH 2
Makkiyyah-Mada>niyyah Dalam Survei Literatur Perpustakaan IAIN Kediri
Dalam penelitian ini, peneliti memberi batasan pengecekan pada buku-buku di
perpustakaan yang koleksi bukunya berupa buku tarjamah atau tulisan para penulis
Indonesia. Pengambilan sample dilakukan secara acak dengan melihat bagian daftar isi
yang membahas Makkiyyah-Mada>niyyah. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan
minimnya mahasiswa yang mampu membaca literatur Arab di semua fakultas, baik
Fakultas Tarbiyah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEBI), Fakultas Syariah, dan bahkan
Ushuluddin. Kurangnya penguasaan literatur Arab ini, tentunya akan mengantarkan
mereka menggunakan literatur-literatur berbahasa Indonesia dalam menyelesaikan tugas
makalah atau untuk memahami materi yang tercantum dalam Rencana Perkuliahan
Semester (RPS).
Beberapa buku Studi Qur’an tarjamah atau tulisan para penulis Indonesia yang
dijumpai di perpustakaan IAIN Kediri yang mengupas tema Makkiyyah-Mada>niyyah akan
peneliti sebutkan di bawah ini. Dalam penelitian ini, peneliti mengecek bagaimana pola
penulis buku mengantarkan pembacanya untuk memahami Makkiyyah-Mada>niyyah.
1. Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy dalam bukunya Ilmu-Ilmu al-Qur’an memaparkan Commented [M925]: LITERATUR 1
17
2. Prof. Muhammad Amin Suma dalam bukunya Ulumul Qur’an menjabarkan Makki- Commented [M926]: LITERATUR 2
Hadis hanya menjabarkan dua hal, yakni definisi Makki-Mada>ni, dan cara mengetahui
Makki-Mada>ni. Pada bagian sub bahasan kedua, diberi sub-sub bahasan ringkas
tentang surat yang turun di Makkah dengan mengemukakan dua pendapat dari al-
Zarkasyi dan Ibn Jarih dalam kitab al-Fihrist, Surat yang turun di Madinah, ayat-ayat
18
yang turun di Makkah dan hukumnya Mada>niyyah, ayat-ayat yang turun di Madinah
hukumnya Makkiyyah, Makkiyyah mirip Mada>niyyah, Mada>niyyah mirip Makkiyyah,
ayat-ayat yang turun pada malam hari, ayat-ayat yang turun pada musim dingin, dan
ayat-ayat yang turun musyayya’. Sub-sub ini diberi penjelasan-penjelasan ringkas.4
Buku ini, penjelasan ringkas sub-sub babnya, memiliki kemiripan dengan penjelasan
di buku karya Acep Hermawan.
5. Nur Efendi dan Muhammad Fathurrohman dalam bukunya Studi al-Qur’an: Commented [M929]: LITERATUR 5
19
bahasan, yakni cara mengetahui Makkiyyah-Mada>niyyah, dan tanda-tanda surat
Makkiyyah-Mada>niyyah. Ketiga, macam-macam surat Makkiyyah-Mada>niyyah dan
dasarnya. Sub bab ini memiliki dua sub-sub bab, yakni macam-macam surat
Makkiyyah-Mada>niyyah, dan dasar-dasar penetapan Makkiyyah dan Mada>niyyah.
Keempat, faedah mengetahui Makkiyyah-Mada>niyyah. Dalam bahasan buku ini tidak
dijelaskan mana surat/ ayat yang Makkiyyah, dan mana surat/ ayat yang Mada>niyyah.6
7. Manna Khalil al-Qat}t}an dalam kitabnya Maba>hits fi Ulu>m al-Qur’a>n, membagi Commented [M931]: LITERATUR 7
20
• ISI PEMIKIRAN DARI TOKOH YANG KITA KAJI
Isinya adalah penjabaran pemikiran dari kitab yang kita kaji sesuai bab yang ada.
Ditulis dengan bahasa yang singkat, mudah dipahami, dengan bahasa sendiri.
CONTOH 1:
Nasi>kh Mansu>kh Versi Jalaluddin al-Suyuti
Pemetaan Ayat Na>sikh-Mansu>kh Jalaluddin al-Suyuti
CONTOH 2:
Biografi Imam Jalaluddin al-Suyuti
Konsep Makkiyyah-Mada>niyyah Jalaluddin al-Suyuti
1. Definisi
2. Pemetaan Makkiyyah-Mada>niyyah
3. Rincian Surat yang Diperselisihkan
4. Pemetaan Yang Dikecualikan Dari Makkiyyah-Mada>niyyah
5. Ciri-ciri Makkiyyah-Mada>niyyah
21
• APLIKASI PEMIKIRAN PADA ISSUE YANG DITAWARKAN
Pemikiran tokoh tadi ditarik ke subyek yang kita inginkan. Contohnya untuk
pengajaran
CONTOH 1
14
Muhammad Abdul Adzim al-Zarqani, Mana>hil al-Irfa>n, hlm. 415-422; Jalaluddin al-Suyuti, Al-Itqa>n, hlm.
539-541.
15
Badruddin Muhammad Ibn Abdullah al-Zarkasyi, Al-Burha>n fi> Ulu>m al-Qur’a>n, hlm. 350-351.
22
khamr adalah sebuah kekhilafan, karena nasakh ayat-ayat khamr tidak ada dalam pemetaan
ayat yang berlaku nasakh.16 Selain itu, sebagaimana dijelaskan Imam al-Zarqani, konsekuensi
nasakh adalah pembatalan hukum, sedangkan takhs{is{ tidaklah membatalkan hukum yang
amm selamanya.17
Pengajaran na>sikh-mansu>kh yang lebih tepat, bisa menggunakan model deduksi18
dengan memaparkan pemetaan ayat na>sikh-mansu>kh terlebih dahulu, menjelaskan bahwa
na>sikh-mansu>kh telah siap pakai, karena telah dipetakan sesuai riwayat. Namun, untuk
mengetahui bagaimana na>sikh-mansu>kh bisa dipetakan seperti itu akan kita pelajari
mekanismenya: persamaan dan perbedaannya dengan takhs{i>s{, cara mengetahui nasakh dan
urgensinya, pendapat ulama tentang nasakh dan dalilnya, macam-macam nasakh dan jenisnya,
hikmah Allah mengadakan nasakh dan sejenisnya.
Metode berikutnya bisa menggunakan metode induksi 19 dengan berbicara definisi terlebih
dahulu, perbedaannya dengan takhs}is{, macamnya, cara kerjanya dan seterusnya, kemudian
ditutup dengan pernyataan: dari hasil teori-teori tadi menghasilkan pemetaan ayat-ayat yang
berlaku na>sikh-mansu>kh sebagai berikut (menunjukan pemetaan ayat na>sikh-mansu>kh).
Teori-teori na>sikh-mansu>kh ini dijelaskan untuk mengetahui mekanismenya, bukan untuk
menentukan secara mutlak ayat yang berlaku na>sikh-mansu>kh; karena ditemukan ada ayat
mansu>kh terletak lebih belakang daripada ayat na>sikh-nya. Selain itu, perlu dipahami, Ibn
Has{s{a>r berkata, sesungguhnya nasakh didasarkan pada hadis shahih dari Nabi Muhammad
atau dari sahabat yang mengatakan ayat ini me-nasakh ayat ini, bukan berdasar pada pendapat
mufassir yang awam, atau berdasar ijtihadnya para mujtahid tanpa berdasarkan hadis shahih.
Qaul yang mu’tamad mengatakan, nasakh itu berdasarkan pengambilan dari hadis dan sejarah,
bukan berdasarkan pada ra’yi dan ijtihad.20
16
Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushu>l Fikih, hlm. 282-283.
17
Muhammad Abdul Adzim al-Zarqani, Mana>hil al-Irfa>n, hlm. 374.
18
Proses penalatan deduktif adalah penalaran yang bermula dari teori yang general kemudian diturunkan
dalam sebuah hipotesa-hipotesa. Fathor Rasyid, Metologi Penelitian Sosial Teori & Praktek (Kediri: STAIN
Kediri Press, 2015), hlm. 13.
19
Proses nalar induktif adalah proses penalaran yang dimulai dengan pengamatan, mencari fakta dan
kemudian mengeneralisasi penemuannya. Fathor Rasyid, Metologi Penelitian Sosial, hlm. 12.
20
Jalaluddin al-Suyuti, Al-Itqa>n, hlm. 544.
23
CONTOH 2:
24
Melalui pengecekan langsung tadi, mahasiswa menjadi tahu, memahami, mampu
menganalisa, memetakan penentuan Makkiyyah-Mada>niyyah di semua jenis al-Qur’an
yang beredar di masyarakat. Dengan pemetaan tadi dapat diketahui penentuan
Makkiyyah/ Mada>niyyah di al-Qur’an yang mereka pegang mengikuti pendapat ulama
siapa di antara empat ulama di atas (sub pembahasan pemetaan Makkiyyah/
Mada>niyyah).
Setelah mahasiswa tahu dengan jelas pemetaan Makkiyyah-Mada>niyyah, baru
setelahnya bisa dijelaskan ciri-ciri Makkiyyah-Mada>niyyah dan penjelasan lainnya
sebagai pelengkap keterangan, memperdalam pemahaman, dan sebagai diagnosa awal
ketika menjumpai ayat, apakah ia Makkiyyah ataukah Mada>niyyah.
Proses membalik metode pengajaran pada mahasiswa ini sangat penting, karena
umumnya mereka menerima penjelasan ciri-ciri Makkiyyah-Mada>niyyah terlebih dahulu.
Lebih fatalnya lagi, mahasiswa tidak diberi penjelasan pemetaan surat Makkiyyah-
Mada>niyyah sebagaimana kebanyakan literatur yang beredar diperpustakaan. Apabila ini
yang terjadi, mahasiswa mendiagnosa Makkiyyah-Mada>niyyah berdasarkan ciri-ciri,
bukan berdasarkan riwayat. Padahal Abu Bakar al-Qa>dhi dalam kitabnya al-Intisha>r
berkata “pengetahuan Makkiyyah-Mada>niyyah dikembalikan kepada hafalan sahabat dan
tabi’in”.
25
Qur’an tarjamah lainnya yang ada keterangan penyimpulan suratnya, apakah ia
Makkiyyah atau Mada>niyyah. Umumnya, al-Qur’an tarjamah, bagian pojok atas, diawal
surat, dituliskan keterangan surat ini Makkiyyah atau surat ini Mada>niyyah. Hanya
dengan memberikan intruksi pada mereka, silahkan buka awal surat, surat apa saja
terserah, dan lihat pojok atas, cari tulisan Makkiyyah atau Mada>niyyah. Kemudian
jelaskan, itulah kesimpulan surat tadi, apakah ia tergolong Makkiyyah atau Mada>niyyah.
Lebih dalam lagi, ada beberapa ayat yang ia Makkiyyah, tapi ia terletak di dalam
surat Mada>niyyah, atau sebaliknya. Untuk menyelesaikan persoalan ini, langkah
cepatnya, tunjukkan mahasiswa pada “Pemetaan Yang Dikecualikan Dari Makkiyyah-
Mada>niyyah” yang telah dijabarkan di poin 4 di atas dan kemudian cek langsung bunyi
ayatnya di al-Qur’an yang mereka pegang.
26
• KESIMPULAN
Jelaskan inti dari paparan temuan yang anda jabarkan & Inovasi baru yang telah anda
tawarkan
CONTOH 1:
Kesimpulan
Konsep na>sikh-mansu>kh yang diusung Imam Jalaluddin al-Suyuti merupakan konsep
yang utuh, yang menjelaskan dari hulu hingga hilir, sehingga menutup kemungkinan
kesalahpahaman terhadapnya. Ia menjabarkan mulai dari definisi, pembagian na>sikh-
mansu>kh, macam-macamnya, pemetaan surat-surat yang berlaku na>sikh-mansu>kh, faidah-
faidah, peringatan (tanbi>h), dan pemetaan ayat yang berlaku na>sikh-mansu>kh dengan lengkap,
yang merupakan muara utama dalam konsep ini. Commented [M932]: INTI DARI PAPARAN TEMUAN
Implikasi dari konsep na>sikh-mansu>kh yang diusung oleh Imam Jalaluddin al-Suyuti
terhadap pengajarannya di Pergururan Tinggi, yakni menjadikan pemetaan ayat-ayat na>sikh-
mansu>kh menjadi fokus utama pembahasan, dan menjadikan kajian teoritiknya sebagai
penguat pemahaman bagaimana mekanisme pemetaan ayat na>sikh-mansu>kh itu terbentuk.
Serta memberikan penguatan bahwa na>sikh-mansu>kh diketahui dari pengambilan hadis shahih
dan sejarah, bukan berdasarkan pemikiran (ra’yu) dan ijtihad. Commented [M933]: TEMUAN BARU
CONTOH 2:
Kesimpulan
Cara kilat pengajaran ilmu Makkiyyah-Mada>niyyah dilakukan dengan dua cara, yakni
teoritis dan praktek. Langkah teoritis dilakukan dengan cara menjelaskan tiga toeri definisi
Makkiyyah-Mada>niyyah untuk membuka pemahaman awal, disusul dengan memberikan
pemetaan surat/ ayat Makkiyyah-Mada>niyyah Jalaluddin al-Suyuti yang terdapat dalam kitab
al-Itqa>n. Langkah praktek dilakukan dengan cara menunjukkan mahasiswa untuk membuka
Qur’an Tafsir Perkata Ahmad Hatta dibagian awal surat, dan melihat pojok atas. Di situlah
terdapat penanda, surat ini Makkiyyah ataukah Mada>niyyah. Langkah lebih detail untuk
memeriksa sebuah ayat, apakah ia Makkiyyah ataukah Mada>niyyah, mahasiswa diarahkan
untuk melihat pemetaan ayat yang dikecualikan dalam surat Makkiyyah/ Mada>niyyah dalam
kitab al-Itqa>n, atau melihat di artikel ini pada sub pembahasan Pemetaan Yang Dikecualikan
Dari Makkiyyah-Mada>niyyah. Commented [M934]: PERPADUAN INTI TEMUAN &
INOVASI
27
• DAFTAR PUSTAKA
CONTOH 1:
Daftar Pustaka
1. Ash-Shiddieqy MH. Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Semarang: Pustaka Rizki Putra; 2002.
2. Amin SM. Ulumul Qur’an. Jakarta: Raja Grafindo Persada; 2013.
3. Acep H. Ulumul Qur’an. Bandung: Remaja Rosdakarya; 2013.
4. Umi Sumbulah dkk. Studi Al-Qur’an Dan Hadis. Malang: UIN Maliki Press; 2014.
5. Fathurrohman NE& M. Studi Al-Qur’an: Memahami Wahyu Allah Secara Lebih
Integral Dan Komprehensif No Title. Yogyakarta: Kalimedia; 2016.
6. Djalal A. Ulumul Qur’an. Surabaya: Dunia Ilmu; 2000.
7. Al-Qattan MK. Mabahits Fi Ulum Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Antarnusa; 2004.
8. Al-Suyūṭī J al-D. al-Itqān fī ʻulūm al-Qurʼān. 1974.
9. Daud S. Pendahuluan Dalam salah satu artikelnya , Humprey J . Fisher menyebut al-
Suyu > t } i > sebagai seorang polymath , atau orang yang menguasai berbagai macam
bidang ilmu dalam jumlah yang masif . 1 Sebutan tersebut memang tak berlebihan ,
jika dihubungkan . 2016;XVI:41-74.
10. Handiyanto A. Makkiyyah-Madaniyyah: Upaya Rekonstruksi Peristiwa Pewahyuan.
2014:22.
11. Ahmad Hatta. Tafsir Qur’an Perkata: Dilengkapi Asbabun Nuzul & Terjemah.
(Maghfirah Pustaka, ed.). Jakarta; 2009.
CONTOH 2:
Daftar Pustaka
Khallaf, Abdul Wahab. Ilmu Ushul Fikih, terj. Halimuddin. Jakarta: Rineka Cipta, 1999.
Al-Naisa>bu>ry, Abu al-Hasan Ali ibn Ahmad. Asba>b al-Nuzu>l. ttp: Dar al-Taqwa, 2005.
Al-Qatta>n, Manna Khalil. Maba>hits fi Ulu>m al-Qur’a>n, terj, Mudzakir. Jakarta: Litera
AntarNusa, 2004.
Rasyid, Fathor. Metologi Penelitian Sosial Teori & Praktek. Kediri: STAIN Kediri Press,
2015.
S{a>lih, Subhi. Maha>hits fi> Ulu>m al-Qur’a>n. Beirut: Dar al-Ilm, 1977.
28
Al-Shiddieqy, Muhammad Hasby. Sejarah & Pengantar Ilmu al-Qur’an dan Tafsir. Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 2000.
Al-Suyu>ti, Jalaluddin. Lubab al-Nuqu>l fi Asba>b al-Nuzu>l. ttp: Dar al-Taqwa, 2005.
Al-Zarkasyi, Badruddin Muhammad Ibn Abdullah. Al-Burha>n fi> Ulu>m al-Qur’a>n. Mesir: Dar
al-Hadis, 2006.
Al-Zarqani, Muhammad Abdul Adzim. Mana>hil al-Irfa>n fi> Ulu>m al-Qur’a>n. Beirut: Dar al-
Kutb Ilmiyyah, 2004.
29